You are on page 1of 18

1

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM


Pemekaran Desa: Studi Peran Elit Dalam Konflik Pemekaran Desa Berugenjang Undaan Kabupaten Kudus

BIDANG KEGIATAN :
PKM-P

Diusulkan Oleh : Nurul Huda Jejen Ridwan Fauzi Aisyah Maulida D2B008054 14010110110009 14010110120080 / 2008 / 2010 / 2010

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

2011

ii

HALAMAN PENGESAHAN USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA


1. Judul Kegiatan 2. Bidang Kegiatan (Pilih salah satu) 3. Bidang Ilmu (Pilih salah satu) : Pemekaran Desa: Studi Peran Elit Dalam Konflik Pemekaran Desa Berugenjang Undaan Kabupaten Kudus : () PKM-P ( ) PKM-K ( ) PKM-T ( ) PKM-M : ( ) Kesehatan ( ) MIPA () Sosial Ekonomi ( ) Pendidikan : : : : : ( ) Pertanian ( ) Teknologi dan Rekayasa ( ) Humaniora

4. Ketua Pelaksana Kegiatan a. Nama Lengkap b. NIM c. Jurusan d. Universitas/Institut/Politeknik e. Alamat Rumah dan No Tel./HP f. Alamat email 5. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis 6. Dosen Pendamping a. Nama Lengkap dan Gelar b. NIP c. Alamat Rumah dan No Tel./HP 7. Biaya Kegiatan Total a. Dikti b. Sumber lain 8. Jangka Waktu Pelaksanaan

Nurul Huda D2B008054 Ilmu Pemerintahan Universitas Diponegoro Karang Beru Desa Jurang 02/ I Gebog Kudus Kode Pos 59354 (085226124661) : huda_oblo15@yahoo.co.id : 3 orang : Dra. Puji Astuti, M.Si : 19620904 198703 2 001 : Indo Permai Blok A/21, Jalan Bringin Raya Semarang
(024) 8663075/ 085640751457

: Rp 10.000.000,: Rp 10.000.000,: Rp : 3 bulan Semarang, 6 Oktober 2011

Menyetujui, Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan

Ketua Pelaksana Kegiatan

Drs. Priyatno H, MA NIP. 19610626 198703 1 001 Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan

Nurul Huda NIM. D2B008054 Dosen Pendamping

iii Drs. Warsito, SU NIP. 19540202 198103 1 014 Dra. Puji Astuti, M.Si NIP. 19620904 198703 2 001

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii DAFTAR ISI.....................................................................................................iii A.


B. C. D. E. F. G. H.

Latar Belakang.....................................................................................................1 Perumusan Masalah.............................................................................................3 Tujuan..................................................................................................................3 Luaran yang diharapkan......................................................................................3 Kegunaan Penelitian............................................................................................4 Tinjauan Pustaka.................................................................................................4 Metode Pelaksanaan..........................................................................................10 Jadwal Kegiatan.................................................................................................11 Rancangan Biaya...............................................................................................12 Daftar Pustaka...................................................................................................14 Biodata Kelompok.............................................................................................15

I.
J. K.

A. Latar Belakang Indonesia yang menganut sistem desentralisasi dan dekonsentrasi, secara struktural telah membagi wilayah pemerintahannya dalam beberapa daerah. Pembagian dimulai dari daerah provinsi, kabupaten/ kota, kecamatan, hingga pada tingkatan yang paling mikro adalah yang paling bawah adalah desa. Menurut Sutardjo Kartodikusuma, desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri.1 Sedangkan, dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa pengertian desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asalusul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari pengertian di atas, dapat ditarik benang merah bahwa desa memiliki otoritas atau kewenangan dalam mengelola berbagai aset dan sumber daya desa. Oleh karena itu, pemerintah desa haruslah mampu mengalokasikan seluruh berbagai aset dan sumber daya tersebut kepada seluruh dusun, baik untuk pembangunan infrastruktur, pemberdayaan masyarakat, peningkatan pelayanan kepada masyarakat, dan lainnya. Namun, apabila pengalokasian sumber daya dan pembangunan tidak berjalan secara merata maka akan terjadi ketidakadilan yang tentunya akan berimplikasi pada kondisi dari masing-masing dusun yang ada. Selain itu, masyarakat dusun yang merasa korban dari ketidakadilan tersebut akan memberikan reaksi kepada pemerintahan desa. Berbagai reaksi yang akan dimunculkan kepada pemerintah desa merupakan protes terhadap pemerintah desa yang dirasa diskriminatif. Bentuk protes masyarakat dapat berwujud unjuk rasa, pembangkangan terhadap kebijakan desa, pengrusakan, bahkan memunculkan isu pemisahan dari desa. Isu pemisahan dalam suatu desa dapat terjadi apabila ekspresi protes (kekesalan) masyarakat sudah
1

Kushandajani, (2008), Otonomi Desa Berbasis Modal Sosial dalam Perspektif Socio-legal, FISIP Universitas Diponegoro: Semarang, hal 25

5 2

sangat tinggi dan tidak percaya lagi dengan pemerintah desa. Pemisahan desa ini jugalah yang terjadi di Desa Lambangan, Kecamatan Undaan Kabupaten Kudus. Dusun Beru dan Dusun Genjang memiliki wilayah yang relatif kecil, yakni 266, 755 hektar. Meskipun begitu, aset yang ada di desa tersebut cukup tinggi, karena desa tersebut mempunyai areal persawahan yang sangat luas. Jumlah penduduknya pun tidak terlalu banyak, sekitar 300 orang. Mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani. Namun, kedua dusun kecil inilah yang berhasil

memekarkan diri dari Desa Lambangan menjadi Desa Berugenjang, meskipun melalui proses yang panjang, mulai dari mediasi hingga aksi mogok makan di depan Kantor DPRD Kabupaten Kudus dan bentrok antarwarga Desa Berugenjang dan Desa Lambangan. Apabila melihat faktor mayoritas penduduk Desa Berugenjang yang berprofesi sebagai petani, maka tingkat perhatian warga terhadap pemerintah desa, relatif kurang. Disinilah peran elit desa yang cukup strategis, terutama dalam mengelola konflik pemekaran. Berbagai aktivitas dan kegiatan sosial masyarakat biasanya merupakan inisiatif dari tokoh elit desa. Elit desa juga berperan dalam mengontrol kebijakan pemerintah desa. Oleh karena itu, posisi elit dalam sebuah desa sangatlah strategis. Namun, karena setiap desa memiliki nilai, norma, dan budaya yang berbeda, maka macam aktor elit yang berperan dalam sebuah desa pun juga berbeda. Elit yang secara implisit mempunyai perngaruh terhadap masyarakat, mampu menjustifikasi berbagai isu dan mendorong reaksi warga terhadap isu tersebut. Namun, elit pasti memiliki sumber daya untuk menjalankan pengaruhnya. Sumber daya tersebut dapat berupa jabatan, pendidikan, ekonomi dan lainnya. Tentu saja, elit yang berperan di Desa Berugenjang juga memiliki sumber daya strategis yang menjadi modal dalam mengelola konflik pemekaran desa. Konsistensi elit dalam pemekaran desa Berugenjang sangatlah tinggi, mulai dari memunculkan isu pemekaran, memobilisasi massa (unjuk rasa di depan kantor DPRD Kabupaten Kudus), mediasi dengan eksekutif, dan lainnya sehingga tidak sedikit warga yang menjadi korban. Bahkan, berdasarkan wawancara penulis dengan salah satu warga Berugenjang, ternyata sebelum menjadi desa, elit nekat menjual (disewakan) sawah desa untuk membangun Kantor Balai Desa, padahal

6 3

konflik saat itu belum mereda dan kondisi antara warga Desa Lambangan dengan Dusun Beru dan Genjang masih tegang. Dari uraian di atas, seharusnya ada yang perlu diperbaiki dalam memperjuangkan pemekaran desa sehingga dapat diminimalisasi tingkat konflik yang terjadi serta tidak mengakibatkan banyak korban. Meskipun, sudah ada undang-undang mengenai pemekaran desa, yakni UU Nomor 13 Tahun 2000, tetapi masih ada celah yang menyebabkan konflik antarmasyarakat di setiap isu pemekaran. Hal lain yang perlu dikaji adalah seringkali isu pemekaran selalu muncul dari atas (kaum elit) yang juga lebih memberikan keuntungan bagi kaum elit, padahal banyak warga yang menjadi korban dalam memperjuangkan pemekaran. Inilah yang akan menjadi tujuan penting dilakukannya penelitian ini. Oleh karena itu, maka penulis akan meneliti tentang Pemekaran Desa: Studi Peran Elit dalam Konflik Pemekaran Desa Berugenjang Undaan Kabupaten Kudus. B. Perumusan Masalah Berpangkal tolak pada latar belakang di atas dan agar penelitian ini dapat terarah pada sasaran serta menjaga agar pembahasan tidak terlalu luas ruang lingkupnya, maka rumusan masalah yang akan diteliti penulis antara lain:
1. Bagaimana peranan elit dalam mengelola konflik pemekaran desa? 2. Siapa saja elit yang berperan mengelola aktivitas konflik pemekaran desa dan

apa motifnya? 3. Bagaimana seharusnya konsep pemekaran desa sehingga meminimalisasi konflik antarwarga? C. Tujuan Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui peran elit dalam mengelola konflik pemekaran desa 2. Untuk mengetahui siapa saja elit yang berperan mengelola aktivitas konflik

pemekaran desa dan apa motifnya.


3. Untuk menciptakan sebuah sistem (konsep) pemekaran desa sehingga

meminimalisasi konflik antarwarga

7 4

D. Luaran Yang Diharapkan Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menemukan sebuah sistem/ konsep khusus dalam proses pemekaran desa yang meminimalisasi terjadinya konflik antarwarga sehingga tidak mengakibatkan banyak korban. Hasil penelitian ini, juga dapat membantu mengetahui seberapa besar manfaat yang akan didapat dari pemekaran daerah tersebut karena seringkali isu pemekaran dimunculkan oleh elit, yang lebih banyak mengambil keuntungan pribadi dari pemekaran tersebut. E. Kegunaan 1. Kegunaan Praktis
Memberikan rekomendasi bagi pemerintah dalam menciptakan sebuah sistem

pengelolaan isu pemekaran daerah agar meminimalisasi konflik yang mengakibatkan banyak korban. Membantu pemerintah dalam menganalisis isu pemekaran sehingga diketahui manfaat riil dari pemekaran tersebut, apakah hanya menguntungkan elit tertentu atau semua masyarakat. Memberikan rekomendasi bagi pemerintah untuk merevisi undang-undang pemekaran daerah (desa) Kegunaan praktis bagi perguruan tinggi adalah untuk menambah kajian tentang peranan elit dalam aktivitas konflik pemekaran wilayah (desa).
Kegunaan praktis bagi masyarakat adalah agar masyarakat mengetahui

peranan elit dan berbagai motifnya dalam isu pemekaran dan konflik. 2. Kegunaan Teoritis Untuk menambah wacana akademis dan menambah pengetahuan mengenai Konflik pemekaran daerah yang fokus pembahasannya terhadap peranan elit dalam mengelola konflik tersebut. Untuk menambah diskursus dan mengembangkan teori elit, terutama elit lokal. F. Tinjauan Pustaka a. Konsepsi Elit

8 5

Beberapa orang ada di dalam kegelapan. Sementara beberapa lainnya di tempat yang terang. Orang tentu melihat mereka yang ada di tempat terang. Sedangkan meeka yang di kegepalan tetap tidak terlihat. (W.E. Wertheim, 2009: 3) Itulah petikan ungkapan Berthold Brecht dalam Three Penny Opera yang menyatakan adanya distorsi yang seringkali muncul dalam suatu kelompok masyarakat. Dalam sebuah kelompok masyarakat, terdapat beberapa individu yang memiliki pengaruh dan peranan yang kuat. Mereka inilah yang disebut elit.2 Istilah elit sebenarnya berasal dari kata latin eligere yang berarti memilih.3 Pada abad ke-18, penggunaan kata itu dalam bahasa Prancis telah meluas dengan memasukkan penjelasan baru dalam bidang-bidang lainnya. Kaum elit adalah minoritas-minoritas yang efektif dan bertanggung jawab; efektif melihat kepada pelaksanaan kegiatan kepentingan dan perhatian kepada orang lain tempat golongan elit ini memberikan tanggapannya.4 Kajian mengenai elit memang relatif sedikit. Meskipun, telah banyak para tokoh yang memberikan kontribusi terhadap perkembangan kajian terhadap elit. Beberapa tokoh yang memberikan kontribusi pemikiran terhadap kajian elit adalah: Aristoteles Dalam karyanya Politika, Aristoteles menitikberatkan kepada sifat dan tujuan negara serta manusi yang terpilih untuk bertugas. Dalam pandangannya negara mempunyai suatu fungsi yang melampaui fungsi untuk pencegahan kejahatan atau mengatur tukar-menukar. Konsepsi Aristoteles mengenai negara tersebut memang terlalu sempit. Menurutnya, pemimpin-pemimpin dalam suatu negara bukan hanya kaum elit politis tetapi juga semua mereka yang tindakan dan usahanya berorientasi untuk mengamankan dan memajukan kepentingan-kepentingan masyarakat. Mereka seperti gabungan dari para pemimpin (elit) politik, ekonomi, moral dan budaya. Tanpa melihat kepada bentuk pemerintahan yang berkembang, Aristoteles menganggap bagwa suatu kelompok elit harus muncul untuk melanjutkan atau
2 3 4

Suzanne Keller, (1995), Penguasa dan Kelompok Elit, PT Raja Grafindo Persada: Jakarta, hal 31 T.B. Bottomore, (2006), Elite dan Masyarakat, hal 1 ibid, hal 2

9 6

memikul urusan-urusan negara. Karena kelompok elit tersebut lebih permanen daripada susunan kelembagaan tertentu golongan elit spesialis. Dia juga menambahkan bahwa elit juga harus bertanggungjawab atas kesejahteraan moral dan material masyarakat. Vilvredo Pareto dan Gaetano Mosca Pareto meyakini bahwa elit yang tersebar pada sektor pekerjaan yang

berbeda itu umumnya berasal dari kelas yang sama. Yakni orang-orang yang kaya dan pandai. Ia menggolongkan masyarakat ke dalam dua kelas, lapisan atas (elite) dan lapisan bawah (non-elite). Lapisan atas terbagi dalam dua kelompok, yakni elit yang memerintah (governing elite) dan elit yang tidak memerintah (non-governing elite).5 Sedangkan, Mosca lebih fokus terhadap analisisnya terhadap bagaimana elite yang berkuasa mempertahankan kekuasaannya. Keduanya beranggapan bahwa elit yang ada terdiri dari ornag-orang yang terbaik, yaitu yang memiliki nilai-nilai masyarakat pada suatu waktu tertentu. Artinya, mereka yang dapat melakuka pendekatan yang terbaik kepada massalah sehingga mendapatkan perhatian dari massa, akan memperoleh dukungan untuk meraih tujuannya. Seperti Saint Simon, Pareto dan Mosca menilai elit adalah suatu wajah masyarakat yang kompleks. Kehadirannya tidak dapat ditiadakan. Pandangan ini dengan jelas menolaka anggapan Marx yang menilai bahwa elit adalah suatu fase lintasan sejarah manusia belaka. Karl Mannheim Mannheim membedakan antara dua tipe elit yang berbeda secara fundamental. Pertama, elit yang integratif, yan gterdiri dari pemimpin politik dan organisasi. Dan kedua adalah elit sublimatif, yang terdiri dari para pemimpin moral keagamaan, seni dan intelektual. Fungsi dari elit integratif adalah mengintegrasikan sejumlah besar kehendak-kehendak perseorangan. Sedangkan, kelompok elit sublimatif berfungsi untuk mengadakan sublimasi tenaga kejiwaan manusia. Jika elit integratif bergerak dalam organisasi-organisasi formal maka elit sublimatif bergerak melalui gerakan-gerakan kecil.

ibid, hal 28

10

Mannheim melihat elit sebagai suatu hubungan dan keperluan kolektif. Artinya, kehadirannya sangat dibutuhkan dalam tatanan kehidupan sosial. Pernyataan ini juga sekaligus meneguhkan keberpihakannya pada Pareto dan Mosca. Dia juga menilai bahwa para elit menjalankan kekuasaannya secara fungsional dan melembaga. Artinya, elit selalu bergerak secara terorganisasi berdasarkan latar belakang kekuasaannya. Dari beberapa pemikiran di atas memberikan sebuah gambaran bahwa peranan elit dalam sebuah masyarakat tidak dapat dihilangkan. Sebagai tokoh yang berpengaruh, elit dapat mendorong massa menuju kepada arah untuk mewujudkan kepentingannya. Seiring dengan perubahan dan perkembangan bangsa Indonesia, tentu saja membawa dinamika yang mempengaruhi munculnya elit-elit baru yang lebih kompleks. Bahkan, mengurangi peranan dari elit-elit lama, seperti peranan elit keturunan kerajaan. Mungkin di beberapa daerah yang masih kental dengan penghormatan terhadap kebudayaan, seperti Surakarta dan Yogyakarta, para petinggi (elit) kerajaan masih mempunyai derajat tinggi. Namun, bagi daerahdaerah lain di Indonesia, peranan elit kerajaan ini sudah mulai menurun, bahkan hampir hilang. b. Desentralisasi: Munculnya Elit-Elit Lokal Adanya desentralisasi memberikan beberapa kewenangan tertentu kepada pemerintah daerah untuk mengelola dan mengatur daerahnya sendiri. Sehingga muncul konsep otonomi daerah. Sesuai dengan eketentuan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daeah, diharapkan dengan adanya otonomi daerah ini, arah pembangunan daerah akan lebih efektif dan efisien karena pemerintah daerah lebih tahu akan potensi dan kondisi dari daerah yang dikelolanya. Selain itu, dalam sistem desentralisasi sekarang ini, juga dilaksanakan pemilihan umum langsung (pemilukada) untuk kepala daerah, baik dari tingkat provinsi, kabupaten/ kota, hingga pada aras bawah, yakni desa. Secara konseptual, pemilukada sangat mendukung asas demokrasi, transparansi dan akuntabilitas dalam sistem pemilihan. Namun, hal ini juga menyebabkan tumbuhnya berbagai elit di daerah. Hal ini justru membawa kajian elit menjadi
7

11 8

semakin berwarna karena elit lokal yang sebelumnya belum diperhitungkan kini memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam lingkup daerahnya. Menurut Dhuhorudin Mashad membagi elit lokal ke dalam dua tipe, antara lain:6 a. Elit Politik Lokal yakni elit yang menduduki jabatan-jabatan politik (kekuasaan) di eksekutif dan legislatif yang dipilih melalui pemilihan umum dan dipilih dalam proses politik yang demokratis di tingkat lokal. Mereka menduduki jabatan tinggi di tingkat lokal yang membuat dan menjalankan kebijakan politik, seperti: gubernur, bupati, Ketua DPRD, hingga kepala desa. b. Elit non-politik lokal adalah elit yang menduduki jabatan-jabatan strategis dan mempunyai pengaruh untuk memerintah orang lain dalam lingkup masyarakat. Elit non-politik seperti: elit keagamaan, elit organisasi kemasyarakatan, kepemudaan, profesi dan lainnya. Sesuai dengan ketentuan yuridis formal, dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan PP Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, maka banyak sekali daerah yang berpeluang untuk melakukan pemekaran daerah. Hal ini tidak lepas dari peranan elit sebagai tokoh yang memiliki pengaruh yang kuat dalam komunitasnya. Sebuah isu yang awalnya kurang diperhatikan masyarakat, bisa menjadi topik hangat bagi masyarakat. Bahkan, elit pun mampu menggerakkan masyarakat untuk menangggapi isu tersebut, sesuai keinginan elit. Bahkan, jika harus bertentangan dengan elit yang lain.
c. Konflik Pemekaran Daerah

Konflik diartikan sebagai pertentangan yang terbuka antar kekuatankekuatan politik yang memperebutkan kekuasaan sehingga dapat dilihat oleh orang luar. Pengertian konflik disini merujuk kepada hubungan antarkekuatan politik (kelompok atau individu) yang memiliki, atau yang merasa memiliki, sasaran-sasaran yang tidak sejalan.7
6

Zulkarnain Nasution, (2009), Solidaritas Sosial dan Partisipasi Masyarakat Desa Transisi (Suatu Tinjauan Sosiologis), UMM Press: Malang, hal 61 7 Wirawan, (2010), Konflik dan Manajemen Konflik: Teori, Aplikasi, dan Penelitian, Salemba Humanika: Jakarta, hal 4

9 12

Dari sasaran-sasaran tersebut dapat menunjukkan adanya perbedaan kepentingan. Oleh sebab itu, kepentingan dapat digunakan sebagai cara untuk melihat perbedaan motif di antara kelompok yang saling bertentangan. Menurut Pareto, sirkulasi elit dapat terjadi dalam dua kategori, yakni pergantian dari kelompok-kelompok yang memerintah sendiri atau pergantian terjadi antara elit dan penduduknya.8 Dari sini dapat kita lihat bahwa apabila sirkulasi elit terjadi dengan pergantian elit dengan penduduknya berarti ada perebutan kekuasaan dari elit lama kepada elit yang baru dari penduduk. Artinya, perebutan kekuasaan tersebut dapat dilakukan secara kompetisi fair, koersif, atau dapat pula dengan melalui berbagai tahapan konflik. Karena hipotesisnya, tidak mungkin elit yang telah lama mendapatkan kekuasaan dengan mudah melepaskan kekuasaannya. Dari penjelasan di atas mengungkapkan adanya kepentingan elit dalam pemekaran daerah. Namun, studi dari Bank Dunia menyimpulkan adanya empat faktor utama pendorong pemekaran wilayah, yaitu:9 1. Motif untuk efektivitas/ efisiensi adminsitrasi pemerintahan mengingat wilayah daerah yang begitu luas, penduduk yang menyebar, dan ketertinggalan pembangunan
2. Kecenderungan untuk homogenitas (etnis, bahasa, agama, urban-ural,

tingkat pendapatan, dan lain-lain. 3. Adanya kemanjaan fiskal yang dijamin oleh undang-undang (disediakannya Dana Alokasi Umum (DAU), bagi hasil dari sumber daya alam, dan disediakannya sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD)
4. Serta motif pemburu rente (bereucratic and political rent-seeking)

Pernyataan berbeda diungkapakan oelh Ikrar Nusa Bhakti, yang menyebut motif pemekaran daerah sebagai gerrymander, yaitu usaha pembelahan/ pemekaran daerah untuk kepentingan parpol tententu. Contohnya adalah kasus pemekaran Papua oleh pemerintahan Megawati (PDIP) dengan tujuan untuk memecah suara partai lawan.
8 9

Opcit, hal 65 Tri Ratnawati, (2009),Pemekaran Daerah: Politik Lokal dan Beberapa Isu Terseleksi, Pustaka Pelajar: Yogyakarta, hal 21

10 13

Demikianlah kerangka teori yang akan menjadi bekal dalam memulai penelitian.

G. Metode Pelaksanaan Penelitian pada dasarnya digunakan untuk menyelesaikan sebuah permasalahan dengan menggunakan metode tertentu sebagai pisau analisisnya. Dalam penelitian ini sendiri menggunakan metode penelitian kualitatif. Desain kualitatif yang digunakan lebih mengarah pada pendekatan naratif, yang meliputi beberapa aspek sebagai berikut : a. Tipe Penelitian Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian yang bersifat deskriptif analistis yaitu tipe penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan atau mendiskripsikan suatu gejala yang ditentukan dan menganalisa gejala tersebut, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. b. Sumber Data 1) Sumber Data Primer Adalah data-data yang secara langsung diambil dengan menggunakan wawancara, dan observasi langsung ke objek penelitian. Mencakup wawancara dengan pihak yang berkaitan terhadap terjadinya konflik pemekaran di Desa Berugenjang Undaan Kabupaten Kudus. 2) Sumber Data Sekunder Data-data yang diperoleh dari literatur-literatur, majalah-majalah dan dokumen-dokumen serta data tidak langsung dari objek penelitian. Baik data primer maupun sekunder memiliki kepentingan yang sama yaitu sebagai input data bagi proses analisis yang diturunkan dari sasaran-sasaran yang telah dirumuskan. c. Teknik Pengumpulan Data Dalam upaya untuk mengumpulkan data yang relevan dengan obyek studi, maka cara yang digunakan adalah wawancara, dan dokumentasi. 1) Wawancara

11 14

Dilakukan untuk mendapatkan informasi dan data melalui tanya jawab langsung terhadap pihak-pihak yang sengaja dipilih agar memberikan informasi yang diperlukan dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. 2) Dokumentasi Menurut Arikunto dokumentasi adalah metode yang dilakukan oleh peneliti untuk menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan dan catatan harian.10 Pengumpulan data yang dilakuknan dengna mengambil data dokumen-dokumen yang ada. d. Analisis Data Secara singkat tata cara analisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Reduksi Data Data yang diperoleh di lapangan disusun berdasarkan hal-hal yang pokok yang berhubungan dengan pokok masalah. Setelah itu laporan direduksi, dirangkum, dipilah hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting dan dicari tema atau polanya. b) Pengujian Data Data disajikan serta tertulis berdasarkan kasus-kasus aktual yang saling berkaitan. Tampilan data (data display) digunakan untuk memahami yang sebenarnya terjadi. c) Menarik kesimpulan verifikasi Menarik kesimpulan atau verifikasi yang merupakan langkah terakhir dalam kegiatan analisis kualitatif. H. Jadwal Kegiatan Kegiatan Perizinan dan Obeservasi Tempat Penelitian Penentuan objek wawancara dan pembuatan janji Penggalian arsip pendukung (artikel surat kabar, internet, dll)
10

Bulan I

Bulan II

Bulan III
12

Suharsimi Arikunto, (1996), Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, hal 148

15

Pelaksanaan wawancara tahap I (kepada warga masyarakat) Penggalian data dari desa dan kabupaten (dokumentasi, arsip,dll) Wawancara tahap II (elit Desa Berugenjang) Konsultasi dengan Pembimbing: Evaluasi I terhadap proses penelitian untuk mencari hipotesis Wawancara tahap III kepada elit Desa Lambangan untuk perpaduan informasi (dikonfrontasikan) Wawancara dengan elit pemerintah Kecamatan Undaan dan Kabupaten Kudus semasa terjadinya konflik Konsultasi dengan Pembimbing: evaluasi II untuk menuju pada kesimpulan Koordinasi hasil akhir penelitian dan penentuan konsep laporan penelitian Penyusunan Laporan Penelitian

I. Biaya Usulan Alat Tulis Kantor (ATK) Pulpen Bag map Block note Correction pen Pensil 3 buah x 3 buah x 3 buah x 3 buah x 3 buah x @ Rp. 3.000,00 @ Rp. 15.000,00 @ Rp. 5.000,00 @ Rp. 3.000,00 @ Rp. 2.500,00 Rp. Rp Rp. Rp. Rp.
13

9.000,00 45.000,00 15.000,00 9.000,00 7.500,00

16

Penghapus pensil

3 buah x

@ Rp. 2.000,00

Rp. Rp. Rp.

6.000,00 91.500,00 108.500,00

Foto copy, Penjilidan, Burning CD Printing Tinta Kertas A4 2 buah x @ Rp. 750.000,00 1 pack x @ Rp. 50.000,00

Rp. Recorder Kamera digital Transportasi 3 buah x @ Rp. 500.000,00 3 buah x @ Rp. 800.000,00 3 orang x 9 perjalanan x @ Rp. 200.000,00 Komunikasi (pulsa) TOTAL 3 orang x @ Rp. 100.000,00

200.000,00

Rp. 1.500.000,00 Rp. 2.400.000,00

Rp. 5.400.000,00 Rp. 300.000,00

Rp. 10.000.000,00

Daftar Pustaka
Buku

17

Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Giddens, Anthony. 1987. Perdebatan Klasik dan Kontemporer Mengenai Kelompok, Kekuasaan, dan Konflik. Jakarta: CV Rajawali Kartodirdjo, Sartono. 1983. Elite Dalam Perspektif Sejarah. Jakarta: LP3ES Keller, Suzanne. 1995. Penguasa dan Kelompok Elit; Peranan Elit Penentu dalam Masyarakat Modern. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Moleong, Lexy. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Pruitt, Dean G.. 2004. Teori Konflik Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Putnam, Robert D. 1976. The Comparative Study of Political elites. USA: Prentice Hall, Inc Ratnawati, Tri. 2009. Pemekaran Daerah: Politik Lokal dan Beberapa Isu Terseleksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Schermerhorn, RA. 1987. Masyarakat dan Kekuasaan. Jakarta: CV Rajawali Seligman, Lester G. and friends. 1989. Elite dan Modernisasi. Yogyakarta: Liberty Susan, Novri. 2009. Sosiologi Konflik Dan Isu-Isu Konflik Kontemporer. Kencana Jakarta: Prenada Media Group W.F. Wertheim. 2009. Elite vs Massa. Yogyakarta: Resist Book

Artikel Fitriani, Fitria, Bert Hofman, Kai Kaiser. 2005. Unity in Diversity ? The Creation of New Local Governments in A Decentralising Indonesia, dalam jurnal Bulletin of Indonesian Economic Studies Volume 41 Nomor 1. Jakarta: Pustaka Media Bhakti, Ikrar Nusa. Hak Menentukan Diri-Sendiri Jenis Bari Di Papua : Pilihan Antara Kemerdekaan dan Otonomi dalam Dewi Fortuna, dkk. 2005. Konflik Kekerasan Internal. Jakarta : Yayasan Obor-LIPI-KITLV

BIODATA KELOMPOK

18

Ketua Kelompok Nama Tempat/ tanggal lahir NIM Fakultas/ Jurusan Alamat Nomor Handphone Email

: : : :

Nurul Huda Kudus, 08 September 1990 D2B008054 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik/ Ilmu Pemerintahan : Karang Beru Jurang 02/ I Gebog Kudus 59354 : 085226124661 : huda_oblo15@yahoo.co.id

( Nurul Huda )

Anggota I Nama Tempat/ tanggal lahir NIM Fakultas/ Jurusan Alamat Nomor Handphone Email Anggota II Nama Tempat/ tanggal lahir NIM Fakultas/ Jurusan Alamat Nomor Handphone Email Pembimbing Nama Tempat/ tanggal lahir NIP Fakultas/ Jurusan Alamat Nomor Telp./ Hp Email

: : : :

Jejen Fauzi Ridwan Karawang, 11 Februari 1992 14010110110009 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik/ Ilmu Pemerintahan : Dusun Tegal Asem RT 12/ III Desa Sindangsari Kec. Kutawaluya Kab. Karawang : 085810478293 : JejenFauziRidwan@gmail.com

( Jejen Fauzi Ridwan )

: : : :

Aisyah Maulida Demak, 07 Desember 1992 14010110120080 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik/ Ilmu Pemerintahan : Desa Kedondong 02/ V Kec. Demak Kab. Demak : 085642964618 : get.yourdream@yahoo.com

( Aisyah Maulida )

: Dra. Puji Astuti, M.Si : Banyumas, 07 September 1962 : 19620904 198703 2 001 : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik/ Ilmu Pemerintahan : Indo Permai Blok A/ 21 Jln. Bringin Raya Semarang : (024) 8663075/ 085640751457 : pujiastuti@undip.ac.id

( Dra. Puji Astuti, M.Si )

You might also like