You are on page 1of 8

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang sebagian hidup tidak dapat dipenuhi karena tidak mempunyai pekerjaan dan lain-lain, karena hal tersebut sebagian dari masyarakat menggunakan hutan sebagai jalan pintu untuk memenuhi kebutuhan hidup, yaitu dengan cara menebang pohon secara liar dan masyarakat tidak sadar atau pekerjaan yang dilakukan itu. Karena pekerjaan itu dapat mengakibatkan hal-hal buruk diantaranya, terjadi banjir, longsor dan lain-lain, tapi kalau mereka sadar akan hal itu mungkin penebangan pohon secara liar tidak akan mereka lakukan pasti tidak akan mengakibatkan hal-hal yang buruk. Maka dari sekarang kita semua harus sadar bahwa penebangan pohon itu sangat berakibat patal kalau hutan tidak dijaga penebangan liar pasti akan lebih banyak dan hutan akan menjadi gundul. Maka dari sekarang kita harus menjaga hutan untuk anak cucu kita di masa yang akan datang. Beberapa pelajaran diambil dari pengalaman penulis di Departemen Kehutanan Indonesia (1998-2001) sebagai berikut: penebangan liar meningkat dengan cepat selama masa transisi menjelang demokratisasi dan disentralisasi, memunculkan pertanyaan-pertanyaan tentang kesiapan hukum, sumberdaya manusia, dan komunikasi antara pemerintah pusat dengan daerah. Permasalahan di Indonesia tidak unik, sehingga mungkin dapat dipelajari dan dibagi dengan Cina, Brazil, Rusia, dan negara-negara Afrika. Penebangan liar bukan masalah

yang berdiri sendiri, tetapi isu yang diperoleh dari kebijakan penggabungan hutan dan industri kayu. Akhirnya, tindakan penanggulangan telah dilakukan dengan cepat dari tingkat lapangan ke tingkat pusat dan internasional, termasuk kerjasama semua pihak dan pemanfaatan yang efektif dari informasi ilmiah di dalam pembuatan kebijaksanaan. Denagn demikian penulis mengambil judul untuk karya ilmiah yakniPenebangan pohon secara liar akan menyebabkan kerusakan alam 1.2 Perumusan Masalah Apa sebab akibat terjadinya kerusakan alam? Bencana apa saja yang disebabkan oleh penebangan liar? Upaya apa pemerintah dalam menanggulangi kerusakan alam?

1.3 Ruang Lingkup Penulisan Adapu ruang lingkup dalam karya ilmiah ini adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Perumusan Masalah 1.3 Ruang Lungkup Penulisan BAB II PEMBAHASAN 2.1 Apa Sebab Akibat Terjadinya Kerusakan Alam 2.2 Bencana Apa Saja Yang Disebabkan Oleh Penebangan Liar 2.3 Upaya Pemerintah dalam Menanggulangi Kerusakan Alam BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

3.2 Saran BAB II PEMBAHAS

2.1 Apa Sebab Akibat Terjadinya Kerusakan Alam Pada zaman sekarang perkembangan perekonomian indonesia semakin besar, para pejabat banyak korupsi hukum kurang ditegakan kriminalitas

semakin meningkat , dan lain-lain. Masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan hidupnya sangat menderita oleh karena itu hanya masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan menggunakan hutan. Sekarang tempat untuk merubah perekonomiannya tetapi bagi masyarakat yang kurang bertanggung jawab pohon-pohon ditebang secara liar, mereka tidak melakukan penghijauan atau tebang pilih yang dipikirkannya adalah bahaya ingin mendapatkan yang sebanyaknya, akibat yang akan terjadi karena pekerjaan. Akibat hutan menjadi gundul dan akibatnya hutan gundul yang akan mengakibatkan longsor dan mengakibatkan korban jiwa. 2.2 Bencana Apa Saja Yang Disebabkan Oleh Penebangan Liar Bencana yang disebabkan oleh penebang liar contohnya longsor, banjir dan lain-lain. Ada juga penyebab lain tanah longsor yang disebabkan oleh faktor manusia Pemotongan tebing pada penambangan di lereng terjal Penimbunan tanah urugan di daerah lereng mereka tidak berpikir

Pegundulan hutan Budi daya dalam kolam ikan di atas lereng dan lain lain Jadi kita harus sadar bahwa bahaya penebangan liar itu sangat berakibat patal contohnya yang ditulis di atas bencana yang disebabkan oleh faktor manusia. Maka dari sekarang jangan coba-coba menebang liar

sembarangan yang berakibat buruk, lestarikanlah hutan supaya tidak ada bencana yang mengakibatkan korban jiwa.

2.3 Upaya Pemerintah dalam Menanggulangi Kerusakan Alam Kerusakan menanggulanginya pendidikan alam sangat merugikan masyarakat dan untuk

pemerintah melakukan

tebang pilih

dan memberikan

kepada masyarakat bagaimana

cara mengolah hutan dan hutan

ditegakan bagi orang yang melanggar hukum kehutanan diberi sangsi dan keamanan harus diperketat. Sistem pengelolaan hutan pada dasarnya bertumpu pada aspek ekonomi dan hanya sedikit yang memperhatikan aspek pengelolaan hutan itu sendiri. Hal inilah yang menimbulkan dampak yang negatif, seperti terjadinya bencana alam banjir, tanah longsor dan pencemaran udara akibat pembakaran hutan secara di sengaja ataupun proses alam. Menghentikan penebangan liar ini tidaklah mudah, karena terkait dengan mekanisme struktur budaya masyarakat yang sudah beradaptasi secara turun temurun. Dengan melihat hal tersebut maka diperlukan penanganan yang serius dan terpadu dalam program pembangunan hutan, dan dalam hal ini adalah Dinas Perhutani. Pentingnya peran Dinas Perhutani dalam

menjaga kelestarian hutan menjadi tanggung jawab utama disamping masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut tentunya harus berbagai upaya dilakukan oleh pihak Dinas perhutani. Berdasarkan fenomena tersebut membuat penulis ingin mengetahui lanjut tentang kebijakan-kebijakan apa saja yang akan dilakukan oleh dinas yang terkait dalam menaggulangi pengendalian illegal logging dan dituangkan dalam bentuk penelitian dengan judul Kebijakan Dinas Perhutani Dalam Upaya Menanggulangi Pembalakan Hutan Diwilayah Propinsi Jawa Timur (Studi di KPH Malang). Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui bagaimana kebijakan Dinas Perhutani dalam menanggulangi upaya menanggulangi pembalakan hutan di wilayah KPH Malang.Ingin mengetahui bagaimana membangun jejaring (nett working) kemitraan dalam pengelolaan hutan terpadu secara berkelanjutan dan Ingin mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat dalam menanggulangi upaya menanggulangi pembalakan hutan di wilayah KPH MalangJenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, lokasi penelitiannya adalah di KPH Malang dengan subyek penelitianya adalah Kepala Dinas Perhutani dan Kepala KPH Kota Malang. Dimana dalam pengambilan datanya digunakan observasi, wawancara dan data dokumentasi. Setelah data diperoleh kemudian dianalisa dengan menggunakan teknik anailisa kualitatif.Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa Pemerintah provinsi dan kabupaten sampai saat ini hanya sebagai polisi tidur atas pembangunan kehutanan, meskipun Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah, dan Keputusan No. 215/KPTS-II/2003 tentang Rencana Kerja tahunan Perum Perhutani telah ditetapkan, namun tidak efektif penyelenggaraannya karena peran sentralistik Perhutani sangat dominan, mengakibatkan pengelolaan hutan belum mencerminkan keterpaduan karena : Pemerintah Pusat belum iklas melepaskan kewenangan pengelolaan hutan kepada pemerintah daerah,

berdampak rendahnya ruang partisipasi lembaga masyarakat dan stake holders lainnya dalam pengelolaan hutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam

Undang-Undang No.32 Tahun 2005 tentang Pemerintahan daerah. Jejaring kemitraan pengelolaan hutan yang dibangun oleh Perhutani dalam rangka pengendalian penebangan liar, belum berhasil sebab kepercayaan masyarakat terhadap program PHBM tidak utuh. lebih menekankan pembentukan hubungan kerjasama pemanfaatan peluang dalam pengelolaan sumber daya hutan.

Prinsipnya adalah bagi hasil atas produksi tanaman agribisnis dalam jangka waktu tertentu yang berorientasi pasar. Norma bagi hasil diatur dalam kontrak kerjasama antara petani, perhutani, pemerintah kabupaten/kota serta LKPDH secara proporsional yang ditetapkan secara musyawarah dalam forum komunikasi tingkat kecamatan.Faktor

penghambat dalam menanggulangi pembalkan hutan diwilayah KPH Malang adalah belum adanya tindakan inovatif untuk mengendalikan pelaku

penebangan liar yang dilakukan oleh 3 (tiga) kelompok yang berbeda, yaitu Cukong (pemilik modal), Blandong Illegal (Juru Tebang Ilegal) dan Sopir (Pengangkut kayu). Ketiganya membentuk perikatan secara tidak resmi dan samar-samar, tetapi memiliki keterkaitan yang erat dengan Makelar Kayu

(Belantik Kajeng) sebagai mediator untuk mengatur skenario penebangan liar, pengangkutan dan penjualan hasil hutan. Akibatnya perilaku itu berlangsung tanpa ada hambatan yang berarti. Ketidak berdayaan pemerintah daerah dalam pengelolaan hutan disebabkan oleh dominasi pemerintah pusat yang

menyerahkan urusan pengelolaan hutan kepada Perum Perhutani, sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2003 tentang Perum Perhutani. Peranan Aparat penegak hukum kurang optimal dalam penerapan hukum kehutanan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, karena adanya ego centris dan konflik kepentingan sebagai akibat dari lemahnya koordinasi di antara aparatur penegak hukum sehingga penegakan hukum belum dapat memberikan efek jera (shock therapy) bagi pelaku kejahatan kehutanan.Masyarakat dan pengusaha kurang memiliki akses

seimbang terhadap sumber daya hutan, karena dominasi Perum Perhutani yang kurang memberikan ruang untuk berpartisipasi dalam pengelolaan hutan terpadu. Masyarakat miskin di sekitar hutan belum mendapat akses yang seimbang dalam memanfaatkan sumber daya hutan, karena itu tidak jarang Cukong/Belantik Kajeng memanfaatkan mereka sebagai pelaku penting dalam praktek

penebangan liar.

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Dalam karya tulis yang berjudul Penebangan pohon secara liar akan menyebabkan kerusakan alam dapat penulis simpulkan bahwa kerusakan hutan diebabkan banyaknya penebangan liar yang sudah banyak dilakukan oleh masyarakat yang tidak bertanggung jawab. penebangan liar dan pencurian kayu sudah sejak lama menjadi perhatian pemerintah, dan belum pernah ada indikasi bahwa pencurian kayu dari hutan-hutan di Indonesia akan dapat dieliminir. Sudah menjadi semacam penyakit yang kronis. Penebangan hutan secara liar dan pencurian kayu sangat pantas menjadi keprihatinan kita semua. Perilaku tersebut bisa diibaratkan seperti merampok hak anak-cucu kita. Ini sekali lagi merupakan contoh bahwa sangat banyak orang yang hanya bisa melihat jangka pendek, mengabaikan dampak jangka panjang. Ini juga mencerminkan lemahnya rasa tanggung jawab sosial pada diri banyak warga negara Indonesia.

You might also like