You are on page 1of 6

BELA NEGARA DITINJAU DARI ASPEK PENDIDIKAN Studi Kasus : KENAKALAN REMAJA TENTANG TAWURAN ANTAR PELAJAR

Disusun oleh : 1. Eny 2. Fery Muji 3. Hardiyanto Wibowo 4. Heri Hermawan 5. Ivan Wijanarko 6. Novrina Dewi K 07140452 07140434 07140478 07140505 07140431 07140470

JURUSAN MANAJEMEN INFORMATIKA POLITEKNIK PRATAMA MULIA SURAKARTA

2009

I.

PENDAHULUAN Pelajar yang sedang menempuh pendidikan di SLTP maupun SLTA, bila ditinjau dari segi usianya, sedang mengalami periode yang sangat potensial bermasalah. Periode ini sering digambarkan sebagai storm and drang period (topan dan badai). Dalam kurun ini timbul gejala emosi dan tekanan jiwa, sehingga perilaku mereka mudah menyimpang. Dari situasi konflik dan problem ini remaja tergolong dalam sosok pribadi yang tengah mencari identitas dan membutuhkan tempat penyaluran kreativitas. Jika tempat penyaluran tersebut tidak ada atau kurang memadai, mereka akan mencari berbagai cara sebagai penyaluran. Salah satu eksesnya, yaitu tawuran. . Salah satu persoalan yang menyita perhatian para guru di zaman kini adalah jika siswanya terlibat perkelahian atau tawuran. Para guru dan pengelola kependidikan di mana pun dan jenjang apa pun dibayangi kemungkinan mesti menghadapi persoalanpersoalan para siswanya, baik yang memulai perkelahian maupun yang sekedar menjadi korban. Alasan-alasan yang muncul dari para siswa yang terlibat itu biasanya bernada klise seperti membela teman, didahului, solider, membela diri, atau merasa dendam. Penyebab tersembunyi banyak tawuran adalah rasa bermusuhan yang diwariskan secara turun temurun dari angkatan ke angkatan berikutnya. Pelajar atau siswa yang terlibat dalam tawuran pelajar adalah mereka yang masih duduk disekolah menengah dan usia mereka tergolong masih remaja. Masa remaja adalah usia transisi, ahli psikologi menganggap masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak kemasa dewasa, yaitu terjadinya perubahan psikis dan fisik secara sederhana dan umum menurut ukuran masyarakat maju, masa remaja itu lebih kurang antara 13 tahun dan 21 tahun. Pemuda sebagai pelajar adalah modal bagi terlaksananya tujuan ke masa depan. Selain itu pemuda juga merupakan tombak perubahan zaman dan jawaban sebuah peradaban. Masalah tawuran pelajar adalah masalah yang tidak ada habisnya untuk dibicarakan terutama diwilayah DKI Jakarta hampir setiap media massa yang ada di kota Jakarta memberitakan permasalahan tawuran pelajar. Terlebih lagi belakangan ini kasus tawuran pelajar telah banyak menimbulkan kerugian berbagai pihak dan mencemaskan para orang tua, karena takut akan membawa kehancuran pada diri remaja itu sendiri dan masyarakat luas. Oleh karena itu semua pihak terutama para orang tua dan guru sibuk memikirkan bagaimana cara mengatasi tawuran pelajar tersebut dan menghindarkan mereka dari faktor-faktor yang mengarah pada tindakan-tindakan itu. Dengan demikian dapat disinyalir bahwa tawuran pelajar yang terjadi akhir-akhir ini menunjukan peningkatan permasalahan yang sangat signifikan dan memprihatinkan, karena bukan hanya menimbulkan korban yang luka ringan tetapi juga korban yang meninggal dunia, baik dari kalangan pelajar itu sendiri maupun yang terkena diakibatkan tawuran pelajar tersebut.

II. LANDASAN TEORI/LANDASAN HUKUM Landasan teori yang bisa diambil dalam hal ini yaitu adnya Teori agresivitas manusia yang muncul sebagai akibat kenyataan hidup yang selalu memperoleh tekanan dari kondisi sekitar. Sementara fenomena anak muda atau remaja selalu ingin bebas dari tekanan, dan penuh idealisme. Dalam kehidupan metropolis, apa yang diimpikan selalu tersedia, tapi mereka tak dapat memilikinya karena kondisi ekonomi keluarganya. Sementara bagi pelajar dari kalangan mampu, hampir tak ada hambatan dalam meraih keinginan-keinginan itu. gejala aksi kekerasan dan tawuran antarpelajar akhir-akhir ini memaksa kita untuk meninjau kembali teori agresivitas itu, agresivitas disini tidak berkaitan dengan karakter individual, melainkan bentukan sosial; atau lebih determinan dalam menentukan watak agresif seseorang daripada persoalan individual. Keluarga sebagai kelompok sosial terkecil dalam masyarakat, mempunyai peranan penting dalam pembentukan konsep diri pada anak. Hurlock (1999) berpendapat bahwa dukungan khususnya keluarga atau kurangnya dukungan akan mempengaruhi kepribadian anak melalui konsep diri yang terbentuk. Pola terbentuknya konsep diri pada seorang individu bukan merupakan bawaan dari lahir, tetapi konsep diri terbentuk melalui proses, dan proses pembentukan konsep diri tidak dapat terlepas dari peran keluarga. Konsep diri yang positif dan keluarga yang harmonis ditengarai akan mampu mencegah seorang remaja untuk cenderung melakukan kenakalan atau perbuatan yang negatif. Banyak peneliti yang telah melakukan penelitian untuk mencari faktor faktor yang berhubungan dengan kenakalan remaja khususnya tawuran antar pelajar, faktor-faktor tersebut antara lain identitas, konsep diri, kontrol diri, usia, jenis kelamin, harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah, proses keluarga, pengaruh teman sebaya, kelas sosial ekonomi dan kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal, semua factor tersebut memiliki kontribusi terhadap kecenderungan kenakalan remaja. Faktor keluarga dan konsep diri akan dipilih sebagai faktor yang akan memprediksi kecenderungan kenakalan remaja. Simandjuntak (1984) berpendapat bahwa secara garis besar munculnya perilaku delinkuen pada remaja disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dimaksud meliputi karakteristik kepribadian, nilai-nilai yang dianut, sikap negatif terhadap sekolah, serta kondisi emosi remaja yang labil. Adapun faktor eksternal mancakup lingkungan rumah atau keluarga, sekolah, media massa, dan keadaan sosial ekonomi.

III.

ANALISA DAN PEMBAHASAN Tawuran Merupakan Perilaku Agresif yang Marak dilakukan di Kalangan Pelajar Tawuran merupakan salah satu bentuk perilaku agresi, karena dalam tawuran terdapat perilaku baik fisik atau lisan yang disengaja dengan maksud untuk menyakiti dan merugikan orang lain. Masa Remaja merupakan masa manusia mencari jati diri. Pencarian tersebut direfleksikan melalui aktivitas berkelompok dan menonjolkan keegoannya. Yang dinamakan kelompok tidak hanya lima atau sepuluh orang saja. Satu sekolah pun bisa dinamakan kelompok. Kalau kelompok sudah terbentuk, akan timbul adanya semacam ikatan batin antara sesama kelompoknya untuk menjaga harga diri kelomponya. Maka tidak heran, apabila kelompoknya diremehkan, emosianal-lah yang akan mudah berbicara. Pada fase ini, remaja termasuk kelompok yang rentan melakukan berbagai perilaku negatif secara kolektif (group deviation). Mereka patuh pada norma kelompoknya yang sangat kuat dan biasanya bertentangan dengan norma masyarakat yang berlaku. Penyimpangan yang dilakukan kelompok, umumnya sebagai akibat pengaruh pergaulan atau teman. Kesatuan dan persatuan kelompok dapat memaksa seseorang untuk ikut dalam kejahatan kelompok, supaya jangan disingkirkan dari kelompoknya. Disinilah letak bahayanya bagi perkembangan remaja yakni apabila nilai yang dikembangkan dalam kelompok sebaya adalah nilai yang negatif. Penyebab Tawuran : Tekanan kelompok dalam bentuk solidaritas; Kaderisasi bekas siswa yang drop out (putus sekolah); Kurang komunikasi orang tua,anak dan sekolah; Kesenjangan sosial ekonomi; lingkungan sekolah belum bersabat dengan remaja; Lingkungan yang tidak kondusif bagi perkembangan keperibadian sehat; Pengaruh media masa (cetak dan electronik) yang memberitakan dan menayangkan kekerasan dan aresifitas; Pengenalan Tawuran biasanya terjadi pada hari-hari tertentu (hari ulang tahun sekolah); adanya konsentrasi masa siswa di halte bus/dalam bus,di tempat nongkrong lain; adanya siswa membawa senjata,payung ataupun batu. Ciri-ciri remaja/siswa yang rentan terhadap tawuran, adalah siswa yang: punya ego dan harga diri tinggi,sehingga mudah berespon terhadap ejekan bermasalah dari rumah dan lingkungan mudah bosan, tegang/stres hidup dengan kondisi kemiskinan Pencegahan : Upaya Pencegahan Masalah Tawuran dilakukan melalui Peran Orangtua Menanamkan pola asuh anak sejak prenatal dan balita Membekali anak dengan dasar moral dan agama

Peran Guru Bersahabat dengan siswa. Menciptakan kondisi sekolah yang nyaman. Memberikan keleluasan siswa mengekpresikan diri pada kegiatan ekstrkurikuler. Peran Pemerintah dan Masyarakat Menghidupkan kembali kurikulum Budi Pekerti Menyediakan sarana/prasarana untuk menyalurkan agresifitas anak melalui olah raga dan bermain. Peran Media Sajikan tayangan atau berita tanpa kekerasan (jam tayang sesuai tingkat usia) Sampaikan berita dengan kalimat yang benar dan tepat (tidakprovokatif) IV. PENUTUP Kesimpulan Kasus tawuran antar pelajar merupakan salah satu kasus yang sering dijumpai di masyarakat. Seringkali para pelajar bertindak bodoh dengan melakukan tawuran oleh hal-hal sepele. Fenomena ini merupakan masalah yang timbul akibat dari perubahan nilai yang dianut oleh segelintir pelajar. Pelajar pada umumnya tidak menyukai ajaran kekerasan seperti tawuran dan lain sebagainya, akan tetapi sebagian lain menilainya secara keliru akibat beberapa faktor antara lain faktor pribadi atau internal, sekolah, keluarga, dan lingkungan. Oleh karena itu kasus tawuran antar pelajar yang selama ini banyak terjadi merupakan sebuah masalah sosial, dikarenakan adanya perubahan nilai yang dianut sebagian pelajar yang melakukan aksi tawuran ini. Saran Saran yang bisa kami berikan untuk mengatasi tawuran pelajar atau kenakalan remaja pada umumnya , yaitu: a. Adanya pengawasan dari orang tua yang tidak mengekang. contohnya: kita boleh saja membiarkan dia melakukan apa saja yang masih sewajarnya, dan apabila menurut pengawasan kita dia telah melewati batas yang sewajarnya, kita sebagai orangtua perlu memberitahu dia dampak dan akibat yang harus ditanggungnya bila dia terus melakukan hal yang sudah melewati batas tersebut. b. memberi kesempatan kepada remaja untuk beremansipasi dengan cara yang baik dan sehat c. memberikan bentuk kegiatan dan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan remaja zaman sekarang serta kaitannya dengan pengembangan bakat dan potensi remaja. bakat yang dia sukai selama bersifat Positif. Karena dengan melarangnya dapat menggangu kepribadian dan kepercayaan dirinya. d. Perlunya bimbingan kepribadian di sekolah, karena disanalah tempat anak lebih banyak menghabiskan waktunya selain di rumah.

e. Perlunya pembelanjaran agama yang dilakukan sejak dini, seperti beribadah dan mengunjungi tempat ibadah sesuai dengan iman kepercayaannya.

You might also like