You are on page 1of 13

Referat Ilmu Penyakit Mata SINDROME FOSTER KENNEDY

Pembimbing: dr. Mustafa K. Shahab, Sp.M dr. Agah Gadjali, Sp.M dr. Henry A.W, Sp.M dr. Hermansyah, Sp.M dr. Gartati Ismail, Sp.M

Disusun oleh: Nur Sakinah Nasution Eko Sandy sinaga (0920221204) (0920221207)

Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Raden Said Sukanto Periode 21 November 30 Desember 2011 1

KATA PENGANTAR

Salam Sejahtera Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan pertolonganNya kami dapat menyelesaikan referat ini. Referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagi CoAss Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Tingkat I Raden Said Sukanto. Dalam referat ini akan dibahas secara menyeluruh mengenai Sindrom Foster Kennedy. Adapun referat ini menggunakan berbagai sumber kepustakaan, baik dari buku maupun jurnal dan artikel yang diunduh dari internet. Penulis sangat berharap referat ini dapat memenuhi kebutuhan pembaca dan memberikan manfaat berupa pengetahuan baru bagi pembaca yang budiman. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan referat ini, khususnya kepada para pembimbing, yaitu dr. Agah Gadjali, Sp.M, dr. Henry A.W., Sp.M, dr. Hermansyah, Sp.M, dr. Gartati Ismail, Sp.M, dan dr. Mustafa K.S, Sp.M, yang telah banyak memberikan arahan dan masukan yang berarti. Kami menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan memiliki banyak keterbatasan. Oleh sebab itu kami menerima dengan senang hati segala kritik dan saran yang membangun demi kepentingan kita bersama. Akhir kata semoga referat ini dapat berguna bagi penyusun maupun pembaca sekalian. Kiranya Tuhan memberkati kita semua. yang sedang menjalani program kepaniteraan klinik di departemen mata Rumah Sakit Bhayangkara

Jakarta,Desember 2011

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i DAFTAR ISI.........................................................................................................ii PENDAHULUAN...................................................................................................1 PEMBAHASAN.....................................................................................................3 1.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI JALUR OPTIKUS DAN RETINA.............................3 1.2 EPIDEMIOLOGI...........................................................................................7 1.3 ETIOLOGI...................................................................................................7 1.4 PATOFISIOLOGI.........................................................................................8 DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................9

DAFTAR GAMBAR GAMBAR 1 4 GAMBAR 2 5 GAMBAR 3 9 GAMBAR 4 . 10

ii

iii

PENDAHULUAN
Sindrom Foster Kennedy adalah penyakit neurologis langka yang pertama kali

ditemukan pada tahun 1911 oleh Robert Foster Kennedy.1,2 Dia adalah seorang ahli saraf Inggris, yang menghabiskan sebagian besar hidupnya bekerja di Amerika pada tahun 1884-1952. Robert Foster Kennedy pertama kali menemukan gejala penyakit ini yang terdiri dari:

Unilateral, ipsilateral atrofi optik, yang dicetuskan oleh tekanan langsung pada nervus optikus. Kontralateral papilloedema secondary dan peningkatan tekanan intrakranial. Skotoma sentral. Anosmia.

Selain itu, dari beberapa penelitian dan referensi yang ada, ditemukan juga kasus yang mirip gejalanya dengan Sindrom Foster Kennedy yaitu Pseudo Sindrom Foster Kennedy, dimana terdapat pembengkakkan diskus optikus unilateral dengan atrofi optik kontra lateral dengan adanya massa pada ruang intrakranial. Hal ini terjadi bukan karena massa tumor intracranial tetapi biasanya karena neuritis optik bilateral berurutan atau iskemik optik neuropati.3 Sebuah kasus sekunder yang berkaitan dengan hal tersebut telah dilaporkan sebagai penyebab penyakit ini, yaitu pachymeningitis (peradangan dari dura mater).4 Sindrom Foster Kennedy merupakan sindrom yang sangat jarang terjadi dan karena gejala dini yang sulit dikenali serta keterbatasan ketersediaan alat diagnosis seperti CTScan dan MRI pada beberapa tempat sehingga penyakit ini jarang dilaporkan. Penyakit ini menimbulkan trias gejala yaitu atrofi optik ipsilateral, papilloedema kontralateral dan ipsilateral anosmia. Hal ini biasanya disebabkan oleh tumor pada lobus frontal atau besar tumor yang timbul baik dari alur olfaktorius atau wing sphenoidal medial ketiga.5 Mekanisme penyebab sindrom ini belum diketahui secara jelas. Sindrom Foster Kennedy awalnya dihipotesiskan bahwa terdapat atrofi optik ipsilateral akibat tekanan langsung pada saraf optik, dan papiludema kontralateral dari tekanan intrakranial yang berlangsung lama. Sebuah analisis kasus yang dilaporkan menunjukkan bahwa sebanyak 22% kasus di atas terjadi, 33% ada kompresi saraf optik bilateral, 5% pada peningkatan
1

tekanan intrakranial yang berlangsung lama dan 40% mekanisme yang belum jelas. Laporan kasus ini mendukung hipotesis asli dari Foster Kennedy, karena ada kompresi langsung dari saraf optik yang tepat dan klinis peningkatan intrakranial.6 Terapi yang diberikan pada Sindrom Foster Kennedy pada prinsipnya adalah melihat dari jenis tumor penyebab, derajat pertumbuhan tumor, serta manifestasi klinis yang ditimbulkan. Penatalaksanaan juga dapat dibagi menadi operatif dan non-operatif. Dalam referat ini akan dibahas secara menyeluruh mengenai TASS. Adapun referat ini dibuat sebagai syarat kelulusan dalam kepaniteraan klinik ilmu penyakit mata Rumah Sakit Bhayangkara tingkat I Raden Said Sukanto.

PEMBAHASAN
1.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI JALUR OPTIKUS DAN RETINA
Saraf-saraf kecil pada retina merasakan sinar dan mengrimkan gelombang saraf kepada saraf optikus, yang akan membawa gelombang saraf tersebut ke otak. Kelainan di sepanjang saraf optikus dan percabangannya, maupun kerusakan pada otak bagian belakang (yang mengolah rangsangan visual) bisa menyebabkan gangguan penglihatan.7 Saraf optikus memiliki rute yang tidak biasa, yaitu setiap saraf membelah dan sebagian menyilang pada kiasma optikum ke sisi yang berlawanan. Dengan susunan anatomi tersebut, maka kerusakan di sepanjang jalur saraf optikus menyebabkan pola gangguan penglihatan yang khas: 7

Jika kerusakan saraf optikus terjadi diantara bola mata kiri dan kiasma optikum maka kebutaan terjadi pada mata kiri. Jika kerusakan terletak di belakang jalur saraf optikus, maka gangguan penglihatan hanya terjadi pada setengah lapang pandang pada kedua mata. Keadaan ini disebut hemianopsia.

Jika kerusakan terjadi pada kiasma optikum, maka kedua mata mengalami penurunan fungsi penglihatan tepi. Jika kerusakan jalur saraf optikus terjadi pada sisi otak yang berlawanan (akibat stroke, perdarahan atau tumor), maka kedua mata akan kehilangan separuh lapang pandangnya pada sisi yang sama. Selain ke korteks visual, serat-serat visual tersebut juga ditujukan ke beberapa area

seperti: (1)nukleus suprakiasmatik dari hipotalamus untuk mengontrol irama sirkadian dan perubahan fisiologis lain yang berkaitan dengan siang dan malam, (2) ke nukleus pretektal pada otak tengah, untuk menimbulkan gerakan refleks pada mata untuk fokus terhadap suatu obyek tertentu dan mengaktivasi refleks cahaya pupil, dan (3) kolikulus superior, untuk mengontrol gerakan cepat dari kedua mata.7

Gambar 1. Jalur Optikus Sumber: Vaughan & Asburys General Ophthalmology, 17th Edition

Retina
Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran daripada serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca dan koroid.1,2 Bagian anterior berakhir pada ora serata. Dibagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan terdapat makula lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter 1 - 2 mm yang berperan penting untuk tajam penglihatan. Ditengah makula lutea terdapat bercak mengkilat yang merupakan reflek fovea.2 Kira-kira 3 mm kearah nasal kutub belakang bola mata terdapat daerah bulat putih kemerah-merahan, disebut papil saraf optik, yang ditengahnya agak melekuk dinamakan ekskavasi faali. Arteri retina sentral bersama venanya masuk kedalam bola mata ditengah papil saraf optik. Arteri retina merupakan pembuluh darah terminal.2 Retina terdiri atas lapisan:1
4

1.

Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.

2. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi. 3. Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang. Ketiga lapis diatas avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid. 4. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal 5. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral 6. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion 7. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua. 8. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arch saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina. 2. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca. Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid.1 Batang lebih banyak daripada kerucut, kecuali didaerah makula, dimana kerucut lebih banyak. Daerah papil saraf optik terutama terdiri atas serabut saraf optik dan tidak mempunyai daya penglihatan (bintik buta).2

Gambar 2. Fundus okuli normal

Sumber : Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2009. h:9

Gerakan Bola Mata Sistem kontrol serebral yang mengarahkan gerakan mata ke obyek yang dilihat merupakan suatu sistem yang sangat penting dalam menggunakan kemampuan pengelihatan sepenuhnya. Sistem ini dikatakan sama pentingnya dalam pengelihatan dengan sistem interpretasi berbagai sinyal-sinyal visual dari mata. Dalam mengarahkan gerakan mata ini, tubuh menggunakan 3 pasang otot yang berada di bawah kendali nervus III, IV, dan VI. Nukleus dari ketiga nervus tersebut saling berhubungan dengan fasikulus longitudinalis lateralis, sehingga inervasi otot-otot bola mata berjalan secara resiprokal. Gerakan Fiksasi Bola Mata Gerakan fiksasi bola mata dikontrol melalui dua mekanisme neuronal. Yang pertama, memungkinkan seseorang untuk untuk memfiksasi obyek yang ingin dilihatnya secara volunter; yang disebut seabgai mekanisme fiksasi volunter. Gerakan fiksasi volunter dikontrol oleh cortical field pada daerah regio premotor pada lobus frontalis. Yang kedua, merupakan mekanisme involunter yang memfiksasi obyek ketika ditemukan; yang disebut sebagai mekanisme fiksasi involunter. Gerakan fiksasi involunter ini dikontrol oleh area visual sekunder pada korteks oksipitalis, yang berada di anterior korteks visual primer. Jadi, bila ada suatu obyek pada lapang pandang, maka mata akan memfiksasinya secara involunter untuk mencegah kaburnya bayangan pada retina. Untuk memindahkan fokus ini, diperlukan sinyal volunter sehingga fokus fiksasi bisa diubah. Gerakan saccadic Gerakan saccadic merupakan lompatan-lompatan dari fokus fiksasi mata yang terjadi secara cepat, kira-kira dua atau tiga lompatan per detik. Ini terjadi ketika lapang pandang bergerak secara kontinu di depan mata. Gerakan saccadic ini terjadi secara sangat cepat, sehingga lamanya gerakan tidak lebih dari 10% waktu pengamatan. Pada gerakan saccadic

ini, otak mensupresi gambaran visual selama saccade, sehingga gambaran visual selama perpindahan tidak disadari. Gerakan Mengejar Mata juga dapat terfiksasi pada obyek yang bergerak; gerakan ini disebut gerakan mengejar (smooth pursuit movement). Gerakan vestibular Mata meyesuaikan pada stimulus dari kanalis semisirkularis saat kepala melakukan pergerakan. Gerakan konvergensi Kedua mata mendekat saat objek digerakkan mendekat.

1.2

EPIDEMIOLOGI Insiden aktual Sindrom Foster Kennedy masih belum dapat dipastikan. Sindrom

Foster Kennedy merupakan sindrom yang sangat jarang terjadi dan karena gejala dini yang sulit dikenali serta keterbatasan ketersediaan alat diagnosis seperti CT-Scan dan MRI pada beberapa tempat sehingga penyakit ini jarang dilaporkan.5 1.3 ETIOLOGI Mekanisme penyebab sindrom ini tidak jelas. Sindrom Foster Kennedy awalnya dihipotesiskan bahwa terdapat atrofi optik ipsilateral akibat tekanan langsung pada saraf optik, dan papiludema kontralateral dari tekanan intrakranial yang berlangsung lama. Sebuah analisis kasus yang dilaporkan menunjukkan bahwa sebanyak 22% kasus di atas terjadi, 33% ada kompresi saraf optik bilateral, 5% pada peningkatan tekanan intrakranial yang berlangsung lama dan 40% mekanisme belum jelas. Laporan kasus ini mendukung hipotesis asli dari Foster Kennedy, karena ada kompresi langsung dari saraf optik yang tepat dan klinis peningkatan intrakranial.6

1.4

PATOFISIOLOGI Hal yang paling sering menyebabkan Sindrom Foster Kennedy adalah tumor yang

timbul pada permukaan inferior dari lobus frontal. Hal ini biasanya merupakan meningioma olfaktori atau meningioma medial sphenoidal ketiga. Hal ini juga telah dilaporkan sebagai akibat dari:

Metastasis tumor serebral 6 Malformasi arteriovenosa, kemungkinan etiologinya 8 di mana hipertensi vena kronis adalah

Juvenile angiofibroma nasofaring (tumor jinak nasofaring langka yang terjadi pada remaja laki-laki dengan epistaksis dan obstruksi hidung) 9

Sebuah tinjauan mengungkapkan dari 36 kasus dilaporkan bahwa sebelumnya penyakit Sindrome Foster Kennedy hanya 8 kasus (22%) dari semua kasus yang dilaporkan. Hal ini dapat membuktikan hipotesis asli Foster Kennedy untuk patogenesis sindrom nya. 12 kasus (33%) mungkin disebabkan oleh kompresi saraf optik bilateral. Para penulis menyimpulkan bahwa pemeriksaan radiologi yang canggih merupakan pemeriksaan awal dan untuk mendiagnosis lebih tepat, untuk lebih lanjut kasus Sindrom Foster Kennedy yang disebabkan oleh massa mungkin akan ditemukan hasil dari kompresi langsung dari saraf optik bilateral.10

DAFTAR PUSTAKA

1.

Kennedy F; Retrobulbar neuritis as an exact diagnostic sign of certain tumors and abscesses in the frontal lobe. American Journal of the Medical Sciences, Thorofare, N.J., 1911, 142: 355-368

2. Stone JL, Vilensky J, McCauley TS; Neurosurgery 100 years ago: the Queen Square

letters of Foster Kennedy. Neurosurgery. 2005 Oct;57(4):797-808; discussion 797-808. [abstract]


3. Bansal S, Dabbs T, Long V; Pseudo-Foster Kennedy Syndrome due to unilateral optic

nerve hypoplasia: a case J Med Case Reports. 2008 Mar 18;2:86. [abstract]
4. Tamai H, Tamai K, Yuasa H; Pachymeningitis with pseudo-Foster Kennedy syndrome.

Am J Ophthalmol. 2000 Oct;130(4):535-7. [abstract] 5. Miller DW, Hahn JF. General methods of clinical examination. In: Neurological Surgery, vol. 1, 2nd edn, Youmans JR, ed. Philadelphia, PA: WB Saunders, 1997: 13 6. Yildizhan A. A case of Foster Kennedy syndrome without frontal lobe or anterior cranial fossa involvement. Neurosurg Rev 1992; 15(2): 13942
7. Vaughan D, Asbury T. General Ophthalmology. 16thed. New York: McGraw-Hill

Companies; 2007.
8. Liang F, Ozanne A, Offret H, et al; An atypical case of Foster Kennedy syndrome.

Interv Neuroradiol. 2010 Dec;16(4):429-32. Epub 2010 Dec 17. [abstract]


9. Aga A; Juvenile nasopharyngeal angiofibroma presenting as Foster Kennedy

Syndrome. Ethiop Med J. 2001 Jul;39(3):251-60. [abstract]


10. Watnick RL, Trobe JD; Bilateral optic nerve compression as a mechanism for the

Foster

Kennedy

syndrome.

Ophthalmology.

1989

Dec;96(12):1793-8.;

Ophthalmology. 1989 Dec;96(12):1793-8. [abstract]

You might also like