You are on page 1of 44

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah Sebagai sebuah Negara yang sedang berkembang, Indonesia senantiasa

melakukan pembangunan di berbagai sektor kehidupan, khususnya sektor perekonomian. Perkembangan perekonomian Indonesia yang semakin pesat membutuhkan suatu sumber pembiayaan investasi yang memadai, yang berasal dari suatu lembaga keuangan yang mampu mengatur, menghimpun, dan menyalurkan dana yang dipercayakan oleh masyarakat dalam bentuk simpanan. Hal ini lah yang dapat mendorong semakin berkembang pesatnya perekonomian suatu negara. Sehingga bank menjalankan peran intermediasi keuangan yang berkaitan dengan penyaluran dan penghimpunan dana dari masyarakat (Abdullah, 2005 : 11). Sumber utama pembiayaan investasi di negara berkembang, termasuk Indonesia, umumnya adalah bersumber dari penyaluran kredit perbankan. Sehingga wajar bila masih banyak pihak yang menganggap bahwa salah satu penyebab lambatnya pemulihan perekonomian Indonesia setelah krisis ekonomi 1997 adalah lambatnya penyaluran kredit perbankan di Indonesia dibandingkan Negara Asia lainnya yang terkena krisis (Harmanta dan Ekananda, 2005 : 52). Membaiknya kondisi makroekonomi dalam beberapa tahun terakhir yang tercermin dari terkendalinya laju inflasi, stabilnya nilai tukar, dan turunnya tingkat suku bunga, namun kredit perbankan yang disalurkan perbankan belum mampu menjadi mesin pendorong pertumbuhan ekonomi untuk kembali pada level sebelum krisis. Krisis

ekonomi di Indonesia pada tahun 1997 telah mengakibatkan gangguan secara global. Sebagian sektor riil mengalami proses pertumbuhan yang cenderung negatif, bahkan mendekati kebangkrutan. Krisis tersebut telah mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan semakin menurun, karena masyarakat tidak lagi percaya untuk menanamkan modalnya pada sektor perbankan, sehingga bank sulit untuk menghimpun dana dari masyarakat. Tidak terlepas pada sektor perbankan sebagai pemberi kredit, tetapi para nasabah juga mengalami kesulitan dalam mengembalikan kredit yang diterimanya. Hal ini lah yang menyebabkan meningkatnya jumlah kredit bermasalah (non performing loan) serta menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat. Dari sisi perbankan, krisis tersebut mengakibatkan melambatnya pertumbuhan Dana Pihak Ketiga, dan berdampak pada menurunnya kapasitas pinjaman (lending capacity) perbankan, sehingga mengurangi kemampuan bank dalam menyalurkan kredit. Selain itu, kondisi perbankan itu sendiri seperti masih tingginya kredit macet yang dialami perbankan dan timbulnya masalah penurunan permodalan berakibat pada turunnya kemampuan bank dalam menyalurkan kredit (Harmanta dan Ekananda, 2005 : 71). Menurut Perry Warjiyo (2004), bahwa dalam kenyataannya perilaku penawaran kredit perbankan tidak hanya dipengaruhi oleh dana yang tersedia yang bersumber dari Dana Pihak Ketiga, tetapi juga dipengaruhi oleh persepsi bank terhadap prospek usaha debitur dan kondisi perbankan itu sendiri seperti permodalan atau CAR (Capital Adequacy Ratio), jumlah kredit macet atau NPLs (Non Performing Loans), dan LDR (Loan to Deposit Ratio). Suseno dan Piter A. (2003), menambahkan bahwa Indikator lain yang juga berpengaruh terhadap keputusan bank untuk menyalurkan kredit terhadap

debitur adalah faktor rentabilitas atau tingkat keuntungan yang tercermin dalam ROA (Return On Asset). Beberapa tahun terakhir setelah krisis, kinerja sektor perbankan terus menunjukkan trend yang membaik, tercermin dengan pulihnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dengan adanya program penjaminan pemerintah yang telah mendorong kenaikan Dana Pihak Ketiga. Selain itu, program rekapitalisasi perbankan telah memulihkan permodalan bank, berkurangnya non performing loan dan meningkatnya profitabilitas bank. Kemajuan itu semua berkat usaha keras perbankan Indonesia yang telah menyelesaikan tahap restrukturisasi dan konsolidasi, dimana telah dilakukan penyehatan bank yang bermasalah oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) serta kegiatan konsolidasi, melakukan berbagai efisiensi dalam hal operasional, jaringan, kantor cabang, serta efisiensi biaya modal dengan membuang beban akibat dari krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 silam. Kondisi ini juga didukung dengan adanya program dari Arsitektur Perbankan Nasional (API) dalam pilar Program Penguatan Struktur Perbankan Nasional yang dirancang untuk meningkatkan akses kredit. Sampai akhir semester II 2009, perbankan Indonesia masih mengandalkan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebagai sumber pendanaan. Apabila dilihat dari rentan waktu yang lebih panjang, sejak tahun 2000 dominasi DPK sebagai sumber dana bank rata-rata mencapai 86,04%. Sedangkan sumber lainnya seperti Surat Berharga yang diterbitkan, Pinjaman yang diterima, dan Modal, masing-masing hanya dengan pangsa pasar rata-rata sebesar 0,95%, 1,24%, dan 11,77% (sumber : Bank Indonesia).

Dengan kondisi perekonomian yang semakin kondusif, industri perbankan terus menunjukkan kinerja yang cukup baik. Pada akhir Desember 2009, rasio permodalan (CAR) tercatat melampaui angka 17%, sedangkan kualitas aktiva produktif tetap terkendali, tercermin dari rasio NPL gross dan net masing-masing sebesar 3,3% dan 0,3%. Dengan terjaganya kualitas aktiva produktif tersebut, usaha perbankan tetap mendatangkan laba yang relatif tinggi dengan ROA sekitar 2,6%, serta kondisi likuiditas yang secara umum tetap terkendali. Pada dasarnya Dana Pihak Ketiga merupakan sumber dana bank yang berasal dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito. Dana yang dihimpun dari masyarakat ini akan digunakan untuk pendanaan sektor riil melalui penyaluran kredit. Dana Pihak Ketiga dihimpun oleh bank melalui beragai macam produk dana yang ditawarkan kepada masyarakat luas, yang menaruh kepercayaan terhadap bank yang bersangkutan untuk menyimpan uangnya, kemudian ditarik kembali pada saat jatuh tempo dengan imbalan bunga maupun capital gain dari bank tersebut. Sehingga Dana Pihak Ketiga mendukung tingkat Penyaluran Kredit perbankan. Untuk dapat menyalurkan kredit kepada masyarakat, bank wajib memenuhi tingkat kecukupan modal yang harus dimilikinya. Berdasarkan peraturan dari Bank Indonesia, setiap bank wajib memenuhi kecukupan modal 8%. Tingkat kecukupan modal pada perbankan diwakilkan denagan Capital Adequacy Ratio (CAR). CAR

memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung risiko yang dibiayai dengan modal sendiri. Kecukupan modal yang tinggi dan memadai akan meningkatkan volume kredit perbankan (Warjiyo, 2005 : 435).

Tujuan lain dari pemberian kredit oleh bank adalah untuk memperoleh laba, yang diperoleh melalui pendapatan bunga. Dimana pendapatan bunga ini akan menjadi salah satu sumber pemasukan terbesar bagi bank, sehingga memungkinkan pengembangan usahanya apabila kredit berjalan lancar. Kemampuan bank dalam meningkatkan laba tercermin dengan profitabilitas bank tersebut. Tingkat profitabilitas dapat diukur menggunakan Return On Asset (ROA), yang merupakan rasio untuk mengukur kemampuan manajemen dalam mengelola aktiva untuk menghasilkan laba. Apabila ROA meningkat, maka ini akan menunjukkan bahwa aktiva bank telah digunakan dengan optimal untuk memperoleh pendapatan, sehingga diperkirakan ROA dan kredit memiliki hubungan yang positif. Dalam kegiatan usaha bank yang mendorong perekonomian, rasio ROA yang tinggi menunjukkan bahwa bank telah menyalurkan kredit dan memperoleh pendapatan. Penelitian terdahulu yang terkait dengan penyaluran kredit perbankan antara lain adalah Harmanta dan Ekananda (2005), menyimpulkan bahwa penyaluran kredit merupakan formula dari dana pihak ketiga, kapasitas kredit, suku bunga sertifikat bank indonesia, suku bunga kredit rata-rata bank umum, kredit bermasalah dan variabel dummy periode 1997-2003 pada bank umum di Indonesia. Kemudian Meydianawathi (2006), meneliti pengaruh dana pihak ketiga, capital adequacy ratio dan non performing loan terhadap penyaluran kredit kepada sektor UMKM periode 2002-2005 pada bank umum di Indonesia, analisis dilakukan secara agregat terhadap total kredit yang disalurkan. Penelitian lain yang terbaru adalah oleh Adelya dan Jafar (2009), yang meneliti pengaruh Dana Pihak Ketiga terhadap Penyaluran Kredit pada perusahaan perbankan

yang terdaftar di BEI, periode 2005-2007. Hasilnya menyimpulkan bahwa Dana Pihak Ketiga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran kredit. Penelitian tersebut hanya mengggunakan variabel Dana Pihak Ketiga, sehingga menyarankan agar penelitian selanjutnya dapat menambahkan variabel lain agar diperoleh hasil yang lebih akurat. Sehingga penulis tertarik untuk melanjutkan penelitian tersebut dengan tidak hanya menggunakan variabel Dana Pihak Ketiga, tetapi menambah dua variabel lain berupa Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Return On Asset (ROA), dengan periode yang digunakan adalah 2007-2009. Alasan peneliti menambahkan variabel Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Return On Asset (ROA) adalah karena CAR merupakan rasio kinerja bank yang digunakan untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank dalam menunjang aktiva yang mengandung risiko, misalnya kredit yang disalurkan. Sehingga untuk dapat menyalurkan kredit kepada masyarakat, bank harus mencukupi tingkat modal yang wajib dimilikinya. Sedangkan ROA merupakan rasio kinerja bank yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan. Keuntungan dapat diperoleh jika aktiva yang dimiliki bank telah dimanfaatkan secara optimal. Sehingga ketika ROA tinggi akan menunjukkan bahwa bank telah menyalurkan kredit dan memperoleh keuntungan. Oleh karena itu, CAR dan ROA diperkirakan memiliki hubungan yang positif dengan kredit yang disalurkan oleh pihak bank. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk menyusun skripsi dengan mengambil judul Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Capital Adequacy Ratio, dan Return On Asset Terhadap Penyaluran Kredit Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.

1.2.

Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan dalam

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Apakah Dana Pihak Ketiga, Capital Adequacy Ratio, dan Return On Asset berpengaruh terhadap penyaluran kredit pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?

1.3.

Batasan Masalah Untuk lebih memfokuskan penelitian ini, maka penelitian ini dibatasi hanya pada

perusahaan-perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2007-2009.

1.4.

Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh

yang terjadi antara Dana Pihak Ketiga, Capital Adequacy, dan Return On Asset terhadap Penyaluran Kredit pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2007-2009.

1.5.

Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini antara lain :

1. Bagi para akademisi dan peneliti : Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan bahan pengembangan penelitian selanjutnya.
2. Bagi manajemen bank : Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran tentang pentingnya memperhatikan Dana Pihak Ketiga, Capital Adequacy Ratio, dan Return On Asset, serta sebagai pertimbangan dalam membuat kebijakan dalam Penyaluran Kredit bank.
3. Bagi masyarakat : Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada

masyarakat mengenai hal-hal apa saja yang dapat mempengaruhi besarnya Penyaluran Kredit bank dan akan memberikan stimulus secara proaktif sebagai pengontrol atas kebijakan-kebijakan perbankan.

1.6.

Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisi landasan teori yang digunakan untuk membahas masalah yang diangkat dalam penelitian. Mencakup teori-teori dan konsep-konsep yang relevan, serta

penelitian-penelitian terdahulu yang dapat mendukung analisis pemecahan masalah dalam penelitian ini. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisi tentang variabel yang digunakan dalam penelitian, pemilihan sampel, data yang diperlukan, sumber pengumpulan data, metoda analisis, pengolahan data dan pengujian hipotesis. Bab ini merupakan landasan dalam menganalisis data. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Bab ini akan membahas tentang deskripsi penelitian berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan pembahasan hasil penelitian, serta pengujian dan analisis hipotesis. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjelaskan kesimpulan dari hasil analisis yang telah dilakukan dan saran-saran yang mungkin dapat diajukan dan dilaksanakan untuk penelitian selanjutnya.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1.

Bank

2.1.1. Pengertian Bank Secara sederhana, pengertian bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat serta memberikan jasa lainnya. Sedangkan lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak dibidang keuangan dimana

kegiatannya baik hanya menghimpun dana atau hanya menyalurkan dana, atau hanya kedua-duanya menghimpun dan menyalurkan dana (Kasmir, 2004). Menurut PSAK Nomor 31 dalam Standar Akuntansi Keuangan (1999), Bank adalah suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dan pihak-pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran. Dalam UU No.10 Tahun 1998, dikatakan bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya, dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bank merupakan suatu bagian dari lembaga keuangan yang mempunyai fungsi perantara atau intermediasi, dengan menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana untuk disalurkan kepada masyarakat yang kekurangan dana dalam bentuk kredit.

2.1.2. Sumber Dana Bank Yang dimaksud dengan sumber dana bank adalah usaha bank dalam menghimpun dana untuk membiayai operasinya (Kasmir, 2004 : 61). Hal ini sesuai dengan fungsinya bahwa bank adalah lembaga keuangan dimana kegiatan sehari-harinya adalah dalam bidang jual beli uang. Tentu saja sebelum menjual uang (memberi pinjaman) bank harus lebih dulu membeli uang (menghimpun dana) sehingga dari selisih bunga tersebut bank akan mendapatkan keuntungan.

Sebagai suatu lembaga keuangan, khususnya bank, dana merupakan darah dalam tubuh badan usaha dan persoalan paling utama. Tanpa adanya dana, bank tidak dapat berfungsi sama sekali. Menurut Siamat (1993 : 84) dalam Dendawijaya (2005 : 46), dana bank adalah uang tunai yang dimiliki bank ataupun aktiva lancar yang dikuasai bank dan setiap waktu dapat diuangkan. Uang tunai yang dimiliki bank tidak hanya berasal dari modal bank itu sendiri, tetapi juga berasal dari pihak lain yang dititipkan atau dipercayakan pada bank yang sewaktu-waktu akan diambil kembali, baik sekaligus maupun secara berangsur-angsur (Dendawijaya, 2005 : 46). Menurut Sinungan (1993), dana-dana bank yang digunakan sebagai alat bagi operasional suatu bank bersumber dari dana-dana sebagai berikut :

1. Dana pihak kesatu Dana pihak kesatu adalah dana dari modal sendiri yang berasal dari para pemegang saham, agio saham, cadangan-cadangan bank, dan laba bank ditahan. 2. Dana pihak kedua Dana pihak kedua adalah dana pinjaman dari pihak luar (Kredit Likuiditas dari Bank Indonesia, Pinjaman antar bank, Call money, Pinjaman-pinjaman dari bank-bank luar negeri, dan Surat Berharga Pasar Uang). 3. Dana pihak ketiga Dana pihak ketiga adalah dana berupa simpanan dari pihak masyarakat dalam bentuk Simpanan Giro, Simpanan Tabungan, dan Simpanan Deposito.

2.2.

Dana Pihak Ketiga Dana pihak ketiga adalah seluruh dana yang berhasil dihimpun oleh bank yang

berasal dari masyarakat luas. Dana-dana yang dihimpun dari masyarakat ternyata merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank, bisa mencapai 80%90% dari seluruh dana yang dikelola oleh bank (Dendawijaya, 2005 : 49). Sumber dana ini merupakan dana terpenting bagi kegiatan operasional bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya dari sumber dana ini. Dalam UU Perbankan No. 10 Tahun 1998, dana yang dihimpun bank umum dari masyarakat tersebut biasanya berbentuk simpanan giro (demand deposit), simpanan tabungan (saving deposit), dan simpanan deposito (time deposit). Setiap bentuk simpanan memiliki syarat-syarat tertentu bagi pemegangnya dan persyaratan masing-masing bank berbeda satu sama lainnya. Disamping persyaratan yang berbeda, tujuan nasabah menyimpan uangnya di bank juga berbeda. Sehingga sasaran bank dalam memasarkan produknya juga berbeda. Setiap bentuk simpanan yang berhasil dihimpun oleh bank dari masyarakat melalui berbagai penawaran produknya, tentu akan berpengaruh terhadap jumlah dana yang dimiliki bank, khususnya Dana Pihak Ketiga. Ini akan berpengaruh terhadap kelanjutan dari pemanfaatan dana tersebut oleh bank dalam rangka menjalankan kegiatan operasionalnya. Sesuai dengan amanat UU No. 10 Tahun 1998, melalui dana tersebut bank dapat menjalankan fungsinya sebagai perantara atau intermediasi, dimana bank menghimpun dana dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kembali dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup

masyarakat banyak. Sehingga dapat dikatakan bahwa Dana Pihak Ketiga merupakan inti dari sumber dana bank dalam menjalankan kegiatan operasinya. Dari seluruh dana yang berhasil dihimpun oleh bank, merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai kegiatan operasinya dari sumber dana ini. Semakin besar dana yang berhasil dihimpun oleh bank, maka seharusnya akan semakin besar pula dana yang akan disalurkan kepada masyarakat. Karena umumnya dana yang dihimpun oleh perbankan dari masyarakat akan digunakan untuk pendanaan aktivitas sektor riil melalui penyaluran kredit (Warjiyo, 2005 : 432).

2.2.1. Simpanan Giro (Demand Deposit)

Menurut Undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998, yang dimaksud dengan Giro adalah Simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan. Sedangkan pengertian Simpanan adalah dana yang dapat dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dalam bentuk giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan atau yang dapat dipersamakan dengan itu (Kasmir, 2002 : 65). Pengertian dapat ditarik setiap saat, maksudnya bahwa uang yang sudah disimpan di rekening giro tersebut dapat ditarik berkali-kali dalam sehari, dengan catatan dana yang tersedia masih mencukupi dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank. Penarikan dapat dilakukan dengan menggunakan cek, bilyet giro, dan alat pembayaran lainnya.

2.2.2. Simpanan Tabungan (Saving Deposit)

Pengertian Tabungan menurut Undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 adalah Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Syarat-syarat penarikan tertentu disini maksudnya adalah bahwa penarikan harus sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat antara pihak bank dengan pihak penabung, misalnya dalam hal frekuensi, sarana, atau alat penarikan. Beberapa alat penarikan tabungan antara lain : buku tabungan, slip penarikan, kuitansi, dan kartu yang terbuat dari plastik.

2.2.3. Simpanan Deposito (Time Deposit)

Simpanan Deposito merupakan simpanan jenis ketiga yang dikeluarkan oleh bank. Simpanan jenis ini mengandung unsur yang berbeda dengan Simpanan Tabungan dan Simpanan Giro, yaitu jangka waktu (jatuh tempo) yang lebih panjang dan tidak dapat ditarik setiap saat atau setiap hari. Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998, yang dimaksud dengan Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Artinya bahwa jika nasabah menyimpan uang dalam bentuk simpanan deposito untuk jangka waktu 3 bulan, maka uang tersebut baru dapat dicairkan setelah jangka waktu tersebut berakhir (tanggal jatuh tempo). Jenis-jenis deposito antara lain : deposito berjangka, sertifikat deposito, dan deposito on call.

2.3.

Capital Adequacy Ratio (CAR) Menurut Kasmir (2004), CAR merupakan perbandingan antara Equity Capital

dengan Total Loans dan Securities :

Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/73./INTERN DPNP tanggal 24 Desember 2004, CAR merupakan perbandingan antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) :

Sedangkan menurut Muljono (1995), CAR merupakan perbandingan antara Equity Capital dikurangi Fixed Assets dengan Total Loans dan Securities :

Tingkat kecukupan modal pada perbankan diwakilkan dengan rasio capital adequacy ratio (CAR). CAR adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal bank dalam menunjang aktiva yang mengandung risiko, misalnya kredit yang diberikan. CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva yang berisiko. CAR menurut BIS (Bank For Internasional Settlements) minimum sebesar 8%, jika kurang maka akan dikenakan sanksi oleh Bank Sentral (Hasibuan, 2004 : 65). Berdasarkan peraturan dari Bank Indonesia No. 10/15/PBI/2008, juga diatur bahwa setiap bank wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% (delapan persen) dari Asset

Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Dalam menghitung ATMR, terhadap masingmasing aktiva diberikan bobot resiko yang besarnya didasarkan pada kadar resiko yang terkandung pada aktiva. Jika rasio CAR sebuah bank berada dibawah 8% berarti bank tersebut tidak mampu menyerap kerugian yang mungkin timbul dari kegiatan usaha bank, kemudian jika rasio CAR diatas 8% menunjukkan bahwa bank tersebut semakin solvable. Menurut Kasmir (2004 : 257), modal bank terdiri dari modal inti dan modal pelengkap : a. Modal Inti, Modal inti terdiri atas modal disetor dan cadangan-cadangan yang dibentuk dari laba setelah pajak dan laba yang diperoleh setelah diperhitungkan laba. Secara rinci modal inti dapat berupa : 1) Modal disetor, yaitu modal yang telah disetor secara efektif oleh pemiliknya. 2) Agio saham, yaitu selisih lebih setoran modal yang diterima bank sebagai akibat saham yang melebihi nilai nominalnya. 3) Modal sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham, termasuk selisih antara nilai yang tercatat dengan harga jual saham apabila saham tersebut dijual.
4) Cadangan umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penghasilan laba yang

ditahan atau dari laba bersih setelah pajak dan mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham/rapat anggota sesuai dengan ketentuan pendirian/anggaran dasar masing-masing bank. 5) Cadangan tujuan, yaitu bagian laba setelah dikurangi pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu dan telah mendapat persetujuan RUPS atau Rapat Anggota.

6) Laba yang ditahan, yaitu saldo laba bersih setelah dikurangi pajak yang oleh RUPS atau Rapat Anggota diputuskan untuk tidak dibagikan. 7) Laba tahun lalu, yaitu seluruh laba bersih tahun-tahun yang lalu setelah diperhitungkan pajak dan belum ditetapkan penggunaannya oleh RUPS atau Rapat Anggota. 8) Laba tahun berjalan, yaitu laba yang diperoleh dalam tahun buku berjalan setelah dikurangi taksiran hutang pajak. Jumlah laba tahun berjalan itu diperhitungkan sebagai modal inti hanya sebesar 50%. b. Modal Pelengkap, Yaitu modal yang terdiri atas cadangan-cadangan yang dibentuk tidak berasal dari laba, modal pinjaman serta pinjaman subordinasi. Secara rinci sebagai berikut : 1) Cadangan revaluasi aktiva tetap, yaitu cadangan yang dibentuk dari selisih penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapat persetujuan dari Dirjen Pajak. 2) Cadangan penghapusan aktiva produktif, yaitu cadangan yang dibentuk dengan membebani laba rugi tahun berjalan dengan maksud untuk menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari tidak diterimanya kembali sebagian dari keseluruhan aktiva produktif. 3) Modal pinjaman, yaitu hutang yang didukung oleh instrument atau warkat yang memiliki sifat seperti modal. 4) Pinjaman subordinasi, yaitu pinjaman yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a) Ada perjanjian tertulis antara bank dengan pemberi pinjaman,

b) Mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia, c) Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan telah disetor penuh, d) Minimal berjangka waktu 5 tahun, e) Pelunasan sebelum jatuh tempo harus mendapat persetujuan dari Bank Indonesia dan dengan pelunasan tersebut permodalan bank tetap sehat, f) Hak tagihnya jika terjadi likuidasi berlaku paling akhir dari segala pinjaman yang ada (kedudukannya sama dengan modal). Menurut Muljono (1999), ada beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan CAR, antara lain : 1. Tingkat kualitas manajemen bank yang bersangkutan. 2. Tingkat likuiditas yang dimilikinya.
3. Tingkat kualitas dari assets.

4. Struktur dari depositonya. 5. Tingkat kualitas dari sistem dan operating prosedurnya. 6. Tingkat kualitas dan karakter para pemilik sahamnya. 7. Kapasitas untuk memenuhi kebutuhan keuangan jangka pendek dan jangka panjang. 8. Riwayat pemupukan modal dan peraturan pembagian laba yang diperolehnya. Secara umum, CAR lebih menunjukkan seberapa jauh kemampuan dari modal yang dimiliki bank dapat menutup setiap kemungkinan kerugian dari seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain), selain memperoleh dana-dana dari sumber-sumber diluar bank (dana masyarakat, pinjaman, dan lainnya). Dengan kata lain bahwa CAR akan memperlihatkan seberapa

besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung risiko mampu dibiayai dari modal sendiri.

2.4.

Return On Asset (ROA) Menurut Hasibuan (2001 : 100), ROA adalah perbandingan (rasio) laba sebelum

pajak (Earning Before Tax/EBT) selama 12 bulan terakhir terhadap rata-rata volume usaha dalam periode yang sama atau dihitung dengan rumus :

Menurut Kasmir (2004 : 281), ROA merupakan perbandingan antara Operating Income dengan Total Assets :

Sedangkan menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/73./INTERN DPNP tanggal 24 Desember 2004, ROA merupakan perbandingan antara Laba Bersih Setelah Pajak dengan rata-rata Total Assets :

Laba bersih setelah pajak adalah laba bersih yang dihasilkan oleh bank setelah dikurangi pajak, yang tercantum di dalam laporan keuangan yang dipublikasikan oleh bank. Sedangkan Total assets merupakan komponen yang terdiri dari kas, giro pada Bank Indonesia, penempatan pada bank lain, surat-surat berharga, kredit yang diberikan, pendapatan yang masih akan diterima, biaya dibayar dimuka, uang muka pajak, aktiva tetap dan penyusutan aktiva tetap lain-lain.

ROA diartikan sebagai perbandingan antara keuntungan yang diperoleh dengan total assets dalam menjalankan usaha selama kurun waktu yang telah ditentukan. Dalam hal ini, ada tiga unsur pokok yaitu keuntungan, kekayaan dan waktu yang digunakan dalam satu tahun. Sehingga, ROA adalah salah satu alat yang penting dalam menilai kinerja keuangan dari suatu lembaga keuangan. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset (Dendawijaya, 2005 : 118). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan/kenaikan - penurunan ROA (Muljono, 1999), antara lain :
1. Lebih banyak assets yang digunakan hingga menambah operating income dalam

skala yang lebih besar.


2. Adanya kemampuan manajemen untuk mengalihkan port folio-nya/surat-surat

berharga ke jenis yang menghasilkan income (yield). 3. Adanya kenaikan tingkat suku bunga secara umum.
4. Adanya pemanfaatan assets yang semula tidak produktif menjadi assets yang

produktif. Menurut Muliaman Hadad (2004 : 22), ROA adalah indikator yang akan menunjukkan bahwa apabila rasio ini meningkat maka aktiva bank telah digunakan dengan optimal untuk memperoleh pendapatan. Oleh karena itu, ROA merupakan rasio yang penting bagi bank karena lebih menunjukkan keberhasilan dari manajemen bank itu sendiri yang diukur melalui keuntungan (laba) yang diperolehnya secara keseluruhan.

Selain itu, dalam rangka mengukur tingkat kesehatan bank, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter menetapkan angka ROA 2%, sehingga bank umum dapat dikatakan dalam kondisi sehat. 2.5. Kredit Bank

2.5.1. Pengertian Kredit Menurut pasal 1 ayat 11 UU Perbankan No. 10 Tahun 1998, tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 : Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Menurut PSAK No. 31 dalam Standar Akuntansi Keuangan (Revisi per 1 Oktober 2004) : Kredit adalah peminjaman uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan. Hal yang termasuk dalam pengertian kredit yang diberikan adalah kredit dalam rangka pembiayaan bersama, kredit dalam restrukturisasi, dan pembelian surat berharga nasabah yang dilengkapi dengan Note Purchase Agreement (NPA). Berdasarkan pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa kredit dapat berupa uang atau tagihan yang nilainya dapat diukur dengan uang. Kemudian dalam pemberian kredit tersebut ada kesepakatan antara bank (kreditur) dengan nasabah penerima kredit

(debitur), bahwa mereka sepakat atas perjanjian yang telah dibuat. Dalam perjanjian akan mencakup mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak, jangka waktu dan bunga yang ditetapkan bersama, serta sanksi apabila debitur tidak patuh terhadap perjanjian kredit. Menurut Kasmir (2002 : 93), dalam artian luas kredit diartikan sebagai kepercayaan. Begitu pula dalam bahasa latin kredit berarti Credere artinya percaya. Bagi pemberi kredit, percaya berarti ia percaya kepada penerima kredit bahwa kredit yang disalurkan akan dikembalikan sesuai perjanjian. Sedangkan bagi penerima kredit merupakan penerima kepercayaan sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai jangka waktu.

2.5.2. Tujuan Kredit Menurut Abdullah (2005 : 84), tujuan pemberian kredit guna mendapatkan suatu nilai tambah baik bagi nasabah (debitur) maupun bagi bank sebagai kreditur. Secara umum, tujuan utama pemberian kredit antara lain : 1. Mencari keuntungan Kredit bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hasil tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah. 2. Membantu usaha nasabah Kredit juga bertujuan untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana investasi maupun dana untuk modal kerja. Sehingga dengan dana tersebut, maka pihak debitur akan dapat mengembangkan dan memperluas usahanya.

3. Membantu pemerintah Bagi pemerintah, semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak bank, maka semakin baik. Karena semakin banyak kredit berarti adanya peningkatan pembangunan di berbagai sektor. Keuntungan lain bagi pemerintah dengan menyebarnya pemberian kredit antara lain: Penerimaan pajak, dari keuntungan yang diperoleh nasabah dan bank. Membuka kesempatan kerja, melalui pemberian kredit untuk pembangunan usaha baru atau perluasan usaha. Meningkatkan jumlah barang dan jasa. Menghemat Devisa Negara, terutama untuk produk-produk yang sebelumnya diimpor dan dengan adanya pemberian kredit produk-produk tersebut dapat diproduksi sendiri di dalam negeri. Meningkatkan Devisa Negara, apabila produk dari kredit yang dibiayai untuk keperluan ekspor.

2.5.3. Unsur-unsur Kredit Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut : 1. Kepercayaan Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan (uang, barang atau jasa) akan benar-benar diterima kembali dimasa yang akan datang. 2. Kesepakatan

Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing. 3. Jangka waktu Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati (jangka pendek, jangka menengah, atau jangka panjang). 4. Risiko Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu risiko tidak tertagih/macetnya pemberian kredit. Semakin panjang umur suatu kredit semakin besar pula risikonya, demikian pula sebaliknya. 5. Balas jasa Merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut yang disebut dengan bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga dan biaya administrasi kredit ini merupakan keuntungan bank.

2.5.4. Prinsip-prinsip Pemberian Kredit Dalam menyalurkan kreditnya, bank tidak dengan serta merta memberikan kredit kepada siapa saja yang meminta pinjaman kredit. Akan tetapi ada beberapa kriteria penilaian yang harus menjadi perhatian bank dalam menyalurkan kreditnya untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar menguntungkan, dilakukan dengan analisis 5 C dan 7 P.

Analisis dengan 5 C adalah sebagai berikut :

1. Character Suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang yang akan diberikan kredit benarbenar dapat dipercaya, hal ini tercermin dari latar belakang nasabah baik dalam hal pekerjaan maupun yang bersifat pribadi (gaya hidup, keadaan keluarga, hobby, social standing-nya). Ini merupakan ukuran kemauan membayar. 2. Capacity Untuk melihat nasabah dalam kemampuannya berbisnis yang dihubungkan dengan pendidikan dan pengetahuannya tentang ketentuan-ketentuan pemerintah. Selain itu juga pengalamannya menjalankan usaha selama ini. Sehingga akan terlihat kemampuannya dalam mengembalikan kredit yang disalurkan. 3. Capital Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat dari laporan keuangan (neraca dan laba rugi) dengan melakukan pengukuran dari segi likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan ukuran lainnya. 4. Collateral Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan dan juga harus diteliti keabsahannya.

5. Condition Merupakan penilaian kondisi ekonomi dan politik sekarang dan dimasa yang akan datang sesuai sektor masing-masing, serta prospek usaha dari sektor yang ia jalankan.

Kemudian penilaian kredit dengan metode analisis 7 P adalah sebagai berikut: 1. Personality Menilai nasabah dari segi kepribadiannya sehari-hari maupun masa lalunya, mencakup sikap, emosi, tingkah laku, dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah. 2. Party Mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya, sehingga digolongkan sesuai golongannya untuk mendapatkan fasilitas berbeda dari bank. 3. Perpose Untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah. 4. Prospect Untuk menilai usaha nasabah dimasa yang akan datang menguntungkan atau tidak, dengan kata lain apakah mempunyai prospek atau sebaliknya. 5. Payment Ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit. 6. Profitability Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba. Profitability diukur dari periode ke periode apakah akan tetap atau meningkat apabila dengan tambahan kredit yang diperoleh. 7. Protection

Bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan, dapat berupa barang, orang, atau jaminan asuransi.

2.5.5. Perkembangan Kredit Perkembangan tingkat pertumbuhan kredit untuk tahun-tahun terakhir masih belum menggembirakan. Hal ini berlawanan dengan pertumbuhan DPK yang masih cukup tinggi. Berdasarkan data Bank Indonesia, pada tahun 2009, penyaluran kredit yang cukup besar baru terjadi pada dua bulan terakhir, yaitu sekitar Rp 60 triliun. Akibatnya selama tahun 2009 kredit hanya tumbuh 10% atau jauh dibawah target sesuai Rencana Bisnis Bank (RBB) sekitar 15%. Rendahnya penyaluran kredit ini disebabkan oleh beberapa faktor, terutama sebagai imbas krisis global yang tercermin pada rendahnya pertumbuhan kredit untuk modal kerja, industri pengolahan dan kredit untuk korporasi, serta pertumbuhan negatif kredit valas. Sumber data Bank Indonesia menyebutkan, bahwa sepanjang tahun 2009, kredit perbankan lebih banyak disalurkan untuk hal-hal yang sifatnya konsumtif (sekitar 54%). Sementara sumbangan Kredit Modal Kerja (KMK), yang merupakan kredit produktif, hanya sebesar 14%. Selama 2009 KMK hanya tumbuh 2,7%, padahal selama dua tahun sebelumnya, KMK mampu tumbuh sekitar 28%. Namun Kredit Investasi (KI) masih tumbuh dengan cukup baik. Selama 2009, KI tumbuh sebesar 16,4%. Mengingat KI merupakan kredit jangka menengah/panjang untuk pembelian barang-barang modal, adanya pertumbuhan yang cukup besar menunjukkan bahwa prospek ekonomi ke depan masih dipandang positif oleh industri perbankan.

Sementara itu, perlambatan aktivitas ekonomi juga berdampak pada menurunnya penyaluran kredit untuk sektor Industri Pengolahan. Selama 2009, kredit untuk sektor ini hanya bertumbuh sebesar 8,8%, padahal pada tahun 2008 mampu bertumbuh sebesar 32%. Sepanjang 2009 kredit valas bertumbuh negatif 17,4%. Hal ini dikarenakan aktivitas ekspor/impor yang mengalami penurunan sejalan dengan memburuknya kondisi perekonomian beberapa negara mitra dagang utama Indonesia. Meskipun demikian, kredit dalam rupiah masih bertumbuh cukup tinggi mencapai 16,5%. Selain itu selama tahun 2009, kredit Kecil, Mikro, dan Menengah (MKM) juga berhasil tumbuh sebesar 16,3%, sedangkan kredit Non MKM atau kredit korporasi (kredit dengan nominal diatas Rp 5 miliar) hanya tumbuh sebesar 4%. Penyaluran kredit MKM didominasi oleh kredit kecil yaitu kredit dengan nilai nominal antara Rp 50 juta s/d Rp 500 juta. Selain karena imbas krisis global, lambatnya pertumbuhan kredit korporasi diperkirakan juga karena adanya alternatif yang lebih luas bagi perusahaan besar dalam memperoleh sumber pembiayaan (penerbitan obligasi atau saham). Ini lebih murah mengingat suku bunga kredit perbankan masih relatif tinggi (rata-rata 13%). Perlambatan pertumbuhan kredit juga dipengaruhi oleh kebijakan internal perbankan. Beberapa bank, terutama yang memiliki keterkaitan dengan bank-bank luar negeri, dalam rangka mengantisipasi dampak krisis global memilih untuk melakukan konsolidasi dan pembenahan internal, antara lain restrukturisasi kredit.

2.6.

Tinjauan Penelitian Terdahulu

1. Harmanta dan Ekananda (2005), menyimpulkan bahwa penyaluran kredit merupakan formula dari dana pihak ketiga, kapasitas kredit, suku bunga sertifikat bank indonesia, suku bunga kredit rata-rata bank umum, kredit bermasalah dan variabel dummy periode 1997-2003 pada bank umum di Indonesia.
2. Zaino dan Indah Lestari (2006), meneliti pengaruh Capital Adequacy Ratio

(CAR) dan Non Performing Loan (NPL) terhadap tingkat penyaluran kredit pada bank-bank umum di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel CAR dan NPL secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap jumlah kredit yang disalurkan oleh bank-bank umum di Indonesia. 3. Meydianawati (2006), meneliti perilaku penawaran kredit perbankan terhadap sektor UMKM di Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa secara serempak variabelvariabel DPK, ROA, CAR, dan NPLs berpengaruh nyata dan signifikan terhadap penawaran kredit investasi dan kredit modal kerja bank umum kepada sektor UMKM di Indonesia. Namun secara parsial variabel DPK, ROA, dan CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap penawaran kredit investasi dan modal kerja bank umum kepada sektor UMKM di Indonesia. Sebaliknya, NPLs berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penawaran kredit investasi dan modal kerja bank umum kepada sektor ini.
4. Johnshyn (2009), meneliti pengaruh prinsip prudential banking terhadap proporsi

penyaluran kredit pada bank mandiri (persero) Tbk. Dalam penelitian tersebut, prinsip prudential banking diwakilkan oleh rasio CAR, RR, NPL, ROA, dan NPM. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa prinsip prudential banking berpengaruh secara

simultan terhadap proporsi penyaluran kredit. Sedangkan secara parsial CAR dan NPL berpengaruh signifikan terhadap proporsi penyaluran kredit. 5. Adelya dan Jafar (2009), meneliti pengaruh dana pihak ketiga terhadap penyaluran kredit pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan telah menyimpulkan bahwa dana pihak ketiga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran kredit.

2.7.

Kerangka Konseptual Dana dari masyarakat sering disebut sebagai Dana Pihak Ketiga. Dana Pihak

Ketiga adalah dana yang berhasil dihimpun oleh bank yang berasal dari masyarakat luas dalam bentuk Simpanan Giro (Demand Deposit), Simpanan Tabungan (Saving Deposit), dan Simpanan Deposito (Time Deposit). Umumnya dana yang dihimpun oleh perbankan dari masyarakat akan digunakan untuk pendanaan aktivitas sektor riil melalui penyaluran kredit (Warjiyo, 2005 : 432). Berdasarkan UU No. 10 tahun 1998, dapat dikatakan bahwa besarnya penyaluran kredit bergantung pada besarnya Dana Pihak Ketiga yang berhasil dihimpun oleh perbankan. Menurut Dendawijaya (2005), ada hubungan yang positif antara Dana Pihak Ketiga yang dihimpun dari masyarakat dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito terhadap Penyaluran Kredit. Ini disebabkan karena Dana Pihak Ketiga merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank, bisa mencapai 80%-90% dari total dana yang dikelola bank, dan dana ini lah yang kemudian akan disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Dengan demikian Dana Pihak Ketiga akan mendorong volume

Penyaluran Kredit perbankan, sehingga bila terjadi peningkatan dalam penghimpunan Dana Pihak Ketiga tentunya akan diikuti dengan peningkatan Penyaluran Kredit bank. Tingkat permodalan bank yang cukup (banyak) sangat penting karena modal bank dimaksudkan untuk memperlancar kegiatan operasional bank. Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio kinerja bank yang digunakan untuk mengukur kecukupan modal bank dalam menunjang aktiva yang mengandung risiko, misalnya kredit yang diberikan. Secara umum, rasio ini lebih menunjukkan seberapa jauh kemampuan dari modal yang dimiliki bank dapat menutup setiap kemungkinan kerugian dari seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain), selain memperoleh dana-dana dari sumber-sumber diluar bank (dana masyarakat, pinjaman, dan lainnya). Modal yang cukup mengisyaratkan bahwa bank akan mampu menutup kerugian yang timbul dari setiap aktiva berisikonya. Sehingga diperkirakan CAR memiliki pengaruh positif terhadap penyaluran kredit bank. Karena kecukupan modal yang tinggi dan memadai akan meningkatkan volume kredit perbankan (Warjiyo, 2005:435). Return On Asset (ROA) adalah rasio yang digunakan untuk menilai kinerja keuangan dari suatu bank. Rasio ini lebih menunjukkan kemampuan dari manajemen bank itu sendiri dalam mengelola aktiva untuk memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Menurut Muliaman Hadad (2004 : 22), ROA adalah indikator yang akan menunjukkan bahwa apabila rasio ini meningkat maka aktiva bank telah digunakan dengan optimal untuk memperoleh pendapatan, sehingga diperkirakan ROA dan kredit memiliki hubungan yang positif. Dalam kegiatan usaha bank yang mendorong perekonomian, rasio ROA yang tinggi menunjukkan bank telah menyalurkan kredit dan

memperoleh pendapatan. Sehingga dalam hal ini ROA (Return on asset) dapat digunakan untuk memprediksi volume penyaluran kredit. Berdasarkan landasan teori dan tinjauan penelitian terdahulu yang telah diuraikan di atas, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambar sebagai berikut :

Gambar 2.1 Model Kerangka Konseptual Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Capital Adequacy Ratio, dan Return On Asset Terhadap Penyaluran Kredit

DANA PIHAK KETIGA

CAR

PENYALURAN KREDIT

ROA

2.8.

Hipotesis Penelitian Berdasarkan landasan teori dan penelitian-penelitian terdahulu, maka dapat

diturunkan hipotesis sebagai berikut :

H1 : Dana Pihak Ketiga, Capital Adequacy Ratio (CAR), dan Return On Asset (ROA) berpengaruh terhadap Penyaluran Kredit pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1.

Populasi dan Sampel Penelitian Populasi merupakan keseluruhan objek yang diteliti dan terdiri atas sejumlah

individu, baik yang terbatas (finite) maupun tidak terbatas (infinite) (Sumarni dan Wahyuni, 2005 : 69). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh bank umum yang go public di Indonesia dan listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2007-2009. Jumlah populasi yang ada adalah sebanyak 30 perusahaan perbankan. Sampel adalah bagian populasi yang digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi (Sumarni dan Wahyuni, 2005 : 70). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik mengambil sampel dengan menyesuaikan diri berdasar kriteria atau tujuan tertentu (disengaja). Beberapa pertimbangan yang digunakan dalam menentukan sampel adalah:

1. Bank-bank tersebut secara berturut-turut listing di Bursa Efek Indonesia (BEI)

pada periode tahun 2007-2009.


2. Bank-bank tersebut telah menerbitkan dan mempublikasikan laporan keuangan

tahunan pada periode tahun 2007-2009.

2.2.

Data dan Teknik Pengumpulan Data Data sekunder adalah data yang diterbitkan atau digunakan oleh organisasi yang

bukan pengolahnya (Suliyanto, 2005 : 132). Sumber data penelitian ini diperoleh peneliti secara tidak langsung, yaitu melalui media perantara. Dalam menguji pengaruh variabel Dana Pihak Ketiga, CAR, dan ROA terhadap Penyaluran Kredit bank, digunakan data sekunder yang diperoleh dari hasil publikasi bank serta kebijakan-kebijakan lain dalam media harian, jurnal ilmiah, atau internet. Data hasil publikasi bank tersebut adalah data yang diterbitkan oleh pihak bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), berupa data-data keuangan pada periode 2007-2009 yang diperoleh dari Indonesian Stock Exchange (www.idx.co.id), dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Penelitian ini menggunakan data panel yaitu data yang dikumpulkan secara cross section (data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu) dan diikuti periode waktu tertentu (data time series). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi, yaitu mengambil data sekunder dari laporan keuangan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

2.3.

Variabel Penelitian dan Pengukuran Variabel penelitian merupakan suatu atribut, sifat, atau nilai dari individu, objek,

atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari serta ditarik kesimpulannya (Sumarni dan Wahyuni, 2005 : 21). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Variabel Terikat (Dependen) : Variabel dependen merupakan variabel yang dijelaskan atau yang dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Penyaluran Kredit (Y), yaitu merupakan jumlah atau volume kredit yang disalurkan pihak bank kepada masyarakat berupa peminjaman uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian-perjanjian tertentu diantara kedua belah pihak. Pengukuran variabel Penyaluran Kredit dapat dilihat pada komponen laporan keuangan (neraca) yang telah dipublikasikan oleh pihak bank. Variabel dependen disimbolkan dengan simbol Y. 2. Variabel Bebas (Independen) : Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi penyebab berubahnya atau timbulnya variabel terikat (dependen).
a) Dana Pihak Ketiga (X1), merupakan seluruh dana yang berhasil dihimpun oleh

pihak bank yang bersumber dari masyarakat luas. Dana yang dihimpun bank umum dari masyarakat tersebut biasanya berbentuk simpanan giro (demand deposit), simpanan tabungan (saving deposit), dan simpanan deposito (time deposit). Pengukuran variabel Dana Pihak Ketiga dapat dilihat pada komponen

laporan keuangan (neraca) yang telah dipublikasikan oleh pihak bank. Dana Pihak Ketiga dalam penelitian ini sebagai variabel bebas (X1).
b) CAR (X2), CAR digunakan untuk mengukur kemampuan atau kecukupan modal

yang dimiliki bank untuk menutup kemungkinan kerugian dalam aktivitas perkreditan dan perdagangan surat berharga. CAR dalam penelitian ini sebagai variabel bebas (X2), dapat dihitung dengan rumus :

(Surat Edaran BI No. 6/73./INTERN DPNP tanggal 24 Desember 2004)


c) ROA (X3), ROA merupakan rasio keuangan perusahaan yang berhubungan

dengan

aspek

earning/profitabilitas.

ROA

digunakan

untuk

mengukur

kemampuan manajemen bank dalam menghasilkan pendapatan berdasarkan aktiva yang dikuasai. ROA dalam penelitian ini sebagai variabel bebas (X3). Besarnya ROA dapat dihitung dengan rumus :

(Surat Edaran BI No. 6/73./INTERN DPNP tanggal 24 Desember 2004) Secara garis besar definisi operasional variabel akan digambarkan pada tabel 3.1 sebagai berikut :

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel No 1. Variabel Penyaluran Kredit Definisi Pengukuran Laporan keuangan Skala Pengukur -

2.

3.

4.

Merupakan volume kredit yang disalurkan kepada masyarakat berupa penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara pihak bank dengan pihak lain. Dana Pihak Merupakan sumber dana Ketiga bank yang dihimpun dari masyarakat sebagai nasabah dalam bentuk simpanan giro, tabungan dan deposito. CAR Rasio keuangan yang mengindikasikan apakah permodalan yang ada telah memadai (adequate) untuk menutup risiko kerugian atas aktiva produktif karena setiap kerugian akan mengurangi modal. ROA Rasio keuangan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan.

Laporan keuangan

Rasio

Rasio

Sumber : Data Sekunder yang diolah, 2010.

2.4.

Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis

statistik dengan menggunakan software SPSS for Wondows. Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda untuk menganalisis besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Pengujian yang dapat dilakukan meliputi uji asumsi klasik dan uji hipotesis. Besarnya alpha yang digunakan adalah 5%.

2.4.1. Pengujian Asumsi Klasik Pada penggunaan data sekunder, agar model regresi yang diajukan menunjukkan persamaan yang mempunyai hubungan yang valid, model tersebut harus memenuhi asumsi-asumsi dasar klasik untuk menentukan ketepatan model yang digunakan. Uji asumsi klasik yang harus dilakukan terhadap sampel diantaranya uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heteroskedatisitas.

a.

Uji Normalitas Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

terikat dan variabel bebas mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Pengujian normalitas dapat dilakukan dengan analisis grafik maupun analisis statistik.

Analisis grafik adalah salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual, yaitu dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati normal. Namun demikian, hanya dengan melihat histogram, hal ini dapat membingungkan jika tidak hati-hati, khususnya untuk jumlah sampel yang kecil. Secara visual kelihatan normal, pada hal secara statistik bisa sebaliknya (Ghozali, 2005 : 112). Analisis statistik adalah cara lain yang dapat digunakan dalam uji normalitas, yaitu dengan uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Uji K-S dilakukan dengan membuat hipotesis : Ho = Data residual terdistribusi normal Ha = Data residual tidak terdistribusi normal Dasar pengambilan keputusan dalam uji K-S adalah sebagai berikut:
1.

Apabila probabilitas nilai Z uji K-S signifikan secara statistik (<

0.05) maka Ho tidak dapat diterima, yang berarti data terdistibusi tidak normal.
2.

Apabila probabilitas nilai Z uji K-S tidak signifikan secara statistik

(> 0,05) maka Ho tidak dapat ditolak, yang berarti data terdistibusi normal. Uji statistik Kolmogorov Smirnov (K-S) banyak dipilih karena uji ini dapat secara langsung menyimpulkan apakah data yang ada terdistribusi normal secara statistik atau tidak. Sementara uji normalitas data yang lain seperti dari statistika deskriptif dirasa tidak efisien karena memerlukan kesimpulan tambahan.

b.

Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas merupakan suatu keadaan dimana terdapat hubungan yang kuat atau sempurna antara beberapa atau semua variabel independen dalam model regresi. Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independent). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen (Ghozali, 2005 : 91). Uji multikolinearitas dilakukan untuk melihat apakah ada korelasi yang sangat kuat antar variabel independen. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF). Dasar acuannya adalah :
1. Jika nilai tolerance > 0,10 dan nilai VIF < 10, maka dapat disimpulkan bahwa tidak

ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.


2. Jika nilai tolerance < 0,10 dan nilai VIF > 10, maka dapat disimpulkan bahwa ada

multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.

c.

Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah gejala terdapatnya korelasi diantara kesalahan pengganggu

dari suatu observasi lainnya. Menurut Ghozali (2005 : 95), Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada kolerasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan penggangu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem auto korelasi. Auto korelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu dengan yang lainnya. Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi, diukur dengan menggunakan statistik Durbin-Watson (DW-test). Dasar pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut:

1) Bila nilai DW terletak diantara batas atas atau upper bound (du) dan (4du) maka

koefisien autokorelasi = 0, berarti tidak ada autokorelasi.


2) Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound (dl) maka

koefisien autokorelasi > 0, berarti ada autokorelasi positif. 3) Bila nilai DW lebih besar dari (4-dl) maka koefisien autokorelasi < 0, berarti ada autokorelasi negatif.
4) Bila nilai DW terletak antara dl dan du atau DW terletak antara (4-du) dan (4-dl),

maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.

d.

Uji Heteroskedatisitas Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan variance antar variabel independen dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas (Ghozali, 2005 : 105). Untuk melihat ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatter plot. Jika ada pola tertentu seperti titik-titik membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, menyempit) maka terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi ini.

2.4.2. Analisis Regresi Berganda Metode analisis yang digunakan adalah model regresi linier berganda, berguna untuk menganalisis hubungan antara dua variabel independen atau lebih dengan satu variabel dependen. Persamaan regresinya dapat dituliskan sebagai berikut: Y = a + b1 X 1 + b2 X 2 + b3 X 3 + e Dimana: Y = (jumlah/volume) Penyaluran Kredit a = konstanta b1, b2, b3 = koefisien regresi yang menunjukkan angka peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen. X1 = Dana Pihak Ketiga X2 = CAR (capital adequacy ratio) X3 = ROA (return on asset) e = tingkat kesalahan penganggu Dari persamaan regresi tersebut, maka dapat dijabarkan bahwa jika koefisien b bernilai positif (+), maka ada kenaikan nilai variabel independen yang akan mengakibatkan kenaikan nilai variabel dependen. Ini yang dikatakan dengan pengaruh searah antara variabel independen dengan variabel dependen Sebaliknya, jika koefisien nilai b bernilai negatif (-) maka akan ada pengaruh negatif dimana setiap kenaikan nilai variabel independen akan mengakibatkan penurunan nilai variabel dependen.

2.4.3. Pengujian Hipotesis

Secara statistik, pengujian hipotesis dapat diukur dengan menggunakan uji statistik koefisien determinasi ( ), uji statistik F, dan uji statistik t. Perhitungan statistik

disebut signifikan secara statistik, apabila uji nilai statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana Ha tidak dapat ditolak). Sebaliknya, disebut tidak signifikan bila uji nilai statistiknya berada dalam daerah dimana Ha tidak dapat diterima. Untuk menguji hipotesis, dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi. Analisis regresi ini digunakan dengan tujuan untuk memprediksi kekuatan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

a.

Uji Koefisien Determinasi ( Koefisien determinasi (

) ) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan

model dalam menerangkan variasi variabel independen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel

independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2005 : 83).
b.

Uji Statistik F Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen dengan melihat model regresi tersebut fit atau tidak. Hipotesis yang akan diuji yaitu: Ho : 1 = 2 = 3 Artinya semua variabel independen dalam model regresi tidak fit.

Ha : 1 2 3 Artinya semua variabel independen dalam model regresi fit. Untuk menguji hipotesis ini, digunakan statistik F dengan membandingkan F hitung dengan F tabel dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut: Jika Fhitung > Ftabel, maka Ha tidak dapat ditolak ( = 5%) Jika Fhitung < Ftabel, maka Ha tidak dapat diterima ( = 5%)

c.

Uji Statistik t Untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial digunakan uji t. Uji ini pada dasarnya dilakukan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Hipotesis yang akan diuji yaitu : Ho : i = 0 Artinya suatu variabel independen yang sedang diuji bukan merupakan penjelas signifikan terhadap variabel dependen. Ha : i 0 Artinya variabel independen tersebut merupakan penjelas signifikan terhadap variabel dependen. Uji ini dapat dilakukan dengan membandingkan t hitung dengan t tabel dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut: Jika thitung > ttabel dan -thitung < -ttabel, maka Ha tidak dapat ditolak ( = 5%) Jika -ttabel < -thitung dan thitung < ttabel, maka Ha tidak dapat diterima ( =5%)

You might also like