You are on page 1of 2

Contoh nasehat yang pernah disampaikan oleh Ibnu Abbas adalah saat ia

mengarahkan pembicaraannya kepada oang- orang yang banyak berbuat


dosa.

“Wahai orang yang suka berbuat dosa, jangan pernah merasa senang akibat
dosamu. Ketahuilah , banyak hal yang menyertai perbuatan dosamu justru
lebih besar dari dosa itu sendiri.

Hilangnya rasa malu dari dirimu kepada yang ada di samping kanan dan
kirimu , saat kamu melakukan dosa, adalah tidak lebih ringan dari dosa itu
sendiri . Mengapa kamu tertawa ketika melakukan dosa ? Padahal , kamu
tidak mengetahui yang akan dilakukan oleh Allah terhadapmu. Ia lebih
berbahaya dari perbuatan dosamu itu.

Rasa bahagiamu setelah melakukan dosa adalah lebih berbahaya


perbuatan dasa itu sendiri . Rasa pedihmu ketika tidak dapat melakukan dosa
adalah lebih berbahaya dari perbuatakan dosa itu sendiri.

Kekhawatiranmu jika embusan angin akan menyingkap tirai yang menutupi


dosamu , saat kamu melakukannya , sementara hatimu tidak gelisah dengan
pandangan Allah kepadamu, adalah lebih besar dari perbuatan dosa itu.

Wahai orang yang suka berbuat dosa, apakah kamu tahu, apa dosa Ayyub
yang menjadikan bagi Allah ’azza wa Jalla untuk mengujinya dengan
penyakit di tubuhnya dan kehancuran kekayaannya? Dosanya adalah hanya
karena ada orang miskin yang datang kepadanya untuk meminta bantuannya
agar ia dibersihkan dari kezaliman yang dialaminya , tapi
Ayyub tidak membantunya.”

Ibnu Abbas bukan termasuk orang-orang yang suka berbicara tapi tidak
berbuat , melarang orang lain tapi dia sendiri melanggar. Ibnu Abbas adalah
orang yang rajin puasa siang hari dan giat sholat Tahajud di malam hari.

Abdullah bin Mulaikah pernah berkata, ”Aku pernah menemani perjalaan


Ibnu Abbas dari Mekkah ke Madinah . Setiap kami singgah dari suatu
tempat , ia terbangun setelah lewat tengah malam untuk sholat. Di saat yang
lain , tertidur lelap karena lelah. Pada suatu malam, aku mendengar ia
membaca ayat,
”Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya.Itulah yang
kamu selalu lari darinya.” ( Qaaf [50]: 19 )

Ia terus mengulang –ulang ayat itu sambil menangis tersedu- sedu sampai
subuh.

You might also like