You are on page 1of 27

KEBERANIAN DAN KEJUJURAN Pada sebuah negeri, ada seorang raja yang telah memasuki usia lanjut.

Karena tidak memiliki anak laki-laki yang bisa meneruskan tahtanya, ia bermaksud segera menikahkan puterinya yang telah dewasa. Lalu sang raja mengundang semua pemuda yang ada di seluruh negeri dan berkata kepada mereka, Aku akan mengadakan sayembara. Kalian semua akan mendapatkan sebuah biji. Tanamlah biji itu, rawatlah dengan baik, dan kembalilah padaku setahun lagi dengan membawa tanaman kalian masing-masing. Barang siapa yang memiliki tanaman terbaik, dialah yang akan menjadi suami anakku dan kelak akan menggantikanku sebagai raja! Seorang pemuda yang bernama Abdul terlihat sangat antusias. Ia menanam biji itu dan menyiraminya setiap hari. Tapi setelah sebulan berlalu, biji itu tak kunjung tumbuh. Setelah enam bulan berlalu, para pemuda mulai membicarakan tanaman mereka yang tumbuh subur dan tinggi. Namun pot Abdul masih kosong. Ia tidak mengatakan apapun pada teman-temannya. Ia tetap menunggu bijinya tumbuh. Setahun telah berlalu. Semua pemuda dengan penuh semangat membawa tanamannya kepada sang raja. Pada mulanya Abdul merasa enggan dan malu, tapi karena ibunya mendorongnya untuk pergi dan mengatakan apa adanya, ia pun berangkat menghadap raja. Raja dengan senang menyambut para pemuda dan memuji tanaman yang mereka bawa. Kerja kalian luar biasa. Tanaman kalian bukan main bagusnya. Aku akan menunjuk salah satu dari kalian untuk menjadi pendamping anakku. Tiba-tiba sang raja melihat Abdul yang berdiri di belakang dan memanggilnya. Sontak Abdul panik dan ketakutan, Jangan-jangan aku akan dibunuh, pikirnya. Suasana menjadi riuh dengan ejekan dan cemoohan hadirin yang menyaksikan pot Abdul masih kosong. Diam semuanya! teriak sang raja. Ia menoleh kepada Abdul dan mengatakan, Dialah orang yang berhak menjadi pendamping anakku! kontan semua yang hadir menjadi terkejut. Bagaimana mungkin orang yang gagal akan mempersunting anak raja. Lalu raja melanjutkan, Setahun yang lalu aku memberi kalian biji untuk ditanam. Tapi sebenarnya biji yang kuberikan adalah biji yang telah dimasak dan tidak mungkin tumbuh. Kalian semuanya pasti telah menggantinya dengan biji yang lain. Hanya Abdullah yang memiliki KEJUJURAN dan KEBERANIAN untuk membawa pot dengan biji yang kuberikan. Karena itu, dialah yang kuangkat menjadi menantuku! {Jadi kejujuran akan membawa perubahan mendasar pada diri seseorang. Tapi tanpa keberanian, kejujuran tidak akan membawa perubahan bagi orang banyak. Kejujuran hanya menghasilkan pengikut bukan pemimpin. Untuk bisa merubah masyarakat diperlukan keberanian. Masalahnya, dari manakah datangnya keberanian? Ia datang kalau kita mampu menaklukkan rasa takut. Rasa takut inilah sumber segala macam kejahatan di dunia ini. Rasa takut yang ada menunjukkan bahwa kita belum mandiri. Kebahagiaan dan rasa aman kita masih bersumber pada sesuatu yang di luar diri kita!!!}.

Mengapa Berteriak ? Suatu sore, sang ibu mengajak jalan-jalan anak lelakinya yang masih remaja. Di sebuah ujung gang, mereka melihat dua orang ibu-ibu yang sedang bertengkar hebat. Salah satu dari ibu-ibu itu berkata dengan keras dan berteriak. Melihat kejadian itu, sang ibu bertanya kepada anaknya itu, Mengapa ketika seseorang sedang marah, ia akan berbicara dengan kuat atau berteriak? Setelah berpikir agak lama, si anak lalu menjawab, Karena pada saat seperti itu, ia telah kehilangan kesabarannya. Tapi .... sang ibu bertanya lagi, Bukankah lawan bicaranya berada di dekatnya. Mengapa harus berteriak? Apakah ia tidak dapat berbicara halus? Lagi-lagi si anak mencoba memberikan jawaban yang menurutnya benar. Namun, jawaban itu tetap saja tidak memuaskan. Sang ibu lalu berkata, Ketika dua orang sedang dalam situasi kemarahan, jarak antara kedua hati mereka amatlah jauh walau secara fisik mereka begitu dekat. Karena itu, untuk mencapai jarak yang demikian, mereka harus berteriak. Sang ibu masih melanjutkan, Sebaliknya, apa yang terjadi ketika dua orang saling jatuh cinta? Mereka tidak hanya tidak berteriak, namun ketika mereka berbicara, suara yang keluar dari mulut mereka begitu halus dan nyaris tak terdengar. Bahkan, sehalus apapun, keduanya bisa mendengarkannya dengan begitu jelas. Mengapa demikian? sang ibu bertanya sambil menatap wajah anaknya yang nampaknya sedang kebingungan. Karena hati mereka begitu dekat, hati mereka tak berjarak. Pada akhirnya, sepatah kata pun tak perlu diucapkan. Bahkan, sebuah padangan mata saja amatlah cukup membuat mereka memahami apa yang ingin mereka sampaikan. Sang ibu masih melanjutkan lagi, Dan ketika kamu sedang dilanda kemarahan, janganlah hatimu menciptakan jarak. Terlebih lagi hendaknya kamu tidak mengucapkan kata-kata yang dapat mendatangkan jarak di antara kamu. Mungkin di saat seperti itu, tak mengucapkan kata-kata adalah merupakan cara yang bijaksana, karena waktulah yang akan memperbaiki semuanya! Ali Imran: 134 (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Rawamangun, 02/08/2009 17:45:21)

SUDAH BESAR MO JADI APA NAK ? Hanan, yang berumur 10 tahun, tampak muram sekembali dari bermain dengan temantemannya di sore hari. Di rumah, orangtuanya pun merasa khawatir, karena raut wajahnya tidak seperti biasanya. "Nan, Kamu capek ya, Nak?" kata Ibu. "Enggak kok Bu...!" "Masak anak sholeh lesu gituh? Harusnya ceria dong!" ujar Ayah. "Mmmhh.... Ayah!... Apa jadi Koki itu cita-cita yang gak tinggi yah?" "Memangnya kamu nanti gede mau jadi Koki?" Hanan terdiam tambah muram. "Jadi Koki juga bagus kok, Nak! Sama tingginya dengan cita-cita yang lain. Apalagi jadi Koki yang sholeh. Yang selalu masak masakan yang halal, baik dan enak..!" kata Ibu sambil mengelus bahu Hanan. "Tadi Pak Agus di sebelah nanya... Kalo udah gede Hanan mau jadi apa?... Terus Hanan bilang mau jadi Koki... Terus Pak Agus dan teman-teman tertawa... Kata Pak Agus kalau cita-cita harusnya yang tinggian lagi...! Kok jadi koki?...Itu gak sukses namanya!" "Hanan... Sukses itu ukurannya bukan hasilnya... Tapi profesional melakukan pekerjaan tersebut!" kata Ayah. "Profesional...?" "Ih, Ayah neh! Mana ngerti dia apa itu profesional!" "Mmmmh... Gimana yah bahasa mudahnya?... Gini Nak...! Kalau kamu menjadi Koki dengan sungguh-sungguh dan dengan usaha yang baik... Justru sama tingginya dengan cita-cita yang lain... Dan bahkan mengalahkan semuanya kalo kamu sholeh..." "Iya Nak, Ayah dan Ibu tidak nuntut kamu harus jadi apa... Ayah dan Ibu pasti mendukung kamu apapun itu... Yang penting bagi kami, kamu jadi anak yang sholeh... Itu saja yang menjadi perhatian Ayah dan Ibu..." "Iya Nan, Kamu sukses dunia dan sukses akhirat, itu syukur alhamdulillah... Tapi kalaupun di dunia tidak sukses, yang penting kamu sukses akhiratnya! Itu saja Ayah dan Ibu sudah bersyukur sekali dan bangga dengan diri kamu!" Hanan mengangguk. "Kamu ngerti, Nan? Apa yang tadi Ayah bilang?" tanya ibu. "Dikit-dikit..." "Tuh khan Ayah, pake bahasa yang mudah dikit dong!" "Nngggg!" Ayah menjadi kebingungan. "Gak apa-apa kok, Bu! Mungkin maksudnya yang penting Hanan jadi anak yang sholeh khan? Terus harus bersungguh-sungguh!" "Subhanallaah!!! Sudah sholeh, anak ibu cerdas juga yah! Kayak Ibunya! Hehehe..." ujar Ibu sambil melirik ke Ayah. Ayah pun hanya bisa "memble".

Kekuatan Rayap
Source : motivasi-islami.com Anda tahu rayap? Rayap adalah binatang kecil yang biasa memakan kayu. Rayap dikenal sebagai hama yang bisa merusak rumah kita, setidaknya bahan rumah kita yang terbuat dari kayu. Kekuatan rayap sungguh luar biasa, sebuah bangunan besar bisa hancur oleh binatang kecil ini. Namun bukan hanya ini saja kekuatannya. Selain memiliki kekuatan merusak, rayap pun memiliki kekuatan membangun. Rayap memiliki kekuatan membangun sarangnya lengkap dengan sistem Air Conditioning-nya plus tata ruang yang apik dengan ketinggian sampai 9 meter. Ini adalah suatu pencapaian luar biasa sebab tubuh rayap sendiri hanya memiliki tinggi sekitar 3 mm saja. Artinya rayap mampu membangun tempat tinggalnya sampai 3.000 kali tinggi badannya. Sementara manusia, dengan berbagai peralatan dan bahan-bahan yang canggih, sampai sekarang belum mampu membangun bangunan dengan ketinggian sampai 1.000 kali tinggi badannya. Sampai saat ini bangunan tertinggi yang sudah dibuat manusia baru sampai ketinggian sekitar 1.000 meter saja. Bagaimana rayap bisa membangun tempat tinggalnya begitu tinggi? Ada dua hikmah yang bisa kita dapatkan dari rayap: Mereka bekerja sama dalam membangun sarangnya. Tubuh kecil dan lemah bisa diatasi dengan cara bekerja sama. Bekerja sama membuat mereka memiliki kekuatan yang dahsyat baik dalam menghancurkan maupun membangun. Mereka bekerja dengan mengikuti insting, yang merupakan fitrah yang diberikan Allah kepada makhluq ini. Mereka tidak punya ilmu arsitektur. Mereka tidak memiliki ilmu dengan pengkondisian udara dan tata ruang. Mereka tidak pernah kuliah cara mengawetkan makanan. Mereka mampu, karena mereka hidup dalam fitrahnya. Manusia yang seharusnya memiliki kemampuan yang jauh lebih dahsyat bisa kehilangan kemampuan itu karena disebabkan oleh dua hal. Yang pertama, jika seseorang sudah tidak mau lagi bekerja sama sesama dengan saudaranya. Kesombongan dan keangkuhan mereka menghalangi untuk bekerja sama sehingga hasil yang diperoleh tidak optimal. Saya bisa, saya hebat, dan saya mampu. Buat apa bekerja sama? Orang yang berkata seperti ini adalah mereka yang kehilangan banyak potensi keberhasilan dalam hidupnya. Hikmah kedua, banyak manusia yang sudah jauh dari fitrahnya. Mereka hidup dengan cara sendiri. Cara yang diproduksi oleh akalnya sendiri yang sungguh lemah dan banyak kekurangannya. Padahal kita sudah punya cara hidup yang sesuai dengan fitrah manusia karena cara hidup ini dibuat oleh Pencipta kita. Cara hidup itu adalah Al Quran dan Hadits Nabi saw. Mudah-mudahan, melalui gemblengan bulan Ramadhan ini, kita semua kembali ke fitrah kita (idul fitri) serta memiliki jiwa sosial yang tinggi. Dengan demikian kita bisa mengembalikan potensi kita yang sebenarnya, baik untuk meraih sukses dunia maupun akhirat. Amin

MAMPIR NGOMBE [Penulis : Qosim Nursheha Dzulhadi ] Saya ingin menulis refleksi ringan tentang kehidupan manusia di atas dunia. Kehidupan kita, di dunia fana. Hakikatnya, kita semua adalah musafir. Hanya berteduh di bawah pohon yang rindang yang bernama dunia. Suatu saat, kita akan meninggalkan pohon itu. Kita akan terus berjalan menuju tempat yang sebenarnya, kampung akhirat. Ya, kampung terakhir: kampung keabadian. Musafir yang baik dan bijak, dia tidak akan terpesona dengan indahnya panorama dan tiupan angin yang sepoi-sepoi di sekitar pohon. Karena itu bukan tujuan utamanya. Tapi, musafir yang tanpa bekal dan tanpatujuan yang jelas, akan tertipu oleh akesoris yang ada mengitar pohon tersebut. Bisa jadi, dia akan tertidur pulas di bawahnya. Sehingga, dia tidak rela dan tidak kuasa untuk meninggalkannya. Akhirnya, dia jadikan pohon itu sebagai tempat tinggalnya. Dia pun enggan untuk meninggalkannya. Padahal Baginda Rasulullah SAW mengingatkan kita bahwa di dunia ini kita hanya sebagai orang asing (gharib). Artinya, ini bukan kampung kita. Ini bukan residen kita yang hakiki. Beliau mengingatkan, Bersikaplah di dunia seperti orang asing atau (hanya) sekedar lewat. (HR. Al-Bukhari). Ya, kita hanya numpang lewat. Nasehat khusus itu Nabi SAW bisikkan dengan sangat mesra ke telinga Abdullah ibn Umar ibn alKhatthab, sembaring memegang pundaknya yang kokoh. Saat itu, Abdullah pun bertutur, Jika engkau di sore hari, maka jangan tunggu pagi hari. Dan jika engkau berada di pagi hari, jangan tunggu sore hari. Ambillah kesempatan sehatmu untuk (bekal) sakitmu, dan hidupmu untuk (bekal) matimu. Benar sekali! Kita tidak boleh menyia-nyiakan waktu dan kesempatan yang masih diberikan oleh Allah kepada kita. Pagi ini kita hidup, manfaatkanlah dengan sebaikbaiknya. Karena bisa jadi sore nanti kita dipanggil oleh Sang Pemilik kehidupan. Mungkin sore hari kita masih diberi nafas, maka kita pergunakan nafas itu. Karena bisa jadi, orang-orang pada bangun di pagi hari, kita ternyata tidur selamanya. Imam Abu Dawud al-Thai pernah bertutur, Malam dan siang hakikatnya adalah fasefase yang dilalui oleh manusia, sampai mereka sampai kepada ujung perjalanan mereka. Jika di setiap fase itu engkau bisa mengumpulkan bekal, maka lakukanlah. Sungguh, keterputusan perjalanan itu sangat dekat. Dan masalahnya lebih cepat dari itu. Maka perbanyaklah bekal untuk perjalananmu Di dunia ini kita hanya mampir ngombe. Maka, kita harus banyak mengisinya dengan segala bentuk dan ragam ketaatan kepada Rabb kita. Sebelum kesempatan hidup dan desahan nafas dikembalikan kepada pemiliknya. Segala bekal dalam perjalanan kita, itulah yang akan kita ketam di kampung kita yang sesungguhnya. Orang yang sadar bahwa hidup ini hanya mampir ngombe, dia tidak pernah menyianyiakannya. Setiap detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, dan tahun adalah beker pengingatnya. Yang selalu berdering di qalbu-nya bahwa hidup ini hanya mampir ngombe. Semoga.[Q]

API DAN ASAP Dikirim oleh mbak Yani Soebekti, 05 April 2001

Suatu ketika, ada sebuah kapal yang tenggelam diterjang badai. Semuanya porak poranda. Tak ada awak yang tersisa, kecuali satu orang yang berhasil mendapatkan pelampung. Namun, nasib baik belum berpihak pada pria ini. Dia terdampar pada sebuah pulau kecil tak berpenghuni, sendiri, dan tak punya bekal makanan. Dia terus berdoa pada Tuhan untuk menyelamatkan jiwanya. Setiap saat, dipandangnya ke penjuru cakrawala, mengharap ada kapal yang datang merapat. Sayang, pulau ini terlalu terpencil. Hampir tak ada kapal yang mau melewatinya. Lama kemudian, pria ini pun lelah untuk berharap. Lalu, untuk menghangatkan badan, ia membuat perapian, sambil mencari kayu dan pelepah nyiur untuk tempatnya beristirahat. Dibuatnya ruman-rumahan, sekedar tempat untuk melepas lelah. Disusunnya semua nyiur dengan cermat, agar bangunan itu kokoh dan dapat bertahan lama. Keesokan harinya, pria malang ini mencari makanan. Dicarinya buah-buahan untuk penganjal perutnya yang lapar. Semua pelosok dijelajahi, hingga kemudian, ia kembali ke gubuknya. Namun, ia terkejut. Semuanya telah hangus terbakar, rata dengan tanah, hampir tak bersisa. Gubuk itu terbakar, karena perapian yang lupa dipadamkannya. Asap membubung tinggi, dan hilanglah semua kerja kerasnya semalam. Pria ini berteriak marah, "Ya Tuhan, mengapa Kau lakukan ini padaku. Mengapa ?... Mengapa ?". Teriaknya melengking menyesali nasib. Tiba-tiba...terdengar peluit yang ditiup. Tuittt.....tuuitttt. Ternyata ada sebuah kapal yang datang. Kapal itu mendekati pantai, dan turunlah beberapa orang menghampiri pria yang sedang menangisi gubuknya ini. Pria ini kembali terkejut, ia lalu bertanya, "Bagaimana kalian bisa tahu kalau aku ada disini ?" Mereka menjawab, "Kami melihat simbol asapmu !!" Teman, sangat mudah memang bagi kita, untuk marah saat musibah itu tiba. Nestapa yang kita terima, tampak akan begitu berat, saat terjadi dan berulang-ulang. Kita memang bisa memilih untuk marah, mengumpat, dan terus mengeluh. Namun teman, agaknya kita tak boleh kehilangan hati kita, sebab Allah selalu ada pada hati kita, walau dalam keadaan yang paling berat sekalipun. Dan teman, ingatlah, saat ada "asap dan api" yang membubung dan terbakar dalam hatimu, jangan kecil hati. Jangan sesali semua itu. Jangan hilangkan perasaan sabar dalam kalbumu. Sebab bisa jadi, itu semua adalah sebagai tanda dan simbol bagi orang lain untuk datang padamu, dan mau menolongmu. Untuk semua hal buruk yang kita pikirkan, akan selalu ada jawaban yang menyejukkan dari-Nya. Allah Maha Tahu yang terbaik buat kita. Jangan hilangkan harapan itu.

KEKUATAN PUJIAN [Penulis : Trimanto - FLP Depok]

Ada seorang perempuan penulis pemula yang berbakat. Ia bersuamikan seorang jurnalis. Begitu pandainya sang suami ini di dunia tulis-menulis, sehingga dia selalu menemukan apa yang harus dikoreksi istrinya ketika menulis. Di saat istrinya sedang menulis, selalu saja ada komentar dan kritik seperti: EYD yang belum benar atau judul yang kurang menarik. Kali lain ia berkata, temanya membosankan, harusnya ini ditaruh di paragraf terakhir dan berbagai kritik pedas lain yang selalu ia lontarkan. Akhirnya perempuan itu menjadi malas untuk menulis. Dia berkeputusan, Wah, tidak usah menulis saja, kalau semuanya salah. Malah kadang menjadi pertengkaran... Suatu hari, sang suami meninggal akibat kecelakaan. Tak lama setelah itu, si perempuan menikah lagi dengan seorang penjaga toko buku. Sang suami sangat merasa senang karena mendapat seorang istri yang bisa menulis. Suatu ketika istrinya bertanya, Mas, bagaimana dengan tulisanku? Dengan antusias, sang suami menjawab, Bagus, aku senang membacanya. Lagi pula aku sudah bosan dengan bacaan yang ada di toko buku itu. Di lain waktu ia berkata, Dik, aku berharap, suatu saat nanti tulisan-tulisanmu ini bisa menjadi sebuah buku. Dan aku akan sangat bangga jika bukumu nanti terpajang juga di toko buku tempatku bekerja. Istrinya sangat bersuka cita dan merasa tersanjung. Hal itu membuatnya gemar berlatih, berlatih dan berlatih. Malam ia menulis, setelah Subuh ia menulis dan setiap ada kesempatan ia berlatih menulis. Sang suami mendorongnya dengan penuh semangat dan keyakinan hingga buku si istri diterbitkan oleh penerbit terkemuka dan disambut baik oleh masyarakat luas. Si perempuan akhirnya menjadi penulis ternama. Dia terkenal bukan di saat suaminya seorang jurnalis yang pandai menulis, tetapi pada saat suaminya hanya seorang penjaga toko buku yang memberinya sedikit demi sedikit pujian saat ia berlatih menulis. Sedikit pujian memberikan perasaan diterima. Sedikit pujian memberikan dorongan dan semangat yang luar biasa untuk berbuat yang lebih baik dan menjadi yang terbaik. Dan sedikit pujian dapat membuat seseorang bisa meraih kesuksesan. Cacian, kritikan, kecaman dan amarah sesungguhnya tidak akan banyak mengubah sesuatu. (Rawamangun, 02/08/2009 16:57:43).

LAPAR HATI Apakah hati bisa lapar? Pertanyaan ini mungkin agak sedikit menggelikan. Tapi itulah realitanya. Bahwa hati ternyata bisa lapar. Saya ingin membuktikan hal itu dengan hasil bacaan saya dalam satu suplemen majalah NOOR. Dalam suplemen itu dicatat bahwa makanan sering dijadikan pelampiasan emosi saat stress, frustasi, jengkel, dll. Berdasarkan penelitian, secara alamiah seorang akan memilih makanan yang renyah (kacang, crakers), kenyal (siomay, permen, jelly) dan bertekstur (pizza, crepes, burger) saat sedang lapar emosional. Atau makanan lembut (es krim, keju, pasta), menenangkan (bolu, pudding, pie) atau yang penuh memori (risoles, roti isi cokelat, gulali), saat sedang lapar hati (perasaan hampa, resah, bosan, lelah, kesepian). Untuk 2 jenis kelaparan ini (lapar emosional dan lapar hati_red), sebaiknya yang diperbaiki adalah kondisi emosionalnya, agar keinginan makan, yang tidak perlu, menjadi berkurang. Misalnya dengan banyak bersedekah dan berzikir. Itulah yang saya temukan dari suplemen tersebut. Luar biasa! Saya benar-benar inspired untuk mengulas lebih lanjut bahwa hati kita memang ada saat merasakan lapar. Lapar hati biasanya ditimbulkan oleh pikiran yang lelah, stress, dan tertekan. Merasa teralienasi, hampa, bosan, kesal, dslb, adalah beberapa contoh penyakit yang bisa membuat hati kita lapar. Seorang sahabat Rasulullah SAW, Abdullah ibn Masud pernah bertutur, Jika hatimu sedang lapar, berwudhulah. Jika masih merasakan resah dan gelisah, maka shalatlah. Jika masih juga merasakan hal yang sama, bacalah Al-Quran. Jika belum berubah juga, mohonlah kepada Allah agar memberikan hati yang lain. Karena hati yang engkau pakai, bukan hatimu. Kita sendiri sering merasakan bagaimana hati kita begitu lelah dan lapar. Menurut Imam Ali karramallhu wajhahu, hati itu ibarat jasad (tubuh). Bisa merasakan letih dan capek, bahkan lapar. Oleh karena itu beliau berpesan, Hiburlah hati itu sesaat demi sesaat. Karena dia juga merasa bosan, letih dan capek seperti letihnya tubuh. Jika tubuh yang letih (karena fisik, tampak secara zahir) sangat mudah memberikan soluis dan obatnya. Ketika tubuh lapar, obatnya jelas sekali: makanan. Kita bisa langsung mengonsumsinya. Yang sulit adalah mendiagnosa lapar hati ini. Terkadang kita lalai bahkan mungkin tidak sadar, bahwa hati kita sedang lapar. Sehingga kita tidak tahu harus memberikan apa untuk hati kita. Obatnya adalah wisata hati. Hati harus selalu kita deteksi. Karena dia adalah raja jasad kita. Penyakit jasad bisa kronis, jika didukung oleh penyakit hati. Jika hati kita lapar yang menyebabkan dia sakit, maka jasad akan ikut rusak, bahkan binasa. Benar apa yang diusulkan oleh suplemen NOOR, bahwa kelaparan hati harus diobati (minimal) dengan dua hal: [1] sedekah dan [2] zikir. Sedekah adalah penghapus dosadosa kecil dan kesalahan yang kita lakukan. Dosa dan kesalahan itu adalah noktah hitam yang menyakiti hati. Semakin banyak kita berbuat dosa dan maksiat, maka hati semakin sakit. Hati yang sakit adalah hati yang lapar. Ia harus cepat diobati, salah satunya adalah dengan memperbanyakn sedekah. Menurut Allah di dalam Al-Quran, zikir itu penentram hati. DIA menjelaskan, Orang-orang yang beriman dan hati mereka tentram dengan zikir kepada Allah. Sungguh, hanya dengan zikrullah lah hati-hati menjadi tentram. (Qs. Al-Radu: 28). Oleh karena itu, Kanjeng Nabi SAW menyuruh kita agar senantiasa membasahi lisan kita dengan zikir. Hendaknya lisanmu selalu basah dengan zikrullah. (HR. al-Tirmidzi dan Ibnu Majah). Amatlah zalim siapa yang menyengsarakan hatinya. Sungguh berdosa orang yang melaparkan hatinya. Oleh karena itu, kita harus terus mengenyangkan hati kita dengan memperbanyak sedekah dan zikrullah. Insya Allah, hati kita akan menjadi hati yang bersih, cemerlang dan benar-benar sensitif terhadap channel-channel kebaikan dan kebenaran. [Q]

ANTI VIRUS KEHIDUPAN [Penulis : Hari Soul Putra - 0815 1999 4916 - www.p3kcheckup.com]

ANTI VIRUS KEHIDUPAN (Serial Inspirasi Hati) Sahabat inspirasi, pernakah Anda menonton film Independece Days atau Hari kemerdekaan yang dibintangi oleh Will Smith. Saya tidak akan meresensi tentang film produksi Holywood tersebut pada kesempatan kali ini, tetapi ada satu titik pesan yang akan saya ambil. Ketika semua negara di dunia di invasi atau di serbu oleh makhluq bernama Alien (berasal dari kata alienation, keterasingan) berupa pesawat piring terbang atau UFO (Unidentified Flying Object, benda asing tak dikenal), saat itu seluruh dunia mencoba menghancurkan alien tersebut dengan semua persenjataan canggih, mulai dari pistol, bazooka, peluru kendali hingga senjata pemusna massal, nuklir pun tidak ada yang bisa menghancurkan pesawat alien tersebut. Hingga ada seorang doktor memasukkan virus ke dalam pesawat alien itu, sehingga bisa menghancurkan sistem pertahanan alien dengan pesawat induknya. Ketika semua persenjataan berbau kecanggihan sudah tidak bisa berfungsi, kita akhirnya akan kembali kepada hal kecil yang sering dilupakan. Akan halnya virus, perusak sistem tersebut, walau kecil tetapi efek penghancurannya jauh lebih besar dari semua senjata canggih tersebut. VIRUS PERUSAK SISTEM Di dalam dunia internet ( antar jaringan), satu momok yang menakutkan manusia adalah virus komputer, suatu kuman yang menyerang sistem komputer. Seperti halnya virus yang menyerang tubuh manusia, virus ini, detailnya tidak jauh berbeda dari program bahasa mesin yang dibuat manusia untuk membuat software atau perangkat lunak. Hanya setelah di program dan di modifikasi, akhirnya bisa menyerang sistem komputer dan software untuk tujuan atau kegunaan dari si pencipta virus. Salah satu parameter sederhana, ketika komputer atau software kita terserang virus adalah melambatnya kerja komputer, hilang atau musnahnya beberapa file atau keseluruhan file, berubahnya susunan dari data yang kita buat dan lain sebagainya. Jika saya analogikan, sistem tubuh kita ini sebagai sistem komputer paling canggih dari Sang Maha Canggih, maka akan ada potensi merusak sistem tubuh kita. Kembali ke virus perusak sistem komputer mesin, saya menggunakan anti virus ESET asal Bratislava Republik Slovak yang terintegrasi dengan EICAR company (European Institute for Computer Antivirus Research) buat menangkal serangan virus virus jahat yang dapat mengganggu kerja sistem komputer saya. Sesuai dengan bunyi iklannya, we protect your digital world, maka modus yang saya pakai adalah maksimum protection. Berarti sebelum komputer dinyalakan, proses booting nya sudah di amankan dari penyusup penyusup jahat yang dapat mengganggu kinerja sistem (Baca : virus-Pen). Agar tetap dapat bekerja dan siaga 24 jam, 7 hari dalam 1 pekan, otomatis anti virusnya di perbaharui 2 kali sehari, yaitu pagi dan sore. Karena setiap jam ada saja virus jahat baru yang muncul buat merusak komputer kita. Jika anti virus saja perlu terus diperbaharui, apalagi dengan si pengguna anti virus yakni manusianya. Setiap detik, ada saja virus virus baru yang merusak sistem indera kita, mulai dari pendengaran, penglihatan dan hati kita, ketiga indera inilah yang menjadi titik sentral dari semua pergerakan indera indera kita. Merekalah yang nanti di minta pertanggungjawaban di pengadilan akhirat. Lantas bagaimana caranya agar kita bisa menangkal serangan dari virus virus jahat ini. Satu hal yang pasti, kita telah memiliki suatu sistem pertahanan otomatis (self dfense automaticly), yang diingatkan dalam 5 waktu, yakni shalat. 5 waktu tersebut adalah : 1. Waktu Shubuh, berarti memperbaharui anti virus tubuh kita, dari tidur yang mungkin ada penyusup penyusup yang tidak kelihatan, yang masuk dalam aliran darah dan mimpi kita, hingga menjadikan kita malas buat beribadah dan memulai aktivitas buat bekerja. Dengan mengupdate (memperbaharui) anti virus waktu shubuh berarti kita siap buat menyongsong pagi hari yang ceria buat bekerja dan beribadah. Memulai hari dengan meng-nol- kan diri kita dari dosa dan kesalahan. Mengupdate anti virus berarti

juga mengendalikan aktivitas aktivitas mental, membuat kita jadi bersemangat dan sehat. Memulai hari dengan tujuan, kehendak, tekad atau pun kesadaran akan kemungkinan kemungkinan yang terbuka bagi kita untuk melakukan perubahan perubahan dalam hidup. 2. Waktu Dzuhur, berarti memperbaharui anti virus tubuh kita, dari berinteraksi dengan masyarakat selama pagi menjelang siang hari. Ada saja kata kata atau perilaku dari kita yang menyakiti orang lain, baik di sengaja atau pun tidak. Dengan mengupdate anti virus waktu dzuhur berarti kita siap menyelesaikan sisa pekerjaan yang belum terselesaikan dari sesi pagi buat diselesaikan. Ini juga mengingatkan kita akan pentingya recovery / perbaikan tubuh dari anasir anasir jahat baik yang kelihatan maupun tidak. 3. Waktu Ashar, berarti memperbaharui anti virus tubuh kita, dari pekerjaan siang tadi. Pekerjaan siang yang panas, baik di dalam maupun di luar ruangan, bagi yang bekerja di luar ruangan, berhadapan langsung dengan sinar terik matahari secara langsung, atau panasnya pikiran kita dengan tugas tugas yang menumpuk walau telah disediakan AC pendingin ruangan, tetap saja tidak bisa mendinginkan panasnya pikiran dan hati kita yang dikejar deadline. Dengan mengupdate anti virus waktu ashar berarti kita siap menggelorakan kembali semangat bekerja dan beribadah dari rasa malas, caranya dengan bergerak melakukan hal baru. Sisi lainnya waktu ashar juga baik sekali untuk melihat indahnya sinar mentari yang akan tenggelam di ufuk barat. 4. Waktu Maghrib, berarti memperbaharui anti virus tubuh kita dari pergantian hari, dari siang menjadi malam. Malam yang gelap harus terus di terangi dengan cahaya, agar kita tetap fokus dengan apa yang kita kerjakan. Dengan cahaya inilah, sesuatu yang tidak kelihatan awalnya menjadi jelas, dari ketidak tahuan menjadi mengerti. Dengan mengupdate anti virus waktu maghrib berarti kita siap menyongsong babak baru kehidupan malam dengan hal baru. Hal ini juga berarti menyimpan cadangan energi buat nanti malam. 5. Waktu Isya, berarti memperbaharui anti virus tubuh kita dari gelapnya malam menuju persiapan buat melakukan kontemplasi nanti di pertiga malamnya. Dengan mengupdate anti virus waktu isya ini tubuh kita akan memberi sinyal buat membangunkan kita dari tidur buat beribadah kepada Allah SWT, bermunajat kepadanya dengan spirit tawakal dahulu baru berusaha, dengan spirit tawakal ini, berarti dalam setiap usaha dan perjuangan kita akan selalu bersama sama dengan Sang Maha Pemberi nikmat, yaitu Allah SWT. Update anti virus ini juga akan menjadikan kita orang orang untuk menghapus dan membersihkan file file tubuh kita dari kekotoran tubuh hari ini, yang kita tahu ataw pun tidak kita ketahui. Update ini juga bermakna melupakan kejelekan dan kesalahan orang lain dari waktu pagi hingga menjelang sepertiga malam, dan menetralisir buat bekerja dan beribadah kembali di waktu esok. Sehingga dengan memahami esensi mengapa kita harus selalu mengupdate anti virus tubuh kita, agar kestabilan emosi dan spiritualitas kita tetap terjaga. Beberapa emosi yang harus kita seimbangkan antara lain : 1. Kegembiraan dalam senyum ketulusan 2. Kepanikan manusiawi merupakan gejala orang hidup, tinggal bagaimana kita memenejnya menjadi ketenangan 3. Khawatir terhadap suatu perubahan hendaknya disikapi secara bijaksana 4. Kesedihan melihat masa lalu tidak menjadikan kita berkecil hati, justru menjadi cambuk buat memperbaikinya di masa mendatang 5. Dukacita ditinggal orang yang disayangi, mengingatkan kita akan kematian dan menumpukkan amal kebajikan buat menerangi alam kubur dan di akhirat nanti 6. Ketakutan bisa menjadi trigger buat kita menjadi berani menghadapi kehidupan 7. Kemarahan merupakan fitnah syahwat dan syaitan yang harus dihilangkan dari diri kita. 8. Dari keseluruhan emosi tersebut di atas, akan sangat berdampak besar jika hati kita yang kotor tidak bisa lagi membedakan mana yang benar dan yang salah. Kita harus membuang sifat AIDS dalam tubuh dan hati kita, dimana AIDS ini berarti :

A rogan Tidak boleh adanya kesombongan dalam diri kita walau sebesar biji zarah sekalipun. I ri Ketika perasaan iri terhadap kesuksesan orang lain, hendaknya kita juga mendoakan agar orang yang kita iri itu menjadi lebih sukses, agar doanya kita terhadap orang tersebut juga berdampak ke diri kita dan di aminkan oleh malaikat dan di ijabah / dikabulkan oleh Allah SWT D endam Jangan ada bentuk dendam dalam diri kita, walau sedang di zholimi. Lebih baik mendoakan karena Insya Allah doakan kita yang sedang di zholimi akan di ijabah/ dikabulkan oleh Allah SWT S erakah Jangan sekali kali bermegah megahan dengan harta kita apalagi dengan semakin tamak terhadap harta orang lain. Kesemuanya ini merupakan penyakit hati kronis yang harus kita hilangkan dari diri dan keluarga kita. Cara membersihkan unsur unsur penyakit ini dengan cara berzakat. Hidup lah saat ini juga, hidup dalam kekinian berarti menikmati untuk bisa hidup sukses sejahtera, barakah dan bahagia. Akhirnya sahabat inspirasi, untuk mengingatkan kita akan arti pentingya anti virus kehidupan tersebut, satu kalimat penutup yaitu jadikanlah diri kita dan sistem tubuh kita dilingkupi cahaya 5 waktu untuk selalu mengingatkan kita akan mencetak Prestasi sistem jejaring tubuh dalam kerangka pribadi dan keluarga, sosial serta spiritual kehidupan kita, itulah anugrah paling hakiki yang diberikan oleh Sang Pencipta kepada kita, manusia yang di buat dalam sebaik baiknya bentuk. WAllahualam bisshawab

Betapa Miskinnya Kita [Penulis : Ika Dewi Rahayu]

Suatu ketika seseorang yang sangat kaya mengajak anaknya mengunjungi sebuah kampung dengan tujuan utama memperlihatkan kepada anaknya betapa orang-orang bisa sangat miskin. Mereka menginap beberapa hari di sebuah daerah pertanian yang sangat miskin. Pada perjalanan pulang, sang Ayah bertanya kepada anaknya.' Bagaimana perjalanan kali ini?' 'Wah, sangat luar biasa Ayah.' sahut anaknya. 'Kau lihatkan betapa manusia bisa sangat miskin.' kata ayahnya. 'Oh iya.' kata anaknya. 'Jadi, pelajaran apa yang dapat kamu ambil?' tanya ayahnya. Kemudian si anak menjawab, 'Saya saksikan bahwa kita hanya punya satu anjing, mereka punya empat. Kita punya kolam renang yang luasnya sampai ke tengah taman kita dan mereka memiliki telaga yang tidak ada batasnya. Kita mengimpor lentera-lentera di taman kita dan mereka memiliki bintang-bintang pada malam hari. Kita memiliki patio sampai ke halaman depan, dan mereka memiliki cakrawala secara utuh. Kita memiliki sebidang tanah untuk tempat tinggal dan mereka memiliki ladang yang melampaui pandangan kita. Kita punya pelayan-pelayan untuk melayani kita, tapi mereka melayani sesamanya. Kita membeli untuk makanan kita, mereka menumbuhkannya sendiri. Kita mempunyai tembok untuk melindungi kekayaan kita dan mereka memiliki sahabatsahabat untuk saling melindungi.' Mendengar hal ini sang Ayah tak dapat berbicara. Kemudian sang anak menambahkan, 'Terima kasih Ayah, telah menunjukkan kepada saya betapa miskinnya kita.' *** Kadang-kadang kita sering melupakan apa yang telah kita miliki dan terus memikirkan apa yang tidak kita punya. Apa yang dianggap tidak berharga oleh seseorang ternyata merupakan dambaan bagi orang lain. Semua ini tergantung dari cara pandang seseorang. Mungkin akan lebih baik jika kita bersyukur kepada Allah sebagai rasa terima kasih kita atas semua yang telah disediakan untuk kita daripada kita terus menerus khawatir untuk meminta apa yang belum kita miliki. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang bersyukur. Aamiin.

TEH INSPIRATIF [Penulis: Hari Soul Putra] Hari sabtu yang lalu, saya diajak seorang sahabat menghadiri pertemuan IES, Indonesia Entrepreneur Society, masyarakat pengusaha Indonesia di daerah Depok Jawa Barat. Tempat pertemuan yang dipilih kali ini adalah Warung Cici Tegal, pemiliknya yang Artis Sinetron, Komedian dan sekarang merambah ke dunia bisnis kuliner dan fashion. Hari masih pagi ketika kami sampai ke sana. Pertemuan direncanakan pukul 10.00 Wib, jadi masih ada waktu buat melihat dekorasi dan merasakan suasananya. Di dalam ruangan tersebut ada tulisan dengan background Gapura Kota Tegal dengan ucapan Selamat Datang di Kota Tegal. Ibarat dalam perjalanan jauh, serasa kita benar benar memasuki gerbangnya. Ketika memalingkan muka di sebelah kanan, terpampang satu tulisan menarik yang ditempel di dinding ruangan makannya, Di tulisan tersebut setelah menjelaskan sejarah dan budaya mengkonsumsi TEH di China dan Jepang, sampailah pada kalimat, Ibarat 2 insan, teh dan gula keduanya dipertemukan. Teh dari poci yang panas 100o C, mengaliri gula batu yang dingin dan keras. Pertemuannya akan melumerkan gula, menyatukan 2 rasa yang berbeda ekstrem. Namun dalam takaran yang pas, keduanya menyatu dalam nikmatnya teh manis yang menyegarkan. Sahabat, cerita ini mengajarkan kepada kita tentang sebuah keseimbangan (harmony). Sebuah keseimbangan akan tercipta ketika menemukan momentum. Momentum ini adalah rasa hati (heart) yang hadir, ketika pikiran/akal (mind), emosi/nafsu (passion), tubuh/jasad (body) dan jiwa/ruuh (soul) kita bergerak selaras/seimbang. Di berbagai sesi pelatihan, saya sering mengibaratkannya seperti jari jari di tangan kita. Sesuai kaidah memotong kuku yang diajarkan oleh Rasulullah Muhammad SAW, yang pertama kita potong adalah jari telunjuk (fore finger), ini melambangkan PANDUAN. Siapa yang memandu kita? Yang memandu kita adalah hati nurani kita masing - masing (heart). Hati ini seperti kompas kehidupan, dia yang mengarahkan kita pada jalur kehidupan yang benar Selanjutnya, jari tengah (mid finger), ini melambangkan PENYEIMBANG. Apa yang dia seimbangkan? Yang diseimbangkan adalah sisi rohani (spiritual) kita. Ketika kita asyik dengan kapal dunia kita, ingatlah di kapal dunia ini hanyalah fana/sementara, yang kekal dan abadi adalah akhirat. Akhirat adalah pelabuhan terakhir kita. Setelah seimbang sisi spiritual kita, yang tidak kalah pentingnya adalah jari manis (ring finger). Jari manis ini melambangkan PENEGAS. Penegas ini bersifat fisik atau sesuatu yang kelihatan. Lihatlah cincin yang melingkar di jari manis orang yang telah menikah, ini menandakan penegasan bahwasannya mereka sudah beristri atau bersuami. Perlambang ini janganlah menjadikan kita sombong apalagi takabur, pakailah prinsif pegas, walau kuat (Baca : tegas-Pen), tetapi ketika di tekan, memberikan daya dorong yang dua kali lebih kuat ketika ditekan tadi. Selanjutnya, Nabi SAW memotong kuku bagian kelingking (little finger), ini menandakan PEREKAT. Simbol ini mengajarkan kita untuk bisa terus menjaga hubungan secara emosional (emotional), dalam bahasa agamanya disebut silahtuhrahiim. Ada 8 bentuk emosi yang harus kita kelola dengan arif dan bijaksana yaitu marah, terkejut, sedih, menerima, takut, senang, keingintahuan dan kecewa. Terakhir Baginda Nabi SAW memotong kuku di ibu jari (thumb) yang melambangkan PRESTASI (achievement) kita. Sudah sejauh mana kita meninggalkan tapak sejarah kehidupan kita, yang nantinya menjadi inspirasi tanpa akhir dari generasi ke generasi hingga hari akhirat nanti. Prestasi emas bertahtakan berlian dalam air teh kehidupan kita, itulah anugrah terindah yang diberikan oleh Sang Pencipta kepada kita, manusia yang di buat dalam sebaik baiknya bentuk. Wallahualam bisshawab

NASI, GARAM DAN MINYAK JELANTAH


Oleh Dian Sianturi Siang hari yang panas menjelang zuhur, saya masih bermadikan keringat sehabis mengikuti "aksi" menolak kedatangan BUSH yang berakhir di Bundaran masjid Agung. Karena begitu dahaga, saya dan beberapa orang teman, kemudian mencari penjual minuman dan makanan kecil yang banyak di sekitar masjid megah itu. Setelah puas menghilangkan dahaga, saya dan beberapa orang teman kemudian sedikit kebingungan untuk membuang limbah plastik, sisa minuman dan makanan. Akhirnya kami pun mendapatkan akal untuk membuangnya di sela-sela pagar yang mengitari masjid itu. Ketika hendak beranjak meninggalkan temapt kami nongkrong tadi, tiba-tiba datang seorang laki-laki bertubuh legam dan berpakaian lusuh mengambil plastik, yang masih berisi es dan cuka empek-empek yang telah kami buang. Dan mau tahu apa yang dilakukan laki-laki itu. Saya melihatnya, laki-laki itu meminum es yang masih tersisa di plastik yang telah saya buang. Setelah puas, kemudian ia kembali mengambil plastik yang masih berisi cuka empek-empek. Dan menghirupnya sampai habis. Kemudian membuang plastiknya dan meninggalkan saya dan teman-teman yang masih tertegun menyaksikan kejadian yang hanya berlalu beberapa detik itu. Sesampai di rumah menjelang magrib, saya kembali teringat kejadian siang tadi. Hati saya miris menangis dan merasa begitu bodoh dan tersindir. Selama ini saya jarang bersimpati kepada pengamen di bus-bus yang bobrok atau pengemis-pengemis yang banyak berjajar di jematan-jembatan penyeberangan. Toh saya pikir mereka hanya manusia-manusia pemalas yang hanya menggantungkan hidupnya dari belas kasihan orang lain. Namun, saya tidak pernah berpikir serius, ternyata kehidupan begitu keras, hingga membuat banyak orang yang kelaparan dan makan dengan mengais-ngais sisa makanan orang lain yang telah dianggap sampah. Tiba-tiba ingatan saya, tertuju pada kejadian belasan tahun yang lalu. Waktu itu saya masih bocah ingusan yang baru duduk di sekolah dasar. Salah satu teman bermain saya, sebut saja namanya Ita pernah bertanya kepada saya. Eh, kamu kalo makan, senengnya pake lauk apa, tanyanya.

Sayapun kemudian menjawabnya dengan bercerita dengan panjang lebar. Dengan bangga saya mengatakan kepadanya, bahwa tiap hari saya makan dengan lauk pauk yang serba mewah, tentu dengan dibumbui kebohongan di sana-sini, dengan tujuan agar dia merasa iri. Namun di luar dugaan saya, dia hanya tersenyum tipis dan kemudian berkata kepada saya. Oh, kalo aku di rumah, paling seneng makan nasi sama garam dan minyak jelantah, ujarnya bangga. Mendengar semangatnya ia bercerita tentang makanan favoritnya itu, membuat saya mersa iri. Hingga pada suatu kesempatan ketika saya bertandang kerumahnya yang sempit dan berlantai tanah, sayapun memintanya untuk menunjukkan makanan favoritnya itu. Sesampainya dirumahnya, teman saya itupun menunjukkan makana favoritnya itu, dan akhirnya terjawablah sudah pertanyaan saya bagaimana bentuk si minyak jelantah itu. Minyak sisa menggoreng yang warnanya sudah menghitam, mungkin karena seringnya digunakan untuk menggoreng. Kemudian ia mencampurnya dengan garam dan menuangkannya di atas nasi putih, untuk kemudian memakannya dengan lahap. Begitu irinya saya melihat dia melahap makanan favoritnya itu, hingga saya pun buru-buru pulang ke rumah, tentu karena penasaran dengan rasa makanan favoritnya itu.

Sesampai dirumah, mulailah saya mencari sang minyak jelantah di atas penggorengan yang warnanya tidak sehitam ketika saya lihat di rumah Ita teman saya. Kemudian mencampurnya dengan garam, dan menyiramkannya di atas sepiring nasi putih yang telah saya siapkan. Satu suapan masuk kemulut saya. Alhasil sayapun muntah. Saat itu yang ada dipikiran kecil saya, adalah perasaan iri kepada teman saya Ita. Mengapa dia begitu menikmati makanan favoritnya itu, sedangkan saya malah memuntahkannya. Apakah ada yang salah denagn lidah saya? Menjelang dewasa, sayapun mengerti dengan sendirinya. Ya, sang Ita mungkin telah terbiasa dengan nasi, garam, dan minyak jelantahnya. Hingga yang ada di lidahnya, bukan lagi enak, tahu tidak enaknya ketika makanan itu masuk kemulutnya, tetapi lebih kepada kebutuhan perut yang tidak bias menimbang untuk memilih makan yang masuk kedalamnya. Seperti juga dengan lelaki lusuh yang saya temui di dekat masjid Agung itu. Mengapa lelaki itu tidak mersa jijik ketika memakan sampah sisa makanan orang lain. Saya memang bukan seorang anak konglomerat yang memiliki perusahaan yang tersebar di seluruh Indonesia. Tetapi bukan juga sang Ita yang makan dengan nasi, garam dan minyak jelantah. Cukuplah untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan asupan gizi yang lumayan. Ketika saya begitu nelangsa, karena uang kiriman dari orang tua, tidak sebanyak yang diterima oleh teman saya yang memiliki laptop dan kamera digital. Saya mencoba untuk mencambuk hati saya dengan mengenang ita teman kecil saya. Ketika saya merasa begitu miskin karena tidak semua keinginan saya bisa semuanya terwujud. Saya mencoba untuk lebih banyak melihat ke bawah. Pengamen-pengamen cilik dengan pakaian kumal dan kericikan lusuhnya. Mbah-mbah di pasar tradisional yang menjual sayuran yang sudah layu. Wanita-wanita muda yang usianya mungkin jauh di bawah saya di tempat-tempat pengisian bahan bakar. Gadis kecil yang sering meneriakkan nasi uduk di tempat kos saya yang lama. Bapak penjual empek-empek yang berjalan lebih dari 20 Km. Melihat itu semua, membuat saya merasa begitu kecil. Ternyata selama ini saya baru sadar. Uang ongkos angkot saya pergi dan pulang dari kampus. Makanan-makanan yang saya beli di warung-warung nasi. Cemilan yang menemani malam-malan saya. Pulsa di hp butut saya. Buku-buku yang dengan bangganya saya pamerkan kepada teman-teman saya. Fotokopian tugas kuliah saya. Ternyata semua itu berasal dari kiriman orang tua saya setiap bulan. Dan bentuk belas kasihan dari sang Maha Pemberi kepada diri saya yang hina dan kikir untuk berinfak walau hanya seribu, dua rupiah. Dan semua itu membuat saya malu, sungguh. Wallahualam.

Pelajaran Syukur dari Dua Orang Pengamen


[Penulis : BoP - Jogja ] Kamis minggu lalu, sore itu tepatnya di bilangan UKI Jakarta, waktu telah menunjukan senja kala, matahari telah terbenam, dan sang bulan mulai perlahan menampakkan wajahnya yang cantik. Saya kala itu baru turun dari bus jemputan yang mengantar saya dari kantor di bilangan Cikarang, biasa saya terlelap dalam bus tersebut untuk mempersiapkan energi untuk melanjutkan perjalanan pulang. Hari itu saya sedang kesal dengan beberapa keinginan yang belum tercapai, dan dalam hati sedang mempertanyakan mengapa Allah memberi saya ujian seperti ini, saya sedang gelisah hati. Dan saat turun dari jemputan pun tiba. Waktu menunjukan sekitar pukul 17.20 menit WIB. Di tengah ramai jalanan ibukota, saya mencoba mampir ke tukang gorengan, karena saya sedang ingin makan gorengan. Khususnya penjual "combro" karena saya menyukai pangan tersebut karena terbuat dari singkong yang diberi oncom, wah buat lidah saya rasanya luar biasa sekali. Panganan tersebut sengaja saya persiapkan untuk berbuka puasa. Karena saya saat itu sedang puasa Senin-Kamis. Setelah membeli combro dan sebotol teh manis dalam botol atas merek tertentu, saya masukan bekal tersebut ke dalam tas saya. Tidak jauh beberapa meter dari tempat saya membeli combro tersebut saya melihat dua orang anak kecil yang sedang diam dan duduk di pinggiran terotoar di bilangan UKI tersebut. Saya keluarkan sebuah uang lembar ribuan, karena tangan saya reflek untuk membiasakan diri memberi, walaupun bukanlah sesuatu yang berarti. Tetapi, seorang anak yang lebih tua dengan postur yang lebih besar menolak pemberian saya tersebut. "Maaf Om kami bukan peminta-minta" tolak dari anak tersebut. "Ayo ... ambil saja ..." kali kuperbaiki senyumku, juga uluran tangan yang lebih ringan. Tetapi tetap dia menolaknya. "Lalu kenapa kamu ada di sini, Dik" tanyaku "Kami memang orang susah Om, tapi ibu kami meminta kami bekerja bukan menjadi seorang peminta-minta" jawab anak tersebut. Saya pun menghargai pendapat anak tersebut, saya juga tidak bermaksud melatihnya menjadi peminta-minta, lalu saya alihkan tatapan kepada anak yang kecil. Matanya yang sayu namun tajam itu seperti menusuk hati ini dan memaku kuat kaki ini untuk terus melangkah. Mata anak tersebut menerawang, seperti menahan sesuatu sepertinya rasa yang amat

sangat. Rasa yang sampai sore ini ditahannya. Dan kini, dari matanya, juga gerak lemah tubuhnya, aku bisa menangkap rasa yang tertahan itu. "Dik, adiknya kenapa sakit ya?" tanya saya kepada anak tersebut. "Tidak Om, kami belum makan dari dua hari lalu" jawab sang kakak tersebut. "Memang kamu tidak punya orang tua, Dik" tanyaku menyelidik. "Keluarga kami baru saja kena gusur Om" jawabnya. "Astagfirullahalazi m" gumamku dalam hati berat nian derita yang diterima anak ini dan keluarganya. "Lalu kamu ngapain disini, kalau tidak usaha, kan tidak punya uang untuk makan" tanyaku. "Saya sudah mencoba mengamen Om, tapi hanya mendapat Rp.1000 rupiah" sambil menunjukan uang tersebut kepadaku. "Itukan cukup untuk beli gorengan dik" jawabku menyelidik. "Tidak Om uang ini untuk ibu kami yang sakit parah" ujarnya lagi. "Tadinya uang saya berjumlah 7000 , tapi barusan kami di palak preman Om, uang kami diambil." Kejamnya hidup di Jakarta, anak sekecil ini pun jadi korban. Kasihan sekali pkirku, dan aku yang selama ini mencoba melakukan puasa pun ketika berbuka pasti telah tersedia makanan, setidaknya hanya combro yang aku beli tadi, tapi kedua anak ini sungguh berat bebannya. Tak terasa air mata ini menetes tanpa aku perintahkan. "Yuk kita mampir di warung nasi itu, kita beli nasi untuk kamu, adik kamu dan ibu kamu" aku mengajak kedua anak tersebut ke sebuah warung nasi, saya mencoba menggendong sang adik yang terlihat sangat lapar. Di warung nasi keduanya terlihat canggung dalam memilih makanan. "Sudah ambil saja, yang kalian inginkan," ujarku saat itu. Betapa bahagia melihat kedua anak tersebut memakan makanannya, tiba-tiba teringat di rumah terkadang makanan selalu berlebihan, dan terbuang ke tempat sampah, tapi ternyata banyak orang yang tidak mendapat makan. Setelah itu, anak-anak tersebut makan, aku meminta untuk dibungkuskan nasi, untuk orang tuanya dan nanti makan malamnya. "Om terimakasih ya, tapi kata ibu kami harus bekerja untuk mendapatkan sesuatu" anak tersebut berkeras untuk menawarkan jasa. "Oke, kamu kan bisa menyanyi, sekarang saya minta untuk dinyanyikan saja," pinta saya. Dan saya melihat kedua anak itu menyanyi dengan bahagia, senangnya bisa membuat orang lain bahagia. "Alhamdulillah" ucapku dalam hati. Karena Adzan mahgrib sudah memanggil kulanjutkan langkah kakiku, dan aku pamit kepada kedua sahabat kecilku itu sambil kutitipkan uang untuk berobat ibunya. Dan senangnya bisa melihat senyum diwajah mereka memancarkan rasa syukur yang tak tergambarkan, tanpa lupa mengucapkan terima kasih, ia menyambut hangat tanganku. Dalam hati menuju mesjid terdekat aku berdoa "Ya Allah, alangkah bijak-Nya Engkau menegur hambamu ini. Aku malu... masih ada sederet keluh kesah lagi yang bersarang di hatiku dan Engkau Maha Tahu waktu yang tepat untuk mengingatkanku. Ampuni hamba ya Allah. Segala keterbatasanku mengharapkan ke-Maha Sempurnaan-Mu. Muliakan mereka dengan keberadaannya. dan lindungilah mereka ya Allah. Aamiin." Ternyata aku masih orang yang beruntung dengan segala yang aku miliki, walau kadang hati ini masih sering tidak bisa melihat keberuntungan diri atas rahmat yang diberikan Allah. Semoga setiap kejadian bisa membawa hikmah kepada kita semua. Allah sangat menyayangi kita dan kasih sayang itu bisa berwujud apa saja, tergantung kita untuk mengakuinya. Wallaahu a'alam.

Apa Bedanya Nyamuk dan Kita? Diterjemahkan dari Kitab AN-NAZARAT Oleh Musthofa Luthfi el Manfaluthi.

Dua malam yang lalu, seperti biasa aku duduk didepan meja bundarku. Aku ditemani pena yang menggelayut erat dalam lipatan jariku berpikir mengumpulkan hal-hal baru yang menarik dan dapat kurangkai dalam kata-kata. Ya, itulah kebiasaanku, menulis di tengah heningnya malam dan kegelapannya. Sebuah kebiasaan yang telah dipahami dengan sendirinya oleh para rekan dan keluargaku. Belum lama aku tenggelam dalam perenunganku, dan belum sebuah masalah pun yang tergambar dalam otakku. Tiba-tiba sebuah sengatan tajam menusuk kulit telingaku, lalu pindah ketanganku.... Pikiranku buyar.. tapi ternyata kebuyaran itu membentuk sebuah hal baru yang muncul dalam pikiranku. Seekor nyamuk telah menggangguku. Aku berusaha menepuknya, tapi sayapnya lebih cepat membawa lari mungil tubuhnya. Aku mencoba buka jendela, dan dengan cara itu ada gerombolan nyamuk lain yang langsung menerjang masuk. Kuhantam mereka dengan satu kibasan.... Luar biasa ternyata mereka mampu menghindar dengan berpencar.... Sungguh baru kali ini aku melihat ada sebuah umat yang dengan jalan berpencar dan berbeda arah malah mampu menyelamatkan kehidupannya. Mereka adalah nyamuknyamuk yang pandai. Kalau begitu alangkah lemahnya manusia, yang selalu merasa paling pandai dan merasa paling kuat, bahkan merasa selalu ingin menguasai dunia ini dengan kekuatan... Padahal mereka kadang malah tertipu dengan keangkuhannya, merasa kuat, tapi untuk membunuh serangga kecil itu dengan satu kibasan saja kadang tak mampu... Kalau manusia mau berpikir, bahwa antara manusia yang berakal, hewan yang berinsting, tumbuhan yang berkembang, ataupun benda mati yang diam semuanya tak akan ada kekuatan apapun kecuali berkat karunia ilahiyah semata. Tapi itulah yang kerap dilupakan. Aku menemukan beberapa kesamaan antara nyamuk dan manusia.

Pertama, nyamuk mencari jalan hidupnya dengan mengisap darah, namun terkadang ia berlebihan dalam isapannya sehingga kecil badannya tak mampu menampung semua hasilnya tadi. Begitupun ia terus mengisap tak mau berhenti, hingga akhirnya perutnya kembung dan hampir pecah dengan sendirinya... Sungguh ia mencari hidup melalui jalan kematian, dan mencari jalan keselamatan namun disarang bahaya. Kalau lah boleh kita qiyaskan maka ia tak jauh beda dengan orang serakah dan pecandu narkoba, pada isapan dan hirupan pertamanya ia merasa melihat surga dan kebahagiaan, sehingga ia tertuntut untuk kedua, dan ketiga kalinya bahkan seterusnya... Hingga menjadi sebuah kedahagaan tersendiri jika ia tak mengulanginya. Sementara ia tidak menyadari bahwa kefanaan telah mengintai dirinya dengan taring-taring yang menyeringai. Kedua, nyamuk adalah mahluk yang tak mempunyai siasat mencari hidup yang baik. Hal itu dapat kita lihat saat ia hinggap pada tubuh manusia, ia tak hinggap kecuali dengan membawa dengungan suara yang yang menandakan akan kedatangannya. Akhirnya secara otomatis tubuh yang ia hinggapi tadi akan sgera menampiknya dan menggagalkan usahanya. Toh kalau boleh kita kiyaskan maka ia tak lebih bagaikan seorang politikus yang bodoh, yang banyak ngoceh sana-sini, dan mengumbar statement tanpa karuan yang akhirnya statemen-statemen itu malah menghancurkanya, dan membuat musuh dapat berbuat sekehendak hati padanya, bahkan menyerangnya dengan serangan balik yang tidak ia

sadari... Ketiga, nyamuk yang dengan keringanan tubuhnya mampu hinggap di tubuh manusia dengan hampir tak terasa sedikitpun. Tapi sengatan dan gigitan yang ditimbulkan olehnya betul-betul perih dan menyakitkan. Ini bisa dianalogikan seperti seorang yang dengan segala senyum manisnya berusaha untuk memikiat hati orang lain, hingga saking indah dan mesranya senyum itu, kita tak mempunyai sedikit prsangka buruk kepadanya. Tapi ternyata dibalik senyum nan indah dan bersahaja itu tersimpan sejuta tujuan nan jahat bahkan sanggup mengahancurkan dan "menyengat" kita jika maksud dan tujuannnya telah tercapai.

Heri berjalan menelusuri gang yang beralaskan aspal menuju Musholla. Setengah jam nanti, ia harus mengumandangkan adzan, yang merupakan tugasnya ashar ini sebagai muadzin. Tapi sebelumnya ia ingin mendatangi warung dekat Musholla, untuk membeli Nasi Uduk buatan Mpok Salma yang terkenal lezat dan porsinya yang besar. Beberapa meter sebelum mencapai Musholla, ia mendapati Pak Biduk sedang menutup lubang di jalan dengan batu kerikil. Heri tahu lubang itu sudah beberapa hari ini belum diperbaiki. ''Assalaamu'alaikum...'' sapa Heri. ''Wa'alaikumsalaam... Nak!'' ''Kenapa bapak bersusah payah menutup lubang ini... Ini khan seharusnya urusannya Pak RT... Bapak disuruh olehnya?'' ''Tidak, Nak... Ini kemauan bapak sendiri... Kasihan khan orang lalu-lalang di sini dan yang akan menuju Musholla ini... Apalagi yang bawa motor atau sepeda... Bisa bahaya... Yah, hitung-hitung bersedekah, lah Nak... walau apa adanya dan sementara...'' Mendengar jawaban Pak Biduk, Heripun teringat akan apa yang selalu Pak Biduk lakukan akhir-akhir ini. Ia pernah mendapati Pak Biduk menyingkirkan kerikil-kerikil atau kotoran binatang di jalan, supaya orang nyaman berjalan di gang ini. Ia juga pernah melihat Pak Biduk menutup kran air wudhu' Musholla yang ditinggal terbuka. Membersihkan selokan tetangganya. Rasanya tak terhingga kebaikan apa yang Pak Biduk lakukan untuk kepentingan orang lain. Namun tak ada perhatian maupun penghargaan dari orang lain akan apa yang Pak Biduk lakukan. Tapi sedihnya, Pak Biduk bukanlah orang yang bercukupan. Ia adalah seorang tukang kebun di kompleks perumahan yang tak jauh dari sini. Dengan beberapa ekstra pekerjaan di luar pekerjaan tetapnya, ia menafkahi istri dan dua anaknya seadanya. ''Seharusnya bapak berhak mendapatkan sesuatu dari ini...'' ''Hehehe... Sudahlah Nak! Bapak ikhlas... Namanya juga sedekah... Kalau bapak punya kemampuan harta, maka itu bapak sedekahkan... Kalau bapak punya ilmu, maka itu bapak sedekahkan... Sedekah untuk memperbaiki jalan ini... Namun saat ini bapak hanya bisa sedekah tenaga... Mumpung masih sehat badan... Dengan tangan dan kaki bapak yang masih mampu ini...'' ''Iyah, maaf Pak... Saya berbicara tidak pada tempatnya...'' ''Tidak apa-apa, Nak! Saya sangat senang bersedekah, berbuat segala kebaikan untuk orang lain... Kalau tangan dan kaki inipun tidak mampu, maka sedekah bapak adalah dengan berkata-kata baik dan bermanfaat dengan nasihat... Jika tidak mampu juga, maka sedekah bapak adalah dengan tersenyum... Dan jika bapak dipanggil oleh Allah, maka sedekah bapak adalah cangkul ini dan Al Qur'an yang bapak punyai... Bapak berikan kepada orang lain atau Musholla, supaya dimanfaatkan... Dan itu menjadi sedekah jariyah bapak insya Allah...'' Malu menyelimuti hati Heri. Lalu ia berlalu menuju warung terdekat di sana. Kemudian berbalik ke arah Pak Biduk, sambil membawa Es Teh Manis dan sebungkus Nasi Uduk Mpok Salma buat Pak Biduk.

YA ALLAH, KAPAN AKU MENGANGKAT KOPERKU SENDIRI ?


Bobby Herwibowo Artikel Muslimah - Tuesday, 21 November 2006 Saat itu adalah bulan Muharram tahun 1424 H. Seorang pria bernama Mamat yang bekerja di Bandara Soekarno-Hatta sedang sibuk mengangkat koper-koper penumpang. Koper bukan sembarang koper. Semua koper yang baru saja dibongkar dari pesawat Saudia Airlines itu memiliki kesamaan; berbentuk besar, berwarna biru tua dan bertuliskan nama pemilik, nomer kloter dan asal kota. Koper-koper tersebut adalah milik jemaah haji yang baru saja selesai menunaikan ibadah haji di Tanah Suci pada tahun itu. Setiap kali mengangkat satu koper, Mamat selalu membaca basmalah dan shalawat kepada Rasulullah Saw. Sudah berpuluh koper yang ia angkat, hingga rasa itu muncul di dadanya. Pada kali selanjutnya, tatkala tangannya menggamit pegangan koper, ia sempat membaca doa kecil kepada Allah Sang Penguasa alam di dalam hatinya, Ya Allah, kapan saya mengangkat koperku sendiri seperti ini...?!Sebenarnya yang ia maksud adalah ia begitu berharap dapat berangkat haji ke Baitullah. Rupanya Allah mendengar jeritan hati Mamat. Hanya selang 4 bulan saja, Subhanallah, namanya keluar sebagai salah seorang dari 17 orang pegawai yang mendapatkan jatah naik haji tahun itu atas biaya kantor. Mamat pun amat bersyukur kepada Allah Taala karenanya. Namun kebahagiaan ini tidak serta-merta membuat Mamat puas hati. Ia tahu bahwa berita ini boleh jadi akan membuat Iis, istrinya bersedih. Sebab hanya dia saja yang dapat berangkat naik haji, padahal mereka berdua selalu berdoa kepada Allah Swt agar dapat berangkat naik haji bersama-sama. Maka tatkala menyampaikan berita ini pun, Mamat amat hati-hati dalam mengemasnya. Semoga tidak ada bahasa yang terpeleset dan melukai hati, itulah harapan Mamat. Lis.... Akang minta maaf ya sama kamu..., Mamat mencoba membuka percakapan dengan meminta maaf terlebih dahulu. Emangnya ada apa, Kang?, sang istri bertanya. Akang ingin beritahukan sesuatu ke kamu, tapi kamu jangan marah ya... apalagi sedih...?, sambut Mamat. Kalimat itu membuat Iis menjadi gelisah. Ia coba tenangkan hati untuk mendengar berita gak enak ini. Mamat pun kemudian menyambung kalimatnya dengan nada hati-hati, Lis... Akang hari ini mendapat kejutan. Akang terpilih menjadi salah satu karyawan yang akan diberangkatkan haji oleh kantor.... Alhamdulillah. ...!!!Iis berteriak kegirangan. Ia langsung melompat ke arah Mamat suaminya dan memeluknya dengan erat. Dengan bersemangat Iis berkata, Kirain berita sedih...! Berita bagus kayak begini kok dibawa sedih kayak begitu Kang? Iis ikut senang ngedengernya!. Ya... emang sebenarnya ini adalah berita gembira, Cuma yang bikin Akang takut membuat kamu sedih adalah karena Akang gak punya duit untuk ngeberangkatin kamu, Is! Akang khan cuma pegawai kecil seperti kamu tahu... Kalau saja, duit itu ada, tentu Akang akan ajak kamu juga untuk berhaji ke rumah Allah!. Iis lalu mengerti kegundahan yang berkecamuk dalam hati suaminya. Sambil tersenyum,

Iis berujar, sudah kang gak usah dipikirin, Iis rela melepas Akang naik haji. Tapi jangan lupa doain Iis ya biar cepat nyusul!. Akhirnya, apa yang dikhawatirkan Mamat tentang perasaan istrinya pun tidak berlaku.Sekali lagi Mamat bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla karenanya. Hari itu adalah jadwal Mamat untuk berangkat haji. Seperti kebiasaan orang kampungnya, maka kepergian Mamat diantar dengan adzan dan iqamat. Pembacaan shalawat dustur yang dikumandangkan oleh seorang ustadz pun membuat semua orang haru meneteskan air mata. Saat itulah, Mamat berpamitan dengan menyalami serta merangkul orang-orang yang ia kenal seraya meminta restu. Semua anggota keluarga, kerabat, tetangga, sanak famili menghadiri acara itu. Semuanya sudah bersalaman dan berangkulan dengan Mamat. Hingga saat Mamat hendak naik ke atas kendaraan, saat itulah tiba giliran Iis mencium punggung telapak tangan suaminya dan suasana haru pun tercipta. Air mata suami-istri itu pun jatuh membasahi bumi. Saat mereka berdua berpelukan, Iis berucap, Akang Mamat...., jangan lupa untuk doain Iis ya di Baitullah... panggil-panggil nama Iis di sana. Insya Allah, Iis dan anak-anak ikhlas ngelepas Akang. Semoga kita semua,dengan doa kang Mamat, bisa nyusul berangkat haji barengbareng...! Tak kuasa Mamat menahan tangis. Pelukan itu makin ia pererat. Ia hanya mampu mengucapkan kata Amien Dalam hati, Mamat berucap agar Allah Swt juga berkenan mengajak istri dan anak-anaknya untuk berhaji seperti dia. Di dalam kendaraan Mamat masih sempat berdoa kepada Allah Swt untuk keluarga yang ia tinggalkan: ALLAHUMMA ANTAS SHAHIBU FIS SAFAR, WAL KHALIFATU FILAHLI. HR. Muslim Ya Allah, Engkau adalah pendampingku dalam perjalanan. Engkau juga yang menggantikan aku untuk menjaga keluarga yang ditinggalkan. .. AmienHR. Muslim. Usai membaca doa, ia pusatkan konsentrasinya untukkhusyuk beribadah kepada Allah Swt. 42 hari Mamat menuntaskan semua ritual ibadah haji di kota suci Mekkah Al Mukarramah dan Madinah Al Munawwarah. Semuanya dijalani dengan begitu khusyuk dan nikmat. Sesampainya di tanah air pun, ia langsung mendapatkan sebuah titel baru dari masyarakat. Kini ia dikenal dengan panggilan Haji Mamat di kampungnya. Lepas 6 bulan setelah kepulangannya dari tanah suci. Iis istrinya yang dulu sempat berucap ikhlas melepas kepergian suaminya ke tanah suci, pagi itu ia kelepasan berujar bahwa dirinya sebenarnya begitu ingin juga berangkat ke tanah suci untuk berhaji. Kalimat itu dituturkan dengan nada sedih yang mengguncang hati Mamat. Kegundahan itu memang pernah diduga sebelumnya oleh Mamat. Namun baru kali ini kegundahan itu membuncah, dan tercetus lewat penuturan akan kerinduan untuk datang ke rumah Allah Swt dalam ritual haji. Muslim atau muslimah mana yang tidak mau untuk berhaji? Maka demi menghibur hati Iis, Mamat pun berujar kepadanya, Lis.... kamu memang berhak untuk berangkat haji seperti orang lain, tapi Akang belum cukup punya uang. Sekarang kita hanya mampu untuk berdoa kepada Allah Swt.... Dia Maha Kuasa.... Jangankan minta haji.... minta yang lebih dari itu Dia pun amat kuasa. Nanti malam kita bangun ya untuk shalat tahajud...! kata ustadz, doa pada sepertiga malam terakhir amat dikabul. Nanti kita doa sama-sama untuk minta naik haji. Insya Allah akan dikabulkan.. .. percaya deh!. Demikian ajakan Mamatkepada istrinya untuk melakukan shalat tahajud dan berdoa bersama nanti malam. Dan jakan itu, disambut dengan anggukan kepala oleh Iis tanda setuju. Rupanya Mamat pulang dari kerja tidak seperti biasa. Hari itu ia tiba di rumah lewat dari pukul 20.00 WIB. Rupanya ada pekerjaan ekstra yang ia lakukan. Biasanya Mamat sudah tiba di rumah pukul 5 sore. Mungkin, ada pesawat lain yang tiba di luar jadwal, sehingga beberapa kuli panggul seperti Mamat disiagakan untuk bongkar muatan. Mamat pulang dengan badan yang letih. Usai menjalani shalat Isya, ia langsung rebahan di atas kasur dan langsung tertidur. Rasa letih membuatnya lupa untuk makan malam terlebih dahulu, atau menyapa keluarganya yang masih menunggu kedatangannya. Iis dapat memaklumi hal itu. Tidak beberapa lama kemudian, Iis pun menyusul tidur di atas ranjang bersama suaminya. Seperti apa yang telah mereka janjikan, Iis terjaga dan bangkit dari tidur pada pukul 3

pagi. Kemudian ia tepuk-tepuk kaki suaminya. Karena terlalu letih, Mamat tak sanggup untuk bangkit dan hanya berujar, Aah...ah...! tanda bahwa ia tak sanggup membuka mata. Iis langsung bangkit menuju kamar mandi. Usai berwudhu, ia kembali lagi ke kamar untuk bertahajud. Sajadah telah dibentangkan dan mukena pun telah ia kenakan. Sebelum melakukan shalat, untuk kedua kalinya Iis menepuk kaki Mamat agar ia bangun dan melakukan shalat tahajud bersama-sama. Sekali lagi, Mamat hanya mengeluarkan kata, Ahh...ahh... !. Ia terlalu lelah untuk bangkit dan menyusul istrinya untuk bertahajud. Iis pun memaklumi. Raut wajah Mamat yang letih sudah mengabarkan bahwa ia terlalu lelah bekerja hari itu. Iis pun melapalkan takbiratul ihram tanda ia memulai shalat tahajud. Begitu khusyuk shalat yang Iis dirikan, dan di atas pembaringan Mamat pun menyaksikan sosok istrinya yang bermukena sedang menjalankan shalat. Namun ia dalam kondisi antara tidur dan terjaga. Kata orang, ini adalah tidur ayam. Tidur tak mau, bangun tak kuasa. Setiap gerakan shalat yang Iis lakukan selalu ia iringi dengan tetesan air mata. Sungguh..., seolah Allah Swt hadir menyambut kedatangan Iis dalam keheningan malam itu. Hingga kedekatan dengan Sang Maha Pencipta pun dapat dirasakan oleh Iis yang menjalankan shalat tahajud. Tak terasa waktu bergulir dengan cepat. Sudah satu jam lebih Iis melakukan shalat dan dzikir kepada Allah Swt. Waktu telah menunjukkan pukul 4 lebih. Dan ia berkeinginan untuk bermunajat kepada Allah Swt dalam lantunan dan rangkaian doa yang ia bacakan. Allahumma, ya Allah... Izinkan hambaMu ini untuk dapat berhaji ke rumah-Mu. Mudahkan jalan hamba.... Lapangkanlah rezeki kami. Engkau Yang Maha Kuasa atas segalanya... . Berikan perkenanmu agar aku sanggup datang ke rumah-Mu untuk beribadah dan memakmurkannya. .. Dengarkan doaku dan Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu...!. Dalam kesyahduan doa yang dibaca oleh Iis kepada Tuhannya, rupanya Mamat pun sempat mengamini di dalam hati tanpa sepatah kata pun terucap. Sungguh, malam itu telah terbangun sebuah jalinan suci antara seorang hamba dengan Allah Swt dalam rangkaian doa yang penuh hikmat dan cita. Adzan Shubuh mulai terdengar di beberapa masjid dan mushalla. Untuk terakhir kali, Iis membangunkan Mamat suaminya sambil berujar, Pak Haji... ayo bangun! Malu sama tetangga. Masa sudah haji enggak shalat Shubuh berjamaah? Ayo bangun, kang....!. Mamat pun bangkit. Berat sekali rasanya ia mengangkat badan. Setelah berwudhu, ia pun mengenakan pakaian yang bersih lalu berangkat menuju mushalla untuk melaksanakan shalat Shubuh. Mamat mengucapkan salam saat masuk kembali ke rumah. Iis dan anak-anak pun sudah bangun semua. Inilah rumah yang berkah. Semua sudah terjaga dan bangkit untuk menyongsong hari yang indah. Mamat kemudian meminta Iis membuatkan secangkir kopi untuknya. Kemudian dengan tasbih di tangan, ia baru saja hendak menempelkan pantatnya ke kursi sofa di ruangan depan. Namun tiba-tiba hasratnya untuk duduk, dihentikan oleh dering telfon yang berbunyi keras di pagi hari. Mamat pun mengangkat gagang telfon. Assalamualaikum. .... ini dari mana dan mau bicara dengan siapa?, Mamat membuka pembicaraan. Mat... ini teh Sulis, Iis ada nggak?, demikian suara di seberang menjawab. Mamat pun tahu bahwa orang yang menelfon ini rupanya adalah kakak iparnya sendiri. Tanpa berpikir panjang, Mamat pun memanggil Iis yang saat itu sedang hendak membuatkan kopi untuknya. Mamat kembali duduk di atas kursi sofa. Sementara Iis duduk di lantai untuk menerima telfon. Baru saja Iis mengucapkan salam kepada teh Sulis, namun setelah itu tidak ada satu patah kata pun yang meluncur dari mulut Iis. Yang ada adalah deraian air mata dan kata, Iya Teh!, berulang- ulang diucapkan. Pembicaraan telfon di pagi hari itu sudah lebih dari 10 menit berlangsung. Melihat istrinya terus menangis, Mamat menduga bahwa ada berita buruk yang terjadi terhadap keluarga hingga pagi-pagi begini sudah menelfon dan membuat istrinya menangis. Mamat mengira bahwa ada salah seorang familinya berpulang kepangkuan Ilahi. Gagang telfon itu kemudian diletakkan Iis. Ia masih sesenggukan menahan tangis. Iis mencoba mengangkat wajah dan menghadap ke arah suaminya. Saat itu Mamat mencoba menyelak dengan pertanyaan, Siapa yang meninggal, Is..?. Masih sesenggukan Iis menjawab, Tak ada yang meninggal, Kang!.

Lalu kenapa kamu menangis kayak begitu, emangnya berita sedih apa yang diceritain teh Sulis?, Mamat masih mengejar dengan pertanyaan yang lebih menukik. Saat itulah Iis menceritakan hal sebenarnya, Kang...., barusan teh Sulis bilang bahwa ia berniat berangkat haji tahun ini. Kebetulan kang Andi suaminya lagi banyak kerjaan. Kang Andi gak bisa nemenin.... Teh Sulis tadi nanya saya, kamu khan belum berhaji, mau gak saya ajak? Teh Sulis mau bayarin biaya haji saya.... tapi saya disuruh minta izin dulu ke Akang. Iis gak nyangka, Kang.... begitu cepat Allah menjawab doa yang baru saja Iis sampaikan dalam tahajud. Sekarang, pilihan mah ada di Akang. Jika Akang izinkan, saya siap. Kalau Akang enggak izinin saya juga ikhlas...! Iis berhenti sejenak mengatur nafasnya yang masih sesenggukan. Air mata itu masih menetes tanda haru dan syukur atas doa yang Allah Swt kabulkan. Sementara Mamat masih terdiam, terperangah dan takjub atas kemurahan Tuhan. Mamat langsung merangkul istrinya ke dalam dekapan. Mamat berujar, Kamu boleh berangkat haji untuk beribadah dan nemenin teh Sulis. Akang ikhlas mngizinkan kamu dan merawat anak-anak di rumah. Silahkan kamu berhaji untuk melengkapi agama kamu, Is! Keduanya masih berpelukan erat tanda haru dan syukur atas nikmat Allah Swt yang tiada ternilai. Dalam keharuan tersebut ternyata masih tersisa sebuah penyesalan dalam dada Mamat yang kemudian terbersit di hatinya, Coba, saya ikut bangun tahajud dan berdoa kepada Allah untuk minta haji. Mungkin bisa berangkat bareng-bareng juga kali ya....?! Itulah kisah sepasang suami-istri hamba Allah Swt yang dimudahkan untuk berhaji ke Baitullah. Semoga Anda dan saya dapat menerima anugerah serupa. Amien! Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.(QS. 2:185)

GADIS CILIK DI LAMPU MERAH [Penulis : Agus Dwi Putra - FLP Jakarta]

Hari sudah malam saat mikrolet melintas di kawasan Cawang, Jakarta Timur. Jalan agak ramai. Membuat laju mikrolet tersendat-sendat dan para penumpang dengan wajah yang lelah terangguk-angguk mengikuti irama laju itu. Di dalam sana tak terdengar suara orang bercakap-cakap. Hanya sopir yang sesekali memecah kesunyian meskipun terdengar sebagai gumam saja dan penumpang sama sekali tidak menaruh perhatian terhadap omong si sopir. Mikrolet tiba di perhentian lampu merah. Seorang gadis cilik dengan kecrek di tangan sekonyong-konyong mendekat. Dari jendela tampak pula anak-anak lain dengan peralatan yang tak begitu berbeda. Nyanyian si gadis cilik pun melayap ke tengah-tengah penumpang. Tapi tak banyak yang menaruh perhatian terhadapnya. Sekali anak itu menatap penumpang, sekali melihat teman-temannya pada kendaraan barisan belakang. Di antara itu, ia membuang pandangan ke bawah, ke jari-jari kakinya. Namun, seorang penumpang tampak bergegas mengaduk isi tas saat gadis itu selesai bernyanyi. Ini, katanya seraya menyodorkan sebatang cokelat kepadanya. Ia tergagap, tampak bingung apakah akan mengambil cokelat itu. Ini, ulang si ibu. Ia masih juga ragu. Tangan kanannya digoyang-goyangkan tanpa kepastian. Keadaan itu menarik perhatian lelaki paruh baya yang duduk di depan si ibu. Ambil, ambil cokelat itu. Rejeki kamu! katanya mendorong anak itu. Penumpang lain jadi ikut memperhatikan. Cokelat akhirnya diterimanya dengan wajah berbinar-binar. Ia kemudian berlari cepat sekali, sampai-sampai lupa menyodorkan kantung uang yang sedari tadi dipegangnya. Barangkali lantaran girang hatinya. Wah, itu anak lupa minta duit, kata lelaki paruh baya, mengambil perhatian para penumpang yang masih mengikuti gerak lari si gadis. Ketika anak itu sudah tak tampak, masing-masing menorehkan senyum di wajah yang lelah. Kalau dia dapat duit belum tentu akan dibelikan cokelat ya. Pasti sayang rasanya bagi dia, kata yang lain. Cokelat itu seperti menyadarkan mereka: ada yang tak boleh hilang dari anak-anak itu betapa pun keras kehidupan menempa. Itulah masa kanak-kanak yang indah, yang penuh kelembutan, yang dahulu juga kita alami dengan perasaan bahagia. Sikap manis kita, apa pun bentuknya, kiranya dapat membantu supaya masa itu tetap indah bagi mereka. Sementara si ibu masih tertunduk malu, lelaki paruh baya melanjutkan ungkapanungkapan dengan mata berbinar. Mikrolet melaju lagi, penumpang terangguk-angguk lagi mengikuti irama laju yang tersendat. Siapa tahu, pada perhentian berikutnya ada lagi cinta yang dapat dibagi.***

GengBlog Ada Apa Dengan Kentut?


Labels: Kentut May 30 undefined Salam semua. Korang pernah kentut tak?? Jangan nak tipu kalau korang kata korang tak pernah kentut...hahaha..setiap orang akan kentut tak kisahla samada berbau@tak & berbunyi@tak. :)

Hari ni AA nak cerita sikit pasal jenis orang dan jenis kentutnya... :) 1. Orang TIDAK JUJUR - Orang yang kalau kentut, then dia salahkan orang lain. 2. Orang BANGANG - Orang yang tahan kentutnya berjam-jam lamanya. 3. Orang BERWAWASAN LUAS - Orang yang tahu bila dia harus kentut. 4. Orang SENGSARA - Orang yang nak kentut tapi die tak boleh nak kentut. 5. Orang MISTERIUS - Orang yang bila die kentut, orang lain takkan tau.

6. Orang GUGUP - Orang yang tiba-tiba tahan kentutnya bila die rasa nak terkentut. 7. Orang PERCAYA DIRI SENDIRI - Orang yang selalu kira kalau kentutnya berbau wangi. 8. Orang SADIS - Orang yang kalau kentut di ranjang, then terus kibaskan kentutnya ke orang lain.

9. Orang PEMALU - Orang yang kentutnya tak berbunyi tapi tiba-tiba die berasa malu.

10. Orang STRATEGIK - Orang yang sembunyilan kentutnya dengan ketawa terbahakbahak supaya orang tak dengar akan kentutnya.

11. Orang BODOH - Orang yang menghirup nafas apabila dah habis kentut, untuk gantikan kentut yang keluar tadi. 12. Orang PELIK - Orang yang keluarkan kentutnya sikit-sikit, contonya bunyi "tit,tit,tit".

13. Orang SOMBONG - Orang yang selalu cium kentutnya sendiri. 14. Orang RAMAH - Orang yang tak kisah cium kentut orang lain. 15. Orang ATLETIK - Orang yang kalau kentut, gunakan tenaga dalaman. 16. Orang JUJUR - Orang yang mengaku kalau die yang kentut. 17. Orang MALANG - Orang yang kentut, tapi terkeluar tahi. So, ni peribadi orang dengan kentutnya..hehe..amacam??? Ada yang sama dengan korang tak?? Tak semestinya benda ni betul. Cuma rekaan je untuk hiburan, tapi maybe ada yang betul. Sape tau kan??? Ok, enjoy membaca :)

You might also like