You are on page 1of 5

Garam dan Telaga Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak.

Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwer. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia. Tanpa membuang waktu, orang menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak, hanya memndengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu ke dalam gelas, lalu diaduknya perlahan. Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya.., ujar Pak tua itu. Pahit. Pahit sekali, jawab sang tamu, sambil meludah kesamping. Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu. Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu. Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah. Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi, Bagaimana rasanya? Segar, sahut tamunya. Apakah kamu merasakan garam di air itu?, Tanya Pak Tua lagi. Tidak, jawab si anak muda. Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu. Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama. Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita mililki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.

Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat. hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan. Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu. Dan Pak Tua, si orang bijak itu, kembali memnyimpan segenggam garam, untuk anak muda lain yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa.

Paku Suatu ketika, ada seorang anak laki-laki yang bersifat pemarah. Untuk mengurangi kebiasaan marah sang anak, ayahnya memberikan sekantong paku dan mengatakan pada anak itu unutk melakukan sebuah paku dip agar belakang setiap kali dia marah. Hari pertama anak itu melakukan 48 paku ke pagar setiap kali dia marah. Lalu secara bertahap jumlah itu berkurang. Dia mendapati bahwa ternyata lebih mudah menahan amarahnya dariipada memakukan paku ke pagar. Akhirnya tibalah hari dimana anak tersebut merasa sama sekali bisa mengendalikan amarahnya dan tidak cepat kehilangan kesabarannya. Dia memberitahukan hal ini kepada ayahnya, yang kemudian mengusulkan agar mencabut satu paku untuk setiap hari dimana dia tidak marah. Hari-hari berlalu dan anak laki-laki itu akhirnya memberitahu ayahnya bahwa semua paku telah tercabut olehnya. Lalu sang ayah menuntun anaknya ke pagar. Hmm, kamu telah berhasil dengan baik anakku, tapi, lihatlah lubang-lubang dip agar ini. Pagar ini tidak akan pernah bisa sama seperti sebelumnya. Ketika kamu mengatakan sesuatu dalam kemarahan, kata-katamu meninggalkan bekas seperti lubang ini di hati orang lain. Kamu dapat menusukkan pisau pada seseorang, lalu mencabut pisau itu. Tetapi tidak peduli beberapa kali kamu minta maaf, luka itu akan tetap ada. Dan luka karena kata-kata adalah sama buruknya dengan luka fisik.

Nama Baik Alkisah pada suatu ketika, Angin, Air, dan Nama Baik sedang mengadakan perjalanan bersamasama. Angin, biasa datang terburu-buru seperti orang yang sedang marah. Bisa melompat di sini dan menendang debu disana. Air berjalan dalam bentuk seorang putri. Ia selalul membawa kendi ditangannya, meneteskan beberapa air di atas tanah sekitarnya. Nama Baik berwujud dalam seorang pemuda yang tampan dengan sikap-sikap yang babik, namun sedikit pemalu. Mereka saling menyukai, meskipun mereka sangat berbeda satu sama lain. Ketika mereka harus berpisah, mereka bertanya, Kapan kita bisa bertemu untuk mengadakan perjalanan yang lalin lagi? Angin menjawab, Engkau akan selalu menemukan aku di puncak gunung-gunung atau melompat-lompat di sekitar kakimu. Meniup debu kemana kamu pergi. Air berkata, Aku juga akan selalu ada disekitarmu. Kamu bisa pergu ke laut atau sungai, bahkan ke dapur untuk menemuiki. Nama Baik tidak mengatakan apa-apa. Angin dan Air bertanya, Nama Baik, kapan dan dimana kita akan bertemu lagi? Nama Baik menjawab, Kamu tidak akan bertemu aku lagi dimanapun. Siapapu yang telah kehilangan aku sekali saja, takkan pernah bisa mendapatkan aku lagi.

Empat Istri Suatu ketika, ada seorang pedagang kaya yang mempunyai 4 istri. Dia mencintai istri ke-4 dan menganugerahinya harta dan kesenangan, sebab ia yang tercantik diantara semua istrinya. Pria ini juga mencintai istrinya yang ke-3. Ia sangat bangga dengan sang istri dan selalu berusaha untuk memperkenalkan wanita cantik ini kepada semua temannya. Namun ia juga selalu khawatir kalau istrinya ini lari dengan pria lain.

Begitu juga dengan istri ke-2. Sang pedagang sangat menyukainya karena ia istri yang sabar dan penuh pengertian. Kapan pun pedagang mendapat masalah, ia selalu minta pertimbangan istri ke2-nya ini, yang selalu menolong dan mendampingi sang suami melewati masa-masa sulit. Sama halnya dengan istri pertama. Ia adalah pasangan yang sangat setia dan selalu membawa perbaikan bagi kehidupan keluarganya. Wanita ini yang merawat dan mengatur semua kekayaan da bisnis sang suami. Akan tetapi, sang pedagang kurang mencintainya meski istri pertama ini begitu sayang kepadanya. Suatu hari si pedagang sakit dan menyadari ia akan segera meninggal. Ia meresapi semua kehidupan indahnya dan berkata dalam hati, Saat ini aku punya 4 istri. namun saat aku meninggal, aku akan sendiri. Betapa menyedihkan. Lalu pedagang itu memanggil semua istrinya dan bertanya pada istri ke-4-nya. Engkaulah yang paling kucintai, kuberikan kau gaun dan perhiasan indah. Nah, sekarang aku akan mati. Mau kah kamu mendampingi dan menemaniku? Ia terdiam. Tentu saja tidak! Jawab istri ke-4 dan pergi begitu saja tanpa berkata apa-apa lagi. Jawaban ini sangat menyakitkan hati. Seakan-akan ada pisau terhunus dan mengiris-iris hatinya. Pedagang itu sedih lalu bertanya pada isttri ke-3. Aku pun mencintaimu sepenuh hati dan saat ini hidupku akan berakhir. Maukah kau ikut denganku dan menemani akhir hayatku? Istrinya menjawab, Hidup begitu indah di sini, aku akan menikah lagi jika kau mati. Bagai disambar petir di siang bolong, sang pedagang sangat terpukul dengan jawaban tersebut. Badannya terasa demam. Kemudian ia memanggil istri ke-2. Aku selalu berpaling kepadamu setiap kali aku mendapat masalah dan kau selalu membantuku sepenuh hati. Kini aku butuh sekali bantuanmu. Kalau aku mati, maukah engkau mendampingiku? Jawab sang istri, maafkan aku kali ini aku tak bisa menolongmu. Aku hanya bisa mengantarmu hingga ke liang kubur. Nanti akan ku buatkan makam yang indahmu untukmu. Pedagang ini merasa putus asa. Dalam kondisi kecewa itu, tiba-tiba terdengar suara, Aku akan tinggal bersamamu dan menemanimu kemana pun kau pergi. Aku tak akan meninggalkanmu, aku akan setia bersamamu.

Pria itu lalu menoleh ke samping, dan mendapati istri pertamanya di sana. Ia tampak begitu kurus. Badannya seperti orang kelaparan. Merasa menyesal, sang pedagang lalu bergumam, Kalau saja aku bisa merawatmu lebih beik saat aku mampu, tak akan kubiarkan engkau kurus seperti ini, istriku. Sesungguhnya, kita punya 4 istri dalam hidup ini. Istri ke-4, TUBUH kita Seberapa banyak waktu dan biaya yang kita keluarkan untuk tubuh kita supaya tampak indah dan gagah. Semua ini akan hilang dalam suatu batas ruang dan waktu. Tak ada keindahan dan kegagahan yang tersisa saat kita menghadap-Nya. Istri ke-3, STATUS SOSIAL DAN KEKAYAAN Saat kita meninggal, semuanya akan pergi kepada yang lain. Mereka akan berpindah dan melupakan kita yang pernah memilikinya. Sebesar apapun kedudukan kita salam masyarakat dan sebanyak apapun harta kita, semua itu akan berpindah tangan dalam waktu sekejap ketika kita tiada. Istri ke-2, KERABAT DAN TEMAN Seberapa pun dekat hubungan kita dengan mereka, kita tak akan bisa terus bersama mereka. Hanya sampai liang kuburlah mereka menemani kita. Dan sesungguhnya istri pertam kita adalah JIWA DAN AMAL KITA Sebenarnya hanya jiwa dan amal kita sajalah yang mampu untuk terus setia mendampingi kemanapun kita melangkah. Hanya amal-lah yang mampu menolong kita di akhirat kelak. Jadi, selagi kita mampu, perlakukanlah jiwa kita dengan bijak serta jangan pernah malu untuk berbuat amal, memberikan pertolongan kepada sesama yang membutuhkan. Betapa pun kecilnya bantuan kita, pemberian kita menjadi sangat berarti bagi mereka yang memerlukannya. Mari kita belajar memperlakukan jiwa dan amal kita dengan bijak.

You might also like