You are on page 1of 14

VII. PENYAKIT BATU EMPEDU 1. BATU (dibuat oleh Shida) a. KOLELITIASIS b. KOLEDOKOLITIASIS 2. KOMPLIKASI BATU EMPEDU a.

KOLESISTITIS (oleh Shida) b. HYDROPS VESICA FELEA (i) Definisi Hidrops vesica felea merupakan suatu keadaan pembesaran kandung empedu yang dipenuhi oleh bahan-bahan mukus, jernih maupun keruh. Kondisi ini paling sering disebabkan oleh adanya batu pada vesica felea. Pada keadaan noninflammatory hydrops, pembesaran vesica felea paling sering disebabkan oleh batu yang menyumbat leher vesica felea, atau batu pada duktus sistikus [1]. (ii) Etiologi - Batu yang menyumbat di leher vesica felea atau pada duktus sistikus - Kolesistitis akut - Tumor polip atau keadaan keganasan pada vesica felea - Pendesakan vesica felea atau duktus sistikus dari luar (limfonodi ataupun jaringan fibrosis) atau metastasis dari keganasan hati, duodenum, atau kolon - Pada penggunaan nutrisi parenteral dalam waktu lama atau pada terapi ceftriaxone - Kelainan kongenital berupa penyempitan dari duktus sistikus - Parasit (ascaris) - Pada bayi dan anak-anak, non-inflammatory hydrops vesica felea dapat diaktifkan dengan hal-hal berikut ini: - Kawasaki syndrome - Streptococcal pharingitis - Mesenteric adenitis - Typhoid
Bahan Kuliah Gastroenterohepatologi Page 1

Leptospirosis Hepatitis Sindrom nefrotik Fibrocystic disease

Masalah-masalah lain yang dapat dikaitkan dengan hidrops vesica felea antara lain: - Hepatomegali, kista choledocal - Pseudokista pada pankreas - Massa pada ginjal - Massa pada glandula suprarenalis kanan - Kista mesenterikus - Kista parasitik - Massa kolon ascenden [1] (iii) Pemeriksaan penunjang - Laboratorium Tidak terdapat tes spesifik untuk menentukan penyebab hidrops vesica felea. Namun hasil laboratorium harus mencakup semua tes yang diperlukan dalam diagnosis kolesistitis akut. Study imaging Ultrasonografi, meskipun sepenuhnya tergantung pada operator, sangat sensitif dalam mendeteksi batu di kantong empedu. Sebuah kantong empedu, berdinding tipis dengan ukuran lebih dari 9 cm menunjukkan adanya gambaran hidrops vesica felea. Hal ini bisa disebabkan adanya batu pada infundibulum atau leher kandung empedu atau di duktus. Ultrasonografi dengan gambaran dinding menebal, dan sejumlah kecil cairan pericholecystic mungkin ada pasien dengan kolesistitis akut. Penebalan dinding kotor dan keruh, cairan kental dengan sedimen dan koleksi pericholecystic menunjukkan adanya pyocele empiema kandung mepedu. Ultrasonografi juga berguna dalam mengidentifikasi obstruksi duktus dan sangat sensitif dalam mengidentifikasi dilatasi bilier intrahepatik.

Bahan Kuliah Gastroenterohepatologi

Page 2

Skintigrafi (hepato-iminodiacetic asam [HIDA] scan) dapat ditunjukkan dalam kasus-kasus tidak jelas, walaupun hanya dapat memberikan bukti tidak langsung. Nonvisualisation kandung empedu menunjukkan sebuah kantong empedu yang terhambat dan mungkin kolesistitis akut; nonvisualisation di usus kecil menunjukkan obstruksi common bile duct (CBD). Computed tomography (CT) scanning mungkin ditujukan buat kasus-kasus di mana diagnosis tidak jelas atau dalam kondisi yang terkait lainnya dan/atau komplikasi harus dinilai. Kandung empedu baik divisualisasikan dengan CT-scan, namun batu mungkin sulit untuk diidentifikasi. Terkait dengan kondisi hati, pankreatitis, dan komplikasi seperti pembentukan abses dan perforasi kandung empedu mungkin lebih baik dinilai dengan CTscan. (iv) Penatalaksanaan Kolesistektomi adalah pengobatan definitif untuk pembesaran kandung empedu [1,2]. Laparoskopi kolesistektomi adalah gold standar yang dipakai saat ini. Kolesistektomi terbuka dapat dilakukan pada pasien dengan kandung empedu yang sangat besar, dengan dinding kandung empedu sangat menebal. Pembedahan laparoskopi bisa sulit dan memakan waktu. Pada pasien dengan tandatanda dan gejala sistemik, manajemen preoperatif harus mencakup koreksi hidrasi, drainase nasogastrik (bila perlu), dan sesuai terapi antibiotik spektrum luas [1]. (v) Komplikasi - Peradangan progresif menyebabkan kolesistitis akut - Kontaminasi bakteri empedu menyebabkan suatu empiema kandung empedu, pasien biasanya memiliki penampilan yang buruk dan sakit, organism memproduksi gas dapat menyebabkan emphysematous kandung empedu. - Perforasi kandung empedu dengan berikutnya abses pericholecystic atau peritonitis fluida dan komplikasi lain,
Bahan Kuliah Gastroenterohepatologi Page 3

diagnosis biasanya kuat diduga atas dasar klinis. Peritonei pseudomyxoma dapat hasil dari pecahnya mucocele kandung empedu. Perforasi dari kandung empedu ke duodenum hasil dalam fistula cholecystenteric. Hal ini terjadi ketika batu itu mengikis ke dalam usus yang berdekatan, biasanya duodenum. Gas di sistem bilier dapat terlihat pada radiografi polos dari perut atau di ultrasonograms. Jika batu besar, hal ini dapat mengakibatkan obstruksi dari usus kecil distal, menyebabkan ileus batu empedu. Vesica felea besar memampatkan pilorus atau duodenum, menyebabkan obstruksi lambung [1].

c. KOLANGITIS (oleh Shida) d. PANKREATITIS BILIER (i) Definisi Batu empedu yang terdapat di duktus biliaris komunis sering memiliki hubungan dengan terjadinya pankreatitis akut. Obstruksi duktus pankreatikus karena impaksi batu atau obstruksi sementara oleh batu yang kemudian melewati ampula dapat mengakibatkan pankreatitis [3]. (ii) Patofisiologi Batu empedu yang terjepit pada ampula vateri/sfingter oddi atau adanya mikrolitiasis dapat mengakibatkan pankreatitis akut karena refluks cairan empedu ke dalam saluran pankreas. Adanya mikrolitiasis ini diketahui dengan didapatkannya kristal-kristal (kolesterol monohidrat, kalsium bilirubinat, kalsium karbonat) via endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) atau dengan ditemukannya lumpur pada kandung empedu pada pemeriksaan ultrasonografi [4]. Pada pankreatitis akut juga terjadi autodigesti substansi pankreas oleh enzim pankreas yang aktif dan respon cedera sel yang diperantarai sitokin-sitokin inflamasi.

Bahan Kuliah Gastroenterohepatologi

Page 4

Tripsin disintesis didalam asinus sebagai proenzim tripsinogen. Karena kesalahan lalulintas tripsinogen maka zat ini diaktifkan di dalam asinus dan bukan di dalam duodenum. Setelah teraktifasi tripsin akan mengaktifasi proenzim lain seperti profosfolipase dan proelastase. Enzim-enzim yang teraktifasi ini menyebabkan disintegrasi sel asinus dan jaringan lemak sekitar pankreas, merusak serat elastik pembuluh darah sehingga terjadi kebocoran vaskular. Tripsin aktif juga mengubah prakalikrein menjadi bentuk aktifnya sehingga sistem kinin menjadi aktif dan, melalui pengaktifan faktor Hageman, memacu sistem pembekuan dan komplemen. Dengan cara ini terjadi trombosis pembuluh darah halus (yang dapat menyebabkan kongesti dan pecahnya pembuluh yang sudah melemah). Akibat lain pengaktifan prematur enzim adalah respon cedera sel asinus. Sel asinus yang rusak akan mengeluarkan sitokin poten yang menarik netrofil dan makrofag. Sel radang ini kemudian mengeluarkan lebih banyak sitokin seperti TNF, IL1, NO dan PAF ke dalam jaringan pankreas dan sirkulasi sehingga terjadi amplifikasi respon peradangan lokal dan sistemik [5]. (iii) Gejala Klinis Terdapat gejala trias klasik, yang selalu meningkatkan kemungkinan pankreatitis akut: - Nyeri perut; khas berupa nyeri epigastrik dengan onset mendadak (<30 menit), menjalar ke punggung, menghilang dalam <72 jam. Diseksi/ruptur aorta, khususnya bila disertai hipotensi, merupakan bagian dari diagnosis banding, seperti juga ulkus peptikum dan kolesistitis. - Muntah; yang juga penyebab hipovolemia - Ikterus; menunjukkan adanya kolangitis yang berhubungan dan meningkatkan kemungkinan batu empedu. Tingkat berat suatu serangan bisa bervariasi dari hampir tidak signifikan sampai membahayakan jiwa [6].

Bahan Kuliah Gastroenterohepatologi

Page 5

(iv) Pemeriksaan - Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik didapatkan perut tegang dan sakit terutama bila ditekan. Bunyi usus berkurang, kira-kira 90% disertai demam, takikardi dan leukositosis. Syok dapat terjadi bila banyak cairan dan darah hilang di daerah retroperitoneum atau intraperitoneum apalagi bila disertai muntah. Rangsangan cairan pankreas dapat menyebar ke perut bawah atau ke rongga dada kiri sehingga terjadi efusi pleura kiri. Umumnya tampak tanda ileus paralitik. Gangguan fungsi ginjal akut dapat pula ditemukan. Mungkin pula ditemukan ikterus akibat pembengkakan kaput pankreas atau hemolisis sel darah merah yang sering rapuh pada pankreatitis akut. Tetani dapat pula timbul bila terjadi hipokalsemia. Dapat ditemukan tanda Gray-Turner yaitu perubahan warna di daerah perut samping berupa bercak darah atau tanda Cullen yang berupa bercak darah di daerah pusar tetapi jarang terjadi. Tanda ini menunjukkan luasnya perdarahan retroperitoneal dan subkutis. Nyeri perut, gejala dan tanda perut lainnya serta gejala dan tanda sistemik dinilai dan dipisahkan menurut berat ringannya serangan pankreatitis. - Pemeriksaan penunjang a. Laboratorium Leukositosis (10.000 30.000 / L), proteinuria, glikosuria (pada 10 20 % kasus), hiperglikemia dan peningkatan serum bilirubin. Blood Urea Nitrogen (BUN) dan serum alkali fosfatase bisa meningkat dan tes koagulasi abnormal. Penurunan kalsium serum mengakibatkan terjadinya saponifikasi dan erat kaitannya dengan beratnya penyakit. Kadar kalsium serum yang kurang dari 7 mg/dL (bila albumin serum normal) dikaitkan dengan tetanus dan prognosisnya buruk. Kadar ALT (Alanin Transaminase) serum lebih dari 80 unit/L menunjukkan pankreatitis bilier. Kadar amilase dan lipase serum meningkat, biasanya lebih dari tiga kali dari batas normal dalam 24 jam pada 90% kasus. Pada pasien dengan asites dan efusi pleura kiri, kadar amilase meningkat. Peningkatan konsentrasi CBahan Kuliah Gastroenterohepatologi Page 6

Reactive Protein setelah 48 jam menunjukkan pankreatitis nekrosis. b. Radiografi. Pada pemeriksaan foto polos abdomen, dapat ditemukan distensi yeyunum karena paralisis segmen, distensi duodenum seperti huruf C, gambaran kolon transversum yang gembung tiba-tiba menyempit karena spasme setempat walaupun tidak spesifik dan juga hilangnya gambaran m.iliopsoas karena adanya cairan retroperitoneum. c. CT Scan. Pada pemeriksaan CT Scan abdomen ditemukan pembengkakan karena udem pankreas jelas, pelebaran duktus, cairan sekitar pankreas, dan mungkin batu empedu. d. USG. Ultrasonografi bisa memperlihatkan batu empedu pada pasien yang menderita pankreatitis batu empedu. (v) Penatalaksanaan Kebanyakan pankreatitis akut dapat dikelola secara konservatif. Prioritas pertama yang sangat penting pada pengobatan pankreatitis akut ialah perbaikan keadaan umum yaitu dengan pemberian cairan dan elektrolit yang memadai. Transfusi darah diperlukan pada pankreatitis hemoragik. Pasien harus dipuasakan untuk mengistirahatkan pankreas dan menghindarkan refleks gastropankreatik yang menyebabkan pelepasan gastrin. Pemasangan pipa nasogastrik penting untuk mengeluarkan cairan lambung, mencegah distensinya dan dekompresi ileus paralitik usus. Analgesik diberikan untuk kenyamanan pasien maupun untuk mengurangi rangsangan saraf yang diinduksi oleh stress atas sekresi lambung dan pankreas. Menurut David C. Sabiston, meperidin (Demerol ) digunakan untuk menggantikan morfin, karena morfin bisa menginduksi
Bahan Kuliah Gastroenterohepatologi Page 7

spasme sfingter Oddi. Menurut A. Nurman pula, dapat digunakan analgesik yang kuat seperti petidin dan selain itu dapat diberikan pentazokin [4]. Obat tambahan untuk mengurangi rangsangan pankreas, seperti antikolinergik (atropin atau glikopirolat [Robinul]), penghambat tripsin (aprotinin) atau hormon yang telah terbukti dalam percobaan menghambat sekresi eksokrin (glukagon atau somatostatin), belum ditemukan bermanfaat dalam penelitian berskala besar atau memerlukan evaluasi lebih lanjut sebelum penggunaan rutinnya dapat direkomendasikan. Prioritas kedua terapi suportif adalah untuk mencegah kemungkinan komplikasi pankreatitis. Kerana sebab utama kematian adalah sepsis, maka antibiotika biasanya diberikan. Penggunaan antibiotik secara rutin belum terbukti bermanfaat dan bermakna secara statistik. Salah satu keberatannya adalah meningkatnya resistensi mikroba dan risiko meningkatnya infeksi nosokomial akibat organisme nonenterik. Sainio et al, melaporkan pemberian antibiotika awal pada pasien yang mengalami nekrosis pankreas akut dengan cefuroxime 4,5 g/hari dibandingkan dengan plasebo dapat menurunkan mortalitas dan risiko sepsis (p=0,01). Berdasarkan data penelitian, antibiotika yang paling efektif adalah imipenem yang diberikan dengan dosis 0,5 g/8 jam secara intravena. IAP dan UK Working Party on Acute Pancreatitis menegaskan bahwa pemberian antibiotika profilaktik dapat menurunkan kejadian infeksi tetapi tidak menurunkan mortalitas. Apabila diberikan secara profilaktik disarankan lama pemberian berkisar antara 7-14 hari. [7,8] Antasid biasanya diberikan untuk mengurangi pengeluaran asam lambung ke duodenum dan risiko perdarahan sekunder terhadap gastritis atau duodenitis. Pemberian insulin dosis rendah diperlukan bila ada hiperglikemia, demikian juga kalsium glukonat bila kadar kalsium serum menurun. Sedangkan manfaat obat seperti glukagon, atropin dan inhibitor tripsin seperti trasilol diragukan karena hasilnya tidak memuaskan.

Bahan Kuliah Gastroenterohepatologi

Page 8

Pengambilan batu pada saluran empedu melalui koledokotomi atau papilotomi endoskopik sangat berguna pada pankreatitis yang disebabkan oleh batu empedu. Pembedahan juga diperlukan kalau ada indikasi yaitu apabila terdapat peritonitis umum, abses pankreas atau pada keraguan diagnosis dalam diagnosis banding dengan keadaan gawat abdomen lain yang memerlukan pembedahan segera. Tindak bedah yang diperlukan sering cukup berupa debrideman terbatas di jaringan pankreas dan sekitarnya yang nekrotik serta membuka semua kantung atau rongga di sekitar pankreas, mencuci dan membilas sebersih mungkin rongga peritoneum dari cairan pankreas disertai pemasangan penyalir beberapa buah [6]. Terapi pankreatitis batu empedu melibatkan penatalaksanaan konservatif awal dengan hidrasi intravena dan menahan masukan oral sampai gejala mereda. penentuan waktu kolesistektomi agak kontroversial. Secara klasik pembedahan ditunda untuk memungkinkan pankreatitis sembuh total dan kolesistektomi interval dilakukan 6 minggu kemudian. Tetapi banyak pasien (sampai 30 persen) akan mendapatkan gejala berulang selama interval 6 minggu ini. Sehingga banyak ahli bedah saat ini menganjurkan kolesistektomi dini setelah resolusi gejala pankreatitis (biasanya dalam 4 sampai 7 hari). Tak ada peningkatan morbiditas atau mortalitas dan lama perawatan total di rumah sakit telah menurun. Beberapa peneliti telah menganjurkan kolesistektomi segera, eksplorasi duktus koledokus dan sfingteroplasti dalam 72 jam pertama perawatan di rumah sakit untuk pankreatitis batu empedu. Perjalanan ini telah diusulkan sebagai cara menurunkan keparahan dan lama serangan pankreatitis. Lainnya mengusulkan sfingterotomi endoskopi dan pembuangan batu untuk melayani tujuan yang sama. Tetapi kebanyakan penelitian telah memperlihatkan bahwa pada hampir semua kasus, batu akan cepat keluar spontan (berbeda dari pasien Halsted dan Opie) serta bahwa intervensi segera dengan eksplorasi duktus koledokus tidak diperlukan [9].
Bahan Kuliah Gastroenterohepatologi Page 9

(vi) Komplikasi Komplikasi pankreatitis akut ini sangat bergantung pada perjalanan gambaran klinik. Yang paling sering terjadi adalah syok dan kegagalan fungsi ginjal. Hal ini terjadi selain oleh karena pengeluaran enzim proteolitik yang bersifat vasoaktif dan menyebabkan perubahan kardiovaskuler disertai perubahan sirkulasi ginjal, juga disebabkan oleh adanya sekuestrasi cairan dalam rongga retroperitoneum dan intraperitoneum terutama pada pankreatitis hemoragika dan nekrotikans. Kegagalan fungsi paru akibat pankreatitis akut kadang terjadi dan menimbulkan prognosis yang buruk. Hal ini terjadi akibat adanya toksin yang merusak jaringan paru yang secara klinis dicurigai bila ada tanda hipoksia ringan sampai udem paru yang berat berupa sindrom distres paru akut (Adult Respiratory Distress Syndrome, ARDS). Fungsi paru juga menurun akibat efusi pleura yang biasanya terjadi di sebelah kiri. Pergerakan diafragma sering terbatas akibat proses intraperitoneum. Nekrosis yang kemudian menjadi abses dapat terjadi dalam perjalanan pankreatitis akut. Proses lipolitik dan proteolitik menyebabkan thrombosis dan nekrosis iskemik sekunder sehingga mula-mula timbul massa radang atau flegmon atau abses yang steril. Invasi sekunder akan menimbulkan abses bacterial yang dapat menyebabkan syok septik. Komplikasi berupa perdarahan, terutama pada pankreatitis nekrotikans dapat menyebabkan kematian pasien. Sumber perdarahan dapat disebabkan oleh timbulnya tukak peptik dan erosi pembuluh darah sekitar pankreas disertai trombosis vena lienalis dan vena porta [10]. e. SIROSIS BILIER SEKUNDER (i) Definisi

Bahan Kuliah Gastroenterohepatologi

Page 10

Sirosis Bilier adalah peradangan saluran empedu di hati, yang pada akhirnya membentuk jaringan parut dan menyebabkan penyumbatan [12]. (ii) Etiologi - Obstruksi karena kolelitiasis (batu) ekstrahepatik - Atresia saluran empedu - Keganasan pada percabangan saluran empedu atau kaput pankreas - Striktur karena tindakan pembedahan sebelumnya [11] (iii) Gejala klinis Pada tahap awal, sirosis bilier sekunder mungkin tidak menunjukkan tanda atau gejala klinis. Gejala muncul ketika sejumlah besar empedu terhambat dan menumpuk di saluran empedu. Gejala awal yang umumnya timbul adalah: - Gatal kulit - Lemas (fatigue) - Jaundice (kulit dan mata tampak kekuningan) Gejala-gelaja lain termasuklah: - Demam - Nyeri tulang - Tinja warna dempul/abu-abu (pale-colored, foulsmelling, bulky stools) - Mudah memar - Rabun malam - Nyeri abdomen kanan - Penipisan tulang atau osteoporosis - Penumpukan lemak sekitar mata (fatty deposits around the eyes) - Retensi cairan - Masalah tiroid - Mulut kering - Mata kering - Arthritis [12] (iv) Patofisiologi (v) Penatalaksanaan
Bahan Kuliah Gastroenterohepatologi Page 11

Dalam menangani sirosis bilier sekunder, pengelolaan penyebab dasar dapat memperlambat perjalanan penyakit sehingga akhirnya dapat menyebabkan kerusakan hati. Namun penatalaksanaan sirosis itu sendiri dengan tujuan tatalaksana komplikasi, juga tatalaksana keadaan kesehatan yang memburuk karena disfungsi hati. Terapi termasuk : - Pengobatan berdasarkan etiologi - Hindari alkohol karena akan memperburuk fungsi hati walaupun alkohol bukan etiologi dasar dari penyakit pasien - Nutrisi supplement perlu untuk asupan kalori dan protein yang adekuat - Supplement besi memperbaiki nafsu makan - Supplement vitamin D kalau terjadi osteoporosis - Penanganan pruritus: - Kolestiramin bekerja dengan mengikat asam empedu di usus halus sehingga terbentuk ikatan komplek yang tidak dapat diabsorbsi ke dalam darah sehingga sirkulasinya dalam darah dapat dikurangi. Obat ini juga berperanan sebagai antipruritus. Dosis 1 g/kgBB/hari dibagi dalam 6 dosis. - Transplantasi hati [12,13]. - Penelitian Pupon mendapatkan dengan pemberian asam ursodeoksikolat 13-15 mg/kgBB/hari pada sirosis bilier ternyata dapat memperbaiki gejala klinis, uji fungsi hati dan prognosisnya [14].

Bahan Kuliah Gastroenterohepatologi

Page 12

DAFTAR PUSTAKA 1. Hydrops kandung empedu. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/48492289/PRESENTASIKASUS#, 2011 (Diakses pada 3 Augustus 2011) 2. Norton J. G., Gustav P. Diseases of the gallbladder and bile ducts. T. R. Harrison. Dalam Harrisons Principle Of Internal Medicine 16th Edition. 2005. Hlm 1886 3. Anna D. Cholelithiasis. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/38520691/CHOLELITHIASIS, 2010 (Diakses pada 3 Augustus 2011) 4. A. Nurman. Pankreatitis akut. Dalam Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. FKUI. 2006. Hlm 486-91 5. Sutedja W. Penyakit batu empedu. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/46603716/PENYAKIT-BATUEMPEDU, 2011 (Diakses pada 14 Augustus 2011) 6. Rahmalia A, Cut Novianty R. Penyakit batu empedu. Amalia S. At a glance medicine. Penerbit Erlangga. 2006. Hlm 218 7. Jean-Louis Frossard, Michael L Steer, Catherine M Pastor. Acute pancreatitis. Diunduh dari http://usagiedu.com/articles/acutepanc08/acutepanc08.pdf, 12 Januari 2008 (Diakses pada 31 Augustus 2011) 8. JB Suharjo. Manajemen pankreatitis akut. Diunduh dari http://www.facebook.com/note.php?note_id=10070948665205 7 (Diakses pada 22 Augustus 2011) 9. Sabiston J, Devid C. Sistem empedu. Dalam: Sars MG, Cameron LJ, editor. Buku Ajar Bedah, Edisi 18. Penerbit EGC: Jakarta; 2007. Hlm 137 10. Pankreatitis. Diunduh dari http://ilmubedah.info/pankreatitispatogenesis-20110217.html, 14 Februari 2011 (Diakses pada 3 Augustus 2011) 11. Dwijayanti L, Muttaqin H. Hati dan saluran empedu. Hartono. A. Dalam BS Dasar Patologis Penyakit Edisi 7. Penerbit EGC. 2009. Hlm 509-30 12. Secondary biliary cirrhosis. Diunduh dari http://digestion.ygoy.com/secondary-biliary-cirrhosis-causesand-symptoms/, 14 mei 2010 (Diakses pada 14 Augustus 2011)
Bahan Kuliah Gastroenterohepatologi Page 13

13. Secondary biliary cirrhosis. Diunduh dari http://www.rightdiagnosis.com/s/secondary_biliary_cirrhosis/in tro.htm (diakses pada 31 Augustus 2011) 14. Yusri D. Yorva Sayoeti. Sirosis hepatis dengan hipertensi portal dan pecahnya varices esophagus. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/51809447/Hal-73-Sirosis-heparJudul (Diakses pada 31 Agustus 2011)

Bahan Kuliah Gastroenterohepatologi

Page 14

You might also like