You are on page 1of 93

WALIKOTA MAKASSAR PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG

BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KOTA MAKASSAR TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR

TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR Nomor 2 Tahun 2008 TENTANG PEMBINAAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN, PENGEMIS DAN PENGAMEN DI KOTA MAKASSAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAKASSAR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjunjung tinggi nilainilai keadilan, ketertiban dan kemanfaatan sesuai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka dipandang perlu dilakukan pembinaan terhadap anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen agar mereka dapat menjadi warga Kota Makassar yang lebih bermartabat; b. bahwa mengingat keberadaan anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen cenderung membahayakan dirinya sendiri dan/atau orang lain dan ketentraman di tempat umum serta memungkinkan mereka menjadi sasaran eksploitasi dan tindak kekerasan, sehingga perlu segera dilakukan penanganan secara konfrehensif, terpadu dan berkesinambungan; c. bahwa pengaturan pembinaan anak Jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen yang ada tidak memadai lagi sehingga dipandang perlu membentuk Peraturan Daerah;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan c di atas, maka dipandang perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 29 tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822); 2. Undang-undang Nomor 6 tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1974 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3039); 3. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3143); 4. Undang-undang Nomor 4 tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republik IndonesiaI Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3134); 5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 4235); 6. Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenaga Kerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003

Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279 ); 7. Undang-undang Nomor 10 tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3389); 8. Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419); 9. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); 10. Undang-undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444); Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 1971 tentang Perubahan Batas-Batas Daerah Kota Makassar dan Kabupaten-kabupaten Gowa, Maros, dan Pangkajene dan Kepulauan dalam lingkungan daerah Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 1971, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2970); Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980

11.

12.

Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3177); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 1999 tentang Perubahan nama Kota Ujung Pandang menjadi Kota Makassar dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 193); Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota; Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 tahun 1983 tentang Koordinasi Usaha Kesejahteraan Sosial Gelandangan dan Pengemis;

14.

15.

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MAKASSAR DAN WALIKOTA MAKASSAR MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR TENTANG PEMBINAAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN, PENGEMIS DAN PENGAMEN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

a. b. c.

d. e.

f.

g.

h.

i.

Kota adalah Kota Makassar ; Walikota adalah Walikota Makassar; Perangkat Daerah adalah Organisasi/Lembaga pada Pemerintah Kota Makassar yang bertanggung jawab kepada Walikota Makasar dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan dan Satuan Polisi Pamong Praja sesuai dengan kebutuhan daerah; Dinas Sosial adalah Dinas Sosial Kota Makassar; Instansi terkait adalah unsur POLRI, unsur Pengadilan Negeri dan unsur Kejaksaan Negeri serta unit kerja dalam lingkup Pemerintah Kota Makassar yang mempunyai relevansi tupoksi dengan masalah anak jalanan, gelandangan pengemis dan pengamen serta unit kerja Dinas Kesejahteraan Sosial dan Perlindungan Masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan ; Kesejahteraan Sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial baik materil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmaniah, rohaniah yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga dan masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia serta tanggung jawab sosial; Organisasi Sosial adalah suatu perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam melaksanakan kegiatan usaha kesejahteraan sosial.; Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, Hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia; Hak Anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara;

j.

k. l. m. n. o. p. q.

r.

s.

t. u.

v. w.

Kesejahteraan Anak adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohaniah, jasmaniah maupun lingkungan sosialnya; Tempat Umum adalah tempat atau area yang diperuntukan untuk umum kecuali tempat ibadah; Anak adalah seseorang yang berusia dibawah 18 (delapanbelas) tahun; Anak Jalanan selanjutnya disebut Anjal adalah anak yang beraktifitas di jalanan antara 4 8 jam perhari; Anak Jalanan Usia Balita adalah anak jalanan yang berusia 0 - 5 tahun; Anak Jalanan Usia Sekolah adalah anak jalanan yang berusia 6 - 15 tahun,; Anak Jalanan Usia Produktif adalah anak jalanan yang berusia 14 - 18 tahun; Anak yang mempunyai masalah dijalanan adalah anak yang tidak mempunyai orang tua dan terlantar, anak terlantar, anak yang tidak mampu, anak yang dieksploitasi dan anak yang berkeliaran di tempat umum; Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat, kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan, diskriminasi dan eksploitasi yang mempunyai masalah dijalanan; Jalanan adalah tempat untuk lalu lintas orang atau kendaraan, serta tempat fasilitas publik yang digunakan untuk lalu lintas orang yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan; Pengguna Jalan adalah setiap orang yang menggunakan jalanan umum untuk lalu lintas orang atau kendaraan; Gelandangan adalah seseorang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai norma kehidupan yang layak dalam masyarakat, tidak mempunyai mata pencaharian dan tidak mempunyai tempat tinggal tetap; Gelandangan Psikotik adalah Gelandangan yang mempunyai gangguan jiwa; Pengemis adalah seseorang atau kelompok dan/atau bertindak atas nama lembaga sosial yang mendapatkan penghasilan dengan cara meminta-minta di jalanan dan/atau

x.

y. z.

aa.

bb.

cc.

dd.

ee.

di tempat umum dengan berbagai alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain; Pengemis Usia Produktif adalah pengemis yang berusia 19 59 termasuk pengemis yang bertindak atas nama lembaga sosial dan Panti Asuhan; Pengemis Usia Lanjut adalah pengemis yang berusia 60 tahun ke atas; Bekas penyandang penyakit kusta adalah seseorang yang menyandang penyakit kusta tetapi secara medis telah dinyatakan sembuh dengan mengalami kecacatan fisik; Pengamen adalah seseorang atau kelompok orang yg melakukan apresiasi seni melalui suatu proses latihan dengan menampilkan karya seni, yang dapat didengar dan dinikmati oleh orang lain, sehingga orang lain merasa terhibur yang kemudian orang lain memberikan jasa atau imbalan atas kegiatannya itu secara ikhlas; Pembinaan Pencegahan adalah kegiatan yang dilaksanakan secara terencana dan terorganisir untuk mencegah timbulnya anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen di jalanan melalui pemantauan, pendataan, penelitian, sosialisasi, pengawasan dan pengendalian yang dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen; Pembinaan Lanjutan adalah kegiatan yang dilaksanakan secara terencana dan terorganisir dengan maksud menekan, meniadakan, mengurangi dan mencegah meluasnya anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen untuk mewujudkan ketertiban di tempat umum; Usaha Rehabilitasi Sosial adalah proses refungsionalisasi dan pemantapan taraf kesejahteraan sosial untuk memungkinkan para penyandang masalah kesejahteraan sosial mampu melaksanakan kembali fungsi sosialnya dalam tatanan kehidupan dan penghidupan bermasyarakat dan bernegara; Pembinaan adalah segala upaya atau kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat untuk mengatasi masalah anak jalanan, gelandangan pengemis, pengamen dan keluarganya supaya dapat hidup dan mencari nafkah dengan tetap mengutamakan hak-hak dasar bagi kemanusiaan;

ff.

gg.

hh. ii.

jj.

kk.

Eksploitasi adalah memanfaatkan, memperalat dan memeras orang lain untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau lembaga baik material maupun non material; Pelaku Eksploitasi adalah seseorang atau kelompok yang memperalat, memanfaatkan atau memeras seseorang untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga, atau golongan orang yang memanfaatkan tenaga manusia secara tidak manusiawi; Orang tua adalah ayah dan atau ibu kandung atau ayah dan atau ibu tiri atau ayah dan atau ibu angkat dan atau wali; Tim Kelompok Kerja selanjutnya disebut Tim Pokja adalah gabungan yang terdiri dari berbagai unsur terkait dalam rangka pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen di Kota Makassar; Pengungkapan dan pemahaman masalah (assessment) adalah suatu proses kegiatan pengumpulan dan analisis data untuk mengungkapkan dan memahami masalah, kebutuhan, dan sistem sumber penerima pelayanan; Lembaga yang mengatasnamakan lembaga sosial (panti asuhan) adalah organisasi kemasyarakatan yang menghimpun dan mengurus anak terlantar, anak kurang mampu dan anak yatim piatu yang melakukan kegiatan di tempat umum dengan cara mengemis; BAB II ASAS, TUJUAN DAN SASARAN PEMBINAAN Pasal 2

Pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen dilakukan berdasarkan : a. Asas Pengayoman; b. Asas Kemanusiaan; c. Asas Kekeluargaan; d. Asas Keadilan; e. Asas Ketertiban dan Kepastian Hukum; f. Asas Keseimbangan, Keserasian dan Keselarasan. Pasal 3 Pembinaan terhadap anak jalanan, gelandangan pengemis dan pengamen dilakukan dengan tujuan :

a. b. c.

d. e.

f.

memberikan perlindungan dan menciptakan ketertiban serta ketentraman masyarakat; menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat sebagai warga negara yang harus dihormati; menjaga sifat-sifat kekeluargaan melalui upaya musyawarah dalam mewujudkan kehidupan bersama yang tertib dan bermartabat; menciptakan perlakuan yang adil dan proporsional dalam mewujudkan kehidupan bermasyarakat; meningkatkan ketertiban dalam masyarakat melalui kepastian hukum yang dapat melindungi warga masyarakat agar dapat hidup tenang dan damai; mewujudkan keseimbangan, keselarasan, keserasian antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara. Pasal 4

Sasaran pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen meliputi : a. anak yang berada di tempat umum yang berperilaku sebagai pengemis, pemulung dan pedagang asongan yang dapat mengganggu ketertiban umum, keamananan dan kelancaran lalu lintas termasuk anak yang beraktifitas atas nama organisasi sosial, yayasan, lembaga swadaya masyarakat (lsm) dan panti asuhan; b. pengamen yang melakukan aktifitas di jalanan berperilaku sebagai pengemis yang dapat membahayakan dirinya atau orang lain, keamanan dan kenyamanan lalu lintas; c. gelandangan, pengemis termasuk pengemis eks kusta, gelandangan psikotik dan penyandang cacat yang mengemis di tempat umum; d. pengguna jalan yang memberi uang dan/atau barang di tempat umum dengan alasan beramal dan karena rasa belas kasihan kepada anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen; e. orang tua dan/atau keluarga anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen; f. keluarga pengemis eks kusta dan penyandang kusta; g. pelaku eksploitasi baik orang tua sendiri maupun orang lain yang dengan sengaja menyuruh orang lain, keluarga dan

mempekerjakan anak dibawah umur untuk turun ke jalanan sebagai pengemis. BAB III PEMBINAAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN, PENGEMIS DAN PENGAMEN Bagian Pertama Program Pembinaan Pasal 5 (1) Dalam mewujudkan tujuan pembinaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 Peraturan Daerah ini diselenggarakan program yang terencana dan terorganisir; Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilakukan melalui pembinaan pencegahan, pembinaan lanjutan dan rehabilitasi sosial; Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini diatur dengan Peraturan Walikota. Bagian Kedua Pembinaan Paragraf Satu Pembinaan Pencegahan Pasal 6

(2)

(3)

(1)

(2)

Pembinaan Pencegahan dilakukan oleh pemerintah dan/atau masyarakat untuk mencegah berkembangnya dan meluasnya jumlah penyebaran dan kompleksitas permasalahan penyebab adanya anak di jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen; Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini meliputi : a. pendataan; b. pemantauan, pengendalian dan pengawasan; c. sosialisasi; d. kampanye.

10

(3)

(4)

Pembinaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan (2) pasal ini dilakukan oleh perseorangan, keluarga, kelompok organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial dan instansi terkait; Tata cara melakukan kerja sama dengan stake holder dan/atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini, pasal 21 ayat (5) dan pasal 32 ayat (7) Peraturan Daerah ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Walikota. Pasal 7

(1)

(2)

(3)

Pendataan sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (2) huruf a Peraturan Daerah ini dilakukan untuk memperoleh data yang benar tentang klasifikasi antara anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen; Pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilakukan oleh para pihak yang terlibat untuk pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (2) huruf a Peraturan Daerah ini dengan menyiapkan instrumen pendataan yang memuat tentang nama, alamat, daftar keluarga, kondisi tempat tinggal, latar belakang kehidupan sosial ekonomi, asal daerah, pekerjaan, status keluarga dan permasalahan pokok yang dihadapi; Pihak yang dimaksud ayat (2) pasal ini adalah Dinas Sosial dan/atau bekerja sama dengan instansi terkait serta lembaga swadaya masyarakat (LSM). Pasal 8

(1)

Pemantauan, pengendalian dan pengawasan terhadap sumber - sumber atau penyebab munculnya anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen sebagaimana dimaksud dalam pada Pasal 6 ayat (2) huruf b Peraturan Daerah ini dilakukan dengan cara : a. melakukan patroli di tempat umum yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Makassar; b. memberikan informasi tentang keberadaan anak jalanan, gelandangan pengemis dan pengamen yang melakukan aktifitas di tempat umum, secara perseorangan, keluarga maupun secara berkelompok.

11

(2)

Pemantauan, pengendalian dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilakukan oleh Dinas Sosial dan/atau bekerja sama dengan instansi terkait serta unsur masyarakat. Pasal 9

(1)

Sosialisasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (2) huruf c Peraturan Daerah ini yang dilakukan oleh instansi terkait, meliputi : a. sosialisasi secara langsung; b. sosialisasi secara tidak langsung. (2) Sosialisasi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini dilakukan oleh Dinas Sosial dan instansi terkait dan dapat bekerja sama dengan kelompok, organisasi sosial (Orsos) melalui kegiatan interaktif dan ceramah; (3) Sosialisasi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b pasal ini dapat melalui media cetak maupun media elektronik; (4) Sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2),dan (3) pasal ini ditujukan kepada perseorangan, keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat, organisasi sosial (Orsos) dan instansi terkait. Pasal 10 (1) Kampanye sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (2) huruf d Peraturan Daerah ini untuk mengajak dan mempengaruhi seseorang atau kelompok untuk ikut melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengendalian terhadap anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen; Kampanye dilakukan melalui kegiatan yang mengikutsertakan kelompok-kelompok masyarakat tertentu baik dalam bentuk pertunjukan, pertandingan, lomba, orasi, pemasangan rambu-rambu tentang larangan memberi uang di jalanan; Kegiatan kampanye dapat dilakukan bekerja sama dengan stakeholder yang memiliki kepedulian yang tidak mengikat;

(2)

(3)

12

(4)

Tata cara melakukan kerja sama dengan stake holder dan/atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini, pasal 21 ayat (5) dan pasal 32 ayat (7) Peraturan Daerah ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Paragraf Dua Pembinaan Lanjutan Pasal 11

(1)

(2)

Pembinaan lanjutan dilakukan terhadap anak jalanan, gelandangan pengemis dan pengamen sebagai upaya meminimalkan atau membebaskan tempat - tempat umum dari anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen. Pembinaan Lanjutan dilakukan dengan cara : a. Perlindungan; b. Pengendalian Sewaktu-waktu; c. Penampungan Sementara; d. Pendekatan Awal; e. Pengungkapan dan Pemahaman Masalah (assesment); f. Pendampingan Sosial; g. Rujukan. Pasal 12

(1)

(2)

(3)

Perlindungan sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (2) huruf a Peraturan Daerah ini dilakukan untuk menghalangi anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen untuk tidak turun di jalanan dengan cara melakukan posko yang berbasis di jalanan (in the street) dan tempat umum pada titik-titik rawan dimana anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen sering melakukan aktifitasnya; Pelaksanaan posko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilakukan oleh Dinas Sosial bekerja sama dengan unsur Satuan Polisi Pamong Praja, unsur POLRI dan atau unsur instansi terkait, unsur mahasiswa, lembaga sosial masyarakat (LSM); Pelaksanaan posko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini dilakukan kegiatan kampanye dan kegiatan sosialisasi;

13

(4)

Pelaksanaan Posko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini tidak dilakukan tindakan penangkapan akan tetapi dilakukan tindakan pengungkapan masalah berdasarkan situasi dan kondisi pada saat dilakukan kegiatan posko tersebut. Pasal 13

(1)

(2)

(3)

Pengendalian sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (2) huruf b Peraturan Daerah ini dilakukan oleh tim terpadu terdiri dari Dinas Sosial, unsur Satpol PP dan dapat dengan unsur POLRI; Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah kegiatan yang dilakukan secara koordinatif dengan instansi terkait terhadap anak Jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen serta kelompok atau perorangan yang mengatasnamakan lembaga sosial dan/atau panti asuhan yang melakukan aktivitas di tempat umum; Pengendalian sewaktu-waktu dilakukan dalam rangka perlindungan terhadap anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen serta kelompok atau perorangan yang mengatasnamakan lembaga sosial dengan memperhatikan hak-hak asasi manusia, perlindungan anak dan tujuan pembinaan. Pasal 14

(1)

Penampungan sementara sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (2) huruf c Peraturan Daerah ini dilakukan pembinaan yang dilakukan dengan sistem panti sosial pemerintah dalam waktu maksimal 10 hari, bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan sebagai pemilik panti sosial pemerintah yang dimaksud; (2) Penampungan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilakukan dalam rangka pembinaan yang meliputi bimbingan sosial, bimbingan mental spiritual, bimbingan hukum dan permainan adaptasi sosial (outbound); (3) Selama dalam penampungan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, Dinas Sosial bersama unsur instansi terkait yang tergabung dalam tim pokja melindungi dan menjamin hak asasi anak yang

14

bersangkutan, perlindungan anak dan tujuan pembinaan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 15 (1) Pendekatan awal melalui identifikasi dan seleksi terhadap anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (2) huruf d Peraturan Daerah ini dilakukan untuk menyeleksi berdasarkan indikator yang meliputi identitas diri, latar belakang pendidikan, status sosial dan permasalahan lingkungan sosial anak yang bersangkutan; (2) Identifikasi dan seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini digunakan sebagai landasan untuk menentukan tahapan proses pembinaan selanjutnya. Pasal 16 (1) Pengungkapan dan pemahaman masalah (assesment) sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (2) huruf e Peraturan Daerah ini, dilakukan untuk memahami dan mendalami masalah yang dihadapi dan untuk pemenuhan kebutuhan anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen; Masalah dan kebutuhan sebagaimana dimaksud pasal ini di bahas untuk selanjutnya dilakukan pembinaan sesuai potensi dan bakatnya masing-masing; Pengungkapan dan pemahaman masalah (assesment) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, dijadikan sebagai file permanen bagi setiap anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen. File tersebut akan digunakan untuk pemantauan dan pembinaan selanjutnya; Pengungkapan dan pemahaman masalah (assesment) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini dilakukan dengan studi kasus berdasarkan data yang diperoleh dan temu bahas (case conference).

(2) (3)

(4)

15

Pasal 17 (1) Pendampingan Sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (2) huruf f Peraturan Daerah ini dilakukan melalui bimbingan individual terhadap anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen serta keluarganya secara rutin dan berkesinambungan; Pendampingan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dapat dilakukan oleh pekerja sosial pemerintah maupun pekerja sosial swasta dan/atau lembaga sosial masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap penerima pelayanan. Pasal 18 Rujukan sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (2) huruf g Peraturan Daerah ini meliputi pelayanan kesehatan secara gratis, memfasilitasi untuk mengikuti pendidikan formal dan non formal, pengembalian bersyarat, pembinaan rehabilitasi sosial melalui sistem dalam panti, rumah sakit jiwa bagi penyandang psikotik, rumah sakit kusta, pendampingan hukum, perlindungan khusus serta di proses secara hukum sesuai perundang-undangan yang berlaku. Paragraf Tiga Usaha Rehabilitasi Sosial Pasal 19 (1) Untuk memantapkan taraf kesejahteraan sosial penerima pelayanan agar mereka mampu melakukan kembali fungsi sosialnya dalam tata kehidupan bermasyarakat maka harus diadakan rehabilitasi sosial; Sasaran usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah : - Anak Jalanan Usia Produktif; - Anak Jalanan Usia Balita; - Anak Jalanan Usia Sekolah; - Gelandangan Psikotik; - Gelandangan Usia Lanjut; - Pengemis Usia Produktif; - Pengemis Usia Lanjut; - Pengemis Eks Kusta

(2)

(2)

16

(3)

- Pengemis yang mengatasnamakan Lembaga Sosial atau Panti Asuhan; - Pengamen yang beraktifitas di jalanan. Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) pasal ini dilakukan melalui sistem panti dan/atau luar panti. Pasal 20

Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (2) Peraturan Daerah ini bagi anak jalanan usia produktif, dengan jenis kegiatan, yaitu : a. Bimbingan Mental Spiritual; b. Bimbingan Fisik; c. Bimbingan Sosial; d. Bimbingan dan Pelatihan Keterampilan; e. Bantuan Stimulans Peralatan Kerja; f. Penempatan. Pasal 21 (1) Bimbingan mental spiritual sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 huruf a Peraturan Daerah ini dilakukan untuk membentuk sikap dan perilaku seseorang maupun kelompok sesuai dengan norma yang berlaku dimasyarakat yang meliputi bimbingan keagamaan, bimbingan budi pekerti dan bimbingan norma-norma kehidupan; (2) Bimbingan fisik sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 huruf b Peraturan Daerah ini meliputi kegiatan olah raga dan pemeriksaan kesehatan; (3) Bimbingan sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 huruf c Peraturan Daerah ini sebagai upaya untuk memberikan motivasi dan menumbuh kembangkan kesadaran dan tanggung jawab sosial dalam membantu memecahkan permasalahan sosial baik perorangan maupun secara berkelompok; (4) Bimbingan dan pelatihan keterampilan sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 huruf d Peraturan Daerah ini disesuaikan dengan kemampuan bakat individu dengan kebutuhan pasar kerja sebagai upaya dan bekal yang dapat

17

digunakan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak serta menciptakan kemandirian individu; (5) Bimbingan dan pelatihan keterampilan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) pasal ini dilakukan di dalam panti rehabilitasi sosial dan/atau dilaksanakan dalam bentuk kerja sama (kemitraan) dengan instansi terkait dan/atau stake holder; (6) Bantuan stimulans peralatan kerja sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 huruf e Peraturan Daerah ini sebagai motivasi untuk mengembangkan usaha yang dimiliki sesuai dengan jenis keterampilan yang diperoleh; (7) Penempatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 huruf f Peraturan Daerah ini dilakukan untuk memfasilitasi penerima pelayanan yang memiliki keterampilan untuk memperoleh kesempatan kerja yang dapat menciptakan penghasilan pada tempat yang layak agar dapat hidup mandiri dan/atau kembali ke keluarga dan masyarakat. Pasal 22 (1) Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (2) Peraturan Daerah ini bagi anak jalanan usia balita, dilakukan melalui pendekatan pembinaan dalam keluarga berupa pendampingan dan pemberian makanan tambahan; Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini melakukan kegiatan Pendidikan Pra Sekolah yang mencakup permainan anak, pengembangan bakat dan minat; Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini dilaksanakan oleh pekerja sosial profesional, pekerja sosial masyarakat, anggota lembaga sosial masyarakat dan anggota karang taruna yang telah mengikuti bimbingan dan pelatihan pendampingan. Pasal 23 Jenis usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada pada Pasal 19 ayat (2) Peraturan Daerah ini bagi anak jalanan usia sekolah, meliputi :

(2)

(3)

18

a. b. c. d. e. f.

Bimbingan Mental Spiritual; Bimbingan Fisik; Bimbingan Sosial; Bimbingan Pra Sekolah; Bantuan Stimulans Beasiswa dan Peralatan Sekolah; Penempatan. Pasal 24

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

Bimbingan mental spiritual sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 huruf a Peraturan Daerah ini dilakukan untuk membentuk sikap dan perilaku anak, agar berkeinginan sekolah atau kembali ke bangku sekolah formal melalui bimbingan keagamaan, bimbingan budi pekerti dilakukan oleh Pendamping; Bimbingan fisik sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 huruf b Peraturan Daerah ini meliputi kegiatan olah raga dan pemeriksaan kesehatan; Bimbingan sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 huruf c Peraturan Daerah ini sebagai upaya untuk memberikan motivasi dan menumbuh kembangkan kesadaran dan kemandirian untuk membantu memecahkan permasalahannya sendiri; Bimbingan Pra Sekolah sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 huruf d Peraturan Daerah ini dilakukan pendalaman terhadap kemampuan individu sebagai upaya untuk mempersiapkan penerima pelayanan memasuki dunia pendidikan formal yang lebih terarah, terbina dan pengenalan kondisi situasi sekolah serta memberikan pemahaman dan pengertian pada matapelajaran sekolah sesuai dengan strata sekolah yang dilakukan oleh instansi terkait, pendamping dan stakeholder; Bantuan stimulans beasiswa dan peralatan sekolah sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 huruf e Peraturan Daerah ini sebagai motivasi belajar dan meringankan beban keluarga penerima pelayanan; Bantuan stimulans sebagaimana dimaksud ayat (5) pasal ini akan dilaksanakan dalam bentuk kerja sama (kemitraan) dengan dinas terkait dan/atau stake holder; Penempatan sebagaimana dimaksud Pasal pada 23 huruf f Peraturan Daerah ini meliputi kegiatan pengembalian ke

19

keluarga dan/atau difasilitasi untuk memperoleh kesempatan mengikuti pendidikan formal dan non formal sebagai berikut: a. pendidikan formal dilakukan berdasarkan strata sekolah dengan pertimbangan usia anak dan lokasi sekolah yang dekat dengan alamat rumah; b. pendidikan non formal dimaksudkan untuk memfasilitasi anak putus sekolah dengan mempertimbangkan usia anak yang akan dirujuk untuk memasuki program paket A,B dan C. Pasal 25 (1) Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (2) Peraturan Daerah ini bagi gelandangan psikotik dimaksudkan untuk mengembalikan fungsi sosialnya dengan merujuk ke rumah sakit jiwa, dikembalikan kepada keluarga atau ke daerah asal yang dilaksanakan dalam bentuk kerja sama (kemitraan) dengan instansi terkait dan atau stake holder. (2) Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini sebagai berikut: a. merujuk kerumah sakit jiwa dalam upaya penyembuhan; b. mengembalikan kepada pihak keluarga atau ke daerah asal yang telah dinyatakan sehat dari rumah sakit bersangkutan. Pasal 26 (1) Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (2) Peraturan Daerah ini bagi gelandangan usia lanjut dan pengemis usia lanjut dimaksudkan untuk memperoleh penghidupan dan kehidupan yang layak; Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini dilakukan melalui upaya : a. pembinaan keluarga; b. rujukan. Pembinaan keluarga sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a Pasal ini dilakukan melalui bimbingan dan motivasi agar tumbuh kesadaran dan percaya diri untuk tidak melakukan kegiatan sebagai gelandangan dan pengemis; Rujukan sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b Pasal ini adalah ke panti jompo;

(2)

(3)

(4)

20

(5) Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud ayat (1), (2), (3) dan (4) pasal ini dilakukan oleh Dinas Sosial, instansi terkait dan panti jompo. Pasal 27 (1) Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (2) Peraturan Daerah ini bagi pengemis usia produktif dilakukan untuk memperoleh penghidupan dan kehidupan yang layak dan bermartabat. Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilakukan melalui upaya : a. Bimbingan Mental Spiritual; b. Bimbingan Sosial; c. Pelatihan Keterampilan dan Kewirausahaan; d. Bantuan Stimulans Peralatan Kerja dan/atau Modal Usaha; e. Pengembalian dan atau Pemulangan ke Daerah Asal. Pasal 28 (1) Bimbingan mental spiritual sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (2) huruf a Peraturan Daerah ini dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran, sikap dan perilaku bagi pengemis usia produktif agar tidak melakukan aktifitas mengemis di tempat umum; (2) Bimbingan sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (2) huruf b Peraturan Daerah ini sebagai upaya untuk memberikan motivasi dan menumbuhkembangkan kesadaran dan kemandirian untuk membantu memecahkan permasalahannya sendiri; (3) Pelatihan keterampilan dan kewirausahaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (2) huruf c Peraturan Daerah ini dilakukan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan sosial dimana berdomisili; (4) Bantuan stimulans peralatan kerja dan atau modal usaha sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (2) huruf d Peraturan Daerah ini diberikan kepada pengemis usia produktif yang telah mengikuti kegiatan pelatihan dan disesuaikan dengan keterampilan yang dimiliki untuk

(2)

21

(5)

(6)

menumbuhkembangkan kemandirian usaha sehingga dapat hidup secara layak dan bermartabat; Bantuan stimulans modal usaha sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (2) huruf d Peraturan Daerah ini diberikan kepada pengemis usia produktif berupa modal usaha yang disesuaikan dengan jenis usaha ekonomis produktif dan keterampilan yang dimiliki; Pengembalian dan atau pemulangan ke daerah asal sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (2) huruf e Peraturan Daerah ini dimaksudkan sebagai upaya untuk dapat kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat yang dilaksanakan oleh petugas Dinas Sosial dan atau Satpol PP. Pasal 29

(1)

Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (2) Peraturan Daerah ini bagi pengemis eks kusta dilakukan agar yang bersangkutan memperoleh penghidupan dan kehidupan yang layak; (2) Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilakukan melalui upaya : a. bimbingan mental spiritual; b. bimbingan sosial ; c. bimbingan hukum; d.pelatihan keterampilan dan kewirausahaan untuk keluarga; e. bantuan stimulans untuk keluarga; f. pengembalian dan/atau pemulangan ke daerah asal. Pasal 30 (1) Bimbingan mental spiritual sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (2) huruf a Peraturan Daerah ini dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran, sikap dan perilaku bagi eks kusta agar tidak melakukan aktifitas mengemis di tempat umum; Bimbingan sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (2) huruf b Peraturan Daerah ini sebagai upaya untuk memberikan motivasi kepada penerima pelayanan agar tidak melakukan aktifitas mengemis di tempat umum;

(2)

22

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

Bimbingan hukum sebagaimana dimaksud pada pasal 29 ayat (2) huruf c Peraturan Daerah ini dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran hukum dan dapat mengetahui bahwa keberadaan mereka mengemis di tempat umum mengganggu ketertiban umum; Pelatihan keterampilan dan kewirausahaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (2) huruf d Peraturan Daerah ini dilakukan untuk memberi pengetahuan dan keterampilan sesuai kemampuan yang mereka miliki kepada keluarga eks kusta yang memiliki anggota keluarga usia produktif; Bantuan stimulans sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (2) huruf e Peraturan Daerah ini diberikan kepada keluarga eks kusta yang telah mengikuti kegiatan pelatihan, dilakukan untuk menumbuhkan keinginan berusaha agar dapat menciptakan kemandirian usaha sehingga dapat hidup secara layak; Pengembalian (pemulangan) ke daerah asal sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (2) huruf f Peraturan Daerah ini sebagai upaya untuk dapat kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat; Pengembalian (pemulangan) ke daerah asal sebagaimana dimaksud ayat (6) pasal ini dilakukan oleh petugas Dinas Sosial dan Satpol PP; Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pasal ini dilakukan oleh Dinas Sosial, instansi terkait dan lintas daerah. Pasal 31

(1)

(2)

Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (2) Peraturan Daerah ini bagi pengamen yang melakukan aktifitas di jalanan dimaksudkan untuk memberikan peluang dan kesempatan untuk memperoleh aktifitas yang bersifat produktif dan penyaluran bakat seni, sehingga tercipta keteraturan dan kedisiplinan hidup; Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, dilakukan upaya berupa : a. Bimbingan Mental Spiritual; b. Bimbingan Sosial ; c. Bimbingan Hukum; d. Pelatihan Keterampilan dan Kewirausahaan; e. Bantuan Stimulans;

23

f. Pendidikan Non Formal (Paket A,B,C); g. Pembinaan Pola Kemitraan Usaha; h. Pelatihan Pengembangan Bakat Seni. Pasal 32 (1) Bimbingan mental spiritual sebagaimana dimaksud pada Pasal 31 ayat (2) huruf a Peraturan Daerah ini dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran, sikap dan perilaku bagi pengamen agar tidak melakukan aktivitas di jalanan; (2) Bimbingan sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 31 ayat (2) huruf b Peraturan Daerah ini sebagai upaya untuk memberikan motivasi kepada penerima pelayanan agar tidak melakukan aktivitas di jalanan; (3) Bimbingan hukum sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (2) huruf c Peraturan Daerah ini dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran hukum dan dapat mengetahui bahwa aktifitas mereka mengamen di jalanan, mengganggu ketertiban umum; (4) Pelatihan keterampilan dan kewirausahaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 31 ayat (2) huruf d Peraturan Daerah ini dilakukan untuk memberi pengetahuan dan keterampilan sesuai kemampuan yang mereka miliki; (5) Bantuan stimulans sebagaimana dimaksud pada Pasal 31 ayat (2) huruf e Peraturan Daerah ini dilakukan untuk menumbuhkan keinginan berusaha agar dapat menciptakan kemandirian usaha sehingga dapat hidup secara layak; (6) Pendidikan non formal (Paket A,B,C) sebagaimana dimaksud pada Pasal 31 ayat (2) huruf f Peraturan Daerah ini dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada pengamen yang putus sekolah dan masih memiliki keinginan untuk memperoleh pendidikan formal; (7) Pembinaan pola kemitraan usaha sebagaimana dimaksud pada Pasal 31 ayat (2) huruf g Peraturan Daerah ini dilakukan sebagai upaya untuk menciptakan kesempatan bagi stakeholder baik secara individu, kelompok, lembaga, perusahaan dan masyarakat untuk ikut berperan secara aktif dalam melaksanakan kegiatan pembinaan pengembangan kewirausahaan dan bakat seni yang dimiliki pengamen;

24

(8)

Pelatihan pengembangan bakat seni sebagaimana dimaksud pada Pasal 31 ayat (2) huruf h Peraturan Daerah ini sebagai proses untuk melatih dan mengembangkan bakat seni pengamen baik secara individu maupun kelompok dalam kegiatan klinik musik dan/atau pertunjukan yang dapat dijadikan sebagai kompetisi untuk menambah wawasan, kemampuan dan kualitas musik. Pasal 33

(1)

(2)

Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (2) Peraturan Daerah ini bagi pengemis yang mengatasnamakan lembaga sosial atau panti asuhan dimaksudkan untuk melakukan pembinaan dan pengendalian kelembagaan yang dilaksanakan berdasarkan standarisasi sistem pelayanan panti asuhan; Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, dilakukan sebagai upaya, untuk : a. Penyadaran Hukum; b. Konfirmasi Kelembagaan; c. Pembinaan Keluarga; d. Pemulangan ke Daerah Asal. Pasal 34

(1)

(2)

Penyadaran hukum sebagaimana dimaksud pada Pasal 33 ayat (2) huruf a Peraturan Daerah ini dilakukan oleh tim pokja bersama pengurus lembaga sosial atau panti sosial untuk memberikan kesadaran hukum sehingga dapat memahami, mengerti dan mengetahui bahwa aktifitas yang mereka lakukan merugikan dan meresahkan masyarakat, dan/atau merupakan pelanggaran hukum berupa tindak penipuan yang dapat di proses secara hukum berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana; Konfirmasi kelembagaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 33 ayat (2) huruf b Peraturan Daerah ini dapat dilakukan oleh tim pokja bersama pengurus lembaga sosial atau panti asuhan yang merasa dirugikan untuk mengetahui keterlibatan lembaga sosial yang merekomendasi aktivitas pengemis yang mengatas namakan lembaga sosial atau panti asuhan;

25

(3)

(4)

Pembinaan keluarga sebagaimana dimaksud pada Pasal 33 ayat (2) huruf c Peraturan Daerah ini dimaksudkan sebagai upaya penguatan keluarga agar dapat terlibat secara langsung untuk memberikan pembinaan dan pengarahan terhadap keluarganya agar tidak lagi melakukan aktivitas mengemis yang mengatasnamakan lembaga sosial atau panti asuhan; Pemulangan ke daerah asal sebagaimana dimaksud pada pasal 33 ayat (2) huruf d Peraturan Daerah ini dimaksudkan sebagai upaya untuk dapat kembali kelingkungan keluarga, masyarakat dan daerah asal. Bagian Ketiga Eksploitasi Pasal 35

(1) (2)

(3)

(4)

Setiap orang dan/atau badan dengan alasan apapun di larang melakukan eksploitasi dalam wilayah kota; Pelaku eksploitasi sebagai mana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dapat dilakukan oleh kedua orang tua dan/atau orang lain. Untuk pelaku eksploitasi yang dilakukan oleh kedua orang tua dapat dilakukan pembinaan dalam batas waktu tertentu, sementara pelaku eksploitasi yang dilakukan oleh orang lain dilakukan pola pengendalian melalui proses hukum sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang berlaku; Pemerintah Kota dan/atau anggota masyarakat berkewajiban melakukan usaha pembinaan bagi pelaku eksploitasi atau yang dicurigai telah mengeksploitir anak jalanan, gelandangan, pengemis, dan pengamen serta pengemis yang mengatasnamakan lembaga sosial atau panti asuhan baik untuk tujuan ekonomi maupun untuk dipekerjakan khususnya bagi anak dibawah umur; Bentuk usaha pembinaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) pasal ini berupa : a. pembinaan dan penyuluhan yang berkaitan dengan undang-undang perlindungan anak melalui perorangan maupun kelompok lewat media elektronik, rumah ibadah maupun media cetak serta penyebar luasan informasi

26

melalui brosur, pamplet, spanduk, papan bicara dan dialog interaktif; b. sosialisasi dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa eksploitasi terhadap anak melanggar peraturan dan perundang-undangan yang berlaku; c. melakukan pemantauan, pengamatan dan pengawasan sebagai upaya untuk mengetahui pelaku eksploitasi atau yang dicurigai melakukan eksploitasi, selanjutnya dilaporkan kepada yang berwenang untuk ditindaklanjuti sesuai proses hukum yang berlaku; Bagian Keempat Pemberdayaan Pasal 36 (1) Pemberdayaan terhadap keluarga anak jalanan, keluarga gelandangan pengemis, keluarga pengamen dan keluarga eks kusta dimaksudkan sebagai upaya untuk melakukan kegiatan peningkatan kesejahteraan sosial; Keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah terdiri atas orang tua kandung, saudara kandung, anak kandung, kakek dan nenek dan/atau walinya; Pemberdayaan keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah suatu proses penguatan keluarga yang dilakukan secara terencana dan terarah melalui kegiatan bimbingan dan pelatihan keterampilan; Kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (3) pasal ini dilakukan oleh Dinas Sosial dan/atau melibatkan lembaga sosial yang memiliki kegiatan usaha kesejahteraan sosial; Pemberdayaan keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan pendampingan yang dilaksanakan oleh Pekerja Sosial Profesional, Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), anggota lembaga sosial masyarakat yang telah mengikuti bimbingan dan pelatihan pendampingan.

(2)

(3)

(4)

(5)

27

Pasal 37 Kegiatan pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 36 ayat (1) Peraturan Daerah ini dilaksanakan melalui : a. Pelatihan Keterampilan Berbasis Rumah Tangga; b. Pelatihan Kewirausahaan; c. Pemberian Bantuan Modal Usaha Ekonomis Produktif (UEP); d. Pembentukan Kelompok Usaha Bersama (KUBE); e. Pengembangan Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Pasal 38 (1) Pelatihan keterampilan berbasis rumah tangga sebagaimana dimaksud pada pasal 37 huruf a Peraturan Daerah ini dilakukan untuk memberi pengetahuan dan keterampilan yang disesuaikan dengan bakat dan minat serta lingkungan sosialnya, yang dilaksanakan bekerja sama dengan lintas sektoral dan stake holder; Pelatihan kewirausahaan sebagaimana dimaksud pada pasal 37 huruf b Peraturan Daerah ini dilakukan untuk memberi pemahaman dan pengetahuan tentang prinsipprinsip usaha kecil dan menengah yang disesuaikan dengan keterampilan yang mereka miliki dan berdasarkan kondisi lingkungan tempat mereka berdomisili sehingga mereka dapat termotivasi untuk melakukan aktifitas usaha mandiri guna membantu penghasilan keluarganya; Pemberian bantuan modal usaha ekonomis produktif (UEP) sebagaimana dimaksud pada pasal 37 huruf c Peraturan Daerah ini dilakukan guna memberikan bantuan stimulan berupa barang / bahan dagangan dan/atau modal usaha kecil sebagai modal dasar dalam rangka membentuk dan memotivasi untuk menciptakan kemandirian keluarga yang dilakukan secara perorangan; Pembentukan kelompok usaha bersama (KUBE) sebagaimana dimaksud pada pasal 37 huruf d Peraturan Daerah ini dimaksudkan untuk mengembangkan usaha ekonomis produktif melalui pembinaan dalam bentuk pengelompokan keluarga yang memiliki jenis usaha yang sama antara 5 sampai 10 keluarga;

(2)

(3)

(4)

28

(5)

Pengembangan kelompok usaha bersama (KUBE) sebagaimana dimaksud pada Pasal 37 huruf e Peraturan Daerah ini dimaksudkan untuk mengembangkan kelompok usaha bersama yang berhasil melalui pendekatan pemberian modal usaha pengembangan. Bagian Kelima Bimbingan Lanjut Pasal 39

(1)

(2)

Bimbingan lanjut terhadap anak jalanan, gelandangan, pengemis, pengamen, eks kusta dan keluarga yang telah mendapat pembinaan pencegahan, pembinaan lanjutan dan usaha rehabilitasi sosial dilaksanakan untuk monitoring dan evaluasi hasil kinerja secara terencana dan berkesinambungan; Bimbingan lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilakukan melalui kegiatan monitoring evaluasi dengan cara kunjungan rumah. Pasal 40

(1)

Sasaran bimbingan lanjut, adalah : - Anak Jalanan Usia Produktif; - Anak Jalanan Usia Balita; - Anak Jalanan Usia Sekolah; - Gelandangan Psikotik; - Gelandangan Usia Lanjut; - Pengemis Usia Produktif; - Pengemis Usia Lanjut; - Pengemis Eks Kusta; - Pengemis yang mengatasnamakan Lembaga Sosial atau Panti Asuhan; - Pengamen yang beraktifitas di jalanan. Bimbingan lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini menjadi rujukan untuk melakukan kegiatan pengembangan usaha dan pengembangan kemandirian.

(2)

29

Bagian Keenam Partisipasi Masyarakat

Pasal 41 (1) Masyarakat dapat berpartisipasi dalam melakukan pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis, eks kusta, pengamen dan keluarga; Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilakukan dengan cara pembinaan pencegahan, pembinaan lanjutan dan rehabilitasi sosial; Partisipasi yang dilakukan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) pasal ini berupa pembinaan terhadap anak jalanan, gelandangan, pengemis, eks kusta dan pengamen serta pengemis yang mengatasnamakan lembaga sosial atau panti asuhan untuk tidak melakukan kegiatan mengemis di tempat umum; Bentuk kegiatan dimaksud pada ayat (3) pasal ini adalah dengan cara tidak membiasakan memberi uang atau barang kepada anak jalanan, gelandangan, pengemis, eks kusta, pengamen yang beraktifitas di jalanan serta pengemis yang mengatasnamakan lembaga sosial atau panti asuhan yang ada di tempat umum. Pasal 42 Masyarakat yang berkeinginan untuk berpartisipasi di dalam kegiatan pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis, eks kusta, pengamen serta pengemis yang mengatasnamakan lembaga sosial atau panti asuhan dapat menyalurkan langsung kepada panti sosial resmi yang ada dan/atau melalui rekening resmi Pemerintah. BAB IV HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 43 (1) Setiap pengguna jalan berhak dan berkewajiban untuk hidup damai, aman dan tenteram tanpa ada tekanan;

(2)

(3)

(4)

30

(2)

(3)

Hak dan kewajiban pengguna jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini berupa : a. kenyamanan dan keamanan di dalam melakukan aktifitasnya dijalanan. b. perlindungan dari hal-hal yang dapat membahayakan atau menghambat dirinya di jalan. Pengguna jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini wajib menjaga ketertiban umum dan mencegah hal-hal yang dapat merintangi serta membahayakan kelancaran arus lalu lintas. Pasal 44

(1) Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi; 2) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadi sesuai dengan tingkat kecerdasan, minat dan bakatnya; (3) Setiap anak berkewajiban untuk menghormati orang tua, wali, guru dan mencintai keluarga, masyarakat, tanah air, bangsa dan negara, menyayangi teman serta menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya sehingga dapat melaksanakan etika dan akhlak yang mulia; (4) Orang tua memiliki hak dan kewajiban untuk bertanggung jawab dalam mengurus, memelihara, melindungi anak dan menumbuhkembangkan anak sesuai dengan bakat dan minatnya; (5) Setiap masyarakat memiliki kewajiban dan tanggung jawab terhadap perlindungan anak yang dilaksanakan melalui kegiatan peningkatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak; (6) Pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi manusia setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya, bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak dan kondisi fisik atau mental anak.

31

Pasal 45 Untuk mewujudkan hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada pasal 43 dan 44 Peraturan Daerah ini dilakukan pembinaan berupa : a. Sosialisasi ke masyarakat umum dengan melakukan penyuluhan sosial dalam bentuk perorangan atau kelompok, baik melalui media elektronik, media cetak dan brosur, papan bicara dan dialog interaktif; b. Melakukan pengawasan dan penyidikan secara berkesinambungan yang dilakukan oleh pihak POLRI dan PPNS; c. Pengawasan dilakukan oleh petugas yang ditugaskan untuk maksud tersebut bekerja sama dengan pihak Satpol PP dan POLRI untuk melakukan pengawasan kepada pengguna jalan atau yang melakukan aktivitas atau berhenti dimana tempat itu dilarang untuk memberi uang atau barang serta menjual barang di tempat umum; d. Setiap orang atau sekelompok orang yang menggunakan jalan bukan sebagai fungsi jalan dapat diberikan peringatan dan teguran, dapat diancam dengan kurungan atau denda melalui proses hukum yang berlaku; e. Setiap orang atau sekelompok orang dapat melakukan pengawasan secara langsung terhadap pemakai jalan yang melakukan pemberian uang atau barang dan/atau membeli sesuatu atau bertransaksi dijalanan melalui pembuktian secara sepihak (dengan cara memotret dan/atau merekam pelaku), selanjutnya dapat dilaporkan kepada Pemerintah setempat atau pada Pihak Dinas Sosial, Satpol PP dan POLRI. BAB V LARANGAN Pasal 46 Setiap orang atau anak jalanan, gelandangan dan pengemis dilarang mengemis, atau menggelandang di tempat umum.

32

Pasal 47 (1) Setiap orang atau kelompok dilarang melakukan aktifitas mengamen di jalanan, kecuali tempat umum yang direkomendasikan oleh Walikota; Pengamen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah mereka yang memiliki kartu anggota sebagai pengamen. Pasal 48 (1) Setiap orang atau sekelompok orang dilarang melakukan kegiatan mengemis yang mengatasnamakan lembaga sosial atau panti asuhan dan pengemis yang menggunakan alat bantu di tempat umum yang dapat mengancam keselamatannya, keamanan dan kelancaran penggunaan fasilitas umum; (2) Setiap orang atau sekelompok orang dilarang melakukan kegiatan mengumpulkan dana yang mengatasnamakan lembaga sosial atau panti asuhan di tempat umum, kecuali yang telah memperoleh izin dan rekomendasi dari Pemerintah Kota Makassar berdasarkan UU Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Barang dan Jasa. Pasal 49

(2)

(1)

(2)

(3)

Setiap orang atau sekelompok orang tidak dibenarkan memberi uang dan/atau barang kepada anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen serta pengemis yang mengatasnamakan lembaga sosial atau panti asuhan dan pengemis yang menggunakan alat bantu yang berada di tempat umum; Setiap orang atau sekelompok orang dilarang menggunakan jalan untuk keperluan tertentu diluar fungsi jalan dan/atau menyelenggarakan kegiatan dengan menggunakan jalan yang dapat mengganggu atau patut di duga dapat mengganggu keselamatan, keamanan atau kelancaran lalu lintas; Setiap orang atau sekelompok orang serta lembaga sosial atau panti asuhan dilarang menyuruh orang melakukan aktivitas mengemis atau mengemis dengan menggunakan alat bantu di tempat umum;

33

(4)

Setiap orang atau sekelompok orang dilarang melakukan ekploitasi terhadap anak jalanan, gelandangan, pengemis termasuk pengemis yang mengatasnamakan lembaga sosial atau panti asuhan maupun terhadap pengamen yang mengamen di jalanan. Pasal 50

Setiap penyandang kusta dan/atau eks kusta dilarang melakukan kegiatan mengemis di tempat umum yang dapat mengancam keamanan dirinya atau orang lain serta mengganggu ketentraman/ketenangan masyarakat dan kelancaran lalu lintas. BAB VI SANKSI Pasal 51 (1) Pelanggaran atas ketentuan pada Pasal 46 Peraturan Daerah ini akan dikenakan sanksi berupa denda dan/atau ancaman hukuman kurungan bagi gelandangan dan pengemis; Gelandangan dan pengemis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, terdiri atas pengemis usia produktif 18 59 tahun dan pengemis usia lanjut 60 tahun ke atas; Pembinaan bagi gelandangan dan pengemis dapat dilakukan dengan cara interogasi, identifikasi, dan shock terapi serta membuat perjanjian yang mengikat agar mereka tidak melakukan kegiatan mengemis dan/atau melakukan kegiatan ekonomi di tempat umum yang disaksikan oleh aparat dan/atau petugas dan perjanjian dimaksud dapat dijadikan sebagai barang bukti di Pengadilan; Setiap gelandangan dan pengemis usia produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini yang ditemukan di tempat umum yang melakukan kegiatan mengemis akan dikenakan hukuman pembinaan dalam panti rehabilitasi sosial selama 10 (sepuluh) hari; Sanksi bagi gelandangan dan pengemis usia produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, berupa : a. pembinaan dan pengendalian dilakukan untuk menghalangi mereka agar tidak turun ketempat umum yang dilakukan oleh petugas;

(2)

(3)

(4)

(5)

34

(6)

b. pengambilan dapat dilakukan oleh petugas terhadap gelandangan dan pengemis yang melakukan aktivitas mengemis di tempat umum untuk selanjutnya di rehabilitasi; c. pengembalian dapat dilakukan oleh petugas terhadap gelandangan dan pengemis yang berasal dari daerah lain; d. bagi gelandangan dan pengemis yang telah memperoleh pembinaan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan c kemudian selanjutnya masih didapati melakukan aktifitas mengemis akan diancam hukuman kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp.5.000.000,(lima juta rupiah). Sanksi bagi gelandangan dan pengemis usia lanjut sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini, berupa : a. pembinaan dengan cara menghalangi mereka agar tidak turun ke tempat umum yang dilakukan oleh petugas; b. pengambilan dapat dilakukan oleh petugas terhadap gelandangan dan pengemis yang melakukan aktifitas mengemis di tempat umum untuk selanjutnya di rehabilitasi seumur hidup dalam sistem panti sosial (Panti jompo). Pasal 52

(1)

(2)

(3)

Pelanggaran atas ketentuan pada pasal 47 ayat (1) Peraturan Daerah ini akan dikenakan sanksi berupa denda dan/atau ancaman hukuman kurungan bagi pengamen yang melakukan aktifitas di jalanan; Pembinaan bagi pengamen juga dapat dilakukan dengan cara interogasi, identifikasi, dan shock terapi serta membuat perjanjian yang mengikat agar mereka tidak melakukan kegiatan mengamen di jalanan yang disaksikan oleh aparat dan/atau petugas dan perjanjian dimaksud dapat dijadikan sebagai barang bukti di Pengadilan yang dapat memberatkan pengamen dimaksud; Sanksi kepada pengamen yang mengamen di jalanan dilakukan penyitaan peralatan musik dan dapat dilakukan pemusnahan;

35

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

Penyitaan peralatan musik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini tidak dapat dikembalikan kepada pengamen yang bersangkutan; Setiap pengamen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini yang ditemukan di jalanan yang melakukan kegiatan mengamen akan dikenakan hukuman pembinaan dalam panti rehabilitasi sosial selama 10 (sepuluh) hari; Pengamen sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dikenakan sanksi berupa pembinaan dan pelatihan keterampilan melalui sistem panti dan luar panti paling lama 3 (tiga) bulan setelah mendapat pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2); Pengamen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan (5) pasal ini yang terkena razia untuk ketiga kalinya dapat dikenakan hukuman kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 10.000.000,(sepuluh juta rupiah); Proses hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (7) pasal ini dilakukan oleh aparat hukum. Pasal 53

(1)

(2)

(3)

Pelanggaran atas ketentuan pada Pasal 48 ayat (1) Peraturan Daerah ini akan dikenakan sanksi berupa denda dan/atau ancaman hukuman kurungan bagi pengemis yang mengatasnamakan lembaga sosial atau panti asuhan; Pembinaan bagi pengemis yang mengatasnamakan lembaga sosial atau panti asuhan juga dapat dilakukan dengan cara interogasi, identifikasi serta membuat perjanjian yang mengikat agar mereka tidak melakukan kegiatan mengemis di tempat umum yang disaksikan oleh aparat dan/atau petugas dan perjanjian dimaksud dapat dijadikan sebagai barang bukti di Pengadilan yang dapat memberatkan pengemis dimaksud; Setiap pengemis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini yang ditemukan mengemis di tempat umum, akan dilakukan konfirmasi kelembagaan kepada lembaga yang merasa dirugikan yang selanjutnya dilakukan tindakan penarikan dan pengambilan dokumen sebagai barang bukti pelanggaran;

36

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

Sanksi pembinaan bagi pimpinan lembaga yang berdasarkan bukti bahwa pelaku tersebut adalah lembaga sosial atau panti asuhan yang bersangkutan, akan dikenakan sanksi berupa peringatan secara tertulis, kemudian selanjutnya akan dikenakan sanksi pencabutan surat izin keterangan tanda terdaftar dan pencabutan subsidi panti, yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial Kota Makassar; Sanksi pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) pasal ini kemudian ternyata pimpinan lembaga masih melakukan tindakan eksploitasi, dengan sengaja menyuruh dan/atau memerintahkan anak binaannya untuk melakukan kegiatan mengemis maka kepadanya akan dikenakan sanksi eksploitasi yang merujuk Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; Sanksi bagi pihak yang mengatasnamakan lembaga sosial dan/atau panti asuhan berdasarkan bukti pelanggaran bahwa pelaku tersebut melaksanakan atas nama pribadi atau kelompok tertentu, maka akan dikenakan sanksi sebagai tindak pidana penipuan dengan merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sanksi bagi pengemis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang berasal dari luar daerah dan/atau diluar wilayah Provinsi Sulawesi Selatan akan dilakukan pemulangan ke daerah asal. Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (7), pasal ini apabila tidak memiliki kemampuan untuk membiayai pemulangan ke daerah asalnya, maka kepadanya akan dikenakan sanksi kurungan maksimal 3 (tiga) bulan. Pasal 54

(1)

Pelanggaran atas ketentuan pada Pasal 49 ayat (1) Peraturan Daerah ini diancam dengan sanksi administrasi dan/atau hukuman kurungan; Sanksi sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini adalah : a. sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp. 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah). b. sanksi pidana berupa hukuman kurungan paling lama 3 (tiga) bulan.

(2)

37

(3)

(4)

(5)

Sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini dilakukan oleh petugas tim gabungan yang dibentuk oleh Walikota berdasarkan bukti pelanggaran dengan hasil rekaman elektronik, kamera atau tertangkap tangan oleh petugas tim gabungan; Sanksi dan ancaman hukuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini apabila tidak dapat dilakukan oleh tim gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini maka dapat dilakukan proses lanjut melalui jalur hukum; Tata cara pelaksanaan penanganan sanksi sebagaimana di maksud ayat (3) pasal ini, akan di atur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Pasal 55

(1)

(2)

(3)

(4).

(5)

Pelanggaran atas ketentuan pada Pasal 49 ayat (2) Peraturan Daerah ini diancam sanksi berupa denda dan/atau ancaman pidana kurungan; Pembinaan bagi pengguna jalan untuk keperluan tertentu diluar fungsi jalan dan atau menyelenggarakan kegiatan dengan menggunakan jalan yang patut diduga dapat mengganggu keselamatan, keamanan dan kelancaran lalu lintas, dapat dilakukan dengan cara membuat perjanjian yang mengikat agar mereka tidak melakukan tindakan yang sama maksimal tiga kali dan perjanjian dimaksud dapat dijadikan sebagai barang bukti di Pengadilan yang dapat memberatkan pelaku; Sanksi denda dan acaman kurungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah kurungan paling lama 1 ( satu) bulan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000,- (Satu juta rupiah); Sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dapat dilakukan oleh petugas tim gabungan yang dibentuk oleh Walikota berdasarkan bukti pelanggaran apabila pengguna jalan sebagaimana dimaksud pada pasal 49 ayat (2) tertangkap tangan oleh petugas tim gabungan; Sanksi denda dan ancaman hukuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila tidak dapat dilakukan oleh tim gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) maka dilakukan proses lanjut melalui jalur hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

38

Pasal 56 (1) Pelanggaran atas ketentuan pada Pasal 49 Ayat (3) dan (4) Peraturan Daerah ini akan dikenakan sanksi berupa denda dan/atau ancaman hukuman kurungan; Pelaku eksploitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah eksploitasi yang dilakukan oleh orang tua, ibu dan/atau bapak dan eksploitasi yang dilakukan oleh orang lain; Sanksi dan ancaman hukuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi orang tua sebagai pelaku eksploitasi dapat dikenakan hukuman pembinaan selama 10 (sepuluh) hari dalam sistem panti rehabilitasi sosial; Pembinaan bagi orang tua sebagai pelaku eksploitasi juga dilakukan dengan cara membuat perjanjian yang mengikat agar mereka tidak melakukan eksploitasi kembali kepada anaknya yang disaksikan oleh aparat dan/atau petugas dan perjanjian dimaksud dapat dijadikan sebagai barang bukti di Pengadilan; Bagi pelaku eksploitasi yang dilakukan oleh orang lain tidak dikenakan hukuman pembinaan; Sanksi terhadap orang tua dan atau orang lain selaku pelaku eksploitasi dengan merujuk pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak diancam hukuman kurungan paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua ratus juta rupiah), sesuai ketentuan perundang undangan yang berlaku. Pasal 57 (1) Pelanggaran atas ketentuan pada Pasal 50 ayat (1) Peraturan Daerah ini akan dikenakan sanksi berupa ancaman hukuman kurungan bagi pengemis penyandang kusta dan eks kusta; Sanksi bagi pengemis penyandang kusta dan eks kusta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pembinaan dan pengendalian untuk menghalangi mereka agar tidak turun ke tempat umum yang dilakukan oleh petugas; Pembinaan bagi pengemis penyandang kusta juga dapat dilakukan dengan cara interogasi, identifikasi, dan shock terapi serta membuat perjanjian yang mengikat agar mereka

(2)

(3)

(4)

(5) (6)

(2)

(3)

39

(4)

(5) (6)

tidak melakukan kegiatan mengemis dan/atau melakukan kegiatan ekonomi di tempat umum yang disaksikan oleh aparat dan/atau petugas dan perjanjian dimaksud dapat dijadikan sebagai barang bukti di Pengadilan yang dapat memberatkan pengemis dimaksud; Pengambilan dilakukan oleh petugas terhadap penyandang kusta dan eks kusta yang melakukan aktifitas mengemis di tempat umum untuk selanjutnya dikembalikan ke tempat pemondokannya; Pengembalian dilakukan oleh petugas terhadap penyandang kusta dan eks kusta yang berasal dari daerah lain; Bagi penyandang kusta dan eks kusta yang telah memperoleh pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), (3), (4), (5) kemudian selanjutnya masih didapati melakukan aktifitas mengemis akan diancam hukuman kurungan paling lama 3 (tiga) bulan. Pasal 58

(1)

(2)

Proses hukum sebagaimana dimaksud pada pasal (51), (52), (53), (54), (55) (56) dan (57) dilakukan oleh aparat hukum berdasarkan laporan Dinas Sosial dan Satpol PP; Denda sebagaimana dimaksud pada pasal (51), (52), (53), (54), (55) dan (56) di setor ke kas daerah. BAB VII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 59

(1)

(2)

Penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada pasal (47), (48), (49), (50), (51), (52), (53), (54), (55), (56) dan (57) dilakukan oleh POLRI dan PPNS sesuai Peraturan dan Perundang-undangan yang berlaku; Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai wewenang : a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. Melakukan tindakan pertama ditempat kejadian perkara dan melakukan pemeriksaan;

40

(3)

Menyuruh berhenti seseorang yang diduga melakukan tindak pidana dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. Memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi atau tersangka; e. Atas izin Ketua Pengadilan Negeri setempat dapat melakukan penyitaan barang bukti dan atau penggeledahan badan, pakaian atau rumah atau pekarangan atau tempat tertutup lainnya; f. mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan; g. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik POLRI karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana, selanjutnya melalui penyidik POLRI memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya; h. mengadakan tindakan lain menuntut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan yaitu tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum, selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukan tindakan jabatan, harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatan atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa dan menghormati hak asasi manusia. Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan koordinasi lintas Kabupaten/Kota melalui kerja sama. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 60

c.

(1)

(2)

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka segala peraturan perundang-undangan yang mengatur pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen dalam lingkup Pemerintah Kota Makassar sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap berlaku. Ketentuan pelaksanaan peraturan daerah ini sebagai tindak lanjut dari peraturan daerah ini, sudah harus selesai

41

(3)

selambat-lambatnya satu tahun setelah Peraturan Daerah ini diundangkan. Peraturan daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan .

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan Perundangan-undangan Peraturan Daerah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah Kota Makassar . Ditetapkan di Makassar pada tanggal : WALIKOTA MAKASSAR

H. ILHAM ARIEF SIRAJUDDIN

Diundangkan di Makassar pada tanggal SEKRETARIS DAERAH KOTA MAKASSAR

H. SUPOMO GUNTUR LEMBARAN DAERAH KOTA MAKASSAR 2 TAHUN 2008.

42

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR Nomor 2 Tahun 2008. TENTANG PEMBINAAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN, PENGEMIS DAN PENGAMEN DI KOTA MAKASSAR I. PENJELASAN UMUM Perkembangan permasalahan Kesejahteraan Sosial di Kota Makassar cenderung meningkat ditandai dengan munculnya berbagai fenomena sosial yang spesifik baik bersumber dari dalam masyarakat maupun akibat pengaruh globalisasi, industrialisasi dan derasnya arus informasi dan urbanisasi, sementara masalah sosial menjadi konvensional masih berlanjut termasuk keberadaan anak jalanan, gelandangan, pengemis, pengamen, serta adanya pelaku eksploitasi, merupakan beban bagi Pemerintah Kota Makassar. Permasalahan tersebut merupakan kenyataan sosial kemasyarakatan yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti kemiskinan, kebodohan, urbanisasi, ketiadaan lapangan pekerjaan, sulitnya mendapatkan pelayanan pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Sejalan dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alinea keempat menegaskan bahwa tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Republik Indonesia adalah melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Selanjutnya di dalam Pasal 34 Undang Undang Dasar 1945 ditegaskan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara, negara mengembangkan sistim jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan

43

masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan serta negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Menurut Undang-undang Nomor 6 tahun 1974 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial dinyatakan bahwa tujuan perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, baik materil maupun spritual yang sehat yang menjunjung tinggi martabat dan hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila, hanya dapat dicapai apabila masyarakat dan negara berada dalam taraf kesejahteraan sosial yang sebaik baiknya serta menyeluruh dan merata. Selain itu kesejahteraan sosial harus diusahakan bersama oleh seluruh masyarakat dan pemerintah atas dasar kekeluargaan. Selanjutnya didalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 31 tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis ditegaskan bahwa gelandangan dan pengemis tidak sesuai dengan norma kehidupan bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, karena itu perlu diadakan usaha - usaha pembinaan. Usaha tersebut bertujuan untuk memberikan rehabilitasi kepada anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen agar mampu mencapai taraf hidup, kehidupan dan penghidupan yang layak sebagai warga negara Republik Indonesia. Masalah anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen merupakan fenomena sosial yang tidak bisa dihindari keberadaannya terutama di Kota Makassar, hal ini dipengaruhi oleh faktor kemiskinan, terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia, terbatasnya pengetahuan dan keterampilan, masalah urbanisasi serta masalah kecacatan menyebabkan banyak diantara mereka demi mempertahankan hidupnya dengan terpaksa menjadi anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen di jalanan. Pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen tidak terbatas pada usia anak dan dewasa saja akan tetapi temasuk usia balita sampai orang tua jompo, baik sebagai pelaku maupun sebagai korban akibat dari kesejahteraan yang tidak terpenuhi.

44

Terkait dengan perlindungan anak menurut Undang-undang nomor 4 tahun 1974 tentang Kesejahteraan Anak, dinyatakan bahwa anak adalah potensi serta penerus cita cita bangsa yang dasardasarnya telah diletakkan oleh generasi sebelumnya. Agar setiap anak mampu memikul tanggung jawab tersebut maka perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar secara rohani, jasmani maupun sosial. Selanjutnya didalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa negara menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya termasuk perlindungan terhadap hak - hak anak yang merupakan hak asasi manusia. Berdasarkan konvensi hak - hak anak yang sudah diratifikasi oleh Indonesia dengan Keputusan Presiden nomor 36 tahun 1990, secara tegas menentukan hak-hak anak yang secara garis besar berupa hak atas kelangsungan hidup, hak untuk tumbuh kembang, hak atas perlindungan serta hak berpartisipasi. Selain itu Undang-Undang no 23 tahun 2002 tersebut memberikan asas berdasarkan prinsip - prinsip dasar konvensi hak-hak anak tersebut, yaitu : 1. Non diskrimanasi . 2. Kepentingan yang terbaik bagi anak 3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan 4. Penghargaan terhadap pendapat anak Di sisi lain terkait dengan masalah keamanan di jalan, didalam Undang- Undang nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dijelaskan tentang tata cara berlalu lintas pada pasal 25 ditegaskan bahwa pengguna jalan untuk keperluan tertentu diluar fungsi sebagai jalan dan penyelenggaraan kegiatan dengan menggunakan jalan yang patut diduga dapat mengganggu keselamatan, keamanan dan kelancaran lalu lintas hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin. Terkait dengan masalah tersebut pada pasal 62 ditegaskan bahwa barang siapa menggunakan jalan diluar fungsi sebagai jalan, atau menyelenggarakan kegiatan dengan menggunakan jalan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 25, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu )

45

bulan dan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah). Dengan demikian jelas bahwa fenomena sosial yang berkaitan dengan anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen di jalanan termasuk pelaku eksploitasi dan pengguna jalan yang menggunakan jalan tidak sesuai dengan fungsi jalan, tidak dapat dianggap sebagai suatu bentuk kewajaran di dalam masyarakat, melainkan harus ditanggulangi secara berkesinambungan dan melibatkan seluruh komponen masyarakat baik dilingkup Pemerintah Kota maupun oleh masyarakat itu sendiri. Kendatipun demikian dalam rangka melakukan pembinaan terhadap anak jalanan, gelandangan, pengemis, serta pengamen di jalanan harus bersumber pada nilai-nilai kemanusiaan dan peraturan perundangundangan yang berlaku dengan mengedepankan peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pemberdayaannya secara berkesinambungan. Seiring dengan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah maka daerah harus berperan aktif dalam melaksanakan upayaupaya bagi penanganan permasalahan sosial tersebut. Peraturan Daerah ini pada dasarnya dimaksudkan untuk membentuk suatu ketentuan yang baku mengenai pembinaan terhadap anak jalanan, gelandangan, pengemis, pengamen maupun para pelaku eksploitasi di Kota Makassar, ketentuan baku tersebut meliputi : 1. Mengembangkan pembinaan pencegahan, pembinaan lanjutan dan rehabilitasi sosial agar tidak terjadi anak yang berada di jalanan, gelandangan dan pengemis baik yang dilakukan oleh orang dewasa maupun anakanak, pengamen yang melakukan aktifitas di jalanan, dengan mencegah meluasnya pengaruh negatif karena keberadaan mereka di jalanan terhadap masyarakat lainnya, sehingga masyarakat kembali menjadi anggota masyarakat yang menghayati harga diri, serta memungkinkan pemberdayaan untuk memiliki kembali kemampuan guna mencapai taraf hidup dan penghidupan yang layak sesuai dengan harkat martabat manusia. 2. Mempetakan identitas, asal usul anak jalanan, gelandangan, pengemis guna dijadikan dasar

46

pembinaan pencegahan, pembinaan lanjutan dan rehabilitasi sosial. 3. Mengklasifikasikan kriteria pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen. 4. Membangun presepsi yang sama dalam melakukan pembinaan terhadap anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen oleh berbagai pihak baik dari pemerintah, masyarakat, keluarga maupun perorangan. 5. Mengupayakan fasilitas baik berupa sarana dan prasarana agar anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen mendapatkan pendampingan secara kuantitas maupun kualitas.

6. Membangun sinergi antar dinas terkait maupun dengan lembaga lembaga sosial, termasuk perguruan tinggi agar terbentuk jaringan yang komprehensif dalam rangka melakukan pembinaan terhadap anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen di Kota Makassar. 7. Dengan demikian maksud dan tujuan Peraturan Daerah ini adalah untuk mendorong, mendukung, meningkatkan, memberdayakan dan mengembangkan anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen agar kembali menjadi manusia yang bermartabat. Selain maksud dan tujuan pembinaan bagi anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen, diperlukan untuk : 1. Menghambat laju pertumbuhan anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengemis di jalanan melalui pembinaan pencegahan secara terorganisir dan berkesinambungan . 2. Mengembalikan harga diri dan kepercayaan diri serta menumbuhkan rasa tanggung jawab dirinya maupun sebagai anggota masyarakat . 3. Mengembalikan mereka kedalam keadaan kehidupan dan penghidupan masyarakat yang lebih layak 4. Meningkatkan kesejahteraan mereka melalui upaya bimbingan sosial dan keterampilan melalui bantuan eknomis produktif maupun usaha-usaha lain dalam rangka pemberdayaan keluarga.

47

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup Jelas Pasal 2 huruf a Yang dimaksud dengan asas pengayoman ditujukan dalam rangka pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen di Kota Makassar adalah untuk memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketenteraman masyarakat. huruf b Yang dimaksud dengan asas kemanusiaan adalah yang diatur dalam rangka pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen dengan tetap menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat sebagai warga begara yang harus dihormati. huruf c Yang dimaksud asas kekeluargaan adalah bahwa didalam usaha pembinaan yang dilakukan tetap harus menjaga sifat-sifat kekeluargaan melalui upaya musyawarah untuk mencapai mufakat demi pencapaian tujuan.

huruf d Yang dimaksud dengan asas keadilan dalam rangka melakukan pembinaan dilaksanakan secara adil dan proporsional tanpa pengecualian bagi setiap sasaran pembinaan. huruf e Yang dimaksud dengan asas ketertiban dan kepastian hukum adalah setiap upaya yang dilakukan dalam rangka pembinaan untuk menjaga ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum

48

yang dapat melindungi warga masyarakat agar dapat hidup tenang dan damai huruf f Yang dimaksud asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan adalah upaya pembinaan yang dilaksanakan dengan tujuan dapat mencerminkan keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara. Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup Jelas Pasal 5 Cukup Jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Cukup Jelas Pasal 9 Ayat (1) huruf a Sosialisasi langsung adalah memberikan informasi kepada seseorang atau kelompok orang melalui tatap muka atau dialog secara langsung; huruf b Cukup Jelas Ayat (2), (3) dan (4) Cukup jelas

49

Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud koordinatif dengan instansi terkait adalah kegiatan yang dilakukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing instansi dalam rangka pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 14 Ayat (1) Yang dimaksud Panti Sosial Pemerintah adalah Panti yang mempunyai tugas memberikan pelayanan kesejahteraan sosial dan rehabilitasi sosial bagi masyarakat yang menyandang masalah sosial, antara lain : a. Panti Sosial Bina Remaja Maros b. Panti Sosial Karya Wanita Mattirodecceng c. Panti Sosial Bina Remaja Bulukumba d. Panti Sosial Tresna Werdha (Panti Jompo) di Pare-Pare dan Gowa e. Panti Sosial Marsudi Putra (Anak Nakal) f. Panti Sosial Wirajaya (Anak Cacat) g. Panti Sosial Penitipan Anak Panti Sosial Bina Remaja, mempunyai tugas memberikan pembinaan kesejahteraan sosial anak yang meliputi pembinaan fisik, mental, sosial, bakat

50

dan kemampuan serta keterampilan kerja bagi anak terlantar putus sekolah, anak jalanan usia produktif agar mampu bekerja secara wajar, baik perorangan maupun kelompok dalam kehidupan bermasyarakat. Panti Sosial Karya Wanita adalah panti rehabilitasi sosial wanita tuna susila, mempunyai tugas memberikan pelayanan rehabilitasi yang meliputi pembinaan fisik, mental, sosial, mengubah sikap dan tingkah laku, latihan keterampilan, resosialisasi dan pembinaan lanjut. Panti Sosial Tresna Werdha (Panti Jompo), mempunyai tugas memberikan pelayanan dan perawatan jasmani dan rohani kepada lanjut usia yang terlantar agar para lanjut usia dapat hidup secara wajar. Panti Sosial Marsudi Putra adalah panti rehabilitasi sosial anak nakal yang memberikan pelayanan, perawatan dan rehabilitasi sosial yang meliputi pembinaan fisik, mental, sosial, mengubah sikap dan tingkah laku, pelatihan keterampilan dan resosialisasi agar mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Panti Sosial Bina Daksa Wirajaya (cacat) adalah panti rehabilitasi sosial cacat tubuh yang memberikan pelayanan rehabilitasi sosial meliputi pembinaan fisik, mental, pelatihan keterampilan, rehabilitasi medis, pembinaan lanjut agar mereka mempu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Panti Sosial Penitipan Anak memberikan perlindungan dan pembinaan bagi anak yang meliputi : pengembangan kepribadian, sikap dan tingkah laku, serta pembinaan jasmani anak selama dalam penitipan, bagi anak yang kedua orang tuanya bekerja atau mencari nafkah di luar rumah agar anak dapat berkembang dengan sehat. Ayat (2)

51

Yang dimaksud permainan adaptasi sosial (outbond) adalah persiapan bagi anak sebelum mereka memasuki dunia pendidikan formal dengan membekali pengetahuan bagaimana beradaptasi dengan lingkungan, teman yang baru, bagaimana dia dapat menjalin hubungan dengan orang lain dan bagaimana dia dapat menggerakan kelompoknya. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 15 Ayat (1) Identifikasi dan seleksi dimaksudkan untuk mengetahui secara jelas apa yang menjadi masalah utama yang dihadapi seseorang, apa yang menjadi kebutuhan dan bakat yang dimiliki sehingga dengan demikian dapat dijadikan solusi yang terbaik untuk mereka (tepat sasaran dan tujuan) Ayat (2) Cukup jelas Pasal 16 Ayat (1), (2) dan (3) Cukup jelas Ayat (4) Yang dimaksud case conference adalah kegiatan yang dilakukan melalui temu bahas, pertemuan pembahasan khusus mengenai akar permasalahan dengan mencarikan solusi yang terbaik untuk menyelesaikan permasalahan dengan melibatkan berbagai unsur terkait. Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud penerima pelayanan atau klien adalah mereka yang mempunyai masalah dan

52

mendapatkan pelayanan baik yang dilakukan oleh pemerintah, organisasi sosial, masyarakat, stake holder maupun lembaga sosial yang peduli terhadap pembinaan anak. Pasal 18 Yang dimaksud dengan pengembalian bersyarat adalah mereka yang dikembalikan ke daerah asal dengan menandatangani surat perjanjian yang berisi pernyataan untuk tidak kembali melakukan kegiatannya. Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6) Cukup jelas Ayat (7) huruf b yang dimaksud dengan program paket A, B dan C adalah kegiatan pembelajaran non formal yang dilakukan secara formal selama 3 (tiga) bulan untuk memperoleh ijazah persamaan sekolah tingkat dasar (paket A), sekolah lanjutan tingkat pertama (paket B), sekolah lanjutan tingkat atas (paket C) Pasal 25 Cukup jelas

53

Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas Pasal 32 Cukup jelas Pasal 33 Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas Pasal 35 Ayat (1) dan (2) Cukup jelas Ayat (3) Yang dimaksud anak di bawah umur adalah setiap orang yang berumur di bawah 16 tahun batas usia di mana anak tidak boleh bekerja dan dipekerjakan. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 36 Cukup jelas Pasal 37

54

Cukup jelas Pasal 38 Cukup jelas Pasal 39 Ayat (1) Yang dimaksud bimbingan lanjut yaitu suatu rangkaian kegiatan yang diarahkan kepada penerima pelayanan yang telah mendapat pembinaan guna lebih dapat memantapkan, meningkatkan dan mengembangkan kemandirian dan kehidupan yang lebih layak. Ayat (2) Yang dimaksud dengan kegiatan monitoring dan evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui perkembangan dan tingkat keberhasilan penanganan gelandangan, pengemis dan pengamen dan atau tindak lanjut penanganannya. Pasal 40 Cukup jelas Pasal 41 Cukup jelas Pasal 42 Yang dimaksud rekening pemerintahan adalah rekening yang peruntukan bagi setiap orang yang ingin memberikan bantuan dan atau sumbangannya untuk pembinaan anak jalanan, melalui rekening BRI atas nama Dinas Sosial Kota Makassar no. 3819-01012020-53-3 Pasal 43 Cukup jelas Pasal 44 Cukup jelas Pasal 45 Cukup jelas

55

Pasal 46 Cukup jelas Pasal 47 Cukup jelas Pasal 48 Cukup jelas Pasal 49 Cukup jelas Pasal 50 Cukup jelas Pasal 51 Cukup jelas Pasal 52 Cukup jelas Pasal 53 Cukup jelas Pasal 54 Cukup jelas Pasal 55 Cukup jelas Pasal 56 Cukup jelas Pasal 57 Cukup jelas Pasal 58 Cukup jelas Pasal 59 Cukup jelas

56

Pasal 60 Cukup jelas

PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR


NOMOR 9 TAHUN 2009

57

TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DI KOTA MAKASSAR


LEMBARAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 9 TAHUN 2009

BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KOTA MAKASSAR TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR Nomor : 9 Tahun 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DI KOTA MAKASSAR

58

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAKASSAR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan administrasi kependudukan sejalan dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, maka Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk, Pencatatan Sipil dan Retribusi Penggantian Biaya Cetak Dokumen Kependudukan dan Akta Catatan Sipil di Kota Makassar perlu ditinjau untuk ditetapkan kembali, sebagai pedoman pelaksanaan program pemerintah Kota Makassar dalam pemenuhan hak dasar masyarakat terhadap kepemilikan dokumen kependudukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a di atas, perlu ditetapkan Peraturan Daerah Kota Makassar tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil di Kota Makassar; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822); 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara

59

Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 33, Tambahan Lembaran Neraga Republik Indonesia Nomor 3474); 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235); 6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4634);

60

9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4674); 10. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4919); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pendaftaran Orang Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 569); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1971 tentang Perubahan Batas-batas Daerah Kotamadya Makassar dan KabupatenKabupaten Gowa, Maros dan Pangkajene dan Kepulauan dalam lingkungan Daerah Propinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1971 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2970); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 1999 tentang Perubahan Nama Kota Ujung Pandang menjadi Kota Makassar dalam wilayah Propinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 193); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4736);

61

15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 16. Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil; 17. Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan secara Nasional. Dengan Persetujuan Bersama Antara DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MAKASSAR DAN WALIKOTA MAKASSAR MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR

TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DI KOTA MAKASSAR.


BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Kota adalah Kota Makassar;

62

2. 3.

4.

5. 6. 7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14. 15.

16.

Walikota adalah Walikota Makassar; Pemerintah Kota Makassar selanjutnya disingkat Pemerintah Kota adalah perangkat kota sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Kota Makassar; Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD adalah institusi yang bertanggung jawab dalam bidang Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Makassar; Camat adalah Camat dalam Kota Makassar; Lurah adalah Lurah dalam Kota Makassar; Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mendapat pelimpahan kewenangan di dalam penyelenggaraan administrasi kependudukan dari Walikota; Penyelenggara adalah Pemerintah Kota yang bertanggungjawab dan berwenang dalam urusan administrasi kependudukan; Penyelenggaraan adalah pelayanan jasa yang diberikan oleh pemerintah Kota dalam bidang administrasi Kependudukan; Penduduk adalah Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) yang berdomisili dan bertempat tinggal di Kota Makassar; Penduduk Kota adalah penduduk yang bertempat tinggal tetap dalam Kota Makassar dan memiliki indentitas kependudukan; Penduduk Musiman adalah penduduk yang berasal dari daerah lain yang berkunjung dan tinggal sementara di Kota Makassar; Warga Negara Indonesia disingkat WNI adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai Warga Negara Indonesia; Warga Negara Asing disingkat WNA adalah orang bukan Warga Negara Indonesia; Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi administrasi kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain; Dokumen Kependudukan adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik

63

17.

18.

19.

20.

21.

22.

23.

24.

25.

26.

yang dihasilkan dari pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil; Data Kependudukan adalah data perseorangan dan / atau data agregat yang terstruktur sebagai hasil dari kegiatan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil; Pendaftaran Penduduk adalah pencatatan biodata penduduk, pencatatan atas pelaporan peristiwa kependudukan dan pendataan penduduk musiman serta penerbitan dokumen administrasi kependudukan berupa kartu identitas atau surat keterangan kependudukan; Tamu adalah setiap orang, baik WNI maupun WNA yang melakukan kunjungan singkat ke Kota bukan untuk bertempat tinggal tetap yang lamanya tidak lebih dari 30 (tiga puluh) hari; Biodata penduduk adalah keterangan yang berisi elemen data awal tentang informasi jati diri setiap orang atau riwayat data seseorang yang dialami sejak saat kelahiran; Peristiwa kependudukan adalah kejadian yang dialami penduduk yang harus dilaporkan karena membawa akibat terhadap penerbitan atau perubahan kartu keluarga, kartu tanda penduduk dan / atau surat, alamat serta status tinggal terbatas menjadi tinggal tetap; Nomor Induk Kependudukan selanjutnya disingkat NIK adalah nomor identitas penduduk yang bersifat unik dan khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia; Kartu Keluarga selanjutnya disingkat KK adalah kartu identitas keluarga yang memuat data tentang nama, susunan dan hubungan dalam keluarga, serta identitas anggota keluarga, dengan kategori pencetakan; Kartu Tanda Penduduk selanjutnya disingkat KTP adalah identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; Izin Tinggal Terbatas adalah izin tinggal yang diberikan kepada orang asing untuk tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu yang terbatas sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; Izin Tinggal Tetap adalah izin tinggal yang diberikan kepada orang asing untuk tinggal menetap di wilayah Negara

64

27.

28.

29.

30.

31.

32.

33.

34.

35.

Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Petugas registrasi adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas dan tanggungjawab memberikan pelayanan pelaporan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting serta pengelolaan dan penyajian data kependudukan di kelurahan; Sistem Informasi Administrasi Kependudukan, selanjutnya disingkat SIAK adalah sistem informasi yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi pengelolaan informasi administrasi kependudukan di tingkat penyelenggaraan dan instansi pelaksana sebagai satu kesatuan; Data Pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya; Surat Keterangan Tempat Tinggal, selanjutnya disingkat SKTT adalah surat bukti tempat tinggal bagi orang asing yang bermaksud berdomisili sementara di Kota Makassar; Pindah Datang Penduduk adalah perubahan domisili tempat tinggal dari tempat yang lama ke tempat yang baru untuk menetap; Tempat Perekaman Data Kependudukan selanjutnya disingkat TPDK adalah tempat dimana dilakukan pengentrian data penduduk serta proses pengiriman data dengan menggunakan jaringan telekomunikasi ke bank data SKPD serta proses penerbitan output dokumen kependudukan; Pencatatan Sipil adalah pencatatan peristiwa penting yang dialami seseorang dalam register pencatatan sipil pada SKPD; Pejabat Pencatatan Sipil adalah pejabat yang melakukan pencatatan peristiwa penting yang dialami seseorang pada SKPD pelaksana; Peristiwa Penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan. BAB II

65

AZAS PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL KOTA MAKASSAR Pasal 2 (1) Pelaksanaan pendaftaran penduduk dilakukan pada SKPD yang didasarkan pada azas domisili atau tempat tinggal atas terjadinya peristiwa kependudukan yang dialami oleh seseorang dan atau keluarganya; Pelaksanaan pencatatan sipil dilakukan pada SKPD yang didasarkan pada azas peristiwa yaitu tempat dan waktu terjadinya peristiwa penting yang dialami oleh dirinya dan atau keluarganya. BAB III HAK DAN KEWAJIBAN PENDUDUK Pasal 3 (1) Setiap Penduduk mempunyai hak untuk memperoleh dokumen kependudukan serta memperoleh pelayanan yang sama dalam pendaftaran penduduk, pencatatan sipil dan kepastian hukum atas kepemilikan dokumen yang dimiliki; Setiap penduduk berhak mendapat informasi mengenai hasil pendaftaran dan pencatatan sipil atas peristiwa penting yang dialaminya dan peristiwa kependudukan beserta keluarganya; Setiap Penduduk Kota wajib melaporkan peristiwa kependudukannya dan peristiwa penting yang dialami kepada SKPD dengan memenuhi persyaratan yang dibutuhkan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil; Setiap Penduduk Kota wajib membawa bukti diri berupa KTP; Setiap data dan dokumen kependudukan wajib disimpan dan dilindungi. BAB IV KEWENANGAN INSTANSI PELAKSANA Pasal 4

(2)

(2)

(3)

(4) (5)

66

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6) (7)

(8)

(9) (10)

(11)

(12) (13)

SKPD berwenang dan bertanggungjawab terhadap pelaksanaan kebijakan pembinaan, sosialisasi dan koordinasi urusan administrasi kependudukan; Menyelenggarakan pendaftaran penduduk dan pencatatan Sipil dalam kerangka SIAK serta menerbitkan dan menandatangani KK dan KTP serta dokumen kepedudukan dan catatan sipil lainnya sesuai dengan undang-undang yang berlaku; Merumuskan kebijakan dan pengaturan teknis terhadap penyelenggaraan pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil; Melakukan pemantauan / monitoring dan evaluasi serta pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan pelayanan penyelenggaraan pendaftaran penduduk dan penerbitan dokumen kependudukan; Menyiapkan dan memberdayakan tenaga sumber daya manusia (SDM) di tempat perekaman data Kecamatan dan SKPD dalam upaya proses penerbitan output KK, KTP, SKTT, Surat Pindah, dan Dokumen Kependudukan lainnya; Menetapkan petugas dari SKPD di Tempat Perekaman Data (TPD); Menyediakan blanko formulir SIAK dan kebutuhan penunjang lainnya tehadap pelaksanaan penerbitan dokumen kependudukan; Melakukan pembinaan dan pelatihan (bimbingan teknis) kepada petugas penyelenggara di bidang administrasi kependudukan di tingkat Kelurahan, Kecamatan dan SKPD tentang kebijakan bidang administrasi kependudukan dan catatan sipil; Berwenang untuk melakukan pengkajian dan pengembangan SIAK; Memperoleh keterangan dan data yang benar tentang peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dilaporkan oleh penduduk; Melaksanakan pengelolaan dan penyajian data kependudukan hasil pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil untuk kepentingan pembangunan; Mempersiapkan data base kependudukan yang valid dan akurat sebagai bahan informasi; Mempersiapkan data yang bersifat perseorangan, agregat serta proyeksi data penduduk;

67

(14)

(15)

Melakukan verifikasi dan validasi data serta informasi yang disampaikan oleh penduduk dalam pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil; Melakukan hak akses data meliputi memasukkan, menyimpan, membaca, mengcopy data dan dokumen kependudukan kecuali dari data pribadi penduduk. BAB V PENDAFTARAN PENDUDUK Bagian Kesatu Pencatatan Biodata Penduduk Pasal 5

(1) Setiap penduduk Warga Negara Indonesia wajib melapor kepada SKPD melalui RT/RW, Lurah dan Camat untuk didaftar biodatanya; (2) Pencatatan biodata penduduk dilakukan sebagai dasar penerbitan KK, KTP dan pemutakhiran data base kependudukan; (3) Pencatatan biodata penduduk WNA bagi yang telah memiliki dokumen keimigrasian berupa Kartu Izin Tinggal Terbatas dan Kartu Izin Tinggal Tetap; (4) Pencatatan biodata hanya dapat diberikan kepada masyarakat apabila telah memenuhi persyaratan yang berlaku. Bagian Kedua Nomor Induk Kependudukan Pasal 6 (1) Nomor Induk Kependudukan (NIK) diberikan kepada setiap orang sejak yang bersangkutan telah melakukan pencatatan biodata; Nomor Induk Kependudukan (NIK) setiap orang berlaku seumur hidup, tidak berubah dimanapun berdomisili, dan tidak dapat digunakan oleh orang lain; Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai salah satu persyaratan dasar dalam penerbitan KK dan KTP serta dokumen kependudukan lainnya;

(2)

(3)

68

(4)

Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang memuat 16 (enam belas) digit diterbitkan oleh SKPD yang terdiri dari : a. 6 (enam) digit pertama merupakan kode wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, Kota Makassar dan Kecamatan tempat tinggal pada saat mendaftar; b. 6 (enam) digit kedua merupakan tanggal, bulan dan tahun kelahiran, khusus untuk perempuan tanggal lahirnya ditambah dengan angka 40 (empat puluh); c. 4 (empat) digit terakhir merupakan nomor urut penerbitan NIK yang diproses secara otomatis dengan memanfaatkan SIAK. Bagian Ketiga Penerbitan Kartu Keluarga Pasal 7

(1) (2) (3) (4)

(5)

(6) (7)

Setiap Kepala Keluarga wajib memiliki KK; Setiap Kepala Keluarga hanya boleh memiliki 1 (satu) KK; Dalam KK tercantum data Kepala Keluarga dan Anggota Keluarga; Setiap terjadi perubahan dalam susunan KK, Kepala Keluarga atau anggota wajib melaporkan perubahan dimaksud serta melakukan penggantian KK yang baru; Kartu Keluarga (KK) diterbitkan dan ditandatangani oleh Kepala SKPD dengan menggunakan tanda tangan basah dan stempel basah; Warga Negara Asing (WNA) yang memilik Kartu Izin Tinggal Tetap dapat memperoleh KK; Persyaratan dan tata cara mendapatkan KK ditetapkan dengan Peraturan Walikota. Bagian Keempat Penerbitan Kartu Tanda Penduduk Pasal 8

(1) (2)

Setiap penduduk hanya dibolehkan memiliki 1 (satu) KTP; Setiap penduduk yang telah berusia 17 (tujuh belas) tahun atau belum berusia 17 (tujuh belas) tahun tetapi sudah kawin atau pernah kawin, wajib memiliki KTP;

69

(3)

(4)

(5)

Kartu Tanda Penduduk (KTP) diterbitkan dan ditandatangani oleh Kepala SKPD dengan menggunakan scanner dengan stempel basah; Kartu Tanda Penduduk (KTP) berlaku untuk masa waktu 5 (lima) tahun dan wajib diperpanjang selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum berakhir masa berlakunya; Penduduk Warga Negara Indonesia yang berumur 60 (enam puluh) tahun keatas akan diberikan KTP berlaku seumur hidup. Pasal 9

(1) (2)

(3)

Penerbitan KTP dilaksanakan melalui proses dari RT, RW, Lurah dan Camat; Penerbitan KTP karena kerusakan atau hilang sebelum berakhir masa berlakunya diproses melalui RT, RW, Lurah dan langsung ke Tempat Perekaman Data (TPD) di Kecamatan; Kartu Tanda Penduduk (KTP) dinyatakan tidak berlaku apabila yang bersangkutan telah mengalami perubahan tempat tinggal domisili dan yang bersangkutan telah mendapatkan surat keterangan pindah; Kartu Tanda Penduduk (KTP) memuat pas photo berwarna dari penduduk yang bersangkutan dengan ketentuan : a. Penduduk yang lahir pada tahun ganjil, latar belakang pas photo berwarna merah; b. Penduduk yang lahir pada tahun genap, latar belakang pas photo berwarna biru; c. Pas photo berukuran 2X3 cm dengan ketentuan 70% tampak wajah dan dapat menggunakan jilbab. Persyaratan dan tata cara mendapatkan KTP ditetapkan dengan Peraturan Walikota. Pasal 10

(4)

(5)

(1) (2)

Setiap WNA yang memperoleh Izin Tinggal Tetap wajib melapor ke SKPD untuk memperoleh KK dan KTP; Masa berlaku KTP WNA sesuai dengan masa berlaku Izin Tinggal tetap yang dimiliki;

70

(3)

(4)

(5)

Warga Negara Asing (WNA) yang mengikuti status orang tuanya yang memiliki izin tinggal tetap dan berumur 17 (tujuh belas) tahun wajib memiliki KTP; Kartu Tanda Penduduk (KTP) WNA dapat diperpanjang apabila Kartu Izin Tinggal Tetap telah diperbaharui atau diperpanjang oleh Kantor Imigrasi; Persyaratan dan tata cara mendapatkan KTP WNA ditetapkan dengan Peraturan Walikota. Pasal 11

(1)

(2) (3) (4)

Setiap Warga Negara Asing (WNA) yang memperoleh Izin Tinggal Terbatas wajib melapor ke SKPD untuk memperoleh SKTT; Masa berlaku SKTT sesuai dengan masa berlaku Izin Tinggal Terbatas yang dimiliki; Surat Keterangan Tempat Tinggal (SKTT) hanya berlaku 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang; Persyaratan dan tata cara mendapatkan SKTT ditetapkan dengan Peraturan Walikota. BAB VI PENDAFTARAN PERISTIWA KEPENDUDUKAN Bagian Pertama Pendaftaran Pindah Datang Penduduk Warga Negara Indonesia

Pasal 12 (1) Setiap penduduk yang baru datang dengan maksud untuk tinggal menetap di Kota wajib melapor kepada RT/RW, Lurah setempat dalam waktu selambat lambatnya 14 (empat belas) hari sejak tanggal kedatangan dengan membawa surat pindah dari daerah asal; Perpindahan penduduk diklasifikasikan sebagai berikut: a. Pindah penduduk dalam satu kelurahan; b. Pindah penduduk antar kelurahan dalam satu kecamatan; c. Pindah penduduk antar kecamatan dalam satu kota; d. Pindah penduduk antar kota atau kabupaten dalam satu provinsi;

(2)

71

(3)

(4)

(5)

(6) (7) (8)

(9)

e. Pindah penduduk antar provinsi dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; f. Pindah penduduk antar Negara. Pada saat surat keterangan pindah diserahkan, maka KTP penduduk yang bersangkutan dicabut dan dimusnahkan oleh SKPD yang menerbitkan surat keterangan pindah; Surat keterangan pindah berlaku selama 30 (tiga puluh) hari kerja dan sebagai pengganti KTP selama belum diterbitkan KTP yang baru; Pelaporan peristiwa kependudukan bagi WNI di daerah tujuan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari dan maksimal 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkannya surat keterangan pindah; Surat keterangan pindah sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a ditandatangani oleh Lurah atas nama Kepala SKPD; Surat Keterangan Pindah sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b ditandatangani oleh Camat atas nama Kepala SKPD; Surat Keterangan Pindah sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf c, d, e, f diterbitkan dan ditandatangani oleh Kepala SKPD; Persyaratan dan tata cara memperoleh surat keterangan pindah datang penduduk ditetapkan dengan Peraturan Walikota. Bagian Kedua Pendaftaran Pindah Datang Warga Negara Asing Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Pasal 13 (1) Perpindahan penduduk WNA yang memiliki Izin tinggal terbatas atau memiliki Izin tinggal tetap dalam Wilayah Republik Indonesia dilakukan dengan memperhatikan klasifikasi perpindahan penduduk melalui SKPD; Klasifikasi perpindahan WNA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut: a. Pindah penduduk dalam satu kelurahan; b. Pindah penduduk antar kelurahan dalam satu kecamatan; c. Pindah penduduk antar kecamatan dalam satu kota;

(2)

72

(3) (4) (5) (6)

(7)

d. Pindah penduduk antar kota atau kabupaten dalam satu provinsi; e. Pindah penduduk antar provinsi dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; f. Pindah penduduk antar negara. Surat keterangan pindah sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a ditandatangani oleh Lurah atas nama Kepala SKPD; Surat keterangan pindah sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b ditandatangani oleh Camat atas nama Kepala SKPD; Surat keterangan pindah sebagimana dimaksud ayat (2) huruf c, d, e, f ditandatangani oleh Kepala SKPD; Pelaporan pindah datang bagi WNA di daerah tujuan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari dan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkan surat keterangan pindah datang; Persyaratan dan tata cara memperoleh surat keterangan pindah datang penduduk sebagaimana dimaksud ayat (1) sampai dengan (5) akan diatur dengan Peraturan Walikota. Bagian Ketiga Pendaftaran Pindah Datang Antar Negara Pasal 14

(1) Perpindahan penduduk antar negara, meliputi klasifikasi sebagai berikut: a. Penduduk kota yang pindah keluar negeri untuk menetap dalam jangka waktu 1 (satu) tahun atau lebih berturut-turut; b. Warga negara indonesia datang dari luar negeri karena pindah dan menetap di kota; c. Orang asing datang dari luar negeri dengan Izin tinggal terbatas; d. Orang asing yang memiliki Izin tinggal terbatas dan Izin tinggal tetap yang akan pindah keluar negeri. (2) Pindah datang penduduk antar negara dilaksanakan apabila telah memenuhi ketentuan dan persyaratan yang berlaku; (3) Surat keterangan pindah datang antar negara diterbitkan dan ditandatangani oleh Kepala SKPD. Bagian Keempat

73

Tamu Pasal 15 (1) Setiap penduduk yang kedatangan tamu wajib melapor kepada RT satu kali 24 jam sejak tanggal kedatangan; (2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dengan menunjukkan identitas dari daerah asal; (3) Berdasarkan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, RT mencatat dalam buku tamu. Bagian Kelima Pelaporan Perkembangan Data Penduduk dan Catatan Sipil Pasal 16 (1) Lurah wajib melaporkan perkembangan data penduduk di wilayahnya kepada Camat selambat-lambatnya tanggal 4 (empat) setiap bulannya; Camat wajib melaporkan perkembangan data penduduk di wilayahnya kepada Walikota melalui SKPD selambatlambatnya tanggal 7 (tujuh) setiap bulannya; Walikota melalui SKPD wajib melaporkan perkembangan data penduduk di wilayahnya kepada Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) setiap bulannya. Bagian Keenam Penduduk Musiman Pasal 17 (1) Lurah dan Camat melakukan pendataan dengan menyediakan formulir pendataan penduduk musiman; (2) Atas nama Kepala SKPD, Camat menerbitkan dan menandatangani Kartu identitas penduduk musiman yang berlaku selama 1 (satu) tahun; (3) Kartu identitas sebagaimana dimaksud ayat (2) dilaporkan kepada SKPD;

(2)

(3)

74

(4) Persyaratan dan tata cara pelaksanaan pendaftaran penduduk musiman diatur dalam Peraturan Walikota. Bagian Ketujuh Jenis Pelayanan Administrasi Kependudukan Pasal 18 Jenis-jenis pelayanan administrasi kependudukan meliputi : a. Kartu Keluarga (KK); b. Kartu Tanda Penduduk (KTP); c. Surat keterangan pindah dalam kelurahan; d. Surat keterangan pindah antar kelurahan dalam satu kecamatan; e. Surat keterangan pindah antar kecamatan dalam kota; f. Surat keterangan pindah antar kabupaten kota dalam provinsi; g. Surat keterangan pindah antar provinsi; h. Surat keterangan pindah antar negara; i. Surat keterangan pindah Warga negara asing; j. Surat Keterangan Tempat Tinggal (SKTT) Warga negara asing; k. Kartu identitas penduduk musiman. BAB VII PENYELESAIAN PENERBITAN DOKUMEN PENDAFTARAN PENDUDUK Pasal 19 Penyelesaian penerbitan dokumen pendaftaran penduduk ditetapkan sebagai berikut : a. Nomor Induk Kependudukan (NIK) paling lambat 3 (tiga) hari kerja; b. Kartu Keluarga (KK) paling lambat 7 (tujuh) hari kerja; c. Kartu Tanda Penduduk (KTP) paling lambat 5 (lima) hari kerja; d. Surat keterangan pindah paling lambat 5 (lima) hari kerja; e. Surat Keterangan Tempat Tinggal (SKTT) WNA paling lambat 3 (tiga) hari kerja; f. Kartu identitas penduduk musiman paling lambat 5 (lima) hari kerja. BAB VIII PENCABUTAN DAN PEMBATALAN DOKUMEN KEPENDUDUKAN

75

Pasal 20 (1) Kepala SKPD dapat mencabut dan membatalkan dokumen kependudukan berupa KK, KTP, Surat pindah dan lain-lain apabila diperoleh data yang tidak benar dari yang bersangkutan dan tidak melalui SIAK; (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tatacara pencabutan dan atau pembatalan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini diatur dengan Peraturan Walikota. BAB IX PENGAWASAN DAN PENERTIBAN Pasal 21 (1) Kepala SKPD melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk pengawasan dan penertiban kepemilikan dokumen kependudukan; Pengawasan dan penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilakukan minimal 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun; Persyaratan dan tata cara pengawasan dan penertiban ditetapkan dengan Peraturan Walikota. BAB X PENCATATAN SIPIL Bagian Kesatu Pencatatan Kelahiran Pasal 22 (1) Setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh penduduk kepada SKPD ditempat terjadinya peristiwa kelahiran paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahirannya; Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, SKPD mencatatkan ke dalam buku register Akta kelahiran dan menerbitkan kutipan Akta kelahiran; Pelaporan kelahiran yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal kelahiran, pencatatan dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Kepala SKPD;

(2)

(3)

(2)

(3)

76

(4)

(5)

Dalam hal pelaporan kelahiran harus disertai kutipan Akta nikah / Akta perkawinan orang tua dan atau persyaratan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; Penerbitan Akta kelahiran bagi yang bukan penduduk kota, tetap dipungut biaya penerbitan Akta kelahiran. Pasal 23

(1)

(2)

Dalam hal tempat peristiwa kelahiran berbeda dengan tempat tinggal atau domisili, pejabat SKPD yang mencatat dan menerbitkan kutipan Akta kelahiran serta memberitahukan secara tertulis kepada instansi pelaksana di daerah asal; Pencatatan kelahiran bagi anak yang tidak diketahui asal usulnya dilakukan oleh pejabat SKPD setelah ada laporan dan bukti berita acara pemeriksaan dari Kepolisian Negara. Bagian Kedua Pencatatan Kelahiran di Luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Pasal 24

(1)

(2)

Anak penduduk kota yang lahir di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib dicatatkan pada SKPD sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; Pencatatan kelahiran sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, dilaporkan kepada SKPD paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak yang bersangkutan kembali berdomisili di Kota. Bagian Ketiga Pencatatan Kelahiran di Atas Kapal Laut dan Pesawat Terbang Pasal 25

(1)

Anak penduduk kota yang lahir di atas kapal laut / perahu atau pesawat terbang dilaporkan oleh penduduk kota kepada SKPD berdasarkan keterangan kelahiran dari

77

(2)

(3)

Nakhoda Kapal Laut / Perahu atau Kapten Pesawat Terbang untuk dicatat dalam register Akta kelahiran dan diterbitkan kutipan Akta kelahiran; Pencatatan kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini wajib dilaporkan oleh penduduk kota kepada SKPD paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak penduduk bersangkutan kembali ke kota; Persyaratan dan tata cara dimaksud ayat (1) dan (2) pasal ini ditetapkan dengan Peraturan Walikota. Bagian Keempat Pencatatan Lahir Mati Pasal 26

Setiap orang yang lahir mati wajib dilaporkan oleh penduduk kepada SKPD paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak lahir mati untuk penerbitan surat keterangan lahir mati. Bagian Kelima Pencatatan Akta Kematian Pasal 27 (1) Setiap penduduk kota yang meninggal wajib dilaporkan oleh keluarganya atau yang mewakili kepada SKPD paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal kematian; Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini SKPD mencatat pada buku register Akta kematian dan menerbitkan kutipan Akta kematian; Pencatatan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini dilakukan berdasarkan keterangan kematian dari pihak yang berwenang; Dalam hal terjadi ketidakjelasan keberadaan seseorang karena hilang atau mati tetapi tidak ditemukan jenazahnya pencatatan oleh SKPD baru dilakukan setelah adanya penetapan pengadilan; Dalam hal terjadinya kematian seseorang yang tidak jelas identitasnya, SKPD melakukan pencatatan berdasarkan keterangan dari Kepolisian Negara. Bagian Keenam Pencatatan Kematian Di Luar Wilayah

(2)

(3)

(4)

(5)

78

Negara Kesatuan Republik Indonesia Pasal 28 (1) Penduduk kota yang meninggal di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib dilaporkan oleh keluarganya atau yang mewakili keluarganya kepada SKPD sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; Pelaporan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak kematian. Bagian Ketujuh Pencatatan Pengangkatan Anak Pasal 29 (1) Pencatatan pengangkatan anak, baru dilaksanakan setelah mendapat penetapan Pengadilan Negeri di tempat tinggal pemohon; Pencatatan pengangkatan anak wajib dilaporkan oleh penduduk kepada SKPD paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah mendapat penetapan Pengadilan Negeri; Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, SKPD membuat pencatatan pada register Akta kelahiran bagi anak yang sudah mendapat kutipan Akta kelahiran; Bagi pengangkatan anak yang belum memiliki akta kelahiran, maka SKPD menerbitkan Akta kelahiran disertai pencatatan pengangkatan anak. Bagian Kedelapan Pencatatan Perkawinan Pasal 30 (1) Perkawinan sah apabila dilakukan menurut agama dan kepercayaan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan wajib dilaporkan untuk dicatatkan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah perkawinan dilaksanakan;

(2)

(2)

(3)

(4)

79

(2) Pencatatan perkawinan dilaksanakan setelah diumumkan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pengumumannya; (3) Pencatatan perkawinan bagi yang beda agama dapat dilakukan setelah ada penetapan dari Pengadilan Negeri; (4) Kutipan Akta perkawinan diberikan kepada masing-masing suami dan isteri; (5) Pencatatan perkawinan dapat ditangguhkan atau dibatalkan apabila ada pihak yang keberatan atas pelaksanaan perkawinan; (6) Perkawinan Warga negara asing dapat dilakukan apabila sudah memenuhi persyaratan sesuai ketentuan yang berlaku. Pasal 31 (1) Setiap perkawinan yang dilakukan oleh penduduk beragama Islam wajib dilaporkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan kepada SKPD; (2) Pelaporan yang dimaksud ayat (1) pasal ini paling lambat 60 (enampuluh) hari setelah pencatatan perkawinan dilaksanakan. Bagian Kesembilan Pencatatan Perkawinan Di Luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Pasal 32 (1) Perkawinan penduduk kota di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib dicatatkan pada SKPD berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (2) Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, dilaporkan oleh yang bersangkutan kepada SKPD paling lambat 60 (enampuluh) hari sejak yang bersangkutan kembali ke kota. Bagian Kesepuluh Pencatatan Pembatalan Perkawinan Pasal 33 (1) Pembatalan perkawinan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada SKPD paling lambat 90 (sembilan puluh) hari setelah

80

(2)

ada Penetapan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap; SKPD mencabut Kutipan Akta perkawinan dan mengeluarkan Surat keterangan pembatalan perkawinan dimaksud ayat (1) pasal ini. Bagian Kesebelas Pencatatan Akta Perceraian Pasal 34

(1)

(2)

(3)

Setiap perceraian yang telah mendapatkan penetapan Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, wajib dicatatkan; Pencatatan perceraian sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini wajib dilaporkan kepada SKPD selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah mendapatkan putusan pengadilan; Akta perceraian diberikan kepada masing-masing SuamiIsteri. Bagian Keduabelas Pencatatan Perceraian di Luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Pasal 35

(1)

(2)

Perceraian penduduk kota di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib dicatatkan pada SKPD sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; Pencatatan perceraian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, dilaporkan oleh yang bersangkutan kepada SKPD paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak yang bersangkutan kembali ke kota. Bagian Ketigabelas Pencatatan Pembatalan Perceraian Pasal 36

81

(1)

(2)

Pembatalan perceraian bagi penduduk wajib dilaporkan oleh yang bersangkutan kepada SKPD paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap; Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, SKPD mencabut kutipan Akta perceraian dari kepemilikan dan mengeluarkan Surat keterangan pembatalan perceraian. Bagian Keempatbelas Pengakuan Anak Pasal 37

(1)

(2)

Pengakuan anak wajib dilaporkan oleh orang tua kepada SKPD paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat pengakuan anak oleh Ayah dan disetujui oleh Ibu dari anak yang bersangkutan; Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, Pejabat SKPD mencatat pada register dan menerbitkan kutipan Akta pengakuan anak. Bagian Kelimabelas Pengesahan Anak Pasal 38

(1)

(2)

(3)

Pengesahan anak dapat dilakukan sejak Ayah dan Ibu dari anak yang bersangkutan telah melakukan perkawinan dan mendapatkan Akta perkawinan; Berdasarkan Akta perkawinan Ayah dan Ibu selanjutnya SKPD membuat pencatatan Akta kelahiran anak yang bersangkutan; Pelaporan pengesahan anak paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Ayah dan Ibu telah melakukan pencatatan perkawinan dan mendapatkan Akta perkawinan. Bagian Keenambelas Pencatatan Perubahan Nama dan Perubahan Status Kewarganegaraan Paragraf 1

82

Pencatatan Perubahan Nama Pasal 39 Pencatatan perubahan nama dilaporkan kepada SKPD paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya salinan penetapan Pengadilan Negeri; Pejabat SKPD membuat pencatatan pada register dan menerbitkan kutipan Akta perubahan nama. Paragraf 2 Pencatatan Perubahan Status Kewarganegaraan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Pasal 40 (1) Pencatatan perubahan status kewarganegaraan dari WNA menjadi WNI dilakukan oleh SKPD paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak berita acara Pengucapan sumpah atau Pernyataan janji setia; Pejabat SKPD membuat pencatatan pada register dan menerbitkan kutipan Akta perubahan status kewarganegaraan.

(1)

(2)

(2)

Paragraf 3 Pencatatan Perubahan Status Kewarganegaraan Dari Warga Negara Indonesia Menjadi Warga Negara Asing di Luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Pasal 41 (1) Perubahan status kewarganegaraan penduduk kota dari WNI menjadi WNA yang telah mendapat persetujuan dari negara setempat, wajib melaporkan oleh penduduk yang bersangkutan kepada SKPD; Pejabat SKPD membuat catatan pada register Akta. Bagian Ketujuhbelas Jenis-jenis Pelayanan Akta Catatan Sipil Pasal 42 Jenis-jenis pelayanan Akta catatan sipil meliputi:

(2)

83

a. b. c. d. e. f. g.

Pencatatan dan penerbitan kutipan Akta kelahiran; Pencatatan dan penerbitan kutipan Akta perkawinan; Pencatatan dan penerbitan kutipan Akta perceraian; Pencatatan dan penerbitan kutipan Akta kematian; Pencatatan dan penerbitan kutipan Akta pengakuan dan pengesahan anak; Pencatatan dan penerbitan kutipan Akta pengangkatan anak; Pencatatan Akta perubahan nama. BAB XI PENYELESAIAN DOKUMEN AKTA-AKTA CATATAN SIPIL Pasal 43

Penyelesaian penerbitan dokumen Akta pencatatan sipil sebagai berikut : a. b. c. d. e. f. g. h. Akta kelahiran dan kutipan paling lambat 5 (lima) hari kerja; Akta perkawinan dan kutipan paling lambat 3 (tiga) hari kerja; Akta perceraian dan kutipan paling lambat 3 (tiga) hari kerja; Akta kematian dan kutipan paling lambat 1 (satu) hari kerja; Pencatatan pengangkatan anak (Adopsi) dan kutipan paling lambat 3 (tiga) hari kerja; Akta pengakuan dan pencatatan pengesahan anak dan kutipan paling lambat 3 (tiga) hari kerja; Pencatatan ganti nama dan kutipan paling lambat 3 (tiga) hari kerja; Pencatatan perubahan dan Kutipan paling lama 3 (tiga) hari kerja. BAB XII PEMBEBASAN BIAYA PELAYANAN Pasal 44 (1) Pembebasan biaya atas pelayanan administrasi kependudukan dan catatan sipil bagi penduduk kota, meliputi : a. Penerbitan Akta kelahiran; b. Penerbitan dan Perubahan KK; c. Penerbitan dan Perpanjangan KTP;

84

d. Penerbitan dan Penggantian Akta kematian; e. Surat keterangan pindah dalam kelurahan; f. Surat keterangan pindah antar kelurahan dalam satu kecamatan; g. Surat keterangan pindah antar kecamatan; h. Surat keterangan pindah antar kabupaten / kota dalam provinsi; i. Surat keterangan pindah antar provinsi; j. Surat keterangan pindah antar negara. (2) Pembebasan biaya dimaksud ayat (1) pasal ini, dikecualikan terhadap : a. Penggantian Akta kelahiran dan atau Akta kelahiran yang pelaporannya melebihi tenggang waktu 1(satu) tahun sejak tanggal kelahiran; b. Penggantian KK yang rusak atau hilang ; c. Penggantian KTP yang rusak atau hilang; d. Penerbitan KTP bagi wajib KTP sebagaimana dimaksud pasal 8 ayat (2) yang terlambat pelaporannya 6 (enam) bulan; e. Penerbitan perpanjangan KTP bagi wajib KTP yang lalai dan terlambat pelaporannya 6 (enam) bulan. BAB XIII BIAYA PELAYANAN Pasal 45 (1) Besarnya tarif retribusi pelayanan penerbitan kependudukan dan pencatatan sipil ditetapkan sebagai berikut : a. Penggantian Akta kelahiran Rp. 30.000,b. Penerbitan Akta kelahiran yang pelaporannya melebihi tenggang waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal kelahiran c. Penggantian KK yang rusak atau hilang d. Penggantian KTP yang rusak atau hilang e. Penerbitan KTP bagi wajib KTP sebagaimana dimaksud pasal 8 ayat (2) yang terlambat pelaporannya 6 (enam) bulan. f. Penerbitan perpanjangan KTP

Rp. 50.000,Rp. 5.000,Rp. 25.000,-

Rp. 50.000,-

85

bagi wajib KTP yang lalai dan terlambat pelaporannya 6 (enam) bulan. g. Penerbitan Kartu identitas penduduk musiman h. Kartu Tanda Penduduk (KTP) WNA i. Kartu Keluarga (KK) WNA j. Surat Keterangan Pindah WNA k. Surat Keterangan Tempat Tinggal (SKTT) WNA l. Akta Kelahiran WNA m. Akta Kematian WNA n. Akta Perkawinan WNI : a) Di dalam kantor b) Di luar kantor o. Akta Perkawinan WNA a) Di dalam kantor b) Di luar kantor p. Pendaftaran Perkawinan a) WNI b) WNA q. Akta Perceraian : a) WNI b) WNA r. Akta Pengakuan Anak : a). WNI b). WNA s. Akta Pengesahan Anak : a) WNI b) WNA t. Akta Pengangkatan Anak : a) WNI b) WNA u. Perubahan Akta : a) WNI Rp. 50.000,b) WNA v. Perubahan Nama : a) WNI b) WN c) Perubahan Status Kewarganegaraan WNA menjadi WNI

Rp. 50.000,Rp. 25.000,Rp.500.000,Rp.250.000,Rp.250.000,Rp.250.000,Rp.250.000,Rp.250.000,Rp.100.000,Rp.125.000,Rp.500.000,Rp.750.000,Rp. 20.000,Rp. 50.000,Rp.100.000,Rp.250.000,Rp.100.000,Rp.250.000,Rp.100.000, Rp.250.000,-

Rp.100.000,Rp.500.000,-

Rp.100.000,Rp. 50.000,Rp.100.000,Rp.100.000,-

86

w. Kutipan : a) WNI Rp. 40.000,b) WNA Rp.100.000,x. Peristiwa pencatatan sipil yang terjadi di Luar Negeri : a) Kelahiran Rp. 50.000,b) Perkawinan Rp.100.000,c) Kematian Rp. 50.000,d) Perceraian Rp.100.000,BAB XIV PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 46 (1) (2) Walikota dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi; Pengurangan, keringanan dan pembebasan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, diberikan dengan memperhatikan kemampuan wajib retribusi. BAB XV SANKSI ADMINISTRASI Pasal 47 (1) Setiap penduduk sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (4) dan pasal 5 ayat (1) yang bepergian tidak membawa KTP dikenakan denda administrasi paling banyak Rp. 50.000,(lima puluh ribu rupiah); Setiap orang asing yang memiliki Izin tempat tinggal terbatas sebagaimana dimaksud pasal 11 ayat (1) yang bepergian tidak membawa Surat Keterangan Tempat Tinggal (SKTT) dikenakan denda administrasi paling banyak Rp. 100.000,(seratus ribu rupiah); Setiap penduduk yang tidak memenuhi ketentuan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini selain dimaksud ayat (1) dan (2) pasal ini, dikenakan denda administrasi paling banyak Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah);

(2)

(3)

87

(4)

Denda sebagaimana dimaksud ayat (1), (2) dan ayat (3) pasal ini disetor seluruhnya ke Kas Daerah. BAB XVI PENYIDIKAN Pasal 48

Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Kota diberi wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini. Pasal 49 (1) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 berwenang : a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang mengenai adanya tindak pidana atas pelanggaran Peraturan Daerah; b. melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan di tempat kejadian; c. menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. melakukan penyitaan benda atau surat; e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang; f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya; i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan

88

hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB XVII KETENTUAN PIDANA Pasal 50 Setiap penduduk yang dengan sengaja mendaftarkan diri sebagai kepala keluarga atau anggota keluarga lebih dari 1 (satu) KK sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2) atau untuk memiliki KTP lebih dari satu sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1) di pidana kurungan 3 (tiga) bulan dan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). BAB XVIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 51 Dokumen administrasi kependudukan yang dikeluarkan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap berlaku. Pasal 52 Pengurusan dokumen kependudukan dan Akta catatan sipil dibebaskan dari retribusi pelayanan dalam tenggang waktu 6 (enam) sejak ditetapkannya Peraturan Daerah ini, untuk : a. Penggantian KK karena hilang atau rusak; b. Pengurusan wajib KTP bagi usia 17 (tujuh belas) tahun atau lebih dan sudah kawin atau pernah kawin; c. Pengurusan KTP perpanjangan yang lewat 6 (enam) bulan dari masa berlakunya; d. Penggantian KTP yang rusak atau hilang; e. Pengurusan Akta kelahiran yang lewat 1 (satu) tahun dari sejak tanggal kelahirannya.

BAB XIX KETENTUAN PENUTUP

89

Pasal 53 (1) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan ditetapkan dengan Peraturan atau Keputusan Walikota; Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peratuan Daerah Kota Makassar Nomor 10 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk, Pencatatan Sipil dan Retribusi Penggantian Biaya Cetak Dokumen Kependudukan dan Akta Catatan Sipil di Kota Makassar, dinyatakan tidak berlaku. Pasal 54 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Makassar. Ditetapkan di Makassar pada tanggal 7 September 2009 WALIKOTA MAKASSAR,

(2)

H. ILHAM ARIEF SIRAJUDDIN

Diundangkan di Makassar pada tanggal 10 September 2009 SEKRETARIS DAERAH KOTA MAKASSAR

90

H. M. ANIS ZAKARIA KAMA


LEMBARAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 9 TAHUN 2009

91

92

You might also like