You are on page 1of 193

PENGANTAR BIOMEKANIK A.

Definisi dan Pandangan Biomekanik Selama awal tahun 1970-an, komunitas internasional mengambil istilah biomekanik untuk menggambarkan ilmu yang mempelajari sistem biologis dari pandangan mekanikal. Biomekanik menggunakan alat-alat mekanik, merupakan cabang/ ilmu fisik yang mempelajari aksi (kerja) dari gaya, dan mempelajari aspek anatomi dan fungsional dari organisme hidup. Statik dan dinamik merupakan 2 sub-bagian utama dari mekanik. Statik merupakan ilmu yang mempelajari sistem-sistem yang gerakannya dalam keadaan konstan, baik dalam keadaan istirahat (tanpa gerakan) maupun bergerak dengan kecepatan konstan. Statik merupakan cabang ilmu mekanik yang mempelajari tentang sistem-sistem dalam gerakan yang konstan. Dinamik merupakan ilmu yang mempelajari sistem-sistem yang menimbulkan percepatan. Dinamik merupakan cabang ilmu mekanik yang mempelajari tentang sistem-sistem yang berkaitan dengan percepatan. Kemudian, kinematik dan kinetik merupakan sub-bagian dari ilmu biomekanik. Kinematik merupakan gambaran gerakan yang mencakup pola dan kecepatan gerakan yang berurutan dari segmen-segmen tubuh yang sering dianggap sebagai derajat koordinasi pada setiap individu. Kinematik menggambarkan gerakan yang terjadi, sedangkan kinetik adalah ilmu yang mempelajari tentang gaya-gaya yang berkaitan dengan gerakan. Jadi kinematik adalah ilmu yang mempelajari tentang deskripsi/ gambaran gerakan mencakup space/ruang dan waktu, sedangkan kinetik adalah ilmu yang mempelajari tentang aksi dari gaya. Ilmu biomekanik pada manusia mencakup pertanyaan-pertanyaan seperti apakah besarnya gaya otot yang dihasilkan adalah optimal untuk tujuan yang diharapkan dari pergerakan. Faktor-faktor antropometrik mencakup ukuran, bentuk dan berat dari segmen-segmen tubuh merupakan pertimbangan penting lainnya dalam analisis kinetik. Antropometrik berkaitan dengan dimensi-dimensi dan berat dari segmen-segmen tubuh. Meskipun biomekanik relatif muda sebagai bidang ilmu pemeriksaan ilmiah yang diakui tetapi ilmu biomekanik merupakan hal yang menarik perhatian beberapa disiplin

ilmu dan bidang profesional yang berbeda. Biomekanik memiliki latar belakang akademik dalam ilmu hewan; orthopedic, cardiac (jantung), atau sport medicine; biomedis atau biomekanik mesin (berkaitan dengan mesin); fisioterapi; atau kinesiologi dengan komponen-komponen yang sama sehingga menjadi hal yang menarik dalam aspek biomekanik yang menyangkut struktur dan fungsi organisme hidup. Biomekanik dari gerakan manusia merupakan salah satu sub-disiplin ilmu kinesiologi dimana kinesiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang gerakan manusia. Meskipun beberapa ahli biomekanik mempelajari topik seperti gerakan burung onta, aliran darah yang melalui arteri-arteri yang menyempit, atau pemetaan kecil dari rongga gigi, tetapi secara utama difokuskan pada biomekanik gerakan manusia dari pandangan analisis gerakan. Biomekanik juga merupakan cabang ilmu dari sport medicine. Sport medicine telah didefinisikan oleh Lamb sebagai istilah sebuah payung yang mencakup aspek klinis dan ilmiah dari latihan dan olahraga. Bagan Sub-disiplin ilmu Kinesiologi Kinesiologi

Biomekanik

Adapted Physical Education

Fisiologi Latihan

Perilaku motorik

Atletic training

Sejarah Olahraga

Pedagogy

Filosofi Olahraga

Seni Olahraga

Psikologi Olahraga

Bagan cabang ilmu Sport medicine Sport Medicine

Biomekanik

Atletic Medicine

Fisiologi Latihan

Fisioterapi

Rehabilitasi Jantung

Perilaku Motorik

Sport Nutrition

Psikologi Olahraga

Atletic training

Spesialis medis lainnya

Problem-problem (masalah) yang dipelajari dalam biomekanik Karena berbagai disiplin ilmu dan bidang profesional yang berbeda mempelajari biomekanik maka berbagai topik yang berbeda-beda dipelajari dalam biomekanik. Sebagai contoh, ahli ilmu hewan mempelajari pola gerakan dari berbagai spesis binatang menyangkut berjalan, berlari, lari dengan langkah pendek dan lari cepat pada kecepatan yang terkontrol diatas treadmill untuk menentukan kenapa binatang tersebut memilih panjang langkah tertentu dan besarnya langkah tersebut pada kecepatan yang diberikan. Para ahli menyimpulkan bahwa sebagian besar hewan bertulang belakang termasuk manusia memilih pola berjalan dengan energi yang ekonomis optimal, atau konsumsi energi metabolik. Para peneliti menjelaskan bahwa besarnya produksi gaya otot secara utama membangun besarnya energi untuk berlari. Hal yang menarik bahwa jika hewan berkaki dua seperti kalkun dan hewan berkaki empat seperti anjing yang memiliki berat badan sama, ketika berlari mereka menggunakan sekitar jumlah energi yang sama meskipun nampak perbedaan ukuran tubuh, bentuk tubuh dan mekanikal berlari. Hal-hal

ini benar-benar nyata, karena meskipun hewan berkaki dua dibandingkan dengan berkaki empat, hewan berkaki dua cenderung memiliki tungkai yang lebih panjang dan kemampuan mengambil langkah yang lebih panjang sehingga mereka membutuhkan lebih banyak otot untuk menyanggah berat badannya. Diantara manusia, meskipun besarnya energi untuk lari meningkat secara linear dengan kecepatan lari tetapi cukup besar perbedaan setiap orang menyangkut besarnya energi untuk berlari. Meskipun beberapa orang kelihatannya berlari dengan lebih halus dan enak daripada yang lainnya, tetapi tidak ada faktor biomekanik tertentu yang berkaitan dengan ekonomis lari yang baik atau yang jelek. Hal yang menarik juga adalah terjadinya perubahan transisi dalam aktivitas berjalan anak-anak karena mereka mengalami perubahan perkembangan dalam proporsi tubuh dan ketrampilan motorik yang sejalan dengan usia. Antara usia 3 tahun dan usia remaja, terjadi penurunan pengeluaran energi berdiri dan penurunan derajat minimum dari gerakan. Bagaimanapun juga, kecepatan berjalan dengan tingkat energi yang minimum ini akan meningkat, dan selama usia 3 tahun serta 4 tahun akan berjalan dengan kecepatan yang tercepat tetapi kurang efisien, dimana tingkat energi 70% lebih besar daripada orang dewasa. NASA telah mensponsori penelitian biomekanik untuk meningkatkan pemahaman tentang efek-efek mikrogravitasi pada sistem muskuloskeletal manusia. Adanya fakta bahwa para astronot yang keluar dari pengaruh gravitasi bumi selama beberapa hari maka saat kembali ke bumi terjadi penurunan kepadatan tulang, penurunan mineralisasi dan kekuatan, khususnya pada extremitas inferior. Semenjak itu pada hari-hari pertama penerbagangan angkasa luar, para ahli biomekanik telah mendesain dan membangun sejumlah alat-alat latihan yang digunakan didalam ruang hampa untuk mengganti aktivitas pemeliharaan tulang normal diatas bumi. Penelitian baru-baru ini telah memfokuskan pada desain treadmill yang digunakan didalam ruang hampa dengan derajat beban deformasi dan strain yang optimal diaplikasikan pada tulang extremitas inferior untuk merangsang formasi (pembentukan) tulang baru. Baru-baru ini, para ahli telah menemukan bahwa dengan mengaplikasikan gaya horizontal pada bagian anterior setiap orang saat lari dengan lingkungan gravitasi rendah dapat membangkitkan efek gaya

yang jauh lebih sama dengan efek gaya ketika berlari diatas bumi. Hal ini merupakan penemuan penting, sejak beban strain pada tulang extremitas inferior dapat dipercaya sebagai mata rantai utama dalam stimulasi mekanik terhadap pertumbuhan dan pemeliharaan tulang, dimana berkaitan dengan besarnya gaya reaksi lantai yang terusmenerus. Pemeliharaan kepadatan mineral tulang yang cukup juga merupakan topik yang berkaitan dengan bumi. Osteoporosis merupakan kondisi dimana massa mineral tulang dan kekuatan tulang menurun berat sehingga dalam aktivitas sehari-hari dapat menyebabkan nyeri tulang dan patah tulang. Pada wanita yang memiliki level aktivitas fisik yang rendah selama masa remaja maka cenderung berkaitan dengan meningkatnya resiko terjadinya osteoporosis pada usia tua. Faktor-faktor resiko lainnya yang diketahui dapat menimbulkan perkembangan osteoporosis adalah inaktivitas fisik selama masa hidupnya, perokok, defisiensi estrogen, kalsium dan vitamin D, serta konsumsi protein, caffein dan alkohol yang berlebihan. Dengan demikian sangat penting yaitu program weight-bearing exercise yang teratur seperti berjalan pada setiap orang yang osteoporosis karena dapat meningkatkan kesehatan dan kekuatan tulang. Problem lainnya yang menantang para ahli biomekanik dalam meneliti usia lanjut adalah gangguan mobilitas. Usia tua berkaitan dengan penurunan kemampuan keseimbangan, dan usia dewasa tua lebih sering terayun dan jatuh daripada usia dewasa muda, meskipun penyebab-penyebab perubahan ini tidak dipahami dengan baik. Jatuh dan khususnya jatuh yang berkaitan dengan fraktur hip adalah problem medis yang sangat serius dan mahal diantara kelompok usia lanjut. Setiap tahun, jatuh menyebabkan persentase yang besar dari fraktur wrist, injury (cidera) kepala, fraktur vertebra dan luka sobek, serta diatas 90% mengalami fraktur hip yang terjadi setiap tahun di Amerika Serikat. Tim peneliti biomekanik menyelidiki faktor-faktor biomekanik yang memungkinkan setiap orang terhindar dari jatuh, karakteristik dari pendaratan yang aman dari jatuh, gaya yang ditopang oleh bagian-bagian tubuh yang berbeda selama jatuh, dan kemampuan pakaian dan lantai pelindung untuk mencegah injury akibat jatuh. Pada perkembangan strategi intervensi telah menunjukkan bahwa latihan berjalan dapat efektif

memperbaiki keseimbangan dan menurunkan kemungkinan jatuh diantara kelompok usia dewasa tua yang statis. Biomekanik yang berkaitan dengan pekerjaan adalah suatu bidang ilmu yang memfokuskan pada pencegahan injuri-injuri akibat kerja dan perbaikan kondisi kerja serta performans (penampilan) pekerja. Para peneliti dalam bidang ini telah mempelajari bahwa nyeri pinggang akibat kerja dapat diperoleh tidak hanya dari penanganan bendabenda berat, tetapi dari postur yang tidak alamiah (postur jelek), gerakan yang tiba-tiba dan tidak diharapkan, serta karakteristik setiap pekerja. Para ahli biomekanik kerja memperkenalkan bagaimana pentingnya biomekanik bagi pekerja baik secara fisik dan mental dalam mempersiapkan pekerjaan pada suatu industri untuk mencegah terjadinya nyeri pinggang. Pada tahun baru-baru ini, meskipun sejumlah injuri-injuri akibat kerja menurun, carpal tunnel syndrome merupakan gangguan neurologis pada wrist yang seringkali berkaitan dengan overuse (penggunaan yang berlebihan) dalam pekerjaan yang telah meningkat frekuensinya. Oleh karena carpal tunnel syndrome sangat berkaitan dengan penggunaan keyboard (papan tombol) yang berulang-ulang, maka penelitian sedang dilakukan untuk mendesain suatu bentuk keyboard yang mungkin lebih optimal secara biomekanis daripada keyboard tradisional. Suatu desain baru yang menarik sedang dites yaitu keyboard (papan tombol) yang dibagi dua kedalam kiri dan kanan dengan setiap bagian keyboard diposisikan secara langsung di depan shoulder, dan secara vertikal keyboard dalam keadaan alignmen sehingga memberikan pemeliharaan wrist dalam posisi netral. Para ahli biomekanik juga memberikan kontribusi terhadap perbaikan performans (penampilan) pada olahraga pilihan melalui desain peralatan baru yang innovatif. Salah satu contoh adalah Klapskate, yaitu suatu skate cepat yang dilengkapi dengan engsel didekat jari-jari kaki sehingga dapat memberikan gerakan plantar fleksi ankle selama push-off pada pemain skate, menghasilkan sampai 5% kecepatan skate yang lebih tinggi daripada kecepatan yang diperoleh dari skate tradisional. Klapskate didesain oleh van Ingen Schenau dan de Groot, berdasarkan pada penelitian terhadap teknik gliding pushoff dalam kecepatan skating oleh van Ingen Schenau dan Baker, serta berdasarkan pada penelitian terhadap kerja koordinasi intermuskular dari gerakan meloncat (vertikal

jumping) oleh Bobbert dan van Ingen Schenau. Berbagai innovasi dalam peralatan dan pakaian olahraga juga dihasilkan dari penemuan-penemuan ahli biomekanik. Contoh lainnya meliputi helm aerodinamik, pakaian dan desain siklus yang digunakan pada kompetisi bersepeda, dan pakaian yang sangat halus digunakan pada olahraga kompetisi lainnya seperti berenang, olahraga lari, skating dan olahraga ski. Para ahli biomekanik olahraga juga mengarahkan pada usaha-usaha perbaikan biomekanik atau teknik, dan komponen-komponen performans (penampilan) atletik. Sebagai contoh, mereka telah mempelajari faktor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap performans puncak dalam lompatan yang jauh, lompatan yang tinggi, dan loncat galah yang mencakup kecepatan horizontal yang besar pada saat takeoff (terbang) dan langkah terakhir yang pendek sehingga memfasilitasi elevasi (pengangkatan) yang berkesinambungan dari pusat massa tubuh. Penelitian terhadap pelempar baseball juga ditemukan bahwa pelempar yang memiliki kecepatan tinggi dengan melakukan gerakan external rotasi shoulder yang besar, trunk/vertebra lebih condong ke depan dan miring pada bola yang akan dilepaskan, kecepatan angular ekstensi yang tinggi pada knee serta kecepatan angular yang lebih besar pada pelvis dan batang tubuh (trunk) bagian atas. Dari contoh-contoh diatas menunjukkan adanya keanekaragaman topik-topik dalam penelitian biomekanik, mencakup beberapa contoh yang berhasil serta area-area tantangan yang berkelanjutan. Dengan jelas, para ahli biomekanik dapat memberikan kontribusi terhadap pengetahuan dasar tentang gerakan manusia, dari pola berjalan yang merupakan tantangan secara fisik pada anak ke teknik-teknik tertentu dari atlit pilihan. Meskipun beragam, pernyataan seluruh peneliti berdasarkan pada aplikasi prinsip-prinsip mekanik terhadap pemecahan problem-problem khusus pada organisme hidup. Dengan demikian, prinsip-prinsip biomekanik dapat diaplikasikan dalam menganalisis gerakan manusia. Alasan Mempelajari Biomekanik Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, prinsip-prinsip biomekanik dapat diterapkan oleh ilmuwan dan profesional dalam berbagai bidang yang ditujukan pada problem-problem yang berkaitan dengan kesehatan dan performans manusia. Pengetahuan tentang konsep dasar biomekanik juga esensial (penting) bagi pengajar

pendidikan fisik yang kompeten (physical education), fisioterapi, dokter, pelatih, trainer personal, atau instruktur latihan. Suatu ilmu pengantar biomekanik dapat memberikan pemahaman dasar tentang prinsip-prinsip mekanik dan bagaimana menerapkannya dalam menganalisis gerakan pada tubuh manusia. Para analis gerakan manusia memiliki banyak pengetahuan sehingga mampu menjawab pertanyaan berikut ini yang berkaitan dengan biomekanik : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Mengapa berenang bukan merupakan bentuk latihan yang terbaik bagi orangApa yang merupakan prinsip biomekanik yang melandasi mesin/peralatan Apa yang termasuk cara teraman untuk mengangkat objek/barang yang berat ? Strategi apa yang dapat dilakukan oleh orang usia lanjut atau pemain Mengapa beberapa orang tidak mampu untuk mengapung ? Dan lain-lain. orang yang mengalami osteoporosis ? latihan tahanan yang beragam ?

sepakbola didalam memaksimalkan stabilitas ?

B. Pendekatan Biomekanik Mempelajari gerakan manusia adalah hal yang menarik dengan 2 alasan utama. Pertama, karena gerakan manusia menyangkut gerakan pada kita semua dan bagaimana kami mampu menjalani kehidupan setiap hari dengan melakukan aktivitas fungsional yang sangat banyak, aktivitas olahraga dan aktivitas rekreasi. Kedua, terletak pada kompleksitas gerakan manusia dan tantangan yang muncul dari gerakan. Observasi gerakan manusia menunjukkan adanya kompleksitas dan nampaknya melibatkan beragam perubahan posisional yang sangat banyak atau perubahan posisi yang dikontrol oleh beberapa faktor internal dan eksternal. Untuk memahami bagaimana sistem tubuh berinteraksi dalam menghasilkan gerakan halus yang terkontrol dan gerakan yang bertujuan adalah hal yang esensial/penting untuk diperkenalkan dalam bahasan ini. Hal ini perlu untuk diketahui bagaimana gerakan manusia dimulai, dilakukan dan terkontrol serta beberapa bentuk pengetahuan dasar yang menjelaskan tentang area ini.

Kita sudah mengetahui tentang anatomi terapan yang terdiri atas : sistem otot, sistem tulang dan sendi serta sistem saraf yang menyebabkan manusia dapat bergerak dan dapat melakukan AKS (aktivitas kegiatan sehari-hari), tetapi tidak terlepas dari pengaruh lingkungan manusia tersebut. Gerakan manusia dapat dilihat dari beberapa sudut pandang atau beberapa pendekatan didalam mempelajari gerakan pada manusia, yaitu : 1. Pendekatan Anatomi ; dimana menggambarkan (menjelaskan) tentang struktur tubuh dan bagian-bagiannya serta bagian-bagian tubuh yang potensial untuk menghasilkan gerakan. 2. 3. Pendekatan Fisiologis ; dimana mempelajari tentang proses terjadinya Pendekatan Psikologis ; dimana mempelajari berbagai sensasi, persepsi dan gerakan, kontinuitas gerakan dan kontrol gerakan. motivasi yang menstimulasi terjadinya gerakan serta mekanisme neurologis yang mengontrolnya 4. 5. Pendekatan Mekanik ; dimana menjelaskan adanya gaya, waktu dan jarak Pendekatan Sosiologis ; mempertimbangkan arti beragam gerakan pada yang berhubungan dengan gerakan tubuh manusia. pengaturan manusia yang berbeda-beda dan mempengaruhi pengaturan sosial pada gerakan yang dihasilkan. 6. Pendekatan Environmental (lingkungan) ; mempertimbangkan pengaruh lingkungan dimana gerakan terjadi atau menjelaskan tentang deskripsi gerakan yang bervariasi dalam lingkungan yang berbeda-beda. Pendekatan Pemecahan Masalah Biomekanik Penelitian ilmiah biasanya diarahkan pada pemberian solusi untuk problem tertentu atau menjawab pertanyaan khusus. Bahkan untuk non-peneliti, bagaimanapun juga kemampuan untuk memecahkan problem merupakan keperluan praktis untuk fungsional dalam masyarakat modern. Penggunaan dari problem-problem khusus juga merupakan pendekatan efektif untuk menjelaskan konsep dasar biomekanik.

1. Problem kuantitatif versus kualitatif

Analisis gerakan manusia dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif. Kata kuantitatif menyatakan adanya jumlah/angka, dan kualitatif menjelaskan pada deskripsi (gambaran) dari kualitas tanpa menggunakan angka-angka. Setelah melihat performans dari lompatan jauh dalam posisi berdiri (standing long jump), seorang pengamat mungkin menyatakan secara kualitatif dengan kata lompatannya sangat baik. Pengamat lainnya mungkin menyatakan secara kuantitatif pada lompatan yang sama dengan ukurang 2.1 meter panjangnya. Hal ini penting untuk mengenal istilah kualitatif bukan berarti general. Gambaran kualitatif mungkin general, tetapi juga dapat secara detail sekali. Hal ini dapat dinyatakan secara kualitatif dan secara general, sebagai contoh seorang laki-laki yang berjalan lambat di jalan raya. Juga dapat dinyatakan pada laki-laki yang sama yaitu berjalan sangat lambat, kelihatannya cenderung ke kiri, dan tertumpu berat badannya pada tungkai kanan selama waktu yang sesingkat mungkin. Gambaran kedua adalah semuanya kualitatif tetapi memberikan suatu gambaran yang lebih detail dari gerakan. Baik gambaran kualitatif dan kuantitatif berperan penting dalam analisis biomekanik dari gerakan manusia. Para peneliti biomekanik sangat percaya pada teknik kuantitatif dalam usaha menjawab pertanyaan-pertanyaan khusus yang berkaitan dengan mekanikal organisme hidup. Para dokter, pelatih, dan pengajar aktivitas fisik yang teratur melakukan observasi kualitatif terhadap pasiennya, atlitnya, atau siswanya untuk merumuskan pendapat atau pemberian nasehat. 2. Pemecahan problem kualitatif Problem-problem kualitatif umumnya muncul selama aktivitas kegiatan seharihari. Analisis gerakan manusia, apakah untuk mengidentifikasi gangguan pola berjalan atau untuk menyempurnakan teknik pelajar, merupakan suatu proses pemecahan masalah yang esensial (penting). Apakah analisis tersebut bersifat kualitatif atau kuantitatif, analisis tersebut mencakup identifikasi, kemudian mempelajari atau menganalisis, dan pada akhirnya menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan problem yang menarik.

Untuk menganalisis gerakan secara efektif, hal pertama yang esensial adalah merumuskan satu atau lebih pertanyaan yang berkaitan dengan gerakan. Bergantung pada tujuan khusus dari analisis tersebut, beberapa pertanyaan dapat disusun secara general (umum) atau spesifik. Sebagai contoh, pertanyaan yang bersifat general (umum) adalah sebagai berikut : a. Apakah gerakan yang dilakukan dengan gaya yang cukup atau optimal ? b. Apakah gerakan yang dilakukan melalui ROM yang sesuai ? c. Apakah gerakan tubuh yang berurutan cocok (atau optimal) untuk pelaksanaan skill (ketrampilan motorik) ? d. Mengapa wanita usia lanjut memiliki kecenderungan untuk jatuh ? e. Mengapa pemain tolak peluru tidak mengambil jarak yang lebih jauh ? Pertanyaan yang lebih spesifik adalah : a. Apakah terjadi pronasi yang berlebihan selama stance phase (fase menumpu) dari pola berjalan ? b. Apakah saat melempar bola terjadi dengan segera gerakan full ekstensi elbow (siku) ? c. Apakah pemilihan latihan strengthening pada otot vastus medialis obliquus dapat mengurangi alur patella yang salah pada setiap orang ? Ketika satu atau lebih pertanyaan telah diidentifikasi, tahap selanjutnya dalam menganalisis gerakan manusia adalah mengumpulkan data. Sebagian besar bentuk data yang dikumpulkan oleh pengajar, terapis, dan pelatih adalah data observasi visual yang kualitatif. Maka dari itu, analis gerakan sangat teliti mengobservasi gerakan yang dilakukan dan membuat tulisan atau catatan mental. Untuk memperoleh data observasi yang terbaik, maka perlu untuk merencanakan ke depan tentang jarak dan pandangan optimal dari data observasi yang dibuat. 3. Pemecahan problem-problem formal kuantitatif Problem-problem formal merupakan sarana efektif untuk menerjemahkan konsep-konsep yang kurang jelas kedalam batasan yang jelas, prinsip-prinsip khusus yang dapat dipahami dengan segera dan diaplikasikan dalam analisis gerakan manusia. Beberapa orang yang percaya bahwa dirinya tidak mampu memecahkan

problem-problem formal yang tidak dikenal dan sangat luas, dapat mempelajari skillskill (ketrampilan motorik) tentang pemecahan problem (masalah). Semua buku memiliki pendekatan dan teknik pemecahan problem (masalah). Bagaimanapun juga, sebagian besar pelajar tidak mengarahkan alur kerja yang melibatkan strategi general tentang proses pemecahan problem (masalah). Suatu prosedur sederhana untuk pendekatan dan pemecahan problem-problem terdiri dari 11 tahap yang berurutan, yaitu : a. Bacalah problem tersebut dengan cermat/teliti b. Tulislah informasi-informasi yang didapatkan c. Tulislah informasi yang diinginkan (tidak diketahui) untuk pemecahannya d. Buatlah diagram tentang keadaan problem yang menunjukkan informasi yang diketahui dan tidak diketahui e. Tulislah rumus yang mungkin akan digunakan f. Identifikasi rumus yang akan digunakan g. Jika perlu, baca kembali pernyataan problem untuk menentukan apakah ada informasi tambahan yang dibutuhkan dapat disimpulkan. h. Memasukkan atau menggantikan dengan teliti informasi tersebut ke dalam rumus i. Pecahkan persamaannya untuk mengidentifikasi variabel yang tidak diketahui (informasi yang diinginkan) j. Periksa atau cek bahwa jawaban tersebut sudah cocok/layak dan sempurna k. Beri kotak dengan jelas jawaban tersebut. C. Sistem Pengukuran Dalam Biomekanik Pemberian unit-unit pengukuran yang tepat/benar yang berkaitan dengan jawaban terhadap problem kuantitatif adalah penting sekali. Secara jelas, suatu jawaban 2 sentimeter adalah sungguh berbeda dengan jawaban 2 kilometer. Hal ini juga penting untuk mengenal unit-unit pengukuran yang berkaitan dengan kuantitas fisik tertentu. Pesanan 10 kilometer bensin untuk sebuah mobil ketika berjalan keluar negeri adalah jelas tidak tepat/benar.

Sistem pengukuran utama yang masih digunakan di Amerika Serikat adalah sistem English (Inggris). Sistem English dari ukuran berat dan ukuran-ukuran yang muncul selama beberapa abad terutama untuk tujuan komersial (perdagangan). Semenjak adanya sistem metrik (sistem perpuluhan/dasar 10) yang telah dinikmati seluruh dunia karena beberapa alasan. Pertama, sistem ini hanya memerlukan 4 unit dasar yaitu : meter menyangkut panjang; kilogram menyangkut massa; detik menyangkut waktu; dan derajat Kelvin menyangkut temperatur. Kedua, unit dasar tersebut memiliki batasan yang jelas/tepat, dapat menghasilkan kuantitas (jumlah) yang bebas dari faktorfaktor seperti gaya gravitasi. Ketiga, semua unit pengukuran kecuali pengukuran waktu berkaitan dengan faktor angka 10, sebaliknya banyak faktor-faktor konversi yang perlu mengkonversikan dengan unit pengukuran English. Terakhir, sistem tersebut digunakan secara internasional. Berdasarkan alasan-alasan tersebut serta adanya fakta bahwa sistem metrik hampir secara exklusif digunakan oleh masyarakat ilmiah sehingga sistem ini yang digunakan dalam berbagai buku. Bagi orang yang tidak familiar terhadap sistem metrik maka mereka dapat mengenal sistem English yang equivalen dengan kuantitas metrik. Ada 2 faktor konversi yang secara khusus bermakna yaitu 2,54 cm untuk setiap inchi dan sekitar 4.45 Newtons untuk setiap pound. Seluruh unit-unit pengukuran yang relevan pada kedua sistem tersebut dan faktor-faktor konversi English-metrik dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Unit-unit Pengukuran Yang Umum Variabel Jarak Unit Metric Sentimeter Meter Kilometer Meter/detik Kilogram Newton Joule Watt Joule Kilogram-meter/sec Newton-second Kilogram-m2/second Kilogram-meter2 Newton-meter Dikali dengan Dibagi dengan 2,54 0,3048 1.609 0,447 14,59 4,448 1,355 745,63 1,355 4,448 4,448 1,355 1,355 1,355 Unit English Inchi Feet/kaki Mil Mil/jam Slug Pound Foot-pound Horsepower Foot-pound Slug-feet/sec Pound-second Slug-feet2/sec. Slug-feet2 Foot-pound

Kecepatan Massa Gaya Kerja Power Energi Linear momentum Impulse Angular momentum Moment of inersia Torque

D. Kesimpulan REFERENSI : Susan J. Hall, 2003, Basic Biomechanics, Fourth Edition, McGraw-Hill Company, New York

BAB II GERAKAN

PENGERTIAN DAN TIPE GERAKAN


Gerakan adalah suatu perubahan tempat atau perpindahan dari satu tempat ke tempat lain dengan sebuah titik referensinya (titik orientasi). Sebagai contoh, orang yang berjalan didalam kereta api pada saat kereta api berjalan diatas rel kereta api, maka : Jika titik referensinya adalah kereta api, maka orang yang berjalan didalam Jika titik referensinya adalah rel kereta api, maka yang dikatakan bergerak kereta api dikatakan bergerak. adalah kereta api yang berjalan diatas rel kereta api. Adapun tipe gerakan terdiri atas 2, yaitu : 1. Gerakan linear (gerakan translasi), yaitu gerakan yang terjadi pada

satu titik ke titik yang lain tetapi tetap kontak dengan titik referensinya. Gerakan linear terdiri atas 2, yaitu : a. b. 2. Gerakan rectilinear, misalnya orang yang berjalan, bersepeda, Gerakan kurvalinear, yang membentuk garis lengkung tergelincir, dan lain-lain. misalnya gerakan bola yang ditendang, gerakan melompat, dan lain-lain. Gerakan angular (gerakan rotasi), yaitu gerakan yang terjadi pada satu titik yang terfiksir dimana obyek berputar disekitar titik tersebut dan tetap kontak dengan titik referensinya. Sebaga contoh : gerakan pendular, gerakan pintu, gerakan menekuk siku, dan lain-lain. Pada umumnya, dalam aktivitas kegiatan sehari-hari selalu terjadi perpaduan diantara kedua gerakan tersebut.

DASAR NEUROLOGI GERAKAN MANUSIA


Sistem Saraf Pusat dan Sistem Saraf Tepi Sistem saraf pusat adalah otak dan spinal cord (medulla spinalis). Otak terdiri atas otak besar (cerebrum), otak kecil (cerebellum) dan batang otak. Semua neuron yang berada di kawasan Sistem Saraf Pusat yang menyalurkan impuls motorik disebut dengan Upper Motor Neuron (UMN). Sedangkan Sistem Saraf Tepi (Perifer) adalah saraf spinal dan saraf cranial serta saraf otonom (saraf simpatik dan parasimpatik). Semua neuron yang berada dalam kawasan Sistem Saraf Tepi yang menyalurkan impuls motorik ke sel otot skeletal disebut dengan Lower Motor Neuron (LMN).
Neuron (sel saraf) adalah struktur elemen dasar dari sistem saraf. Neuron merupakan sel yang sangat exitable, yang menerima berita atau informasi dari neuron lainnya atau receptor sensorik. Neuron mempunyai ukuran bentuk dan jumlah percabangan yang berbedabeda. Sebagai contoh, axon dari sebuah motor neuron kadang-kadang bisa menjadi sangat panjang dari segmen bawah spinal cord ke otot-otot kaki.

Suatu neuron dapat berhubungan dengan neuron lainnya melalui synaps. Synaps adalah regio kontak khusus diantara neuron-neuron dimana terjadi komunikasi antara neuron yang satu dengan neuron yang lain. Didalam synaps, impuls-impuls dapat terkirim melalui suatu mediator kimiawi (zat transmitter kimiawi) seperti acetilkholin. Setiap neuron atau serabut saraf ada yang bersifat afferen dan ada yang bersifat efferent. Serabut saraf afferen berfungsi untuk membawa informasi dari receptorreceptor sensorik yang beragam ke Sistem Saraf Pusat, sedangkan serabut saraf efferent berfungsi untuk mengirimkan impuls motorik dari Sistem Saraf Pusat ke otot. Neuron yang menyalurkan impuls motorik adalah motoneuron. Pada Upper Motor Neuron (UMN) terdapat system atau susunan piramidalis dan extrapiramidalis, berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik. a. Sistem Piramidalis Neuron-neuron yang mencetuskan impuls somatomotorik adalah sel-sel di lamina V atau lamina ganglionaris didalam corteks cerebri. Sel-sel tersebut dikenal sebagai sel piramidal dari Betz yang terdapat didalam area 4 lobus frontalis. Kemudian axon-axonnya berproyeksi secara teratur ke corpus striatum, thalamus,

batang otak dan medulla spinalis. Axon-axon tersebut muncul dari girus temporalis dan girus frontalis (area 3, area 4 dan area 6). Area 4 dan area 6 terletak didalam lobus frontalis. Area 4 merupakan area motorik primer yang berada tepat di girus presentralis (gbr. 2.1). Pada area ini terdapat peta daerah perwakilan bagian-bagian tubuh sisi kontralateral yang dikenal dengan homunculus motorik (gbr. 2.2). Sedangkan area 6 merupakan area premotorik yang ikut terlibat didalam menstimulasi gerakan.

Gambar 2.1 Kemudian serabut-serabut kortikofugal yang berasal dari corteks cerebri memasuki inti-inti di pes pontis menjadi traktus parietotemporopontinus dan traktus frontopontinus. Sedangkan serabut-serabut kortikofugal yang melanjutkan diri ke medulla oblongata terdiri dari traktus kortikobulbar dan traktus kortikospinalis, yang terkumpul dalam piramis. Traktus kortikospinalis yang menuju ke medulla spinalis terbagi kedalam traktus kortikospinalis lateral yang menuju ke funikulus posterolateral kontralateral medulla spinalis (yang menyilang) dan traktus kortikospinalis ventralis yang menuju ke funikulus ventralis ipsilateral medulla spinalis (gbr. 2.3)

Sementara serabut-serabut dari traktus kortikobulbar berjalan menyilang garis tengah dan menuju ke motoneuron/inti-inti saraf cranial motorik (n.III, n.IV, n.V, n.VI, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII). Perjalanan traktus kortikospinalis lateral dan ventral, semakin ke caudal semakin kecil jarasnya, karena banyak serabut sudah mengakhiri perjalanannya. Pada bagian cervical terdapat 55 % jumlah serabut kortikospinalis, sedangkan pada bagian thoracal dan lumbosacral berturut-turut mendapat 20 % dan 25 % serabut kortikospinal b. Sistem Extrapiramidalis Susunan Extrapiramidalis terdiri atas beberapa komponen yaitu corpus striatum, globus pallidus, inti-inti talamikus, nuclei subtalamikus, substansia nigra, formatio retikularis batang otak, cerebellum dan corteks motorik area 4, 6 dan 8. Komponen-komponen tersebut dihubungkan satu sama lain oleh axon dari masing-masing komponen tersebut. Dengan demikian terdapat beberapa lintasan yang melingkari komponen-konponen tersebut, yang dikenal dengan sirkuit. Oleh karena corpus striatum merupakan penerima tunggal dari serabut-serabut segenap neokorteks, maka lintasan tersebut dinamakan sirkuit striatal. Secara sederhana, lintasan sirkuit tersebut dapat dibedakan dalam sirkuit striatal utama (prinsipal) dan 3 (tiga) sirkuit penunjang (asesorik) yaitu sirkuit striatal asesorik I, sirkuit striatal asesorik II dan sirkuit striatal asesorik III. Sirkuit striatal utama (prinsipal) adalah hubungan antara corteks cerebri corpus striatum globus pallidus thalamus corteks cerebri. Dengan demikian, informasi yang tiba diseluruh neokorteks dikirim ke corpus striatum, globus pallidus dan thalamus, untuk diproses lalu dimasukkan kembali ke corteks motorik dan premotorik sebagai informasi umpan balik (feedback). Bagian lintasan extrapiramidal yang mencakup sirkuit-sirkuit striatal tersebut diatas menerima masukan dari lintasan yang berasal dari formatio retikularis batang otak dan cerebellum (nucleus dentatus). Lintasan yang berasal dari kedua kawasan tersebut merupakan sistem input dari sirkuit striatal. Impuls yang telah diolah oleh sirkuit striatal disampaikan kepada corteks motorik dan premotorik di

lobus frontalis (area 4 dan area 6). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa serabut-serabut efferent dari daerah kortikal (corteks) itu merupakan penyalur utama terhadap pesan-pesan yang berasal dari komponen-komponen susunan extrapiramidalis berikut pesan dari nucleus dentatus (cerebellum) dan formatio retikularis batang otak. Oleh karena itu, traktus kortikorubral, kortikoretikularis, kortikotalamik dan kortikosubtalamik, yang semuanya berasal dari corteks tempat sirkuit striatal berproyeksi merupakan sistem output sirkuit striatal. Semua impuls yang disalurkan melalui sistem output tersebut disampaikan kepada motoneuron dan motoneuron di trunkus cerebri dan medulla spinalis melalui traktus rubrospinalis, traktus retikulospinalis, traktus tektospinalis dan traktus vestibulospinalis (gbr. 2.4 dan 2.5). Di tingkat cornu anterior medulla spinalis, terdapat lintasan yang dikenal sebagai gamma loop. Melalui gamma loop ini, sistem output sirkuit striatal mengatur tonus otot sesuai dengan pola gerakan volunter.
Lower motor neuron (LMN) adalah neuron-neuron yang menyalurkan impuls motorik ke bagian perjalanan terakhir pada sel otot skeletal. Oleh karena itu, LMN dengan axonnya dinamakan oleh Sherrington Final Common Path impuls motorik. Ada 2 jenis LMN yaitu motoneuron yang berukuran besar dan menjulurkan axonnya yang tebal (12-20 ) ke serabut otot extrafusal, dan motoneuron yang berukuran kecil, axonnya halus (2-8 ) dan mensarafi serabut otot intrafusal. Melalui kedua jenis motoneuron tersebut, impuls motorik dapat mengemudikan keseimbangan tonus otot yang diperlukan untuk mewujudkan setiap gerakan tangkas. Kedua jenis motoneuron tersebut membentuk sirkuit gamma loop yang berhubungan dengan sistem piramidalis dan extrapiramidalis. Sirkuit gamma loop adalah hubungan neuronal yang melingkari afferen muscle spindle (terdiri dari nuclear bag fibres dan nuclear chain fibres), radiks dorsalis medulla spinalis, PHC medulla spinalis, AHC dan radiks ventralis medulla spinalis, motoneuron dan motoneuron (gbr 2.6a & b). Tiap motoneuron menjulurkan hanya satu axon tetapi pada ujungnya menjadi bercabang-cabang, dimana setiap cabang mensarafi satu serabut otot. Sebuah motoneuron yang mempersarafi sejumlah serabut otot merupakan satu kesatuan motorik yang disebut dengan motor unit. Reseptor adalah organ sensorik yang menerima informasi dari dunia luar. Reseptor terdiri atas exteroreceptor, enteroreceptor, dan proprioceptor. Sedangkan reseptor yang terlibat langsung dengan aktivitas otot adalah proprioceptor dan exteroreceptor. Proprioceptor mencakup receptor labyrinthine pada telinga (orientasi kepala), receptor sendi (arah gerakan sendi, posisi sendi dan lain-lain), serta receptor muscle spindle otot dan golgi tendon organ (mencatat perubahan panjang otot skeletal dan lain-lain). Exteroreceptor mencakup receptor kulit (mencatat adanya stimulus sentuhan, tekanan, panas, dingin, nyeri), receptor mata, telinga dan hidung (kadang-kadang dinamakan teloreceptor). Sedangkan sistem saraf pusat yang terlibat didalamnya adalah lobus parietalis corteks cerebri (area somatosensorik), lobus oksipitalis (area visual), lobus temporalis (area auditorik).

Neurofisiologi Gerakan Impuls motorik yang menggiatkan berbagai motoneuron (dengan berbagai motor unitnya) merupakan sebuah pola impuls, (bukan sebuah impuls saja) yang menghasilkan sebuah pola gerakan tangkas, baik yang bersifat volunteer maupun reflektorik. Pola impuls tersebut dibawa oleh susunan piramidal dan sistem output

striatal (susunan extrapiramidal). Pola itu mencakup program untuk menggalakkan dan menghambat sejumlah motoneuron dan motoneuron tertentu. Jika mereka dibebaskan dari pengaruh sistem piramidal dan extrapiramidal maka mereka masih dapat menggalakkan sel-sel serabut otot, tetapi corak gerakan otot yang terjadi tidak sesuai dengan kehendak dan sifatnya tidak tangkas. Gerak otot tersebut bersifat reflektorik, kasar dan massif. Secara singkat, proses terjadinya gerakan yang disadari berawal dari sistem somatosensorik yang memberikan input kepada berbagai Sistem Saraf Pusat sehingga menghasilkan penyadaran terhadap informasi yang berasal dari dunia luar. Kegiatan pada berbagai pusat pengolah input tersebut menelurkan suatu niat untuk berekspresi ke dunia luar. Dengan timbulnya niat itu maka rencana untuk mengadakan gerakan otot disiapkan oleh sistem somatomotorik. Komponenkomponen yang membentuk sistem tersebut adalah susunan piramidal dan extrapiramidal. Kedua perancang sebuah pola impuls motorik itu mencetuskan sebuah pola impuls yang disampaikan kepada sejumlah motoneuron ( - dan motoneuron). Pada gilirannya, motoneuron menggiatkan satuan-satuan motoriknya (motor unit) untuk menghasilkan gerakan yang diinginkan dan tangkas. Tugas motoneuron hanya menggalakkan sel-sel serabut otot sehingga timbul gerak otot, sedangkan untuk menghambat gerak otot tidak dipercayakan kepada motoneuron melainkan kepada interneuron. Sel tersebut menjadi sel penghubung antara motoneuron dengan pusat exitasi atau pusat inhibisi, yang berlokasi di formatio retikularis batang otak. Interneuron tersebut dikenal sebagai sel Renshaw. Berikut ini mekanisme dasar dari gerakan yang dikenal dengan Myotatic Reflex System : a. Reciproke Inhibisi Ketika sebuah neuron afferen dari muscle spindle yang aktif, masuk ke dalam medulla spinalis, maka neuron tersebut bercabang dan bersinaps dengan sebuah interneuron inhibitor. Kemudian interneuron tersebut bersinaps dengan motoneuron dari otot antagonist sehingga menyebabkan otot tersebut menjadi relaks. Dengan demikian, otot-otot primemovernya dapat menghasilkan gerakan yang diinginkan.

b. Golgi tendon organ autogenik inhibisi Golgi tendon organ, seperti muscle spindle merupakan receptor-receptor sensorik yang terdapat pada bagian otot. Golgi tendon organ terletak disepanjang interface musculotendinogen dan didalam tendonnya sendiri. Receptor-receptor sensorik ini adalah responsive terhadap perubahan tension yang mungkin terjadi dari kontraksi insersio serabut otot atau traksi pada tendon itu sendiri. Impuls-impuls yang muncul akan menginhibisi aktivitas otot yang langsung berhubungan dengan golgi tendon organ tersebut. Mekanisme ini dinamakan dengan autogenik inhibisi. c. Integrasi Spinal Pada saat impuls-impuls afferen dari muscle spindle tiba di medulla spinalis, impuls tersebut tidak hanya mempengaruhi aktivitas otot dimana muscle spindle tersebut terletak, tetapi juga mempengaruhi otot-otot lain seperti otot antagonis atau otot-otot yang sama pada sisi tubuh yang lain. Pengaruh ini diatur oleh interneuron-interneuron didalam medulla spinalis yang mungkin terlokalisir pada satu segmen spinal atau mungkin meluas. d. Arcus Refleks Adalah unit dasar dari aktivitas neural yang diintegrasi. Arcus refleks terdiri dari : 1) sebuah organ sensorik (receptor), 2) neuron sensorik/afferen, 3) mekanisme SSP yang melibatkan sejumlah interneuron, yang tersebar ke atas pada beberapa level SSP, 4) neuron motorik/efferent, 5) sebuah organ motorik (efektor) yang menghasilkan respon (gerakan). Ketika stimulus diberikan secara tiba-tiba maka terjadi respon refleks atau respon yang tidak disadari (involunter). Refleks-refleks yang sederhana, secara relatif diintegrasi didalam medulla spinalis, sedangkan respon-respon motorik yang lebih kompleks dikontrol oleh level SSP yang jauh lebih tinggi seperti batang otak, otak tengah atau corteks cerebri yang luas. Disana terdapat sejumlah refleks postural yang melibatkan beberapa level SSP, yang mengkontribusikan kearah posisi dari segmen-segmen tubuh. Disana juga perlu keseimbangan, yang merupakan suatu interaksi kompleks dari refleks-refleks tersebut dengan kontrol aktivitas otot yang disadari untuk mempertahankan posisi tegak seseorang.

PERKEMBANGAN GERAKAN
Gerakan mulai terjadi didalam kandungan ibu sampai anak lahir. Gerakan mengalami proses perkembangan secara berkesinambungan sampai usia dewasa dan mengalami penurunan pada saat memasuki usia tua. Perkembangan kemampuan motorik dasar merupakan suatu gambaran perkembangan pada tahun-tahun awal (balita). Perkembangan kemampuan motorik (gerakan) dapat diobservasi selama masa kehidupan awal (0 2 tahun), dengan memeriksa perubahan perkembangan motorik yang terjadi. Prinsip-prinsip perkembangan yang disesuaikan dengan Illingworth adalah sebagai berikut : 1. Perkembangan merupakan suatu proses yang berkesinambungan, dimana terjadi continuitas perkembangan pada bayi setiap bulan. 2. Perkembangan utamanya bergantung pada kematangan (maturasi) dari sistem saraf. Kematangan (maturasi) adalah perkembangan struktur dan fungsi sistem saraf secara bertahap mendekati sempurna seperti pada orang dewasa. 3. Dari serangkaian perkembangan, banyak yang sama pada semua anak, tetapi yang bervariasi pada setiap anak adalah kecepatan perkembangan. 4. Arah perkembangan selalu dari arah kepala ke kaki (cephalocaudal). Bayi terlebih dahulu memperoleh kontrol kepala sebelum dia dapat duduk. 5. Perkembangan selalu melibatkan perbedaan sifat/kelakuan, dimana terjadi perubahan sifat/kelakukan secara bertahap dari relatif repetitif dan berbentuk stereotip (meniruniru) menjadi lebih meluas (berkembang). Pada saat lahir, gerakan bayi adalah terbatas, tetapi menjelang usia 1 tahun dia sudah dapat berguling, duduk, berdiri, berjalan dan bermain dengan mainan-mainan. 6. Pada umumnya berbagai aktivitas dapat memberikan arah terhadap respon-respon individual yang spesifik. Bayi usia muda memberikan respond terhadap stimulus yang terjadi di palmarnya dengan refleks menggenggam secara kasar. Menjelang usia 1 tahun, dia sudah dapat mengambil sebuah manik-manik (butiran kecil) dengan gerakan pincer-like yang halus pada jari telunjuk dan ibu jari.

Perkembangan kemampuan motorik (gerakan) mulai usia 1 bulan sampai 2 tahun dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Perkembangan Kemampuan Motorik (Gerakan) Usia 1 12 Bulan

Usia (bulan)

Perkembangan Kemampuan Gerakan Motorik Kasar (gerak kasar) Motorik halus (gerak halus)

Perkembangan kontrol kepala secara bertahap Menggerakkan kedua tangan dan tungkai ketika terlentang tetapi masih bersifat kasar dan tersentak-sentak Masih dominan terjadi refleks postur dan gerakan Dalam posisi terlentang, jika kedua tangannya ditarik ke atas untuk duduk maka kepalanya masih tertinggal (extensi) Dalam posisi telungkup, kepala dan dada dapat diangkat dengan sanggahan pada kedua lengannya

Memberikan reaksi dengan melihat kearah sumber cahaya

2 3

Idem Idem

Dapat meraih benda/mainan yang terjangkau olehnya Idem

Dalam posisi terlentang, mampu mengangkat kedua kakinya dan dibawa kearah mulutnya Mampu berguling dari terlentang ke telungkup, kemudian dari telungkup ke terlentang. Dalam posisi duduk, mampu mempertahankan kepala + badan tetap tegak Idem Idem

Memindahkan benda/mainan dari tangan yang satu ke tangan yang lain Idem Idem Mengambil benda kecil sebesar biji jagung atau manik-manik dengan gerakan meraup. Idem

7 8 9

10

Posisi duduk sudah stabil, dapat membalikkan badan ke samping kirikanan ketika duduk. Dapat berdiri dengan berpegangan Berusaha untuk merangkak Berdiri dan berjalan berpegangan dengan

11 12

Berdiri dengan berpegangan sambil bermain memegang benda Berjalan disekitar meja atau kursi Dapat berjalan beberapa langkah

Idem

Mengambil benda kecil sebesar biji jagung atau manik-manik dengan gerakan pincer-like (menjepit).

BAB III PRINSIP-PRINSIP MEKANIKAL

GAYA DAN GERAK


Yang menyebabkan terjadinya gerakan atau perubahan keadaan istirahat tubuh adalah Gaya (= F). Dalam tubuh manusia, gaya dihasilkan oleh kontraksi otot yang disebut dengan gaya internal. Sedangkan gaya external yang bekerja pada tubuh manusia adalah : Gaya berat (gaya gravitasi = Fw) adalah gaya tarik bumi yang mempengaruhi keadaan tubuh manusia dan selalu bekerja kearah bawah (kearah perut bumi). Gaya normal (Fn) adalah gaya reaksi dari sebuah bidang tumpuan dan selalu bekerja tegak lurus pada bidang kontaknya. Gaya gesek (Fz) adalah gaya yang timbul bila 2 buah obyek saling kontak dan berpindah dalam arah yang berlawanan. Gaya manual dari fisioterapis atau gaya mekanikal yang digunakan oleh fisioterapis. Gaya yang bekerja pada suatu tubuh dapat digambarkan dengan menggunakan vector yaitu menggunakan tanda panah. Arah gaya dapat ditunjukkan oleh arah tanda panah, sedangkan besarnya gaya dapat ditunjukkan dengan panjangnya tanda panah. Titik aplikasi gaya dapat dilihat dari ekor tanda panah dimana tanda panah tersebut ditarik kearah gaya yang bekerja. Didalam mempelajari gerakan pada tubuh manusia, perlu untuk mengetahui beberapa jenis sistem gaya yang bekerja, yaitu : 1. Gaya searah dan sejajar ; terjadi ketika 2 buah gaya atau lebih bekerja dalam arah yang sama dan sejajar, sehingga resultan gayanya bekerja dalam arah yang sama, sejajar dan berada diantara kedua gaya tersebut, serta dapat dihitung secara aljabar. 2. Gaya berlawanan arah, sejajar dan sama besar ; terjadi ketika 2 buah gaya atau lebih bekerja dalam arah yang berlawanan, sejajar dan kedua buah gaya tersebut sama besarnya, sehingga akan menghasilkan keseimbangan atau tubuh dalam keadaan diam.

48

Bab 5. Postur

3. Gaya berlawanan arah, sejajar dan tidak sama besar ; sama dengan di atas, tetapi kedua buah gaya yang bekerja tidak sama besarnya, sehingga resultan gayanya bekerja sejajar dengan gaya yang paling besar dan berada diluar gaya yang terbesar serta dapat dihitung secara aljabar. 4. Gaya tidak sejajar dan berlawanan arah ; terjadi ketika 2 buah gaya bekerja tidak sejajar dan berlawanan arah dalam satu titik aplikasi gaya. Gaya yang bekerja pada tubuh manusia menganut Hukum Newton, yang terdiri atas : 1. Hukum Newton I (Hukum Inersia) Hukum ini menyatakan bahwa : a. Jika jumlah gaya = 0 ( F = 0), maka gaya-gaya yang bekerja adalah sama besarnya sehingga tubuh tetap dalam keseimbangan. b. Jika jumlah gaya 0 ( F 0), maka gaya-gaya yang bekerja tidak sama besarnya sehingga terjadi perubahan posisi tubuh (bergerak). Berdasarkan uraian di atas, maka inersia adalah keengganan suatu tubuh untuk merubah apa yang sedang dilakukannya, baik dalam keadaan istirahat maupun dalam keadaan terus bergerak. Tubuh dengan massa yang lebih besar mempunyai inersia yang lebih besar. Massa adalah banyaknya material (unsur) yang dikandung oleh suatu tubuh atau segmen tubuh dan memiliki besaran yang konstan, dimana berlaku pada semua tempat. Massa merupakan suatu ukuran dari inersia tubuh. Satuan massa adalah kilogram (kg) atau pound (lb). Sedangkan berat adalah gaya gravitasi dari suatu tubuh atau segmen tubuh dan memiliki besaran yang berbeda pada setiap tempat, sehingga berat tubuh dapat dinyatakan dalam rumus w = m.g, dimana m adalah massa (kg) dan g adalah gaya gravitasi (9,8 m/s atau 10 m/s). Dalam aktivitas kegiatan sehari-hari, tubuh manusia mengalami gerakan rotasi dan translasi sehingga massa tubuh dapat didistribusikan disekitar axis sendi yang bergerak. Dengan demikian, moment inersia yang dihasilkan oleh tubuh dapat dinyatakan dengan rumus : I = m1r12 + m2r22 + + mnrn2 I = mr2 I = moment inersia r = jarak tegak lurus massa dari axis
49

m = massa

Bab 5. Postur
Adanya perubahan posisi-posisi tubuh maka distribusi massa disekitar axis dapat berubah, sehingga konsekuensinya moment inersia juga ikut berubah. Bentuk-bentuk ini merupakan dasar untuk memilih posisi awal (starting position) yang cocok didalam latihan sehingga pada awal gerakan dapat dengan mudah mengatasi inersia tubuh.

2. Hukum Newton II (Hukum Percepatan)


Hukum ini menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi percepatan suatu tubuh yaitu gaya, massa dan percepatan (angka perubahan dari kecepatan). Percepatan suatu tubuh adalah berbanding lurus dengan gaya yang tidak seimbang bekerja pada tubuh, dan berbanding terbalik dengan massa tubuh. Dengan demikian, dapat dinyatakan dalam rumus :

F a = m

a = percepatan F = gaya m = massa

Suatu dorongan yang besar terhadap obyek yang kecil akan menggerakkan obyek dengan cepat (=percepatan). Sebaliknya, suatu dorongan yang kecil terhadap obyek yang besar akan menggerakkan obyek dengan lambat (=perlambatan). 3. Hukum Newton III Hukum ini menyatakan bahwa untuk setiap aksi yang terjadi selalu ada reaksi dalam arah yang berlawanan dan sama besar gayanya. Jika kita berdiri di atas meja, maka kita mempunyai gaya aksi yang vertikal ke arah bawah, sementara meja memberikan gaya reaksi yang vertikal ke arah atas (berlawanan arah), sehingga kedua gaya tersebut disimbolkan sebagai gaya aksi = gaya reaksi.

MOMENTUM DAN MOMEN GAYA


Momentum merupakan kuantitas gerakan dari suatu tubuh. Pada saat gerakan dimulai, tubuh yang mempunyai massa akan menghasilkan kecepatan gerakan tertentu. Jika tubuh mempunyai massa yang berat maka gaya yang bertanggungjawab terhadap momentum akan menghasilkan gerakan yang lambat dan akan menghasilkan gerakan yang cepat pada tubuh yang bermassa kecil. Jika 2 tubuh bergerak dengan kecepatan yang sama dan salah satu tubuh mempunyai massa yang lebih besar maka tubuh tersebut akan mempunyai momentum yang lebih besar. Demikian pula, jika 2 tubuh mempunyai massa yang sama tetapi salah satunya dapat bergerak lebih cepat maka tubuh tersebut mempunyai momentum yang lebih besar. Momen gaya adalah kecenderungan suatu obyek untuk bergerak/berputar disekitar axis (fulcrum) akibat pengaruh gaya. Gerakan yang terjadi pada bagian/segmen tubuh tergantung pada :
50

Bab 5. Postur

besarnya gaya jarak titik gaya tersebut dengan axis/fulcrum (lengan gaya). Sehingga dapat dinyatakan dalam rumus : M = F.d M = momen gaya F = gaya d = lengan gaya Semakin panjang lengan gaya maka semakin besar gaya yang dibutuhkan untuk bekerja. Momen gaya juga terjadi pada Sistem Tuas dan Kopel. Pada Sistem Tuas, jika M = 0 dan F = 0, maka akan terjadi keseimbangan pada sebuah Tuas, begitu pula pada Kopel. Kopel gaya terjadi jika 2 buah gaya bekerja sejajar tetapi berlawanan arah. Dengan demikian, prinsip keseimbangan pada sebuah obyek adalah M = 0 dan F = 0.

KESEIMBANGAN DAN STABILITAS


Jika sebuah obyek/benda dalam keadaan diam, kemudian tiba-tiba sebuah gaya bekerja pada obyek/benda tersebut, maka keseimbangannya akan terganggu. Obyek tersebut akan mengalami perubahan posisi atau bergerak dari posisi semula. Prinsip mekanik yang mendasari sifat-sifat obyek yang kaku dapat digunakan untuk mempelajari kondisi keseimbangan tubuh manusia dalam suatu posisi. Untuk setiap posisi tubuh, maka perlu untuk mengetahui : Pusat gravitasi tubuh Garis gravitasi (proyeksi garis vertikal ke bawah) Dasar tumpuan (area tumpuan)

Bentuk-bentuk Keseimbangan
1. Keseimbangan Indifferen (netral)

51

Bab 5. Postur

Keseimbangan indifferen terjadi jika tubuh mengalami posisi rest dalam posisi yang baru tanpa ada perubahan pada level pusat gravitasi ketika tubuh berpindah. Misalnya pada sebuah bola yang berguling atau berputar di atas permukaan yang rata. 2. Keseimbangan Stabil Jika suatu gaya telah terjadi pada tubuh yang diam dan tubuh cenderung untuk kembali ke posisi awalnya setelah mengalami perubahan posisi, maka keseimbangan tersebut dikatakan stabil. Dalam kondisi ini, pusat gravitasi harus naik sebelum proyeksi garis gravitasi jatuh diluar dasar tumpuan. Posisi yang paling stabil pada tubuh manusia adalah posisi dimana pusat gravitasi lebih dekat dengan dasar tumpuan, seperti pada saat tubuh berbaring, dimana pusat gravitasi sangat dekat dengan dasar tumpuan dan menghasilkan energi potensial yang minimal. 3. Keseimbangan Labil Jika suatu gaya tiba-tiba bekerja pada tubuh yang diam, kemudian tubuh tersebut cenderung untuk meningkatkan perpindahannya tanpa bisa kembali ke posisi awalnya maka keseimbangan tersebut dikatakan labil. Dalam kondisi ini, pusat gravitasi akan turun sehingga proyeksi garis gravitasi jatuh diluar dasar tumpuan asal. Pada tubuh manusia, posisi yang labil adalah posisi dimana pusat gravitasi berada jauh di atas dasar tumpuan dan dasar tumpuan yang kecil. 4. Keseimbangan Metastabil Pada keadaan ini, pusat gravitasi atau titik berat tubuh selalu berpindah-pindah baik ke atas maupun ke bawah setiap terjadi perubahan posisi. Keseimbangan ini terjadi pada saat tubuh dalam keadaan dinamis (bergerak), seperti berjalan di atas titian bambu/ balok, bermain ski, dan lain-lain. Dalam sistem gaya, untuk menghitung besarnya gaya yang bekerja pada otot dalam keadaan statis, maka digunakan prinsip keseimbangan yaitu M = 0 dan F = 0, dimana momen gaya yang searah jalan jam diberi label (+), sedangkan yang berlawanan arah jalan jam diberi label (-). M = 0 M1 M2 = 0 atau (Fw x dw) (Fotot x dotot) = 0. Kaitannya dengan Resisted Exercise dan Asisted Exeercise, maka efektifitas gaya yang dihasilkan bergantung pada : a. Jarak titik aplikasi R / A dari fulcrum
52

Bab 5. Postur

b.

Sudut tahanan atau asisted

Dengan demikian, semakin panjang lengan gaya yang teraplikasikan maka semakin besar efektifitas gaya yang dihasilkan. Prinsip ini dapat digunakan oleh fisioterapis untuk menghemat tenaga yang dimilikinya.

Stabilitas
Stabilitas suatu tubuh bergantung pada : 1. luasnya bidang/dasar tumpuan ; semakin luas dasar tumpuan maka stabilitasnya semakin tinggi 2. Letak titik berat tubuh terhadap dasar tumpuan ; semakin tinggi titik berat tubuh dari dasar tumpuan maka stabilitasnya semakin rendah, dan sebaliknya. 3. Proyeksi titik berat tubuh ke dasar tumpuan ; semakin dekat proyeksi titik berat tubuh (proyeksi garis gravitasi) ke pusat dasar tumpuan maka stabilitasnya semakin tinggi, begitu pula sebaliknya 4. Berat tubuh ; tubuh yang mempunyai massa yang lebih besar akan lebih stabil daripada tubuh yang bermassa kecil. Untuk mencapai stabilitas yang tinggi, maka : a. b. c. Titik berat tubuh terletak lebih rendah atau dekat sekali dengan dasar Proyeksi garis gravitasi jatuh dekat atau pada pusat dasar tumpuan. Dasar tumpuan yang luas. tumpuan.

d. Berat badan yang relatif besar.

USAHA DAN ENERGI


Usaha Jika ada suatu gaya yang bekerja (kontraksi otot) terhadap sebuah obyek/benda sehingga benda tersebut bergerak melalui suatu jarak tertentu disebut dengan Usaha. Dengan demikian, dapat dinyatakan dengan rumus : W = F x s W = Usaha F = Gaya s = jarak
Usaha yang dihasilkan oleh kontraksi otot yang secara aktif memendek untuk menggerakkan beban eksternal disebut dengan Usaha yang Positif. Sedangkan usaha yang dihasilkan oleh gaya eksternal seperti gaya gravitasi dan otot dalam keadaan aktif memanjang disebut dengan Usaha yang Negatif.

53

Bab 5. Postur
Ketika otot berkontraksi untuk menggerakkan suatu obyek/benda tetapi obyek/benda tersebut tidak bergerak (terjadi kontraksi isometrik), maka dalam pengertian mekanikal tidak ada Usaha yang terjadi. Oleh karena itu, dalam fisiologi kita tidak mengatakan Usaha Statis melainkan kontraksi otot statis.

Energi
Energi adalah kapasitas suatu obyek untuk melakukan usaha. Energi adalah salah satu bentuk usaha dan satuannya juga Joule (J = N.m). Energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan tetapi energi dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Energi kimia yang digunakan untuk menghasilkan kontraksi otot akan diubah kedalam energi mekanik dan energi panas. Energi mekanik mempunyai 2 bentuk energi, yaitu :

Energi Kinetis, yaitu suatu energi dari tubuh manusia yang dihasilkan oleh gerakan tubuh tersebut. Hanya tubuh yang bergerak memiliki energi kinetik. Banyaknya energi yang dimiliki oleh tubuh bergantung pada kecepatan geraknya. Oleh karena itu, jika lebih banyak otot yang berkontraksi selama gerakan sehingga kecepatan gerakannya meningkat, maka segmen tubuh yang bergerak tersebut akan memiliki peningkatan kapasitas untuk melakukan usaha, dan segmen tubuh tersebut mempunyai energi kinetik yang tinggi. Energi kinetik ditentukan oleh 2 faktor yaitu : massa dan kecepatan, sehingga dapat dirumuskan Ekin = m.v2 Energi Potensial, yaitu energi yang dimiliki oleh tubuh manusia, yang disebabkan oleh posisi tubuh tersebut atau adanya deformasi. Sebagai contoh, seseorang yang sedang berdiri diatas peti mempunyai energi potensial yang lebih besar daripada seseorang yang hanya berdiri diatas lantai. Hal ini terjadi karena seseorang yang berdiri di atas peti akan melakukan usaha yang tinggi untuk melawan gaya berat (gaya gravitasi) sehingga memiliki energi potensial yang tinggi. Dengan demikian, dapat dinyatakan dalam rumus : Epot. = m.g.h

SISTEM LEVER
Tubuh manusia dapat dianggap sebagai suatu sistem lever yang kompleks. Dari pernyataan tersebut, maka lever adalah sebuah batang yang keras dan kaku, yang bergerak atau berputar disekitar titik yang terfiksir (fulcrum), dimana gerakan atau putaran tersebut dihasilkan oleh gaya. Jika ada sebuah obyek/benda berputar disekitar axisnya akibat pengaruh gaya yang bekerja, maka putaran benda tersebut akan melawan resisten yang berasal dari massa obyek/benda tersebut dan beban external. Beberapa hal yang penting dalam lever antara lain : Titik dimana obyek tersebut berputar Titik dimana gaya bekerja pada benda tersebut
54

Bab 5. Postur

Titik dimana gerakan obyek tersebut memperoleh resisten yang terkonsentrasi

Pada tubuh manusia, tulang merupakan lever dan fulcrumnya (axis) adalah sendi, sedangkan gaya yang bekerja pada lever adalah kontraksi otot (titik gayanya pada insersio otot tersebut). Sementara resistennya dihasilkan oleh gaya berat (gaya gravitasi) lever tersebut atau dari beban external. Dari ketiga hal penting tersebut diatas, maka dapat diklasifikasikan sistem lever kedalam 3 tingkatan, yaitu : Lever Tk. I ; fulcrum/axis terletak diantara gaya dan resisten. Lever ini dapat mencapai keseimbangan jika lengan gaya dan lengan resisten sama panjangnya serta besarnya gaya dan resisten adalah sama besar. Contoh lever tk. I adalah posisi mempertahankan kepala tetap tegak, dimana levernya adalah tengkorak. Atlantooccipital joint sebagai fulcrum (axis), kontraksi/aktivitas otot extensor leher untuk mempertahankan posisi kepala tetap tegak merupakan gaya (F), dan resistennya adalah gaya berat dari kepala bagian anterior. Lever Tk. II ; resisten terletak diantara fulcrum dan gaya, dimana resisten selalu dekat dengan fulcrum. Pada lever ini selalu terbentuk sistem lever untuk meningkatkan gaya atau usaha dari otot. Sebagai contoh, berjinjit dimana foot kompleks merupakan levernya, metatarsophalangeal joint sebagai fulcrum (axis), kontraksi otot triceps surae sebagai gaya (F), dan resisten berasal dari gaya berat tubuh yang diproyeksikan ke kaki. Lever Tk. III ; gaya terletak diantara fulcrum dan resisten. Lever ini sering terjadi pada aktivitas kegiatan sehari-hari, karena sebagian besar lever pada tubuh manusia adalah lever tk. III. Efisiensi dari suatu lever bergantung pada dimana gaya tersebut bekerja kaitannya dengan fulcrum. Hal ini ditentukan oleh kalkulasi Mechanical Advantage (MA) yang dinyatakan dengan rumus : Arm F MA = ------Arm R
55

Bab 5. Postur

Jika lengan gaya lebih besar daripada lengan resisten maka MA > 1, dan sistem lever ini bertujuan untuk meningkatkan gaya atau usaha. Tetapi jika lengan resisten lebih besar daripada lengan gaya maka MA < 1, sehingga sistem lever ini bertujuan untuk meningkatkan kecepatan gerak dan ROM. Sebagian besar lever dalam tubuh manusia mempunyai MA < 1.

Prinsip Lever dalam Fisioterapi


Sistem lever sering diterapkan pada metode Strengthening Exercise. Untuk meningkatkan kekuatan otot, maka beban atau tahanan harus ditingkatkan sampai mencapai kemajuan yang maksimal. Ada 2 faktor yang dapat meningkatkan kekuatan otot yaitu : 1. 2. Meningkatkan resisten atau berat beban. Meningkatkan panjang lengan resisten (peningkatan leverage)

Sebagai contoh, Abduksi shoulder dengan elbow fleksi dapat menurunkan leverage, dan secara relatif kontraksi otot yang dihasilkan kurang maksimal sehingga otot-otot yang agak lemah dapat melakukan gerakan ini, sedangkan jika leverage ditingkatkan dengan cara mengekstensikan elbow maka akan menghasilkan kontraksi otot yang kuat sekali. TITIK BERAT TUBUH Titik berat adalah suatu titik dimana gaya berat (gaya gravitasi) bekerja pada sebuah obyek/benda. Pada benda padat yang bersifat homogen dan bentuknya teratur, maka titik beratnya selalu berada ditengah atau dapat ditentukan dengan cara Aljabar. Tetapi hal ini tidak dapat diterapkan pada benda atau obyek yang bersifat heterogen atau bentuknya tidak teratur. Tubuh manusia yang memiliki bentuk tidak teratur atau heterogen, mempunyai titik berat yang selalu berpindah-pindah (tidak pernah menetap) karena setiap terjadi perubahan posisi pada tubuh atau segmen tubuh, titik beratnya juga akan mengalami perubahan. Dalam posisi berdiri, titik berat tubuh (pusat gravitasi) terletak didalam pelvis yakni disekitar upper sacrum (tepat berada di depan Vert. S2). Jika terjadi perubahan posisi maka titik berat tubuh tersebut akan mengalami perpindahan. Sedangkan titik berat pada setiap segmen tubuh terletak disekitar 4/7 dari ujung distal segmen tersebut. Jika

56

Bab 5. Postur

tubuh kita mengalami amputasi atau memakai corset pada punggung maka titik berat tubuh tersebut akan mengalami perubahan. Tubuh manusia memiliki beberapa segmen tubuh dan masing-masing segmen mempunyai titik berat bagian yang dapat ditentukan letaknya.Untuk mencari atau menentukan titik berat bagian yang melibatkan 2 atau 3 segmen tubuh maka kita harus menentukan gaya berat pada setiap segmen tersebut. Gaya berat pada setiap segmen tubuh dapat diperoleh berdasarkan persentase massa bagian-bagian tubuh menurut Demster (gbr. 3.1).

Gambar 3.1 Dengan demikian, cara menentukan titik berat bagian adalah : Mtot = M1 + M2 + + Mn. Jika hanya melibatkan 2 segmen tubuh maka : Mtot = M1 + M2 Ftot x dtot = (F1 x d1) + (F2 x d2) Contoh : Tentukan titik berat total pada seluruh lengan dalam posisi abduksi 90o !

57

Bab 5. Postur

STATIKA Statika adalah ilmu yang mempelajari tentang keseimbangan dari suatu sistem yakni tubuh manusia baik secara keseluruhan maupun sebagian seperti lengan atas, lengan bawah dan lain-lain. Statika merupakan bagian dari kinetika, dimana dalam statika akan banyak mempelajari keadaan keseimbangan tubuh yang harus memenuhi 2 syarat keseimbangan yaitu M = 0 dan F = 0. Keseimbangan suatu tubuh merupakan resultan dari berbagai gaya yang bekerja pada tubuh tersebut. Untuk menganalisa gaya-gaya yang bekerja pada sendi dan otot dalam keadaan statis maka digunakan sistem keseimbangan dimana keseimbangan tubuh dipengaruhi oleh gaya external dan gaya internal. Gaya external yang sangat mempengaruhi sistem keseimbangan adalah gaya berat (Fw) dan gaya normal (Fn). Gaya normal akan diperhitungkan jika anggota gerak tubuh menumpu berat badan di atas lantai/tanah, sedangkan gaya berat selalu diperhitungkan didalam menentukan besarnya gaya pada otot dan sendi. Gaya otot merupakan reaksi terhadap gaya external. Tanpa gaya external maka gaya otot tidak dapat ditentukan. Disamping gaya external, besarnya sudut pada saat otot bekerja sangat menentukan besarnya gaya otot tersebut. Begitupula jarak antara gayagaya external terhadap titik putar (axis) juga mempengaruhi besarnya gaya otot tersebut. Sedangkan gaya reaksi di titik putar (gaya reaksi sendi) dipengaruhi oleh gaya external dan gaya otot. Kita dapat mengatakan bahwa gaya ini adalah suatu reaksi terhadap gaya external dan gaya otot. Gaya reaksi ini terutama terjadi pada sendi, tulang, kapsul dan ligamen, yang biasa dinamakan dengan gaya reaksi sendi. Gaya reaksi sendi dan gaya otot merupakan gaya internal, yang umumnya menghasilkan gaya yang lebih besar daripada gaya external. Untuk menghitung gaya otot dan gaya reaksi sendi digunakan rumus M = 0 dan F = 0. Jika sudut tarikan otot membentuk sudut 90o maka kita langsung menggunakan rumus di atas, tetapi jika sudut tarikan otot selain dari 90o (kurang atau lebih dari 90o) maka kita harus menggunakan komponen rectangular yaitu komponen rotasi dan komponen stabilisasi.

58

Bab 5. Postur

Komponen rotasi adalah komponen gaya yang tegak lurus dengan garis penghubung yang dibentuk oleh garis gaya otot yang bekerja dan komponen stabilisasi. Komponen gaya ini yang menghasilkan gerakan rotasi disekitar axis sendi. Sedangkan komponen stabilisasi adalah komponen gaya yang arahnya selalu ke titik putar (axis sendi). Komponen ini tidak memiliki moment gaya tetapi hanya menimbulkan tekanan pada sendi. Jika sudut tarikan otot kurang dari 90o maka komponen ini mempunyai efek stabilisasi yang besar dan jika lebih dari 90o maka komponen ini menghasilkan efek distraksi/traksi pada sendi. Jika kita menggunakan komponen rectangular didalam menghitung gaya otot dan gaya reaksi sendi maka kita harus mempertimbangkan rumus Pythagoras dan Trigonometry. Contoh : Hitunglah besar gaya otot biceps brachii dan gaya reaksi sendi elbow pada ROM sendi 30o. FRICTION (Gaya Friksi) Friction adalah gaya tahanan yang muncul ketika suatu tubuh bergerak atau cenderung bergerak melalui permukaan sanggahan. Kemampuan untuk berjalan dan untuk menggenggam berbagai obyek dengan kedua tangan adalah bergantung pada gaya frictional. Gaya friction dapat mencegah terjadinya gerakan seperti penggunaan rubber (karet) pada permukaan sanggahan. Gaya friksional yang dihasilkan selama gerakan dinamakan dynamic friction, sedangkan limiting friction adalah gaya friksional yang dihasilkan ketika terjadi slide disekitar permukaan sanggahan. Limiting friction mempunyai gaya friction yang lebih besar sampai mencapai nilai maksimum daripada dynamic friction. Gaya frictional maksimal (limiting friction) bergantung pada : Besarnya tahanan (pressure) dari permukaan sanggahan Sifat material/bahan dari permukaan dan efek yang ditimbulkan berkaitan dengan derajat kekasaran permukaan. Hal ini dinamakan dengan Co-effisien friction dan dinyatakan dengan simbol . Coeffisien friction untuk kruk yang berujung rubber di atas permukaan lantai keramik adalah 0,30 040 , sedangkan co-effisien friction pada kruk yang sama di atas kayu atau papan
59

Bab 5. Postur

yang kasar adalah 0,70 0,75 . Dengan demikian, gaya frictional yang besar dapat terjadi pada permukaan yang kasar. Penggunaan talcum powder (bedak) atau oil (minyak) pada permukaan sanggahan dapat lebih besar menurunkan gaya friction dan menghasilkan gerakan yang lebih mudah, sedangkan penggunaan suspension dapat mengeliminir seluruh tahanan frictional. Dengan meningkatkan gaya frictional, juga dapat memberi keamanan dalam latihan seperti lantai gymnasium yang non-slip, alas kaki yang non-slip, alat bantu berjalan yang berujung rubber, dan lain-lain. Dalam praktek, gaya friction dapat dimodifikasi dengan cara : 1. Mengubah sifat permukaan kontak dengan menggunakan bahan/material yang mempunyai co-effisien friction (gaya friction) yang besar atau kecil. Sebagai contoh, tapak sepatu yang rubber mungkin lebih efektif daripada tapak sepatu yang berkulit keras tetapi gaya friction yang dihasilkan akan bergantung pada permukaan jalan. 2. Mengubah gaya berat yang menekan permukaan. Sebagai contoh, sebuah back pack yang diikat pada punggung seseorang dapat menyebabkan peningkatan total berat tubuh yang menekan ke bawah terhadap permukaan sanggahan. Ga

BAB IV BIOMEKANIK STRUKTUR PENGGERAK PASIF

60

Bab 5. Postur

A. BIOMEKANIK TULANG DAN JARINGAN TULANG Fungsi dari sistem skeletal adalah untuk melindungi organ organ internal, memberikan perlengketan terhadap otot, mefasilitasi kerja otot dan gerakan tubuh (alat gerak pasif). Tulang mempunyai unsur mekanikal yang unik dan dapat berubah unsurunsur dan konfigurasinya jika terjadi kerusakan (fraktur). Perubahan bentuk tulang dapat diobservasi selama proses penyembuhan tulang dan setelah operasi tertentu. Strength dan stiffnes merupakan unsur mekanikal yang penting dari tulang ketika beban diaplikasikan pada struktur tulang. Adanya deformasi pada struktur tersebut dapat diukur dan tergambar dalam kurva load deformasi, serta kapasitas strength dan stiffnes dari struktur tersebut dapat ditentukan. Pada kurva load deformasi menunjukkan tiga parameter untuk menentukan strength dari struktur tersebut. 1) Struktur tersebut dapat menahan beban sebelum failure, 2) Struktur tersebut dapat menahan deformasi sebelum failure, 3) Struktur tersebut dapat menyimpan energi sebelum failure.
Kurva load deformasi berguna untuk menunjukkan strength dan stiffness dari seluruh struktur tulang. Untuk memeriksa sifat mekanikal dari bahan/unsur yang menyusun sebuah struktur dan membandingkannya dengan bahan atau unsur yang berbeda maka digunakan tes spesimen yang standar dengan memakai kurva stress strain.

Stress adalah beban perunit area yang berkembang pada permukaan tulang sebagai respon terhadap beban ekternal yang terjadi, yang dinyatakan dalam gaya per unit area yaitu N/cm2 atau N/m2 dan lainnya. Strain adalah deformasi yang terjadi pada suatu titik dalam struktur tersebut akibat pengaruh pembebanan. Ada 2 jenis dasar dari strain yakni : 1) Normal strain adalah besarnya deformasi yang dapat merubah panjang struktur tersebut (memanjang). 2) Shear strain adalah besarnya deformasi angular yang terjadi pada struktur tersebut sehingga terjadi perubahan sudut pada struktur tersebut. Skeleton (tulang) tersusun dari tulang kortikal dan tulang cancellous. Kedua jenis tulang ini mempunyai salah satu unsur atau bahan porosity (berpori pori). Pada tulang kortikal mempunyai porous sekitar 5 30% sedangkan tulang cancellous mempunyai
61

Bab 5. Postur

porous sekitar 30 90%. Karena itu, tulang kortikal lebih kaku dari pada tulang cancellous, dan tulang kortikal dapat menahan beban stress yang besar daripada beban strain. Sifat tulang terhadap bentuk pembebanan yang beragam. Gaya dan momen dapat diaplikasikan pada sebuah struktur tulang dalam berbagai arah, sehingga menghasilkan beban tention, kompresi, bending (pembengkokan), shear, torsion dan kombinasi beban (gbr 4.1) 1. Tension Pada beban tensile, beban yang sama besar dan berlawanan arah diaplikasikan ke arah luar (menjauh) dari permukaan struktur tulang, dan menghasilkan stress tensile dan strain dibagian dalam struktur tersebut. Stress tensile dapat didefinisikan sebagai beberapa gaya kecil yang arahnya menjauh dari permukaan struktur tulang. Maksimal stress tensile terjadi pada bidang tegak lurus terhadap beban tension (gbr. 4.2). Dibawah pengaruh beban tensile maka struktur tulang akan memanjang dan menipis. Mekanisme kerusakan dari jaringan tulang akibat beban tension adalah terutama terpecahnya garis-garis semen didalam tulang dan tertarik keluar dari sel sel tulang. Secara klinis, fraktur yang dihasilkan oleh beban tensile biasanya nampak pada tulang cancellous. Sebagai contoh, fraktur pada basis metatarsal V yang berdekatan dengan perlekatan tendon peroneus brevis dan fraktur pada calcaneus yang berdekatan dengan perlekatan tendon Achilles. Suatu fraktur pada calcaneus akibat kontraksi yang kuat dari otot trisep surae dapat menghasilkan beban tensile yang tinggi pada tulang tersebut. 2. Kompresi Pada beban kompresi, beban yang sama besarnya dan berlawanan arah teraplikasi kearah permukaan struktur tulang dan stress kompresi serta strain terjadi didalam struktur tulang. Stress kompresi dapat dianggap sebagai beberapa gaya yang kecil, yang diarahkan kedalam permukaan struktur tulang. Maksimal stress kompresi terjadi pada bidang tegak lurus dengan beban yang teraplikasi (gbr. 4.3). Dibawah beban kompresi maka struktur tulang akan memendek dan melebar. Mekanisme kerusakan

62

Bab 5. Postur

yang terjadi pada jaringan tulang utamanya adalah keretakan sel sel tulang secara oblique. Fraktur yang dihasilkan oleh beban kompresi biasanya dijumpai pada vertebra, dimana menunjukkan suatu pemendekan dan pelebaran yang terjadi pada vertebra manusia akibat beban compresi yang tinggi. Beban compresi yang dapat merusak suatu sendi dihasilkan oleh kontraksi kuat yang abnormal dari otot otot disekitarnya. Sebagai contoh, fraktur bilateral subcapital pada neck femur yang terjadi selama electrical shock terapi, dimana kontraksi otototot disekitar hip joint menghasilkan beban compresi pada caput femur melawan acetabulum. 3. Shear Pada beban shear, beban teraplikasi secara paralel terhadap permukaan struktur tulang, dan stress shear serta strain terjadi didalam struktur tersebut. Stress shear dapat dianggap sebagai beberapa gaya kecil yang bekerja pada permukaan struktur tulang dalam bidang paralel terhadap beban yang teraplikasi (gbr. 4.4). Ketika terjadi shear, akan menyebabkan deformasi structural secara internal dalam pola angular, sudut siku-siku (900) menjadi tumpul atau akut. Fraktur shear biasanya terlihat didalam tulang cancellous. Contohnya pada fraktur condylus femur dan dataran tibia. Stress yang terjadi pada tulang kortikal orang dewasa berbeda pada setiap pembebanan (beban compresi, tensile dan shear). Tulang kortikal dewasa dapat menahan stress yang lebih besar pada beban compresi dari pada beban tension, dan dapat menahan stress yang lebih besar pada beban tension dari pada shear (Reilly and Burstein, 1975). Sedangkan pada tulang muda, pertama kali terjadi kerusakan akibat beban compressi dan fraktur yang melengkung (buckle fraktur) mungkin terjadi pada sisi compressi. 4. Bending (Pembengkokan) Bending terjadi ketika suatu beban diaplikasikan pada suatu struktur dalam pola yang menyebabkan struktur tersebut membengkok disekitar axis. Struktur yang mengalami pembengkokan disebabkan oleh kombinasi beban tension dan compressi. Ketika
63

Bab 5. Postur

tulang mengalami beban bending, stress tensile dan strain bekerja pada satu sisi dari axis netral, serta stress compressi dan strain bekerja pada sisi lain, tetapi disana tidak terjadi stress dan strain pada axis netral. Karena tulang tidak simetris maka stress tensile dan compressi tidak mungkin sama. Ada dua type bending yaitu bending yang dihasilkan oleh tiga gaya (three point bending) dan bending yang dihasilkan oleh empat gaya (four point bending). Fraktur fraktur yang dihasilkan oleh kedua type bending tersebut umumnya dapat diobservasi. Three point bending terjadi ketika 3 gaya yang bekerja pada struktur tersebut menghasilkan 2 momen gaya yang sama (gbr. 4.5a). Struktur tersebut akan retak pada titik aplikasi gaya bagian middle. Jenis fraktur three point bending terjadi pada boot top fraktur selama bermain ski. Pada boot-top fraktur, salah satu momen bending teraplikasi pada bagian atas tibia pada saat pemain ski jatuh ke depan di atas ujung sepatu ski. Suatu momen yang sama dihasilkan oleh kaki dan ski yang terfiksir. Pada saat bagian atas tibia bengkok ke depan, stress tensile dan strain bekerja pada sisi posterior tulang, sedangkan stress compressi serta strain bekerja pada sisi anterior. Four point bending terjadi ketika 2 gaya kopel bekerja pada suatu struktur yang menghasilkan 2 momen gaya yang sama. Sebuah gaya kopel terbentuk ketika 2 gaya paralel yang terjadi sama besarnya tetapi dalam arah yang berlawanan terhadap struktur tersebut (gbr. 4.5b). Karena besarnya momen bending sama pada seluruh area diantara 2 gaya kopel tersebut maka struktur akan retak pada titik yang paling lemah. Stiff pada knee joint yang dimanipulasi dengan cara yang salah selama program rehabilitasi dapat menyebabkan fraktur femur yang dihasilkan oleh four point bending. Pada saat knee dimanipulasi, kapsul bagian pasterior dan tibia membentuk satu gaya kopel, dan gaya caput femur serta capsule hip joint membentuk kopel gaya lain. Pada saat momen bending teraplikasi pada femur, maka femur mengalami kerusakan pada titik yang paling lemah awalnya letak fraktur. 5. Torsion Torsion terjadi ketika beban teraplikasi pada suatu struktur dalam pola yang menyebabkan struktur tersebut terputar disekitar axis. Ketika struktur tersebut
64

Bab 5. Postur

mengalami beban torsion, maka stress shear didistribusi keseluruh struktur tersebut (gbr 4.6). Dibawah pengaruh beban torsion, maka stress shear yang maksimal bekerja pada bidang paralel dan tegak lurus dengan axis netral struktur tersebut. Selain itu, stress tensile dan compressi yang maksimal bekerja pada bidang diagonal terhadap axis netral struktur tersebut. Pola fraktur pada tulang yang mengalami beban torsion adalah tulang pertama kali rusak pada beban shear, dengan formasi keretakan paralel terhadap axis netral tulang. Biasanya keretakan tulang terbentuk disepanjang bidang stress tensile yang maksimal. 6. Kombinasi Beban Meskipun setiap bentuk beban telah dijelaskan secara terpisah, tetapi dalam kehidupan sehari hari tulang jarang terbebani hanya dalam satu bentuk. Pembebanan tulang pada manusia adalah kompleks karena dua alasan utama : struktur geometrik tulang yang tidak beraturan, dan secara konstant tulang mengalami beragam beban yang tidak menentu. Baru baru ini dilakukan pengukuran strain pada permukaan antero-medial tibia orang dewasa selama aktifitas berjalan dan jogging (Lanyor el all, 1975). Carter (1978) telah menghitung nilai stress dari pengukuran strain tersebut. Selama aktifitas berjalan normal, stress compressi terjadi selama heel strike, stress tensile terjadi selama stance phase, dan stress compressi juga terjadi selama push off (gbr 4.7a). Secara relatif, stress shear yang tinggi terjadi pada bagian terakhir siklus berjalan, merupakan beban torsion yang signifikan. Beban torsion ini ditunjukkan dengan terjadinya external rotasi tibia selama stance phase dan push off. Selama jogging pola stressnya berbeda (gbr 4.7b). Stress compressi terutama terjadi pada toe strike. Hal ini akan diikuti dengan stress tensile yang tinggi selama push off. Stress shear yang terjadi adalah kecil pada seluruh langkah jogging, merupakan beban torsion yang minimal. Beban torsion ini ditunjukkan dengan terjadinya external dan internal rotasi tibia dalam pergantian pola langkah jogging. Pemerikasaan klinis terhadap beberapa pola fraktur menunjukkan bahwa hanya sedikit fraktur yang

65

Bab 5. Postur

dihasilkan oleh satu bentuk pembebanan atau dua bentuk pembebanan yang sama; dan paling banyak fraktur dihasilkan oleh kombinasi beberapa bentuk pembebanan. Pengaruh Aktivitas Otot Terhadap Distribusi Stress Dalam Tulang Ketika tulang terbebani, kontraksi otot yang melekat pada tulang tersebut akan mengubah distribusi stress dalam tulang. Kontraksi otot ini dapat menurunkan atau mengeliminir stress tensile pada tulang dengan menghasilkan stress compressi baik secara sebagian (parsial) maupun secara total menetralisir stress tersebut. Efek kontraksi otot tersebut dapat dijelaskan pada tibia yang mengalami three point bending. Gbr 4.8a menunjukkan tungkai pemain ski yang jatuh ke depan, terutama tibianya terjadi moment pembengkokkan. Stress tensile yang tinggi terjadi pada aspek posterior tibia, dan stress compressi yang tinggi bekerja pada aspek anterior. Kontraksi otot triceps surae menghasilkan stress compressi yang tinggi pada aspek posterior tibia (gbr 4.8b), sehingga menetralisir stress tensile yang tinggi dan dapat melindungi tibia dari kerusakan akibat tension. Kontraksi otot ini mungkin menghasilkan stress compressi yang lebih tinggi pada permukaan anterior tibia. Kontraksi otot menghasilkan efek yang sama pada hip joint. Selama gerakan, moment bending teraplikasi pada neck femur, dan stress tensile terjadi pada cortex superior. Kontraksi otot gluteus medius menghasilkan stress compressi sehingga dapat menetralisir stress tensile tersebut, dan akhirnya baik stress compressi maupun stress tensile tidak bekerja pada cortex superior. Dengan demikian, kontraksi otot dapat menyebabkan neck femur mampu menahan/menopang beban yang lebih tinggi. Kelelahan Tulang Dibawah Pembebanan Berulang Fraktur dapat dihasilkan oleh beban tunggal atau aplikasi suatu beban yang terjadi secara berulang kali. Suatu fraktur akan terjadi pada aplikasi beban tunggal jika beban tersebut melebihi kekuatan maksimal tulang. Aplikasi beban yang rendah dan terjadi secara berulang kali mungkin menghasilkan suatu fraktur; fraktur tersebut dinamakan dengan fatique fraktur. Fatique fraktur khususnya dihasilkan oleh beban yang tinggi dengan repetisi yang rendah atau beban yang relatif normal dengan repetisi yang tinggi.

66

Bab 5. Postur

Tes yang dilakukan pada tulang organ mati menunjukkan bahwa mikrofraktur fatique mungkin terjadi pada tulang yang mengalami beban dengan repetisi yang rendah (Carter and Hayes, 1977). Pada test tersebut juga mengungkapkan bahwa tulang mengalami kelelahan dengan cepat ketika beban atau deformasi mendekati batas strength tulang (Carter and Hayes, 1977); yaitu diperlukan sejumlah repetisi untuk menghasilkan suatu fraktur. Beban repetisi pada tulang organ hidup, tidak hanya besarnya beban dan jumlah repetisi yang mempengaruhi proses fatique, tetapi juga frekwensi pembebanan. Semenjak tulang organ hidup dapat memperbaiki strukturnya sendiri, maka suatu fatique fraktur hanya terjadi ketika proses remodeling didahului oleh proses fatique, yaitu ketika frekwensi pembebanan menghambat kebutuhan remodeling untuk mencegah kerusakan. Fatique fraktur biasanya terjadi secara terus menerus selama aktifitas fisik yang berat. Ketika otot mengalami kelelahan, kemampuannya untuk berkontraksi akan berkurang; akibatnya otot-otot kurang mampu untuk menyimpan energi dan untuk menetralisir beberapa stress yang terjadi pada tulang. Hal ini menghasilkan perubahan distribusi stress dalam tulang yang secara abnormal menyebabkan beban tinggi pada tulang, dan suatu fatique fraktur mungkin terjadi. Kerusakan mungkin terjadi pada sisi tulang yang mengalami beban tensile atau sisi tulang yang mengalami beban compressi dan atau pada kedua sisi tulang tersebut. Kerusakan pada sisi tensile akan menghasilkan keretakan tulang secara tranversal, dan tulang tersebut dengan cepat bertambah retak menjadi fraktur yang sempurna. Fatique fraktur pada sisi compressi terjadi lebih lambat; proses remodeling lebih cepat dari proses fatique sehingga tulang tidak mungkin mengalami fraktur yang sempurna. Teori kelelahan otot tersebut sebagai penyebab dari fatique fraktur pada extremitas bawah dapat diuraikan pada skema berikut ini :

Exc yang berat Kelelahan otot


67

Bab 5. Postur

Hilangnya kapasitas penyimpanan energi

Perubahan pola berjalan

Pembebanan yang abnormal Perubahan distribusi stress Compressi yang tinggi Keretakan sel oblique Kombinasi Tension yang tinggi Pemisahan sel sel tulang. Terjadi keretakan sel transversal Fraktur transversal

Fraktur oblique Penyembuhan Tulang

Ketika tulang mulai sembuh setelah fraktur, callus (seperti mangkuk) terbentuk disekitar tempat fraktur yang menstabilisasi area tersebut. Secara signifikan callus dapat meningkatkan area dan polar moment inersia, sehingga dapat meningkatkan strength dan stiffness tulang, khususnya pada beban bending dan torsion selama fase penyembuhan. Pada saat frakturnya sembuh maka secara bertahap tulang memperoleh kembali strength normalnya, dan secara progresif mangkok callus diabsorbsikan kembali, dan tulang kembali serapat mungkin ke ukuran dan bentuk normalnya. Kecepatan Pembebanan terhadap Tulang Secara klinis, kecepatan pembebanan adalah penting karena mempengaruhi pola fraktur dan banyaknya jaringan lunak yang rusak akibat fraktur. Pada kecepatan pembebanan yang rendah, terjadi formasi keretakan tunggal ; secara relatif tulang dan jaringan lunak masih utuh, dan sedikit terjadi perpindahan atau tidak terjadi perpindahan. Pada kecepatan pembebanan yang tinggi, terjadi fraktur comminution serta kerusakan jaringan lunak yang luas. Hal ini ditunjukkan pada tulang tibia in vitro yang dites dengan

68

Bab 5. Postur

beban torsion pada kecepatan pembebanan yang tinggi, menghasilkan fragmen fragmen tulang yang banyak, dan perpindahan tulang yang berat. Perubahan Degeneratif Akibat Usia Pada saat usia bertambah secara normal, dinding trabeculae didalam tulang cancellous menjadi lebih tipis secara progresif, dan mungkin beberapa dinding tersebut mengalami reabsorbsi. Hasil tersebut ditandai dengan penurunan jumlah tulang cancellous serta penurunan diameter dan ketebalan cortex. Penurunan jumlah total jaringan tulang tersebut, dan sedikit menurunnya ukuran tulang menyebabkan penurunan kekuatan dan kekakuan tulang. Curva stress strain untuk tulang tibia dewasa in vivo mempunyai dua kurva yang berbeda antara usia tua dan muda, yang dites dengan beban torsion, seperti yang ditunjukkan pada gbr 4.9. Stress yang terjadi kurang lebih sama pada tulang muda dan tulang tua. Walaupun demikian, sampel tulang tua hanya dapat menahan strain setengah dari tulang muda, menunjukkan bahwa tulang tua kurang ductile daripada tulang muda, dan mampu untuk menyimpan sedikit energi terhadap kerusakan. B. BIOMEKANIK CARTILAGO SENDI Sendi adalah hubungan fungsional antara tulang-tulang skeleton yang berbeda. Pada sendi sinovial atau sendi yang bergerak bebas, ujung tulang yang bersendi ditutup oleh 1 5 mm lapisan putih yang tebal dari jaringan connective yang disebut dengan cartilago sendi. Secara fisiologis, sebenarnya cartilago sendi merupakan jaringan yang terisolasi ; jaringan ini sama sekali tidak mendapat suplai darah dan limpatik serta saraf, juga kepadatan selulernya kurang daripada jaringan lainnya. Fungsi utama dari cartilago sendi adalah : 1. Untuk menyebarkan beban yang terjadi pada sendi sehingga beban tersebut akan ditransmisikan di atas area yang luas dan kontak stress dapat berkurang. 2. Untuk memberikan gerakan relatif pada permukaan tulang lawanannya dengan meminimalkan gaya friksi (gesekan) dan kerusakan. Komposisi Cartilago

69

Bab 5. Postur

Solid matriks dari cartilago bertanggung jawab terhadap 20 40 % berat air jaringan tersebut, yang tersusun dari serabut collagen (60%) dan interfibrillar proteoglycan gel (40%) yang mempunyai daya tarik-menarik tinggi terhadap air, serta sel-sel chondrosit (+ 2%). 60 80 % dari jaringan tersebut mengandung banyak air, yang dapat ditekan keluar dibawah pengaruh beban. Sifat Biomekanis Cartilago Sendi Sifat biomekanis dari cartilago sendi hanya dapat dipahami berdasarkan sifat-sifat material jaringan tersebut dan interaksi yang terjadi selama pembebanan. Yang menentukan sifat material jaringan tersebut adalah solid matriks (collagen dan proteoglycan) dan interstitial water yang dapat bergerak bebas. Dengan demikian, cartilago sendi dapat dilihat sebagai suatu porous medium yang berisi cairan (analog dengan spon yang berisi penuh air). Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat cartilago dibawah pengaruh beban adalah karakteristik material dari solid matriks dan permeabilitasnya. Permeabilitas Permeabilitas merupakan suatu parameter material di dalam jaringan cartilago yang menggambarkan tahanan friksional dari solid matriks yang memiliki porous material sehingga cairan bisa mengalir melewatinya. Permeabilitas jaringan yang rendah akan menghasilkan lebih besar tahanan terhadap gerakan cairan dibawah pengaruh beban, begitu pula sebaliknya. Dibandingkan dengan spon biasa, maka cartilago sendi yang normal memiliki permeabilitas yang sangat rendah. Ada 2 cara mekanikal untuk mengalirkan cairan melalui media yang berporous seperti cartilago sendi (Mow and Torzilli, 1975) yakni : 1. Cairan dapat dipaksa mengalir melalui solid matriks yang berporous dengan cara mengaplikasikan tekanan gradient yang tinggi yakni tekanan pada sisi atas cartilago lebih besar daripada tekanan pada sisi bawah cartilago (gbr. 4.10a). 2. Jika cartilago sendi berada dibawah balok kaku yang berporous, kemudian dilakukan compressi maka cairan akan mengalir juga (gbr. 4.10b).

70

Bab 5. Postur

Dalam keadaan ini, gerakan cairan disebabkan oleh compressi yang menghasilkan peningkatan tekanan secara lokal, dan menghasilkan gaya yang menyebabkan eksudasi cairan dari jaringan tersebut. Kedua mekanisme ini bekerja secara simultan pada cartilago sendi selama gerakan sendi. Hal ini telah ditunjukkan secara experimental oleh Mansour and Mow (1976), bahwa permeabilitas dari cartilago normal akan menurun secara dramatis pada saat terjadi peningkatan tekanan dan deformasi. Dengan demikian, cartilago sendi mempunyai suatu mekanisme regulator feedback mekanikal yang bertujuan untuk mencegah pelepasan total dari cairan interstitial. Sistem regulator biomekanis ini mempunyai implikasi yang dalam terhadap jaringan normal yang membutuhkan nutrisi, lubrikasi (peminyakan) sendi, kapasitas menahan beban dan kelelahan jaringan. Pada umumnya, selama terjadi kondisi patologis maka continuitas dari solid matriks (collagen dan proteoglycan) menjadi terganggu oleh adanya stress mekanikal atau efek biochemis dari aksi enzim yang abnormal. Dengan demikian, permeabilitas jaringan akan menjadi lebih besar pada jaringan yang osteoarthritis daripada jaringan yang normal (karena terjadi kerusakan pada jaringan serabut collagen dan hilangnya makromolekul proteoglycan). Selama aktivitas fungsional seperti melompat maka cairan interstitial tidak sempat tertekan keluar sehingga jaringan cartilago akan bersifat lebih elastis atau kurang elastis. Dengan demikian, akan terjadi perubahan bentuk pada saat pembebanan dan dengan segera akan kembali ke bentuk semula pada saat tanpa beban. Jika beban terjadi dengan perlahan dan tetap konstan terhadap jaringan cartilago (seperti selama berdiri dalam waktu yang lama), maka deformasi jaringan akan terus meningkat pada saat cairan tertekan keluar. Lubrication (Peminyakan) Ada 2 jenis fundamental dari lubrication yakni : Boundary lubrication dan Fluid Film lubrication. Boundary lubrication bergantung pada absorbsi kimia dari molekulmolekul lubricant yang monolayer terhadap permukaan kontak padat (Bowden and Tabor, 1967). Secara relatif, selama gerakan terjadi maka permukaan komponen71

Bab 5. Postur

komponen yang menumpu dilindungi oleh molekul-molekul lubricant yang slide satu sama lain di atas permukaan lawanannya, mencegah terjadinya adhesif dan abrasi (luka lecet) yang secara alamiah terjadi pada permukaan kontak. Ada bukti eksperimen yang kuat bahwa cairan sinovial di dalam sendi sinovial dapat bekerja dibawah kondisi pembebanan, seperti halnya dengan boundary lubrication pada cartilago sendi dimana kemampuan peminyakannya tidak bergantung pada viscositas (kekentalan) cairan sinovial. Hal ini memungkinkan terjadinya absorbsi chemis dari cairan sendi ke permukaan sendi pada saat kondisi pembebanan yang berat. Jika dalam kondisi pembebanan yang rendah dan atau terjadi gerakan oscilasi serta kecepatan yang relatif tinggi pada permukaan kontak, maka kemungkinan fluid film lubrication sangat diperlukan oleh sendi dalam kondisi tersebut. Dalam fluid film lubrication, lapisan peminyakannya jauh lebih tebal daripada ukuran molekul peminyakan boundary lubrication sehingga menyebabkan pemisahan yang relatif besar dari kedua permukaan tumpuan. Kapasitas pemumpuan beban dari cairan tersebut dapat melalui 3 mekanisme, yaitu : 1. Mekanisme hydrostatik lubrication : Mekanisme ini terjadi ketika tidak ada gerakan slide dari permukaan tumpuan (cartilago sendi) sehingga tekanan didalam fluid film dapat dibangkitkan oleh tekanan external melalui mekanisme hydrostatik lubrication (gbr. 4.11a) 2. Mekanisme hydrodinamik lubrication : Mekanisme ini terjadi ketika permukaan tumpuan bergerak secara tangensial terhadap permukaan tumpuan lawanannya dan membentuk convergensi pada tepi cairan sehingga tekanan tersebut dapat dibangkitkan oleh viskositas cairan yang menyebabkan cairan terserap ke dalam celah diantara kedua permukaan tersebut (gbr. 4.11b). 3. Mekanisme squeeze film lubrication : Mekanisme ini terjadi ketika permukaan tumpuan bergerak secara perpendicular terhadap permukaan lawanannya, dan cairan harus ditekan keluar dari celah tersebut sehingga tekanan tersebut dapat dibangkitkan didalam fluid film lubrication untuk memaksa keluar peminyakan. Dengan demikian, beban tidak dapat disanggah dalam jangka waktu yang tidak menentu oleh proses squeeze film lubrication. Pada akhirnya, fluid film akan
72

Bab 5. Postur

menjadi tipis ketika terjadi kontak yang tajam antara kedua permukaan sendi. Meskipun demikian, mekanisme ini cukup untuk menumpu beban yang tinggi dalam durasi yang pendek (gbr. 4.11c). Kerusakan / kelelahan (Wear) Kerusakan adalah terjadinya pelepasan material dari permukaan solid oleh karena adanya aksi mekanikal. Kerusakan tersebut dapat dibagi kedalam 2 komponen, yakni: 1) 2) Kerusakan interfacial yang terjadi akibat adanya interaksi dari permukaan Kerusakan fatigue yang terjadi akibat adanya deformasi dari body kontak tumpuan. (permukaan sendi). Jika kedua permukaan tumpuan terjadi kontak maka kerusakan interfacial dapat terjadi, oleh adanya adhesif atau abrasi (luka lecet). Kerusakan adhesif dapat terjadi jika kedua permukaan solid mengalami kontak yang lebih kuat daripada material yang terletak di bawahnya. Kemudian akan muncul fragmen-fragmen, sebagai akibat dari kerobekan pada salah satu permukaan dan terjadi perlengketan satu sama lain. Abrasi terjadi ketika suatu material yang lunak tergores oleh salah satu permukaan yang jauh lebih keras, dimana dapat disebabkan oleh permukaan lawanannya atau adanya partikel-partikel yang hilang. Kerusakan permukaan cartilago dapat diobservasi pada in vitro. Jika terjadi kerusakan ultrastruktural dan atau hilangnya massa permukaan, maka lapisan permukaan cartilago menjadi lebih lunak dan lebih permeabel. Dalam keadaan ini, tahanan terhadap gerakan cairan akan berkurang, yang memungkinkan cairan bocor keluar dari fluid film melalui permukaan cartilago sehingga terpecah di atas permukaan. Hilangnya cairan akan meningkatkan kemungkinan kontak yang tajam pada permukaan solid cartilago dan akhirnya dapat lebih memperberat terjadinya proses abrasi. Kerusakan fatigue dapat terjadi pada permukaan tumpuan yang baik lubrication-nya. Kerusakan ini terjadi akibat adanya deformasi yang berulang secara periodik. Kerusakan fatigue terjadi karena adanya akumulasi dari kerusakan material secara mikroskopik ketika terjadi stress secara berulang-kali. Meskipun besarnya stress yang
73

Bab 5. Postur

terjadi jauh labih kecil daripada kekuatan material, tetapi pada akhirnya kerusakan akan terjadi jika cukup sering mengalami stress. Pada sendi sinovial, adanya gerakan rotasi dan slide dapat menyebabkan area permukaan sendi bergerak kedalam dan keluar dari area kontak. Proses ini menyebabkan stress yang berulang pada cartilago dan dapat terjadi selama aktivitas fisiologis manusia. Ketika cartilago terbebani, beban akan disanggah oleh matriks collagen/proteoglycan dan disanggah pula oleh adanya tahanan (resisten) dari gerakan cairan yang melewati cartilago. Dengan demikian, beban yang berulang dan gerakan sendi dapat menyebabkan stress yang berulang pada solid matriks serta terjadi exudasi dan inhibisi yang berulang dari cairan interstitial jaringan. Stress yang berulang pada matriks collagen/proteoglycan akan menyebabkan kerusakan pada : 1) Serabut collagen 2) Jaringan makromolekul proteoglycan, atau 3) Interface (ruang) antara serabut-serabut dan matriks interfibrillar. Dari sebagian besar hipotesis yang populer, salah satu hipothesis menyatakan bahwa kelelahan cartilago disebabkan oleh kerusakan akibat beban tension pada kerangka serabut collagen. Begitu pula, semakin bertambah usia dan adanya penyakit sebelumnya dapat menyebabkan perubahan yang berat di dalam populasi molekul proteoglycan. Perubahan ini merupakan bagian dari akumulasi kerusakan pada jaringan tersebut. Exudasi dan inhibisi cairan interstitial yang terjadi secara berulang-kali dapat menyebabkan pengeluaran molekul proteoglycan dari matriks cartilago mendekati permukaan sendi. Dengan kata lain, gerakan cairan akan jauh dari area stress yang terkonsentrasi (area kontak). Menurut Radin and Paul (1977) bahwa fenomena ini dapat menjelaskan mengapa beban yang tinggi sangat berbahaya bagi cartilago ; beban yang terjadi dengan cepat dan tiba-tiba akan menyebabkan cairan tidak sempat untuk bergerak jauh dari area kontak stress yang tinggi, sehingga dengan demikian akan menghasilkan stress yang tinggi pada matriks collagen/proteoglycan.

74

Bab 5. Postur

Kerusakan struktural pada cartilago dapat diobservasi melalui X-foto. Bagian vertikal dari cartilago yang memperlihatkan keretakan disebut dengan fibrillasi, yang akhirnya dapat meluas melewati lapisan cartilago yang sangat dalam. Kadang-kadang, lapisan cartilago mengalami lebih banyak erosi daripada retak. Sekali terjadi kerusakan mikrostruktur pada cartilago, maka mekanisme kerusakan yang bersifat mekanikal akan terjadi secara progresif ; terjadi pengeluaran molekul proteoglycan oleh gerakan cairan yang keras dan kemampuan self lubrikasi dari cartilago mengalami kerusakan. Proses ini mempercepat kerusakan interfasial dan terjadi kelelahan cartilago yang telah merusak matriks collagen/proteoglycan. Biomekanik Degenerasi Cartilago Cartilago sendi mempunyai kapasitas yang terbatas untuk perbaikan dan regenerasi. Jika stress yang besar terjadi pada cartilago maka kerusakan total dapat terjadi dengan sangat cepat. Suatu hipotesis menyatakan bahwa peningkatan kerusakan secara progresif berkaitan dengan : 1. Besarnya stress yang dialami 2. Jumlah stress tinggi yang dialami 3. Molekul-molekul intrinsik dan struktur mikroskopik dari matriks collagen/ proteoglycan. Besarnya stress yang dialami oleh cartilago ditentukan oleh beban total yang terjadi pada sendi dan bagaimana beban tersebut didistribusikan di atas area kontak (besarnya konsentrasi stress terjadi pada area kontak). Ada sejumlah kondisi yang banyak menyebabkan konsentrasi stress berlebihan dan menyebabkan kerusakan cartilago. Sebagian besar disebabkan oleh beberapa jenis sendi yang tidak kongruen sehingga menghasilkan secara abnormal area kontak yang kecil. Sebagai contoh, osteoarthrosis yang disebabkan oleh congenital acetabular displasia, capital femur epifisis yang tergelincir keluar, atau fraktur intraartikular (Murray, 1965). Meniscectomy pada knee dapat mengeliminir fungsi penyebaran beban dari meniscus (Lutfi, 1975 ; Shrive et al., 1978), sementara ruftur ligamen dapat menghasilkan gerakan relatif yang berlebihan pada kedua ujung tulang (Jacobsen, 1977) sehingga menghasilkan

75

Bab 5. Postur

peningkatan beban total dan peningkatan konsentrasi stress akibat articulatio sendi yang abnormal. Secara makroskopik, konsentrasi stress mempunyai efek yang lebih besar. Tekanan kontak yang tinggi diantara kedua permukaan dapat menurunkan mekanisme fluid film lubrication. Selanjutnya, kontak yang terjadi pada permukaan solid yang tajam dapat menyebabkan konsentrasi stress yang secara mikroskopik menghasilkan abrasi material dari kedua permukaan cartilago. Beberapa orang dengan pekerjaan atau hobby tertentu mempunyai insiden degenerasi yang tinggi, karena pekerjaan atau hobby-nya berkaitan dengan frekuensi pembebanan yang tinggi pada sendi dan besarnya beban total yang terjadi pada sendi. Sebagai contoh, sendi knee pada pemain sepakbola, sendi ankle pada pemain dancing ballet, dan lain-lain. Osteoarthrosis juga dapat terjadi secara sekunder akibat kelainan molekul-molekul intrinsik dan struktur mikroskopik dari matriks collagen/proteoglycan. Berbagai contoh dari fenomena ini adalah degenerasi sekunder pada RA, hemorrhages didalam ruang sendi pada kondisi hemophilia (Lee et al., 1974), gangguan metabolik collagen yang beragam, dan kemungkinan juga degradasi cartilago (penurunan fungsi) oleh enzym proteolytic (Ali and Evans, 1973). Adanya kelemahan struktural pada cartilago akan mudah mengalami kerusakan oleh beban stress yang normal dan frekuensi beban yang rendah. C. BIOMEKANIK JARINGAN COLLAGEN Jaringan collagen yang mengelilingi sistem skeletal adalah ligaman (termasuk kapsul sendi), tendon dan kulit. Struktur-struktur ini bersifat pasif, karena tidak dapat menghasilkan gerakan aktif. Jaringan collagen tersusun secara primer dari tiga jenis serabut, yaitu serabut collagen, serabut elastis dan serabut reticulin. Serabut collagen mempunyai peranan yaitu memberikan kekuatan dan kekakuan terhadap jaringan. Serabut elastis berperan memberikan extensibilitas dibawah pengaruh beban, dan serabut reticulin berperan memberikan bentuk yang besar didalam jaringan. Selain itu, komponen jaringan collagen adalah subtansi dasar yakni unsur gelatinosa yang dapat mengurangi friction diantara serabut.
76

Bab 5. Postur

Selama aktifitas, ligamen dan tendon utamanya mengalami beban tension. Gerakan sendi menghasilkan beban tensile pada ligamen, sedangkan kontraksi otot menghasilkan beban yang sama pada tendon. Kulit mengalami beban dalam bentuk yang lebih kompleks, yaitu menahan beban tensile, kompressi dan shear. Sifat Sifat Mekanikal Dari Jaringan Collagen Sifat-sifat jaringan collagen yang terbebani, dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu : 1. Orientasi structural dari serabut-serabut Orientasi structural dari ketiga jaringan collagen adalah berbeda-beda dan sesuai dengan fungsi setiap jaringan (gbr. 4.12). Serabut tendon mempunyai struktur serabut yang hampir paralel alignment, yang membuat tendon sangat cocok untuk menahan beban tensile yang tinggi. Serabut ligament termasuk kapsul sendi mempunyai struktur serabut yang kurang konsisten (kurang paralel) dimana bervariasi pada setiap ligament, bergantung pada fungsi ligament tersebut (Kennedy et al, 1976). Sebagian besar serabut-serabut ligament hampir mendekati paralel, tetapi beberapa ligament mempunyai struktur yang tidak paralel. Kulit mempunyai struktur serabut yang saling bertautan. Susunan struktur ini memberikan sifat extensibilitas dalam segala arah. 2. Sifat serabut collagen dan serabut elastis Komponen-komponen utama dari jaringan collagen adalah serabut collagen dan serabut elastis, dimana kedua serabut tersebut terdapat sekitar 90 % didalam jaringan collagen. Kedua jenis serabut tersebut mempunyai sifat yang berbeda-beda dibawah pengaruh beban karena serabut collagen tersusun dari unsur ductile like (seperti pipa) dan serabut elastis tersusun dari unsur brittle like (seperti sapu) (Grood, 1978). Sifat dari kedua jenis serabut tersebut telah ditunjukkan pada beberapa tes tensile. Selama tes tensile, serabut collagen (pada tendon) sedikit memanjang pada saat mulai terjadi pembebanan, tetapi dengan cepat menjadi kaku pada saat beban meningkat sampai titik akhir tercapai (gbr. 4.13a). Kemudian terjadi deformasi sampai akhirnya terjadi kerusakan yang berjarak dari 6 8 %. Serabut elastis (pada otot) memperlihatkan pemanjangan yang besar (dua kali lebih panjang dari panjang awal)

77

Bab 5. Postur

ketika terjadi beban yang rendah. Pada saat beban meningkat, tiba-tiba serabut menjadi kaku dan ruftur secara tiba-tiba tanpa adanya deformasi (gbr. 4.13b). Serabut collagen relatif kuat dan dapat mentolerir sekitar setengah dari stress yang ditolerir oleh tulang kortikal pada beban tension. Serabut elastis relatif lemah, hanya dapat mentolelir sekitar 1/10 dari stress yang ditolerir oleh tulang kortikal pada beban tension. 3. Proporsi antara serabut collagen dan serabut elastis Proporsionya didalam jaringan collagen adalah bervariasi sesuai dengan fungsi setiap jaringan didalam melakukan dan mempengaruhi sifat mekanikal jaringan tersebut. Fungsi utama tendon adalah untuk mentransmisi gaya-gaya otot ke tulang atau fascia. Jaringan ini memiliki hampir seluruh serabut collagen, sehingga sifatnya hampir identik dengan berkas serabut collagen dibawah pengaruh beban tensile. Fungsi utama ligamen termasuk kapsul sendi adalah untuk menstabilisasi sendi selama gerakan dan untuk mencegah gerakan yang berlebihan. Seperti pada tendon, sebagian besar ligamen pada tubuh manusia dominan mengandung serabut collagen. Tetapi 2 ligamen pada spine yakni ligamen nuchae dan ligamen flavum tersusun dari
2

/3 serabut elastis dan menunjukkan hampir secara sempurna sifat elastisnya (Fielding

et al., 1970 ; Nachemson dan Evans, 1968). Kedua ligamen ini mempunyai fungsi khusus yaitu untuk melindungi akar saraf-saraf dari gangguan mekanikal, sebagai prestress pada diskus dan untuk memberikan stabilitas intrinsik pada spine. Suatu eksperimen yang dilakukan terhadap ligamen cruciatum anterior yang mempunyai persentase serabut collagen yang tinggi (90%) dan ligamen flavum yang mempunyai persentase serabut elastis yang tinggi (60-70%). Kedua ligamen tersebut dites dengan beban tension sampai terjadi kerusakan. Pada kurva load-elongasi menunjukkan perbedaan dari hasil tes kedua ligamen tersebut. LIGAMENT Ada faktor-faktor utama yang menentukan kekuatan ligamen dibawah pengaruh beban : ukuran dan bentuk ligamen serta kecepatan beban. Area Cross Sectional dari suatu ligamen dapat mempengaruhi kekuatannya. Jumlah serabutnya yang banyak, lebih
78

Bab 5. Postur

lebar dan lebih tebal serabutnya merupakan ligamen yang kuat. Seperti pada tulang, ligamen akan meningkatkan kekuatan dan kekakuannya pada saat kecepatan beban meningkat. Kennedy et al. (1976) menemukan bahwa hampir 50% terjadi peningkatan beban sampai terjadi kerusakan ketika kecepatan beban meningkat 4x lipat selama tes tensile pada ligamen ligament knee joint. Hubungan ligamen dan tulang yang kompleks Menurut Cooper & Misol (1970) yang memeriksa insersio ligamen pada knee anjing dengan cahaya dan mikroskop electron, bahwa ada 4 zone di dalam insersio tersebut berdasarkan basis histologiknya. Ujung ligamen merupakan zona 1, serabut collagen yang saling bertautan dengan fibrocartilage merupakan zona 2. Secara bertahap fibrokartilago tersebut menjadi mineral fibrokartilago (zona 3). Kemudian mineral fibrokartilago bersatu dengan tulang kortikal (zona 4). Efek konsentrasi stress pada insersio ligamen dapat dikurangi oleh adanya tiga unsur yang lebih kaku pada hubungan tulang-ligamen (zona 1, 2 & 3). Perpindahan sendi selama berusakan ligamen Ketika ligamen mengalami pembebanan, terjadi mikrofailure (kerusakan kecil) sebelum titik akhir tercapai. Ketika melampaui titik akhir tersebut, ligamen mulai mengalami kerusakan yang berat dan secara simultan sendi mulai bergeser secara abnormal. Karena kerusakan ligamen dapat menyebabkan perpindahan yang besar pada sendi, maka kerusakan dapat juga terjadi pada struktur-struktur disekelilinginya seperti kapsul sendi dan ligamen-ligamen lainnya. Noyes (1977) mengaplikasikan tes klinis yaitu anterior drawer test, pada knee cadaver sampai pada titik kerusakan ligament cruciatum anterior. Pada beban maksimum, sendi telah berpindah beberapa millimeter. Ligamen tersebut masih dalam kontinuitasnya meskipun telah mengalami makrofailure dan mikrofailure yang luas serta elongasi (pemanjangan) yang berlebihan. Hasil dari tes in vitro ini dapat dihubungkan dengan penemuan klinis. Gambar 4.14 menunjukkan kurva study experimental yang terbagi dalam 3 regio. Regio pertama berkaitan dengan banyaknya beban yang terjadi pada ligamen selama tes klinis stabilitas sendi. Regio kedua berkaitan dengan banyaknya beban yang terjadi pada ligamen selama

79

Bab 5. Postur

aktivitas fisiologis. Regio ketiga berkaitan dengan banyaknya beban yang terjadi pada ligamen mulai dari terjadinya mikrofailure sampai rufter secara sempurna. Injury ligamen terbagi kedalam 3 kategori, bergantung pada kerasnya injury tersebut. Injury kategori I, menghasilkan gejala gejala klinis yang ringan, yaitu rasa nyeri tetapi tidak terjadi instabilitas sendi yang dapat dideteksi secara klinis. Meskipun demikian, mungkin terjadi mikrofraktur pada serabut collagen. Injury kategori 2, menghasilkan nyeri hebat dan adanya instabilitas sendi yang dapat dideteksi secara klinis. Kerusakan yang progresif sudah terjadi pada serabut collagen sehingga menghasilkan ruftur parsial pada ligamen. Kekuatan dan kekakuan ligamen mungkin berkurang menjadi 50 % atau lebih. Seringkali terjadi instabilitas sendi pada ruftur parsial ligamen tetapi ditutupi oleh aktivitas otot, sehingga biasanya tes klinis untuk stabilitas sendi dilakukan dibawah anastesi. Injury kategori 3, menghasilkan nyeri hebat selama proses trauma dan setelah injury nyeri sedikit berkurang. Secara klinis sendi mengalami instabil yang sempurna. Sebagian besar serabut collagennya ruftur tetapi masih ada sedikit yang utuh, sehingga kelihatannya ligamen masih dalam kontinuitasnya meskipun sudah tidak mampu menyanggah beberapa beban. Beban yang terjadi pada sendi yang instabil karena ruftur atau ruftur kapsul sendi akan menghasilkan stress yang tinggi pada cartilago sendi secara abnormal. Adanya beban yang abnormal pada cartilago sendi sangat berkaitan dengan terjadinya osteoarthritis. TENDON Fungsi tendon adalah untuk melekatkan otot ke tulang atau fascia, dan untuk mentransmisikan beban tensile dari otot ke tulang atau dari otot ke fascia sehingga menghasilkan gerakan sendi. Ada 2 jenis susunan tendon yang dapat diidentifikasi yaitu : 1) Tendon dengan sarungnya (pembungkusnya), dan 2) Tendon tanpa sarungnya (pembungkusnya). Pada lokasi-lokasi tertentu dimana tendon mengalami gaya friksi yang tinggi (seperti tendon pada bagian dorsal dan palmar jari-jari tangan serta pada level wrist joint), maka

80

Bab 5. Postur

tendon tersebut memiliki sarung (gbr. 4.15). Sarung tersebut tersusun dari lapisan fibrous yang berhubungan dengan lapisan sinovial parietal (Greenlee and Ross, 1967). Cairan sinovial yang dihasilkan oleh sel-sel sinovial dapat mempermudah terjadinya slide pada tendon tersebut. Sedangkan pada lokasi-lokasi tertentu dimana tendon hanya mengalami gaya friksi yang rendah, maka tendon tersebut tidak memiliki sarung tetapi dikelilingi oleh peritenon yang merupakan jaringan connective yang longgar. Hubungan Otot Tendon Tulang Yang Kompleks Sifat tendon dibawah pengaruh beban hampir identik dengan sifat ligamen. Ada 2 faktor yang menentukan kekuatan tendon yaitu ukuran dan bentuk tendon, serta kecepatan pembebanan. Seperti halnya ligamen, tendon tidak dapat dianggap sebagai isolasi, tetapi harus dipertimbangkan sebagai suatu mata-rantai didalam sistem otot tendon tulang. Struktur insersio tendon sama dengan struktur insersio ligamen yakni mempunyai 4 zone. Ada 2 faktor utama yang mempengaruhi besarnya stress pada tendon selama aktivitas : 1) Banyaknya kontraksi otot dimana tendon tersebut melekat. Jumlah stress pada tendon dapat meningkat pada saat otot berkontraksi. Ketika otot secara maksimal berkontraksi maka tendon akan mengalami stress tensile yang tinggi. Stress tensile dapat meningkat lebih jauh jika otot memanjang dengan cepat. Sebagai contoh, dorsifleksi ankle yang cepat tanpa memberikan refleks rileksasi pada otot gastrocnemius dan soleus akan menghasilkan peningkatan tension pada tendon Achilles. Jika beban tension tersebut melampaui titik akhir elongasi tendon maka tendon Achilles akan mengalami ruftur. 2) Ukuran tendon yang berkaitan dengan ukuran otot. Besarnya kontraksi otot bergantung pada area cross-sectional otot tersebut. Area yang besar pada otot akan menghasilkan gaya kontraksi otot yang tinggi, sehingga beban tensile yang ditransmisikan melalui tendon juga akan besar. Begitu pula, area crosssectional tendon yang besar dapat menerima beban tension yang besar. Dari beberapa pengukuran menunjukkan bahwa kekuatan tendon menerima beban tension 2 x lebih besar daripada kekuatan otot. Hal ini didukung oleh fakta bahwa ruftur pada otot lebih sering terjadi daripada ruftur tendon. Otot yang besar biasanya mempunyai tendon yang besar pula (area cross-sectional yang besar), seperti otot quadriceps dengan
81

Bab 5. Postur

tendon patellanya, dan otot triceps surae dengan tendon achillesnya. Tetapi ada juga beberapa otot kecil yang mempunyai tendon besar, seperti pada otot plantaris yang merupakan otot kecil dengan tendon yang besar.

BAB V POSTUR

Postur adalah sikap tubuh, baik dengan support selama otot tidak bekerja (non-aktif) maupun dengan koordinasi kerja beberapa otot untuk mempertahankan stabilitas. Secara esensial, postur merupakan suatu unsur atau pola alignment tubuh yang dapat beradaptasi dengan gerakan. Postur dapat dipengaruhi oleh kesehatan secara general (kondisi umum), struktur tubuh, sex (jenis kelamin), kekuatan dan daya tahan, kesadaran visual dan kinestetik, kebiasaan individu, dan tuntutan dari tempat kerja, tradisi-tradisi sosial serta kultural. Pada dasarnya, postur terbagi atas 2 bagian : 1. Postur Inaktif, adalah postur dimana otot tidak bekerja aktif ; postur ini digunakan untuk latihan general rileksasi dengan memberikan kebebasan gerak terhadap alat-alat respirasi dan kerja minimal dari otot jantung. 2. Postur Aktif, adalah postur yang membutuhkan aksi integral dari beberapa a. secara statik. b. Postur dinamik, adalah postur yang menghasilkan interaksi beberapa otot yang bekerja secara dinamis untuk menghasilkan gerakan yang efisien. Didalam gerakan diperlukan stabilitas sendi dan membentuk suatu background gerakan, sedangkan kerja otot akan membentuk postural background yang berperan ganda. Postur statik, adalah postur yang menghasilkan interaksi beberapa otot otot. Postur ini terdiri atas 2 bagian, yaitu :

A.

MEKANISME POSTURAL
82

Bab 5. Postur

1. Otot Intensitas dan distribusi kerja otot sangat bervariasi didalam berbagai pola postur dan karakteristik fisik setiap orang. Kelompok otot yang paling sering bekerja adalah otototot yang mempunyai peran mempertahankan postur tetap tegak, yang bekerja menetralisir efek-efek gravitasi. Kelompok otot ini sering disebut dengan antigravity muscle, yang berperan mempertahankan sendi-sendi tetap lurus. Otot ini mempunyai ciri khas tersendiri yaitu strukturnya berbentuk multi-pennate dan fan-shaped, serabut-serabutnya dominan berwarna merah sehingga mampu berkontraksi secara terus menerus tanpa lelah. 2. Kontrol Saraf Postur dapat dipertahankan atau disesuaikan, sebagai hasil dari koordinasi komponenkomponen mekanisme refleks yang sangat kompleks, yang biasa dikenal dengan Refleks Postural yang melibatkan sistem saraf pusat. Refleks Postural adalah suatu respon efferent terhadap stimulus afferent. Respon efferent adalah saraf motorik dan antigravity muscle sebagai efektor utama. Stimulus afferent berasal dari receptor-receptor yang paling penting yaitu : otot (muscle spindle), sendi, mata, telinga, dan juga melibatkan receptor kulit khususnya kulit di telapak kaki. Sistem saraf pusat yang mengontrol refleks postural adalah cortex cerebri, cerebellum, red nucleus dan nucleus vestibular. a. Otot (muscle spindle) Neuromuscular dan neurotendinous spindle didalam otot berfungsi mencatat perubahan tension. Peningkatan tension menyebabkan stimulasi dan menghasilkan suatu refleks kontraksi dari otot, yang merupakan manifestasi dari myotatik atau stretch refleks. b. Mata Sensasi visual mencatat adanya perubahan dalam posisi tubuh yang berkaitan dengan lingkungan sekitarnya, dan mata membentuk salah satu receptor untuk refleks righting dimana mampu mengembalikan posisi kepala dan tubuhnya sendiri kedalam posisi tegak dari sikapnya yang terbiasa jelek. c. Telinga
83

Bab 5. Postur

Stimulasi dari berbagai receptor yang dipersarafi oleh saraf vestibular berasal dari pergerakan cairan yang terdapat didalam canal-canal semicircular pada telinga bagian dalam. Setiap canal terletak didalam bidang yang berbeda-beda, dimana mencatat adanya : Pergerakan kepala yang menganggu atau menggerakkan cairan didalam canal. Pengetahuan gerakan dan arah gerakan kepala. d. Receptor Sendi Dalam posisi penumpuan berat badan, penumpuan beban disekitar tulang-tulang akan merangsang receptor-receptor didalam struktur persendian dan menimbulkan reaksi refleks untuk mempertahankan posisi tersebut. e. Sensasi Kulit Sensasi kulit juga ikut berperan, khususnya kulit di telapak kaki ketika tubuh dalam posisi berdiri. Impuls-impuls dari seluruh receptor di atas akan dikirim dan dikoordinasikan didalam Sistem Saraf Pusat yang melibatkan corteks cerebri, cerebellum, red nucleus dan vestibular nucleus.

B.

POSTUR YANG NORMAL

1. Postur dan Siklus Kehidupan Perbedaan karakteristik antara manusia dan binatang adalah manusia dapat berdiri tegak yang jauh lebih efektif daripada binatang, dan kedua tangannya bebas melakukan tugas-tugasnya dalam aktivitas kegiatan sehari-hari. Pada bayi yang baru belajar berdiri, kemampuannya mempertahankan posisi dalam waktu yang lama adalah terbatas karena reaksi posturalnya belum sempurna sehingga masih membutuhkan perkembangan struktur tubuh yang lebih kompleks. Selama siklus kehidupan, perubahan proporsi tubuh selalu disertai dengan perubahan kurva spine (gbr. 5.1). Pada bayi yang baru lahir, trunkus vertebranya berbentuk Ccurve (konveks kearah posterior) dimana vertebra dalam keadaan fleksi. Pada saat bayi sudah dapat mengontrol kepalanya maka vertebra cervical akan berkembang
84

Bab 5. Postur

membentuk kurva konveks kearah anterior (lordosis). Kemudian, jika anak sudah dapat duduk dan mulai berdiri maka terjadi perkembangan pada vertebra lumbal dimana vertebral lumbal akan membentuk kurva konveks kearah anterior (lordosis), dan setelah anak sudah bisa berdiri, berjalan atau berlari maka bentuk kurva vertebranya sampai dewasa adalah : Vertebra cervical konveks kearah anterior (lordosis) Vertebra Thoracal konveks kearah posterior (kiphosis)

85

Bab 5. Postur

Vertebral Lumbal konveks kearah anterior (lordosis) Vertebra Sacrum konveks kearah posterior (kiphosis) Memasuki usia tua (manula), maka bentuk kurva dari trunkus vertebra lambat laun akan kembali ke bentuk C-curve. 2. Posisi Dasar Ada 3 posisi dasar (berdiri, duduk dan berbaring) yang dapat dimodifikasi, karena adanya : Penyesuaian kepala dan anggota gerak, hubungannya dengan trunkus Penyesuaian trunkus, hubungannya dengan kepala atau anggota gerak. Penciptaan posisi yang baik, yang disesuaikan dengan gerakan vertebra. Dalam kehidupan sehari-hari, umumnya orang mengambil sikap yang asimetris karena terjadi pemindahan berat tubuh didalam melakukan aktivitasnya. Pemindahan berat tubuh sangat membantu mencegah kelelahan dan memberikan pemeliharaan sirkulasi yang adequat khususnya didalam otot-otot postural tungkai pada saat berdiri. Adanya pergantian support (sanggahan) dari satu tungkai ke tungkai yang lain maka secara periodik otot-otot menjadi tidak terbebani dan rileks. Bagi orang yang tidak dapat memindahkan posturnya atau berat tubuhnya maka orang tersebut sering mengalami ischemia pada jaringan-jaringan tertentu khususnya yang mendapat tekanan secara terus menerus, misalnya pasien paraplegia yang harus dilatih oleh fisioterapis untuk mengubah posturnya secara teratur. a. Posisi Berdiri Dalam posisi berdiri, secara ideal adalah garis gaya gravitasi harus terpusat di atas dasar tumpuannya sehingga keseimbangannya hanya dipertahankan oleh usaha otot yang minimal. Sedangkan pusat gravitasi tubuh tepat berada di depan Vertebra S2. Titik pusat ini ditemukan pada jarak sekitar 55 57 % dari total panjang tubuh di atas tanah. Dalam posisi berdiri, keseimbangan tubuh bergantung pada meratanya distribusi berat tubuh ke masing-masing kaki dan diantara kedua kaki. Postur tegak yang normal dan ideal adalah jika ditarik garis vertikal dari sisi lateral melalui pusat gravitasi tubuh maka garis tersebut akan berjalan di :
51

Bab 5. Postur

Melalui processus mastoideus Tepat di depan shoulder joint Melalui hip joint atau tepat di belakangnya Tepat di depan pusat knee joint

Sekitar 5 cm di depan ankle joint (gbr. 5.2) Ketika garis tersebut ditarik dari sisi anterior atau posterior melalui pusat gravitas maka garis tersebut akan membagi dua tubuh yang sama besarnya dengan berat tubuh yang didistribusikan secara merata pada kedua kaki. Distribusi tekanan pada telapak kaki adalah bervariasi, bergantung pada penggunaan sepatu atau tidak. Beberapa penelitian baru-baru ini menunjukkan batasan angka pada orang normal ketika kaki tak bersepatu. Sekitar 45 65 % berat tubuh diterima oleh kedua tumit, sedangkan kaki bagian depan menerima berat tubuh sekitar 30 47 % dan hanya 1 8 % diterima oleh kaki bagian tengah. Angka persentasi ini dapat berubah secara menyolok ketika terjadi injury atau penyakit, stress mekanik dalam waktu yang lama, atau memakai sepatu yang bertumit tinggi. Postur tubuh yang seimbang dapat menurunkan kerja otot-otot yang mempertahankan tubuh tetap tegak. Melalui EMG, dapat dilihat aktivitas otot yang bekerja mempertahankan tubuh tetap tegak yaitu : Otot-otot intrinsik kaki dalam keadaan relaks sehingga sanggahan diberikan oleh ligamen-ligamen kaki Secara kontinyu, otot soleus selalu aktif karena gaya gravitasi cenderung untuk menarik tubuh kearah depan, sedangkan otot gastrocnemius dan tibialis posterior bekerja kurang aktif. Otot quadriceps dan hamstring bekerja kurang aktif. Secara konstan otot iliopsoas tetap bekerja aktif. Otot gluteus medius dan tensor fascia latae bekerja aktif untuk menetralisir ayunan postur ke lateral.

52

Bab 5. Postur

Otot erector spine bekerja aktif untuk menetralisir kecenderungan gravitasi yang menarik trunk kearah depan. Otot abdominal tetap relaks meskipun serabut bagian bawah dari otot obliqus internal bekerja aktif untuk melindungi canalis inguinal. Otot upper trapezius, serratus anterior dan deltoideus pars posterior bekerja aktif untuk mempertahankan struktur-struktur yang berada pada shoulder girdle dan upper limb, sedangkan otot supraspinatus dan adanya tension dari kapsul sendi bagian superior dapat mencegah dislokasi caput humeri kearah bawah terhadap cavitas glenoidalis. Posisi berdiri tegak juga dipertahankan oleh pergantian aksi dari group otot antagonist yang mencegah terjadinya overbalance. Keadaan ini menghasilkan suatu ayunan yang kecil dan kontinyu dari tubuh tersebut, walaupun tetap mempertahankan garis gaya gravitasi jatuh di atas area tumpuan diantara kedua kaki. Besarnya ayunan disekitar pusat dasar tumpuan adalah cenderung bertambah besar pada usia yang sangat tua dan usia sangat muda. (gbr. 5.3) Adanya ayunan postur yang terjadi secara konstan selama berdiri, menyebabkan beberapa muscle spindle tertarik ke atas secara beraturan sehingga terjadi pergantian aktivitas dan inaktivitas dari berbagai motor unit. Hal ini dapat membantu mencegah kelelahan serta membantu kembalinya aliran darah vena. b. Posisi Duduk Duduk merupakan salah satu posisi yang paling sering digunakan dalam aktivitas kegiatan sehari-hari. Dalam posisi duduk, hal yang esensial adalah posisi alignment vertikal dari kepala ke trunk harus dipertahankan, kecuali dalam keadaan istirahat dengan punggung dan kepala tersanggah pada kursi yang enak. Stabilitas duduk bergantung pada posisi yang diambil serta bentuk dan luas permukaan sanggahan. Dibandingkan dengan posisi berdiri, posisi duduk lebih stabil dan umumnya memberikan relaksasi pada otot-otot tungkai. Posisi duduk dapat dilakukan di atas lantai, bed atau di atas kursi/stool. Posisi duduk di atas lantai akan menghasilkan postur tubuh yang bervariasi, bergantung pada posisi yang diambil oleh kedua tungkai. Sedangkan posisi duduk di atas
53

Bab 5. Postur

kursi/stool cenderung untuk menghasilkan postur tubuh yang tegak, walaupun sangat dipengaruhi oleh bentuk kursi/stool dan posisi yang diambil.

54

Bab 5. Postur

c.

Posisi Tidur (Berbaring)

Posisi tidur merupakan posisi yang menyenangkan dan enak serta memberikan relaksasi yang sempurna. Posisi ini merupakan postur normal bagi bayi selama bulan-bulan awal setelah post natal. Posisi tidur merupakan posisi yang paling mudah didalam mempertahankan keseimbangan tubuh karena pusat gravitasi tubuh menjadi rendah terhadap dasar tumpuan dan gaya gravitasi dapat dinetralisir oleh mekanisme secara pasif, sehingga hanya sedikit aktivitas otot yang dibutuhkan untuk mempertahankan tubuh. Dalam posisi ini, permukaan sanggahan harus kuat dan comfortable sehingga pembengkokan tubuh dapat dicegah serta relaksasi maksimum dapat diperoleh.

C. GOOD POSTUR DAN POOR POSTUR 1. Good Postur Good Postur adalah suatu keadaan seimbang antara sistem muscular dan sistem skeletal yang melindungi struktur penyanggah tubuh melawan injury atau deformitas yang progresif, dimana struktur-struktur tersebut sedang bekerja atau istirahat. Dalam keadaan ini, maka otot-otot akan berfungsi dengan sangat efisien dan bekerja dengan usaha yang minimum serta menghasilkan posisi yang optimum terhadap organ-organ thoracal dan abdomen. Dalam posisi berdiri tegak, dikatakan good postur jika alignment dari segmen-segmen tubuh membentuk bidang vertikal dan menghasilkan keseimbangan yang sempurna dari satu segmen ke segmen lainnya sehingga keadaan tersebut dapat dipertahankan dengan usaha otot yang minimum dan berfungsi secara efisien serta enak dipandang. Dalam postur dinamik, maka alignment tubuh akan terinklinasi ke depan dan tetap lurus sehingga melibatkan penyesuaian yang konstan untuk mempertahankan efisiensi otot selama gerakan. Good Postur dapat berkembang secara alamiah dan memberikan mekanisme pemeliharan serta penyesuaian postur yang utuh dan sehat. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kenormalan serta perkembangan refleks postural dan otot yaitu :
54

Bab 5. Postur

Background psikologis yang stabil ; emosi dan sikap mental

mempunyai efek yang besar terhadap sistem saraf secara keseluruhan dan hal ini akan direfleksikan dalam postur setiap orang. Rasa gembira dan bahagia merupakan stimulasi dan akan direfleksikan dalam bentuk sinyal postur yang tertentu. Sebaliknya, perasaan sedih, konflik dan merasa rendah akan menghasilkan postur-postur yang berbeda. Dengan demikian, sikap mental dapat mempengaruhi kondisi fisik seseorang baik bersifat sementara (temporer) maupun permanen. Keadaan hygiene yang baik (kondisi sehat) ; khususnya mengenai nutrisi dan tidur yang cukup merupakan hal penting untuk kesehatan sistem saraf dan pertumbuhan serta perkembangan tulang-tulang dan otot. Kesempatan untuk melakukan gerakan alamiah yang bebas ; hal ini dapat mendorong perkembangan otot skeletal yang harmonis, misalnya memberikan kesempatan kepada anak normal untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang menyenangkan seperti berlari, melompat dan memanjat. 2. Poor Postur (postur jelek) Suatu postur dikatakan jelek jika postur tersebut tidak efisien dan gagal untuk melaksanakan fungsinya atau sejumlah usaha otot yang sebenarnya tidak perlu digunakan untuk mempertahankan postur tersebut. Poor postur selalu melibatkan : Kecacatan (kelainan bentuk) yang berkaitan dengan segmen-segmen tubuh dan menghasilkan peningkatan strain pada struktur-struktur penyanggah tubuh. Keseimbangan yang inadequat di atas dasar sanggahan. Dalam posisi berdiri, terjadi kegagalan alignment dari segmen-segmen tubuh sehingga memerlukan kerja otot tambahan untuk mempertahankan keseimbangan. Adanya deviasi postural akan disertai dengan peningkatan atau penurunan kurva spine normal, sehingga terjadi kompensasi tubuh dan gangguan body mekanik yang menyebabkan strain pada ligamen-ligamen dan menghasilkan tekanan yang tidak rata pada permukaan sendi (gbr. 5.4). Hal ini akan menghambat aktivitas kegiatan seharihari dan mungkin menghasilkan reaksi psikologis pada dirinya yang tidak dikehendaki serta tidak enak dipandang. Sebagian besar, pasien-pasien poor postur
55

Bab 5. Postur

mempunyai sedikit perubahan struktural pada tubuhnya yang merupakan kegagalan alignment tubuh. Penyebab poor postur seringkali tidak jelas. Faktor-faktor yang sangat mendukung pembentukan pola postur yang jelek (tidak efisien) adalah sikap mental dari pasien dan kondisi kesehatan (hygiene) yang jelek. Kelemahan tubuh secara general setelah sakit berat juga merupakan faktor predisposisi, karena dapat menurunkan efisiensi dari sistem saraf secara keseluruhan. Kurangnya pengetahuan pasien tentang postur dan kebiasaan yang jelek juga mendukung pola postur yang jelek. Faktor-faktor predisposisi yang bersifat lokal adalah nyeri yang terlokalisir, kelemahan otot, kontraktur otot, ketegangan otot secara lokal yang menyebabkan disbalance muscle, gangguan neurologis serta gangguan stabilitas dan keseimbangan. Faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan perubahan pola postur tetapi tidak sampai menurunkan efisiensi gerakan dan postur. Meskipun demikian, jika perubahan pola postur tersebut berlangsung lama walaupun penyebabnya telah hilang maka dapat menghasilkan suatu kelainan postur.

56

Bab 5. Postur

56

BAB VI SIKAP DAN POSISI

Pada bab sebelumnya telah dijelaskan tentang pengertian postur dan beberapa posisi dasar yang sering dilakukan pada aktivitas kegiatan sehari-hari. Sedangkan pada bab ini, lebih banyak melihat pada keberadaan vertebra khususnya vertebra lumbal dikaitkan dengan sikap dan posisi badan. Secara anatomis dan fisiologis, regio lumbal mempunyai struktur yang sederhana namun regio ini paling sering terlibat dalam aktivitas kegiatan sehari-hari yang berhubungan dengan penggunaan sikap dan posisi tubuh. Kita ketahui bahwa, regio lumbal menerima beban yang paling besar dari semua regio pada tubuh manusia, terutama lumbosacral. Oleh karena itu, berbagai sikap dan posisi tubuh yang dilakukan dalam aktivitas kegiatan seharihari sangat mempengaruhi besarnya beban yang terjadi pada regio lumbal. Posisi dan sikap yang kita lakukan sehari-hari seperti duduk, tidur, berdiri, membungkuk, mengangkat, gerakan shalat dan lain-lain, semuanya akan melibatkan regio lumbal, baik dalam keadaan statis maupun dinamis dengan menerima beban berupa gaya external dan gaya internal yang bervariasi. Pada tahun 1975, Tuan Nachemson memaparkan hasil penelitiannya tentang besarnya beban yang terjadi di L3 pada setiap perubahan sikap dan posisi tubuh. Hasil penelitian tersebut memberikan arti yang sangat luas dan dalam, karena kenyataannya pada setiap perubahan sikap dan posisi tubuh akan selalu disertai dengan perubahan besarnya beban yang terjadi pada L3.

A. PENGARUH SIKAP ATAU POSISI TERHADAP PEMBEBANAN DI LUMBAL Beban pada vertebra utamanya dihasilkan oleh berat tubuh, aktivitas otot dan gaya external. Beban tersebut terutama bekerja pada diskus intervertebralis. Regio lumbal merupakan area penumpuan beban yang utama pada vertebra sehingga beban yang diterima pada regio ini paling besar terjadi.
57

Bab 6. Sikap dan Posisi

Kurvatur vertebra juga memberikan kontribusi terhadap kapasitas spring-like (seperti pegas) vertebra dan menyebabkan columna vertebralis dapat menahan berbagai beban yang lebih tinggi daripada vertebra berbentuk lurus. Kepentingan otot-otot trunk sebagai support extrinsik untuk menstabilisasi vertebra dalam kehidupan manusia, tidak hanya berperan selama gerakan tetapi juga dalam pemberian posisi. Dalam keadaan statis, beban yang bekerja pada vertebra dianalisis dalam keadaan equilibrium. Untuk menghitung tekanan intradiskal, maka Nachemson, Elfstrom dan Morris telah melakukan percobaan pada diskus in vivo dengan menggunakan Disc Manometry. Dalam percobaan ini, dilakukan tekanan pada diskus intervertebralis L3 dari laki-laki berusia 35 tahun. Dari hasil pengukuran menunjukkan besarnya persentase beban dari total berat badan (kg) pada kelima posisi tubuh yakni (gbr. 6.1) : Berbaring : tidur terlentang dengan relaksasi total = 25 % Setengah tidur (half lying) Berdiri dengan posisi tegak (benar) Duduk dengan posisi tegak (benar) Berdiri dengan posisi badan membungkuk (salah) Duduk dengan posisi badan membungkuk (salah) = 75 % = 100 % = 140 % = 150 % = 185 %

Selama berdiri relaks dengan benar maka otot-otot postural selalu aktif dengan usaha yang minimum jika tubuh dalam kondisi good alignment. Posisi berdiri bukan merupakan posisi statik yang sempurna karena biasa terjadi perpindahan garis gravitasi pada saatsaat tertentu, yang dikenal dengan ayunan postur. Agar tubuh tetap seimbang, maka harus dicounter balance oleh aktivitas otot-otot erector spine dan abdominal sehingga ayunan postur terjadi secara intermitten. Tidak hanya otot-otot tersebut, tetapi otot psoas juga ikut terlibat. Selama berdiri, otot-otot erector spine selalu bekerja aktif sedangkan otototot abdominal hanya bekerja aktif secara intermitten. Selama berdiri, dasar sacrum akan terinklinasi ke depan dan ke bawah sekitar 30o terhadap bidang transversal yang disebut dengan sudut sacrum. Tilting dari pelvis disekitar axis transversal dapat merubah sudut tersebut. Sudut ini menurun ketika pelvis tilting kearah belakang dan lordosis lumbal menjadi datar. Mendatarnya lordosis lumbal

58

Bab 6. Sikap dan Posisi

mempengaruhi thoracal spine, dimana thoracal spine akan sedikit memanjang untuk menyesuaikan pusat gravitasi. Sebaliknya, ketika pelvis tilting kearah depan maka sudut sacral akan meningkat dan menyebabkan peningkatan lordosis lumbal serta kyphosis thoracal (gbr. 6.2). Perubahan pada inklinasi pelvis (sudut sacrum) dapat mempengaruhi aktivitas dari otot-otot erector spine sehingga mempengaruhi statik dari vertebra. Jika terjadi peningkatan inklinasi pelvis maka aktivitas otot tersebut akan meningkat pula, dan sebaliknya. Fleksi trunk dapat meningkatkan beban pada lumbal karena terjadi peningkatan moment pembengkokan. Dalam keadaan fleksi trunk, diskus intervertebralis akan menonjol kearah dorsal dan tertekan kearah ventral sehingga stress kompresi dan tensile meningkat. Jika fleksi trunk disertai dengan gerakan rotasi maka diskus akan mengalami beban torsio selain beban kompresi dan tensile sehingga dapat meningkatkan stress yang lebih besar pada diskus. Selama duduk relaks tanpa sanggahan, beban pada lumbal lebih besar daripada berdiri relaks (Nachemson & Elfstrom, 1970). Dalam posisi ini, pelvis akan tilting kearah belakang dan lordosis lumbal menjadi lurus. Garis gravitasi jatuh di ventral dari lumbal spine dan akan bergeser lebih jauh kearah ventral jika posisi duduk membungkuk. Hal ini akan menghasilkan lever arm yang lebih panjang sehingga membutuhkan gaya yang lebih besar untuk menahan berat trunk (terjadi peningkatan torque pada lumbal). Sedangkan jika duduk tegak maka terjadi tilting pelvis kearah depan dan meningkatkan lordosis lumbal serta dapat menurunkan beban pada lumbal tetapi beban tersebut masih lebih besar daripada berdiri tegak (gbr. 6.3). Selama duduk dengan sanggahan, beban pada lumbal menjadi lebih kecil daripada duduk tanpa sanggahan karena berat dari upper body disanggah oleh sandaran kursi. Inklinasi dari sandaran kursi sangat mempengaruhi besarnya beban pada lumbal. Jika sandaran kursi dimiringkan kearah belakang dan menggunakan sebuah bantal kecil pada regio lumbal maka dapat menurunkan beban yang lebih besar pada lumbal spine (gbr 6.4). Beban yang minimum pada spine dapat terjadi dalam posisi berbaring, dimana beban yang dihasilkan oleh berat badan dapat dieliminir oleh tempat tidur. Jika dalam posisi tersebut, kedua knee lurus maka akan terjadi tarikan dari otot psoas yang menghasilkan
59

Bab 6. Sikap dan Posisi

peningkatan beban yang kecil pada lumbal. Tetapi jika kedua knee dan hip dibengkokkan serta disanggah dibawah knee maka lordosis lumbal menjadi berkurang karena otot psoas dalam keadaan relaks dan beban menjadi menurun.

60

Bab 6. Sikap dan Posisi

B. PENGARUH POSISI MENGANGKAT TERHADAP BEBAN PADA LUMBAL Beban kompresi yang dapat ditahan oleh corpus vertebra sampai terjadi kerusakan (fraktur kompresi) adalah berkisar dari 5000 8000 Newton bahkan sampai 10.000 N. Besarnya beban tersebut dipengaruhi oleh derajat degenerasi diskus dan faktor usia. Corpus vertebra lebih mudah mengalami kerusakan daripada diskus jika terjadi beban kompresi. Hal ini menunjukkan bahwa tulang kurang mampu menahan beban kompresi daripada diskus. Sebaliknya, ruftur dapat terjadi pada bagian posterior annulus fibrosus jika terjadi tension yang berlebihan dan torsional yang tinggi pada diskus akibat beban stress yang dihasilkan oleh moment pembengkokan + rotasi trunk. Pada saat mengangkat dan membawa suatu obyek, adanya beban external ikut mempengaruhi besarnya beban pada vertebra lumbal. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya beban pada vertebra (khususnya lumbal) selama aktivitas tersebut, yaitu : 1. Posisi dari obyek kaitannya dengan pusat gerakan vertebra 2. Derajat fleksi atau rotasi spine 3. Karakteristik dari obyek tersebut : ukurannya, bentuknya, beratnya dan kepadatannya. Mempertahankan suatu obyek yang diangkat tetap dekat dengan tubuh dapat menurunkan besarnya moment pembengkokan pada vertebra lumbal karena jarak antara pusat gravitasi obyek dengan pusat gerakan vertebra adalah kecil/minimal. Lever arm yang pendek dari gaya berat obyek akan menghasilkan moment pembengkokan yang rendah, sehingga beban pada vertebra lumbal juga rendah (Anderson, Ortengren & Nachemson, 1976). Ukuran, bentuk, berat dan kepadatan obyek juga mempengaruhi beban pada vertebra. Jika 2 buah obyek yang mempunyai berat, bentuk dan kepadatan yang sama tetapi ukurannya berbeda, maka lever arm gaya berat obyek akan lebih panjang pada obyek yang ukurannya besar daripada yang kecil sehingga menghasilkan moment pembengkokan yang lebih besar (gbr. 6.5). Jika sebuah obyek diangkat dan dipertahankan dalam posisi tubuh membungkuk maka gaya yang dihasilkan bukan hanya dari berat obyek tetapi juga dari berat upper body yang dapat menimbulkan moment pembengkokan yang besar pada diskus sehingga menghasilkan beban yang tinggi pada vertebra (gbr. 6.6).
60

Bab 6. Sikap dan Posisi

Selama mengangkat, dianjurkan kedua knee bengkok untuk mengurangi beban pada vertebra tetapi tekniknya harus benar. Mengangkat dengan kedua knee bengkok membuat obyek lebih dekat dengan trunk sehingga lebih dekat dengan pusat gerakan vertebra. Meskipun demikian, beban tidak akan berkurang jika obyek yang akan diangkat berada jauh di depan knee walaupun kedua knee sudah bengkok karena obyek berada jauh dari pusat gerakan sehingga menghasilkan moment pembengkokan yang lebih besar. Bagi atlet angkat besi, mereka dengan mudah dapat mengangkat beban yang berat tanpa terjadi fraktur pada vertebra. Hal ini karena ada faktor lain yang harus terlibat untuk menurunkan beban pada vertebra. Adanya support intra-abdominal dapat menurunkan beban pada vertebra lumbal (lumbosacral), dan telah dibuktikan oleh Bartelink (1957), Morris et.al (1961), Eie dan Wehn (1962) dengan menggunakan pengukuran tekanan intra-abdominal. Dari pengukuran tersebut menunjukkan bahwa tekanan intra-abdominal yang dihasilkan oleh kontraksi otot erector spine dan support tersebut dapat menurunkan beban pada vertebra lumbal sampai 40 %.

C. EFEK LATIHAN TERHADAP BEBAN PADA LUMBAL SPINE Hampir seluruh gerakan pada tubuh dapat meningkatkan beban pada lumbal spine, dari beban yang sedang selama berjalan dengan lambat atau gerakan twisting yang mudah sampai beban yang tinggi selama latihan/exercise (Nachemson and Elfstrom, 1970). Beberapa latihan yang sangat mempengaruhi beban pada lumbal spine adalah latihan strengthening untuk otot-otot erector spine dan abdominal. Latihan-latihan tersebut harus dilakukan secara efektif dengan cara menyesuaikan beban yang dihasilkan oleh spine dengan kondisi punggung/back setiap orang. Untuk melatih otot-otot erector spine dalam posisi prone lying, sebaiknya dihindari posisi seperti pada gbr. 6.7a bagi pasien-pasien LBP walaupun dapat menghasilkan kontraksi otot yang lebih besar. Hal ini disebabkan karena posisi tersebut dapat menghasilkan stress yang lebih besar pada struktur spine (terutama diskus lumbalis). Oleh karena itu, posisi yang lebih baik adalah posisi awal latihan yang mempertahankan vertebra lebih paralel. (gbr. 6.7b)

61

Bab 6. Sikap dan Posisi

Sedangkan latihan untuk otot abdominal, ada beberapa posisi awal latihan yang tidak menghasilkan beban tinggi pada lumbal spine seperti bilateral/unilateral SLR, trunk curl method atau reverse curl dengan modifikasi tahanan isometrik. Bilateral/unilateral SLR lebih banyak mengaktifkan otot psoas daripada otot abdominal sehingga aktivitas otot tersebut cenderung untuk menarik lumbal spine kearah lordosis. Sedangkan metode latihan sit-up dengan posisi hip dan knee bengkok (fleksi) sangat besar mengaktifkan otot abdominal daripada otot psoas, tetapi juga menghasilkan beban yang tinggi pada lumbal spine terutama pada diskus intervertebralis (Nachemson and Elfstrom, 1970). Beban tersebut dapat dikurangi dengan cara hanya melakukan trunk curl (gbr 6.8). Metode reverse curl dapat mengaktifkan otot abdominal dan obliqus external et internal, dan jika dimodifikasi dengan memberikan tahanan isometrik pada knee akan menjadi lebih efektif untuk strengthening otot abdominal karena tekanan pada diskus juga rendah (gbr. 6.9).

D. SIKAP ATAU POSISI YANG BENAR DAN SALAH Penilaian sikap atau posisi yang benar dan salah didasari oleh besarnya beban yang diterima oleh vertebra lumbal. Sikap atau posisi yang benar adalah posisi yang menghasilkan beban yang minimal pada vertebra lumbal, sedangkan sikap atau posisi yang salah adalah posisi yang menghasilkan beban yang tinggi pada vertebra lumbal. Dari penjelasan diatas, maka kita dapat menilai sikap atau posisi yang benar dan salah berdasarkan besarnya beban pada vertebra lumbal. Sikap atau posisi tersebut perlu diperhatikan dalam aktivitas kegiatan sehari-hari, karena banyak penyebab dari LBP (Nyeri Pinggang Bawah) adalah sikap atau posisi yang salah.

62

Bab 6. Sikap dan Posisi

63

BAB VII MEKANIKAL BERJALAN

A. PENGERTIAN BERJALAN Berjalan adalah usaha seseorang untuk melangkah ke depan atau perjalanan dari satu tempat ke tempat lain dengan melibatkan komponen-komponen fundamental berjalan yakni arkus gerakan sendi, rangkaian aksi otot, kecepatan tubuh bergerak ke depan, alignment trunk dan gaya reaksi lantai. Berjalan merupakan suatu cara didalam memperoleh posisi yang akan digunakan untuk melihat, mendengar dan melakukan tugas-tugas manual. Aktivitas berjalan hanya memerlukan jumlah waktu dan energi yang minimal serta tubuh memerlukan pola berjalan yang halus. Dengan demikian, didalam aktivitas berjalan dibutuhkan suatu pola berjalan yang halus dan penggunaan energi yang ekonomis.

B. TUGAS-TUGAS FUNGSIONAL BERJALAN Selama berjalan, ada 3 tugas fungsional berjalan yang harus diselesaikan yaitu : 1. Forward Progression Agar tubuh dapat bergerak ke depan dengan pola berjalan yang halus dan ekonomis, maka dibutuhkan 3 fungsi yaitu : Shock absorption : diperlukan adanya transfer atau perpindahan berat tubuh yang cepat ke kaki yang bergerak ke depan Momentum kontrol : diperlukan kontrol stabilitas pada tungkai sebagai penumpuan berat tubuh dari interaksi sistem persarafan dan kerja otot. Forward propultion : diperlukan gaya yang cukup dari sekelompok otot untuk mendorong tubuh bergerak ke depan. Dengan penggunaan momentum yang cukup untuk membantu terjadinya shock absorption dan menggerakkan tubuh ke depan, maka kebutuhan kerja dari tubuh dapat diminimalkan selama berjalan.
63

Bab 7. Mekanikal Berjalan

2. Single Limb Balance Selama berjalan, pada saat satu tungkai terayun ke depan untuk bergerak maka tungkai yang lain harus mampu menyeimbangkan tubuhnya. Pada saat itu tubuh dalam keadaan off-balance karena hilangnya satu tungkai yang menyanggah (gbr. 7.1a). Dalam keadaan ini, seseorang akan jatuh kecuali : Ada gaya yang besar dari otot abduktor hip untuk mempertahankan tubuh Dia memiringkan tubuhnya kearah lateral di atas tungkai yang menumpu. Kedua aksi tersebut terjadi dalam pola berjalan normal. Jika seseorang mempunyai proprioceptor dan kontrol otot yang normal tetapi ada sedikit kelemahan pada abduktor hip, maka keseimbangannya akan dikompensasi oleh lateral shift trunk yang berlebihan (gbr. 7.1b). Sedangkan pasien yang mengalami gangguan proprioceptor dan SSP (seperti hemiplegia) tidak akan mampu melakukan gerakan kompensasi untuk menghasilkan keseimbangan sehingga pasien akan jatuh kearah sisi tungkai yang terangkat (terayun) (gbr. 7.1c). Dalam keadaan single limb balance dapat terjadi valgus thrust (lateral thrust) pada knee dan ankle (gbr. 7.2). Bagi pasien-pasien RA dan paralysis akibat polio dapat terjadi deformitas valgus pada knee dan ankle karena terjadi strain yang berulang pada ligamen-ligamen. Ada 2 mekanisme yang melindungi ligamen-ligamen dan mengontrol terjadinya valgus thrust pada knee. Pertama, mekanisme untuk menyanggah knee bagian medial melawan valgus thrust yang terjadi oleh aksi dari 3 otot sisi medial yakni m. semitendinosus, m. gracilis dan m. sartorius. Kedua, mekanisme proteksi dari aksi m. vastus medialis untuk mencegah pergeseran patella kearah lateral dan mengontrol angulasi valgus knee. Sedangkan pada ankle (kaki), adanya stress valgus dapat diproteksi oleh aksi m. tibialis posterior. 3. Limb Length Adjustment Pada saat terjadi perubahan posisi diperlukan perubahan panjang dari kedua tungkai sehingga kaki dapat mencapai tanah dengan mudah, dimana tungkai bagian depan
64

Bab 7. Mekanikal Berjalan

diarahkan untuk lurus sedangkan tungkai bagian belakang harus membengkok. Dengan demikian tungkai (extremitas inferior) yang bergerak ke depan untuk mengambil suatu langkah harus lebih panjang daripada tungkai yang di belakang (gbr.7.3). Untuk mencapai gerakan extremitas inferior ke depan maka secara relatif terjadi rotasi pelvis kearah depan dan pelvis drop pada sisi ipsilateral. Pemanjangan extremitas yang lebih jauh dapat diperoleh dengan cara mempertahankan ankle tetap pada sudut 90o. Pada akhirnya, total pemanjangan extremitas akan berkurang dengan sedikit fleksi knee pada sisi penumpuan.

C. FASE-FASE BERJALAN Adanya pergantian berdiri dan melangkah maka secara teknikal fase berjalan terdiri atas stance phase (fase menumpu) dan swing phase (fase mengayun). Stance phase mulai terjadi pada saat heel strike dan berakhir pada saat toe-off. Untuk mengidentifikasi adanya aksi yang berkaitan maka stance phase dibagi kedalam fase heel strike, midstance dan push-off, sedangkan swing phase dibagi kedalam fase awal swing dan fase akhir swing. Setiap interval dari fase-fase tersebut terdiri dari aktivitas yang kompleks, yang berkaitan dengan penyelesaian tugas-tugas fungsional berjalan. Dengan demikian, untuk mengidentifikasi tugas-tugas fungsional berjalan pada setiap fase berjalan maka deskripsi fungsional yang tepat adalah : Stance phase terdiri atas : Weight Acceptance, Trunk Glide, Push dan Balance Assistance Swing phase terdiri atas : Pick-up dan Reach. Fase Menumpu (Stance phase) : 1. Weight Acceptance (0 15 % dari siklus berjalan) Pada fase ini, terjadi heel strike sampai foot-flat dimana kaki pertama kali kontak dengan tanah. Pada saat heel strike, tumit pertama kali menyentuh tanah dan extremitas inferior akan terulur ke depan dengan fleksi hip 30o, knee full ekstensi dan

65

Bab 7. Mekanikal Berjalan

ankle membentuk sudut 90o (dorsifleksi ankle). Kemudian memasuki foot-flat knee akan sedikit fleksi dan kaki merapat di tanah. Sementara itu, tungkai bagian belakang dalam posisi toe-off. (gbr. 7.4)

66

Bab 7. Mekanikal Berjalan

Dalam fase ini, terjadi berbagai aktivitas dan tugas fungsional berjalan yakni : a. Pada fase ini, menuntut adanya : Shock absorption Stabilisasi tungkai Bergerak ke depan Keseimbangan pada satu tungkai b. Keadaan yang terjadi dalam fase ini adalah : Terjadi momentum ke depan dengan kuat sebelum heel strike Extremitas inferior mencapai tanah di depan tubuh Terjadinya heel strike menyebabkan kaki berhenti bergerak ke depan sehingga momentum ke depan terjadi pada tungkai bawah (tibia) c. Respon yang terjadi adalah : RESPONSE TUGAS FUNGSIONAL BERJALAN AKTIVITAS ANATOMICAL
1. Forward Progression a. Dengan cepat terjadi plantar fleksi ankle karena pada saat tumit kontak 1.a. Dikontrol oleh dorsifleksor ankle yakni dengan tanah berat tubuh terjadi disepanjang tibia. m. tibialis anterior dan group extensor b. Dengan cepat terjadi fleksi knee sekijari-jari kaki. tar 15o karena adanya momentum ke depan dari tungkai bawah (tibia) c. Kecenderungan fleksi hip karena 1.b. Terjadinya fleksi knee dan momentum adanya berat tubuh di belakang kaki ke depan dari tungkai bawah (tibia) yang menumpu. dikontrol oleh m. soleus dan tibialis posterior, m. quadrieps, serta stabilitas 2. Single Limb Balance a. Kecenderungan untuk jatuh dari tungkai yang menumpu b. Valgus thrust pada knee akibat lateral shift c. Valgus thrust pada ankle tungkai atas (paha) oleh aktivitas m. semitendinosus, biceps femoris dan gluteus maximus. 1.c. Dikontrol oleh group extensors hip dan momentum ke depan

66

Bab 7. Mekanikal Berjalan

2.a. Terjadi lateral shift dari tubuh. Pelvis distabilisasi oleh group otot abduktors : m. gluteus medius, gluteus minimus dan tensor fascia latae. 2.b. Dikontrol oleh otot-otot bagian medial knee : m. vastus medialis, semitendinosus dan gracilis. 2.c. Dikontrol oleh m. tibialis posterior dan insersio soleus bagian medial.

2. Trunk Glide (15 40 % dari siklus berjalan) Dalam fase ini, mulai dari foot-flat sampai terjadi maksimum dorsifleksi. Fase ini merupakan fase yang membawa badan bergerak ke depan di atas kaki yang foot-flat, dengan penumpuan pada satu tungkai. Trunk Glide merupakan interval dari midstance. (gbr. 7.5) Dalam fase ini, terjadi berbagai aktivitas dan tugas fungsional berjalan yakni : a. Pada fase ini, menuntut adanya gerakan tubuh ke depan secara kontinu di atas kaki yang datar (foot-flat) b. Keadaan yang terjadi dalam fase ini adalah : Secara sempurna terjadi penumpuan pada satu tungkai. Terjadi foot-flat di atas tanah. Stabilitas extremitas inferior. Masih aktif terjadi momentum ke depan tetapi agak berkurang. Kecepatan gerakan ke depan menjadi lambat.
67

Bab 7. Mekanikal Berjalan

c. Respon yang terjadi adalah : RESPONSE TUGAS FUNGSIONAL BERJALAN AKTIVITAS ANATOMICAL
1. Forward Progression a. Adanya momentum akan membawa trunk dan extremitas inferior bergerak 1.a. Kecepatan gerakan ke depan dikontrol ke depan di atas kaki yang menetap. oleh aktivitas otot soleus dan tibialis Knee menjadi extensi ketika paha bergerak ke depan di atas tibia yang posterior. stabil. Hip menjadi extensi ketika paha Otot quadriceps menjadi rileks bergerak ke depan b. Garis berat tubuh bergeser dari Extensor hip menjadi rileks. belakang tumit ke kaki bagian depan. 1.b. Gerakan ke depan menyebabkan posisi ankle 2. Single Limb Balance a. Terjadi penumpuan secara total pada salah satu extremitas. b. Terjadi lateral shift secara maksimum pada 20 % siklus berjalan, kemudian mulai menurun. 2. Limb Length Adjustment a. Extremitas yang lain mengayun ke depan 2.a. Terjadi aktivitas abduktor hip secara kontinu. 2.b. Stress pada knee mulai berkurang dan otot-otot protector menjadi relaks. berubah dari 5o plantar fleksi

menjadi 10o dorsifleksi.

3.a. Menuntut adanya gerakan abduksi, int. rotasi dan extensi hip secara simultan di atas hip joint yang menumpu.

3. Push (40 50 % dari siklus berjalan)

68

Bab 7. Mekanikal Berjalan

Pada fase ini, diawali dengan heel-rise sampai terjadi maksimum gaya push. Fase ini merupakan fase dimana tumit terangkat ke atas pada kaki yang menumpu, diikuti dengan gerakan badan ke depan oleh dorongan kaki yang menumpu. Fase push merupakan interval awal dari push-off. (gbr. 7.6) Dalam fase ini, terjadi berbagai aktivitas dan tugas fungsional berjalan yakni : a. Pada fase ini, menuntut adanya gaya dorong ke depan b. Keadaan yang terjadi dalam fase ini adalah : Tubuh agak ke depan dari kaki yang menumpu.. Secara full knee extensi. Tumit mulai terangkat Ankle dalam posisi 10o dorsifleksi. c. Respon yang terjadi : RESPONSE TUGAS FUNGSIONAL BERJALAN AKTIVITAS ANATOMICAL
1. Forward Progression a. Berat tubuh cenderung untuk menarik: Hip kearah lebih extensi Knee kearah lebih extensi Ankle kearah lebih dorsifleksi b. Tercipta Gaya Push 1.a. Extensi hip dikontrol oleh otot iliacus. Extensi knee dikontrol oleh otot

gastrocnemius pada 10o fleksi. Tujuh otot plantarfleksor ankle bekerja aktif : m. gastrocnemius, peroneus longus dan brevis, flexor jari-jari kaki yang besar, soleus, dan tibialis pos-

terior. 2. Single Limb Balance a. Posisi Trunk kembali ke midline untuk persiapan transfer berat tubuh 1.b. Meningkatnya aktivitas dari tujuh otot ke tungkai yang lain. plantar fleksor. b. Tercipta gerakan pasif abduksi hip.

2.a. Abduktors hip menjadi relaks pada ma-

69

Bab 7. Mekanikal Berjalan sa pertengahan push. 2.b. Pergeseran tersebut dikontrol oleh otot adduktor longus dan magnus.

4. Balance Assistance (50 60 % dari siklus berjalan) Fase ini terjadi penumpuan berat badan kembali oleh kedua tungkai akibat adanya transfer berat tubuh dari satu tungkai ke tungkai yang lain, dimana satu tungkai dalam keadaan toe-off sedangkan tungkai lain dalam keadaan heel strike. Pada fase ini

70

Bab 7. Mekanikal Berjalan

diawali dengan maksimum gaya push sampai toe-off, yang merupakan interval akhir dari push-off. Dalam fase ini, terjadi fleksi knee dengan cepat sekitar 65o dan ankle bergerak kearah plantar fleksi sekitar 20o. (gbr. 7.7) Dalam fase ini, terjadi berbagai aktivitas dan tugas fungsional berjalan yakni : a. Pada fase ini menuntut adanya bantuan keseimbangan tubuh dari tungkai lain yang siap untuk menerima berat tubuh. b. Keadaan yang terjadi dalam fase ini adalah : Masa penumpuan dari kedua tungkai Dengan cepat berat tubuh ditransfer ke tungkai yang lain Mempertahankan tungkai yang utama tetap kontak dengan tanah untuk keseimbangan sementara tungkai yang lain siap untuk mengayun. Garis berat tubuh berada diantara kedua tungkai. c. Respon yang terjadi : RESPONSE TUGAS FUNGSIONAL BERJALAN AKTIVITAS ANATOMICAL
1. Forward Progression a. Transfer berat tubuh yang cepat akan melepaskan tahanan pada knee dan 1.a. Transfer yang cepat ditandai dengan ankle b. Mempertahankan tetap kontak dengan fleksi knee secara pasif (0 50o). Tidak tanah ada otot fleksor knee yang bekerja aktif. 1.b. Terjadi Postural equinus akibat gerakan tibia ke depan dengan adanya fleksi knee yang disertai extensi hip. 1.c. Gerakan aktif plantar fleksi : hanya otot gastrocnemius dan tibialis posterior yang relaks. 1.d. Extensi hip berkurang (-10o 0o). Otot 2. Single Limb Balance (Lateral alignment) 69 adduktor longus dan magnus bekerja

Bab 7. Mekanikal Berjalan Masa penumpuan berat tubuh dengan kedua tungkai. Dengan cepat berat tubuh bergeser 2.a. Adduktor longus dan magnus mengonmelewati midline dari kaki yang lain trol adanya lateral shift, dan menambah stabilitas. aktif .

Fase Mengayun (Swing phase) 1. Pick-up (60 75 % dari siklus berjalan) Fase ini merupakan fase awal dari swing, yang diawali dengan toe-off sampai akhir fleksi knee. Pada fase ini terjadi kombinasi gerakan fleksi hip, knee dan dorsifleksi ankle. (gbr. 7.8) Dalam fase ini, terjadi berbagai aktivitas dan tugas fungsional berjalan yakni : a. Pada fase ini menuntut terjadinya pengangkatan kaki dari tanah sebagai persiapan untuk mencapai reach ke depan. b. Keadaan yang terjadi dalam fase ini adalah : Seluruh berat tubuh disanggah oleh tungkai yang lain (tungkai yang menumpu) Tungkai yang terayun berada di belakang axis tubuh Jari-jari kaki menghadap ke bawah / kearah tanah akibat dari : Adanya fleksi knee Posisi ankle dalam equinus maximal. c. Respon yang terjadi : RESPONSE TUGAS FUNGSIONAL BERJALAN AKTIVITAS ANATOMICAL
1. Forward Progression a. Satu tungkai (extremitas inferior) terangkat untuk membentuk postural 1.a. Terjadi gerakan aktif fleksi hip (0 5o) equinus yang sebenarnya. b. Pada saat toe-off, kaki bagian posteoleh kontraksi otot iliacus, sartorius, 70

Bab 7. Mekanikal Berjalan rior dan lateral menuju ke axis tubuh dan tensor fascia latae. Juga gerakan aktif fleksi knee (50o 70o) oleh kontraksi otot biceps femoris (caput brevis) dan sartorius. 1.b. Tungkai yang terayun dibawa kearah midline oleh kontraksi otot adduktor 2. Limb Length Adjustment Tungkai yang terayun menjadi memendek untuk mengangkat jari-jari kaki dari tanah. 2.a. Pelvis akan berotasi ke depan dari posisinya pada maximum posterior. magnus.

2. Reach (75 100 % dari siklus berjalan) Fase ini merupakan fase akhir dari swing, yang diawali dengan periode extensi knee selama mengayun. Pada fase ini, tungkai yang terayun bergerak ke depan untuk langkah berikutnya. (gbr. 7.9) Dalam fase ini, terjadi berbagai aktivitas dan tugas fungsional berjalan yakni : a. Pada fase ini menuntut adanya gerakan kaki ke depan untuk langkah berikutnya dalam forward progression, dan siap untuk menerima berat tubuh yang maju ke depan. b. Keadaan yang terjadi dalam fase ini adalah :

71

Bab 7. Mekanikal Berjalan

Gerakan tubuh ke depan terjadi karena adanya gaya push dan aktivitas tungkai lain yang stance. Tungkai/extremitas yang terayun dalam posisi fleksi pada setiap sendi, dan dengan cepat terjadi extensi knee. Kaki masih berada di belakang axis tubuh. Jari-jari kaki tidak kontak dengan tanah. c. Respon yang terjadi : RESPONSE TUGAS FUNGSIONAL BERJALAN AKTIVITAS ANATOMICAL
1. Forward Progression a. Tungkai bergerak dengan cepat ke depan untuk mencapai posisi Weight 1.a. Dengan cepat terjadi extensi knee dari Acceptance sebelum garis berat tubuh sangat jauh dari tungkai yang posisinya pada 70o fleksi akibat adanya menumpu sebagai stabilitas b. Jari-jari kaki tetap dipertahankan tidak relaksasi dari otot fleksor knee dan kontak dengan tanah. efek pendulum. Extensors knee (kelompok Vastus) menjadi aktif pada akhir masa reach untuk mempertahankan full extensi 2. Limb Length Adjustment Tungkai yang terayun menjadi memanjang dipertahankan oleh group adduktors. 1.b. Terjadi gerakan aktif dorsifleksi ankle. knee. Fleksi hip sedikit meningkat (30o) dan

2.a. Secara kontinu pelvis berotasi yang diikuti dengan gerakan tungkai ke depan. Pelvis juga drops kearah

adduksi tungkai.

72

Bab 7. Mekanikal Berjalan

73

Bab 7. Mekanikal Berjalan

D. GAYA FOOT-FLOOR Gaya Foot-Floor adalah gaya yang dihasilkan oleh kaki dan bidang tumpuan selama siklus berjalan.. Gaya ini merupakan gaya normal (FN), yang merupakan respon terhadap besarnya gaya berat dari total tubuh selama siklus berjalan. Gaya ini dinilai dengan persentase dari berat badan selama siklus berjalan. Gaya Foot-Floor hanya terjadi pada stance phase (kaki yang menumpu). 1. Foot-Floor Force pada Weight Acceptance Dalam fase ini, besarnya gaya normal terhadap permukaan kaki mulai dari 0 % yang akan meningkat sejalan dengan bertambahnya persentase siklus berjalan. Pada akhir fase ini (15 % dari siklus berjalan), gaya foot-floor mencapai titik maksimal pada + 120 % dari berat badan (gbr.7.10a). 2. Foot-Floor Force pada Trunk Glide Memasuki fase ini, gaya foot-floor menurun sampai 60 % dari berat badan pada pertengahan fase ini dan kembali meningkat pada akhir fase ini (40 % dari siklus berjalan) sampai + 100 % dari berat badan (gbr. 7.10b). 3. Foot-Floor Force pada Push Memasuki fase ini, gaya foot-floor akan meningkat lagi sampai 120 % dari berat badan pada titik pertengahan fase ini dan kembali menurun sampai + 90 % dari berat badan pada akhir fase push (50 % dari siklus berjalan) (gbr. 7.10c). 4. Foot-Floor Force pada Balance Assistance Pada fase ini, ternyata gaya foot-floor akan terus menurun sampai + 5 % dari berat badan pada titik akhir fase balance assistance (gbr. 7.10d).

E. LATERAL SHIFT Lateral Shift adalah pergeseran gaya berat tubuh kearah lateral tungkai yakni kearah kaki yang menumpu pada saat stance phase, sehingga terjadi valgus thrust pada knee dan ankle dari kaki yang stance. Lateral shift terjadi secara maksimum pada titik + 15 % - 20 % dari siklus berjalan (fase Trunk Glide) (gbr. 7.11).

72

Bab 7. Mekanikal Berjalan

F. VERTICAL DISPLACEMENT Vertical Displacement adalah perpindahan atau perubahan garis berat tubuh (garis gravitasi) terhadap bidang tumpuan. Vertical displacement terjadi secara maksimal sejauh 3 cm pada titik + 30 35 % dari siklus berjalan dan 75 80 % dari siklus berjalan.

73

Bab 7. Mekanikal Berjalan

74

BAB VIII DINAMIKA

Dinamika merupakan salah satu bagian dari kinetika, selain statika. Dinamika adalah ilmu yang mempelajari tentang gaya yang bekerja pada tubuh dalam keadaan bergerak ( F atau M 0). Dalam analisis kinetika (statika dan dinamika), dapat ditentukan besarnya gaya pada sendi yang dihasilkan oleh otot, berat tubuh, jaringan-jaringan connective (seperti ligamen), dan beban external baik secara statik maupun dinamis, serta dapat mengidentifikasi keadaan tersebut yang menghasilkan gaya yang sangat tinggi. Untuk menganalisis gaya-gaya yang bekerja pada suatu sendi selama gerakan, maka harus menggunakan teknik solving dynamic problem (pemecahan problem dinamik). Gayagaya utama yang dianalisis secara dinamik adalah gaya yang dihasilkan oleh otot, berat badan, jaringan connective dan beban external. Dalam analisis dinamik, ada 2 faktor yang harus dinilai yaitu : 1. Percepatan dari bagian tubuh yang bergerak 2. Massa moment inersia dari bagian tubuh tersebut ; massa moment inersia merupakan unit yang digunakan untuk menyatakan besarnya torque yang dibutuhkan untuk mempercepat gerakan tubuh tersebut dan massa ini bergantung dari bentuk tubuh. Sedangkan langkah-langkah untuk menghitung besarnya gaya minimum yang bekerja pada suatu sendi selama aktivitas dinamis adalah : 1. Mengidentifikasi struktur-struktur anatomi yang terlibat dalam menghasilkan gaya ; struktur-struktur yang terlibat adalah bagian tubuh yang bergerak dan otot-otot utama (primemover) yang menghasilkan gerakan. 2. Tentukan percepatan angular dari bagian tubuh yang bergerak ; untuk menentukan percepatan angular dari bagian tubuh maka seluruh gerakan dari bagian tubuh tersebut dicatat secara photographic yaitu menggunakan sebuah cahaya stroboscopic dan gerakan kamera, atau sebuah sistem televisi scanning atau metode-metode lain. Dari film-film

74

Bab 8. Dinamika

tersebut maka dapat dihitung percepatan angular maksimal pada gerakan tertentu (Frenkel & Burstein, 1970). 3. Tentukan massa moment inersia dari bagian tubuh yang bergerak ; untuk menentukan massa moment inersia pada bagian tubuh yang menggerak, maka digunakan data anthopometric. 4. Hitung torque yang bekerja disekitar sendi ; besarnya torque disekitar sendi sudah dapat dihitung dengan menggunakan Hukum Newton II tentang gerakan yaitu besarnya torque merupakan hasil perkalian dari massa moment inersia dan percepatan angular dari bagian tubuh tersebut ( T = I x ). Tetapi bukan itu saja, torque juga merupakan hasil perkalian dari gaya otot utama dan jarak tegak lurus dari gaya ke pusat sendi (lever arm) T = Fxd. 5. Hitung besarnya gaya otot utama yang menghasilkan percepatan pada bagian tubuh tersebut ; Besarnya gaya otot utama dapat dihitung dengan rumus T = F x d, dimana T (torque) dan d (lever arm) sudah dapat diketahui. 6. Hitunglah dengan menggunakan analisis statik, besarnya gaya reaksi sendi pada saat tertentu.

A. DINAMIKA SHOULDER Ada beberapa otot yang bekerja disekitar shoulder, dimana aksi otot tersebut mempunyai 3 aspek yaitu : 1. Karena glenohumeral joint mempunyai stabilitas yang kurang kuat, maka suatu otot yang bekerja menghasilkan efek pada humerus harus bekerja bersama dengan otototot lain untuk menghindari adanya gaya dislokasi pada sendi. (bandingkan dengan elbow joint, dimana dapat stabil secara meluas oleh otot triceps bracii tanpa kontraksi otot lain) 2. Eksistensi dari hubungan yang kompleks (clavicula, scapula & humerus), sehingga ada suatu otot yang dapat menjangkau beberapa sendi dan menghasilkan efek pada setiap sendi. Sebagai contoh, otot latissimus dorsi yang dapat menjangkau scapulothoracic artic. & glenohumeral joint.

75

Bab 8. Dinamika

3. Shoulder mempunyai ROM yang begitu besar sehingga beberapa otot mungkin mempunyai fungsi yang berbeda, bergantung pada posisi awal dari tulang tersebut. Sebagai contoh, caput longum dari biceps akan bekerja sebagai asesori abduktor shoulder jika glenohumeral joint dalam posisi external rotasi, sedangkan fungsi ini tidak mungkin terjadi jika humerus dalam posisi awal internal rotasi. (Basmajian & Latif, 1957). Dari ketiga faktor di atas, membuat kita sulit untuk menentukan fungsi yang simple dari otot-otot disekitar shoulder. Sebagai contoh gerakan abduksi shoulder ; Inman et al. (1944), Deluca & Forrest (1973) telah melihat adanya aktivitas electromyographic yang penting pada otot deltoid, pectoralis mayor pars clavicularis, supraspinatus, infraspinatus, subscapularis, upper & middle trapezius, serratus anterior, dan rhomboideus. Ketika gerakan tersebut dilakukan melawan tahanan maka terlihat pula aktivitas dari otot teres major pada electromyographic. Kerja dari beberapa otot shoulder dapat menghasilkan efek aproksimasi pada origo dan insersio otot tersebut. Sebagai contoh, kontraksi otot deltoid pars lateralis dapat mengangkat humerus sepanjang axis humerus, tetapi tidak dapat menghasilkan gerakan elevasi. Secara esensial, elevasi tidak akan terjadi karena garis aksi otot tersebut adalah paralel terhadap axis humerus. Tetapi karena adanya fungsi kapsul sendi, lig. Coracohumeral, dan otot-otot rotator cuff, maka terjadi aproksimasi pada origo dan insersio otot deltoid sehingga menghasilkan gerakan elevasi. Otot-otot rotator cuff adalah unik, karena selain menghasilkan gerakan pada sendi glenohumeral juga menghasilkan tekanan pada caput humeri yang berasal dari massa tendon otot tersebut, sehingga dapat menstabilkan glenohumeral joint. Dengan demikian, adanya aksi tekanan dari otot supraspinatus dapat mencegah subluksasi caput humeri kearah atas selama otot deltoid berkontraksi maksimal, dan adanya aksi yang kuat dari otot subscapularis dapat mencegah subluksasi caput humeri kearah anterior. Pada gbr. 8.1 dapat dilihat aktivitas electromyography dari otot deltoid, pectoralis major pars clavicularis, supraspinatus, infraspinatus, teres minor, dan subscapularis selama gerakan fleksi + elevasi. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa otot-otot tersebut memberikan kontribusi secara signifikan pada seluruh ROM fleksi shoulder.
76

Bab 8. Dinamika

B. DINAMIKA ELBOW Gerakan pada elbow joint adalah fleksi, ekstensi, pronasi dan supinasi. Otot-otot yang berperan pada gerakan tersebut adalah :

77

Bab 8. Dinamika

1. Fleksi Fleksor elbow adalah : Brachialis Biceps Brachii, yang mempunyai 2 caput ; caput longum dan caput brevis. Brachioradialis

Otot-otot tersebut di atas mempunyai aksi yang berbeda-beda bergantung dari posisi forearm (lengan bawah). Otot-otot lain yang berorigo dihumerus dan berinsersio di forearm juga berperan sebagai asesori fleksor seperti extensor carpi radialis longus dan pronator teres. Berdasarkan analisis electromyography dan didukung oleh literatur yang ada maka dapat disimpulkan bahwa : Brachialis merupakan fleksor elbow yang kuat tanpa dipengaruhi oleh besarnya pronasi atau supinasi. Biceps Brachii merupakan fleksor elbow yang kuat dengan lengan bawah dalam posisi supinasi dan juga mid-posisi ; dalam keadaan mid-posisi aksi supinatornya ditahan oleh pronator teres dan pronator quadratus. Brachioradialis merupakan fleksor elbow yang kuat, terutama ketika lengan bawah dalam keadaan mid-posisi. Kekuatan otot-otot di atas, secara relatif diperoleh dari moment lengan panjang. Jika dilakukan fleksi elbow secara isometrik pada 90o maka otot brachioradialis dapat dipalpasi dengan baik pada bagian anterior lengan bawah. Larson (1969) telah mengukur gaya fleksor elbow secara isometrik dengan fleksi elbow 65o, dan ternyata bahwa gaya maksimal terjadi pada saat forearm dalam posisi supinasi atau mid-posisi, sedangkan gaya minimal terjadi pada saat forearm dalam posisi pronasi. Besarnya gaya otot tersebut berkisar 420 + 120 newtons, 430 + 120 newtons, dan 390 + 120 newtons. 2. Extensi

77

Bab 8. Dinamika

Extensor elbow adalah triceps brachii dan anconeus. Triceps brachii mempunyai 3 caput yaitu caput longum, caput lateral dan caput medial. Lever arm gaya triceps secara signifikan dapat meningkatkan efektifitas triceps dalam posisi extensi elbow. Pauly et al. (1967) telah melakukan study electromyography pada otot anconeus dan menyimpulkan bahwa otot tersebut bekerja aktif pada awal extensi elbow, mempertahankan extensi dan menstabilisasi elbow selama gerakan-gerakan yang melibatkan extremitas superior. Sebagai contoh, kontraksi yang aktif pada otot anconeus selama gerakan fleksi extensi jari-jari tangan yang kuat. Otot-otot lain disekitar elbow seperti biceps brachii, brachioradialis, dan triceps brachii, juga berpartisipasi dalam stabilisasi elbow. Currier (1972) telah menggunakan kabel tensiometer untuk mengukur gaya maksimal extensi secara isometrik pada 41 laki-laki dengan derajat fleksi yang berbeda-beda. Maksimal tension terjadi pada 90o fleksi dengan besar 220 newtons. 3. Pronasi Otot-otot pronasi adalah pronator teres dan pronator quadratus. Sementara pronator quadratus merupakan otot yang efektif dalam segala posisi baik fleksi maupun extensi, tetapi gaya yang dihasilkan oleh otot pronator teres mempunyai lever arm yang lebih pendek ketika elbow extensi penuh. Steindler (1970) telah menemukan bahwa otot-otot lain seperti fleksor carpi radialis dapat berperan sebagai pronator asesori. 4. Supinasi Secara primer, ada 2 otot yang terlibat yaitu supinator dan biceps brachii. Aksi dari otot ini tidak dipengaruhi oleh besarnya derajat fleksi dan extensi elbow. Ketika biceps brachii bertindak sebagai supinator, maka aksi dari extensor elbow (triceps dan anconeus) sangat diperlukan untuk menetralisir aksi fleksor dari otot tersebut. ROM elbow yang normal sangat diperlukan untuk berbagai aktivitas yang melibatkan elbow atau extremitas superior. Push-up atau berjalan dengan kruk memerlukan hampir gerakan full extensi. Makan dan make-up wajah memerlukan lebih banyak fleksi elbow. Membuka pintu dan menerima koin memerlukan lebih banyak gerakan supinasi. Menulis dan menyeterika memerlukan pronasi lengan bawah.
78

Bab 8. Dinamika

C. DINAMIKA HIP Selama level berjalan, terjadi gerakan pada hip joint dengan ROM yang bervariasi. Murray (1967) menggunakan electrogoniometer untuk mengukur ROM hip pada bidang gerak sagital selama level berjalan. Dari hasil pengukuran ditemukan bahwa fleksi maksimal (35o 40o) terjadi pada akhir swing phase saat anggota gerak bawah bergerak ke depan untuk mencapai heel strike, sedangkan extensi maksimum terjadi pada saat heeloff. (gbr. 8.2). Sedangkan pada bidang gerak frontal dan transversal telah diukur secara electrogoniometer oleh Johnson & Smith. Pada bidang gerak frontal, abduksi terjadi selama swing phase dan maksimum abduksi terjadi setelah toe-off ; sebaliknya pada heel strike, hip joint dalam posisi adduksi sampai pada akhir stance phase. Pada bidang gerak transversal, hip joint dalam posisi external rotasi selama swing phase, sedangkan internal rotasi terjadi sebelum heel strike sampai akhir stance phase. Rata-rata ROM yang tercatat pada 33 laki-laki normal adalah 12o pada bidang gerak frontal dan 13o pada bidang gerak transversal. Murray et al. (1969) telah mempelajari pola berjalan pada 67 laki-laki normal dengan berat dan tinggi yang sama tetapi usia yang beragam antara 20 87 tahun dan dibandingkan pola berjalannya. Nampak terdapat perbedaan dalam posisi body sagital antara laki-laki usia tua dengan muda pada saat heel strike, seperti pada gambar 8.3. Pada laki-laki tua, nampak pemanjangan tungkai yang lebih pendek, terjadi penurunan ROM hip fleksi-extensi, serta terjadi penurunan plantar fleksi ankle dan elevasi jari-jari kaki pada tungkai bagian depan. Sementara Johnston & Smidt telah mengukur ROM hip joint pada 33 laki-laki normal selama aktivitas kegiatan sehari-hari. Hasil pengukuran ROM hip joint pada 3 bidang gerak selama aktivitas kegiatan sehari-hari dapat dilihat pada tabel. 8.1

79

Bab 8. Dinamika

80

Bab 8. Dinamika

Tabel 8.1 Nilai Pengukuran ROM Maksimum Hip pada 3 bidang gerak selama AKS No. Aktivitas Bidang Gerak Nilai ROM yang tercatat

80

Bab 8. Dinamika

1.

Mengikat sepatu dengan kaki di atas lantai

Sagital Frontal Transversal

124o 19o 15o

2.

Mengikat sepatu dengan kaki menyilang di atas paha

Sagital Frontal Transversal

110o 23o 33o

3.

Duduk di atas kursi kemudian naik dari kursi

Sagital Frontal Transversal

104o 20o 17o

4.

Berhenti berjalan untuk mengambil sesuatu dari lantai

Sagital Frontal Transversal

117o 21o 18o

5.

Squat / jongkok

Sagital Frontal Transversal

122o 28o 26o

6.

Menaiki tangga

Sagital Frontal Transversal


81

67o 16o 18o

Bab 8. Dinamika

Nilai ROM yang diperoleh pada beberapa aktivitas menunjukkan bahwa fleksi hip sekitar 120o, abduksi sekitar 20o, dan external rotasi sekitar 20o. Menurut Paul, beban yang terjadi pada hip selama level berjalan menunjukkan bahwa ada 2 gaya maksimal pada laki-laki terjadi selama stance phase ketika abduktors hip berkontraksi untuk menstabilisasi pelvis, yakni gaya sekitar 4x BB terjadi setelah heel strike, dan gaya yang lebih besar sekitar 7x BB terjadi sebelum toe-off. Sedangkan pada wanita, besarnya gaya sedikit berbeda dimana gaya maksimum hanya sekitar 4x BB terjadi pada akhir stance phase (gbr. 8.4a & b). Selama foot flat, gaya reaksi sendi pada tungkai yang satu akan menurun sampai kurang dari besarnya BB. Sedangkan selama swing phase, gaya reaksi sendi dihasilkan oleh kontraksi extensors hip dan besarnya gaya tersebut relatif rendah, yakni sama dengan besarnya BB. Sementara pada wanita, rendahnya gaya reaksi sendi mungkin disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : pelvis wanita yang lebih lebar, perbedaan sudut inklinasi neck-shaft femur, perbedaan alas kaki, dan perbedaan pola berjalan secara umum. Penelitian Rydell (1965) yang menggunakan instrumen prosthese menunjukkan bahwa gaya reaksi sendi akan meningkat pada caput femur selama stance phase, dan semakin cepat berjalan maka gaya reaksi sendi semakin meningkat pula. Bagi pasien post-op fraktur neck femur dengan menggunakan nail plate pada neck femur, menunjukkan bahwa gaya yang bekerja pada hip joint dapat mencapai 4x BB ketika pasien menggunakan kedua elbow dan tumitnya untuk mengangkat pantat dan hipnya di atas depan (untuk BAB/BAK). Gaya ini dapat berkurang secara drastis jika pasien menggunakan rekstok gantung (suspension) sebagai bantuan bagi tangan untuk mengangkat pantat dan hipnya. Penggunaan gips spica hip (spica cast) dapat mengurangi gaya yang bekerja pada hip sekitar 2/3 BB selama aktivitas di tempat tidur. Menurut Pauwels (1936), Blount (1956) & Denham (1959) bahwa penggunaan external support seperti tongkat / kruk pada sisi kontralateral dari hip yang terganggu atau telah dioperasi, menunjukkan adanya penurunan gaya reaksi sendi pada hip joint karena penggunaan support tersebut dapat menurunkan besarnya kontraksi abduktors hip.

82

Bab 8. Dinamika

D. DINAMIKA KNEE Selama level berjalan, juga terjadi gerakan pada tibiofemoral joint dengan ROM yang beragam. Murray et al. (1964) telah menggunakan electrogoniometer untuk mengukur besarnya ROM tibiofemoral joint pada bidang gerak sagital selama level berjalan. Selama siklus berjalan, ternyata knee (tibiofemoral joint) tidak pernah terjadi extensi full tetapi hanya mendekatinya sekitar 5o fleksi, yang terjadi pada awal stance phase yaitu heel strike dan pada akhir stance phase sebelum toe-off. Sedangkan maksimum fleksi sekitar 75o terjadi selama middle swing phase.

83

Bab 8. Dinamika

Levens et al. (1948) juga mengukur ROM tibiofemoral joint pada bidang gerak transversal selama siklus berjalan, dengan menggunakan teknik photographic dan memasang sebuah pin skeletal dari femur ke tibia. Dia menemukan pada 12 orang coba bahwa total rotasi tibia terhadap femur berkisar dari 4,1o sampai 13,3o dengan nilai ratarata 8,6o. Sedangkan menurut Kettelkamp et al. (1970) yang menggunakan electrogoniometer pada 22 orang coba, menemukan bahwa besarnya rotasi selama siklus berjalan sedikit lebih besar daripada penemuan Levens et al. Dia juga menemukan bahwa external rotasi terjadi selama extensi knee pada saat stance phase dan mencapai puncaknya pada akhir swing phase tepat sebelum heel strike, dan internal rotasi terjadi selama fleksi knee pada saat swing phase. Kettelkamp et al. (1970) juga mengukur ROM tibiofemoral joint pada bidang gerak frontal selama siklus berjalan dengan orang coba sebanyak 22 orang. Dia menemukan bahwa maksimal abduksi terjadi selama extensi knee pada saat heel strike dan awal stance phase, sedangkan maksimal adduksi terjadi selama fleksi knee pada swing phase. Total gerakan tersebut (abduksi & adduksi) sekitar 11o. Selama aktivitas kegiatan sehari-hari, ROM tibiofemoral joint pada bidang gerak sagital juga telah diukur oleh Kettelkamp et al. (1970) & Laubenthal et al. (1972). Besarnya ROM tersebut dapat dilihat pada Tabel 8.2 Tabel 8.2 Besarnya ROM Tibiofemoral Joint pada Bidang Gerak Sagital Selama AKS No. 1. Berjalan Jenis Aktivitas Nilai ROM dari extensi knee Sampai fleksi knee 0 67o

2.

Naik Tangga

0 83o

3.

Turun Tangga

0 90o

82

Bab 8. Dinamika

4.

Duduk dibawah

0 93o

5.

Mengikat sepatu

0 106o

6.

Mengangkat suatu obyek

0 117o

Gangguan internal pada tibiofemoral joint dapat mengganggu terjadinya mekanisme screw-home, yaitu mekanisme gerakan kombinasi extensi dengan external rotasi tibia. Mekanisme screw-home selalu terjadi pada knee normal selama gerakan. Mekanisme ini dapat memberikan stabilitas yang lebih kuat pada knee. Untuk melihat mekanisme screwhome dapat digunakan Helfet test. Tes ini dilakukan dalam posisi duduk dengan kaki terjuntai (high sitting). Kemudian tepi medial dan lateral patella diberi tanda, lalu tuberositas tibia dan midline (garis tengah) patella diberi tanda garis, dan diperiksa apakah sejajar atau tidak antara tuberositas tibia dengan patella. Kemudian knee diextensikan secara penuh dan gerakan tuberositas tibia diobservasi. Pada knee yang normal, tuberositas tibia akan bergerak kearah lateral selama extensi dan segaris dengan lateral patella pada saat extensi full. Sedangkan pada knee yang abnormal, tidak terjadi gerakan external rotasi tibia selama extensi karena adanya perubahan gerakan pada permukaan sendi, sehingga secara abnormal tibiofemoral joint akan terkompressi jika knee dipaksa untuk extensi dan menyebabkan permukaan sendi akan rusak. Pada patellofemoral joint, gerakan kearah fleksi penuh akan menyebabkan patella slide kearah caudal sekitar 7 cm di atas condylus femur dan patella masuk ke dalam sulcus intercondylaris. Dari extensi penuh ke 90o fleksi, facet medial dan lateral femur masih bersendi dengan patella, sedangkan di atas 90o fleksi, patella akan berotasi kearah external sehingga hanya facet medial femur yang bersendi dengan patella. Sebaliknya gerakan kearah extensi penuh akan menyebabkan patella slide kearah cranial (kembali ke posisinya semula).

83

Bab 8. Dinamika

Untuk mengetahui besar maksimum dari gaya reaksi sendi, gaya otot dan gaya ligamen pada tibiofemoral joint selama siklus berjalan maka digunakan analisis dinamik. Morrison (1970) telah menghitung besarnya gaya reaksi sendi yang ditransmisikan melalui dataran tibia pada laki-laki dan perempuan selama siklus berjalan. Secara simultan dia mencatat adanya aktivitas otot melalui EMG untuk menentukan besar maksimum dari gaya tersebut pada dataran tibia selama fase berjalan (gbr. 8.5). Gaya reaksi sendi akan mencapai 2 3 kali BB pada saat heel strike, yang dihasilkan oleh kontraksi otot hamstring. Selama fleksi knee pada awal stance phase (foot flat awal trunk glide), gaya reaksi sendi mencapai sekitar 2x BB yang dihasilkan oleh kontraksi otot quadriceps femoris. Gaya reaksi sendi yang maksimal terjadi selama akhir stance phase tepatnya sebelum toe-off (sekitar 2 4 kali BB), yang dihasilkan oleh kontraksi otot gastrocnemius, dimana bervariasi pada setiap individu. Pada akhir swing phase, kontraksi otot hamstring menghasilkan gaya reaksi sendi yang sama dengan BB. Pada laki-laki dan perempuan, tidak ada perbedaan yang signifikan tentang besarnya gaya reaksi sendi. Pada knee normal, gaya reaksi sendi disanggah oleh meniskus dan cartilago sendi. Penelitian Sedhom et al. (1974) yang memeriksa distribusi stress pada knee dengan dan tanpa meniskus pada in vitro, menunjukkan bahwa dalam kondisi penumpuan BB besarnya stress pada tibiofemoral joint ketika meniskus telah robek akan mencapai 3x lebih besar daripada meniskus masih utuh. Pada knee normal, beban stress akan didistribusikan secara merata di atas area yang lebar pada dataran tibia, tetapi jika meniskus robek maka beban stress tidak didistribusikan secara merata melainkan hanya terbatas pada area kontak didalam pusat dataran tibia. Dengan demikian, kerobekan meniskus tidak hanya meningkatkan besarnya stress pada cartilago sendi di pusat dataran tibia, tetapi juga mengurangi ukuran dan mengubah lokasi dari area kontak. Stress yang tinggi dalam waktu yang lama pada area kontak yang kecil akan berbahaya bagi cartilago (terjadi kerobekan), dimana akan terbentuk fibril didalam area tersebut. Gaya yang ditopang oleh ligamen-ligamen lebih rendah daripada gaya yang bekerja pada dataran tibia. Morrison (1970) telah menghitung gaya yang bekerja pada ligamen-ligamen
84

Bab 8. Dinamika

knee selama siklus berjalan. Dia menemukan bahwa lig. Cruciatum posterior menopang gaya yang paling tinggi sekitar BB, dimana terjadi pada saat heel strike dan pada akhir stance phase. Fungsi Patella Patella mempunyai 2 fungsi biomekanik yang utama, yakni : 1. Membantu gerakan extensi knee dengan memanjangkan lever arm quadriceps femoris pada seluruh ROM-nya. 2. Memberikan distribusi yang lebih baik terhadap beban stress kompresi dari femur (bagian distal) dengan meningkatkan area kontak diantara tendon patella & femur.

85

Bab 8. Dinamika

Kontribusi patella terhadap panjang lever arm gaya quadriceps dapat berubah dari fleksi penuh ke extensi penuh (Smidt, 1973 ; Lindahl & Movin, 1967). Pada saat fleksi penuh, gerakan patella memberikan kontribusi sekitar 10 % dari total panjang lever arm quadriceps. Sedangkan pada saat gerakan kearah extensi, panjang lever arm quadriceps meningkat secara cepat sampai 45o fleksi. Pada titik tersebut, patella memanjangkan lever arm quadriceps sekitar 30 %. Melewati 45o fleksi sampai mendekati extensi, panjang dari lever arm quadriceps sedikit menurun. Menurut Lieb & Perry (1968) bahwa besarnya gaya otot quadriceps yang diperlukan untuk mengextensikan knee meningkat sekitar 60% pada akhir 15o fleksi, karena terjadi penurunan panjang lever arm quadriceps sehingga dibutuhkan gaya otot yang besar untuk menghasilkan torque disekitar knee. Pada kasus patellectomy (pengangkatan patella), tendon patella lebih dekat dengan pusat axis dari tibiofemoral joint (gbr. 8.6). Pada situasi ini, lever arm quadriceps menjadi lebih pendek, sehingga dibutuhkan gaya otot yang lebih besar daripada kondisi normal. Pada gerakan aktif extensi akan membutuhkan gaya otot sebesar 30% lebih besar daripada gaya otot normal (Kaufer, 1971). Gaya otot yang sangat besar ini menyebabkan otot quadriceps femoris bekerja melampaui kapasitas otot tersebut, sehingga berbahaya bagi orang-orang yang mengalami gangguan intraartikular. Selama aktivitas, kontraksi otot quadriceps dan berat tubuh dapat menghasilkan gaya pada patellofemoral joint. Gaya tersebut sangat dipengaruhi oleh besarnya derajat fleksi knee yang berkaitan dengan kontraksi otot quadriceps. Derajat fleksi knee yang besar dapat menghasilkan gaya otot quadriceps yang tinggi sehingga resultan gaya reaksi sendi lebih tinggi pada patellofemoral joint. Selama level berjalan, nilai maksimum dari gaya tersebut mencapai BB, yang terjadi selama middle stance phase karena menghasilkan derajat fleksi knee yang terbesar pada fase tersebut. Selama aktivitas naik-turun tangga yang memerlukan derajat fleksi knee yang lebih besar, akan menghasilkan gaya reaksi sendi pada patellofemoral joint yang lebih tinggi sekitar 3,3x BB. Semakin besar derajat fleksi knee maka gaya reaksi sendi semakin tinggi dibandingkan dengan gaya otot quadriceps (gbr. 8.7). Bagi pasien yang mengalami gangguan pada patellofemoral joint akan merasakan nyeri yang hebat ketika melakukan aktivitas yang memerlukan derajat fleksi knee yang besar.
85

Bab 8. Dinamika

Mekanisme yang efektif untuk menurunkan gaya reaksi sendi tersebut adalah menjaga atau mempertahankan derajat fleksi knee tetap rendah. Pada 90o fleksi, gaya reaksi sendi tersebut adalah nol (0). Gaya ini akan meningkat dengan cepat pada saat terjadi gerakan kearah extensi dan mencapai nilai maksimum sekitar 1,4x BB pada 36o fleksi knee. Melewati 36o fleksi (kearah extensi), gaya ini mulai menurun dengan cepat mencapai BB pada saat extensi penuh. Gaya otot quadriceps juga bernilai nol (0) pada saat 90o fleksi dan meningkat dengan cepat pada saat terjadi gerakan kearah extensi serta mencapai nilai maksimum pada saat extensi penuh (gbr. 8.8). Jika diberikan manual resisten pada 90o fleksi (tahanan di tibia bagian distal), maka gaya reaksi sendi akan mencapai 1,4x BB dan menurun secara menetap jika digerakkan kearah extensi (gbr. 8.9). Kenyataannya bahwa gaya reaksi sendi adalah rendah pada saat extensi penuh, sehingga bagi pasien yang mengalami gangguan pada patellofemoral joint dapat melakukan latihan melawan tahanan dengan sedikit nyeri pada 20o fleksi knee atau lebih rendah.

E. DINAMIKA ANKLE ROM normal pada ankle joint selama berjalan telah dipelajari secara meluas oleh Murray et al. (1964), Wright et al., 1964, Lamoreaux (1971), & Stauffer et al. (1977). Sammarco et al. (1973) telah mempelajari ROM total pada bidang gerak sagital secara rontgenography dan mencatat nilai rata-rata ROM selama berjalan pada 24 orang normal dengan usia antara 20 60 tahun. Dia menemukan bahwa ROM totalnya bervariasi antara 24 75o dengan nilai rata-rata 43 + 12.7o, dan kecenderungan menurun pada usia tua. Besarnya ROM dorsifleksi dan plantarfleksi hampir sama yaitu 21o dan 23o. Stauffer et al. juga telah mempelajari ROM normal dengan 2 pola berjalan yang berbeda pada 5 orang laki-laki. Dia menemukan bahwa besarnya ROM plantar fleksi pada saat heel strike akan menurun dengan pola berjalan yang cepat (60 langkah/menit). Sedangkan ROM dorsifleksi, secara esensial tidak berubah. Bagi pasien-pasien yang mengalami gangguan pada ankle joint, menurut Sammarco et al. (1973) menunjukkan penurunan ROM pada bidang gerak sagital selama berjalan. Penurunan ROM yang paling besar pada pasien-pasien tersebut adalah dorsifleksi.
86

Bab 8. Dinamika

Stauffer et al. (1977) juga telah mempelajari beban pada ankle joint selama berjalan dengan menggunakan sebuah plate gaya, photography kecepatan tinggi, rontgenogram, & kalkulasi free body. Mereka telah menentukan bahwa gaya kompressi dan shear yang bekerja pada ankle joint selama stance phase, dan dihitung besarnya gaya tersebut pada orang normal, serta pasien-pasien kondisi ankle sebelum dan setelah operasi pemasangan prosthese ankle. Pada orang normal, gaya kompressi pada ankle joint dihasilkan oleh kontraksi otot gastrocnemius dan soleus yang ditransmisikan melalui tendon achilles. Gaya tersebut hanya bekerja selama stance phase, dimana pada awal stance phase mencapai gaya sebesar 20% BB. Sedangkan pada akhir stance phase, ketika gaya tendon achilles mencapai level tertinggi, gaya kompressi sendi mencapai nilai tertinggi sekitar 5x BB (gbr. 8.10a). Gaya shear juga mencapai nilai maksimum sekitar 0,8x BB tepatnya setelah mid-stance phase selama heel off (gbr. 8.10b) Beberapa pasien kondisi ankle menunjukkan bahwa gaya kompressi sendi menurun sekitar 3x BB, begitu pula gaya shear. Menurut Greenwal (1971), bahwa ankle joint mempunyai permukaan tumpuan beban sekitar 11 13 cm2. Dengan permukaan tumpuan yang luas maka dapat menghasilkan gaya stress yang lebih rendah daripada knee atau hip. Jika terjadi minor deviasi pada konfigurasi anatomis sendi ankle, maka dapat menghasilkan perubahan yang besar dalam pola penumpuan berat badan dan besarnya beban maksimum. Ramsey & Hamilton memperhatikan adanya perubahan area kontak pada tibiotalar akibat bergesernya talus sisi lateral (gbr. 8.11). Hal ini sering terjadi pada sprain yang berat dan fraktur ankle joint. Jika kondisi ini tidak dikoreksi (diterapi) maka dapat menyebabkan perubahan biomekanik yang besar pada ankle joint. Pada kasus ini, talus sisi lateral hanya bergeser sekitar 1 2 mm, tetapi telah terjadi penurunan total area kontak pada talus dan area kontak utama telah bergeser ke sisi medial talus, sehingga dapat menghasilkan perubahan degeneratif awal pada ankle joint.

87

88

BIOMEKANIK TULANG Tulang bertanggung jawab terhadap 2 fungsi mekanikal penting bagi manusia. Pertama, tulang memberikan kerangka skeletal yang kaku untuk menyanggah dan melindungi jaringan-jaringan tubuh lainnya. Kedua, tulang membentuk suatu sistem lever yang kaku dan dapat digerakkan dengan gaya yang berasal dari otot yang melekat pada tulang tersebut. Pada bab ini akan dibahas tentang aspek biomekanik dari komposisi dan struktur tulang, pertumbuhan dan perkembangan tulang, dan respon tulang terhadap beban stress. A. Komposisi dan Struktur Jaringan Tulang Kandungan unsur/bahan dan organisasi struktural dari tulang dapat mempengaruhi cara tulang merespon adanya beban mekanikal. Komposisi dan struktur tulang menghasilkan suatu bahan/unsur yang kuat untuk beban yang relatif ringan. Kandungan Bahan/Unsur Tulang Bangunan utama dari tulang adalah kalsium karbonate, kalsium fosfat, collagen dan air. Persentase relatif dari unsur tulang ini bervariasi pada kelompok usia dan kesehatan tulang. Secara umum, kalsium karbonate dan kalsium fosfat membentuk sekitar 60% 70% dari berat kering tulang. Mineral-mineral tersebut memberikan kekakuan pada tulang dan secara utama menentukan kekuatan kompressi tulang. Mineral-mineral lainnya meliputi magnesium, sodium, dan fluoride, juga memiliki peran struktural vital dan peran metabolik terhadap pertumbuhan dan perkembangan tulang. Collagen merupakan protein yang dapat memberikan fleksibilitas pada tulang dan memberikan kontribusi terhadap kekuatan regangan (tensile) tulang. Kandungan air pada tulang membentuk sekitar 25% - 30% dari berat total tulang. Air yang terdapat pada jaringan tulang merupakan kontributor penting terhadap kekuatan tulang. Aliran air melalui tulang juga membawa nutrisi ke sel-sel tulang dan membawa sisa-sisa/sampah metabolik dari sel-sel tulang kedalam matriks mineral. Disamping itu, air mengangkut ion-ion mineral ke tulang dan dari tulang untuk penyimpanan dan penggunaan berikutnya oleh jaringan tubuh ketika dibutuhkan.

88

89

Organisasi Struktural Persentase relatif dari mineral tulang tidak hanya bervariasi pada setiap usia tetapi juga pada tulang spesifik dari tubuh. Beberapa tulang lebih berpori-pori (mudah menyerap) daripada tulang lainnya. Tulang yang lebih berpori-pori lebih kecil proporsi kalsium karbonate dan kalsium fosfat, dan lebih besar proporsi dari jaringan nonmineral. Jaringan tulang telah dikelompokkan kedalam 2 kategori berdasarkan porositasnya (poripori) (lihat gambar 1). Jika porositasnya rendah, maka 5% - 30% volume tulang diisi oleh jaringan nonmineral, sehingga jaringan tersebut disebut dengan tulang kortikal. Jaringan tulang yang memiliki porositas yang relatif tinggi maka 30% sampai lebih besar dari 90% volume tulang diisi oleh jaringan nonmineral, yang dikenal dengan tulang spongy, cancellous, atau tulang trabecular. Tulang trabecular memiliki struktur sarang laba-laba dengan susunan vertikal dan horizontal mineral, dinamakan trabeculae, membentuk sel-sel yang terisi dengan sumsum tulang dan lemak. Tulang kortikal mengandung jaringan konektif mineral yang padat dengan porositas yang rendah dan ditemukan pada batang tulang panjang. Tulang trabecular mengandung jaringan konektif mineral yang kurang padat dengan porositas yang tinggi, ditemukan pada ujung-ujung tulang panjang dan vertebra.

Gambar 1. Struktur tulang kortikal dan trabecular

89

90

Porositas tulang merupakan hal yang menarik karena porositas tulang secara langsung mempengaruhi karakteristik mekanikal dari jaringan. Dengan kandungan mineral yang lebih tinggi maka tulang kortikal akan lebih kaku, sehingga tulang tersebut dapat menahan stress yang lebih besar tetapi kurang kuat menahan strain atau deformasi relatif daripada tulang trabecular. Karena tulang trabecular lebih bersifat spons daripada tulang kortikal, maka dapat lebih banyak mengalami strain sebelum fraktur. Strain adalah besarnya deformasi yang dibagi oleh panjang awal struktur atau oleh orientasi angular awal struktur. Batang tulang panjang tersusun oleh tulang kortikal yang kuat (lihat gambar 2). Tulang trabecular yang relatif tinggi terdapat pada vertebra, yang memberikan kontribusi terhadap kemampuan shock absorber. Tulang trabecular dapat berkembang menjadi 4 tipe struktur, bergantung pada apakah tulang tersebut harus menahan gaya yang relatif tinggi atau relatif rendah dan apakah beban utamanya adalah beban axial (tension atau kompressi) atau asimetris (bending/pembengkokan). Maka dari itu, kekuatan dan elastisitas tulang trabecular sangat bervariasi sesuai dengan lokasinya pada tubuh serta sesuai dengan usia dan kesehatan seseorang.

Gambar 2. Contoh tulang kortikal dan tulang trabecular Baik tulang kortikal dan tulang trabecular adalah anisotropic; anisotropic adalah tulang yang memperlihatkan kekuatan dan kekakuan yang berbeda sebagai respon

90

91

terhadap gaya yang diaplikasikan dari arah yang berbeda-beda. Tulang paling kuat menahan stress kompressi dan paling lemah menahan stress shear. Tipe Tulang Struktur dan bentuk dari 206 tulang pada tubuh manusia dapat memungkinkan manusia melakukan fungsi spesifik secara penuh. Secara nominal, sistem skeletal terbagi kedalam sentral atau axial skeleton dan perifer atau appendicular skeleton (lihat gambar 3). Axial skeleton meliputi tulang-tulang yang membentuk axis tubuh yaitu tengkorak, vertebra, sternum dan costa. Tulang-tulang lainnya membentuk tambahan/pelengkap tubuh atau appendicular skeleton. Tulang-tulang juga dikategorikan secara umum menurut bentuk dan fungsinya.

Gambar 3. Pembagian sistem skeletal

91

92

Tulang pendek seperti kubus meliputi tulang-tulang carpal dan tarsal (lihat gambar 4). Tulang-tulang ini memberikan keterbatasan gerak slide dan berperan sebagai shock absorber. Tulang datar juga digambarkan dari namanya (lihat gambar 4). Tulang-tulang ini melindungi organ-organ dan jaringan lunak yang terletak didalamnya serta memberikan area yang luas untuk perlekatan otot dan ligamen. Tulang datar meliputi scapula, sternum, costa, patella, dan (tidak bentukuntuk beberapa tulang tengkorak. Tulang beraturan) bentuk yang irregular memiliki berbeda

memenuhi fungsi khusus pada tubuh manusia (lihat gambar 4). Sebagai memiliki terowongan contoh, sebuah proteksi vertebra tulang, untuk

spinal cord, memiliki beberapa processus untuk perlekatan otot dan tulang, dan menyanggah berat dari bagian atas tubuh sementara bidang memungkinkan utama. Sacrum, gerakan trunk pada seluruh 3 coccygeus, dan maxilla adalah contoh lain dari tulang irregular.

Gambar 4. Contoh tulang pendek, tulang datar, tulang tidak beraturan, & tulang panjang

92

93

Tulang panjang membentuk kerangka dari appendicular skeleton (lihat gambar 4). Appendicular skeleton terdiri dari tulang panjang, batang silindris yang kasar (juga dinamakan dengan tubuh atau diaphysis) dari tulang cortical, dengan ujungnya seperti bola dikenal sebagai condylus, tuberculum, atau tuberositas. Suatu cartilago sendi yang self-lubrikasi dapat melindungi ujung tulang panjang dari pengausan pada titik kontak dengan tulang lainnya. Tulang panjang juga memiliki area rongga sentral yang dikenal sebagai cavitas atau canal medullaris. Tulang panjang disesuaikan dengan ukuran dan beratnya untuk fungsi biomekanis khusus. Tibia dan femur adalah tulang yang besar dan berat/padat untuk menyanggah berat tubuh. Tulang panjang pada extremitas superior meliputi humerus, radius, dan ulna adalah tulang yang lebih kecil dan lebih ringan untuk memperlancar pergerakan yang mudah. Tulang panjang lainnya meliputi clavicula, fibula, metatarsal, metacarpal, dan phalang. B. Pertumbuhan dan Perkembangan Tulang Tulang mulai tumbuh pada awal perkembangan janin, dan secara kontinyu terjadi perubahan komposisi dan struktur selama masa kehidupan. Beberapa perubahan tersebut adalah pertumbuhan normal dan kematangan tulang. Pertumbuhan Longitudinal Pertumbuhan longitudinal dari tulang terjadi pada epiphysis atau dataran epiphyseal (lihat gambar 5). Epiphysis adalah diskus cartilaginous yang ditemukan dekat ujung tulang panjang. Secara kontinyu sisi diaphysis (sentral) pada setiap epiphysis akan menghasilkan sel-sel tulang baru. Selama atau segera memasuki usia remaja dataran epiphyseal menghilang dan terjadi penyatuan tulang, merupakan akhir dari pertumbuhan longitudinal. Sebagian besar epiphysis merapat pada usia sekitar 18 tahun, meskipun beberapa epiphysis mungkin masih ada sampai pada usia sekitar 25 tahun. Penyatuan dataran epiphyseal berdasarkan pada regio tulang dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

93

94

Tabel 2. Perkiraan usia terjadinya penutupan/penyatuan epiphyseal 1. 2. 3. Regio (tulang) Columna Vertebralis Thoraks : a. Sternum b. Costa Extremitas Superior a. Clavicula b. Scapula c. Humerus : Caput menyatu dengan shaft Epicondylus lateral Epicondylus medial d. Ulna Olecranon Ujung bawah e. Radius Caput dan shaft Ujung bawah ke shaft Extremitas Inferior a. Tulang pelvic Rami inferior pubis dan ischium Acetabulum b. Femur Trochanter major dan minor Caput femur Ujung bawah femur c. Tibia Ujung atas tibia Ujung bawah tibia d. Fibula Ujung atas Ujung bawah Usia (tahun) 25 25 25 25 15 17 20 16 17 18 16 20 18 19 20 78 20 25 18 18 20 20 18 25 20

4.

Pertumbuhan Circumferential Tulang panjang akan tumbuh diameternya sepanjang masa kehidupan, meskipun sebagian besar terjadi pertumbuhan tulang yang cepat sebelum usia dewasa. Lapisan bagian dalam dari periosteum membentuk lapisan jaringan tulang baru yang konsentrik

94

95

(kearah pusat) pada puncak salah satu tulang. Pada saat yang sama, tulang akan diabsorbsi kembali atau dihilangkan sekitar circumferensia cavitas medullaris, sehingga secara kontinyu diameter cavitas membesar. Hal ini dapat terjadi dengan berbagai cara antara lain dengan stress bending (pembengkokan) dan stress torsional pada tulang yang relatif masih konstan.

Gambar 5. Dataran epiphyseal adalah lokasi pertumbuhan longitudinal pada tulang yang belum matang Perubahan pada ukuran dan bentuk tulang tersebut adalah kerja dari sel-sel khusus yang disebut dengan osteoblast dan osteoclast, dimana masing-masing membentuk dan mengabsorbsi jaringan tulang. Pada tulang dewasa yang sehat aktivitas osteoblast dan osteoclast sangat seimbang. Perkembangan tulang dewasa Disana, terjadi hilangnya collagen secara progresif dan meningkatnya kerapuhan tulang sejalan dengan usia. Maka dari itu, tulang anak-anak lebih lunak/lembut daripada tulang orang dewasa. Secara normal, mineral tulang terakumulasi (tertimbun) pada masa kanak-kanak dan masa remaja, mencapai puncaknya pada usia sekitar 25 28 tahun wanita dan usia sekitar 30 35 tahun laki-laki. Mengenai masa puncak ini, beberapa peneliti tidak sependapat tentang lamanya waktu kepadatan tulang masih konstan. Bagaimanapun juga, kaitannya dengan usia, kemunduran yang progresif dari kepadatan tulang dan kekuatan

95

96

tulang pada laki-laki dan wanita akan mulai secepatnya pada awal usia 20-an. Hal ini melibatkan suatu penurunan yang progresif pada sifat mekanikal dan kekuatan general tulang, dengan meningkatnya penurunan substansi tulang dan meningkatnya porositas. Tulang trabecular khususnya sering terkena, dengan terjadinya penanggalan dan disintegrasi pada tulang trabeculae akan menganggu integritas struktur tulang dan penurunan kekuatan tulang yang serius.

Gambar 6. Struktur tulang panjang Perubahan-perubahan ini jauh lebih menonjol pada wanita daripada laki-laki. Pada wanita terjadi penurunan utama pada volume dan kepadatan tulang kortikal dan penurunan kepadatan tulang trabecular sejalan dengan usia. Sekitar 0,5% - 1,0% massa tulang hilang setiap tahun, pada wanita sampai mencapai usia sekitar 50 tahun atau menopause. Pada saat menopause, terjadi peningkatan derajat/tingkat kehilangan tulang dengan nilai setinggi 6,5% per tahun yang dilaporkan selama awal 5 8 tahun. Meskipun perubahan yang sama terjadi pada laki-laki, tetapi laki-laki tidak signifikan

96

97

perubahannya sebelum usianya lebih tua. Wanita pada semua usia cenderung memiliki tulang yang lebih kecil dan area tulang kortikal yang lebih kecil daripada laki-laki. C. Sifat Tulang terhadap Bentuk Pembebanan Yang Beragam. Stress adalah beban perunit area yang berkembang pada permukaan tulang sebagai respon terhadap beban ekternal yang terjadi, yang dinyatakan dalam gaya per unit area yaitu N/cm2 atau N/m2 dan lainnya. Strain adalah deformasi yang terjadi pada suatu titik dalam struktur tersebut akibat pengaruh pembebanan. Ada 2 jenis dasar dari strain yakni : 3) Normal strain adalah besarnya deformasi yang dapat merubah panjang struktur tersebut (memanjang). 4) Shear strain adalah besarnya deformasi angular yang terjadi pada struktur tersebut sehingga terjadi perubahan sudut pada struktur tersebut. Gaya dan momen dapat diaplikasikan pada sebuah struktur tulang dalam berbagai arah, sehingga menghasilkan beban tention, kompresi, bending (pembengkokan), shear, torsion dan kombinasi beban (lihat gambar 7)

Gambar 7. Variasi bentuk pembebanan pada tulang

97

98

7. Tension Pada beban tensile, beban yang sama besar dan berlawanan arah diaplikasikan ke arah luar (menjauh) dari permukaan struktur tulang, dan menghasilkan stress tensile dan strain dibagian dalam struktur tersebut. Stress tensile dapat didefinisikan sebagai beberapa gaya kecil yang arahnya menjauh dari permukaan struktur tulang. Maksimal stress tensile terjadi pada bidang tegak lurus terhadap beban tension (lihat gambar 8). Dibawah pengaruh beban tensile maka struktur tulang akan memanjang dan menipis. Mekanisme kerusakan dari jaringan tulang akibat beban tension adalah terutama terpecahnya garis-garis semen didalam tulang dan tertarik keluar dari sel sel tulang.

Gambar 8. Beban Tension/Tensile Secara klinis, fraktur yang dihasilkan oleh beban tensile biasanya nampak pada tulang cancellous. Sebagai contoh, fraktur pada basis metatarsal V yang berdekatan dengan perlekatan tendon peroneus brevis dan fraktur pada calcaneus yang berdekatan dengan perlekatan tendon Achilles. Suatu fraktur pada calcaneus akibat

98

99

kontraksi yang kuat dari otot trisep surae dapat menghasilkan beban tensile yang tinggi pada tulang tersebut. 8. Kompresi Pada beban kompresi, beban yang sama besarnya dan berlawanan arah teraplikasi kearah permukaan struktur tulang dan stress kompresi serta strain terjadi didalam struktur tulang. Stress kompresi dapat dianggap sebagai beberapa gaya yang kecil, yang diarahkan kedalam permukaan struktur tulang. Maksimal stress kompresi terjadi pada bidang tegak lurus dengan beban yang teraplikasi (lihat gambar 9). Dibawah beban kompresi maka struktur tulang akan memendek dan melebar. Mekanisme kerusakan yang terjadi pada jaringan tulang utamanya adalah keretakan sel sel tulang secara oblique.

Gambar 9. Beban kompresi Fraktur yang dihasilkan oleh beban kompresi biasanya dijumpai pada vertebra, dimana menunjukkan suatu pemendekan dan pelebaran yang terjadi pada vertebra manusia akibat beban compresi yang tinggi (lihat gambar 10). Beban compresi yang dapat merusak suatu sendi dihasilkan oleh kontraksi kuat yang abnormal dari otot otot disekitarnya. Sebagai contoh, fraktur bilateral subcapital pada neck femur yang terjadi selama electrical shock terapi, dimana

99

100

kontraksi otot-otot disekitar hip joint menghasilkan beban compresi pada caput femur melawan acetabulum.

Gambar 10. Fraktur kompresi pada vertebra

9. Shear Pada beban shear, beban teraplikasi secara paralel terhadap permukaan struktur tulang, dan stress shear serta strain terjadi didalam struktur tersebut. Stress shear dapat dianggap sebagai beberapa gaya kecil yang bekerja pada permukaan struktur tulang dalam bidang paralel terhadap beban yang teraplikasi (lihat gambar 11). Ketika terjadi shear, akan menyebabkan deformasi structural secara internal dalam pola angular, sudut siku-siku (900) menjadi tumpul atau akut.

100

101

Gambar 11. Beban Shear Fraktur shear biasanya terlihat didalam tulang cancellous. Contohnya pada fraktur condylus femur dan dataran tibia. Stress yang terjadi pada tulang kortikal orang dewasa berbeda pada setiap pembebanan (beban compresi, tensile dan shear). Tulang kortikal dewasa dapat menahan stress yang lebih besar pada beban compresi dari pada beban tension, dan dapat menahan stress yang lebih besar pada beban tension dari pada shear (Reilly and Burstein, 1975). Sedangkan pada tulang muda, pertama kali terjadi kerusakan akibat beban compressi dan fraktur yang melengkung (buckle fraktur) mungkin terjadi pada sisi compressi. 10. Bending (Pembengkokan) Bending terjadi ketika suatu beban diaplikasikan pada suatu struktur dalam pola yang menyebabkan struktur tersebut membengkok disekitar axis. Struktur yang mengalami pembengkokan disebabkan oleh kombinasi beban tension dan compressi. Ketika tulang mengalami beban bending, stress tensile dan strain bekerja pada satu sisi dari axis netral, serta stress compressi dan strain bekerja pada sisi lain, tetapi disana tidak terjadi stress dan strain pada axis netral. Karena tulang tidak simetris maka stress tensile dan compressi tidak mungkin sama. Ada dua type bending yaitu bending yang dihasilkan oleh tiga gaya (three point bending) dan bending yang dihasilkan oleh empat gaya (four point bending). Fraktur fraktur yang dihasilkan oleh kedua type bending tersebut umumnya dapat diobservasi. Three point bending terjadi ketika 3 gaya yang bekerja pada struktur tersebut menghasilkan 2 momen gaya yang sama (lihat gambar 12a). Struktur tersebut akan retak pada titik aplikasi gaya bagian middle. Jenis fraktur three point bending terjadi pada boot top fraktur selama bermain ski. Pada boot-top fraktur, salah satu momen bending teraplikasi pada bagian atas tibia pada saat pemain ski jatuh ke depan di atas ujung sepatu ski. Suatu momen yang sama dihasilkan oleh kaki dan ski yang terfiksir. Pada saat bagian atas tibia bengkok ke depan, stress tensile dan

101

102

strain bekerja pada sisi posterior tulang, sedangkan stress compressi serta strain bekerja pada sisi anterior.

Gambar 12. Dua tipe beban bending : A. Three-point bending, B. Four-point bending Four point bending terjadi ketika 2 gaya kopel bekerja pada suatu struktur yang menghasilkan 2 momen gaya yang sama. Sebuah gaya kopel terbentuk ketika 2 gaya paralel yang terjadi sama besarnya tetapi dalam arah yang berlawanan terhadap struktur tersebut (lihat gambar 12b). Karena besarnya momen bending sama pada seluruh area diantara 2 gaya kopel tersebut maka struktur akan retak pada titik yang paling lemah. Stiff pada knee joint yang dimanipulasi dengan cara yang salah selama program rehabilitasi dapat menyebabkan fraktur femur yang dihasilkan oleh four point bending. Pada saat knee dimanipulasi, kapsul bagian pasterior dan tibia membentuk satu gaya kopel, dan gaya caput femur serta capsule hip joint membentuk kopel gaya lain. Pada saat momen bending teraplikasi pada femur, maka femur mengalami kerusakan pada titik yang paling lemah awalnya letak fraktur. Fraktur yang dihasilkan oleh four point bending umumnya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas (lihat gambar 13).

102

103

Gambar 13. Fraktur yang dihasilkan oleh Beban fout point bending

11. Torsion Torsion terjadi ketika beban teraplikasi pada suatu struktur dalam pola yang menyebabkan struktur tersebut terputar disekitar axis. Ketika struktur tersebut mengalami beban torsion, maka stress shear didistribusi keseluruh struktur tersebut (lihat gambar 13).

103

104

Gambar 13. Beban Torsion Dibawah pengaruh beban torsion, maka stress shear yang maksimal bekerja pada bidang paralel dan tegak lurus dengan axis netral struktur tersebut. Selain itu, stress tensile dan compressi yang maksimal bekerja pada bidang diagonal terhadap axis netral struktur tersebut. Pola fraktur pada tulang yang mengalami beban torsion adalah tulang pertama kali rusak pada beban shear, dengan formasi keretakan paralel terhadap axis netral tulang (lihat gambar 14). Biasanya keretakan tulang terbentuk disepanjang bidang stress tensile yang maksimal.

Gambar 14. Fraktur Torsion Pada Vertebra yang disertai dengan beban kompresi

12. Kombinasi Beban Meskipun setiap bentuk beban telah dijelaskan secara terpisah, tetapi dalam kehidupan sehari hari tulang jarang terbebani hanya dalam satu bentuk. Pembebanan tulang pada manusia adalah kompleks karena dua alasan utama : struktur geometrik tulang yang tidak beraturan, dan secara konstant tulang mengalami beragam beban yang tidak menentu. Baru baru ini dilakukan pengukuran strain pada permukaan antero-medial tibia orang dewasa selama aktifitas berjalan dan jogging (Lanyor el all, 1975). Carter (1978) telah menghitung nilai stress dari pengukuran strain tersebut. Selama aktifitas berjalan normal, stress

104

105

compressi terjadi selama heel strike, stress tensile terjadi selama stance phase, dan stress compressi juga terjadi selama push off. Secara relatif, stress shear yang tinggi terjadi pada bagian terakhir siklus berjalan, merupakan beban torsion yang signifikan. Beban torsion ini ditunjukkan dengan terjadinya external rotasi tibia selama stance phase dan push off. Selama jogging pola stressnya berbeda. Stress compressi terutama terjadi pada toe strike. Hal ini akan diikuti dengan stress tensile yang tinggi selama push off. Stress shear yang terjadi adalah kecil pada seluruh langkah jogging, merupakan beban torsion yang minimal. Beban torsion ini ditunjukkan dengan terjadinya external dan internal rotasi tibia dalam pergantian pola langkah jogging. Pemerikasaan klinis terhadap beberapa pola fraktur menunjukkan bahwa hanya sedikit fraktur yang dihasilkan oleh satu bentuk pembebanan atau dua bentuk pembebanan yang sama; dan paling banyak fraktur dihasilkan oleh kombinasi beberapa bentuk pembebanan. D. Pengaruh Aktivitas Otot Terhadap Distribusi Stress Dalam Tulang Ketika tulang terbebani, kontraksi otot yang melekat pada tulang tersebut akan mengubah distribusi stress dalam tulang. Kontraksi otot ini dapat menurunkan atau mengeliminir stress tensile pada tulang dengan menghasilkan stress compressi baik secara sebagian (parsial) maupun secara total menetralisir stress tersebut. Efek kontraksi otot tersebut dapat dijelaskan pada tibia yang mengalami three point bending. Gbr 4.8a menunjukkan tungkai pemain ski yang jatuh ke depan, terutama tibianya terjadi moment pembengkokkan. Stress tensile yang tinggi terjadi pada aspek posterior tibia, dan stress compressi yang tinggi bekerja pada aspek anterior. Kontraksi otot triceps surae menghasilkan stress compressi yang tinggi pada aspek posterior tibia (gbr 4.8b), sehingga menetralisir stress tensile yang tinggi dan dapat melindungi tibia dari kerusakan akibat tension. Kontraksi otot ini mungkin menghasilkan stress compressi yang lebih tinggi pada permukaan anterior tibia.

105

106

Kontraksi otot menghasilkan efek yang sama pada hip joint. Selama gerakan, moment bending teraplikasi pada neck femur, dan stress tensile terjadi pada cortex superior. Kontraksi otot gluteus medius menghasilkan stress compressi sehingga dapat menetralisir stress tensile tersebut, dan akhirnya baik stress compressi maupun stress tensile tidak bekerja pada cortex superior. Dengan demikian, kontraksi otot dapat menyebabkan neck femur mampu menahan/menopang beban yang lebih tinggi. Kelelahan Tulang Dibawah Pembebanan Berulang Fraktur dapat dihasilkan oleh beban tunggal atau aplikasi suatu beban yang terjadi secara berulang kali. Suatu fraktur akan terjadi pada aplikasi beban tunggal jika beban tersebut melebihi kekuatan maksimal tulang. Aplikasi beban yang rendah dan terjadi secara berulang kali mungkin menghasilkan suatu fraktur; fraktur tersebut dinamakan dengan fatique fraktur. Fatique fraktur khususnya dihasilkan oleh beban yang tinggi dengan repetisi yang rendah atau beban yang relatif normal dengan repetisi yang tinggi. Tes yang dilakukan pada tulang organ mati menunjukkan bahwa mikrofraktur fatique mungkin terjadi pada tulang yang mengalami beban dengan repetisi yang rendah (Carter and Hayes, 1977). Pada test tersebut juga mengungkapkan bahwa tulang mengalami kelelahan dengan cepat ketika beban atau deformasi mendekati batas strength tulang (Carter and Hayes, 1977); yaitu diperlukan sejumlah repetisi untuk menghasilkan suatu fraktur. Beban repetisi pada tulang organ hidup, tidak hanya besarnya beban dan jumlah repetisi yang mempengaruhi proses fatique, tetapi juga frekwensi pembebanan. Semenjak tulang organ hidup dapat memperbaiki strukturnya sendiri, maka suatu fatique fraktur hanya terjadi ketika proses remodeling didahului oleh proses fatique, yaitu ketika frekwensi pembebanan menghambat kebutuhan remodeling untuk mencegah kerusakan. Fatique fraktur biasanya terjadi secara terus menerus selama aktifitas fisik yang berat. Ketika otot mengalami kelelahan, kemampuannya untuk berkontraksi akan berkurang; akibatnya otot-otot kurang mampu untuk menyimpan energi dan untuk menetralisir beberapa stress yang terjadi pada tulang. Hal ini menghasilkan perubahan distribusi stress dalam tulang yang secara abnormal menyebabkan beban tinggi pada tulang, dan

106

107

suatu fatique fraktur mungkin terjadi. Kerusakan mungkin terjadi pada sisi tulang yang mengalami beban tensile atau sisi tulang yang mengalami beban compressi dan atau pada kedua sisi tulang tersebut. Kerusakan pada sisi tensile akan menghasilkan keretakan tulang secara tranversal, dan tulang tersebut dengan cepat bertambah retak menjadi fraktur yang sempurna. Fatique fraktur pada sisi compressi terjadi lebih lambat; proses remodeling lebih cepat dari proses fatique sehingga tulang tidak mungkin mengalami fraktur yang sempurna. Teori kelelahan otot tersebut sebagai penyebab dari fatique fraktur pada extremitas bawah dapat diuraikan pada skema berikut ini : Exc yang berat Kelelahan otot Hilangnya kapasitas penyimpanan energi Perubahan pola berjalan

Pembebanan yang abnormal Perubahan distribusi stress Compressi yang tinggi Keretakan sel oblique Kombinasi Tension yang tinggi Pemisahan sel sel tulang. Terjadi keretakan sel transversal Fraktur transversal

Fraktur oblique

REFERENSI : Susan J. Hall, 2003, Basic Biomechanics, Fourth Edition, McGraw-Hill Company, New York.

107

108

Frankel Victor H., Margertha Nordin, Basic Biomechanics of The Skeletal System, Lea and Febiger, Philadelphia: 1982

BIOMEKANIK SENDI Sendi-sendi pada tubuh manusia sangat menuntun kemampuan arah gerakan dari segmen tubuh. Struktur anatomi dari sendi seperti knee joint sedikit bervariasi pada setiap orang, sebagaimana dengan arah gerakan dari segmen tubuh yang membentuk sendi seperti paha dan tungkai bawah yang membolehkan untuk bergerak pada sendi tersebut. Bagaimanapun juga, perbedaan ketegangan atau kelemahan dari jaringan lunak disekitarnya menghasilkan perbedaan ROM sendi. Pada bab ini akan dibahas tentang aspek biomekanik dari fungsi sendi, meliputi konsep stabilitas sendi dan fleksibilitas sendi, serta kaitannya dengan implikasi adanya potensial injury. A. Arsitektur Sendi Pada ahli anatomi telah mengelompokkan sendi dalam beberapa hal yaitu berdasarkan pada kompleksitas sendi, sejumlah axis yang terjadi, geometris sendi, atau kapabiltas/ kemampuan gerakan. Dalam bab ini kami memfokuskan pada gerakan manusia sehingga sistem klasifikasi sendi berdasarkan pada kapabilitas/kemampuan gerakan yang terjadi. Sendi-sendi Tak Bergerak (Immovable Joints) 1. Synarthroses (tak bergerak) : sendi-sendi fibrous ini dapat meminimalkan gaya yang terjadi (shock absorber) tetapi memberikan sedikit atau tidak ada gerakan pada tulang yang membentuk sendi. a. Sutura : pada sendi ini, alur-alur yang tidak beraturan dari lapisan tulang saling merapat membentuk sendi dan dihubungkan dengan kuat oleh serabutserabut yang bersambung dengan periosteum (lihat gambar 1). Serabut-serabut tersebut mulai mengeras pada awal usia remaja dan pada akhirnya diganti dengan sempurna oleh tulang. Sebagai contoh pada tubuh manusia adalah sutura tengkorak.

108

109

b. Syndesmoses : pada sendi ini, jaringan fibrous yang padat mengikat tulang secara bersamaan, memberikan gerakan yang sangat terbatas. Sebagai contoh adalah coracoacromial, mid-radioulnar, mid-tibiofibular dan inferior tibiofibular joints.

Gambar 1. Struktur sutura kepala Sendi-sendi yang Sedikit Bergerak 2. Amphiarthroses : sendi-sendi kartilaginous ini dapat meminimalkan gaya yang terjadi dan memberikan lebih banyak gerakan daripada synarthrodial joint. a. Synchondroses : pada sendi ini, tulang yang membentuk sendi dipertahankan secara bersamaan oleh lapisan cartilago hyalin yang tipis. Sebagai contoh adalah sternocostal joint dan epiphyseal plates (sebelum ossification/mengeras) b. Symphyses : pada sendi ini, dataran cartilago hyalin yang tipis dipisahkan oleh sebuah diskus fibrocartilago dari tulang. Sebagai contoh adalah sendi-sendi vertebra dan symphisis pubis (lihat gambar 2).

109

110

Gambar 2. Contoh intervertebral joint dan symphisis pubis Sendi-sendi yang Bebas Bergerak 3. Diarthroses atau synovial : pada sendi ini, permukaan tulang yang membentuk sendi tertutup dengan cartilago sendi, kapsul sendi yang membungkus sendi, dan membran sinovial yang membatasi kapsul sendi bagian dalam dimana terdapat cairan yang mengeluarkan suatu pelumas/lubrikasi dikenal sebagai cairan sinovial (lihat gambar 3).

Gambar 3. Struktur Sendi Sinovial Ada beberapa tipe sendi-sendi sinovial : a. Gliding (plane; arthrodial) : pada sendi ini, permukaan tulang yang membentuk sendi hampir datar, dan gerakan yang terjadi hanya gerakan nonaxial gliding. Sebagai contoh adalah intermetatarsal, intercarpal dan intertarsal joint, serta facet joint vertebra (lihat gambar 4). b. Hinge (ginglymus) : salah satu permukaan tulang yang membentuk sendi adalah konveks dan permukaan tulang lainnya adalah konkaf. Ligamen collateral

110

111

yang kuat membatasi gerakan pada suatu bidang, seperti gerakan engsel. Sebagai contoh adalah humeroulnar dan interphalangeal joints (lihat gambar 4). c. Pivot (sekrup; trochoid) : pada sendi ini, rotasi terjadi disekitar salah satu axis. Sebagai contoh adalah atlantoaxial joint, proksimal dan distal radioulnar joint (lihat gambar 4). d. Condyloid (ovoid/seperti telur; ellipsoidal) : salah satu permukaan tulang yang membentuk sendi adalah berbentuk konveks ovular, dan permukaan tulang lainnya adalah berbentuk konkaf dimana saling sebangun/bertautan. Gerakan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi dan sirkumduksi dapat terjadi pada sendi ini. Sebagai contoh adalah metacarpophalangeal joint II V dan radiocarpal joint (lihat gambar 4).

111

112

Gambar 4. Contoh-contoh Sendi Sinovial pada Tubuh Manusia e. Saddle (sellar) : kedua permukaan tulang yang membentuk sendi adalah berbentuk seperti tempat duduk pada pelana kuda. Kemampuan gerakan adalah sama dengan condyloid joint, tetapi ROM gerakannya lebih besar. Sebagai contoh adalah carpometacarpal joint pada ibu jari (lihat gambar 4). f. Ball and socket (spheroidal) : pada sendi ini, permukaan tulang yang membentuk sendi adalah saling sebangun antara konveks dan konkaf. Rotasi pada seluruh bidang gerak (3 bidang gerak) dapat terjadi pada sendi ini. Sebagai contoh adalah hip dan shoulder joint (lihat gambar 4). Sendi sinovial sangat beragam strukturnya dan kemampuan gerakannya. Sendisendi sinovial umumnya dikelompokkan sesuai dengan jumlah axis rotasi yang terjadi. Sendi-sendi yang memberikan gerakan sekitar satu, dua, dan tiga axis rotasi masing-masing dikenal sebagai uniaxial, biaxial dan triaxial joint. Beberapa sendi yang hanya terbatas memberikan gerakan pada satu arah dikenal sebagai nonaxial joint. Kemampuan gerakan sendi juga kadang-kadang menggambarkan istilah derajat kebebasan (df = degree freedom), atau sejumlah bidang gerak pada sendi tersebut. Pada uniaxial joint memiliki satu df, biaxial joint memiliki dua df, dan triaxial joint memiliki tiga df. Dua struktur sinovial seringkali berkaitan dengan diarthrodial joint yaitu bursa dan pembungkus tendon. Bursa adalah kapsul yang kecil, berbatasan dengan membran sinovial dan terisi dengan cairan sinovial, dan merupakan struktur bantalan yang terpisah dengan sendi. Sebagian besar bursa memisahkan (memberi jarak) tendon dari tulang, mengurangi gaya friksi pada tendon selama gerakan sendi. Beberapa bursa seperti bursa olecranon elbow yang memisahkan tulang dari kulit. Pembungkus tendon merupakan struktur sinovial yang berlapis ganda, yang mengelilingi tendon yang terletak sangat dekat dengan tulang. Beberapa tendon otot

112

113

yang panjang yang melewati wrist dan sendi jari-jari tangan terlindungi oleh pembungkus tendon. Cartilago Sendi Sendi-sendi dari alat mekanikal harus selalu diminyaki pelumas jika bagianbagian mesin tersebut dapat bergerak bebas dan tidak aus satu sama lainnya. Pada tubuh manusia, tipe khusus yang padat dengan jaringan konektif putih dikenal sebagai cartilago sendi yang memberikan proteksi lubrikasi (perlindungan pelumas). Lapisan proteksi dari bahan/unsur ini yang tebalnya 1 5 mm melapisi ujung tulang yang membentuk sendi pada diarthrodial joint. Cartilago sendi memiliki 2 tujuan penting. Pertama, cartilago sendi berperan menyebarkan beban diatas area yang luas pada sendi sehingga besarnya stress pada suatu titik kontak antara kedua tulang dapat diminimalkan. Kedua, cartilago sendi berperan memberikan gerakan pada tulangtulang pembentuk sendi dengan meminimalkan gaya friksi dan keausan. Cartilago sendi adalah jaringan lunak, berpori-pori (porous), dan permeabel yang dapat mengeluarkan cairan. Cartilago sendi dapat mengalami deformasi (kelainan bentuk) dibawah pembebanan, dan meneteskan/memancarkan cairan sinovial. Pada sendi sinovial yang sehat, ujung tulang yang membentuk sendi ditutup/dilapisi dengan cartilago sendi sehingga gerakan salah satu ujung tulang terhadap tulang lainnya secara khas disertai dengan aliran cairan sinovial yang tertekan keluar didepan area kontak yang bergerak dan juga terhisap dibelakang area kontak yang bergerak. Pada saat yang sama, permeabilitas cartilago menurun pada area kontak langsung sehingga memberikan suatu permukaan dengan cairan pelumas film (film lubrikasi) yang dapat terbentuk dibawah pembebanan. Cartilago dapat mengurangi stress kontak maksimum yang bekerja pada sendi sekitar 50% atau lebih. Lubrikasi (pelumasan) yang disuplai atau disediakan oleh cartilago sendi begitu efektif sehingga gaya friksi yang terjadi hanya sekitar 17% 33% dari gaya friksi yang dihasilkan oleh skateboard diatas es/salju dibawah beban yang sama, dan hanya dari penumpuan yang dilumasi/diminyaki. c. Komposisi cartilago sendi

113

114

Solid matriks dari cartilago bertanggung jawab terhadap 20 40 % berat air jaringan tersebut, yang tersusun dari serabut collagen (60%) dan interfibrillar proteoglycan gel (40%) yang mempunyai daya tarik-menarik tinggi terhadap air, serta sel-sel chondrosit (+ 2%). 60 80 % dari jaringan tersebut mengandung banyak air, yang dapat ditekan keluar dibawah pengaruh beban (lihat gambar 5).

Gambar 5. Komposisi Cartilago Sendi d. Sifat biomekanik cartilago sendi Sifat biomekanis dari cartilago sendi hanya dapat dipahami berdasarkan sifat-sifat material jaringan tersebut dan interaksi yang terjadi selama pembebanan. Yang menentukan sifat material jaringan tersebut adalah solid matriks (collagen dan proteoglycan) dan interstitial water (kandungan air dalam

114

115

jaringan interstitial) yang dapat bergerak bebas. Dengan demikian, cartilago sendi dapat dilihat sebagai suatu porous medium yang berisi cairan (analog dengan spon yang berisi penuh air). Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat cartilago dibawah pengaruh beban adalah karakteristik material dari solid matriks dan permeabilitasnya. Permeabilitas Permeabilitas merupakan suatu parameter material di dalam jaringan cartilago yang menggambarkan tahanan friksional dari solid matriks yang memiliki porous material sehingga cairan bisa mengalir melewatinya. Permeabilitas jaringan yang rendah akan menghasilkan lebih besar tahanan terhadap gerakan cairan dibawah pengaruh beban, begitu pula sebaliknya. Dibandingkan dengan spon biasa, maka cartilago sendi yang normal memiliki permeabilitas yang sangat rendah. Ada 2 cara mekanikal untuk mengalirkan cairan melalui media yang berporous seperti cartilago sendi (Mow and Torzilli, 1975) yakni : 1) Cairan dapat dipaksa mengalir melalui solid matriks yang berporous dengan cara mengaplikasikan tekanan gradient yang tinggi yakni tekanan pada sisi atas cartilago lebih besar daripada tekanan pada sisi bawah cartilago (lihat gambar 6).

115

116

Gambar 6. Hukum Darcy tentang mekanisme aliran cairan melalui cartilago 2) Jika cartilago sendi berada dibawah balok kaku yang berporous, kemudian dilakukan kompresi maka cairan akan mengalir juga. Dalam keadaan ini, gerakan cairan disebabkan oleh compressi yang menghasilkan peningkatan tekanan secara lokal, dan menghasilkan gaya yang menyebabkan eksudasi cairan dari jaringan tersebut (lihat gambar 6). Kedua mekanisme ini bekerja secara simultan pada cartilago sendi selama gerakan sendi. Hal ini telah ditunjukkan secara experimental oleh Mansour and Mow (1976), bahwa permeabilitas dari cartilago normal akan menurun secara dramatis pada saat terjadi peningkatan tekanan dan deformasi. Dengan demikian, cartilago sendi mempunyai suatu mekanisme regulator feedback mekanikal yang bertujuan untuk mencegah pelepasan total dari cairan interstitial. Sistem regulator biomekanis ini mempunyai implikasi yang dalam terhadap jaringan normal yang membutuhkan nutrisi, lubrikasi (peminyakan) sendi, kapasitas menahan beban dan kelelahan jaringan. Pada umumnya, selama terjadi kondisi patologis maka continuitas dari solid matriks (collagen dan proteoglycan) menjadi terganggu oleh adanya stress mekanikal atau efek biochemis dari aksi enzim yang abnormal. Dengan demikian, permeabilitas jaringan akan menjadi lebih besar pada jaringan yang osteoarthritis daripada jaringan yang normal (karena terjadi kerusakan pada jaringan serabut collagen dan hilangnya makromolekul proteoglycan). Selama aktivitas fungsional seperti melompat maka cairan interstitial tidak sempat tertekan keluar sehingga jaringan cartilago akan bersifat lebih elastis atau kurang elastis. Dengan demikian, akan terjadi perubahan bentuk

116

117

pada saat pembebanan dan dengan segera akan kembali ke bentuk semula pada saat tanpa beban. Jika beban terjadi dengan perlahan dan tetap konstan terhadap jaringan cartilago (seperti selama berdiri dalam waktu yang lama), maka deformasi jaringan akan terus meningkat pada saat cairan tertekan keluar. Lubrication (Peminyakan) Ada 2 jenis fundamental dari lubrication yakni : Boundary lubrication dan Fluid Film lubrication. Boundary lubrication bergantung pada absorbsi kimiawi dari molekul-molekul lubricant yang monolayer terhadap permukaan kontak padat (Bowden and Tabor, 1967). Secara relatif, selama gerakan terjadi maka permukaan komponen-komponen yang menumpu dilindungi oleh molekul-molekul lubricant yang slide satu sama lain di atas permukaan lawanannya, mencegah terjadinya adhesif dan abrasi (luka lecet) yang secara alamiah terjadi pada permukaan kontak. Ada bukti eksperimen yang kuat bahwa cairan sinovial di dalam sendi sinovial dapat bekerja dibawah kondisi pembebanan, seperti halnya dengan boundary lubrication pada cartilago sendi dimana kemampuan peminyakannya tidak bergantung pada viscositas (kekentalan) cairan sinovial. Hal ini memungkinkan terjadinya absorbsi kimiawi dari cairan sendi ke permukaan sendi pada saat kondisi pembebanan yang berat. Jika dalam kondisi pembebanan yang rendah dan atau terjadi gerakan oscilasi serta kecepatan yang relatif tinggi pada permukaan kontak, maka kemungkinan fluid film lubrication sangat diperlukan oleh sendi dalam kondisi tersebut. Dalam fluid film lubrication, lapisan peminyakannya jauh lebih tebal daripada ukuran molekul peminyakan boundary lubrication sehingga menyebabkan pemisahan yang relatif besar dari kedua permukaan tumpuan. Kapasitas penumpuan beban dari cairan tersebut dapat melalui 3 mekanisme, yaitu : 1) Mekanisme hydrostatik lubrication : Mekanisme ini terjadi ketika tidak ada gerakan slide dari permukaan tumpuan (cartilago sendi)

117

118

sehingga tekanan didalam fluid film dapat dibangkitkan oleh tekanan external melalui mekanisme hydrostatik lubrication (lihat gambar 7). 2) Mekanisme hydrodinamik lubrication : Mekanisme ini terjadi ketika permukaan tumpuan bergerak secara tangensial terhadap permukaan tumpuan lawanannya dan membentuk convergensi pada tepi cairan sehingga tekanan tersebut dapat dibangkitkan oleh viskositas cairan yang menyebabkan cairan terserap ke dalam celah diantara kedua permukaan tersebut (lihat gambar 7). 3) Mekanisme squeeze film lubrication : Mekanisme ini terjadi ketika permukaan tumpuan bergerak secara perpendicular terhadap permukaan lawanannya, dan cairan harus ditekan keluar dari celah tersebut sehingga tekanan tersebut dapat dibangkitkan didalam fluid film lubrication untuk memaksa keluar peminyakan. Dengan demikian, beban tidak dapat disanggah dalam jangka waktu yang tidak menentu oleh proses squeeze film lubrication. Pada akhirnya, fluid film akan menjadi tipis ketika terjadi kontak yang tajam antara kedua permukaan sendi. Meskipun demikian, mekanisme ini cukup untuk menumpu beban yang tinggi dalam durasi yang pendek (lihat gambar 7).

Gambar 7.

Kapasitas suatu cairan atau lubrikasi dalam pembebaban. A. Mekanisme hidrostatik lubrikasi, B. Mekanisme hidrodinamik lubrikasi, dan C. Mekanisme tekanan film lubrikasi.

118

119

Kerusakan / kelelahan (Wear)

Kerusakan adalah terjadinya pelepasan material dari permukaan solid oleh karena adanya aksi mekanikal. Kerusakan tersebut dapat dibagi kedalam 2 komponen, yakni : 1) 2) Kerusakan interfacial yang terjadi akibat adanya interaksi dari Kerusakan fatigue yang terjadi akibat adanya deformasi dari permukaan tumpuan. body kontak (permukaan sendi). Jika kedua permukaan tumpuan terjadi kontak maka kerusakan interfacial dapat terjadi, oleh adanya adhesif atau abrasi (luka lecet). Kerusakan adhesif dapat terjadi jika kedua permukaan solid mengalami kontak yang lebih kuat daripada material yang terletak di bawahnya. Kemudian akan muncul fragmen-fragmen, sebagai akibat dari kerobekan pada salah satu permukaan dan terjadi perlengketan satu sama lain. Abrasi terjadi ketika suatu material yang lunak tergores oleh salah satu permukaan yang jauh lebih keras, dimana dapat disebabkan oleh permukaan lawanannya atau adanya partikel-partikel yang hilang. Kerusakan permukaan cartilago dapat diobservasi pada in vitro. Jika terjadi kerusakan ultrastruktural dan atau hilangnya massa permukaan, maka lapisan permukaan cartilago menjadi lebih lunak dan lebih permeabel. Dalam keadaan ini, tahanan terhadap gerakan cairan akan berkurang, yang memungkinkan cairan bocor keluar dari fluid film melalui permukaan cartilago sehingga terpecah di atas permukaan. Hilangnya cairan akan meningkatkan kemungkinan kontak yang tajam pada permukaan solid cartilago dan akhirnya dapat lebih memperberat terjadinya proses abrasi. Kerusakan fatigue dapat terjadi pada permukaan tumpuan yang baik lubrication-nya. Kerusakan ini terjadi akibat adanya deformasi yang berulang secara periodik. Kerusakan fatigue terjadi karena adanya akumulasi dari kerusakan material secara mikroskopik ketika terjadi stress secara berulang-

119

120

kali. Meskipun besarnya stress yang terjadi jauh labih kecil daripada kekuatan material, tetapi pada akhirnya kerusakan akan terjadi jika cukup sering mengalami stress. Pada sendi sinovial, adanya gerakan rotasi dan slide dapat menyebabkan area permukaan sendi bergerak kedalam dan keluar dari area kontak. Proses ini menyebabkan stress yang berulang pada cartilago dan dapat terjadi selama aktivitas fisiologis manusia. Ketika cartilago terbebani, beban akan disanggah oleh matriks collagen/proteoglycan dan disanggah pula oleh adanya tahanan (resisten) dari gerakan cairan yang melewati cartilago. Dengan demikian, beban yang berulang dan gerakan sendi dapat menyebabkan stress yang berulang pada solid matriks serta terjadi exudasi dan inhibisi yang berulang dari cairan interstitial jaringan. Stress yang berulang pada matriks collagen/proteoglycan akan menyebabkan kerusakan pada : 1) Serabut collagen 2) Jaringan makromolekul proteoglycan, atau 3) Interface (ruang) antara serabut-serabut dan matriks interfibrillar. Dari sebagian besar hipotesis yang populer, salah satu hipothesis menyatakan bahwa kelelahan cartilago disebabkan oleh kerusakan akibat beban tension pada kerangka serabut collagen. Begitu pula, semakin bertambah usia dan adanya penyakit sebelumnya dapat menyebabkan perubahan yang berat di dalam populasi molekul proteoglycan. Perubahan ini merupakan bagian dari akumulasi kerusakan pada jaringan tersebut. Exudasi dan inhibisi cairan interstitial yang terjadi secara berulang-kali dapat menyebabkan pengeluaran molekul proteoglycan dari matriks cartilago mendekati permukaan sendi. Dengan kata lain, gerakan cairan akan jauh dari area stress yang terkonsentrasi (area kontak). Menurut Radin and Paul (1977) bahwa fenomena ini dapat menjelaskan mengapa beban yang tinggi sangat berbahaya bagi cartilago ; beban yang terjadi dengan cepat dan tiba-tiba akan menyebabkan cairan tidak sempat untuk bergerak jauh dari area kontak stress

120

121

yang tinggi, sehingga dengan demikian akan menghasilkan stress yang tinggi pada matriks collagen/proteoglycan. Kerusakan struktural pada cartilago dapat diobservasi melalui X-foto. Bagian vertikal dari cartilago yang memperlihatkan keretakan disebut dengan fibrillasi, yang akhirnya dapat meluas melewati lapisan cartilago yang sangat dalam. Kadang-kadang, lapisan cartilago mengalami lebih banyak erosi daripada retak. Sekali terjadi kerusakan mikrostruktur pada cartilago, maka mekanisme kerusakan yang bersifat mekanikal akan terjadi secara progresif ; terjadi pengeluaran molekul proteoglycan oleh gerakan cairan yang keras dan kemampuan self lubrikasi dari cartilago mengalami kerusakan. Proses ini mempercepat kerusakan interfasial dan terjadi kelelahan cartilago yang telah merusak matriks collagen/proteoglycan. e. Biomekanik Degenerasi Cartilago Cartilago sendi mempunyai kapasitas yang terbatas untuk perbaikan dan regenerasi. Jika stress yang besar terjadi pada cartilago maka kerusakan total dapat terjadi dengan sangat cepat. Suatu hipotesis menyatakan bahwa peningkatan kerusakan secara progresif berkaitan dengan : 1) 2) 3) Besarnya stress yang dialami. Jumlah stress tinggi yang dialami Molekul-molekul intrinsik dan struktur mikroskopik dari

matriks collagen/ proteoglycan. Besarnya stress yang dialami oleh cartilago ditentukan oleh beban total yang terjadi pada sendi dan bagaimana beban tersebut didistribusikan di atas area kontak (besarnya konsentrasi stress terjadi pada area kontak). Ada sejumlah kondisi yang banyak menyebabkan konsentrasi stress berlebihan dan menyebabkan kerusakan cartilago. Sebagian besar disebabkan oleh beberapa jenis sendi yang tidak kongruen sehingga menghasilkan secara abnormal area kontak yang kecil. Sebagai contoh, osteoarthrosis yang disebabkan oleh congenital acetabular displasia, capital femur epifisis yang tergelincir keluar, atau fraktur intraartikular (Murray, 1965).

121

122

Meniscectomy pada knee dapat mengeliminir fungsi penyebaran beban dari meniscus (Lutfi, 1975 ; Shrive et al., 1978), sementara ruftur ligamen dapat menghasilkan gerakan relatif yang berlebihan pada kedua ujung tulang (Jacobsen, 1977) sehingga menghasilkan peningkatan beban total dan peningkatan konsentrasi stress akibat articulatio sendi yang abnormal. Secara makroskopik, konsentrasi stress mempunyai efek yang lebih besar. Tekanan kontak yang tinggi diantara kedua permukaan dapat menurunkan mekanisme fluid film lubrication. Selanjutnya, kontak yang terjadi pada permukaan solid yang tajam dapat menyebabkan konsentrasi stress yang secara mikroskopik menghasilkan abrasi material dari kedua permukaan cartilago. Beberapa orang dengan pekerjaan atau hobby tertentu mempunyai insiden degenerasi yang tinggi, karena pekerjaan atau hobby-nya berkaitan dengan frekuensi pembebanan yang tinggi pada sendi dan besarnya beban total yang terjadi pada sendi. Sebagai contoh, sendi knee pada pemain sepakbola, sendi ankle pada pemain dancing ballet, dan lain-lain. Osteoarthrosis juga dapat terjadi secara sekunder akibat kelainan molekul-molekul intrinsik dan struktur mikroskopik dari matriks collagen/proteoglycan. Berbagai contoh dari fenomena ini adalah degenerasi sekunder pada RA, hemorrhages didalam ruang sendi pada kondisi hemophilia (Lee et al., 1974), gangguan metabolik collagen yang beragam, dan kemungkinan juga degradasi cartilago (penurunan fungsi) oleh enzym proteolytic (Ali and Evans, 1973). Adanya kelemahan struktural pada cartilago akan mudah mengalami kerusakan oleh beban stress yang normal dan frekuensi beban yang rendah. Fibrocartilago Sendi Pada beberapa sendi, fibrocartilago sendi bisa dalam bentuk diskus fibrocartilaginous atau parsial diskus yang dikenal sebagai meniskus, yang juga terdapat diantara tulang pembentuk sendi. Diskus intervertebralis dan meniskus knee joint adalah contoh fibrocartilago sendi. Diskus intervertebralis berperan sebagai bantalan diantara vertebra, mengurangi level/tingkat stress dengan menyebarkan

122

123

beban yang terjadi. Meskipun fungsi diskus dan meniskus tidak jelas, tetapi memungkinkan memiliki peran sebagai berikut : 1. Mendistribusikan berbagai beban diatas permukaan sendi 2. Memperbaikin kesesuaian/kecocokan dari permukaan sendi. 3. Membatasi translasi atau slip salah satu tulang dengan tulang lainnya. 4. Melindungi perifer (tepi) sendi. 5. Lubrikasi (pelumasan) 6. Shock absorpsi Jaringan Penyambung (konnektif) Sendi Tendon yang menghubungkan otot ke tulang, dan ligamen yang menghubungkan tulang ke tulang lainnya, adalah jaringan pasif yang secara utama terdiri dari serabut collagen dan serabut elastik. Tendon dan ligamen tidak memiliki kemampuan untuk berkontraksi seperti jaringan otot, tetapi dapat memanjang. Kedua jaringan ini bersifat elastik dan akan kembali ke posisi panjang awalnya setelah distretching (diregangkan), kecuali jaringan tersebut diregang melampaui batas elastiknya. Suatu tendon atau ligamen yang mengalami peregangan (stretch) melampaui batas elastiknya selama injury akan tetap dalam posisi teregang dan dapat dikembalikan ke posisi panjang awalnya hanya melalui pembedahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara rutinitas tendon akan mengalami penyembuhan untuk memperbaiki kerusakan kecil yang bersifat internal sepanjang daur kehidupan agar jaringan tetap utuh. Tendon dan ligamen seperti tulang, dapat merespon terhadap perubahan stress mekanikal yang habitual dengan menghasilkan hipertropi atau atropi. Penelitian telah menunjukkan bahwa latihan yang teratur dalam jangka waktu yang lama dapat menghasilkan peningkatan ukuran dan kekuatan pada tendon dan ligamen, serta peningkatan kekuatan hubungan antara tendon dan tulang atau antara ligamen dan tulang. Fakta (Evidence) juga menunjukkan bahwa ukuran ligamen seperti ligamen cruciatum anterior adalah proporsi dengan kekuatan antagonisnya (dalam hal ini adalah otot quadriceps). Tendon dan ligamen tidak dapat hanya mengalami

123

124

penyembuhan setelah ruptur, tetapi pada beberapa kasus/kondisi akan mengalami regenerasi secara keseluruhan, seperti dalam fakta (evidence) terjadi regenerasi sempurna pada tendon semitendinosus setelah tindakan pelepasan secara bedah untuk memperbaiki ruptur ligamen cruciatum anterior.

B. Stabilitas Sendi Stabilitas suatu sendi adalah kemampuan sendi untuk menahan terjadinya dislokasi. Secara spesifik, stabilitas sendi adalah kemampuan sendi untuk menahan pergeseran salah satu tulang terhadap tulang lainnya, sambil mencegah injury pada ligamen, otot, tendon otot disekitar sendi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas sendi : 1. Bentuk permukaan tulang pembentuk sendi Pada beberapa sendi mekanikal, bagian-bagian yang membentuk sendi selalu dalam bentuk yang berlawanan sehingga saling cocok satu sama lain dengan kuat (lihat gambar 8). Pada tubuh manusia, ujung tulang pembentuk sendi biasanya perpaduan antara permukaan konveks dan konkaf.

Gambar 8. Beberapa bentuk permukaan sendi Meskipun sebagian besar sendi memiliki bentuk permukaan sendi secara reciprokal, kedua permukaan tersebut tidak simetris, dan secara khas terjadi satu posisi yang paling rapat dimana terjadi area kontak yang maksimum. Hal ini dikenal sebagai close-packed position, dan dalam posisi ini stabilitas sendi biasanya sangat

124

125

besar. Suatu gerakan tulang pada sendi yang menjauhi dari close-packed position menghasilkan suatu posisi yang dikenal sebagai loose-packed position, dimana terjadi penurunan area kontak. Sedangkan suatu posisi sendi yang menghasilkan kelonggaran maksimal didalam sendi atau tidak ada kontak dalam sendi dikenal sebagai maximally loose-packed position. Beberapa permukaan sendi memiliki bentuk yang berbeda-beda sehingga dalam close-packed position dan loose pack position menghasilkan area kontak yang bervariasi (area kontak besar atau kecil) dan stabilitas yang berbeda-beda (bisa lebih stabil atau kurang stabil). Sebagai contoh, acetabulum memberikan socket yang relatif dalam untuk caput femur, dan selalu terjadi area kontak yang relatif besar antara kedua tulang, hal ini yang menjadi salah satu alasan bahwa hip adalah sendi yang stabil. Namun demikian pada shoulder, fossa glenoidalis yang kecil memiliki diameter vertikal sekitar 75% dari diameter vertikal caput humeri dan diameter horizontal yang 60% dari ukuran caput humeri. Olah karena itu, area kontak antara kedua tulang tersebut relatif kecil sehingga memberikan kontribusi terhadap instabilitas relatif pada shoulder kompleks. Ditemukan adanya variasi anatomikal dalam bentuk dan ukuran permukaan tulang pembentuk sendi diantara beberapa individu ; oleh karena itu, beberapa orang memiliki sendi-sendi yang lebih atau kurang stabil daripada rata-rata. 2. Susunan ligamen dan otot Ligamen, otot, dan tendon otot relatif mempengaruhi stabilitas sendi. Pada beberapa sendi seperti knee dan shoulder, dimana konfigurasi tulang pembentuk sendinya terutama tidak stabil, namun ketegangan ligamen dan otot dapat memberikan kontribusi secara signifikan terhadap stabilitas sendi dengan membantu mempertahankan ujung tulang pembentuk sendi secara bersama-sama. Jika jaringan otot lemah akibat disuse (inaktivitas) atau ligamen laxity akibat overstretch (peregangan berlebihan), maka stabilitas sendi akan menurun. Ligamen dan otot yang kuat seringkali dapat meningkatkan stabilitas sendi. Sebagai contoh, latihan penguatan (strengthening) pada group otot quadriceps dan hamstring dapat

125

126

meningkatkan stabilitas knee joint. Susunan yang kompleks dari ligamen dan tendon yang membungkus knee dapat dilihat pada gambar 9. Sudut perlekatan sebagian besar tendon pada tulang tersusun sedemikian rupa sehingga ketika otot menghasilkan ketegangan maka ujung tulang pembentuk sendi akan tertarik saling merapat satu sama lain, hal ini akan meningkatkan stabilitas sendi. Keadaan ini biasanya ditemukan ketika otot sisi lawanannya (antagonis) menghasilkan ketegangan secara simultan (bersamaan). Namun demikian, ketika otot mengalami kelelahan, maka otot kurang mampu memberikan kontribusi terhadap stabilitas sendi, dan injury mungkin lebih sering terjadi. Ruptur ligamen cruciatum paling sering terjadi ketika ketegangan pada otot yang lelah disekitar knee tidak cukup untuk melindungi ligamen cruciatum dari peregangan (stretch) yang melampaui batas elastiknya.

Gambar 9. Susunan ligamen dan tendon yang membungkus knee joint 3. Jaringan penyambung lainnya (connective tissue).

126

127

Jaringan penyambung fibrous yang berwarna putih dikenal sebagai fascia. Fascia mengelilingi atau membungkus otot dan bundel serabut otot didalam otot, memberikan proteksi dan support. Suatu fascia yang sangat kuat atau traktus fascia yang menonjol dikenal sebagai traktus iliotibial band yang melintas pada sisi lateral knee (lihat gambar 10), dapat memberikan kontribusi terhadap stabilitas knee. Fascia dan kulit pada lapisan luar tubuh merupakan jaringan lainnya yang memberikan kontribusi terhadap integritas sendi.

Gambar 10. Traktus Iliotibial band pada sisil lateral knee C. Fleksibilitas Sendi

127

128

Fleksibilitas sendi merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan range of motion (ROM) yang terjadi pada setiap bidang gerak pada sebuah sendi. Statik fleksibilitas menunjukkan suatu ROM yang ada ketika segmen tubuh secara pasif digerakkan (oleh fisioterapis atau dokter), sedangkan dinamik fleksibilitas menunjukkan pada ROM yang dapat dicapai oleh gerakan segmen tubuh secara aktif yang dihasilkan oleh kontraksi otot. Statik fleksibilitas merupakan indikator yang baik untuk relatif tightness atau laxitas sendi, dimana implikasi untuk potensial injury. Namun demikian, dinamik fleksibilitas harus cukup atau tidak membatasi ROM yang dibutuhkan untuk aktivitas kegiatan sehari (ADL), kerja, atau aktivitas olahraga. Penelitian menunjukkan bahwa kedua komponen fleksibilitas ini adalah independen satu sama lain. Meskipun fleksibilitas secara umum seringkali dibandingkan, secara aktual fleksibilitas merupakan spesifik sendi. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah atau besarnya fleksibilitas yang luas pada salah satu sendi tidak menjamin terjadi derajat fleksibilitas yang sama pada seluruh sendi. Pengukuran ROM Sendi ROM sendi dapat diukur secara langsung dalam unit derajat. Pada posisi anatomikal, seluruh sendi dianggap berada pada derajat 0 (zero degree). Oleh karena itu, ROM fleksi hip merupakan ukuran derajat yang dicapai oleh tungkai yang bergerak dari 0o ke titik maksimum fleksi (lihat gambar 11). Sedangkan ROM extensi (kembali ke posisi anatomikal) adalah gerakan dari fleksi maksimum ke posisi 0o, kemudian gerakan dari posisi anatomikal ke arah lain (ke posterior) diukur sebagai ROM hiperekstensi. Alat yang digunakan untuk mengukur ROM sendi dapat dilihat pada gambar 12.

128

129

Gambar 11. Gerakan fleksi hip dengan ROM yang dicapai Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fleksibilitas Sendi Faktor-faktor yang berbeda dapat mempengaruhi fleksibilitas sendi. Bentuk permukaan tulang pembentuk sendi dan keterlibatan otot atau jaringan lemak dapat mempengaruhi atau mengakhiri gerakan pada ROM yang luas. Sebagai contoh, ketika elbow mengalami hiperextensi yang luas maka kontak olecranon ulna dengan fossa olecranon humerus dapat membatasi gerakan yang lebih jauh. Otot dan/atau lemak pada bagian anterior lengan dapat membatasi gerakan fleksi elbow. Beberapa atlit pada olahraga asimetris secara bilateral seperti tennis mungkin memiliki ROM yang kurang pada lengan yang dominan daripada lengan yang nondominan di glenohumeral joint shoulder.

129

130

Gambar 12.

Alat ukur goniometer, elektrogoniometer, dan Leighton flexometer digunakan untuk mengukur ROM

Fleksibilitas sendi utamanya merupakan fungsi relatif laxitas dan/atau extensibilitas jaringan kolagen dan otot yang melewati sendi untuk sebagian besar populasi. Ketegangan ligamen dan otot yang membatasi extensibilitas merupakan inhibitor yang paling besar untuk ROM sendi. Ketika jaringan tersebut tidak terulur (stretch) maka extensibilitasnya akan menurun. Kandungan air dari diskus cartilaginous yang ada pada beberapa sendi juga mempengaruhi mobilitas sendi-sendi tersebut. Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa extensibilitas jaringan kolagen sedikit meningkat pada kenaikan temperatur. Meskipun penemuan ini menjelaskan bahwa latihan warm-up dapat meningkatkan ROM sendi, hal ini belum didokumentasikan dengan baik pada manusia. Durasi 15 menit pada statik bicycle telah menunjukkan adanya penurunan resting tension (ketegangan saat istirahat) pada otot hamstring, yang disertai dengan peningkatan ROM hip. Namun demikian, dalam suatu penelitian yang membandingkan efek-efek statik stretching pada ROM ankle dengan statik stretching yang didahului oleh latihan warm-up, aplikasi panas superfisial, atau ultrasound, menunjukkan bahwa semua protokol menghasilkan efek-efek yang sama. Oleh karena itu, penelitian yang lebih lanjut dibutuhkan untuk mengidentifikasi mekanisme spesifik yang berperan dalam efek-efek warm-up pada ROM sendi. D. Asas

130

131

BIOMEKANIK OTOT SKELETAL Otot hanya merupakan jaringan yang mampu secara aktif mengembangkan ketegangan (tension). Karakteristik ini memungkinkan otot skeletal atau otot lurik dapat melakukan fungsi penting dalam mempertahankan postur tubuh tegak, menggerakkan anggota gerak tubuh, dan mengabsorbsi (meredam) terjadinya shock. Karena otot hanya dapat melakukan fungsi tersebut pada saat dirangsang dengan baik, maka sistem saraf dan sistem otot secara kolektif seringkali dikenal sebagai neuromuskular system. Pada bab ini akan dibahas tentang sifat-sifat jaringan otot, organisasi fungsional dari jaringan otot, dan aspek biomekanik dari fungsi otot. A. Sifat-sifat Jaringan Otot Ada 4 sifat jaringan otot yaitu ekstensibilitas, elastisitas, irritabilitas, dan kemampuan mengembangkan ketegangan (tension). Sifat-sifat tersebut umumnya terdapat pada seluruh otot yaitu otot jantung, otot halus, dan otot skeletal pada manusia, juga dimiliki oleh otot-otot mamalia, reptil, amphibi, burung, dan serangga. Ekstensibilitas dan Elastisitas Sifat ekstensibilitas dan elastisitas umumnya terdapat pada beberapa jaringan biologis. Seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini, ekstensibilitas adalah kemampuan terulur atau meningkatnya pemanjangan otot, dan elastisitas adalah kemampuan otot untuk kembali ke panjang normal setelah diulur (distretch). Elastisitas otot akan mengembalikan otot ke posisi pemanjangan istirahat normal (normal resting)

131

132

setelah mengalami penguluran dan memberikan transmisi ketegangan yang halus dari otot ke tulang. Sifat elastis otot digambarkan sebagai 2 komponen utama. Komponen elastis paralel (PEC) ditunjukkan oleh membran otot, yang memberikan tahanan pada saat otot secara pasif terulur (stretch). Komponen elastis seri (SEC) terdapat pada tendon, bekerja sebagai pegas yang lentur untuk menyimpan energi elastis ketika otot yang tegang diulur (distretch). Komponen-komponen elastisitas otot ini dinamakan demikian karena membran otot dan tendon masing-masing paralel dengan serabut otot dan seri atau segaris dengan serabut otot, dimana memberikan komponen kontraktil. Elastisitas otot skeletal manusia secara utama terdapat pada SEC (tendon). Baik SEC dan PEC memiliki sifat merekat yang memungkinkan otot terulur dan kembali ke dalam bentuk semula. Ketika penguluran statik pada group otot seperti hamstring dipertahankan selama jangka waktu tertentu, maka secara progresif otot akan memanjang, dan meningkatkan ROM sendi. Demikian pula, setelah group otot tertentu diulur (distretch), maka tidak akan kembali dengan segera ke posisi pemanjangan istirahat (resting length), tetapi secara bertahap akan memendek selama jangka waktu tertentu. Respon viskoelastik ini pada otot tidak bergantung pada jenis kelamin (independent). Irritabilitas dan Kemampuan Mengembangkan Ketegangan Sifat karakteristik otot lainnya adalah irritabilitas. Irritabilitas adalah kemampuan untuk merespon suatu stimulus. Stimulus yang mempengaruhi otot dapat berupa elektrokimiawi seperti aksi potensial dari saraf yang mempersarafinya, atau mekanikal seperti pukulan/benturan dari luar pada bagian otot. Ketika diaktivasi oleh stimulus maka otot akan merespon dengan berkembangnya ketegangan (tension). Kemampuan untuk mengembangkan ketegangan (tension) merupakan salah satu sifat karakteristik yang khas pada jaringan otot. Secara historis, perkembangan ketegangan (tension) dari otot telah dikenal sebagai kontraksi, atau komponen kontraktil dari fungsi otot. Kontraktilitas adalah kemampuan otot untuk memendek dari panjang otot. Namun demikian, ketegangan pada suatu otot tidak mungkin menghasilkan pemendekan otot (akan dibahas pada subbab berikutnya).

132

133

B. Organisasi Struktural Otot Skeletal Ada sekitar 434 otot pada tubuh manusia, yang membentuk 40% - 45% dari berat tubuh sebagian besar orang dewasa. Otot-otot didistribusikan secara berpasangan pada sisi kanan dan kiri dari tubuh. Sekitar 75% pasangan otot bertanggung jawab terhadap gerakan tubuh dan postur tubuh, dengan masih melibatkan seperti kontrol mata dan menelan dalam aktivitas. Ketika ketegangan berkembang pada suatu otot, maka pertimbangan biomekanik seperti besarnya gaya yang dibangkitkan, kecepatan gaya yang berkembang, dan lamanya waktu gaya tersebut dipertahankan dapat dipengaruhi oleh karakteristik anatomis dan fisiologis tertentu dari otot tersebut. Serabut Otot Sebuah sel otot tunggal dinamakan dengan serabut otot karena berbentuk seperti benang/ serabut. Membran yang membungkus serabut otot kadang-kadang dinamakan dengan sarkolemma dan secara khusus sitoplasma ini dinamakan dengan sarkoplasma. Sarkoplasma pada setiap serabut otot mengandung sejumlah nukleus dan mitokondria, serta sejumlah benang/serabut myofibril yang berjalan paralel sejajar satu sama lain. Myofibril mengandung 2 tipe filamen protein yang susunannya menghasilkan karakteristik pola striated sehingga dinamakan otot striated atau otot skeletal. Observasi melalui mikroskop terlihat adanya perubahan struktur bands (A bands, I bands) dan garis didalam otot skeletal selama kontraksi otot. Sarkomer terbagi-bagi antara 2 Z lines, yang merupakan unit struktural dasar dari serabut otot. Setiap sarkomer dibagi dua oleh suatu M line. A band berisi filamen myosin yang kasar dan tebal, serta dikelilingi oleh 6 filamen aktin yang tipis dan halus. I band berisi hanya filamen aktin yang tipis. Pada kedua band tersebut, filamen-filamen protein dipertahankan dalam posisinya oleh perlekatan pada Z line, yang melekat ke sarkolemma. Pada pusat A band terdapat H zone, yang berisi hanya filamen myosin yang tebal.

133

134

134

135

Gambar 13. Struktur otot dan sel otot Selama kontraksi otot, filamen aktin yang tipis dari salah satu ujung sarkomer akan slide satu sama lain. Sebagaimana terlihat melalui mikroskop, Z line bergerak kearah A bands untuk mempertahankan ukuran awalnya, sementara I bands menjadi sempit dan H zone menjadi hilang. Proyeksi dari filamen myosin dinamakan dengan cross-bridge yang membentuk hubungan fisik dengan filamen aktin selama kontraksi otot, dengan sejumlah hubungan yang proporsional dengan produksi gaya dan pengeluaran energi. Suatu saluran jaringan membran yang dikenal sebagai retikulum sarkoplasmik adalah berhubungan dengan setiap serabut secara external. Secara internal, serabut terbelah oleh terowongan kecil yang dinamakan dengan transverse tubule. Transverse tubule berjalan secara sempurna melalui serabut dan hanya terbuka kearah external. Retikulum sarkoplasmik dan transverse tubule merupakan saluran-saluran untuk tranportasi mediator elektrokimiawi dari aktivasi otot. Beberapa lapisan jaringan konektif/ penyambung memberikan superstruktur untuk struktur serabut otot. Setiap membran serabut atau sarkolemma dikelilingi atau dibungkus oleh jaringan konektif tipis yang dinamakan dengan endomysium. Serabut-serabut otot yang tergabung kedalam fascicle dibungkus oleh jaringan konektif yang dikenal sebagai perimysium. Kelompokkelompok fascicle membentuk otot secara keseluruhan yang kemudian dibungkus/ dikelilingi oleh epimysium, yang berlanjut sampai dengan tendon otot. Pada usia dewasa, terlihat sangat bervariasi panjang dan diameter serabut otot didalam otot. Beberapa serabut dapat berjalan pada seluruh panjang otot, sedangkan otot lainnya jauh lebih pendek. Serabut dengan panjang diatas 30 cm telah diidentifikasi terdapat pada otot sartorius. Serabut otot skeletal akan tumbuh panjang dan diameternya

135

136

dari lahir sampai dewasa, dengan 5 kali lipat peningkatan diameter serabut selama masa ini. Diameter serabut juga dapat meningkat oleh program resistance training dengan beberapa repetisi pada beban yang besar dalam seluruh kelompok usia dewasa. Secara genetik, sejumlah serabut otot yang ada ditentukan dan bervariasi dari orang ke orang. Jumlah serabut yang sama yang nampak saat lahir akan dipertahankan sepanjang kehidupannya, kecuali kadang-kadang hilang/menurun setelah injury. Peningkatan ukuran otot setelah resistance training secara umum diyakini terjadi peningkatan diameter serabut otot yang lebih besar daripada jumlah serabut otot. Namun demikian, kemungkinan terjadi hiperplasia atau peningkatan jumlah serabut otot dapat terjadi diantara beberapa individu sebagai respon terhadap program training. Motor Unit Serabut otot diorganisasi/diatur kedalam group fungsional dengan ukuran yang berbeda-beda. Sejumlah serabut otot yang diinnervasi oleh susunan motor neuron tunggal, kelompok ini dikenal sebagai motor unit. Axon pada setiap motor neuron akan membagi beberapa cabang sehingga setiap serabut otot disuplai oleh satu motor end plate. Secara khas, hanya satu motor end plate per serabut otot. Serabut dari sebuah motor unit dapat menyebar diatas area beberapa sentimeter dan diselang-seling oleh serabut motor unit lainnya. Suatu pengecualian yang jarang terjadi adalah motor unit dibatasi pada suatu otot tunggal dan terlokalisir didalam otot tersebut. Sebuah motor unit tunggal pada mammalia dapat berisi dari kurang lebih 100 sampai mendekati 2000 serabut, bergantung pada tipe gerakan yang dihasilkan oleh otot tersebut. Gerakangerakan yang dikontrol dengan tepat, seperti gerakan mata atau jari-jari dihasilkan oleh motor unit-motor unit dengan jumlah serabut yang kecil. Gerakan yang kasar, sangat kuat, seperti gerakan yang dihasilkan oleh gastrocnemius yang merupakan hasil dari aktivitas motor unit yang besar.

136

137

Gambar 14. Motor Unit Sebagian besar motor unit skeletal pada mamalia tersusun oleh sel-sel twitch-tipe yang merespon terhadap stimulus tunggal, dengan berkembangnya tension (ketegangan) dalam bentuk seperti twitch (kejutan). Ketegangan pada serabut twitch setelah adanya stimulus dari impuls saraf tunggal dapat meningkatkan nilai puncak kurang lebih 100 msec kemudian segera menurun. Namun demikian, pada tubuh manusia, motor unit secara umum diaktivasi oleh sejumlah impuls saraf. Ketika impuls yang cukup dan cepat, mengaktivasi sebuah serabut yang siap dalam keadaan tension (ketegangan), maka sumasi akan terjadi dan tension secara progresif akan meningkat sampai tercapai nilai maksimum bagi serabut tersebut. Sebuah serabut yang secara berulang diaktivasi agar supaya dapat dipertahankan pada level tension maksimum selama waktu tertentu, hal ini dalam keadaan tetanus. Ketegangan (tension) yang terjadi selama tetanus dapat mencapai sebanyak 4 kali puncak ketegangan selama twitch tunggal. Pada saat tetanus berlangsung lama, maka kelelahan dapat menyebabkan penurunan level tension secara bertahap. Tidak semua motor unit skeletal manusia adalah dari tipe twitch. Motor unit dari tipe tonik ditemukan pada organ occulomotor. Motor unit ini memerlukan lebih banyak stimulus daripada stimulus tunggal sebelum terjadi perkembangan awal dari tension. Tipe Serabut Serabut otot skeletal memperlihatkan beberapa struktural, histokimiawi, dan sifat karakteristik yang berbeda-beda. Karena perbedaan ini memiliki implikasi langsung terhadap fungsi otot, maka serabut otot merupakan hal yang menarik bagi para ilmuwan. Serabut dari beberapa motor unit akan berkontraksi sampai mencapai ketegangan

137

138

(tension) maksimum yang lebih cepat daripada serabut lainnya setelah distimulasi. Berdasarkan pada perbedaan karakteristik ini, serabut otot dibagi kedalam 2 kategori utama yaitu serabut fast twitch (FT) dan slow twitch (ST). Untuk mencapai puncak ketegangan, serabut FT hanya mengambil waktu sekitar 1/7 dibandingkan dengan waktu yang diperlukan oleh serabut ST. Namun demikian, kisaran waktu twitch yang besar untuk mencapai ketegangan maksimum nampak terlihat pada kedua kategori tersebut. Perbedaan waktu puncak ketegangan tersebut disebabkan oleh adanya konsentrasi myosin ATPase yang tinggi pada serabut FT. Serabut FT juga lebih besar diameternya daripada serabut ST. Karena karakteristiknya, maka serabut FT biasanya lebih cepat lelah daripada serabut ST. Meskipun keutuhan serabut FT dan ST dalam otot dapat membangkitkan jumlah gaya puncak isometrik yang sama per area cross-sectional (diameter) otot, beberapa orang yang memiliki persentase serabut FT yang tinggi mampu membangkitkan jumlah torque dan power yang tinggi selama gerakan daripada memiliki lebih banyak serabut ST. Serabut FT terbagi kedalam 2 kategori berdasarkan pada unsur histokimiawi. Tipe pertama dari serabut FT tahan terhadap kelelahan seperti karakteristik serabut ST. Tipe kedua dari serabut FT memiliki diameter yang besar, mengandung mitokondria dalam jumlah yang sedikit, dan lebih cepat lelah daripada tipe pertama. Para peneliti telah menjelaskan beberapa skema kategorisasi berdasarkan pada unsur metabolik dan kontraktil dari ketiga tipe serabut yang berbeda (tabel 1). Pada salah satu skeme, serabut ST dikenal sebagai tipe I, dan serabut FT disebut dengan tipe IIa dan tipe IIb. Istilah sistem lainnya adalah serabut ST dikenal sebagai slow-twitch oxidative (SO), serabut FT terbagi kedalam serabut fast-twitch oxidative glycolytic (FOG) dan fast-twitch glycolytic (FG). Kategorisasi tambahan lainnya adalah serabut ST, dan serabut fast-twicth fatigue resistant (FFR) serta serabut fast-twitch fast fatigue (FF). Beberapa sistem klasifikasi ini didasarkan pada perbedaan unsur serabut, dan tidak dapat dipertukarkan. Meskipun seluruh serabut pada sebuah motor unit adalah tipe yang sama, sebagian besar otot skeletal mengandung serabut FT dan ST, dengan jumlah yang relatif bervariasi dari otot ke otot dan individu ke individu. Sebagai contoh, otot soleus secara umum

138

139

hanya digunakan untuk penyesuaian postural sehingga mengandung terutama serabut ST. Sebaliknya, otot gastrocnemius dapat mengandung lebih banyak serabut FT daripada serabut ST.

Tabel 3. Karakteristik Serabut Otot Skeletal Tipe I Slow-Twitch Oxidative (SO) Serabut Slow-Twitch (ST) Rendah Rendah Kecil Rendah Tinggi Rendah Tipe IIa Fast-Twitch Oxidative Glycolytic (FOG) Serabut Fast-Twitch Fatigue Resistant (FFR) Cepat Sedang Sedang Tinggi Tinggi Sedang Tipe Iib Fast-Twitch Glycolytic (FG) Serabut Fast-Twitch Fast Fatigue (FF) Cepat Cepat Besar Tinggi Rendah Tinggi

Karakteristik

Kecepatan kontraksi Kelelahan Diameter Konsentrasi ATPase Konsentrasi Mitokondria Konsentrasi Enzym Glycolytic

Serabut FT merupakan kontributor yang penting untuk kesuksesan performa atlit dalam suatu event/pertandingan yang memerlukan kecepatan, kontraksi otot yang sangat kuat dan cepat (power), seperti lari cepat (sprint) dan melompat. Suatu event/pertandingan yang membutuhkan endurance (daya tahan) seperti lari jarak jauh, bersepeda, berenang memerlukan fungsi serabut ST yang lebih tahan lelah secara efektif. Penggunaan biopsi otot yang dilakukan oleh para peneliti menunjukkan sangat mendukung kesuksesan atlit pada event-event yang memerlukan strength (kekuatan) dan

139

140

power yang cenderung memiliki proporsi serabut FT yang tinggi, dan atlit-atlit yang endurance tinggi biasanya secara abnormal memiliki proporsi serabut ST yang tinggi. Meskipun penemuan ini menjelaskan bahwa program atletik training dapat menyebabkan konversi serabut dari ST ke FT atau sebaliknya, hal ini belum ditemukan pada kasus nyata. Endurance exercise training (latihan daya tahan) telah menunjukkan dapat meningkatkan kecepatan kontraksi dari serabut ST soleus yang dominan menjadi 20%. Namun demikian, peningkatan ini berkaitan dengan peningkatan konsentrasi serabut ATPase yang lebih besar daripada peningkatan persentase serabut fast-twitch yang ada dalam otot. Meskipun demikian, didalam serabut FT telah ditemukan dapat terjadi konversi dari tipe IIb ke tipe IIa dengan program resistance (strength) training yang berat (latihan penguatan), endurance training (latihan daya tahan), serta konsentrik dan eksentrik isokinetik training. Beberapa orang yang secara genetik diberikan persentase serabut FT yang tinggi cenderung berolahraga yang memerlukan strength (kekuatan), dan beberapa orang yang secara genetik diberikan persentase serabut ST yang tinggi akan memilih olahraga endurance (daya tahan). Namun demikian, distribusi tipe serabut otot pada atlit strengthtrained dan atlit endurance-trained tergolong dalam kisaran (range) komposisi tipe serabut yang ditemukan pada beberapa orang tidak terlatih (untrained). Dalam populasi umum distribusi komposisi FT versus ST nampak terlihat, dan sebagian besar orang memiliki keseimbangan serabut FT dan ST, serta relatif persentase yang kecil orangorang yang memiliki jumlah serabut FT yang sangat besar atau serabut ST yang sangat besar. Diketahui ada 2 faktor yang mempengaruhi komposisi tipe serabut otot yaitu usia dan obesitas. Terjadi secara progresif, dimana usia berkaitan dengan penurunan jumlah motor unit dan serabut otot serta ukuran serabut tipe II tidak berkaitan dengan jenis kelamin atau training. Suatu penelitian longitudinal terhadap 28 pelari jarak jauh menunjukkan bahwa terdapat peningkatan proporsi yang signifikan pada serabut tipe I selama jangka waktu 20 tahun, diperkirakan akibat hilangnya serabut tipe II secara selektif. Sebaliknya, bayi dan anak-anak juga memiliki proporsi yang lebih kecil secara signifikan pada serabut tipe IIb daripada orang dewasa, dan secara signifikan ditemukan

140

141

proporsi yang rendah pada serabut tipe IIb orang dewasa yang obesitas dibandingkan dengan orang dewasa yang non-obesitas. Bukti/fakta yang baru, menekankan pada peran genetik terhadap tipe serabut dan menjelaskan bahwa otot skeletal dapat beradaptasi terhadap tuntutan perubahan fungsional dengan menghasilkan perubahan pada phenotype genetik dari serabut seseorang. Sel-sel batang myogenik yang dinamakan dengan sel-sel satelit secara normal menjadi inaktif, tetapi dapat dirangsang melalui perubahan pada aktivitas otot secara habitual (kebiasaan) untuk proliferasi dan membentuk serabut otot yang baru. Hal ini dapat menjadi hipotesis bahwa regenerasi otot setelah latihan dapat memberikan suatu stimulus terhadap keterlibatan sel satelit dalam remodeling (perbaikan) otot melalui perubahan genetik yang nampak pada serabut otot dan fungsinya didalam otot. Arsitektur Serabut Variabel lainnya yang mempengaruhi fungsi otot adalah susunan serabut didalam otot. Orientasi serabut didalam otot dan susunannnya dimana serabut melekat pada tendon sangat bervariasi diantara otot-otot pada tubuh manusia. Orientasi struktural ini dapat mempengaruhi strength (kekuatan) kontraksi otot dan ROM yang dilalui oleh group otot yang menggerakkan segmen tubuh. Ada 2 kategori utama susunan serabut otot yaitu susunan serabut paralel dan susunan serabut pennate. Meskipun terdapat sejumlah subkategori dari susunan serabut paralel dan pennate, perbedaan antara 2 kategori utama tersebut cukup untuk menjelaskan gambaran biomekanikalnya. Pada susunan serabut paralel, orientasi serabut sangat paralel dengan axis longitudinal otot. Otot sartorius, rectus abdominis, dan biceps brachii memiliki orientasi serabut paralel. Pada sebagian besar serabut otot yang paralel, terdapat serabut yang tidak memanjang pada seluruh panjang otot, tetapi berakhir pada suatu lokasi didalam muscle belly. Begitu serabut memiliki spesialisasi struktural yang memberikan interkoneksi dengan serabut didekatnya pada beberapa titik/lokasi sepanjang permukaan serabut, hal ini memungkinkan pengiriman ketegangan (tension) ketika serabut dirangsang.

141

142

Susunan serabut pennate adalah susunan serabut yang membentuk sudut terhadap axis longitudinal otot. Setiap serabut dalam otot pennate melekat pada salah satu atau lebih tendon, beberapa serabut memanjang pada seluruh panjang otot. Serabut dari suatu otot dapat memperlihatkan lebih dari satu sudut pennation (sudut perlekatan) pada sebuah tendon. Otot tibialis posterior, rectus femoris, dan otot deltoid memiliki susunan serabut pennate. Ketika ketegangan (tension) berkembang dalam otot yang berserabut paralel, adanya pemendekan otot terutama dihasilkan dari pemendekan serabutnya. Ketika serabut dari otot pennate memendek, maka serabut-serabutnya akan berotasi disekitar perlekatan tendonnya atau perlekatannya, yang secara progresif meningkatkan sudut pennation. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa lebih besar sudut pennation, maka lebih kecil jumlah gaya efektif yang ditransmisikan secara aktual ke tendon untuk menggerakkan perlekatannya dengan tulang. Jika sudut pennation melebihi 60o, maka jumlah gaya efektif yang ditransfer ke tendon kurang dari gaya yang dihasilkan oleh serabut otot. Pelari cepat (sprinter) ditemukan memiliki otot tungkai dengan sudut pennation lebih kecil dari sudut pennation pelari jarak jauh, dengan demikian sudut pennation yang lebih kecil akan memberikan keuntungan yaitu kecepatan kontraksi memendek yang lebih besar untuk menghasilkan kecepatan lari yang lebih tinggi. Meskipun pennation menurunkan gaya efektif yang dibangkitkan pada level ketegangan serabut, susunan ini memberikan kemasan lebih banyak serabut daripada yang dibentuk kedalam otot longitudinal yang menempati space/ruang yang sama. Karena otot pennate berisi lebih banyak serabut per unit volume otot, maka otot tersebut dapat membangkitkan lebih besar gaya daripada otot dengan serabut paralel dalam ukuran yang sama. Hal yang menarik adalah ketika otot mengalami hipertropi maka secara bersamaan terjadi peningkatan angulasi (sudut) pada bagian serabut, dan bahkan tidak adanya hipertropi, otot yang lebih tebal memiliki sudut pennation yang lebih besar. Sebaliknya, susunan serabut paralel dapat memungkinkan pemendekan yang lebih besar pada seluruh bundel otot daripada susunan serabut pennate. Otot-otot berserabut paralel dapat menggerakkan segmen-segmen tubuh melalui ROM yang lebih luas dibandingkan dengan otot-otot berserabut pennate. Suatu penelitian lanjut menjelaskan

142

143

bahwa terdapat perbedaan organisasi struktural regional dan perbedaan fungsional regional didalam otot. C. Fungsi Otot Skeletal Ketika otot secara aktif mengembangkan ketegangan, besarnya ketegangan yang ada adalah konstan pada seluruh panjang otot, baik pada tendon dan lokasi perlekatan muskulotendinogen pada tulang. Gaya ketegangan berkembang oleh adanya tarikan otot pada perlekatannya di tulang dan menciptakan torque pada sendi-sendi yang dilewati oleh otot. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa besarnya torque yang dibangkitkan adalah hasil dari gaya otot dan lengan momen gaya. Beratnya segmen tubuh tempat perlekatan otot, gaya eksternal yang bekerja pada tubuh, dan ketegangan suatu otot yang melewati sendi seluruhnya dapat membangkitkan torque pada sendi tersebut. 1. Recruitment (Perekrutan) Motor Unit Sistem saraf pusat menggunakan sistem kontrol elaborasi yang memungkinkan perpaduan kecepatan dan besarnya kontraksi otot untuk keperluan gerakan sehingga gerakan yang dilakukan menjadi halus, enak, dan tepat. Neuron-neuron yang menginnervasi motor unit ST secara umum memiliki nilai ambang rangsang yang rendah dan relatif mudah diaktivasi, sedangkan motor unit FT disuplai oleh sarafsaraf yang lebih sulit diaktivasi. Maka dari itu, serabut ST diaktivasi terlebih dahulu, bahkan ketika terjadi gerakan ekstremitas yang cepat. Pada saat diperlukan gaya, kecepatan, dan/atau durasi aktivitas yang meningkat, maka motor unit dengan ambang rangsang yang tinggi akan teraktivasi secara progresif, yaitu dengan serabut tambahan tipe IIa (FOG) sebelum serabut tipe IIb (FG). Didalam setiap tipe serabut, mudah mengalami aktivasi secara berkelanjutan, dan sistem saraf pusat akan mengaktivasi secara selektif lebih banyak motor unit atau sedikit motor unit. Selama latihan intensitas rendah, sistem saraf pusat akan merekrut hampir secara eksklusif serabut ST. Pada saat akivitas berlanjut dan terjadi kelelahan, maka motor unit tipe IIa dan kemudian tipe IIb akan teraktivasi sampai seluruh motor unit terlibat.

143

144

2. Perubahan panjang otot yang berkaitan dengan Perkembangan Tension Ketika ketegangan otot menghasilkan torque yang lebih besar daripada torque resistive pada sendi, maka otot akan berkontraksi memendek sehingga menyebabkan suatu perubahan pada derajat sendi. Ketika otot berkontraksi memendek maka kontraksinya adalah konsentrik dan menghasilkan gerakan sendi dalam arah yang sama sebagaimana rangkaian torque dibangkitkan oleh otot. Serabut otot tunggal mampu memendek sampai sekitar dari normal resting length. Otot-otot juga dapat berkembang ketegangannya tanpa memendek. Jika torque yang berlawanan pada sendi yang dilewati oleh otot adalah sama dengan torque yang dihasilkan oleh otot (dengan zero pada torque), maka panjang otot masih tidak mengalami perubahan dan tidak ada gerakan yang terjadi pada sendi. Ketika ketegangan otot berkembang tetapi tidak mengalami perubahan panjang otot maka kontraksinya adalah isometrik. Karena perkembangan tension dapat meningkatkan diameter otot, maka body builder dapat mengembangkan ketegangan isometrik untuk memperlihatkan ototnya ketika berkompetisi. Pengembangan ketegangan isometrik secara simultan pada beberapa otot dalam arah yang berlawanan, seperti otot triceps brachii dan biceps brachii, dapat memperbesar area cross-sectional pada otot yang tegang tersebut, meskipun tidak ada gerakan yang terjadi pada shoulder atau elbow joint. Ketika torque sendi yang berlawanan melebihi ketegangan otot yang dihasilkan maka otot akan berkontraksi memanjang. Ketika otot berkontraksi memanjang untuk mengembangkan ketegangan, maka kontraksinya adalah eksentrik dan arah gerakan sendi berlawanan dengan torque otot. Ketegangan/kontraksi eksentrik terjadi pada fleksor elbow selama ekstensi elbow atau fase menurunkan beban pada curl exercise. Ketegangan/kontraksi eksentrik bekerja sebagai braking mechanism (mekanisme pengereman) untuk mengontrol kecepatan gerak. Tanpa adanya ketegangan eksentrik pada otot-otot, maka lengan bawah, tangan, dan beban akan diturunkan dalam pola yang tidak terkontrol karena adanya gaya gravitasi. Penelitian menunjukkan bahwa meningkatnya kemampuan untuk mengembangkan ketegangan dibawah kontraksi

144

145

konsentrik, isometrik, dan eksentrik dapat tercapai dengan sangat baik melalui training dengan masing-masing bentuk latihan yang sama. 3. Peran Otot Suatu otot yang aktif hanya dapat melakukan satu fungsi yaitu menghasilkan atau mengembangkan tension (ketegangan). Karena satu otot jarang bekerja secara terisolir, maka fungsi atau peran suatu otot selalu bekerja dengan otot-otot lainnya yang melintasi sendi yang sama. Ketika suatu otot berkontraksi dan menyebabkan gerakan pada segmen tubuh dari suatu sendi, maka otot bekerja sebagai agonis, atau mover (penggerak). Karena beberapa otot yang berbeda sering memberikan kontribusi terhadap gerakan, maka terdapat perbedaan antara agonis primer dan agonis assistant (pembantu) sebagai contoh, selama fleksi elbow, otot brachialis dan dan biceps brachii bekerja sebagai agonis primer sedangkan brachioradialis, ekstensor carpi radialis longus, dan pronator teres bekerja sebagai agonis assistant. Semua otot yang melewati satu sendi dapat berfungsi sebagai agonis dengan mengembangkan ketegangan secara simultan atau sendiri. Otot yang bekerja berlawanan dengan agonis dikenal sebagai antagonis atau opposer, dimana pada saat yang sama terjadi ketegangan eksentrik ketika agonis menghasilkan gerakan. Agonis dan antagonis secara khas berpasangan dalam suatu sendi. Selama fleksi elbow, ketika brachialis dan biceps brachii sebagai agonis primer maka triceps dapat bekerja sebagai antagonis melalui ketegangan resistive. Sebaliknya, selama ekstensi elbow ketika triceps brachii berperan sebagai agonis maka otot brachialis dan biceps brachii dapat berperan sebagai antagonis. Meskipun gerakan skill yang penuh secara khas tidak dihasilkan oleh ketegangan yang terus menerus dari otot antagonis, antagonis sering memberikan aksi kontrol atau aksi brake khususnya pada akhir gerakan yang cepat dan kuat. Agonis khususnya aktif selama akselerasi (percepatan) segmen tubuh, sedangkan antagonis secara utama aktif selama deselerasi (perlambatan) atau negatif akselerasi. Sebagai contoh, ketika seseorang berlari menuruni bukit maka otot quadriceps bekerja secara eksentrik sebagai antagonis untuk mengontrol besarnya fleksi knee yang terjadi.

145

146

Peran lain dari otot adalah sebagai stabilisasi pada bagian tubuh melawan gaya tertentu. Gaya tersebut bisa internal dari ketegangan otot yang lain, atau eksternal dari berat objek yang diangkat. Otot rhomboid bekerja sebagai stabilizer melalui ketegangannya untuk menstabilisasi scapula melawan tarikan dari jeratan tali selama ski air. Peran keempat dari otot adalah sebagai neutralizer. Neutralizer berperan untuk mencegah aksi asesoris yang tidak diinginkan yang secara normal terjadi ketika agonis menghasilkan ketegangan konsentrik. Sebagai contoh, jika suatu otot menghasilkan gerak fleksi dan abduksi pada suatu sendi tetapi hanya fleksi yang diinginkan, maka aksi neutralizer dapat mengeliminir gerak abduksi yang tidak diinginkan dan menghasilkan gerak adduksi. Ketika otot biceps brachii menghasilkan ketegangan konsentrik maka dapat menghasilkan gerak fleksi elbow dan supinasi lengan bawah. Jika hanya fleksi elbow yang diinginkan maka pronator teres bekerja sebagai neutralizer untuk mengatasi supinasi lengan bawah. Performa gerakan manusia secara khas melibatkan aksi yang kooperatif dari beberapa group otot yang bekerja secara sekuensis dan saling berhubungan. Sebagai contoh, tugas sederhana yaitu mengangkat gelas yang berisi air dari atas meja akan memerlukan beberapa group otot yang berbeda untuk melakukan fungsi dengan cara yang berbeda. Peran stabilizer diberikan oleh otot-otot scapula serta otot fleksor dan ekstensor wrist. Fungsi agonis diberikan oleh otot-otot fleksor jari-jari tangan, elbow dan shoulder. Karena fleksor shoulder yang utama yaitu otot deltoid anterior dan pectoralis major juga menghasilkan gerak horizontal adduksi, maka horizontal abduktor seperti otot deltoid pars middle dan supraspinatus bekerja sebagai neutralizer. Kecepatan gerakan selama bergerak juga secara parsial dikontrol oleh aktivitas antagonis pada ekstensor elbow. Ketika gelas tersebut diturunkan ke meja maka gaya gravitasi berperan sebagai prime mover, sedangkan aktivitas antagonis pada fleksor elbow dan shoulder dapat mengontrol kecepatan gerakan. 4. Otot Two-Joint dan Multijoint Beberapa otot pada tubuh manusia dapat melewati 2 atau lebih sendi. Sebagai contoh, biceps brachii, caput longum triceps brachii, hamstring, rectus femoris, dan

146

147

sejumlah otot-otot yang melewati wrist dan semua sendi jari-jari tangan. Semenjak besarnya ketegangan yang ada pada beberapa otot adalah konstan sepanjang ROM serta letak perlekatan tendon pada tulang, maka otot-otot tersebut dapat mempengaruhi gerakan secara simultan pada kedua sendi atau semua sendi yang dilewatinya. Efektifitas dari otot two-joint atau multijoint dalam menghasilkan gerakan bergantung pada lokasi dan orientasi perlekatan otot yang relatif pada sendi, adanya tightness (ketegangan yang berlebihan) atau laxity (kelenturan yang berlebihan) pada unit musculotendinous, dan aksi otot lain yang melewati sendi. Sedangkan otot one-joint menghasilkan gaya dalam arah yang segaris dengan segmen tubuh, otot two-joint dapat menghasilkan gaya dengan komponen transversal yang signifikan. Selama aktivitas yang berbasis power seperti jumping (meloncat) dan sprint (lari cepat), otot-otot biartikular yang melewati hip dan knee khususnya efektif dalam mengubah rotasi segmen tubuh kedalam gerak translasi seluruh tubuh yang diinginkan. Bagaimanapun juga, ada 2 kerugian yang berhubungan dengan fungsi otot twojoint dan multijoint. Pertama, otot-otot tersebut tidak mampu memendek dengan luas untuk menghasilkan full ROM pada semua sendi yang dilewatinya secara simultan, keterbatasan ini disebut dengan aktif insuffisiensi. Sebagai contoh, fleksor jari-jari tangan tidak dapat menghasilkan kepalan tangan yang kuat ketika wrist dalam keadaan fleksi daripada wrist dalam keadaan neutral. Beberapa otot two-joint tidak mampu menghasilkan gaya pada semua sendi ketika posisi kedua sendi yang dilewati oleh otot dalam keadaan kendur maksimal. Kedua, pada sebagian besar orang, otototot two-joint dan multijoint tidak dapat stretch dengan luas untuk full ROM dalam arah yang berlawanan dengan semua sendi yang dilewatinya. Problem ini dikenal sebagai pasif insuffisiensi. Sebagai contoh, ROM hiperekstensi yang luas mungkin terjadi pada wrist ketika jari-jari tidak penuh ekstensi. Sebaliknya, ROM dorsifleksi ankle yang luas dapat dihasilkan ketika knee dalam posisi fleksi karena adanya perubahan tightness dari otot gastrocnemius. D. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Gaya Otot

147

148

Besarnya gaya yang dibangkitkan oleh otot juga berkaitan dengan kecepatan otot berkontraksi memendek, panjang otot ketika dirangsang (berkontraksi), dan jangka waktu sejak otot menerima stimulus. Karena faktor-faktor tersebut adalah signifikan dalam menentukan gaya otot maka secara mendetail akan dibahas dibawah ini. 1. Hubungan gaya dan kecepatan Gaya maksimal dari suatu otot dapat dikembangkan melalui kecepatan kontraksi memendek atau memanjang hubungannya dengan zona kontraksi konsentrik dan eksentrik. Hubungan gaya-kecepatan ini pertama kali dijelaskan oleh Hill (1938) tentang perkembangan kontraksi konsentrik pada otot. Karena hubungannya hanya untuk otot yang aktif maksimal, maka aplikasinya bukan pada aksi otot selama aktivitas kegiatan sehari-hari. Menurut Hill, hubungan gaya-kecepatan tidak berimplikasi bahwa tidak mungkin menggerakkan beban yang berat pada kecepatan yang tinggi. Otot yang lebih kuat, adalah otot yang menghasilkan ketegangan isometrik maksimum yang besar. Besarnya gaya maksimum dapat dibangkitkan oleh otot sebelum terjadi pemanjangan otot ketika tahanan ditingkatkan. Bagaimanapun juga, bentuk kurva gaya-kecepatan yang umum masih sama, kaitannya dengan besarnya ketegangan isometrik maksimum. Hubungan gaya-kecepatan juga tidak berimplikasi bahwa tidak mungkin menggerakkan beban yang ringan pada kecepatan yang rendah. Sebagian besar, aktivitas kegiatan sehari-hari memerlukan gerakan yang lambat dan terkontrol dengan beban submaksimal. Dengan beban submaksimal, kecepatan kontraksi memendek dapat terkontrol, tetapi hanya sejumlah motor unit yang aktif. Sebagai contoh, pensil yang dapat diambil dari meja dengan lambat atau cepat, bergantung pada pola perekrutan motor unit yang terkontrol dalam group otot yang terlibat. Hubungan gaya-kecepatan telah dites untuk otot skeletal, otot polos (otot halus), dan otot jantung pada manusia, serta jaringan otot pada spesies lainnya. Pola umum berlaku untuk seluruh tipe otot, bahkan otot kecil yang bertanggung jawab terhadap kecepatan terbang dari sayap serangga. Nilai maksimum dari gaya pada kecepatan zero dan nilai maksimum dari kecepatan pada beban minimal adalah

148

149

bervariasi sesuai dengan ukuran dan tipe otot. Meskipuun dasar fisiologis untuk hubungan gaya-kecepatan kurang dipahami secara baik, namun bentuk konsentrik dari bagian kurva berhubungan dengan besarnya produksi energi dalam otot. Dibawah kondisi eksentrik, gaya maksimal suatu otot dapat menghasilkan gaya yang melebihi isometrik maksimum. Bagaimanapun juga, pencapaian level gaya yang tinggi nampak pada electrical stimulasi terhadap motor neuron. Gaya eksentrik maksimal yang dihasilkan adalah sama dengan isometrik maksimum. Hal ini memungkinkan karena sistem saraf memberikan inhibisi melalui jalur refleks untuk melindungi injury otot dan tendon. Produksi gaya akan meningkat dibawah kondisi eksentrik dengan aktivasi otot dan bukan fungsi aktivasi neural yang besar pada otot, tetapi nampak adanya kontribusi dari komponen elastik otot. Program strength training eksentrik dapat melibatkan penggunaan tahanan yang lebih besar daripada kapabilitas pembangkit gaya isometrik maksimum pada atlit. Secepatnya beban diangkat, maka otot mulai terjadi pemanjangan. Penelitian menunjukkan bahwa tipe training ini lebih efektif daripada training konsentrik didalam meningkatkan ukuran dan strength otot. Bagaimanapun juga, jika dibandingkan training konsentrik dan isometrik, maka training eksentrik juga berhubungan dengan meningkatnya nyeri otot dan kerusakan struktural. 2. Hubungan panjang otot dan ketegangan Otot mampu menghasilkan ketegangan isometrik maksimum bergantung pada level panjang otot. Pada serabut otot tunggal dan otot yang terisolir, pembangkit gaya dapat mencapai puncak ketika otot dalam posisi normal resting length (bukan dalam keadaan stretch atau memendek). Ketika panjang otot meningkat atau menurun melewati resting length, gaya maksimum otot dapat menghasilkan penurunan, mengikuti bentuk kurva bell. Didalam tubuh manusia, kapabilitas pembangkit gaya dapat meningkat ketika otot sedikit terulur. Otot dengan serabut paralel menghasilkan ketegangan maksimum diatas posisi resting length, dan otot dengan serabut pennate dapat membangkitkan ketegangan maksimum antara 120% dan 130% dari posisi resting length. Fenomena ini dihasilkan dari kontribusi komponen elastik otot (khususnya SEC), yang dapat

149

150

menambah ketegangan yang ada pada otot ketika otot terulur. Penelitian menunjukkan bahwa latihan eksentrik dapat menghasilkan sedikit peningkatan dan peningkatan yang sementara dalam panjang otot sehingga dapat mengganggu perkembangan gaya ketika derajat sendi menyebabkan otot tidak cukup dalam posisi stretch. 3. Siklus stretch-shortening Ketika otot secara aktif dalam posisi terulur sebelum kontraksi, maka kontraksi yang dihasilkan lebih kuat daripada tidak ada stretch sebelumnya. Pola kontraksi eksentrik ini diikuti dengan cepat oleh kontraksi konsentrik yang dikenal dengan siklus stretch-shortening (SSC). Secara substansial, suatu otot dapat melakukan kerja yang lebih besar ketika otot secara aktif terulur sebelum kontraksi memendek daripada otot langsung berkontraksi memendek. Suatu eksperimen yang melibatkan gerak dorsifleksi yang kuat diikuti dengan plantar fleksi dengan kecepatan yang lambat dan cepat, maka SSC memberikan kontribusi sekitar 20,2% dan 42,5% secara berturut-turut, untuk melakukan kerja positif. Kapasitas metabolik yang diberikan pada kerja mekanikal juga berkurang ketika SSC ikut terlibat daripada tanpa keterlibatan SSC. E. Kekuatan (strength), daya ledak (power), dan daya tahan (endurance) otot Dalam evaluasi praktis terhadap fungsi otot, karakteristik pembangkit gaya pada otot telah dibahas dalam konsep strength, power, dan endurance otot. Karakteristik tersebut memiliki implikasi yang signifikan terhadap kesuksesan pada bentuk aktivitas fisik berat yang berbeda, seperti memotong kayu, lempar lembing, atau mendaki gunung. Diantara orang-orang senior dan setiap individu dengan gangguan neuromuskular atau injury, mempertahankan strength dan endurance otot yang cukup adalah esensial untuk melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari dan menghindari injury. Kekuatan (strength) otot Ketika para ahli memotong suatu otot dari percobaan binatang dan memberikan electrical stimulasi pada otot tersebut dalam laboratorium, mereka langsung dapat mengukur gaya yang dibangkitkan oleh otot.

150

151

Sebagian besar pemeriksaan langsung pada strength otot yang umum dilakukan adalah pengukuran torque/gaya otot yang dibangkitkan oleh seluruh group otot pada suatu sendi. Lebih spesifik, strangth otot adalah kemampuan suatu group otot untuk membangkitkan torque/gaya pada sendi tertentu. Seperti yang telah dijelaskan bahwa torque adalah produk dari gaya dan lengan momen gaya, atau jarak perpendicular dimana gaya bekerja dari suatu axis rotasi. Oleh karena itu, kekuatan otot berasal dari besarnya ketegangan otot yang dapat dibangkitkan dan lengan moment gaya dari otot ke pusat sendi. Kedua sumber tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kapabiltas otot membangkitkan tension berkaitan dengan area cross-sectional otot dan kondisi training yang diberikan. Kapabilitas pembangkit gaya per area crosssectional otot adalah sekitar 90 N/cm2. Dengan training strength konsentrik dan eksentrik, perolehan strength diatas sekitar 12 minggu pertama kelihatannya berhubungan lebih banyak pada perbaikan innervasi pada otot yang dilatih daripada peningkatan area cross-sectional otot tersebut. Suatu lengan moment gaya dapat dipengaruhi oleh 2 faktor yang sama penting. Pertama, jarak antara perlekatan anatomical otot pada tulang dengan axis rotasi pada pusat sendi, dan kedua adalah sudut perlekatan otot pada tulang khususnya fungsi relatif dari derajat sendi. Torque/gaya yang sangat besar dihasilkan oleh ketegangan maksimum dalam otot dengan orientasi 90o membentuk sudut terhadap tulang, dan secara anatomical melekat jauh dari pusat sendi. Daya ledak (power) otot Mekanikal power adalah produk dari gaya dan kecepatan. Oleh karena itu, power otot merupakan produk gaya otot dan kecepatan kontraksi memendek dari otot. Power maksimum terjadi sekitar 1/3 kecepatan maksimum dan sekitar 1/3 gaya konsentrik maksimum. Penelitian menunjukkan bahwa training yang didesain untuk meningkatkan power otot diatas lingkup tahanan terjadi paling efektif dengan beban 1/3 dari 1 kali repetisi maksimum. Karena bukan gaya otot maupun kecepatan kontraksi memendek otot yang dapat diukur secara langsung pada tubuh mannusia, maka power otot secara umum

151

152

didefinisikan sebagai kecepatan produksi torque pada sendi, atau produk resultan torque/gaya dan kecepatan angular pada sendi. Maka dari itu, power otot dipengaruhi oleh kekuatan otot (strength) dan kecepatan gerakan. Power otot merupakan kontributor yang penting untuk aktivitas yang memerlukan kekuatan otot (strength) dan kecepatan. Atlit lempar peluru yang sangat kuat pada suatu tim tidak diperlukan sebagai pelempar terbaik, karena kemampuan untuk akselerasi melempar peluru merupakan komponen utama dalam kesuksesan pertandingan. Beberapa olahraga yang memerlukan gerakan dengan daya ledak yang tinggi, seperti atlit angkat berat, pelempar, peloncat, dan atlit sprint (lari jarak pendek) didasarkan pada kemampuan untuk membangkitkan power otot. Semenjak serabut FT (fast-twitch) menghasilkan ketegangan yang lebih cepat daripada serabut ST (slow twitch), maka persentase serabut FT yang besar pada otot merupakan aset untuk individual training dalam rangka pertandingan yang menuntut power otot. Setiap individu yang dominan serabut FT-nya dapat membangkitkan lebih besar power daripada individu yang memiliki komposisi persentase serabut ST yang tinggi. Setiap individu dengan komposisi serabut FT yang tinggi juga dapat menghasilkan power maksimum dengan kecepatan kontraksi memendek yang tinggi. Rasio untuk nilai rata-rata dari produksi power pada serabut tipe IIb, IIa, dan tipe I dalam otot skeletal adalah 10 : 5 : 1. Daya tahan (endurance) otot Daya tahan otot adalah kemampuan otot untuk menghasilkan ketegangan/kontraksi dalam jangka waktu yang lama. Ketegangan/kontraksi dapat terjadi secara konstan, sebagaimana ketika atlit gymnastik melakukan aksi melintasi besi secara berulang kali, atau berputar-putar yang beragam, selama mendayung, berlari, dan bersepeda. Jika waktu ketegangan/kontraksi yang terjadi lebih lama maka daya tahan ototnya lebih besar. Meskipun kekuatan maksimum dan power maksimum pada otot adalah relatif konsep spesifik, daya tahan otot kurang dipahami dengan baik karena tuntutan gaya dan kecepatan dalam aktivitas secara dramatis mempengaruhi panjangnya waktu yang dapat dipertahankan.

152

153

Training untuk daya tahan otot secara khusus melibatkan sejumlah repetisi yang besar melawan tahanan/beban yang relatif ringan. Tipe training ini tidak meningkatkan diameter serabut otot.

BIOMEKANIK ELBOW DAN FOREARM (LENGAN BAWAH) KOMPLEKS A. Bagian-bagian tulang yang membentuk Elbow dan Forearm Kompleks adalah os humerus bagian distal, os radius dan ulna. B. Sendi-sendi dan Gerakannya 1. Kapsul elbow joint membungkus 3 sendi, yaitu : a. b. c. dan supinasi. 2. Distal radioulnar joint Secara struktural sendi ini terpisah dari elbow kompleks tetapi bergerak secara simultan dengan proximal radioulnar joint sebagai suatu unit fungsional untuk gerakan pronasi dan supinasi. 3. Karakteristik elbow joint Humeroulnar joint, yang merupakan sendi utama untuk gerakan Humeroradial joint, yang ikut bergerak saat gerakan fleksi dan Proximal radioulnar joint, yang berpartisipasi dalam gerakan pronasi fleksi dan ekstensi elbow. ekstensi tetapi sendi ini terutama mempengaruhi pronasi dan supinasi.

153

154

Elbow joint adalah sendi gabungan dengan kapsul sendi yang lentur/kendor, distabilisasi oleh 2 ligamen utama yaitu ligamen collateral medial (ulnar) dan ligamen collateral lateral (radial). Ligamen collateral medial terdiri atas : serabut anterior yang memperkuat ligamen annular, serabut intermediate yang paling kuat, dan serabut posterior atau ligamen Bardinet yang diperkuat oleh serabut transversal dari ligamen Cooper. Sedangkan ligamen collateral lateral terdiri atas : serabut anterior yang memperkuat ligamen annular kearah anterior, serabut intermediate yang memperkuat ligamen annulare kearah posterior, dan serabut posterior. Kearah anterior kapsul sendi diperkuat oleh ligamen anterior dan ligamen anterior oblique serta kearah posterior diperkuat oleh serabut ligamen posterior. a. Humeroulnar joint 1) Sendi ini merupakan modifikasi hinge joint. Kearah medial terdapat trochlea humeri yang berbentuk hourglass pada ujung distal humerus dengan permukaan konveks. Permukaan trochlea humeri menghadap ke anterior dan bawah membentuk 45o dari shaft/corpus humerus. Fossa trochlearis yang konkaf pada ujung proximal ulna menghadap ke atas dan anterior membentuk 45o dari ulna. 2) Diduga bahwa sulcus trochlearis terletak dalam bidang sagital tetapi dalam fakta sulcus trochlearis terletak secara oblique dan bukan vertikal. Hal ini bervariasi pada setiap orang. Pada umumnya bagian anterior sulcus nampak vertikal dan bagian posterior sulcus nampak berjalan oblique kearah distal lateral, sehingga pada saat ekstensi full terbentuk carrying angle pada lengan (carrying angle normal = 15o). 3) 4) Gerakan utama adalah fleksi dan ekstensi; fossa yang konkaf Pada gerakan fleksi - ekstensi terjadi juga sedikit slide ke hal ini slide dalam arah yang sama dengan gerakan ulna. medial dan lateral untuk memberikan gerakan full ROM;

menghasilkan suatu valgus angulasi yang selalu menyertai gerakan ekstensi elbow dan varus angulasi yang selalu menyertai gerakan fleksi elbow. Ketika tulang bergerak dalam arah medial dan lateral maka tepi trochlearis adalah

154

155

permukaan konveks, sedangkan sulcus trochlearis adalah permukaan konkaf sehingga sliding ulna dalam arah yang berlawanan dengan gerakan tulang. Gerak Fisiologis ulna Fleksi Varus angulasi Ekstensi Valgus angulasi b. Humeroradial joint 1) Sendi ini adalah hinge-pivot joint. Kearah lateral terdapat capitulum humeri yang berbentuk bola pada ujung distal humerus dengan permukaan konveks. Tulang pasangannya yang konkaf adalah caput radius pada ujung proksimal radius. 2) Pada saat fleksi dan ekstensi elbow, caput radius yang konkaf akan slide dalam arah yang sama dengan gerakan tulang. Saat gerakan pronasi dan supinasi forearm (lengan bawah), caput radius akan mengalami spin terhadap capitulum humeri. Gerak fisiologis radius Fleksi Ekstensi 4. Karakteristik forearm (lengan bawah) joint Baik proksimal radioulnar dan distal radioulnar joint adalah uniaxial pivot joint yang berfungsi sebagai satu sendi untuk menghasilkan pronasi dan supinasi (rotasi) forearm (lengan bawah). a. Proksimal (superior) radioulnar joint 1) Sendi ini didalam kapsul elbow joint tetapi merupakan suatu sendi yang berbeda. Sendi ini diperkuat oleh ligamen annulare yang dibantu oleh serabut anterior ligamen collateral lateral dan serabut anterior ligamen collateral medial. 2) interosseous. Tulang radius dan ulna distabilisasi dengan kuat oleh membran Arah slide radius terhadap capitulum Anterior Posterior Arah slide ulna terhadap trochlea Distal/anterior 45o Lateral Proximal/posterior 45o Medial

155

156

3)

Cincin caput radius yang konveks bersendi dengan fossa

radialis ulna yang konkaf sehingga saat rotasi radius cincin caput radius yang konveks bergerak dalam arah yang berlawanan dengan gerakan tulang. Gerak fisiologis radius Pronasi Supinasi 4) Arah slide proksimal radius terhadap ulna Posterior (dorsal) Anterior (volar

Saat rotasi caput radialis terjadi spin pada ligamen annularis

dan berlawanan arah dengan capitulum humeri. b. 1) 2) Distal (inferior) radioulnar joint Fossa ulnaris radius yang konkaf pada ujung distal radius Saat gerakan fisiologis, permukaan sendi dari radius akan slide Arah slide distal radius terhadap ulna Anterior (volar) Posterior (dorsal) bersendi dengan bagian caput ulna yang konveks. dalam arah yang sama. Gerak fisiologis radius Pronasi Supinasi C. Fungsi Otot pada Elbow dan Forearm 1. Otot-otot Fleksor Elbow a. Brachialis Brachialis adalah otot one-joint yang berinsersio dekat dengan axis gerak pada ulna, sehingga otot ini tidak dipengaruhi oleh posisi forearm (lengan bawah) atau shoulder; otot ini berpartisipasi dalam semua aktivitas fleksi elbow. b. Biceps brachii Biceps adalah otot two-joint yang melewati baik pada shoulder dan elbow serta berinsersio dekat dengan axis gerak pada radius, sehingga otot ini juga berperan sebagai supinator forearm (lengan bawah). Otot ini berfungsi paling efektif sebagai fleksor elbow antara fleksi 80o dan 100o. Untuk menghasilkan hubungan panjang otot - ketegangan otot yang optimal maka sebaiknya shoulder diextensikan untuk memanjangkan otot biceps ketika otot tersebut berkontraksi sangat kuat untuk fungsi elbow dan forearm (lengan bawah).

156

157

c.

Brachioradialis

Saat insersionya dari elbow dengan jarak yang luas ke distal radius, maka brachioradialis berfungsi utama untuk memberikan stabilitas pada sendi, tetapi otot ini juga berpartisipasi saat kecepatan gerak fleksi meningkat dan saat beban diaplikasikan pada forearm (lengan bawah) dari midsupinasi ke full pronasi. 2. Otot-otot Ekstensor Elbow a. Triceps brachii Caput longum triceps melewati shoulder dan elbow joint; 2 caput lainnya adalah uniaxial. Caput longum berfungsi paling efektif sebagai ekstensor elbow jika disertai dengan fleksi shoulder secara simultan; hal ini untuk mempertahankan hubungan panjang otot - ketegangan otot yang optimal pada otot.

b.

Anconeus

Otot ini menstabilisasi elbow selama supinasi dan pronasi serta membantu gerakan ekstensi elbow. 3. Otot-otot supinator forearm a. b. Biceps brachii Supinator

Perlekatan proksimal dari otot supinator pada ligamen annular dan collateral lateral dapat berfungsi untuk menstabilisasi aspek lateral dari elbow. Efektifitasnya sebagai supinator tidak dipengaruhi oleh posisi elbow sebagaimana biceps brachii. 4. Otot-otot pronator forearm a. Pronator teres Otot ini menghasilkan gerak pronasi serta menstabilisasi proksimal radioulnar joint dan membantu humeroradialis joint. b. Pronator quadratus

157

158

Pronator quadratus adalah otot one-joint dan bekerja aktif selama semua aktivitas pronasi. D. Otot-otot Wrist dan Tangan Beberapa otot yang bekerja pada wrist dan tangan melekat pada bagian distal (epicondylus) dari humerus. Otot-otot tersebut memberikan gerakan pada jari-jari dan wrist, apakah forearm dalam posisi pronasi atau supinasi. 1. Yang berorigo pada epicondylus medial humeri adalah fleksor carpi radialis, fleksor carpi ulnaris, palmaris longus, serta fleksor digitorum superfisialis dan profundus. 2. 3. Yang berorigo pada epicondylus lateral humeri adalah ekstensor carpi radialis Otot-otot tersebut memberikan stabilitas pada elbow joint tetapi sedikit longus dan brevis, ekstensor carpi ulnaris, dan ekstensor digitorum. memberikan kontribusi terhadap gerakan pada elbow. Posisi elbow akan mempengaruhi hubungan panjang ketegangan dari otot selama aksi otot-otot tersebut pada wrist dan tangan. E. Analisis gerak 1. Ada 2 permukaan sendi yang konkaf pada humeroulnar joint yaitu fossa coronoid dan fossa olecranon. Kearah anterior processus coronoid akan masuk ke fossa coronoid selama gerak fleksi, dan kearah posterior processus olecranon akan masuk ke fossa olecranon selama gerak ekstensi. Kedua fossa tersebut dapat meningkatkan ROM fleksi dan ekstensi elbow, ditambah pula oleh adanya fossa trochlearis ulna yang memberikan ROM yang luas dengan menghasilkan gerak slide diatas trochlea humeri. 2. Pada saat gerak ekstensi dihambat oleh kontak processus olecranon pada fossa olecranon, ketegangan ligamen anterior sendi, stretch otot fleksor elbow. ROM ekstensi 0o - 5o/10o. 3. Pada saat gerak fleksi aktif dihambat oleh pertemuan otot anterior lengan (biceps brachii) dengan otot anterior lengan bawah, sedangkan gerak fleksi pasif terjadi relaksasi otot sehingga lebih utama dihambat oleh kontak caput radii melawan

158

159

fossa radialis humeri dan processus coronoid melawan fossa coronoid humeri, ditambah pula ketegangan kapsul ligamen bagian posterior dan stretch otot triceps. ROM aktif fleksi adalah 0o - 145o sedangkan pasif fleksi 0o - 160o. 4. 5. F. Asas Pada saat supinasi membran interosseous, kapsul ligamen bagian anterior dan Pada saat pronasi, secara mekanikal dibatasi oleh gerak radius yang ligamen annulare menjadi tegang sehingga menghambat gerak tersebut. menyilang diatas ulna dan kontak melawan ulna.

BIOMEKANIK WRIST DAN TANGAN A. Bagian-bagian Tulang 1. Wrist Bagian-bagian tulang pada wrist adalah distal radius, scaphoid (S), lunatum (L), triquetrum (Tri), pisiform (P), trapezium (Tm), trapezoid (Tz), capitatum (C), dan hamatum (H). 2. Hand (tangan) Bagian-bagian tulang pada hand terdiri atas 5 tulang metacarpal dan 14 phalangeal yang membentuk tangan dan 5 jari-jari. B. Sendi-sendi Wrist Kompleks dan Gerakannya 1. Wrist Kompleks Wrist kompleks adalah multiartikular dan terbentuk dari 2 sendi gabungan. Wrist kompleks adalah biaxial yang menghasilkan gerakan fleksi (palmar fleksi), ekstensi (dorsal fleksi), radial deviasi (abduksi), dan ulnar deviasi (adduksi). 2. Radiocarpal joint a. Sendi ini terbungkus oleh kapsul yang lentur tapi kuat, diperkuat oleh ligamen-ligamen yang juga memperkuat midcarpal joint. Ligamen yang

159

160

memperkuat radiocarpal joint adalah ligamen collateral lateral (radial) dan medial (ulnar), serta ligamen anterior (memiliki 2 serabut yaitu serabut radiocarpal anterior dan serabut ulnocarpal anterior) dan posterior. b. Permukaan sendi yang bikonkaf adalah ujung distal radius dan diskus radioulnar (diskus artikularis); permuakaan sendi ini menghadap sedikit kearah volar/palmar dan ulnar. c. Permukaan sendi yang bikonveks adalah kombinasi permukaan proksimal dari scaphoid, lunatum dan triquetrum. Triquetrum secara utama bersendi dengan diskus. Tiga tulang carpal tersebut terikat secara bersamaan dengan sejumlah ligamen interosseous. d. Saat terjadi gerakan-gerakan wrist, baris proksimal tulang carpal yang konveks akan slide dalam arah yang berlawanan dengan gerak fisiologis tangan. Gerak fisiologis wrist Arah slide dari carpal terhadap radius atau diskus Fleksi Dorsal Ekstensi Volar Radial deviasi Ulnar Ulnar deviasi Radial e. Selama radial deviasi ligamen collateral medial menjadi tegang, dan selama ulnar deviasi ligamen collateral lateral menjadi tegang. f. Selama gerak fleksi wrist ligamen posterior radiocarpal menjadi tegang, selama gerak ekstensi wrist ligamen anterior radiocarpal dan ulnocarpal menjadi tegang. 3. Midcarpal joint a. Sendi ini merupakan sendi gabungan antara 2 baris carpal. Sendi ini memiliki kapsul yang juga bersambung dengan sendi-sendi intercarpal. Sendi ini diperkuat oleh ligamen interosseous dan ligamen-ligamen midcarpal yang berjalan dari baris proksimal ke distal. b. Kombinasi permukaan distal dari scaphoid, lunatum dan triquetrum bersendi dengan kombinasi permukaan proksimal dari trapezium, trapezoid, capitatum dan hamatum. 1) Permukaan sendi dari capitatum dan hamatum adalah konveks dan slide terhadap permukaan sendi yang konkaf pada bagian scaphoid, lunatum dan triquetrum. 2) Permukaan sendi dari trapezium dan trapezoid adalah konkaf dan slide terhadap permukaan distal yang konveks pada scaphoid. c. Saat terjadi gerak fisiologis dari wrist, suatu gerakan kompleks terjadi antara tulang-tulang carpal. Gerak fisiologis dari wrist Arah slide dari tulang-tulang carpal Bagian distal kaitannya dengan tulangtulang carpal bagian proksimal Fleksi C dan H - dorsal Tm dan Tz - volar (palmar).

160

161

C dan H - volar (palmar) Tm dan Tz - dorsal. Radial deviasi C dan H - ulnar Tm dan Tz - dorsal. Ulnar deviasi C dan H - radial Tm dan Tz - volar (palmar). d. Midcarpal joint memberikan kontribusi yang besar saat gerakan fleksi wrist (palmar fleksi) dan ekstensi wrist (dorsofleksi). 4. Pisiform Pisiform dikategorisasikan sebagai tulang carpal dan sebaris dengan triquetrum pada bagian volar (palmar) di baris proksimal dari tulang carpal. Pisiform bukan merupakan bagian dari wrist joint tetapi berfungsi sebagai tulang sesamoid pada tendon fleksor carpi ulnaris. 5. Ligamen-ligamen Stabilitas dan beberapa gerakan pasif dari wrist kompleks dihasilkan oleh sejumlah ligamen-ligamen yaitu ligamen collateral ulnar dan radial, ligamen radiocarpal dorsal dan volar (palmar), ligamen ulnocarpal dan ligamen intercarpal. C. Sendi-sendi Hand (tangan) Kompleks dan Gerakannya 1. Carpometacarpal (CMC) joint pada jari 2 - 5 a. Sendi-sendi ini terbungkus dalam suatu cavitas (rongga) sendi secara umum dan mencakup sendi-sendi setiap metacarpal yang bersendi dengan baris distal tulang carpal dan sendi-sendi antara setiap basis metacarpal. b. Sendi-sendi jari 2, 3 dan 4 merupakan plane uniaxial joint; sendi jari 5 adalah biaxial joint. Sendi-sendi tersebut distabilisasi oleh ligamen-ligamen transversal dan longitudinal. Metacarpal V adalah sendi yang paling mobile (paling luas gerakannya), diikuti oleh metacarpal IV yang merupakan sendi mobile berikutnya. c. Fleksi semua metacarpal ditambah dengan adduksi metacarpal V dapat memberikan kontribusi terbentuknya cupping/arching (mangkok/lengkung) pada tangan, sehingga dapat memperbaiki gerakan memegang/menjepit (prehension). Gerak fisiologis dari metacarpal Fleksi (cupping/lengkung) Ekstensi (flattening/datar) Arah slide dari metacarpal terhadap Tulang-tulang carpal Volar (palmar) Dorsal

Ekstensi

2. Carpometacarpal (CMC) joint pada ibu jari a. Sendi ini adalah berbentuk saddle biaxial joint antara trapezium dan basis metacarpal I. Sendi ini memiliki kapsul yang lentur dan ROM yang luas, yang dapat memberikan ibu jari bergerak jauh dari palmar tangan untuk gerak opposisi pada aktivitas prehension (aktivitas memegang/menjepit).

161

162

b. Untuk gerakan fleksi-ekstensi ibu jari (komponen-komponen opposisi-reposisi secara berurutan) terjadi pada bidang gerak frontal, permukaan trapezium adalah konveks dan basis metacarpal I adalah konkaf; oleh karena itu, permukaan sendinya akan slide dalam arah yang sama dengan gerak angulasi tulang. c. Untuk gerakan abduksi-adduksi ibu jari, terjadi dalam bidang gerak sagital, permukaan trapezium adalah konkaf dan metacarpal I adalah konveks; oleh karena itu, permukaan sendinya akan slide dalam arah yang berlawanan dengan gerak angulasi tulang. Gerak fisiologis dari metacarpal I Arah slide Basis Metacarpal Fleksi Ulnar Ekstensi Radial Abduksi Dorsal Adduksi Volar (palmar) 3. Metacarpophalangeal (MCP) joints a. Sendi-sendi MCP joint adalah biaxial condyloid joint dengan ujung distal setiap metacarpal adalah konveks dan phalanx proksimal adalah konkaf, distabilisasi oleh ligamen-ligamen volar (palmar) dan 2 ligamen collateral. Ligamen-ligamen collateral menjadi tegang saat gerakan full fleksi serta mencegah abduksi dan adduksi dalam posisi full fleksi. b. MCP ibu jari berbeda dengan yang lainnya karena diperkuat oleh 2 tulang sesamoid serta memiliki gerak abduksi dan adduksi yang minimal saat posisi ekstensi. Gerak fisiologis dari Phalanx I Arah slide dari Phalanx I Fleksi Volar (Palmar) Ekstensi Dorsal Abduksi Menjauh dari pusat tangan Adduksi Kearah pusat tangan. 4. Interphalangeal (IP) joints a. Interphalangeal joint terdiri dari proximal interphalangeal (PIP) dan distal interphalangeal (DIP) joint pada setiap jari tangan yaitu jari 2 - 5; ibu jari hanya memiliki satu interphalangeal joint. Setiap sendi adalah uniaxial hinge joint. Permukaan sendi pada ujung distal setiap phalanx adalah konveks; permukaan sendi pada ujung proksimal setiap phalanx adalah konkaf. b. Setiap kapsul sendi diperkuat oleh ligamen-ligamen collateral. c. Berjalan dari radial ke ulnar, terjadi peningkatan ROM fleksiekstensi pada sendi-sendi tersebut. Hal ini dapat memberikan gerakan opposisi yang lebih besar pada jari-jari sisi ulnar sampai ibu jari dan juga menyebabkan genggaman yang lebih kuat pada sisi ulnar. Gerak fisiologis dari setiap phalanx Arah slide dari Basis Phalanx Fleksi Volar (palmar) Ekstensi Dorsal. D. Fungsi Tangan

162

163

1. Hubungan panjang otot - ketegangan otot Posisi wrist mengontrol panjang otot-otot ekstrinsik pada jari-jari tangan. a. Pada saat jari-jari atau ibu jari fleksi, wrist harus distabilisasi oleh otot-otot ekstensor wrist untuk mencegah fleksor digitorum profundus dan superfisialis atau fleksor pollicis longus menghasilkan gerak fleksi wrist secara simultan. Pada saat genggaman menjadi lebih kuat, maka secara sinkronisasi terjadi ekstensi wrist dengan memanjangkan tendon-tendon fleksor ekstrinsik yang melewati wrist dan mempertahankan semua unit musculotendinogen yang lebih baik untuk kontraksi yang lebih kuat. b. Untuk gerakan ekstensi jari-jari atau ibu jari yang kuat, otot-otot fleksor wrist menstabilisasi atau memfleksikan wrist sehingga otot ekstensor digitorum communis, ekstensor indicis, ekstensor digiti minimi, atau ekstensor pollicis longus dapat berfungsi lebih efisien. Disamping itu, terjadi gerakan ulnar deviasi; otot fleksor dan ekstensor carpi ulnaris bekerja aktif pada saat tangan membuka. 2. Gerak cupping (lengkung) dan flattening (datar) Gerak cupping dari tangan terjadi saat fleksi jari-jari tangan, dan gerak flattening dari tangan terjadi saat ekstensi jari-jari tangan. Gerak cupping dapat memperbaiki mobilitas tangan untuk penggunaan fungsional tangan dan gerak flattening untuk membebaskan objek-objek. 3. Mekanisme ekstensor Secara struktural, sarung ekstensor dibentuk oleh tendon ekstensor digitorum communis, jaringan konnektifnya meluas, dan serabut-serabut dari tendon interossei dorsal dan volar (palmar) serta lumbrical. Setiap struktur memiliki efek terhadap mekanisme ekstensor. a. Kontraksi yang terisolir dari otot ekstensor digitorum dapat menghasilkan gerak clawing dari jari-jari tangan (MCP hiperekstensi disertai dengan fleksi IP karena adanya tarikan pasif tendon-tendon fleksor ekstrinsik). b. Ekstensi PIP dan DIP terjadi secara bersamaan dan dapat disebabkan oleh otot-otot interossei atau lumbrical melalui tarikan otot tersebut pada sarung ekstensor. c. Disana harus terjadi ketegangan pada tendon ekstensor digitorum communis untuk menghasilkan gerakan ekstensi interphalangeal. Hal ini terjadi karena adanya kontraksi aktif dari otot, yang menyebabkan ekstensi MCP secara bersamaan dengan kontraksi otot intrinsik, atau karena adanya stretch (penguluran) dari tendon yang terjadi saat fleksi MCP. 4. Pola menggenggam dan memegang/menjepit Sifat alamiah dari aktivitas yang diharapkan dapat menjelaskan tipe genggaman yang digunakan a. Power grip melibatkan gerakan menjepit suatu objek dengan fleksi jari-jari secara parsial melawan palmar tangan, disertai dengan counterpressure dari adduksi ibu jari. Power grip secara utama merupakan fungsi isometrik. Jarijari difleksikan, dirotasikan ke lateral dan ulnar deviasi. Besarnya gerak fleksi bervariasi sesuai dengan object yang dipegang. Ibu jari memperkuat jari-jari

163

164

memegang dan membantu membentuk penyesuaian yang kecil untuk kontrol arah gaya. Beberapa variasi adalah cylindrical grip, spherical grip, hook grip, dan lateral prehension. b. Pola-pola precision melibatkan gerakan memanipulasi suatu objek yang tidak kontak dengan palmar tangan antara gerak opposisi abduksi ibu jari dan jari-jari tangan. Otot-otot secara utama berfungsi secara isotonik. Permukaan sensorik dari jari-jari digunakan untuk input sensorik maksimum dalam rangka mempengaruhi penyesuaian yang nyaman (enak). Dengan objek yang kecil, pegangan yang tepat terjadi secara utama antara ibu jari dan jari telunjuk. Beberapa variasi adalah pad-to-pad, tip-to-tip, dan pad-to-side prehension. c. Kombinasi grip melibatkan jari tangan 1 dan 2 (kadang-kadang jari 3) dalam melakukan aktivitas yang tepat/sesuai, sedangkan jari tangan 3 - 5 menambah/ melengkapi power genggaman. E. Kontrol Tangan 1. Kontrol tangan tanpa beban (bebas) Melibatkan faktor-faktor anatomik, kontraksi otot dan unsur-unsur viskoelastik dari otot. a. Gerakan clawing hanya terjadi dari kontraksi otot ekstrinsik. b. Gerakan menutup hanya dapat terjadi dari kontraksi otot ekstrinsik tetapi juga memerlukan gaya viskoelastik dari interossei biartikular. c. Gerakan membuka memerlukan kontraksi yang sinergis dari otot ekstensor ekstrinsik dan lumbrical. d. Gerakan reciprokal dari fleksi MCP dan ekstensi IP disebabkan oleh otot interossei. Otot lumbrical melepaskan ketegangan viskoelastik dari tendon profundus dan membantu ekstensi IP. 2. Power grip a. Otot fleksor ekstrinsik menghasilkan gaya menggenggam yang utama. b. Otot ekstensor ekstrinsik menghasilkan gaya kompressi untuk mencegah subluksasi sendi jari-jari tangan. c. Otot interossei merotasikan phalanx I untuk posisi menekan objek eksternal dan juga memfleksikan MCP joint. d. Otot lumbrical tidak berpartisipasi dalam power grip (kecuali jari IV). e. Otot-otot thenar dan adductor pollicis menghasilkan gaya-gaya kompressi melawan objek yang sedang digenggam. 3. Pegangan yang tepat a. Otot-otot ekstrinsik menghasilkan gaya kompressi untuk mempertahankan objek antara jari-jari dan ibu jari. b. Untuk manipulasi suatu objek, otot interossei menghasilkan abduksi dan adduksi jari-jari, otot-otot thenar mengontrol gerakan ibu jari, dan otot-otot lumbrical membantu menggerakkan objek menjauh dari palmar tangan. Besarnya partisipasi setiap otot bervariasi, sesuai dengan besar dan arah gerakan.

164

165

4. Mencubit/menjepit Gaya kompressi antara ibu jari dan jari-jari dihasilkan oleh otot-otot thenar yang menonjol, adduktor pollicis, interossei dan otot-otot fleksor ekstrinsik. Otot-otot lumbrical juga berpartisipasi. F. Analisis gerak 1. Selama gerakan radial deviasi (abduksi) dan ulnar deviasi (adduksi) midcarpal joint memberikan kontribusi terhadap luas ROM gerakan tersebut. Pada radial deviasi dengan ROM 15o pada radiocarpal, midcarpal joint juga menghasilkan ROM 8o. Pada ulnar deviasi dengan ROM 45o pada radiocarpal, midcarpal joint juga menghasilkan ROM 15o. 2. Gerakan radial deviasi (abduksi) memiliki ROM yang lebih terbatas daripada gerakan ulnar deviasi (adduksi). Hal ini disebabkan oleh terjadinya kontak antara scaphoid dengan processus styloideus radii, dimana processus styloideus radii lebih menonjol kearah distal dari processus styloideus ulna. 3. Selama gerakan fleksi dan extensi wrist, midcarpal joint juga ikut berperan. Pada gerak fleksi wrist dengan ROM 50o pada radiocarpal joint juga menghasilkan ROM 35o pada midcarpal joint. Sedangkan pada gerak ekstensi wrist, terjadi sebaliknya dimana ROM pada radiocarpal joint sebesar 35o dan midcarpal joint terjadi ROM sebesar 50o. G. Asas

165

166

166

You might also like