You are on page 1of 25

Penelitian downdould

Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Web Dengan Menggunakan Prinsip-Prinsip Model Elaborasi Pada Mata Pelajaran Sosiologi Di Sma Negeri 13 Surabaya
Sabtu 06 Aug 2011 06:02 PM Alim Sumarno, M.Pd Septi Dwi Puspitasari1 , Mustaji2 Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Surabaya Abstrak: Dalam mengajar guru tidak lepas dari buku-buku pegangan atau bahan ajar yang digunakan untuk menyampaikan materi. Saat ini bahan ajar tertulis dalam bentuk buku seperti modul sudah banyak diciptakan dan bahkan sampai saat ini masih dipergunakan oleh guru dalam menyampaikan materi, tetapi seiring dengan kemajuan informasi dan teknologi (IT) saat ini bahan ajar juga ikut berkembang, salah satunya adalah adanya bahan ajar berbasis web. SMA Negeri 13 Surabaya memiliki permasalahan dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar disana masih menggunakan bahan ajar cetak atau tertulis yang belum terorganisasi secara rinci dan ketika siswa dihadapi dengan mata pelajaran yang dituntut untuk memahami konsep dan prinsip yaitu pelajaran sosiologi,siswa menjadi merasa sulit untuk memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru selain itu dalam menyampaikan materi guru lebih sering menggunakan metode ceramah. Selain bahan ajar masih berbentuk cetak, isi materi yang disampaikan oleh guru belum terorganisasi dengan baik, guru masih mengambil materi dari berbagai sumber tanpa di susun secara rinci sehingga membuat siswa menjadi bingung dalam memahami materi. Bertolak dari permasalahan tersebut, diperoleh sebuah alternatif untuk merancang dan mengembangkan bahan ajar berbasis web dengan menggunakan prinsip-prinsip model elaborasi pada mata pelajaran sosiologi secara online. Sasaran utama penelitian ini adalah siswa SMAN 13 Surabaya kelas X, selain menghasilkan produk web bahan ajar berbasis web juga dihasilkan RPP dan buku pedoman penggunaan. Langkah-langkah pengembangan menggunakan metode Research and Development (R&D) dari model Sugiyono dengan subyek uji coba ahli media, ahli materi, ahli desain bahan ajar dan siswa. Instrumen pengumpulan data menggunakan angket tertutup dan tes dan teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif. Data hasil uji coba media menunjukkan bahan ajar berbasis web memperoleh nilai 3,21 dengan kategori baik sekali dan materi di dalam web bahan ajar memperoleh nilai 3,61 dengan kategori baik sekali sedangkan desain bahan ajar memperoleh nilai 3,28 dan hasil uji coba seluruh subyek pemakaian memperoleh nilai 2,95 kategori baik. Untuk hasil nilai tes dari nilai pretest dan postest dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan bahan ajar berbasis web dengan menggunakan prinsip-prinsip model elaborasi siswa dapat memahami materi sosiologi yaitu sosialisasi dan pembentukan kepribadian. 1. PENDAHULUAN Dalam rangka meningkatkan pembangunan nasional, bangsa Indonesia telah melaksanakan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar di

setiap jenjang dan tingkat pendidikan, agar diperoleh sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas yang siap bersaing di dunia global. Seperti dijelaskan dalam UUD 1945, di sebutkan bahwa tujuan pembangunan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, begitu juga dalam GBHN juga di titik beratkan pada sektor pendidikan. Guru mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas dengan mendidik peserta didiknya menjadi generasi muda yang membanggakan bangsa dan negara, untuk itu guru harus memiliki kompetensi mengajar yang bagus dan harus mampu menciptakan suasana belajar di sekolah dengan sebaik-baiknya. Dalam mengajar guru tidak lepas dari buku-buku pegangan atau bahan ajar yang digunakan untuk menyampaikan materi. Bahan ajar sangatlah bermanfaat dalam kegiatan belajar, salah satu manfaat dari bahan ajar adalah untuk mengatasi keterbatasan frekuensi tatap muka antara siswa dengan pengajar. Dengan adanya bahan ajar tersebut siswa dapat belajar secara mandiri dan tidak terlalu menggantungkan belajar dan catatan. Prestasi belajar siswa di sekolah sering di indikasikan dengan permasalahan belajar dari siswa dalam memahami materi. Indikasi ini dimungkinkan karena faktor belajar siswa yang kurang efektif, bahkan siswa sendiri tidak merasa termotivasi di dalam mengikuti pembelajaran dikelas. Sehingga menyebabkan siswa kurang atau bahkan tidak memahami materi yang bersifat sukar yang diberikan oleh guru.Selain karena faktor belajar siswa yang kurang efektif dalam belajar, faktor lainya adalah bahan ajar yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi kurang menarik baik dalam hal pengorganisasian isi materi ataupun tampilanya. Saat ini bahan ajar tertulis dalam bentuk buku seperti modul sudah banyak diciptakan dan bahkan sampai saat ini masih dipergunakan oleh guru dalam menyampaikan materi, tetapi seiring dengan kemajuan informasi dan teknologi (IT) saat ini bahan ajar juga ikut berkembang, salah satunya adalah adanya bahan ajar berbasis web yaitu bahan ajar yang disiapkan, dijalankan, dan dimanfaatkan dengan media web yang terhubung dengan internet (http://www.e-dukasi.net/artikel/di akses pada 15 september 2010). Teknologi internet merupakan jenis media e-Education yang dapat menciptakan interaksi dua arah secara online. Kini media ini semakin popular digunakan untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran, karena selain bersifat interaktif media ini terhubung dengan jaringan global dunia, sehingga jangkauan aksesnya sangat luas. Melalui media ini siswa dapat aktif belajar mandiri dengan hanya mengakses mata pelajaran melalui layar komputer yang terhubung melalui jaringan internet. Diharapkan pula melalui media ini siswa lebih banyak menyerap informasi yang mendidik dan tidak gagap akan kemajuan teknologi. Selain menggunakan bahan ajar dalam menyapaikan materi, guru juga harus memperhatikan cara atau metode dalam menyampaikan materi karena tanpa menggunakan metode dalam menyampaikan materi, proses pengajaran kurang bervariasi dan akan membuat siswa menjadi bosan dan kurang memahami materi. Sekarang ini sudah banyak sekali metode dan model-model pembelajaran yang berkembang misalkan model pembelajaran kontekstual, model pembalajran langsung, model pembelajaran inkuiri hingga model pembelajaran yang orang belum banyak megetahuinya yaitu model elaborasi. Dari beberapa model yang telah disebutkan model yang cocok dalam penyusunan materi pelajaran adalah model elaborasi. Model elaborasi adalah menetapkan cara pengorganisasian isi pembelajaran dengan mengikuti urutan umum ke rinci yang

dimaksudkan untuk membangun struktur kognitif dan secara kontinyu menunjukan konteks dari pengetahuan yang sedang dipelajari (Degeng,1997:22). Berdasarkan pengertian model elaborasi yaitu pengorganisasian isi pembelajaran dengan mengikuti urutan umum ke rinci, model elaborasi cocok digunakan dalam menyusun materi pelajaran karena materi pelajaran harus disusun dari umum sampai rinci agar siswa dapat mudah dalam memahami materi. Selain berdasarkan pengertian dari model elaborasi yang menguatkan bahwa model elaborasi cocok digunakan dalam menyusun materi adalah prinsip-prinsip yang dimiliki oleh model elaborasi. Adapun prinsip-prinsip model elaborasi menurut Degeng (1997 : 36) adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Prinsip kesatu adalah penyajian kerangka isi. Prinsip kedua adalah elaborasi secara bertahap Prinsip ketiga adalah bagian terpenting disajikan pertama kali. Prinsip keempat adalah cakupan optimal elaborasi. Prinsip kelima penyajian pensintesis secara bertahap. Prinsip keenam adalah penyajian jenis pensintesis Prinsip ketujuh adalah tahapan pemberian rangkuman.

Berdasarkan Observasi yang telah dilakukan peneliti di SMA Negeri 13 Surabaya, proses belajar mengajar pada mata pelajaran sosiologi disana masih menggunakan bahan ajar cetak dan saat proses belajar mengajar berlangsung siswa kurang memahami materi yang telah disampaikan guru karena dalam menyampaikan materi guru lebih sering menggunakan metode ceramah dan materi yang diajarkan mengambil dari berbagai sumber buku tanpa disusun dengan baik hal ini membuat materi yang diajarkan oleh guru belum terorganisasi dengan baik sehingga siswa menjadi bingung dalam memahami materi. Bila dilihat dari karakteristik mata pelajaran sosiologi, pengetahuan mata pelajaran sosiologi lebih mengarah pada konsep dan prinsip. Konsep merupakan definisi, identifikasi, klasifikasi dan ciri-ciri khusus, sedangkan prinsip merupakan penerapan dalil dan rumus misalnya dalam materi sosialisasi dan pembentukan kepribadian. Berdasarkan hal tersebut bila dalam mengajar mata pelajaran sosiologi guru lebih sering menggunakan metode ceramah akan membuat siswa menjadi bosan dalam belajar sehingga kurang dalam memahami materi, padahal dalam belajar sosiologi sangatlah luas, siswa bisa belajar di internet dan terjun langsung ke masyarakat. Berbicara mengenai internet, di SMAN 13 Surabaya sudah terpasang internet. SMAN 13 Surabaya memiliki 2 laboratorium komputer yang sudah dilengkapi dengan jaringan internet. Berdasarkan hasil nilai sosiologi semester I yang didapat penulis dari guru bidang studi, terdapat kesenjangan nilai pada tiap siswa, nilai yang paling bagus lebih sedikit daripada nilai yang kurang bagus. Nilai 80 sampai 90 hanya di diperoleh 40% siswa sedangkan nilai 70 ada 60% siswa. Menurut guru bidang studi sosiologi kesenjangan itu terjadi karena adanya perbedaan pola belajar siswa. Siswa yang mendapat nilai bagus, mereka rajin membaca bahan ajar cetak dan selalu mendengarkan guru dalam menyampaikan materi, sedangkan yang nilainya kurang bagus mereka relatif tidak suka membaca bahan ajar dan tidak paham tentang materi yang disampaikan oleh guru. Dari uraian masalah diatas, peneliti ingin mengembangkan bahan ajar berbasis web dengan menggunakan prinsip-prinsip model elaborasi untuk mata pelajaran sosiologi kelas X di SMA Negeri 13 Surabaya dengan materi sosialisasi dan pembentukan

kepribadian. Bahan ajar berbasis web dengan menggunakan prinsip-prinsip model elaborasi dalam pengorganisasian isi materi diharapkan dapat membantu siswa khususnya kelas X di SMA Negeri 13 Surabaya dalam belajar Sosiologi dan memahami materi secara keseluruhan dan siswa dapat mengakses bahan ajar berbasis web di internet dan dapat belajar mandiri karena bahan ajar berbasis web ini dilengkapi dengan materi yang penyusunanya menggunakan prinsip-prinsip model elaborasi, teks, video / tutorial, gambar dan soal-soal latihan, hyiperlink sehingga mempermudah siswa dalam belajar dan menambah wawasan dan pengetahuan. Berdasarkan uraian masalah diatas maka dapat ditarik kesimpulan rumusan masalah diperlukan vahan ajar berbasis web dengan menggunakan prinsip-prinsip model elaborasi pada mata pelajaran sosiologi materi sosialisasi dan pembentukan kepribadian untuk SMA semester II di SMAN 13 Surabaya. Berdasarkan uraian masalah rumusan masalah tujuan pengembangan ini adalah menghasilkan produk bahan ajar berbasis web dengan menggunakan prinsip-prinsip model elaborasi pada mata pelajaran sosiologi materi sosialisasi dan pembentukan kepribadian dan untuk meningkatkan pemahaman materi siswa SMAN 13 Surabaya kelas X terhadap materi sosialisasi dan pembentukan kepribadian. 2. LANDASAN TEORI Dalam kawasan teknologi pendidikan, fungsi pengembangan dapat mencakup berbagai variasi teknologi yang diterapkan dalam pembelajaran. Sesuai dengan arah pengembangan, maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan bahan ajar berbasis web dengan menggunakan prinsip-prinsip model elaborasi termasuk ke dalam kawasan fungsi pengembangan, dengan kategori fungsi desain dan produksi. Penelitian ini berdasarkan kategori desain menghasilkan penentuan bentuk-bentuk khusus (spesifikasi yang diperlukan untuk keperluan produksi sumber belajar dan komponen sistem intruksional tanpa memperhatikan format atau sumber (AECT, 1986:11), sedangkan berdasarkan kategori produksi akan menghasilkan hasil konkrit yang siap di ujicobakan, prototype, atau bentuk produksi yang siap diperbanyak (dilipatgandakan) (AECT, 1986:12). Jadi, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini merupakan suatu proses penterjemahan variabel sistem perangkat lunak ke dalam bentuk sebuah media belajar atau sumber belajar berbasis komputer untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran di sebuah lembaga pendidikan. Menurut Widodo dan Jasmadi (2008 : 40) bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan dan cara mengevaluasi yang di desain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai kompetensi atau sub kompetensi dengan segala kompleksitasnya. Sedangkan menurut menurut Pannen dan Purwanto (1997 : 7) Bahan ajar merupakan bahan-bahan atau materi yang disusun secara sistematis yang digunakan pendidik atau peserta didik dalam proses belajar. Adapun menurut Puskur, 2009 dalam Sosialisasi KTSP bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. Sedangkan menurut Prawiradilaga dan Siregar (2007 : 21) bahan ajar dalam bentuk media cetak pada hakikatnya merupakan penuangan strategi penyampaian pesan pembelajaran yang lazimnya disajikan secara tatap muka atau secara verbal di depan kelas.

Dari beberapa pengertian bahan ajar diatas dapat disimpulkan oleh peneliti bahan ajar adalah bahan-bahan atau materi yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak tertulis yang digunakan pendidik atau peserta didik dalam proses belajar. Bahan ajar lambat laun akan menyesuaikan dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Semakin berkembangnya ilmu pengetauhan dan teknologi tanpa batas membuat bahan ajar yang dulunya berbentuk cetak sekarang menjelma menjadi bahan ajar berbasis web yang dilengkapi dengan materi, teks, gambar, video atau tutorial dan soal-soal latihan, hyiperlink sehingga mempermudah siswa dalam belajar dan menambah wawasan dan pengetahuan. Pengguna bahan ajar tinggal mengakses di internet tanpa harus membawa bahan ajar kemana-mana tinggal mengklik pengguna bahan ajar kemudian mendapatkan berbagai macam pengetahuan. Kemajuan tersebut mendorong pengembang bahan ajar untuk mengubah bahan ajar cetak menjadi layanan yang dapat diakses dalam sebuah halaman web. Aplikasi berbasis web menjamur sejak berkembangnya teknologi internet, sedangkan web atau lengkapnya www (world wide web) adalah sebuah koleksi keterhubungan dokumen-dokumen yang disimpan di internet dan diakses menggunakan protokol HTTP (hypertext transfer protocol) (Supriyanto, 2007:2). Jadi, dapat disimpulkan bahwa web bahan ajar yang akan dikembangkan adalah bahan ajar yang dituangkan dalam halaman web pada jaringan internet dan diakses menggunakan protocol HTTP (hypertext transfer protocol). Aplikasi bahan ajar berbasis web disini adalah aplikasi yang digunakan agar bahan ajar berbasis web ini dapat dijalankan dan digunakan. Adapun aplikasi yang digunakan adalah aplikasi wordpress, fitur worpress, theme wordpress. Model elaborasi adalah menetapkan cara pengorganisasian isi pembelajaran dengan mengikuti urutan umum ke rinci yang dimaksudkan untuk membangun struktur kognitif dan secara kontinyu menunjukan konteks dari pengetahuan yang sedang dipelajari. (Degeng,1997:22) sedangkan menurut Hamzah (2009:142) ciri pengorganisasian pembelajaran model elaborasi adalah memulai pembelajaran dari penyajian isi pada tingkat umum bergerak ke tingkat rinci (urutan elaboratif). Sedangkan pendapat lain menyebutkan model elaborasi berorientasi pada cara untuk mengorganisasi pembelajaran, mulai dengan memberikan kerangka isi dari bidang studi yang diajarkan. Kemudian memilah isi bidang studi menjadi bagian-bagian, memilah tiap-tiap bagian menjadi subsub bagian, mengelaborasi tiap-tiap bagian, demikian seterusnya sampai pembelajaran mencapai tingkat keterincian tertentu sesuai spesifikasi tujuan. (www.kahmiuin.blogspot.com/2009/12/model-model-belajar-dan-pembelajaran.html diakses pada tanggal 12 september). Dari beberapa pendapat mengenai pengertian model elaborasi peneliti dapat menyimpulkan bahwa model elaborasi adalah model pembelajaran yang memulai pembelajaran dari penyajian isi pada tingkat umum bergerak ke tingkat rinci atau khusus. Adapun prinsip-prinsip model elaborasi menurut Hamzah (2009 : 143) ada sedikitnya tujuh prinsip yang dikembangkan dalam strategi pembelajaran model elaborasi, yakni sebagai berikut: 1. Penyajian kerangka isi, yakni menunjukan bagian-bagian utama bidang studi dan hubungan utama di antara bagian-bagian tersebut.

2. Elaborasi secara bertahap, yakni bagian-bagian yang tercakup dalam kerangka isi akan dielaborasi secara bertahap. 3. Bagian terpenting disajikan pertama kali, yaitu pada suatu tahap elaborasi apa pun pertimbangan yang dipakai, bagian terpenting akan dielaborasi pertama kali. 4. Cakupan optimal elaborasi, maksudnya kedalaman dan keluasan tiap-tiap elaborasi akan dilakukan secara optimal. 5. Penyajian pensintesis secara bertahap, maksudnya pensintesis akan diberikan setelah setiap kali melakukan elaborasi. 6. Penyajian jenis pensintesis, artinya jenis pensintesis akan disesuaikan dengan tipe isi bidang studi. 7. Tahapan pemberian rangkuman, artinya rangkuman akan diberikan sebelum setiap kali menyajikan pensintesis. Kajian teori yang dibahas lagi adalah karakteristik siswa dan matapelajaran sosiologi 3. METODOLOGI PENELITIAN Model pengembangan bahan ajar berbasis web dengan menggunakan prinsip-prinsip model elaborasi yang dikembangkan merujuk pada langkah-langkah penggunaan metode Research and Development R&D (Sugiyono, 2008:298). Langkah-langkah tersebut memilki urutan: potensi dan masalah, mengumpulkan informasi, desain produk,validasi desain, perbaikan desain, uji coba produk, revisi produk, ujicoba pemakaian, revisi produk, pembuatan dan produk masal. Prosedur pengembangan bahan ajar berbasis web dengan menggunakan prinsip-prinsip model elaborasi dilaksanakan berdasarkan model uraian pengembangan yang telah di implimentasikan adalah potensi dan masalah, Pengumpulan data, Desain Produk, Validasi Desain, Revisi Desain, Uji coba Produk, Revisi Produk, Uji coba pemakaian, revisi produk, produk missal Dalam pelaksanaan uji coba tersebut dilakukan dengan lima langkah, yaitu: 1) menetapkan desain uji coba, 2) menetapkan subjek uji coba, 3) menetapkan jenis data, 4) menetapkan instrumen pengumpulan data dan 5) menetapkan teknik analisis data. Sampel uji coba satu-satu 6 siswa yaitu 3 dari kelas X-8 dan 3 dari kelas X-9 dan uji coba kelompok kecil sebanyak 20 orang siswa dengan rincian 10 dari kelas X-8 dan 10 dari kelas X-9 sedangkan untuk uji coba lapangan masuk dalam tahapan uji coba pemakaian. Subjek uji coba produk terdiri dari ahli di bidang materi, ahli di bidang perancang materi, ahli di bidang perancang web, dan sasaran pemakai produk. Subjek uji coba terdiri dari dua orang yaitu ahli materi bapak Tauchid Sjarief dan Ibu Zuhro selaku guru mata pelajaran sosiologi, untuk ahli desain bahan ajar adalah Mayor Adi bandono dan Irena Yolanita sedangkan untuk ahli media ada dua orang yaitu bapak Ari Kurniawan dan bapak alim Sumarno dosen jurusan Teknologi Pendidikan dan siswa SMAN 13 Surabaya kelas X. Jenis data yang digunakan dalam pengembangan ini meliputi data kualitatif dan kuantitatif dan dalam pengembangan bahan ajar berbasis web dengan menggunakan prinsip-prinsip model elaborasi datanya menggunakan instrumen angket berbentuk tertutup dan tes. Skala ukur yang digunakan dalam penelitian ini ditempatkan berdampingan dengan pertanyaan yang disusun, adapun skala tersebut adalah:

1. 2. 3. 4.

Skor 4 untuk jawaban sangat setuj Skor 3 untuk jawaban setuju Skor 2 untuk jawaban tidak setuju Skor 1 untuk jawaban sangat tidak setuju

Dalam menganalisis data, digunakan rumus yang sesuai dengan aspek yang diukur, rumus yang digunakan adalah

Teknik penghitungan angket dihitung dari tiap item butir jawaban, untuk memberikan makna terhadap angka digunakan kriteria penilaian sebagai berikut:

y y y y

3,1 4,0 = baik sekali 2,1 3,0 = baik 1,1 2,0 = kurang 0,0 1,0 = gagal (Arikunto, 2008:37)

Untuk menghitung hasil uji coba untuk mengetahui hasil belajar siswa dengan memanfatkan bahan ajar berbasis web harus mencari nilai rata-rata (M), standar deviasi (SD), nilai t hitung, t tabel. Adapun rumus-rumusnya adalah sebagai berikut:

4. ANALISA DAN DESAIN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pelaksanaan kegiatan pengembangan. Proses pengembangan ini dimulai dari ditemukanya sebuah potensi dan permasalahan hingga diperoleh suatu jawaban yang mencakup beberapa tahapan, antara lain: persiapan, pelaksanaan, uji coba produk, revisi produk dan analisis data hasil tes. Sebelum melakukan penelitian ke lapangan untuk memperoleh data, maka perlu melakukan beberapa tahap,dalam tahap persiapan pengembangan ini dilakukan langkahlangkah sesuai dengan pengembangan model Sugiyono yaitu menggali potensi serta masalah dan pengumpulan data. Berdasarkan masalah dan potensi yang ditemukan peneliti maka peneliti menawarkan

sebuah produk bahan ajar berbasis web dengan menggunakan prinsip-prinsip model elaborasi pada mata pelajaran sosiologi untuk kelas X semester 2 dengan pokok bahasan sosialisasi dan pembentukan kepribadian. Proses setelah melalui tahap persiapan pengembangan berupa observasi potensi, masalah dan pengumpulan data, tahap selanjutnya adalah pelaksanaan pengembangan dengan berpedoman pada model Sugiyono, yaitu tahap desain produk dan validasi desain produk. Desain produk materi adalah proses lanjutan dari tahap pengumpulan data. Setelah mengumpulkan data dari berbagai sumber selanjutnya materi diorganisasikan menurut prinsip-prinsip model elaborasi. Adapun hasil pengorganisasian isi materi menurut prinsip-prinsip model elaborasi mencakup epitome, kata kunci, rangkuman internal dan eksternal.Setelah pengorganisasian isi materi selesai langkah selanjutnya adalah memasukan materi (upload) kedalam web bahan ajar. Validasi desain dilakukan dengan menghadirkan ahli yang berhubungan dengan produk tersebut, yaitu ahli media sebagai penilaian web, dan ahli materi sebagai penilai materi pelajaran. Sebelum melakukan validasi desain terlebih dahulu membuat angket sebagai bahan penilaian berdasarkan variabel instrumen penilaian pada bab III. Adapun penjelasan validasi desain dari tiap-tiap ahli adalah ahli media, ahli desain bahan ajar, ahli materi dan siswa. Berdasarkan tabel 4.2 hasil penilaian oleh ahli media, jika dirata-rata berdasarkan variabel daya tarik dan standar teknis maka web bahan ajar berbasis web dengan menggunakan prinsip-prinsip model elaborasi mendapatkan nilai sebesar 3.21. Jika dikonsultasikan menurut criteria Suharsimi, maka web bahan ajar tergolong baik sekali. Berdasarkan tabel 4.4 hasil penilaian oleh ahli materi, jika dirata-rata berdasarkan variabel comprehention, massage relevancy, age appropriatness dan appropriatness of design maka web bahan ajar berbasis web dengan menggunakan prinsip-prinsip model elaborasi mendapatkan nilai sebesar 3.61. Jika dikonsultasikan menurut kriteria Suharsimi, maka materi bahan ajar berbasis web tergolong baik sekali. Berdasarkan tabel 4.6 hasil penilaian oleh ahli desain bahan ajar, jika dirata-rata berdasarkan variabel comprehention, massage relevancy, standard technis dan appropriatness of design maka bahan ajar berbasis web dengan menggunakan prinsipprinsip model elaborasi mendapatkan nilai sebesar 3.28. Jika dikonsultasikan menurut kriteria Suharsimi, maka materi bahan ajar berbasis web tergolong baik sekali. Penelitian pengembangan ini akan menghasilkan produk akhir berupa bahan ajar berbasis web dengan menggunakan prinsip-prinsip model elaborasi. Sesuai dengan tahap pengembangan model Resech And Development (Sugiyono, 2008:409) maka setelah validasi desain oleh ahli kemudian dilakukan revisi atau perbaikan sesuai saran dan masukan para ahli. Tahap selanjutnya adalah uji coba produk dengan tujuan mendapatkan informasi dan penilaian dari kelompok terbatas tentang tingkat efektifitas bahan ajar berbasis web dengan menggunakan prinsip-prinsip model elaborasi. Uji coba produk ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu: uji coba satu-satu dan uji coba kelompok kecil. Setelah melakukan uji coba produk dan dilakukan revisi atau perbaikan sesuai saran dan masukan kelompok terbatas, selanjutnya dilakukan uji coba pemakaian dalam kelompok besar. Seluruh uji coba baik uji satu-satu, uji kelompok kecil dan uji pemakaian dilaksanakan selama 4 hari karena dalam uji coba pemakaian peneliti mengambil sampel 2 kelas dari 9 kelas. Berdasarkan tabel 4.8 hasil penilaian uji coba satu-satu, jika dirata-rata berdasarkan

variabel daya tarik, comprehention, learning, standard technis dan appropriatness of design maka bahan ajar berbasis web dengan menggunakan prinsip-prinsip model elaborasi mendapatkan nilai sebesar 3.20. Jika dikonsultasikan menurut kriteria Suharsimi, maka materi bahan ajar berbasis web tergolong baik sekali. Berdasarkan tabel 4.9 hasil penilaian uji coba kelompok kecil, jika dirata-rata berdasarkan variabel daya tarik, comprehention, learning, standard technis dan appropriatness of design maka bahan ajar berbasis web dengan menggunakan prinsipprinsip model elaborasi mendapatkan nilai sebesar 2,95. Jika dikonsultasikan menurut kriteria Suharsimi, maka materi bahan ajar berbasis web tergolong baik. Berdasarkan tabel 4.11 hasil penilaian uji coba pemakaian kelompok besar, jika diratarata berdasarkan variabel daya tarik, comprehention, learning, standard technis dan appropriatness of design maka bahan ajar berbasis web dengan menggunakan prinsipprinsip model elaborasi mendapatkan nilai sebesar 2,93. Jika dikonsultasikan menurut kriteria Suharsimi, maka materi bahan ajar berbasis web tergolong baik. Revisi produk merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki dan menyempurnakan produk bahan ajar berbasis web dengan menggunakan prinsip-prinsip model elaborasi berdasarkan penilaian dari ahli dan siswa yang menunjukan kategori kurang dan gagal. Analisis data hasil tes ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat perbandingan hasil belajar siswa sebelum menggunakan media dan sesudah menggunakan media. Untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi sosialisasi dan pembentukan kepribadian sosial, pengembang menggunakan 2 kelas untuk dijadikan subjek penelitian. Tabel 4.21 Data Hasil Uji Coba Bahan Ajar berbasis web Kegiatan N Ratarata Pretest 33 65,58 kelas X86,06 8 Postest kelas X8 Pretest 30 77,43 kelas X85,2 9 Postest kelas X9 Standar Nilai-t t-tabel Deviasi hitung 82,5 15,92 2,042 91,37

70,1 92,34

7,98

2,045

Berdasarkan tabel di atas terlihat nilai uji coba postest kelas X-8 (86,06) lebih besar dari nilai rata-rata uji coba pretest (65,58); dalam pengujian signifikasi diperoleh harga thitung (15,92) lebih besar daripada t-tabel (2,042) dan standar deviasi posttest (91,37) lebih besar daripada standar deviasi pretest (82,5). Dengan demikian perbedaan tersebut

dinyatakan signifikan. Begitu juga dengan uji coba kelas X-9 terlihat nilai uji coba postest kelas X-9 (85,2) lebih besar dari nilai rata-rata uji coba pretest (77,43); dalam pengujian signifikasi diperoleh harga t-hitung (7,98) lebih besar daripada t-tabel (2,045) dan standar deviasi posttest (92,34) lebih besar daripada standar deviasi pretest (70,1). Dengan demikian perbedaan tersebut dinyatakan signifikan. Maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa kelas X SMAN 13 Surabaya mengalami peningkatan setelah memanfaatkan bahan ajar berbasis web dengan menggunakan prinsip-prinsip model elaborasi. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Dari hasil kegiatan penelitian pengembangan yang telah dilaksanakan, maka dapat ditarik suatu simpulan yang diperoleh dari hasil data uji penilaian bahan ajar berbasis web dengan menggunakan prinsip-prinsip model elaborasi, simpulan tersebut antara lain: 1. Validasi desain web oleh ahli media, ahli desain bahan ajar dan ahli materi sesuai dengan rumus perhitungan angket dan kriteria penilaian bahan ajar berbasis web dengan menggunakan prinsip-prinsip model elaborasi tergolong baik sekali. 2. Uji coba produk yang dilakukan secara bertahap menunjukkan rata-rata setiap variabel bahan ajar berbasis web dengan menggunakan prinsip-prinsip model elaborasi yaitu uji coba satu-satu dikategorikan baik sekali berdasarkan rumus perhitungan angket dan kriteria penilaian dengan nilai 3,20. 3. Uji coba kelompok kecil dan kelompok besar dikategorikan baik berdasarkan rumus menghitung angket dan kriteria penilaian dengan nilai 2,95dan 293. 4. Bahan ajar berbasis web memberikan peningkatan pemahaman siswa terhadap materi sosialisasi dan pembentukan kepribadian. 5. Berdasarkan analisis data baik validasi desain oleh ahli dan uji coba oleh siswa maka bahan ajar berbasis web dengan menggunakan prinsip-prinsip model elaborasi perlu dikembangkan oleh sekolah SMAN 13 Surabaya. 6. Berdasarkan analisis data, maka bahan ajar berbasis web yang dikembangkan telah sesuai dengan kajian teori pada bab II yaitu bahan ajar berbasis web dengan menggunakan prinsip-prinsip model elaborasi. 5.2 SARAN Pengembangan bahan ajar berbasis web dengan menggunakan prinsip-prinsip model elaborasi merupakan upaya alternatif bagi siswa agar dapat lebih mudah dalam belajar sosiologi dan untuk guru supaya dapat memberikan variasi dalam mengajar. Bagi pengguna produk bahan ajar berbasis web dengan menggunakan prinsip-prinsip model elaborasi ini diharapkan dapat memperhatikan beberapa hal penting yang dapat dijadikan masukan untuk memanfaatkan bahan ajar tersebut, antara lain: 1. Guru SMAN 13 Surabaya Bagi guru bahan ajar berbasis web digunakan sebagai variasi dalam proses belajar mengajar dimana siswa diminta untuk belajar mandiri disekolah maupun dirumah. 2. Siswa SMAN 13 Surabaya Siswa dapat mengakses langsung bahan ajar berbasis web dimana saja baik sekolah maupun diluar sekolah karena sifat bahan ajar berbasis wen ini adalah online, jika siswa mengalami kesulitan dalam belajar siswa dapat langsung

bertanya kepada guru dan pengembang melalui email.Siswa juga dapat mengembangkan web pribadi sesuai dengan cara yang ada pada pedoman 3. Siswa Sekolah Lain Bagi siswa lain selain siswa SMAN 13 surabaya juga dapat memnafaatkan bahan ajar berbasis web ini karena web bahan ajar ini bersifat online dan jika mengalami kesulitan dalam belajar dapat bertanya langsung kepada guru dan pengembang karena dalam web bahan ajar ini dilengkapi alamat email guru dan pengembang. Pengembangan bahan ajar berbasis web dengan menggunakan prinsip-prinsip model elaborasi ini dapat dikembangkan lagi dengan materi yang berbeda terutama bagi guru bidang studi supaya lebih dapat mengembangkan bahan ajar berbasis web ini. 6. DAFTAR PUSTAKA

y y y y y y y y

y y y y y y y y y

Adri, Muhammad,2008. Guru Go Blog: Optimalisasi Blog Untuk Pembelajaran. Jakarta: Alex Media Komputindo. AECT, 1986, Definisi Teknologi Pendidikan: Satuan Tugas dan Definisi dan Terminologi AECT; Seri Pustaka Teknologi Pendidikan no.7. Jakarta: Rajawali. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Penelitian Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi. 2008. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Arthana, I Ketut. 1988.Evaluasi Media Instruksional. Diktat Kuliah yang tidak di plubikasikan. Universitas Negeri Surabaya. Arsyad, Azhar. 2006. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. B. Uno, Hamzah.2009. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif.Jakarta: PT Bumi Aksara. Degeng, Sudana, I Nyoman.1997. Strategi Pembelajaran Mengorganisasi Isi Dengan Model Elaborasi. Jakarta: IKIP Malang dengan Biro Penerbitan Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan Indonesia. Imansyah, Muhammad. 2010. Membangun Toko Online dengan Wordpress. Jakarta: Elex Media Komputindo. Hadi, Sutrisno. 1987. Statistik. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM. Jasmadi dan Widodo, Chomsin S. 2008. Panduan menyusun Bahan Ajar Berbasis Kompetensi. Jakarta: Elex Media Komputindo. Mustaji. Pengembangan Bahan Ajar. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Unesa. Nursalim, Mochamad.dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Surabaya: Unesa University Press. Purwanto dan Pannen, Paulina. 1997. Mengajar di Perguruan Tinggi. Pusat antar Universitas. Pardosi, Mico.2008. Belajar Sendiri Internet. Surabaya: Dua selaras. Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG). 2010. Modul Sosiologi SMA.Surabaya: Unesa Press. Puskur. 2009. Sosialisasi KTSP bahan Banprof.Jakarta

y y y y y y y y y y y y y

Rusijono dan Mustaji.2008.Penelitian Teknologi Pembelajaran.Surabaya:Unesa University Press Seels, Barbara B & Richey, Rita. 1994. Teknologi Pembelajaran: Definisi dan Kawasannya. Jakarta: Unit Percetakan UNJ. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sukardi. 2007. Metode Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara. Supriyanto, Aji. 2007. Web dengan HTML dan XML. Yogyakarta. Graha Ilmu. Sitorus. 2000. Sosiologi. Jakarta: PT Gelora Aksara. Suyanto dan Narwoko. 2007. Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Universitas Negeri Surabaya. 2006. Panduan Penulisan dan Penilaian Skripsi. Surabaya: University Press. 2010.Pengertian Bahan Ajar Berbasis Web. http://www.e-dukasi.net/artikel, di akses pada 15 september 2010. 2009.Model Belajar dan Pembelajaran. www.kahmiuin.blogspot.com/2009/12/model-model-belajar-danpembelajaran.html, di akses pada tanggal 12 september. 2010. Pengembangan Bahan Ajar Presentation. www.slideshare.net/NASuprawoto , di akses pada tanggal 12 September 2010.

Arti Pembelajaran menurut Paradigma Konstruktivistik


Rabu 03 Aug 2011 04:24 PM Alim Sumarno, M.Pd Sebuah paradigma yang mapan yang berlaku dalam sebuah sistem boleh jadi mengalami malfungsi apabila paradigma tersebut masih diterapkan pada sistem yang telah mengalami perubahan. Paradigma yang mengalami anomali tersebut cenderung menimbulkan krisis. Krisis tersebut akan menuntut terjadinya revoluasi ilmiah yang melahirkan paradigma baru dalam rangka mengatasi krisis yang terjadi (Kuhn, 2002). Paradigma konstruktivistik tentang pembelajaran merupakan paradigma alternatif yang muncul sebagai akibat terjadinya revolusi ilmiah dari sistem pembelajaran yang cenderung berlaku pada abad industri ke sistem pembelajaran yang semestinya berlaku pada abad pengetahuan sekarang ini. Menurut paradigma konstruktivistik, ilmu pengetahuan bersifat sementara terkait dengan perkembangan yang dimediasi baik secara sosial maupun kultural, sehingga cenderung bersifat subyektif. Belajar menurut pandangan ini lebih sebagai proses regulasi diri dalam menyelesikan konflik kognitif yang sering muncul melalui pengalaman konkrit, wacana kolaboratif, dan interpretasi. Belajar adalah kegiatan aktif siswa untuk membangun pengetahuannya. Siswa sendiri yang bertanggung jawab atas peistiwa belajar dan hasil belajarnya. Siswa sendiri yang melakukan penalaran melalui seleksi dan organisasi pengalaman serta mengintegrasikannya dengan apa yang telah diketahui. Belajar merupakan proses negosiasi makna berdasarkan pengertian yang dibangun secara

personal. Belajar bermakna terjadi melalui refleksi, resolusi konflik kognitif, dialog, penelitian, pengujian hipotesis, pengambilan keputusan, yang semuanya ditujukan untuk memperbaharui tingkat pemikiran individu sehingga menjadi semakin sempurna. Paradigma konstruktivistik merupakan basis reformasi pendidikan saat ini. Menurut paradigma konstruktivistik, pembelajaran lebih mengutamakan penyelesaian masalah, mengembangkan konsep, konstruksi solusi dan algoritma ketimbang menghafal prosedur dan menggunakannya untuk memperoleh satu jawaban benar. Pembelajaran lebih dicirikan oleh aktivitas eksperimentasi, pertanyaan-pertanyaan, investigasi, hipotesis, dan model- model yang dibangkitkan oleh siswa sendiri. Secara umum, terdapat lima prinsip dasar yang melandasi kelas konstruktivistik, yaitu (1) meletakkan permasalahan yang relevan dengan kebutuhan siswa, (2) menyusun pembelajaran di sekitar konsep-konsep utama, (3) menghargai pandangan siswa, (4) materi pembelajaran menyesuaikan terhadap kebutuhan siswa, (5) menilai pembelajaran secara kontekstual. Hal yang lebih penting, bagaimana guru mendorong dan menerima otonomi siswa, investigasi bertolak dari data mentah dan sumber-sumber primer (bukan hanya buku teks), menghargai pikiran siswa, dialog, pencarian, dan teka-teki sebagai pengarah pembelajaran. Secara tradisional, pembelajaran telah dianggap sebagai bagian menirukansuatu proses yang melibatkan pengulangan siswa, atau meniru-niru informasi yang baru disajikan dalam laporan atau quis dan tes. Menurut paradigma konstruktivistik, pembelajaran lebih diutamakan untuk membantu siswa dalam menginternalisasi, membentuk kembali, atau mentransformasi informasi baru. Untuk menginternalisasi serta dapat menerapkan pembelajaran menurut paradigma konstruktivistik, terlebih dulu guru diharapkan dapat merubah pikiran sesuai dengan pandangan konstruktivistik. Guru konstruktivistik memiliki ciri-ciri sebagai berikut. 1. Menghargai otonomi dan inisiatif siswa. 2. Menggunakan data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada keterampilan berpikir kritis. 3. Mengutamakan kinerja siswa berupa mengklasifikasi, mengananalisis, memprediksi, dan mengkreasi dalam mengerjakan tugas. 4. Menyertakan respon siswa dalam pembelajaran dan mengubah model atau strategi pembelajaran sesuai dengan karakteristik materi pelajaran. 5. Menggali pemahaman siswa tentang konsep-konsep yang akan dibelajarkan sebelum sharing pemahamannya tentang konsep-konsep tersebut. 6. Menyediakan peluang kepada siswa untuk berdiskusi baik dengan dirinya maupun dengan siswa yang lain. 7. Mendorong sikap inquiry siswa dengan pertanyaan terbuka yang menuntut mereka untuk berpikir kritis dan berdiskusi antar temannya. 8. Mengelaborasi respon awal siswa. 9. Menyertakan siswa dalam pengalaman-pengalaman yang dapat menimbulkan kontradiksi terhadap hipotesis awal mereka dan kemudian mendorong diskusi. 10. Menyediakan kesempatan yang cukup kepada siswa dalam memikirkan dan mengerjakan tugas-tugas. 11. Menumbuhkan sikap ingin tahu siswa melalui penggunaan model pembelajaran yang beragam.

Hakikat siswa Menurut Pandangan Teori Belajar Konstruktivisme


Rabu 17 Aug 2011 02:19 AM Alim Sumarno, M.Pd Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar kontruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciriciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Selanjutnya, Dahar (dikutip Hamzah 2006:4) menegaskan, Pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran siswa melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru. Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan perkembangan kognitif siswa bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan keseimbangan. Tahap perkembangan kognitif siswa dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan siswa mengkonstruksi ilmu berbedabeda berdasarkan kematangan intelektual siswa (Dahar dikutip Hamzah 2006:4). Berkaitan dengan siswa dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme terbagi atas beberapa bagian yaitu :

y y y y

siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan, belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikontruksi personal pembelajaran melibatkan pengaturan situasi kelas

Tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembangan mental diantaranya ; (1) perkembangan intelektual terjadi melalui tahaptahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutanurutan tersebut dan dengan urutan yang sama, (2) tahaptahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan (3) gerak melalui tahaptahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan, proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan strukttur kognitif yang timbul ( akomodasi).

Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan siswa adalah sebagai berikut : (1) tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau siswa yang memiliki kemampuan berpikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi, (2) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan seharihari dan (3) siswa diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitator dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri siswa ( Poedjiadi, 1999:65)

Penerapan Konstruktivisme dalam Kelas


Rabu 17 Aug 2011 02:22 AM Alim Sumarno, M.Pd Meskipun konstruktivisme memiliki definisi yang beragam, pandangan umumnya kebanyakan membantah bahwa pengetahuan menetap hanya dalam diri pembelajar dan bahwa kita tidak dapat mengajar representasi yang akurat mengenai kebenaran. Kita hanya dapat menegosiasikan makna-makna bersama (shared meaning) dengan para siswa dan memberikan mereka kesempatan untuk membangun pemahaman yang bermakna saat mereka terlibat dalam aktivitas yang dilakukan dengan sengaja (Jacobsen, 2003a). Meskipun pandangan radikal mengenai kontruktivisme ini begitu diapresiasi oleh para akademisi, pandangan tersebut sering kali gagal menerapkan realitas praktis yang dihadapi guru dalam ruang kelas saat ini. Meskipun banyak bukti mengindikasikan bahwa para pembelajar sesunguhnya membangun pemahaman, tidak semua bentuk pemahaman valid seluruhnya, dan ada sebuah realitas yang bebas dari pemahaman individu (Eggen & Kauchauk, 2007). Jika hal ini tidak benar, para guru akan memiliki peran kecil dalam pendidikan, dan akibatnya, konstruktivisme akan muncul begitu saja. Tentu saja, kondisi ini tidak sesuai dengan kenyataan bahwa para guru saat ini makin dibebani oleh tangung jawab untuk menfasilitasi perolehan pengetahuan kognitif konkret yang diukur berdasarkan penilaian yang terstandarisasi dan berpatokan tinggi. Lingkungan pembelajaran konstruktivis mengutamakan dan menfasilitasi peran aktif siswa. Lingkungan pembelajaran konstruktivis mengubah fokus dari penyebaran informasi oleh guru, yang mendorong peran pasif siswa, menuju otonomi dan refleksi siswa, yang mendorong peran aktif siswa. Strategi - strategi pembelajaran aktif menganjurkan aktivitas - aktivitas pembelajaran yang di dalamnya siswa diberikan otonomi dan control yang luas untuk mengarahkan aktivitas-aktivtas pembelajaran. Aktivitas-aktivitas pembelajaran aktif meliputi pemecahan masalah, bekerja dalam bentuk kelompok kecil, pembelajaran kolaboratif, kerja investigative, dan pembelajaran eksperiential. Sebaliknya, aktivitas-aktivitas pembelajaran pasif, yang di dalamnya siswa hanya menjadi penerima informasi, melibatkan peran siswa hanya dalam aktivitas mendengarkan (listening) apa yang dikatakan oleh guru dan tak jarang mereka diberi pertanyaan-pertanyaan yang kurang berkualitas. Pergeseran paradigma pembelajaran

konstruktivis ini didasarkan pada gagasan bahwa secara alamiah para pembelajar sebenarnya sudah memiliki sikap aktif dan rasa ingin tahu, yang kedua sifat ini kemudian menjadikan metode ceramah (lecture) dan buku ajar (textbook) bukan sebagai penekanan utama dalam pembelajaran kelas. Pergeseran semacam ini bukan berarti bahwa guru tidak perlu menjelaskan materi pelajaran pada siswa; sebaliknya, ia justru menyiratkan bahwa kita -sebagai guru- seharusnya curiga mengenai seberapa banyak pemahaman yang telah dikembangkan oleh para pembelajar dari penjelasan-penjelasan yang telah kita berikan dan sejauh mana rekaman atau catatan mereka tentang pengetahuan tersebut. Meyakini bahwa para pembelajar membangun daripada sekedar mencatat/merekam pemahaman memiliki implikasi yang penting pada cara-cara kita m engajar. Selain beberapa peringatan yang telah terinci sebelumnya, sebagai para pendidik, kita seharusnya melakukan hal-hal berikut ini (Eggan & Kauchak, 2007):

y y y

Menyediakan beragam contoh dan representasi materi pelajaran pada para pembelajar. Mendorong tingkat interaksi yang tinggi dalam pembelajaran kita. Menghubungkan materi pelajaran dengan dunia nyata.

Meskipun tidak ada satu pun teori konstruktivis yang memerinci berikut ini, banyak pendekatan konstruktivias yang merekomendasikan pada kita (Ormrod, 2000):

y y y y y

Lingkungan-lingkungan pembelajaran yang menantang dan rumit, dan tugas-tugas yang autentik. Negosiasi sosial dan tangungjawab bersama (shared responsibility) sebagai bagian dari pembelajaran. Representasi-representasi materi pelajaran berganda. Pemahaman bahwa pengetahuan dapat dibangun. Pembelajaran yang berpusat pada siswa.

Selain konstruktivisme, pembelajaran yang berpusat pada siswa memiliki fokus atau perhatian yang juga beragam. Pertama, saat siswa membangaun pemahaman mereka mengenai suatu materi pelajaran, mereka mengembangkan perasaan personal bahwa pengetahuan adalah milik mereka. Kedua, pemusatan siswa menekankan adanya penelitian dan pembelajaran berbasis masalah dan kerja kelompok. Aktivitas-aktivitas pemecahan masalah dalam ruang kelas semacam ini, beserta dengan komponenkomponen teori konstruktivis lain yang berpusat pada siswa, dibangun berdasarkan filsafat John Dewey (1906, 1938), seorang filsuf dari Amerika yang paling berpengaruh. Sebelumnya Dewey, pendidikan di Amerika Serikat masih bertujuan untuk menfasilitasi perolehan pengetahuan siswa. Namun, seiring dengan munculnya teori-teori Dewey dan metode reflektif, para pendidik kemudian sangat tertarik pada kemampuan siswa dalam berpikir mengenai informasi dan melibatkan diri mereka dalam pemecahan masalah yang

nyata. Para guru yang menerapkan teori-teori Dewey lebih menekankan kurikulum yang berpusat pada siswa dan berorientasi pada aktivitas (a student-centered, activity-oriented curriculum) di setiap pembelajaran kelas mereka (Jacobsen, 2002b). Dewey lebih jauh percaya bahwa aktivitas-aktivitas seperti ini seharusnya berguna dan bernilai praktis, bahwa aktivitas-aktivitas pembelajaran yang efektif bagi siswa pada akhirnya dapat melibatkan mereka untuk belajar dengan tindakan (learning by doing), dan bahwa pembelajaran seharusnya menjadi pengalaman seumur hidup yang berkelanjutan dimana otak/pikiran yang aktif dapat berorientasi dengan dunia terbika yang luasuntuk memecahkan masalah-masalah nyata yang terus menerus muncul bersama dengan pengalaman sebelumnya meski dalam bentuk yang berbeda. (Reed & Johnson, 2000: 91). Teori-teori konstruktivis mengenai pembelajaran juga dipengaruhi oleh teori-teori pengembangannya Piaget (1952, 1959) dan teori-teori pembelajaran sosialnya Vygotsky. Kajian Piaget fokus pada pengalaman-pengalaman individu langsung yang menggerakkan pembelajaran secara berurutan pada periode waktu tertentu untuk membangun pengetahuan perseptual, konkret dan pada akhirnya abstrak. Kajian Vygotsky menekankan pentingnya interaksi socsal saat siswa berpartisipasi dalam tugas tugas pembelajaran. Para pembelajar meningkatkan pemikiran mereka sendiri dengan bersikap terbuka pada pandangan-pandangan dan wawasan-wawasan orang lain. Salah satu strategi pembelajaran kerja kelompok yang paling umum diimplementasikan adalah pembelajaran kooperatif yang di dalamnya guru berperan mendorong pembelajar dengan menekankan pada kerja team/kelompok sebagai lawan dari pendekatan kompetitif dalam pembelajaran. Dengan peran ini, guru dapat menfasilitasi usaha siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan. Namun, kata yang penting untuk diperhatikan pada kalimat sebelumnya adalah kata dapat. Secara khusus, pandangan bahwa interaksi sosial menfasilitasi konstruksi pemahaman merupakan prinsip yang menggaris bawahi teori pembelajaran konstruktivis. Hal ini terkadang dimaksudkan pada tujuan bahwa seorang guru yang menerapkan pembelajaran kooperatif adalah seorang konstruktivis, padahal seseorang yang mengandalakan aktivitas-aktivitas pembelajaran berkelompok besar bukanlah seorang konstruktivis. Sebenarnya, ada guru yang mungkin mendasarkan pembelajaran mereka pada pandangan-pandangan konstruktivis, namun ada pula yang tidak. Pembelajaran berkelompok besar, yang dilakukan secara efektif, dapat mendorong konstruksi pemahaman, sementara pembelajaran kooperatif, yang dijalankan dengan kurang maksimal, tidak dapat mendorong konstruksi pemahaman (Eggen & Jacobsen, 2001). Oleh karena itu, yang perlu digarisbawahi bukanlah bagaimana para guru mengajar, tetapi lebih pada apa dan bagaimana para siswa belajar. Efektivitas suatu strategi pembelajaran dapat kita capai tidak dalam hal bagaimana strategi tersebut diimplementasikan, tetapi dalam hal apakah strategi dapat mendorong perolehan dan pemahaman personal siswa akan pengetahuan. Hal ini menyiratkan bahwa selama proses-

proses perencanaan, para guru seharusnya tidak hanya mempertimbangkan pertanyaanpertanyaan tradisional mengenai pembelajaran bagaimana mengatur dan menerapkan aktivitas aktivitas pembelajaran, bagaimana memotivasi siswa, dan bagaimana mengevaluasi pembelajaran- tetapi juga menganalisis semua hal tersebut dalam bentukbentuk pembelajaran siswa (Eggen & Kauchak, 2007).

Penerapan konstruktivisme dalam proses belajarmengajar


Rabu 17 Aug 2011 02:44 AM Alim Sumarno, M.Pd Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti: 1. Siswa aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada. 2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka. 3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru. 4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada. 5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah. 6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik miknat pelajar. Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benarbenar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Slavin dalam Nur, 2002: 8). Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut ( Nur, 2002 :8). Penerapan konstruktivisme dalam proses belajar-mengajar menghasilkan metode

pengajaran yang menekankan aktivitas utama pada siswa (Fosnot, 1996; Lorsbach & Tobin, 1992). Teori pendidikan yang didasari konstruktivisme memandang siswa sebagai orang yang menanggapi secara aktif objek-objek dan peristiwa-peristiwa dalam lingkungannya, serta memperoleh pemahaman tentang seluk-beluk objek-objek dan peristiwa-peristiwa itu. Menurut teori ini, perlu disadari bahwa siswa adalah subjek utama dalam kegiatan penemuan pengetahuan. Mereka menyusun dan membangun pengetahuan melalui berbagai pengalaman yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan. Mereka harus menjalani sendiri berbagai pengalaman yang pada akhirnya memberikan percikan pemikiran (insight) tentang pengetahuan-pengetahuan tertentu. Hal terpenting dalam pembelajaran adalah siswa perlu menguasai bagaimana caranya belajar (Novak & Gowin, 1984). Dengan itu, ia bisa jadi pembelajar mandiri dan menemukan sendiri pengetahuan-pengetahuan yang ia butuhkan dalam pembelajaran.
PRINSIP PEBELAJARAN KONSTRUKTIVISME Secara teoritis, pandangan konstruktivisme dalam pembelajaran matematika di tanah air mulai banyak diperbincangkan para guru. Namun secara praktis, belum banyak kita membaca laporan hasil pengembangan pembelajaran khususnya matapelajaran matematika di sekolah yang beracuan pandangan tersebut. Hal ini bisa dimaklumi, karena masih banyak keraguan di kalangan guru matematika apakah konstruktivisme dapat meningkatkan pencapaian kompetensi siswa. Keraguan lain utamanya terletak pada pribadi guru sendiri apakah mampu mengembangkan pembelajaran itu. Namun, keraguan tersebut akan terus menjadi keraguan apabila kita tidak berani mencoba menguji dalam pembelajaran matematika kita. Beberapa keberhasilan yang telah ditunjukkan oleh para pengembang pembelajaran matematika yang beracuan pada konstruktivisme adalah Herlina (2003), Sa dijah (2006). Hasil penelitian Herlina (2003:iv) menunjukkan bahwa pendekatan konstruktivisme dalam perkuliahan matakuliah Fisika Matematika dapat meningkatkan aktivitas dan konsepsi mahasiswa dan pada umumnya mahasiswa sangat antusias. Sa dijah (2006:111-122) telah mengembangkan model pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme (PMBK) dan didukung dengan perangkat pembelajaran yang mendukung model pembelajaran tersebut. Penelitian dilakukan pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Malang pada tahun 2003, yakni materi Bilangan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa model pembelajaran yang dikembangkan memenuhi kriteria efektif, karena kemampuan guru mengelola pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme baik, persentase rata-rata aktivitas siswa dalam tugas dan kegiatan pembelajaran matematika sesuai model mencapai lebih dari 85%, rata-rata hasil pekerjaan siswa pada LKS bernilai baik, rata-rata hasil tes matematika siswa bernilai baik, guru dan siswa memberikan respon positif terhadap pembelaran yang menggunakan model PMBK. Kedua hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan konstruktivistik memberikan hasil yang positif dan layak dikembangkan di sekolah kita dalam materi matematika yang sama atau lainnya. Menyadari bahwa karakteristik anak didik kita dalam tingkatan intelektual dan gaya belajar yang beragam, yang berakibat pada perbedaan kemampuan dan kecepatan mereka menuntaskan

tugas-tugas belajarnya, maka pandangan konstruktivisme adalah relevan diterapkan dalam pembelajaran matematika. Belajar matematika adalah masalah membangun pemahaman dan pengertian terhadap materi matematika. Yang harus melakukan belajar adalah anak didik sendiri baik secara individual atau dengan bantuan teman atau gurunya. Mereka sendiri yang harus melakukan upaya membangun pemahamannya tersebut, teman yang lebih mampu atau gurunya sebatas memberikan bantuan hingga mereka mampu menyelesaikan sendiri tugastugas belajarnya untuk mendapatkan pengetahuan konseptual ilmiahnya berdasarkan pengetahuan spontannya. A. Prinsip-prinsip Pembelajaran Matematika Beracuan Konstruktivisme Pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme (disarikan dari Suparno, 1997) dikembangkan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Pengetahuan bagi individu adalah hasil konstruksi individu sendiri. 2. Individu dapat mengonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan objek, fenomen, pengalaman, dan lingkungannya. 3. Pengetahuan yang benar apabila pengetahuan hasil konstruksi itu dapat digunakan untuk memecahkan masalah atau fenomen yang relevan. 4. Pengetahuan tidak dapat ditransfer oleh seseorang dari orang lain, melainkan melalui proses interpretasinya masing-masing. 5. Pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa, baik secara personal maupun sosial. 6. Perubahan konsep ke arah yang lebih rinci, lengkap, dan ilmiah terjadi apabila proses konstruksi berlangsung terus menerus. 7. Peran guru dalam pembelajaran beracuan konstruktivisme adalah sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi pengetahuan berjalan dengan baik. 8. Pengetahuan individu tersimpan dalam struktur kognitifnya, didapat melalui proses mengonstruksi secara fisik dan mental dalam lingkungan fisik dan sosial. 9. Pengetahuan hasil konstruksi sebagai struktur kognitif individu, tertanam sebagai struktur logis dan matematis yang bersifat abstrak berasal dari dua kemungkinan abstraksi, yaitu (1) abstraksi dari objek secara langsung yang menghasilkan pengetahuan empiris atau eksperimental, dan (2) abstraksi atas dasar koordinasi, relasi, operasi, penggunaan, yang tidak langsung keluar dari sifat-sifat objek. 10. Pengetahuan baru dapat dengan mudah dikonstruksi oleh individu apabila terjadi asosiasi dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Dengan demikian, tugas guru adalah membangkitkan kembali pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki siswa. 11. Pengetahuan baru akan lebih mudah dikonstruksi oleh siswa apabila diawali dari hal yang konkrit dan ini lebih baik dari pada pengetahuan awal yang abstrak. B. Model Pembelajaran 1. Pola Pembelajaran Matematika Beracuan Konstruktivisme Berdasarkan pendapat dari Horsley (1990), Tobin dan Timon, Yager sebagaimana disarikan Hamzah (2003:7) dan Dahar (1988:193), pola pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme adalah sebagai berikut: a. Pembelajaran diawali dengan menggali konsepsi awal yang dimiliki anak, agar anak lebih termotivasi dan mebangkitkan kesadaran pengetahuan matematisnya. Penggalian berguna

untuk mempersiapkan diri siswa melakukan proses asimilasi untuk mencapai keseimbangan pada proses selanjutnya. b. Pembelajaran tahap berikutnya adalah anak melakukan kegiatan eksplorasi dengan kehadiran objek riil, untuk mengenal ciri-ciri dan sifat-sifat fisik secara langsung dan memberikan perlakuan terhadap objek itu. Dengan perlakuan dan operasi, relasi, koordinasi terhadap penggunaan objek riil akan didapatkan abstraksi logis dan matematis. c. Tahap konstruksi lebih lanjut melalui aktivitas interaksi antar siswa dalam kelompok kecil atau kelompok besar, dalam diskusi saling bertukar ide untuk menyusun persetujuan pengetahuan yang dikonstruksinya. d. Tahap pemantapan konstruksi pengetahuan melalui situasi yang memungkinkan siswa menerapkan pengetahuan atau menguji pengetahuannya. 2. Karakteristik Pembelajaran Ada Enam karakteristik pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme sebagaimana disarikan oleh Sa dijah (2006:113) adalah sebagai berikut: a. Karakteristik Pertama. Mengaitkan pembelajaran dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa sehingga pengetahuan akan dikonstruksi siswa secara bermakna. Penyediaan pengalaman belajar yang sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki siswa adalah perlu dilakukan. b. Karakteristik Kedua. Mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi realistik dan relevan, sehingga siswa terlibat secara emosional dan sosial. Yang bisa dilakukan bagi siswa adalah penyediaan pengalaman belajar atau tugas-tugas matematika yang relevan dengan kehidupan sehari-hari. c. Karakteristik Ketiga. Menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar. Yang dapat dilakukan sesuai karakteristik ini adalah memberikan pertanyaan terbuka, menyediaakan masalah yang dapat diselesaikan dengan berbagai cara atau multi solusi. d. Karakteristik Keempat. Mendorong interaksi dan kerjasama dengan orang lain atau lingkungannya. Mendorong terjadinya proses konstruksi pengetahuan baru yang dipelajarinya. e. Mendorong penggunaan berbagai representasi idea, misal dalam bentuk benda konkrit, bentuk gambar benda, simbol gambar, simbol, dan bahasa. f. Karakteristik Keenam. Mendorong peningkatan kesadaran siswa dalam proses pembentukan pengetahuan melalui refleksi diri. Refleksi diri yang menjelaskan mengapa dan bagaimana pengetahuannya dikonstruksi atau suatu masalah dipecahkan, mengomunikasikan konsepkonsep yang sudah atau yang belum diketahui secara lisan atau tertulis. 3. Sintaks Model Pembelajaran Model pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme sebagaimana dikembangkan Sa dijah (2006:116-117) terdiri dari lima fase, yaitu: a. Fase Pertama: Fase Kesadaran. Fase kesadaran dilakukan dengan penyediaan sumber belajar realistik yang relevan dengan pengetahuan yang dimiliki siswa, agar pengetahuan matematisnya tumbuh dan bangkit. Selain itu melalui pertanyaan lisan atau tertulis, siswa dapat mengungkapkan pengetahuannya, ide-idenya tanpa diiringi oleh pembetulan oleh guru. b. Fase Kedua: Fase Operasional. Fase mencari solusi atas masalah yang diajukan. Pencarian

solusi dilakukan dengan bereksplorasi dari objek realistik yang disajikan, mengamati, memperagakan, mensimulasikan, meneliti, percobaan, untuk mendapatkan data-data yang dapat dianalisis, kemudian dapat diabstraksi sebagai pengetahuan atau struktur logis matematis. Yang dapat ditanamkan kepada siswa pada saat eksplorasi antara lain: alasan-alasan melakukan eksplorasi ide baru, mengenalkan konsep matematis. c. Fase ketiga: Mediatif. Sebuah kegiatan yang dapat terintegrasi pada fase-fase lainnya, bergantung pada kondisi anak (individu atau kelompok) d. Fase Keempat: Fase Reflektif. Fase reflektif dilakukan untuk mengungkapkan kembali pengalaman belajar individu sebelumnya dalam diskusi kelompok. Secara kooperatif dalam kelompok kecil siswa dapat berdialog, berkomunikasi, bertukar dan saling memperkuat ideidenya. e. Fase Kelima: Fase Penyusunan Persetujuan. Tahap mengonstruksi pengetahuan lebih lanjut dilakukan dengan refleksi dalam ruang lingkup kelas untuk melakukan pengujian dan penyusunan kembali pengetahuan matematikanya yang sudah dikonstruksi pada fase sebelumnya. Secara ringkas, fase-fase dari sintaks pembelajaran dapat digambarkan Sa dijah (2006) dalam bagan berikut: (Sa dijah, 2006:115) C. Prosedur Pembelajaran 1. Metode dan Pendekatan Metode pembelajaran merujuk pada aktivitas yang langsung dilakukan dalam membangun interaksi pebelajar dengan materi pelajaran. Bila ditinjau dari guru sebagai agen pembelajaran, metode pembelajaran adalah cara yang ditempuh guru agar pebelajar berinteraksi dengan materi pelajaran. Sedangkan bila ditinjau dari pebelajar sebagai subjek belajar, metode pembelajaran dimaknai sebagai metode belajar, yakni cara yang ditempuh siswa dalam melakukan interaksi pebelajar dengan materi pelajaran. Merujuk pada model pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme, maka metode pembelajaran yang mendukung model tersebut adalah: a. Metode penemuan (Discovery) Metode ini memungkinkan siswa sendiri atau dibantu temannya atau bahkan guru berusaha menemukan pengetahuan baru atas materi yang dipelajarinya. Tentunya, pengetahuan baru itu bukanlah yang benar-benar baru, karena orang lain sudah mengetahuinya. Sehingga metode ini biasa disebut metode penemuan terbimbing (discovery). Metode penemuan akan memberikan kesempatan lebih luas kepada pebelajar untuk membangun sendiri pengetahuan matematikanya tanpa banyak diberitahu oleh gurunya. Sesuai dengan prinsip konstruktivisme personal dan sosial, maka metode ini relevan dalam pembelajaran melalui penciptaan situasi sosial kooperatif, sehingga terjadi transfer belajar dari siswa berkemampuan lebih kepada yang kurang. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan metode penemuan adalah: a) Guru harus bertindak sebagai pengarah atau pembimbing saja, bukan sebagai pemberi tahu.

b) Guru perlu memperhatikan pengetahuan prasyarat yang diperlukan bagi upaya belajar penemuan pengetahuan yang baru itu. c) Semangat menemukan pengetahuan baru atau pengalaman belajar siswa harus dipelihara agar tidak cepat bosan. d) Guru perlu menyediakan anak tangga menuju tingkatan pengetahuan barunya dengan menapak sendiri anak tangga tersebut. b. Metode diskusi Metode diskusi sangat relevan dan mendukung model pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme dengan menggunakan bahan ajar berbasis konstruktivistik. Melalui aktivitas diskusi berarti ada interaksi antara guru dan siswa atau siswa dan siswa dalam membangun pemahaman bersama mengenai materi pelajaran. Metode diskusi memungkinkan setiap individu merefleksikan ide dan pikirannya atas temuan, pengalaman, konsep yang dimilikinya, sehingga semakin menyempurnakan pengetahuannya hingga didapatkan konsep yang lebih rinci dan ilmiah. Penerapan metode diskusi akan memungkinkan terjadinya proses konstruksi pengetahuan lanjutan setelah melakukan konstruksi tahap awal melalui objek realistis dalam belajar penemuan. Metode diskusi memungkinkan beragamnya pengalaman belajar siswa dan dapat menambah kepercayaan dirinya diantara teman-teman dalam kelompok atau dalam kelas. Dengan demikian metode diskusi akan menyempurnakan hasil belajar siswa. c. Metode pemberian tugas Metode pemberian tugas sebagai pendukung model pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme disarankan dengan konsep bahwa pebelajar yang konstruktivis akan banyak melakukan aktivitasnya dalam mengembangkan pengetahuan dan pengalamannya hingga tingkatan optimal. Melalui pemberian tugas, pebelajar akan meluangkan waktunya lebih banyak mengonstruksi pengetahuan dan pengalamannya sehingga penyimpanan informasi dalam memori jangka panjang lebih terjamin. Pemberian tugas yang umum dilakukan guru dalam pembelajaran adalah tugas pekerjaan rumah mengerjakan soal-soal latihan. Ini dengan harapan dapat meningkatkan dan melatih pemahamannya dalam situasi yang berbeda dengan sebelumnya. Namun demikian, konstruksi pengetahuan akan lebih berarti lagi apabila pemberian tugas adalah tugas lainnya, seperti membuat produk tertentu dengan basis pengetahuan yang dipelajarinya, tugas proyek yang menuntut aktivitas investigasi dan pengumpulan data untuk kemudian menyusun laporan. Selain metode pembelajaran yang ditinjau dari sisi guru sebagai agen pembelajaran dan siswa sebagai subjek belajar, hal penting yang disarankan dalam PMBK ini adalah pendekatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran merupakan upaya ang ditempuh guru dalam menciptakan situasi belajar agar interaksi pebelajar dan materi pelajaran terjadi lebih intensif dan lebih mudah. Sesuai model pembelajaran PMBK, maka pendekatan pembelajaran yang diterapkan ini adalah pendekatan konstruktivism, yakni yang mendasarkan pada pandangan konstruktivisme D. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Rencana pelaskanaan pembelajaran sebagai salah satu perangkat pembelajaran adalah imlementasi semua konsep pembelajaran dalam bentuk rencana yang sistematis dan mudah

dipedomani dalam melaksanakan pembelajaran kelas. RPP disusun mengacu kepada Standar Proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah (Permendiknas No. 41 tahun 2007). Sesuai dengan petunjuk di dalamnya, maka RPP disusun dengan struktur sebagai berikut: 1) Identitas matapelajaran 2) Standar kompetensi 3) Kompetensi dasar 4) Indikator pencapaian kompetensi 5) Tujuan pembelajaran 6) Materi Ajar 7) Alokasi waktu 8) Strategi Pembelajaran: Metode, Pendekatan, dan Model Pembelajaran 9) Kegiatan pembelajaran, mencakup: kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup. 10) Penilaian hasil belajar 11) Sumber belajar. RPP disusun dengan orientasi pembelajaran agar berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik. Secara rinci RPP untuk pembelajaran dengan model PMBK yang didukung bahan ajar berbasis konstruktivistik diuraikan dalam bagian di halaman-halaman berikutnya. E. Penutup Demikian uraian-uraian penting mengawali pelaksanaan pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme dengan menggunakan bahan ajar berbasis konstruktivistik, dengan harapan dapat menjadi informasi yang bermanfaat dan dapat dipedomani. Selebihnya adalah tergantung kreatifitas bapak/Ibu guru dalam memaknai pedoman dan mengembangkannnya dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. F. Daftar Bacaan Dahar, Ratna Wilis. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Ditjen Dikti Proyek Pengembangan LPTK Depdiknas. Depdiknas. 2006a. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 22 Tahun 2006, tentang Standar Isi Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 41 Tahun 2007, tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas. 2008a. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Direktorat Pembinaan SMA, Dirjen Mandikdasmen, Depdiknas. Depdiknas. 2008b. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 2 tahun 2008 Tentang Buku. Jakarta: Depdiknas. Freudenthal, Hans. 1991. Revisiting Mathematics Education. Netherlands: Kluwer Academic Publishers. Hamzah. 2003. Pembelajaran Matematika Menurut Teori Belajar Konstruktivisme. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No.040-Januari 2003. Online (http://www.depdiknas.go.id), Download Tgl. 19-9-2007.

Hudojo, Herman. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Universitas Negeri Malang Press. Sa dijah, Cholis. 2006. Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Beracuan Konstruktivisme untuk Siswa SMP. Jurnal Pendidikan Matematika MATHEDU PPs UNESA Vol. 1 No. 2, Juli 2006, Hal. 111 122. Soedjadi, R.. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Ditjen Dikti Depdiknas. Suherman, Erman dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

You might also like