You are on page 1of 21

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu. A. Mulut Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus. Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzimenzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.

B. Tenggorokan ( Faring) Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium Tekak terdiri dari; Bagian superior = bagian yang sangat tinggi dengan hidung, bagian media = bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior = bagian yang sama tinggi dengan laring. Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga, Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah bagian inferior disebut laring gofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring C. Kerongkongan (Esofagus) Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari bahasa Yunani: i , oeso membawa, dan , phagus memakan).

Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi. Esofagus dibagi menjadi tiga bagian: y y y bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka) bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus) serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).

D. Lambung o Lambung terletak pada epigastrium dan terdiri dari mukosa, submukosa, lapisan otot yang tebal, dan serosa. Mukosa ventriculus berlipat-lipat atau rugae. Secara anatomis ventriculus terbagi atas kardiaka, fundus, korpus, dan pilorus. Sphincter cardia mengalirkan makanan masuk ke dalam ventriculus dan mencegah reflux isi ventriculus memasuki oesophagus kembali. Di bagian pilorus ada sphincter piloricum. Saat sphincter ini berrelaksasi makanan masuk ke dalam duodenum, dan ketika berkontraksi sphincter ini mencegah terjadinya aliran balik isi duodenum (bagian usus halus) ke dalam ventriculus (Budiyanto, 2005; Faradillah, Firman, dan Anita. 2009). o Lapisan epitel mukosa lambung terdiri dari sel mukus tanpa sel goblet. Kelenjar bervariasi strukturnya sesuai dengan bagiannya. Pada bagian cardiac kelenjar terutama adalah sel mukus. Pada bagian fundus dan corpus kelenjar mengandung sel parietal yang mensekresi HCl dan faktor intrinsik, dan chief cell mensekresi pepsinogen. Bagian pilorus mengandung sel G yang mensekresi gastrin (Chandrasoma, 2006). o Mukosa lambung dilindungi oleh berbagai mekanisme dari efek erosif asam lambung. Sel mukosa memiliki permukaan apikal spesifik yang mampu menahan difusi asam ke dalam sel. Mukus dan HCO3 dapat menetralkan asam di daerah dekat permukaan sel. Prostaglandin E yang dibentuk dan disekresi oleh mukosa lambung melindungi lambung dan duodenum dengan merangsang peningkatan sekresi bikarbonat, mukus lambung, aliran darah mukosa, dan kecepatan regenarasi sel mukosa. Aliran darah mukosa yang bagus, iskemia dapat mengurangi ketahanan mukosa (Price dan Wilson, 2006). o Fungsi utama lambung adalah sebagai tempat penampungan makanan, menyediakan makanan ke duodenum dengan jumlah sedikit secara teratur. Cairan asam lambung mengandung enzim pepsin yang memecah protein menjadi pepton dan protease. Asam lambung juga bersifat antibakteri. Molekul sederhana seperti besi, alkohol, dan glukosa dapat diabsorbsi dari lambung (Guyton, 1997). E. Usus halus (usus kecil) o Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang

mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. o Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar ). Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum). 1. Usus dua belas jari (Dudenum) Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari. Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan. 2. Usus Kosong (jejenum) Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.

Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis. Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti lapar dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti kosong. 3. Usus Penyerapan (illeum) Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu. F. Usus Besar (Kolon) Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari : Kolon asendens (kanan) Kolon transversum Kolon desendens (kiri) Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum) Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa

menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare. G. Usus Buntu (sekum) Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, buta) dalam istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing. H. Umbai Cacing (Appendix) Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen). Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum. Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendektomi. I. Rektum dan anus Rektum (Bahasa Latin: regere, meluruskan, mengatur) adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong

karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar BAB), yang merupakan fungsi utama anus. J. Pankreas Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari). Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu : y y Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan Pulau pankreas, menghasilkan hormon

Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium

bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung. K. Hati Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan. Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar. Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah. Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum. L. Kandung empedu Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran empedu. Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu: Membantu pencernaan dan penyerapan lemak

Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DISPEPSIA A. Konsep Medik 1. Pengertian Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2000 hal : 488). Batasan dispepsia terbagi atas dua yaitu: a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya b. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya

2. Anatomi & Fisiologi a. Anatomi


Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat dibawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk tabung J, dan bila penuh berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Kapasitas normal lambung 1 sampai 2 liter. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrum pilorus. Sebelah atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan. Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan yang masuk kedalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Disaat sfingter pilorikum berelaksasi makanan masuk kedalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isis usus halus kedalam lambung.

Lambung terdiri dari empat lapisan yaitu : 1. lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa. 2. Lapisan berotot yang terdiri atas 3 lapisan : b.) Serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot esophagus. c.) Serabut sirkuler yang palig tebal dan terletak di pylorus serta membentuk otot sfingter, yang berada dibawah lapisan pertama. d.) Serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambunh dan berjalan dari orivisium kardiak, kemudian membelok kebawah melalui kurva tura minor (lengkung kelenjar).
3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah

dan saluran limfe. 4. Lapisan mukosa yang terletak disebelah dalam, tebal, dan terdiri atas banyak kerutan/ rugae, yang menghilang bila organ itu mengembang karena berisi makanan. Ada beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada dekat orifisium kardia. Kelenjar ini mensekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastric terletak di fundus dan pada hampir selurus korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tipe-tipe utama sel. Sel-sel zimognik atau chief cells mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel-sel parietal mensekresikan asam hidroklorida dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik diperlukan untuk absorpsi vitamin B 12 di dalam usus halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) ditemukan dileher fundus atau kelenjar-kelenjar gastrik. Sel-sel ini mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada pylorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresikan oleh lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ionion natrium, kalium, dan klorida. Persarafan lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf

vagus. Trunkus vagus mempercabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik dan seliaka. Pengetahuan tentang anatomi ini sangat penting, karena vagotomi selektif merupakan tindakan pembedahan primer yang penting dalam mengobati tukak duodenum. Persarafan simpatis adalah melalui saraf splenikus major dan ganlia seliakum. Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, dan dirasakan di daerah epigastrium. Serabut-serabut aferen simpatis menghambat gerakan dan sekresi lambung. Pleksus saraf mesentrikus (auerbach) dan submukosa (meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan mengkordinasi aktivitas motoring dan sekresi mukosa lambung. Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serat hati, empedu, dan limpa) terutama berasal dari daerah arteri seliaka atau trunkus seliaka, yang mempecabangkan cabang-cabang yang mensuplai kurvatura minor dan mayor. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteri gastroduodenalis dan arteri pankreas tikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus posterior duodenum. Tukak dinding postrior duodenum dapat mengerosi arteria ini dan menyebabkan perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta berasal dari pankreas, limpa, dan bagian lain saluran cerna, berjalan kehati melalui vena porta. b. Fisiologi Fisiologi Lambung : 1. 2. Mencerna makanan secara mekanikal. Sekresi, yaitu kelenjar dalam mukosa lambung mensekresi 1500 3000 mL gastric juice (cairan lambung) per hari. Komponene utamanya yaitu mukus, HCL (hydrochloric acid), pensinogen, dan air. Hormon gastrik yang disekresi langsung masuk kedalam aliran darah. 3. Mencerna makanan secara kimiawi yaitu dimana pertama kali protein dirobah menjadi polipeptida 4. Absorpsi, secara minimal terjadi dalam lambung yaitu absorpsi air, alkohol, glukosa, dan beberapa obat. 5. Pencegahan, banyak mikroorganisme dapat dihancurkan dalam lambung oleh HCL.

6.

Mengontrol aliran chyme (makanan yang sudah dicerna dalam lambung) kedalam duodenum. Pada saat chyme siap masuk kedalam duodenum, akan terjadi peristaltik yang lambat yang berjalan dari fundus ke pylorus.

3. Etiologi a. Perubahan pola makan b. Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu yang lama c. Alkohol dan nikotin rokok d. Stres e. Tumor atau kanker saluran pencernaan 4. Insiden Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15 30 % orang dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Di inggris dan skandinavia dilaporkan angka prevalensinya berkisar 7 41 % tetapi hanya 10 20 % yang mencari pertolongan medis. Insiden dispepsia pertahun diperkirakan antara 1 8 % (Suryono S, et all, 2001 hal 154). Dan dispepsia cukup banyak dijumpai. Menurut Sigi, di negara barat prevalensi yang dilaporkan antara 23 dan 41 %. Sekitar 4 % penderita berkunjung ke dokter umumnya mempunyai keluhan dispepsia. Didaerah asia pasifik, dispepsia juga merupakan keluhan yang banyak dijumpai, prevalensinya sekitar 10 20 %. 5. Manifestasi Klinik a. nyeri perut (abdominal discomfort) b. Rasa perih di ulu hati c. Mual, kadang-kadang sampai muntah d. Nafsu makan berkurang e. Rasa lekas kenyang f. Perut kembung g. Rasa panas di dada dan perut h. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba) 6. Patofisiologi Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung,

kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan. 7. Pencegahan Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkomsumsi makanan yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol, dan pantang rokok, bila harus makan obat karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung. 8. Penatalaksanaan Medik a. Penatalaksanaan non farmakologis 1) Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung 2) Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stres 3) Atur pola makan b. Penatalaksanaan Farmakologis Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross

patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF reponsif terhadap placebo. Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung) golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan prokinetik (mencegah terjadinya muntah) 9. Test Diagnostik Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti halnya pada sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan gejala dan penyakit disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk

memastikan penyakitnya, maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan, selain pengamatan jasmani, juga perlu diperiksa : laboratorium, radiologis, endoskopi, USG, dan lain-lain. a. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets mellitus, dan lainnya. Pada dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium dalam batas normal. b. Radiologis Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di saluran makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda. c. Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi)

Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran endoskopinya normal atau sangat tidak spesifik.

d.

USG (ultrasonografi)

Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit, apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan pada kondisi klien yang beratpun dapat dimanfaatkan

e. Waktu Pengosongan Lambung

Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet radioopak. Pada dispepsia fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30 40 % kasus.

B. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang dilakukan yaitu : Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa data. Data fokus yang berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu hati, mual kadang-kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut kembung, rasa panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar tiba-tiba). (Mansjoer A, 2000, Hal. 488). Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit diperut bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan lain, perasaan panas di dada daerah jantung (heartburn), regurgitasi, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa keluhan lainnya. 2. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung. b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah makan, anoreksia. c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual, muntah d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya 3. Rencana Keperawatan Rencana keperawatan adalah tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menngulangi masalah keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan. a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.

Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri, dengan kriteria klien melaporkan terjadinya penurunan atau hilangnya ras nyeri

INTERVENSI 1. Kaji tingkat nyeri, beratnya (skala 0 10)

RASIONAL 1. Berguna dalam pengawasan kefektifan obat, penyembuhan kemajuan

2. Berikan istirahat dengan posisi semifowler 2. Dengan posisi semi-fowler dapat 3. Anjurkan menghindari klien makanan untuk tegangan yang bertambah dapat meningkatkan kerja asam telentang lambung 3. dapat menghilangkan nyeri 4. Anjurkan klien untuk tetap akut/hebat dan menurunkan mengatur waktu makannya aktivitas peristaltik 5. Observasi TTV tiap 24 jam 4. mencegah terjadinya perih 6. Diskusikan dan ajarkan teknik relaksasi 5. 7. Kolaborasi dengan pemberian obat analgesik sebagai indikator untuk melanjutkan berikutnya intervensi pada ulu hati/epigastrium dengan posisi abdomen yang menghilangkan

6. Mengurangi rasa nyeri atau dapat terkontrol

7. Menghilangkan rasa nyeri dan mempermudah kerjasama

dengan intervensi terapi lain

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah makan, anoreksia.

Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang diharapkan individu, dengan kriteria menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi

INTERVENSI 1. Pantau dan dokumentasikan dan haluaran tiap jam secara adekuat 2. Timbang BB klien 3. Berikan makanan sedikit tapi sering

RASIONAL 1. Untuk mengidentifikasi indikasi/perkembangan dari hasil yang diharapkan 2. Membantu menentukan keseimbangan cairan yang tepat 3. meminimalkan anoreksia, dan

4. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare. 5. Kaji pola diet klien yang disukai/tidak disukai.

mengurangi iritasi gaster 4. Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat Berguna dalam pengawasan kefektifan obat, kemajuan penyembuhan 5. Membantu intervensi

6. Monitor intake dan output secara

kebutuhan yang spesifik,

periodik. 7. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).

meningkatkan intake diet klien. 6. Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan 7. Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.

c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual, muntah

Tujuan : Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan prilaku yang perlu untuk memperbaiki defisit cairan, dengan keseimbangan kriteria cairan,

mempertahankan/menunjukkan

perubaan

dibuktikan stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik.

INTERVENSI 1. Awasi tekanan darah dan nadi, pengisian kapiler, status membran mukosa, turgor kulit 2. Awasi jumlah dan tipe masukan cairan, ukur haluaran urine dengan akurat 3. Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan penggunaan laksatif/diuretik 4. Identifikasi rencana untuk meningkatkan/mempertahanka n keseimbangan cairan optimal misalnya : jadwal masukan cairan 5. Berikan/awasi hiperalimentasi IV

RASIONAL 1. Indikator keadekuatan volume sirkulasi perifer dan hidrasi seluler 2. Klien tidak mengkomsumsi cairan sama sekali mengakibatkan dehidrasi atau mengganti cairan untuk masukan kalori yang berdampak pada keseimbangan elektrolit 3. Membantu klien menerima perasaan bahwa akibat muntah dan atau penggunaan laksatif/diuretik mencegah kehilangan cairan lanjut 4. Melibatkan klien dalam rencana untuk memperbaiki keseimbangan untuk berhasil 5. Tindakan daruat untuk memperbaiki ketidak seimbangan cairan elektroli

d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya

Tujuan : Mendemonstrasikan koping yang positif dan mengungkapkan penurunan kecemasan, dengan kriteria menyatakan pemahaman tentang penyakitnya.

INTERVENSI 1. Kaji tingkat kecemasan 2. Berikan dorongan dan berikan waktu untuk mengungkapkan pikiran dan dengarkan semua keluhannya

RASIONAL 1. Mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan yang dirasakan oleh klien sehingga memudahkan dlam tindakan selanjutnya 2. Klien merasa ada yang

3. Jelaskan semua prosedur dan pengobatan 4. Berikan dorongan spiritual

memperhatikan sehingga klien merasa aman dalam segala hal tundakan yang diberikan 3. Klien memahami dan mengerti tentang prosedur sehingga mau bekejasama dalam perawatannya. 4. Bahwa segala tindakan yang diberikan untuk proses penyembuhan penyakitnya, masih ada yang berkuasa menyembuhkannya yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

4. Evaluasi

Tahap evaluasi dalam proses keperawatan mencakup pencapaian terhadap tujuan apakah masalah teratasi atau tidak, dan apabila tidak berhasil perlu dikaji, direncanakan dan dilaksanakan dalam jangka waktu panjang dan pendek tergantung respon dalam keefektifan intervensi

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2 Jakarta, EGC Inayah Iin, 2004, Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pencernaan, edisi pertama, Jakarta, Salemba Medika. Manjoer, A, et al, 2000, Kapita selekta kedokteran, edisi 3, Jakarta, Medika aeusculapeus Suryono Slamet, et al, 2001, buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 2, edisi , Jakarta, FKUI Doengoes. E. M, et al, 2000, Rencana asuhan keperawatan, edisi 3 Jakarta, EGC Price & Wilson, 1994, Patofisiologi, edisi 4, Jakarta, EGC Warpadji Sarwono, et al, 1996, Ilmu penyakit dalam, Jakarta, FKUI

You might also like