Professional Documents
Culture Documents
Seorang kawan kedapatan begitu marah demi melihat pintu belakang mobilnya tergores
paku. "Itu pekerjaan pengamen yang tak kuberi duit," katanya dengan rahang
mengeras dan mata menyala. Maka sejak itu ia punya pekerjaan baru: memburu si
pengamen di segenap perempatan lampu merah.
Goresan itu benar-benar membuat batinnya terganggu. Karena mobil itu telah menjadi
bagian hidupnya. Kebersihannya adalah seni, kemilaunya adalah jiwa. Jika hujan, ia
lebih menyukai bermotor atau bertaksi. Jika becek menghadang, ia pilih putar
haluan. Katimbang mobilnya, ia lebih merelakan tubuhnya untuk tertimpa angin dan
hujan. Maka goresan paku itu benar-benar musibah yang menyulut api kemarahannya.
Maka setiap menatap uang receh di dalam mobilnya, ia hanya melihat simbol gangguan
yang menekan. Setiap hari ia terpaksa harus memberi uang-uang receh itu untuk
sesuatu yang sangat dia benci. "Ini bukan soal nilai duit, ini soal prinsip,"
katanya setiap kali. Tapi astaga, jika ia ngotot mempertahankan prinsip itu,
dengan cepat ia merasakan akibat yang begitu mengerikan. Padahal kehujanan saja
mobil itu tak kurelakan, apalagi harus di beleret paku, lagi pula sepanjang itu!
Ooo remuk jiwaku!
Ya, demikian gampang ternyata hidup si kawan ini, atau bisa jadi kita semua,
terganggu. Hanya karena goresan kecil di mobil, burung piaraan mati, atau buah di
pekarangan dipetik orang, kita bisa melupakan tawa anak-anak dan kesabaran seorang
istri. Canda mereka malah berarti kebisingan, dan kelucuan mereka malah
menimbulkan kejengkelan. Hanya karena segores paku, seseorang bisa begitu
menganggap sial hidupnya dan menganggap para pemulung, pengemis dan pengamen
jalanan adalah orang-orang yang begitu berkuasa. Inilah hebatnya kekuatan
gangguan: bahkan seseorang yang punya kekuatan naik mobil pun bisa demikian iri
pada orang yang cuma kuat mengamen dan menggores. (03)
(PrieGS/)