You are on page 1of 14

BAB I PENDAHULUAN Komunikasi merupakan aktivitas utama manusia ,melalui komunikasi manusia dapat bergaul dengan sesama misalnya

pergaulan dalam keluarga,lingkungan keluarga,sekolah,tempat kerja,organisasi sosial dan lain-lain.oleh karena itu manusia disebut makhluk sosial. Salah Satu bentuk komunikasi antar manusia terjadi dalam organisasi. Komunikasi terdiri dari 3 wujud . pertama ,komunikasi kebawah (downward communication) yaitu komunikasi dari pimpinan perusahaan kepada karyawan . kedua,komunikasi ke atas (upward communication) yaitu komunikasi dari pihak karyawan kepihak manajemen. Ketiga,komunikasi sejajar (horizontal communication) komunikasi yang terjadi diantara karyawan didalam suatu organisasi. Komunikasi atasan bawahan inisangat penting dalam organisasi karena dapat membawa pengaruh yang besar terhadap organisasi. Meskipun komunikasi atasan bawahan dapat memberikan dampak yang sangat besar bagi kelangsungan suatu organisasi,namun komunikasi atasan dan bawahan sering mendapat perhatian yang kurang dari pelaku organisasi. Seringkali para pelaku organisasi hanya melihat terjadi penurunan baik dalam kinerja karyawan yang pada akhirnya menyebabkan penurunan produktifitas organisasi. Secara prinsip dasar, komunikasi adalah proses dimana terjadi hubungan antara pihak pemberi pesan dengan maksud dan tujuan untuk menyampaikan suatu ide,konsep,perasaan performance kepada pihak penerima pesan dan saling berinteraksi diantaranya sehingga dapat tercipta suatu bobot dan relevansinya. Sedangkan tujuan kita berkomunikasi dengan orang lain adalah menyampaikan ide atau maksud,menilai,mengadakan umpan balik dan proses meyakinkan rekan bicara. Tidak jarang kita temui permasalahan komunikasi didalam perusahaan entah antar departemen,rekan kerja,atau antara dan bawahan. Kebanyakan disebabkan oleh tidak adanya titik temu berbagai pihak,komunikasi yang berjalan lambat,bahkan lebih berbahaya jika komunikasi yang disimpangkan sehingga membuat tim menjadi berantakan. Tentunya hal ini kita memerlukan kemampuan organisasi yang baik dan efektif untuk menyelesaikan hambatan komunikasi yang terjadidalam perusahaan. Sebenarnya tidak hanya peran sebagai praktisi HRD yang mesti punya kemampuan yang mampu dalam masalah komunikasi tetapi posisi apapun didalam organisasi atau perusahaan harus memiliki kemampuan tersebut.

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Komunikasi Carl I. Hovland dalam Hadi (2007) mendefinisikan komunikasi dalam sebagai upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian serta pembentukan pendapat dan sikap.Obyek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude). Dalam definisi yang lain disebutkan komunikasi sebagai sesuatu hal dasar yang selalu dibutuhkan dan dilakukan oleh setiap insan manusia, karena berkomunikasi merupakan dasar interaksi antar manusia untuk memperoleh kesepakatan dan kesepahaman yang dibangun untuk mencapai suatu tujuan yang maksimal diantara kedua nya. Untuk mencapai usaha dalam berkomunikasi secara efektif, maka sebaiknya kita harus mengetahui sejumlah pemahaman dan persoalan yang terjadi dalam proses berkomunikasi itu sendiri. B. Proses Komunikasi a. Proses Komunikasi secara primer Proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol)sebagai media, bahasa, kial (gesture), isyarat, gambar, warna, dan sebagainya. Aspek yang paling banyak digunakan adalah bahasa, karena mampu menterjemahkan pikiran seseorang kepada orang lain berupa ide, informasi atau opini. Bahasa memegang peranan paling penting dalam proses komunikasi primer. Aspek yang paling penting dalam bahasa adalah pemilihan kata. Kata-kata mengandung dua jenis pengertian : b. Proses Komunikasi Secara Sekunder Proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Komunikasi sekunder dapat berupa, surat, telepon, fax, koran, majalah, radio, TV, film, e-mail, internet, dan sebagainya. Perkembangan budaya masyarakat yang sangat cepat telah membawa perubahan pada metode komunikasi. Saat ini media sekunder banyak digunakan sebagai media utama dalam melakukan komunikasi yang efektif bagi massa secara luas. Contohnya adalah penggunaan internet dalam kampanye Obama dan Susilo Bambang Yudhoyono dalam Pemili. Kasus Prita Mulyasari juga menjadi streotipe yang sangat baik tentang bagaimana implikasi media dalam hal ini internet terhadap pengembangan image suatu perusahaan. RS Omni Internasional tercatat mengalami penurunan pelanggan akibat pemberitaan dan dukungan terhadap Prita Mulyasari.

C. Komunikasi Organisasi Komunikasi Organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukkan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari dari unit-unit komunikasi dalam hubungan hierarkis antara yang satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan. Komunikasi organisasi terjadi kapan pun, setidaktidaknya satu orang yang menduduki suatu jabatan dalam suatu organisasi menafsirkan suatu pertunjukkan.Fokus komunikasi organisasi adalah komunikasi di antara anggota-anggota suatu organisasi. D. Munculnya Masalah Dalam Komunikasi Konflik dalam perusahaan juga sering terjadi antar karyawan, hal ini biasanya terjadi karena masalah diluar perusahaan, misalnya tersinggung karena ejekan, masalah ide yang dicuri, dan senioritas. Perusahaan yang baik harus bisa menghilangkan masalah senioritas dalam perusahaan. Hal ini dapat meminimalisir masalah yang akan timbul, kerena dengan suasanya yang harmonis dan akrab maka masalah akan sulit untuk muncul. Beberapa hal yang dapat menyebabkan timbulnya masalah komunikasi : 1. Masalah dalam Mengembangkan pesan Sumber masalah dalam mengembangkan suatu pesan adalah dalam

memformulasikan suatu pesan. Masalah dalam mengembangkan suatu pesan seperti munculnya keraguan tentang isi pesan, kurang terbiasa dengan situasi yang ada atau masih asing dengan audiens, adanya pertentangan emosional atau kesulitan dalam

mengekspresikan ide atau gagasan. Jika sesorang menglami keraguan dalam menyampaikan suatu pesan maka ada keendrungan seseorang akan mengalami kesulitan dalam mengembangkan pesan lebih lanjut. Jika seseorang gagal dalam mengembangkan pesan, proses komunikasi akan dimulai dengan sesuatu yang salah, yang pada akhirnya akan membawa kegagalan yang berkelanjutan. 2. Masalah dalam Menyampaikan Pesan Masalah yang paling jelas disini adalah faktor fisik seperti kesalahan pada sambungan kabel pada sound system, kualitas suara yang kurang baik, lampu yang tiba-tiba padam, salinan surat yang tak terbaca dan lain-lain. Masalah lain dalam menyampaikan suatu pesan adalah bila dua buah pesan yang disampaikan mempunyai arti yang saling berlawanan atau bermakna ganda. Masalah serupa juga akan muncul jika pesan disampaikan melalui saluran penghubung yang cukup panjang. 3. Masalah dalam Menerima Pesan Masalah yang muncul dalam menerima suatu pesan antara lain adanya persaingan antara penglihatan dengan suara, kursi yang tidak nyaman, lamou yang kurang terang, dan kondisi lain yang dapat mengganggu konsentrasi penerima. Masalah lain juga bisa muncul akibat kondisi kesehatan yang kurang baik.

4. Masalah dalam Menafsirkan Pesan Masalah yang muncul dalam menafsirkan isi pesan disebabkan oleh beberapa hal yaitu : a. Perbedaan Latar Belakang Bila pengalaman hidup penerima secara mendasar berbeda dengan pengirim pesan, komunikasi menjadi semakin sulit. Perbedaan usia, pendidikan, jenis kelamin, status sosial, kondisi ekonomi, latar belakang budaya, tempramen, kesehatan, popularitas ataupun agama dapat mempersulit atau mengganggu proses komunikasi. b. Perbedaan Penafsiran Kata Perbedaan penafsiran kata sering terjadi karena majemuknya latar belakang budaya yang ada. c. Perbedaan Reaksi Emosional Seseorang mungkin bereaksi secara berbeda terhadap kata yang sama pada keadaan yang berbeda. Suatu pesan yang jelas dapat diterima di suatu kondisi akan dapat membingungkan dalam situasi yang berbeda. Hal ini tergantung pada hubungan emosional antara penerima dengan pengirim pesan. Setiap pesan paling tidak mengandung dua hal yaitu dalam artian isi yang berkaitan dengan subjek suatu pesan dan dalam artian hubungan yang memberikan sifat suatu interaksi antara pengirim dan penerima pesan. a. Kasus I Sebagai perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki banyak divisidivisi supporting, Strategic Business Unit (SBU), cabang-cabang, serta anak perusahaan, PT. X (PT. X) memiliki kejamakan ataupun keragaman di dalam hal interaksi internal maupun eksternal, ditambah lagi basis-basis pendapatan PT. X banyak didapatkan dari project-project yang dikerjakannya, sehingga semakin besarlah cakupan yang harus dilakukan oleh PT. X di dalam mengatur proses interaksi di dalam organisasinya. Hal tersebut disebabkan karena setiap project memiliki karakter-karakter yang berbeda-beda, dan apabila project tersebut tidak berlangsung dalam jangka waktu yang lama, banyak personil-personil baru yang diambil dari eksternal (pegawai kontrak dan outsourcing) dikombinasikan dengan pegawai-pegawai lama dan berpengalaman yang berada di PT. X. Sebagai pelaksana teknis di tingkat dasar, dibentuklah suatu manajemen proyek (MP) dengan tujuan memfokuskan pelaksanaan pekerjaan. Salah satu manajemen Proyek yang akan dibahas dalam makalah ini adalah Manajemen Projek Verifikasi Ekspor atau yang biasa dikenal dan disingkat di PT. X sebagai MP-VE. MP-VE sendiri berdiri di bawah naungan Strategic Business Unit Trade Support Services (SBU TSS), SBU TSS merupakan SBU yang baru hasil peleburan dari SBU Trade Finance and Services sebelumnya. Pada SBU ini, MP-VE merupakan salah satu projek yang diandalkan bukan hanya oleh SBU sendiri tetapi oleh korporat secara

umumnya, dikarenakan MPVE merupakan projek long term atau jangka panjang dan projek yang memiliki potensi paling besar dalam menyumbangkan pendapatannya bagi korporat setiap tahun. Bahkan tidak tertutup kemungkinan untuk terus mengembangkan pendapatannya setiap tahun. MP-VE berdiri pada awal tahun 2007, setelah PT. X ditunjuk oleh pemerintah Indonesia melalui Departemen Perdagangan (Depdag) untuk melakukan verifikasi terhadap produk-produk tertentu sebelum diekspor, adapun produk-produk tertentu itu antara lain produk pertambangan yang tergolong pada bahan galian golongan C seperti marmer, granit, kaolin, batu apung, dan lainlain. Selain itu PT. X juga ditunjuk oleh pemerintah untuk memverifikasi produk-produk kimia berbahaya sebelum diekspor, yang biasa disebut dengan Prekursor, yang terakhir masih di dalam waktu yang sama sekitar bulan Februari tahun 2007 tersebut, PT. X juga dipercaya untuk melakukan pemeriksaan/verifikasi terhadap produk timah batangan sebelum diekspor. Pada awal didirikannya struktur organisasi MP-VE dipimpin oleh seorang Kepala MP yang membawahi 3 manajer yaitu manajer marketing, manajer operasi, dan manajer adum / keuangan. Dan di dalam pelaksanaan pekerjaannya dibantu oleh Koordinator Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) serta Administrasi Operasi (Adops). Untuk pekerjaan-pekerjaan di lapangan ataupun di daerah, masing-masing daerah dipimpin oleh seorang koordinator wilayah yang membawahi wilayah yang dicover olehnya. Manajer operasi memiliki kekuasaan yang sangat kuat di dalam melaksanakan tugastugasnya, dan boleh dibilang secara tidak langsung adalah vice president daripada Kepala MP. Dan kebetulan, Kepala MP pada saat itu yaitu Y memberikan mandat yang cukup besar kepada W sebagai kepala/manajer operasi sekaligus melaksanakan tugas harian Kepala MP. Karena memang pada saat itu oleh Direksi sebenarnya yang ingin diangkat adalah W, tetapi dikarenakan berbagai macam pertimbangan Direksi akhirnya mengangkat Y sebagai kepala MP. Namun hal ini menimbulkan dillema, karena Y juga merangkap jabatan sebagai kepala sektor perdagangan saat itu, pada saat masih tergabung dalam SBU TFS. Sehingga hal tersebut membuat dia melampiaskan tugas kesehariannya kepada W. Tetapi disini timbul pertanyaan dan masalah, dikarenakan jabatan yang dirangkap oleh Y tersebut, W memanfaatkan momentum tersebut untuk membuat move-move yang tidak sehat terkait kinerja MP-VE, ini terkait karena dia merasa ada persaingan dengan Y, yang harusnya dia diangkat menjadi kepala MP tetapi hanya menjadi manajer operasi. Hal tersebut menjadikan internal organization dalam MP-VE menjadi kurang sehat. Namun seiring berjalannya waktu, dengan dileburnya SBU TFS menjadi SBU TSS dan SBU ISS, maka Y terpilih menjadi General Manager untuk SBU TSS, yang mau tidak mau dia harus memberikan jabatan Kepala MP-VE kepada orang lain, dikarenakan tidak memungkinkannya lagi rangkap jabatan yang dilakukannya. Tetapi terlihat

suksesi ini agak dipaksakan, karena sepanjang W menjadi manajer operasi, memang dia mengunci pekerjaan MP-VE menjadi sangat tertutup dan sulit dimasuki oleh pihak diluar dari organisasi tersebut. Direksi dalam perjalanannya mengambil keputusan untuk tidak mengangkat W menjadi kepala MP, dan kemudian lebih memilih seseorang dari luar MP-VE untuk menjadi Kepalanya yaitu bekas Kepala Cabang PT. X di Pekanbaru, H. Dan kemudian Direksi membuat satu jabatan baru di atas Kepala MP yaitu Steering Commitee (SC), yang diduduki oleh Y dan W. Namun, dalam pelaksanaannya W tetap saja tidak puas karena jabatan tersebut dianggapnya hambar, karena tidak memiliki power di dalam pekerjaan keseharian MP-VE, hanya dianggap sebagai dewan penasihat saja. Kemudian dengan politiknya di kantor, dia membuat move-move terhadap Kepala MP yang baru dengan mosi-mosi tidak percaya, mempengaruhi anggota lainnya, serta cenderung menggerecoki ataupun merusak tatanan yang sudah ada, karena memang seperti yang telah dikatakan sebelumnya, pada saat menjadi kepala operasi dia melakukan kegiatan-kegiatan tertutup ataupun mengunci kepada pihak luar, sehingga yang banyak mengetahui MP-VE hanyalah dia. Hal tersebut membuat kepala MP yang baru menjadi geram dan tidak kerasan ataupun tidak betah pada posisinya saat itu, dan memang hal tersebut yang diharapkan oleh W terjadi kepada H. Dan akhirnya, H mengundurkan diri sebagai kepala MP-VE disamping dia terpilih menjadi ketua serikat pekerja di PT. X, dan seperti yang bisa diduga sebelumnya, W akhirnya diangkat menjadi kepala MP-VE, dikarenakan tidak adanya lagi pilihan bagi Direksi. Hal ini menjadikan banyak kejadian-kejadian yang tidak sehat di dalam organisasi yang dipimpinnya itu. Hingga saat ini organisasi MP-VE dianggap lama perkembangannya di dalam mengembangkan jaringan market dan bisnisnya, tidak seperti yang direncanakan sebelumnya, padahal MP-VE sebagai sebuah Project Management memiliki potensi di dalam mengembangkan pasarnya serta pendapatan bagi PT. X. Terdapat beberapa permasalahan penting dalam proses komunikasi di internal perusahaan. Permasalahan pertama adalah kurangnya proses komunikasi dari Direksi terhadap W selaku pihak yang paling mengerti dan merasa paling cocok untuk posisi Kepala MPVE. Direksi dalam pertimbangannya memandang W belum memiliki kompetensi yang dibutuhkan sebagai seorang Kepala MPVE karena beberapa hal sehingga dalam perjalanannya, Direksi menunjuk W dan H sebagai Kepala MPVE. Permasalahan terjadi karena Direksi tidak menjelaskan secara jelas kompetensi dan persyaratan yang diperlukan bagi karyawan yang menduduki jabatan Kepala MPVE. Ketidakjelasan tersbut pada akhirnya berdampak pada anggapan bahwa Direksi pilih kasih terhadap Y dan H. Pada kenyataannya, Direksi menilai bahwa kompetensi Kepala MP VE belum dimiliki oleh W. Jika keputusan tersebut dapat dikomunikasikan dengan baik serta

dilengkapi dengan data yang terukur seperti analisis jabatan, evaluasi jabatan, dan assessment yang independen, W mungkin dapat menerima keputusan Direksi. Etika bisnis yang baik juga seharusnya tidak membenarkan perbuatan Direksi tersebut. Sikap membatasi informasi tentang keputusan yang diambil menyebabkan pihak-pihak tertentu tidak suka. Seharusnya Direksi sebagai pihak yang memiliki posisi lebih tinggi, dapat memberikan kenyamanan bagi bawahannya. Etika bisnis tidak selalu bersifat antara anggota dalam satu level (horizontal), tetapi juga bersifat atasan dan bawahan (vertical). Penghargaan dan apresiasi dapat menunjukkan etika bisnis yang baik dari atasan kepada bawahannya.Permasalahan lainnya adalah sikap tidak dapat menerima W terhadap keputusan Direksi. Sikap tersebut kemudian diperparah dengan adanya move-move yang tidak sehat dalam menjatuhkan kredibilitas atasannya, yaitu Y dan H. Langkah yang diambil oleh W yang merasa mampu dan kredibel sebagai Kepala MP di tunjukkan dengan melakukan penahanan informasi bagi pihak luar sehingga pada akhirnya berdampak pada kinerja MPVE secara keseluruhan. Tandatanda buruknya organisasi mulai terlihat seperti mulai terlalu banyaknya pegawai sebagai langkah untuk memperkuat pengaruh dan power W dengan cara memasukkan orang-orangnya ke dalam MP-VE, sehingga memperbesar jumlah karyawan. Kemudian dikarenakan berbagai kepentingan di internal tersebut mulai terlihat adanya toleransi terhadap ketidakkompetenan beberapa stafnya. Informasi tentang MP-VE menyebabkan prosedur-prosedur administrasi menjadi berbelit, karena segala hal harus diketahui oleh W. Komunikasi yang dijalin baik kepada pihak internal terutama pihak eksternal semakin tidak efektif. Dalam hal struktur organisasi juga tidak mengalami perkembangan ataupun perubahan ke arah yang lebih baik karena menghindari terjadinya perubahan kekuasaan. Cenderung kepemimpinannya menyalahkan bawahan ataupun staf-stafnya, bahkan berburuk sangka kepada pihak eksternal secara berlebihan. Dikarenakan sifat dan gaya kepemimpinan seperti yang telah dijelaskan diatas, menjadikan W resistensi terhadap perubahan. Terlalu banyaknya intrik-intrik dan politik-politik kotor di dalam kegiatan ataupun caranya mendapatkan jabatan ataupun mempertahankannya. Dengan membuat komunitas baru yang dia percaya, kepentingan-kepentingan kelompok tertentu menjadi mencuat, contohnya dengan W banyak memasukkan lulusan dari universitas tertentu. Disebabkan seperti yang telah dijelaskan diatas resistensi terhadap perubahan kemudian komunikasi yang tidak efektif, struktur organisasi yang sudah usang menyebabkan inovasinya menjadi turun. Tetapi sebenarnya secara kemampuan teknis W memiliki kemampuan yang cukup baik dan handal dikarenakan pengalaman dan jam terbangnya. Tetapi kepemimpinan tidak hanya membutuhkan kepintaran dalam hal ini skill dan knowledge, tapi membutuhkan sebuah wisdom.

Dilihat dari sisi etika bisnis, perlakuan W terhadap pihak luar tidak dapat diterima. Seharusnya W dapat menerima keputusan yang telah diberikan oleh Direksi dan membiarkan pihak luar (Y dan H) melakukan manajerial MPVE secara lebih terbuka. Seharusnya W lebih mengeksplor kemampuan manajerialnya dengan lebih baik dengan cara lain tanpa menghalangi kesempatan orang lain menjadi lebih baik.Sikap resiten dan move-move tidak sehat yang dilakukan W juga tidak sepatutnya dilakukan. Organisasi yang baik seharusnya terbuka dan selalu menuju kearah yang lebih baik. Sikap yang ditunjukkan oleh W juga tidak sesuai dengan norma dan etika yang berlaku di dunia kerja. Persaingan seharusnya dilakukan secara sehat dan terbuka, bukan dengan melakukan gerakan bawah tanah yang bertujuan menjatuhkan pihak-pihak lain. Tanpa disadari, gerakan bawah tanah W melalui move-move tidak sehat dan politik kotor telah menjatuhkan martabat dan anggapan orang lain terhadap dirinya. Etika dan komunikasi dalam suatu interaksi organisasi adalah hal yang tidak dapat dipisahkan, baik secara internal organisasi maupun eksternal organisasi. Kedua aspek tersebut memegang peranan penting dalam proses bisnis perusahaan. Komunikasi yang efektif memberikan solusi dan peluang bagi perusahaan sedangkan etika bisnis yang baik memberikan image yang baik pula bagi perusahaan. Pada interaksi bisnis di internal PT.Surveyor Indonesia, terjadi konflik kepentingan yang berawal dari buruknya komunikasi organisasi serta tidak diterapkanya etika bisnis yang baik. Permasalahan berawal dari proses komunikasi bisnis Direksi yang kurang baik dalam menjelaskan alasan pengambilan keputusan di MPVE. Direksi tidak dapat memberikan pengertian kepada W tentang keputusan pengangkatan Y dan H sebagai Pimpinan MPVE. Hal tersebut menyebabkan W yang merasa lebih mampu menangani MPVE tidak suka dan melakukan pergerakan bawah tanah berupa move-move tidak sehat, politik kotor, dan resisten terhadap pihak luar.Pribadi W sebagi bawahan pun tidak dapat dibenarkan. Sikap yang ditunjukkan menunjukkan buruknya pengendalian diri dan pada akhirnya terlihat pada buruknya komunikasi serta etika bisnis W. Sikap tidak mau berkoordinasi dengan orang lain, tertutup pada pihak luar, tidak percaya pada Direksi, mositidak percaya serta kesengajaan membuat orang lain tidak nyaman menunjukkan buruknya proses komunikasi dan etika bisnis yang diterpakan oleh W.Komonikasi dan etika bisnis yang buruk akan berdampak tehadap kenyamanan karyawan lain dan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Statement tersebut dibuktikan dengan kurang berkembangnya kinerja MP-VE dibawah W. b. Kasus II PT.surabaya grand satelit. Contoh masalah komunikasi yang terjadi diperusahaan ini antara lain atasan tidak memberi informasi kepada bawahan mengenai tugas mereka secara efisien karena atasan tidak mengerti. Informasi diberikan terkasan berbelit-belit sehingga diterapkan kelapangan bawahan mengalami kesulitan. Hal ini terjadi ketika ada rombongan berjumlah 400 orang yang akan menginap dihotel satelit dan meminta pada bagian marketing untuk menyediakan antar

jemput untuk 10 orang. Bagian marketing menyampaikan hal tersebut kapada Recidend manager. saya mendapat instuksi untuk mencharge mobil yang digunakan untuk menjemput, padal itu sudah termasuk fasilitashotel. Akhir nya terjadi perdebatan dengan pihak penyelenggara.Selain itu atasan tidak mau membuka diri untuk manerima masukan dari bawahan, akibatnya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan justru mempersulit dan membuat bawahan merasa tertekan. Misal residen

manager mengirim pesan tertulis tentang target yang harus dicapai salah satu departemen dengan tujuan agar karyawan lebih termotivasi dan dapat meningkatkan produktivitas. Tetapi menurut salah satu asistent manager, hal tersebut justru menjadi kendala dalam melaksakan tugas karena atasan cenderung satu arah dalam melakukan komunikasi dengan bawahan, sehingga bawahan seolah-olah dianggap sebagai robot. Seharusnya sebelum menetukan tergat atasan mendiskusikan dulu kepada saya sehingga mengerti kesulitan yang di alami dan mempunyai bahan pertimbangan untuk menentukan target.(karyawan,PT.hotel grand satelit.) Begitu pula dengan menetapkan kebijakan lembur, bawahan tidak di ikutsertakan dalam mengambil keputusan. Atasan memutuskan tidak ada uang lembur maupun tambahan day off sebagai pengganti lembur. Yang terjadi dilapangan adalah bawahan mengalami kesulitan dalam mengatur jadwal lembur karne pada waktu heatic beberapa devisi missal nya banquet dan housekeeping harus lembur untuk menyelesaikan tugas mereka. Masalah lain yang sering terjadi adalah atasan ssering tidak menyelesaikan konflik yang terjadi antara bawahan sehingga hal tersebut belanjut pada kemudian hari yang terus menerus terjadi. Menurut salah satu karyawan PT.surabaya grand satelit, atasan bersikap kurang propesional dengan membawa permsalahan pribadi yaitu rasa tidak senang terhadap salah satu karyawan tersebut dalam urusan pekerjaan.karna tak kunjung selesai akhirnya karyawan tersebut mengundur diri. Selain permasalahan diatas karyawan juga terlambat mendapatkan informasi yang berhubungan dengan pekerjaan nya. Hal ini karrena bentuk komunikasi kebawah tersebut dipengaruhi oleh struktur hirarki dalam organisasi dan pimpinan puncak yang sering tidak ada di tempat. Oleh karena itu, masalah komunikasi dalam organisasi bukanlah hal yang mudah untuk diatasi,komunikasi yang buruk akan memperbesar masalah yang harusnya bisa diatasi. Komunikasi atasan yang baik tentunya akan mempengaruhi kinerja dan produkitifitas karyawan . Jadi,hubungan komunikasi antara atasan dan karyawan sangat perlu diperhatikan agar organisasi berjalan lancar. E. Cara Mengatasi Konflik Dalam Perusahaan Didalam hubungan komunikasi di suatu lingkungan kerja atau perusahaan konflik antar individu akan sering terjadi. Konflik yang sering terjadi biasanya adalah karena masalah kominikasi yang kurang baik. Sehingga cara mengatasi konflik dalam perusahaan harus benarbenar dipahami management inti dari perusahaan, untuk meminimalisir dampak yang timbul.

Permasalahan atau konflik yang terjadi antara karyawan atau karyawan dengan atasan yang terjadi karena masalah komunikasi harus di antisipasi dengan baik dan dengan system yang terstruktur. Karena jika masalah komunikasi antara atasan dan bawahan terjadi bias-bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya mogok kerja, bahkan demo.Untuk mensiasati masalah ini bias dilakukan dengan berbagai cara. 1. Membentuk suatu system informasi yang terstruktur, agar tidak terjadi kesalahan dalam komunikasi. Misalnya, dengan membuat papan pengumungan atau pengumuman melalui loudspeaker. 2. Buat komunikasi dua arah antara atasan dan bawahan menjadi lancer dan harmonis, misalnya dengan membuat rapat rutin, karena dengan komunikasi yang dua arah dan intens akan mengurangi masalah di lapangan 3. Beri pelatihan dalam hal komunikasi kepada atasan dan karyawan, pelatihan akan memberikan pengetahuan dan ilmu baru bagi setiap individu dalam organisasi dan meminimalkan masalah dalam hal komunikasi. F. Pentingnya Komunikasi Untuk Mensosialisasikan Benefit Karyawan Dilihat dari tujuan utama pemberian benefit kepada karyawan yaitu antara lain untuk meningkatkan komitmen karyawan terhadap perusahaannya dan untuk memotivasi karyawan. Dengan tujuan ini Perusahaan cukup serius dalam menangani benefit bagi karyawan. Perusahaan mengerti bahwa masalah ini sangatlah penting. Seperti kita semua ketahui, sulit untuk mencapai kepuasan bagi seluruh karyawan secara merata, karena kebutuhan tiap orang berbeda-beda. Perusahaan berusaha untuk memenuhi kebutuhan karyawan agar karyawan merasa nyaman dalam bekerja di dalam perusahaan, namun tentu tidak semua karyawan puas dengan kebijakan perusahaan yang diambil. Salah satu benefit untuk mencapai tujuan seperti yang disebutkan diatas adalah jaminan kesehatan karyawan. Untuk penerimaan benefit ini kepada karyawan, maka tentu saja perlu komunikasi dua arah. Mengapa komunikasi penting? Ya, memang harus ada komunikasi supaya tujuan pemberian benefit tidak sia-sia tentunya... Ingat pepatah mengatakan bahwa tak kenal maka tak sayang...Komunikasi adalah hal yang penting bagi Perusahaan dan karyawan untuk mensosialisasikan, memahami, mengapresiasi dan melaksanakan benefit. Namun, hanya sedikit saja yang yakin bahwa perusahaan telah mengkomunikasikan dan karyawan telah memahami dengan baik mengenai adanya benefit terutama jaminan kesehatan ini. Mengapa ada kesenjangan dalam komunikasi antara karyawan dengan perusahaan terutama pada program benefit jaminan kesehatan ini. Sebuah lembaga bernama Colonial Life yang berkantor di Columbia, AS melakukan survei atas 650 orang manajer HR dan administrator benefit dengan menanyai mereka tentang benefit yang mereka sediakan dan sejauh mana

karyawan memahami adanya benefit tersebut. Hampir lima persen manajer berpikir bahwa karyawan mereka bahkan tidak tahu-menahu perihal benefit yang tersedia bagi mereka. Dalam sebuah survei terpisah jauh sebelumnya, yang dilakukan oleh Watson Wyatt Worldwide, ditemukan fakta bahwa karyawan lebih menghargai perusahaan yang memberikan benefit lebih sedikit namun dijelaskan dengan baik, ketimbang perusahaan yang benefitnya banyak namun mereka tidak tahu karena tidak ada penjelasan yang memadai. Dari uraian di atas, dapat dilihat betapa pentingnya komunikasi antara perusahaan dan karyawan dalam hal benefit. Masalah komunikasi ini ternyata sering kali muncul dalam menjelaskan benefit. Kita berada di tengah antara perusahaan dan karyawan, dapat bertanya pada diri kita sendiri: apakah kita sendiri mengerti mengenai kebijakan, ketentuan dan prosedur benefit terutama jaminan kesehatan dan juga telah mengkomunikasikannya kepada karyawan di lingkungan atau area kita? Personalia adalah pintu pertama berarti bagian yang langsung berhadapan dengan karyawan, sehingga mau tak mau personalia diharapkan mengetahui asuransi yang dipergunakan dan prosedur klaim untuk membantu karyawan baik informasi maupun kasus-kasus yang muncul. Disini kita tidak membahas mengenai ketentuan asuransi kesehatan yang kita laksanakan, manfaat yang kita atau karyawan terima, cara klaim atau sebagainya. Mungkin kebanyakan kita mengetahui benar hal tersebut. Tapi yang menjadi permasalahan apakah disekitar kita memahami benar mengenai benefit tersebut? Peran kita sebagai orang yang berada di antaranya menjadi jembatan bagi perusahaan dan karyawan. Komunikasi yang kita lakukan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu komunikasi ke atas, misalnya kita berkomunikasi ke para pimpinan perusahaan dan komunikasi ke bawah, yaitu komunikasi dari tingkat yang lebih tinggi ke arah bawah. Ini sangat penting dan memang sulit. Kita harus menjelaskan ke karyawan, juga kita mendengarkan dan menerima masukan-masukan yang kemudian disampaikan ke manajemen perusahaan. Kecanggihan pada era globalisasi saat ini, sungguh mengagumkan. Komunikasi menjadi lebih mudah dilakukan seperti dengan: surat elektronik (e-mail) yang dapat langsung diterima dalam hitungan per detik, kotak pesan (messanger), telepon genggam (mobile phone), SMS (short messanger service), 3G, dan seterusnya. Semua kemudahan tersebut memang tidak menjamin bahwa komunikasi akan berjalan lancar, dalam arti bisa diterima dan dipahami oleh pihak penerima. Permasalahan yang timbul dalam komunikasi ini adalah: 1. Mendengarkan, masing-masing pihak berusaha untuk bicara sehingga tidak ada yang mendengarkan. Informasi yang disampaikan tentu akan sia-sia 2. Empati, jika mendengarkan tanpa empati, akan percuma saja berkomunikasi antar pihak. Dengan empati, diharapkan masing-masing pihak memahami permasalahan yang ada. Atau mudah berempati, alias termanipulasi oleh pihak lain, sehingga tidak efektif dalam penyampaian?

3. Saling adu bicara, lalu siapa yang mendengarkan? 4. Kurang pemahaman akan informasi yang akan disampaikan. 5. Bahasa dengan banyak jargon dan kecepatan pengucapan, yang sulit didengar dan dipahami oleh penerima 6. Cara penyampaian, karena akan lebih mudah menyampaikan kabar gembira daripada kabar yang lebih buruk. 7. Sulit menerima umpan balik dan seterusnya Oleh karena itu, kita perlu mengikuti kiat mempelajari keterampilan berkomunikasi, yaitu: 1. Harus menyadari mengapa keterampilan komunikasi penting dikuasai dan apa manfaatnya bagi kita. 2. Harus memahami arti ketrampilan berkomunikasi dan bentuk-bentuk perilaku

komponennya yang perlu kita kuasai untuk mewujudkan keterampilan itu 3. Harus rajin mencari atau menemukan situasi-situasi dimana kita dapat mempraktikkan ketrampilan tersebut. 4. Tidak boleh segan atau malu meminta bantuan orang lain untuk memantau usaha kita serta memberikan penilaian tentang kemajuan yang sudah kita capai maupun kekurangan yang masih kita miliki 5. Tidak boleh bosan belajar atau berlatih. Keterampilan berkomunikasi tersebut harus kita praktekkan terus menerus. 6. Keseluruhan latihan tersebut harus kita bagi dalam satuan-satuan atau bagian-bagian tertentu, agar setiap kali dapat kita rasakan keberhasilan usaha kita. Misalnya, berlatih membangun sikap percaya, mengungkapkan pikiran secara jelas, mendengarkan dan sebagainya. 7. Akan sangat menolong bila kita dapat menemukan teman yang dapat kita ajak sebagai lawan berlatih. 8. Keterampilan berkomunikasi dengan seluruh komponen atau bagiannya teresbut harus terus menerus kita latih dan pratikkan, sampai akhirnya menjadi bagian dari diri kita. Lalu apakah yang perlu kita lakukan? Sebenarnya banyak cara untuk dapat menyampaikan kepada karyawan mengenai benefit yang mereka terima melalui media seperti misalnya : 1. Buku panduan, yang dapat diakses di web perusahaan 2. Program sosialisasi kepada karyawan di lokasi kerja 3. Brosur atau surat atau email

4. Majalah atau milis khusus karyawan 5. Melalui video 6. Melalui pertemuan dalam sebuah tim, atau bahkan 7. Melalui pertemuan tatap muka secara pribadi Jadi media apakah yang telah kita terapkan untuk dapat menyampaikan benefit kepada karyawan, sehingga karyawan juga termotivasi dan berkomitmen terhadap perusahaan, dan karyawan juga merasakan bahwa perusahaan berusaha untuk memenuhi kebutuhan jaminan kesehatan bagi dirinya dan keluarganya, sehingga dapat secara nyaman dan aman bekerja. Colonial Life menanyai para manajer mengenai metode yang mereka gunakan untuk mengkomunikasikan mengenai benefit kepada karyawan, dan hasilnya sebagai berikut : 1. 90% manajer mengatakan, pertemuan tatap muka langsung dengan karyawan akan sangat meningkatkan pemahaman mereka mengenai benefit yang disediakan perusahaan, namun hanya 58% yang melakukannya. 2. 80% menggunakan metode pertemuan kelompok untuk menjelaskan soal benefit 3. 44% menjelaskannya melalui internet 4. 40% meminta karyawan untuk mencari tahu sendiri. Dari survei di atas, kita dapat melihat mana metode yang efektif agar kita dapat mengkomunikasikan benefit perusahaan kepada karyawan. Kecanggihan teknologi tidak dapat menjamin akan terjadi komunikasi yang baik. Kita telah memberikan sosialiasi mengenai jaminan kesehatan kepada pertemuan kelompok, dan seluruh informasi mengenai benefit terutama jaminan kesehatan dapat diperoleh dari web perusahaan, namun apakah kita telah menerapkan pertemuan tatap muka langsung dengan karyawan sehingga meningkatkan pemahaman mereka tentang benefit yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Blog: Beautiful Mind, 2008 Dr. A. Supratiknya, Komunikasi Antarpribadi, 2000 George A. Miller, Language and Communication, 1963 Joseph A. DeVito, Komunikasi Antarmanusia, 1997 Michael Armstrong and Helen Murlis, Reward Management, 2003 Purwanto, Djoko, Komunikasi Bisnis, 2006

You might also like