You are on page 1of 5

SPONDILITIS TUBERCULOSIS (PENYAKIT POTTS) - 2011-02-03

SPONDILITIS TUBERKULOSA (PENYAKIT POTT) Tuberkulosis tulang belakang atau clikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif oleh mikobakterium tuberkulosa Tuberkulosis tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari fokus di tempat I tubuh. Percivall Pott (1793) yang pertama kali menulis tentang penyakit ini dan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulang belakang yang terjadi sehingga Penyakit ini disebut juga sebagai penyakit Pott.

INSIDENS Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi yang terjadi di Ujung Pandang insidens spondilitis tuberkulosa ditemukan sebanyak 70% dan Sanmugasundarm juga menemukan persentase yang sama dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi. Spondilitis tuberkulosa terutama ditemukan pada kelompok umur 210 tahun dengan perbandingan yang hampir sama antara wanita dan pria.

ETIOLOGI Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Lokalisasi spondilitis tuberkolusa terutama pada daerah vertebra torakal bawah dan lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosis traktus urinarius, yang penyebarannya melalui pleksus Batson pada vena paravertebralis.

PATOFISIOLOGIS Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral, bagian depan atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifisis, diskus intervertebralis dan vertebra sekitarnya: Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis. (gambar 1)

Gambar 1 skematis terjadinya kifosis pada tulang belakang (penyakit Pott) akibat osteomielitis tuberkulosa. Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang fibrosis serta basil tuberkolusa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum longitudinal anterior. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arch di sepanjang garis ligamen yang lemah. Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan menyebar kelateral dibelakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi kedepan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esofagus atau kavum pleura. Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks setempat menempati daerah paraveretebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medula spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul di bawah lignamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar ke daerah krista mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis pada trigonum skarpei atau legio glutea.

KUMAR Membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu: 1. Stadium implantasi.

Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak umumnya pada daerah sentral vertebra.

2.

Stadium destruksi awal.

Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu. 3. Stadium destruksi lanjut.

Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang terjadi 23 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus. 4. Stadium gangguan neurologis.

Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi. tetapi terutamaI ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini.

Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia. yaitu : Derajat I : Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan aktivitas atau setelah jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris. Derajat II : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih dapat melakukan pekerjaannya Derajat III : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak/aktivitasi penderita serta hipestesia/anestesia Derajat IV : Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan defefekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya. Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh

adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler vertebra. Derajat 1-111 disebut sebagai paraparesis dan derajat IV disebut sebagai paraplegia. 5. Stadium deformitas residual.

Stadium ini terjadi kurang lebih 35 tahun setelah timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang masif di sebelah depan

Gambaran klinis Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir lama dengan gejala tuberculosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun. Suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari (night cries). Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah belakang kepala. Gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofaring. Kadangkala penderita datang dengan gejala abses pada daerah paravertebral, abdominal, inguinal, poplitea atau bokong, adanya sinus pada daerah paravertebral atau penderita datang dengan gejala-gejala paraparesis, gejala paraplegia, keluhan gangguan pergerakan tulang belakang akibat spame atau gibus (gambar 2).

Pemeriksaan laboratorium 1. 2. 3. 4. 5. Peningkatan laju endap darah dan mungkin disertai leukositosis Uji Mantoux positif Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikobakterium Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel

Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru Foto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus vertebra, disertai penyempitan diskus intervertebralis yang berada diantara

korpus tersebut dan mungkin dapat ditemukan adanya massa abses paravertebral (gambar 2) Pada foto AP, abses paravertebral di daerah servikal berbentuk sarang burung (birrds nets) di daerah torakal berbentuk bulbul dan pada daerah lumbal abses terlihat berbentuk fusiform Pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebra yang hebat sehingga timbul kifosis Pemeriksaan foto dengan zat kontras Pemeriksaan mielografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala penekanan sumsum tulang Pemeriksaan CT scan atau CT dengan mielografi Pemeriksaan MRI

You might also like