You are on page 1of 5

Hasil dan pembahasan Mencit yang disuntik dengan pilokarpin Waktu 5 10 15 20 25 dosis 0,05 0,1 0,2 0,4 0,8

Aktivitas tubuh +++ +++ +++ ++ Urinasi Salivasi/defekasi Salivasi/defekasi Salivasi/defekasi Salivasi rambut Frek napas 112 76 72 80 Frek jantung 96 96 80 160 gejala

berdiri berdiri

tremor

Mencit yang disuntik dengan Atropin secara SC waktu 5 10 15 20 25 30 35 40 dosis 00,5 0,1 0,2 0,4 0,8 1,6 3,2 6,4 Aaktivitas tubuh ++++ ++++ +++ +++ +++ ++ ++ ++ urinasi Salivasi/defekasi rambut Frek napas 104 124 124 136 144 140 136 140 Frek jantung 130 132 144 172 172 170 180 192

D0efekasi

Berdiri Berdiri Berdiri Berdiri Berdiri berdiri

Perlakuan

Perlakuan Kiri
Asam borat Epineprin Asam borat Atropin Asam borat Pilokarpin Atropin Asam borat Atropin Pilokarpin Asam borat

Perlakuan kanan Kiri


0,7 0,7 0,7 0,8 O,7 1,2 1,1 1,1 1 1,1 0,9 0.8 0.7 0,7 0.9 0,8 1,1 1,1 1,1 1 1.1 0,8

Kanan

Asam borat Epineprin Asam borat Atropin Asam borat Physostigmin Atropin Asam borat Atropin physostigmin Asam borat

PEMBAHASAN Susunan saraf otonom adalah susunan saraf yang bekerja tanpa mengikuti kehendak kita misalnya detak jantung,mata berkedip kesadaran pernafasan maupun pencernaan makanan.(pratiwi DA.1996.Biologi 2 .Jakarta) diakses tanggal 24 maret 2012

Menurut fungsinya susunan saraf otonom dibagi menjadi dua bagian yaitu: 1. 2. Susunan saraf simpatik (adrenergik dan adrenolitik). Susunan saraf parasimpatik (kolinergik dan anti kolinergik).

Obat otonom adalah obat yang bekerja pada berbagai bagaian susunan saraf otonom, mulai dari sel saraf sampai dengan sel efektor. Banyak obat dapat mempengaruhi organ otonom, tetapi obat otonom mempengaruhinya secara spesifik dan bekerja pada dosis kecil. Obat-obat otonom bekerja mempengaruhi penerusan impuls dalam susunan saraf otonom dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan atau penguraian neurohormon tersebut dan khasiatnya atas reseptor spesifik (Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. 2002. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum) Berdasarkan macam macam syaraf otonom tersebut ,maka obat berkhasiat pada sistemsaraf otonomg berkhasiatt digolongkan menjadi a. Obat yang bekerja pada sistem saraf simpatik ,yang diantaranya sebagai berikut Simpatomimetik atau adrenergik ,yaitu obat yang meniru efek perangsangan dari sistem saraf simpatis(oleh noradrenalin) Contohnya :efedrin,isoprenalindan lain lain b. Obat yang berkhasiat terhaadap saraf parasimpatik yang diantaranya sebagai berikut Parasimpatik atau kolinergik ,yaitu obat meniru bila saraf parasimpatik ditekan atau melawan efek kolinergik, contohnya alkaloida belladonna (Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. 2002. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum).Karena di dalam praktikum ini yang dilakukan adalah pengamatan obat-obat sistem saraf otonom, maka sistem saraf otonom yang digunakan adalah sistem saraf parasimpatik. Obat-obat dari sistem saraf otonom yang akan diamati adalah prinsip kerja dari obat obat sistem saraf otonom dan gejala klinis yang menyertainya. Dipilihnya mencit sebagai hewan percobaan untuk efek aktivitas obat koligernik dan antikoligernik, karena di dalam penanganannya hewan mencit ini lebih mudah ditangani dibandingkan hewan lainnya, seperti kelinci, marmot, dan monyet. Kolinergik atau parasimpatomimetik adalah sekelompok zat yang dapat menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatik (SP), karena melepaskan neurohormon asetilkolin (ACh) diujung-ujung neuronnya. Tugas utama SP adalah mengumpulkan energi dari makanan dan menghambat penggunaannya, yang berfungsi asimilasi. Bila neuron SP dirangsang, maka akan timbul sejumlah efek yang menyerupai keadaan istirahat dan tidur. Efek kolinergis faal yang terpenting, seperti stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat peristaltik dan sekresi kelenjar ludah dan getah lambung (HCl), juga sekresi air mata, memperkuat sirkulasi (mengurangi kegiatan jantung, vasodilatasi, dan penurunan tekanan darah), memperlambat pernafasan (menciutkan bronchi), sekresi dahak diperbesar, kontraksi otot mata dengan efek penyempitan pupil (miosis) dan menurunnya tekanan intraokuler akibat lancarnya pengeluaran air mata, kontraksi kantung kemih dan ureter dengan efek memperlancar pengeluaran urin, dilatasi pembuluh dan kotraksi otot kerangka, menekan SSP setelah pada

permulaan menstimulasinya (Tan Hoan Tjay & Rahardja, 2002.) diakses tanggal 24- maret2012 Reseptor kolinergik terdapat dalam semua ganglia, sinaps, dan neuron postganglioner dari SP, juga pelat-pelat ujung motoris dan di bagian Susunan Saraf Pusat yang disebut sistem ekstrapiramidal. Kolinergik yang termasuk pada parasimpatomimetik dapat dibagi menurut cara kerjanya, yaitu zat-zat dengan kerja langsung dan zat-zat dengan kerja tak langsung. Kolinergik yang bekerja secara langsung meliputi karbakol, pilokarpin, muskarin, dan arekolin (alkaloid dari pinang, Areca catechu). Zat-zat ini bekerja secara langsung terhadap organ-organ ujung dengan kerja utama yang mirip efek muskarin dari ACh. Semuanya adalah zat-zat amonium kwaterner yang bersifat hidrofil dan sukar larut memasuki SSP kecuali arekolin(tan hoan tjay& rahardja,2002), kolinergik yang bekerja secara tak langsung meliputi zat-zat antikolinesteras, seperti fisostigmin, neostigmin, dan piridogstimin. Obat-obat ini merintangi penguraian ACh secara reversible yang hanya untuk sementara. Setelah zat-zat tersebut habis diuraikan oleh kolinesterase, ACh segera akan dirombak lagi. Disamping itu, ada pula zat-zat yang mengikat enzim secara irreversibel, misalnya parathion dan organofosfat lainnya. Kerjanya panjang, karena bertahan sampai enzim baru terbentuk lagi (Tjay & Rahardja, 2002). Efek yang ditimbulkan oleh kolinergik adalah : Stimulasi aktivitas saluran cerna ,peristaltik diperkuat,sekresi kelenjar ludah ,getah lambung,air matadan lain lain Memperlambat sirkulasi darah dan mengurangi kegiatan jantung,vasodilatasi dan penurunan tekanan darah Memperlambat pernafasan dengan menciutkan saluran nafas(bronkokonstriksi) Kontraksi otot mata dengan penyempitan pupil mata (miosis) dan menurunkan tekanan intraokuler dan memperlancar keluarnya air mata. Kontraksi kandung kemih dan ureter dengan efek memperlancar keluarnya air seni

Selain itu kolinergik dapat digunakn pada keadaan Galukoma,yaitu suatu penyakit mata dengan ciri tekanan intraokuler menigkat dengan akibat kerusakan mata dan dapat menyebabkan kebutaan ,obat ini bekerja dengan jalan midriasis seperti pilokarpin,karbakol dan fluostagmin. Myastenia gravis, yaitu suatu penyakit terganggunya penerusan impuls di pelat ujung motoris dengan gejala berupa kelemahan otot-otot tubuh hingga kelumpuhan. Contohnya neostigmin dan piridostigmin Atonia, yaitu kelemahan otot polos pada saluran cerna atau kandung kemih setelah operasi besar yang menyebabkan stres bagi tubuh. Akibatnya timbul aktivitas saraf adrenergik dengan efek obstipasi, sukar buang air kecil atau lumpuhnya gerakan peristaltik dengan tertutupnya usus (ielus paralitikus). Contohnya prostigmin(neostigmin).

Antikolinergik yang termasuk parasimpatolitik memperlihatkan kerja yang hampir sama, tetapi daya afinitasnya berbeda terhadap berbagai organ, misalnya atropin hanya menekan sekresi liur, mukus bronkus dan keringat pada dosis kecil, tetapi pada dosis besar dapat

menyebabkan dilatasi pupil mata, gangguan akomodasi dan penghambatan saraf fagus pada jantung. Antikolinergik juga memperlihatkan efek sentral, yaitu merangsang pada dosis kecil tetapi mendepresi pada dosis toksik. Obat-obat ini digunakan dalam pengobatan untuk bermacam-macam gangguan, tergantung dari khasiat spesifiknya masing-masing : spasmolitika,dengan meredakan ketegangan otot polos ,terutama merelaksasi kejang dan kolik di saluran lambung usus empedu dan kemih. Midriatikum, dengan melebarkan pupil mata dan melemahkan akomodasi mata. Borok lambung-usus, dengan menekan sekresi dan mengurangi peristaltik. Hiperhidrosis, dengan menekan sekresi keringat yang berlebihan

Untuk obat-obat dari sistem saraf parasimpatik seperti yang tertera di atas yang digunakan, yaitu pilokarpin dan atropin. Pemberian pilokarpin dan atropin dilakukan secara perinjeksi (sc). Pilokarpin yang diberikan kepada mencit bertujuan untuk mengetahui efek kerja dan gejala klinis yang menyertainya begitu juga atropin. Selain itu, pilokarpin merupakan salah satu kolinergik yang sering digunakan dalam pengobatan glaukoma. Alkaloid pilokarpin adalah suatu amin tersier dan stabil dari hidrolisis oleh asetilkolenesterase. Dibandingkan dengan asetilkolin dan turunannya, senyawa ini ternyata sangat lemah. Pilokarpin menunjukkan aktivitas muskarinik dan terutama digunakan untuk oftamologi. Penggunaan topikal pada kornea dapat menimbulkan miosis dengan cepat dan kontraksi otot siliaris. Pada mata akan terjadi suatu spasme akomodasi, dan penglihatan akan terpaku pada jarak tertentu, sehingga sulit untuk memfokus suatu objek. Pilokarpin juga merupakan salah satu pemacu sekresi kelenjar yang terkuat pada kelenjar keringat, air mata, dan saliva (Betram. G. katzung. 2004. Farmakologi dasar dan klinik. EGC. Jakarta. Diakses tanggal 24 maret 2012).

Pilokarpin adalah obat terpilih dalam keadaan gawat yang dapat menurunkan tekanaN bola mata baik glaukoma bersudut sempit maupun bersudut lebar. Obat ini sangat efektif untuk membuka anyaman trabekular di sekitar kanal Schlem, sehingga tekanan bola mata turun dengan segera akibat cairan humor keluar dengan lancar,kerjanya ini dapat berlangsung sekitar sehari dan dapat diulang kembali. Obat penyekat kolinesterase, seperti isoflurofat dan ekotiofat, bekerja lebih lama lagi.Disamping kemampuannya dalam mengobati glaukoma, pilokarpin juga mempunyai efek samping. Dimana pilokarpin dapat mencapai otak dan menimbulkan gangguan SSP. Obat ini merangsang keringat dan salivasi yang berlebihan (Betram. G. katzung. 2004. Farmakologi dasar dan klinik. EGC. Diakses tanggal 24- maret 2012),berbeda dengan pilokarpin, atropin adalah senyawa berbentuk kristal putih, memiliki rasa sangat pahit, titik lebur 115 dan terdiri dari amine antimuscarinic tersier. Atropin merupakan antagonis reseptor kolinergik yang diisolasi dari Atropa belladona L.,Datura stramonium L., dan tanaman lain dari family Solanaceae. (Mursidi,1989. Diakses tanggal 14 Oktober 2010). Atropin merupakan agen preanestesi yang digolongkan sebagai antikolinergik atau parasimpatolitik. Atropin sebagai prototip antimuskarinik mempunyai kerja menghambat efek asetilkolin pada syaraf postganglionik kolinergik dan otot polos. Hambatan ini bersifat reversible dan dapat diatasi dengan pemberian asetilkolin dalam jumlah berlebihan atau pemberian antikolinesterase. (Achmad, 1986. Diakses tanggal 14 Oktober

2010). Mekanisme kerja atropin memblok aksi kolinomimetik pada reseptor muskarinik secara reversible (tergantung jumlahnya) yaitu, hambatan oleh atropin dalam dosis kecil dapat diatasi oleh asetilkolin atau agonis muskarinik yang setara dalam dosis besar. Hal ini menunjukan adanya kompetisi untuk memperebutkan tempat ikatan. Atropin dapat menimbulkan beberapa efek, misalnya pada susunan syaraf pusat, merangsang medulla oblongata dan pusat lain di otak, menghilangkan tremor, perangsang respirasi akibat dilatasi bronkus, pada dosis yang besar menyebabkan depresi nafas, eksitasi, halusinasi dan lebih lanjut dapat menimbulkan depresi dan paralisa medulla oblongata. Efek atropin pada mata menyebabkan midriasis dan siklopegia. Pada saluran nafas, atropin dapat mengurangi sekresi hidung, mulut dan bronkus. Efek atropin pada sistem kardiovaskuler (jantung) bersifat bifasik, yaitu atropin tidak mempengaruhi pembuluh darah maupun tekanan darah secara langsung dan menghambat vasodilatasi oleh asetilkolin. Pada saluran pencernaan, atropin sebagai antispasmodik, yaitu menghambat peristaltik usus dan lambung, sedangkan pada otot polos atropin mendilatasi pada saluran perkencingan sehingga menyebabkan retensi urin (hidayat,2005.diakses tanggal24-maret-2012).

You might also like