You are on page 1of 55

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN A. Prinsip Pelaksanaan Anggaran


Pelaksanaan anggaran merupakan bagian dari siklus anggaran yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban. Dengan berlakunya ketentuan peraturan Undang-Undang di bidang keuangan negara, yaitu Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, maka pelaksanaan anggaran di Indonesia mengacu pada ketiga undang-undang tersebut di atas. Berdasarkan pasal 29 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN dan APBD ditetapkan dalam undang-undang yang mengatur perbendaharaan negara. Sebagai tindak lanjut hal tersebut maka ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Undang-undang ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum di bidang administrasi keuangan negara. Sesuai dengan kaidah-kaidah yang baik dalam pengelolaan keuangan negara, Undang-undang Perbendaharaan Negara menganut asas-asas sebagai berikut: 1. Asas kesatuan, menghendaki agar semua pendapatan dan belanja negara/daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran. 2. Asas universalitas, mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran. 3. Asas tahunan, membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu. 4. Asas spesialitas, mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas peruntukannya. Selanjutnya, peraturan yang melingkupi mekanisme dalam pelaksanaan anggaran diatur dengan beberapa peraturan perundang-undangan dan peraturan lain di bawahnya yang antara lain terdiri dari: 1. Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 tahun 2004. 2. Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 85 tahun 2006.

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

41

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

3. Peraturan

Menteri

Keuangan

Nomor

134/PMK.06/2005

tentang

Pedoman

Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN. 4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.05/2007 tentang Bagan Akun Standar. 5. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005 Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban APBN. 6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor.192/PMK.05/2009 Tentang Perencanaan Kas 7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.02/2009 Tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Pelaksanaan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2010 8. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-03/PB/2010 Tentang Perkiraan Penarikan Dana Harian Satuan Kerja dan Perkiraan Pencairan Dana Harian Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara

Tahapan pelaksanaan anggaran oleh satker dimulai ketika UU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) disahkan oleh DPR. Setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang, rincian pelaksanaaannya dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden tentang rincian APBN. Berdasarkan Peraturan Presiden tentang rincian APBN, Menteri Keuangan memberitahukan kepada menteri/pimpinan lembaga agar menyampaikan dokumen pelaksanaan anggaran untuk masing-masing kementerian negara/lembaga. Menteri/pimpinan lembaga menyusun dokumen pelaksanaan anggaran untuk kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya, berdasarkan alokasi anggaran yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden tentang rincian APBN. Wujud dari dokumen pelaksanaan anggaran masing-masing kementerian negara/lembaga tersebut adalah disusunnya DIPA (Daftar Isian Pelaksanaaan Anggaran) bagi masing-masing satker lingkup kementerian negara/lembaga bersangkutan. DIPA memuat pelaksanaan kegiatan satker dalam satu tahun anggaran yang berimplikasi pada adanya penerimaan maupun pengeluaran anggaran pada satker tersebut. Jadi secara garis besar pelaksanaan anggaran pada satker terdiri dari kegiatan penerimaan dan pengeluaran anggaran.

B. Pejabat Perbendaharaan Negara pada Satuan Kerja


Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menjelaskan bahwa Pejabat Perbendaharaan Negara terdiri dari: 1. Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran 2. Bendahara Umum Negara/Daerah 3. Bendahara Penerimaan/Pengeluaran

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

42

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

Pengguna Anggaran dan Bendahara Penerimaan/Pengeluaran terdapat pada setiap kementerian negara/lembaga. Menteri Keuangan adalah Bendahara Umum Negara, sedangkan Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah adalah Bendahara Umum Daerah. 1. Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran Pasal 4 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan bahwa Menteri/Pimpinan Lembaga adalah Pengguna Anggaran/Pengguna Barang bagi kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang. Dalam rangka penetapan pejabat yang terkait pelaksanaan anggaran pada satuan kerja (satker) di lingkungan kementerian negara/lembaganya, menteri/pimpinan lembaga berwenang antara lain untuk: a. Menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran/Barang b. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara c. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang d. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan perintah pembayaran e. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik negara Pada setiap awal tahun anggaran, Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran (PA) menunjuk Pejabat Kuasa PA untuk satker/ SKS di lingkungan instansi PA bersangkutan dengan surat keputusan. Menteri/Pimpinan Lembaga dapat

mendelegasikan kewenangan kepada Kuasa PA untuk menunjuk: a. Pejabat yang diberi kewenangan untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja/penanggung jawab kegiatan/ pembuat komitmen; b. Pejabat yang diberi kewenangan untuk menguji tagihan kepada negara dan menandatangani SPM; c. Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja. Untuk pelaksanaan anggaran dekonsentrasi, Menteri/Pimpinan Lembaga selaku PA mendelegasikan kewenangan menunjuk Bendahara Pengeluaran pejabat Kuasa PA, PPK, PP-SPM dan

kepada Gubernur. Sedangkan untuk pelaksanaan anggaran

dalam rangka tugas perbantuan, Menteri/Ketua Lembaga mendelegasikan kewenangan untuk menunjuk pejabat KPA, PPK, PP-SPM dan Bendahara Pengeluaran Gubernur/Walikota/Bupati Kepala Desa. Dalam menunjuk para pejabat tersebut harus diperhatikan larangan perangkapan jabatan, sebagai berikut: kepada

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

43

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

a. PA/Kuasa PA tidak boleh merangkap sebagai Bendahara Penerimaan/Pengeluaran, b. Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat penerbit SPM, dan Bendahara Pengeluaran tidak boleh saling merangkap. c. Dalam hal pejabat/pegawai pada satuan kerja tidak memungkinkan pemisahan fungsi karena jumlah pegawai yang sangat terbatas, maka pejabat Kuasa PA dapat merangkap sebagai Pejabat Penerbit SPM. Terkait dengan pendelegasian wewenang dari Pengguna Anggaran, Kuasa PA mendelegasikan wewenang kepada: a. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pejabat Pembuat Komitmen adalah Pejabat yang diberi kewenangan untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja. Pejabat ini mempunyai kewenangan untuk mengadakan perikatan-perikatan terkait dengan pengadaan barang dan jasa, serta mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) kepada Pejabat Penerbit SPM. b. Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PP SPM) Sesuai Pasal 18 Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, PA/Kuasa PA berhak untuk menguji, membebankan pada mata anggaran /akun yang telah disediakan dan memerintahkan pembayaran tagihan-tagihan atas beban APBN. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan tersebut dilaksanakan oleh Pejabat Penerbit SPM yang telah ditunjuk oleh PA/Kuasa PA dengan Surat Keputusan. Untuk melaksanakan ketentuan tersebut PP-SPM berwenang untuk: 1) Menguji kebenaran material surat-surat bukti mengenai hak pihak penagih, 2) Meneliti kebenaran dokumen yang menjadi persyaratan/kelengkapan sehubungan dengan ikatan/perjanjian pengadaan barang/jasa, 3) Meneliti tersedianya dana yang bersangkutan, 4) Membebankan pengeluaran sesuai dengan mata anggaran (akun) yang bersangkutan, 5) Memerintahkan kepada Kuasa BUN untuk melakukan pembayaran atas beban APBN. c. Petugas Pengelola Administrasi Belanja Pegawai (PPABP) Berdasarkan pada Surat Dirjen Perbendaharaan No. S-4331/PB/2009 tanggal 30 Juli 2009 hal penunjukan PPABP, PPABP adalah pembantu Kuasa PA yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan administrasi belanja pegawai yang meliputi penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban belanja pegawai pada satuan kerja.

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

44

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

Penunjukan PPABP pada satker ini mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 133/PMK.05/2008 tentang Pengalihan Pengelolaan Administrasi Belanja Pegawai Negeri Sipil Pusat/Anggota Tentara Nasional Indonesia/Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia kepada Kementerian Negara/Lembaga bahwa dalam rangka pengalihan pengelolaan administrasi belanja pegawai, maka setiap satker diwajibkan untuk segera menunjuk PPABP untuk melaksanakan pengelolaan adminitrasi belanja pegawai. Dalam hal pengelolaan administrasi belanja pegawai telah dialihkan, Kuasa PA/Kepala satker bertanggung jawab terhadap: 1) pengujian, pembebanan pada mata anggaran yang disediakan, dan perintah pembayaran tagihan-tagihan atas beban belanja pegawai dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; 2) penyelenggaraan pengelolaan administrasi belanja pegawai; 3) pengawasan pengelolaan administrasi belanja pegawai; dan 4) kerugian negara yang timbul sebagai akibat kesalahan dan/atau kelalaian dalam pengelolaan dan administrasi belanja pegawai. d. Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa Pejabat pengadaan barang dan jasa adalah personil yang diangkat oleh pengguna barang atau jasa untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang dan jasa dengan nilai sampai dengan Rp 50.000.000,00. Tugas dari pejabat pengadaan barang dan jasa antara lain: 1) Menyusun jadwal dan menetapkan pelaksanaan pengadaan 2) Menyusun dan menyiapkan harga perkiraan sendiri (HPS) 3) Menyiapkan dokumen pengadaan 4) Melakukan penilaian kualifikasi penyedia barang dan jasa 5) Melaksanakan proses penunjukan langsung 6) Mengawasi pelaksanaan pengadaan oleh penyedia barang dan jasa 7) Memeriksa hasil pekerjaan yang dilaksanakan oleh penyedia barang dan jasa 8) Mengajukan permohonan pembayaran pekerjaan apabila pekerjaan telah selesai 100% e. Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Panitia pengadaan barang dan jasa adalah tim yang diangkat oleh pengguna barang/jasa untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa, dan berasal dari pegawai negeri baik dari instansi sendiri maupun instansi teknis lainnya. Panitia pengadaan wajib dibentuk untuk semua pengadaan dengan nilai di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh panitia pengadaan adalah sebagai berikut:
MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

45

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

1) Memiliki integritas moral, disiplin, tanggung jawab dalam melaksanakan tugas; 2) Memahami keseluruhan pekerjaan yang akan diadakan; 3) Memahami jenis pekerjaan tertentu yang menjadi tugas panitia pengadaan yang bersangkutan; 4) Memahami isi dokumen pengadaan/metode dan prosedur pengadaan

berdasarkan Keppres No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; 5) Tidak mempunyai hubungan keluarga dengan pejabat yang mengangkat dan menetapkannya sebagai panitia pengadaan; 6) Memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah. 2. Bendahara Penerimaan/Bendahara Pengeluaran Dalam pasal 1 angka 14 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara disebutkan bahwa Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama uang negara/daerah, atau surat menerima, menyimpan, dan

membayar/menyerahkan

berharga

atau

barang-barang

negara/daerah. Sehubungan dengan pelaksanaan anggaran pada satuan kerja, bendahara terdiri:

a. Bendahara Penerimaan Bendahara penerimaan pada satker setiap tahun diangkat oleh menteri/pimpinan lembaga dalam rangka melaksanakan tugas kebendaharaan dalam pelaksanaan anggaran pendapatan pada satker di lingkungan kementerian negara/lembaga. Tugas kebendaharaan tersebut meliputi kegiatan menerima, menyimpan, menyetor, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan penerimaan negara bukan pajak yang berada dalam pengelolaannya. Untuk melaksanakan tugas tersebut menteri/pimpinan lembaga dapat membuka Rekening Penerimaan pada Bank Umum/Kantor Pos setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Keuangan selaku BUN dan dikuasakan kepada Kuasa BUN di daerah. Dalam melaksanakan tugasnya, Bendahara Penerima dapat dibantu oleh sekretariat/anggota yang jumlahnya maksimum 5 orang dan sesuai pasal 10 ayat 4 Undang-Undang No. 1 tahun 2004 jabatan Bendahara Penerimaan ini tidak boleh dirangkap oleh Kuasa Pengguna Anggaran atau Kuasa BUN. Sesuai pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99 tahun 2006 dinyatakan bahwa kementerian negara/lembaga mencantumkan seluruh estimasi pendapatan ke dalam DIPA satuan kerja kementerian negara/lembaga yang bersangkutan. DIPA tersebut atau dokumen pelaksanaan anggaran lainnya yang dipersamakan
MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

46

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

dengan

DIPA

merupakan

dokumen

sumber

untuk

mencatat

estimasi

pendapatan. b. Bendahara Pengeluaran Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima,

menyimpan, membayarkan, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada kantor/satker Kementerian Negara/Lembaga. Bendahara Pengeluaran diangkat oleh menteri/pimpinan lembaga

Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja pada kantor/satuan kerja di lingkungan kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah. Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan jabatan Bendahara Pengeluaran antara lain: 1) Jabatan Bendahara Pengeluaran tidak boleh dirangkap oleh Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Bendahara Umum Negara. 2) Bendahara Pengeluaran dilarang melakukan kegiatan perdagangan,

pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/pekerjaan/penjualan tersebut 3) Bendahara Pengeluaran mengelola uang persediaan untuk keperluan operasional sehari-hari kantor dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugas satuan kerja. 4) Bendahara Pengeluaran melaksanakan pembayaran dari uang persediaan yang dikelolanya setelah: a) meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran; b) menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah pembayaran; c) menguji ketersediaan dana yang bersangkutan. 5) Bendahara Pengeluaran wajib menolak perintah bayar dari Kuasa PA apabila persyaratan tidak dipenuhi. 6) Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian uang negara yang berada di bawah pengelolaannya. diterbitkan oleh

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

47

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

Struktur ideal organisasi pengelola keuangan pada satuan kerja:


KEMENTERIANNEGARA/LEMBAGA PENGGUNAANGGARAN

SATUANKERJA KUASAPENGGUNAANGGARAN

PEJABATPEMBUAT PEJABATPEMBUAT PEJABATPEMBUAT KOMITMEN KOMITMEN KOMITMEN

PPSPM

UAKPA/B

PEJABAT/PANITIA PENGADAAN BARANG&JASA

PPABP

BENDAHARA PENERIMAAN

BENDAHARA PENGELUARAN

BENDAHARA PENGELUARAN PEMBANTU

Gambar 1 : Struktur Organisasi Pengelola Keuangan pada Satuan Kerja

C. Pelaksanaan Pengeluaran pada Satuan Kerja 1. Gambaran Umum Pengeluaran Negara


Pengertian belanja negara menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Sedangkan pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara

BELANJA NEGARA

BELANJA PEMERINTAH PUSAT

BELANJA PEMERINTAH DAERAH

Menurut Organisasi/BA Menurut Fungsi Menurut Jenis Belanja

Dana Perimbangan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian

Gambar 2 : Belanja Negara


MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

48

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

Belanja pemerintah pusat dikelompokkan atas belanja pemerintah pusat menurut organisasi/bagian anggaran, fungsi, dan jenis belanja. Belanja pemerintah pusat menurut organisasi adalah semua pengeluaran negara yang dialokasikan kepada kementerian negara/lembaga, sesuai dengan program-program yang akan dijalankan. Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah semua pengeluaran Negara yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata dan budaya, fungsi agama, fungsi pendidikkan, dan fungsi perlindungan sosial. Belanja pemerintah menurut jenis belanja adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk mebiayai belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, dan belanja lainlain. Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Pengeluaran daerah adalah semua uang yang keluar dari kas daerah. Pengeluaran tersebut untuk membiayai dana perimbangan serta dana otonomi khusus dan penyesuaian. Dana perimbangan adalah semua pengeluaran negara yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. Sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/ 2005 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan APBN, peran Menteri Keuangan dalam pengelolaan keuangan negara selaku BUN adalah mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan anggaran. Lebih lanjut dijelaskan bahwa KPPN adalah Kuasa BUN di daerah yang dalam kaitannya dengan pelaksanaan APBN melaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara secara giral. Penerimaan negara secara giral adalah proses penerimaan negara dari sumber-sumber penerimaan ke dalam rekening Kas Umum Negara (KUN) yang dilakukan dengan memindahbukukan dana tersebut antar rekening bank sedangkan yang dimaksud dengan pengeluaran negara secara giral adalah proses pembiayaan suatu kegiatan dengan sumber dana dari APBN yang dilakukan dengan memindahbukukan dana antar rekening bank. Pengecualian diberikan untuk pengadaan barang/jasa kepada satu rekanan yang nilainya setinggi-tingginya Rp. 10.000.000,- dapat dibayarkan melalui uang persediaan (uang kas) yang dikelola Bendahara Pengeluaran.
MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

49

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

Pelaksanaan anggaran belanja negara didasarkan atas prinsip-prinsip sebagai berikut: 1) Hemat, tidak mewah, efisien dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang dipersyaratkan. 2) Efektif, terarah dan terkendali sesuai dengan rencana, program/kegiatan, serta fungsi setiap departemen/lembaga/pemerintah daerah. 3) 4) Mengutamakan penggunaan produksi dalam negeri. Belanja atas beban anggaran belanja negara dilakukan berdasarkan atas hak dan bukti-bukti yang sah untuk memperoleh pembayaran. Dengan demikian, pembayaran atas beban rekening kas negara baru dapat dilaksanakan jika pekerjaan yang diperjanjikan sudah selesai dikerjakan dan diserahterimakan. 5) Jumlah dana yang dimuat dalam anggaran belanja merupakan batas tertinggi untuk tiap-tiap pengeluaran. Pimpinan dan atau pejabat departemen/lembaga tidak diperkenankan melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN jika dana untuk membiayai tindakan tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam anggaran belanja negara atau tindakan tersebut tidak sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dalam anggaran belanja negara. Pengeluaran yang dilaksanakan oleh pemerintah sebagai belanja negara harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, terkait dengan prinsip-prinsip dalam belanja negara maka terdapat pengeluaran-pengeluaran yang tidak dapat dibebankan kepada anggaran belanja negara yaitu: (i) perayaan atau peringatan hari besar, hari raya, hari ulang tahun, pesta untuk berbagai peristiwa, dan pekan olahraga pada departemen/ lembaga/pemerintah daerah, (ii) pemberian ucapan selamat, hadiah, tanda mata, karangan bunga, dan sebagainya untuk berbagai peristiwa, dan (iii) pengeluaran lain-lain untuk kegiatan/keperluan yang sejenis. Untuk penyelenggaraan rapat, rapat dinas, seminar, pertemuan, lokakarya, peresmian kantor/proyek dan sejenisnya, dibatasi pada hal-hal yang sangat penting dan dilakukan sesederhana mungkin.

2. Pembayaran Atas Beban APBN


Pembayaran atas beban APBN dapat dilaksanakan melalui dua cara, yaitu: a. b. Cara Pembayaran Uang Persediaan (UP) Cara Pembayaran Langsung (LS)

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

50

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

a. Cara Pembayaran Uang Persediaan (UP) Cara pembayaran UP adalah melalui uang yang dikelola oleh bendahara pengeluaran untuk jenis belanja dan jumlah pembayaran tertentu yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran langsung. Pembayaran dengan UP selanjutnya dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Uang Persediaan (UP) 2) Tambahan Uang Persediaan (TUP) 3) Penggantian Uang Persediaan (GUP)

Gambar 3 : Model Pembayaran Uang Persediaan (UP)

1) Uang Persediaan (UP) Sesuai dengan terminologi yang telah disebutkan sebelumnya, UP adalah uang muka kerja dengan jumlah tertentu yang bersifat daur ulang (revolving), diberikan kepada bendahara pengeluaran satker hanya untuk membiayai kegiatan operasional kantor sehari-hari yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran langsung.
MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

51

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

Penggunaan uang persediaan ini menjadi tanggungjawab bendahara pengeluaran pada masing-masing satker. Pengisian kembali (revolving) uang persediaan dilakukan setelah uang persediaan digunakan sekurang-kurangnya 75% sepanjang masih tersedia pagu dana dalam DIPA. Sisa uang persediaan yang ada di bendahara pengeluaran pada akhir tahun anggaran harus disetorkan kembali ke rekening kas negara selambat-lambatnya tanggal 31 Desember tahun anggaran berkenaan. Setoran sisa uang persediaan dimaksud, oleh KPPN dibukukan sebagai pengembalian uang persediaan sesuai akun yang ditetapkan. Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor: PMK-73/PMK.05/2008 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Kementerian Negara/Lembaga/Kantor/ Satuan Kerja dan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-47/PB/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara

Kementerian Negara/ Lembaga/Kantor/ Satuan Kerja untuk membantu pengelolaan uang persediaan pada kantor/satuan kerja di lingkungan kementerian/lembaga, apabila diperlukan Kuasa PA dapat mengangkat satu atau lebih Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP). Dalam rangka untuk mempercepat pencairan dana bagi satker, Ditjen

Perbendaharaan menerbitkan Surat Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor S3205/PB/2009 tanggal 8 Juni 2009 tentang Pencairan Dana Kelompok Akun 5242 (Belanja Perjalanan Luar Negeri) dan Belanja Modal Melalui Mekanisme Uang Persediaan sebagai berikut : a) Belanja Perjalanan Luar Negeri (kelompok Akun 5242) dengan jumlah melebihi Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dapat dibayarkan melalui mekanisme Uang Persediaan (UP) tanpa diperlukan persetujuan dari Direktur Jenderal

Perbendaharaan; b) Uang Persediaan juga dapat diberikan untuk Belanja Modal Kelompok Akun 5311, 5321, 5331, 5341, dan 5361 (sepanjang untuk pengeluaran honor tim, ATK, perjalanan dinas, biaya pengumuman lelang, pengurusan surat perijinan dan pengeluaran lain yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran langsung dalam rangka perolehan aset). Adapun besaran UP bagi satker-satker kementerian negara/lembaga dapat diberikan setinggi-tingginya:

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

52

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

1)

1/12 (satu per dua belas) dari pagu DIPA menurut klasifikasi belanja yang diijinkan untuk diberikan UP, maksimal Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) untuk pagu sampai dengan Rp 900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah).

2)

1/18 (satu per delapan belas) dari pagu DIPA menurut kualifikasi belanja yang diijinkan untuk diberikan UP, maksimal Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) untuk pagu di atas Rp 900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah) sampai dengan Rp 2.400.000.000,00 (dua milyar empat ratus juta rupiah).

3)

1/24 (satu per dua puluh empat) dari pagu DIPA menurut klasifikasi belanja yang diijinkan untuk diberikan UP, maksimal Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) untuk pagu diatas Rp 2.400.000.000,00 (dua milyar empat ratus juta rupiah).

Perubahan besaran UP di luar ketentuan di atas, ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan. Sesuai dengan pasal 7 (angka 1) Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. PER66/PB/2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan atas Beban APBN, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran menerbitkan SPM-UP berdasarkan DIPA atas permintaan bendahara pengeluaran yang dibebankan pada akun kegiatan untuk akun transito tersebut yaitu: a) untuk rupiah murni 0000.0000.825111 b) pinjaman luar negeri 9999.9999.825112 c) PNBP 0000.0000.825113 Pembayaran UP yang dapat dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran kepada satu rekanan tidak boleh melebihi Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) kecuali untuk pembayaran honor. 2) Tambahan Uang Persediaan (TUP) Dalam hal terdapat kebutuhan yang mendesak, sementara Uang Persediaan (UP) tidak mencukupi untuk membiayai keperluan tersebut, maka dapat diberikan Tambahan Uang Persediaan (TUP), dengan ketentuan sebagai berikut: a) Kepala KPPN dapat memberikan TUP sampai dengan jumlah Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) untuk klasifikasi belanja yang diperbolehkan diberi UP bagi instansi dalam wilayah pembayaran KPPN bersangkutan. b) Permintaan TUP diatas Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) untuk klasifikasi belanja yang diperbolehkan diberi UP harus mendapat dispensasi dari Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan. Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh bendahara pengeluaran satker untuk mengajukan TUP yaitu: transito. Kode

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

53

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

a) b) c)

Untuk memenuhi kebutuhan yang sangat mendesak/tidak dapat tidak ditunda; Digunakan paling lama satu bulan sejak tanggal SP2D diterbitkan. Apabila tidak habis digunakan dalam satu bulan sisa dana yang ada pada bendahara, harus disetor ke Rekening kas Negara;

d)

Apabila ketentuan pada butir c) tersebut di atas tidak dipenuhi kepada satker yang bersangkutan tidak dapat lagi diberikan TUP sepanjang sisa tahun anggaran berkenaan.

e)

Pengecualian

terhadap

butir

d)

diputuskan

oleh

Kepala

Kanwil

Ditjen

Perbendaharaan atas usul Kepala KPPN.

3) Penggantian Uang Persediaan (GUP) Surat permintaan pembayaran UP pada prinsipnya hanya diajukan satu kali dalam satu tahun anggaran, yaitu pada awal tahun. Pada tahap berikutnya, bukan lagi UP yang diajukan oleh bendahara pengeluaran, tetapi GUP adalah merupakan revolving dana UP yang telah dipergunakan dengan persyaratan dana UP tersebut telah terealisasi minimal 75%. Penggantian Uang Persediaan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: a) GUP Isi Setelah rekening bendahara pengeluaran terisi uang persediaan, penggunaan UP menjadi tanggung jawab bendahara pengeluaran. Bentuk pertanggungjawaban penggunaan UP oleh bendahara pengeluaran dituangkan dalam bentuk GUP Isi. Selain sebagai bentuk pertanggungjawaban atas penggunaa UP yang dikelola oleh bendahara pengeluaran, GUP Isi sekaligus berfungsi sebagai pengisian kembali UP. b) GUP Nihil Setelah rekening bendahara pengeluaran terisi tambahan uang persediaan, penggunaan TUP menjadi tanggung jawab bendahara pengeluaran. Bendahara wajib mempertanggungjawabkan TUP yang dikelolanya paling lambat satu bulan setelah dikeluarkannya SP2D TUP oleh KPPN. Bentuk pertanggungjawaban atas penggunaan TUP yang dikelolanya yaitu dengan pengajuan GUP Nihil. Apabila dalam cara pembayaran UP dan TUP permintaan pembayarannya masih menggunakan akun transito (belum membebani angaran), maka dalam model GU ini kode akun yang digunakan telah disesuaikan dengan pembebanan tagihannya.

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

54

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

4)

Cara pembayaran langsung (LS) Cara pembayaran langsung (LS) yaitu perintah pembayaran langsung kepada

pihak ketiga yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran atas dasar perjanjian kontrak atau surat perintah kerja lainnya. Perintah pembayaran ini dilakukan terhadap pengadaan barang dan/atau jasa, dimana sesuai ketentuan, mekanisme pembayarannya dilakukan secara langsung oleh Kuasa Bendahara Umum Negara yang berarti terhadap belanja tersebut telah membebani akun yang berkenaan.

Gambar 4 : Cara Pembayaran Langsung

Untuk pembayaran atas kegiatan yang telah dilaksanakan, dimana penerimanya lebih dari satu, dapat diajukan dengan SPP-LS akan tetapi pembayarannya dilakukan melalui bendahara pengeluaran untuk selanjutnya disampaikan kepada pihak-pihak yang berhak menerima. Surat permintaan pembayaran tersebut disebut dengan SPP-LS bendahara yang digunakan untuk pencairan belanja, antara lain belanja pegawai seperti gaji, lembur, honor/vakasi, dan belanja perjalanan dinas. Pembayaran dengan menggunakan cara pembayaran LS antara lain dapat dilakukan untuk:

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

55

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

1) Pengadaan tanah 2) LS untuk pembayaran gaji, lembur dan honor/vakasi 3) LS non Belanja Pegawai, yaitu: a) Pembayaran pengadaan barang dan jasa: b) Pembayaran biaya langganan daya dan jasa (listrik, telepon dan air) c) Pembayaran Belanja Perjalanan Dinas Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pencairan anggaran belanja negara adalah serangkaian proses penarikan dana APBN dari rekening kas negara ke rekening penerima, dengan syarat dan prosedur sebagai berikut: 1) Adanya komitmen/perikatan pengadaan barang/jasa terlebih dahulu. 2) Setelah barang/jasa diserahterimakan, muncul hak tagih dari pelaksana kegiatan. 3) Berdasarkan hak tagih/bukti pengeluaran, dilakukan pemberkasan dalam bentuk SPP. 4) Proses pengujian dilakukan atas SPP yang diajukan sebelum diterbitkan SPM 5) Berdasarkan SPM yang diajukan satuan kerja, KPPN menerbitkan SP2D, yaitu perintah pemegang rekening kas negara kepada bank dimana rekening kas negara ditempatkan untuk mentransfer dana ke rekening tertentu sesuai perintah pembayaran.

3. Surat Permintaan Pembayaran (SPP)


a. Pembukaan Rekening Bank/Pos oleh Satuan Kerja Dalam rangka pelaksanaan pengeluaran atas beban belanja negara, sebelum mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP), kepala satuan kerja wajib

memiliki rekening bank/pos. Pembukaan rekening tersebut harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari KPPN selaku kuasa BUN (bagi satuan kerja baru) sebagaimana diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 57/PMK.05/2007 tentang Pengelolaan Rekening Milik Kementerian Negara/Lembaga/ Kantor/Satuan Kerja. Satker mengajukan permohonan persetujuan pembukaan rekening kepada KPPN dengan menggunakan surat permohonan persetujuan pembukaan rekening, dengan dilampiri: (i) fotokopi dokumen pelaksanaan anggaran, dan (ii) surat pernyataan tentang penggunaan rekening. Setelah KPPN menyetujui permohonan tersebut, satker dapat melakukan pembukaan rekening atas nama bendahara pengeluaran satker yang bersangkutan untuk dilaporkan ke KPPN melalui surat laporan pembukaan rekening.

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

56

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

SATKER
4 3

KPPN

2 5

BANK/POS
Gambar 5 : Mekanisme Pembukaan Rekening Satuan Kerja Keterangan: 1. Satker mengajukan Surat Permohonan persetujuan pembukaan rekening ke KPPN 2. KPPN menerbitkan Surat Persetujuan Pembukaan Rekening 3. Satker Membuka Rekening pada Bank/Pos 4. Bank/Pos menerbitkan nomor rekening bagi satker 5. Satker Melaporkan Pembukaan nomor Rekening tersebut kepada KPPN

Selanjutnya

proses

pencairan

dana

APBN

yang

dilakukan

Kuasa

PA

menggunakan formulir sebagaimana ditentukan dalam lampiran Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005 tanggal 28 Desember 2005 tentang

Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban APBN. Adapun formulir tersebut adalah: a. Surat Permintaan Pembayaran (SPP) Formulir SPP berisi jumlah permintaan pembayaran yang diajukan oleh satuan kerja . Satu formulir SPP menampung pengeluaran atas beban mata anggaran/akun yang berada dalam satu satu klasifikasi belanja dan satu kegiatan yang sama. b. Daftar Rincian Permintaan Pembayaran Daftar ini merupakan lampiran SPP sebagai penjelasan atas penggunaan dana sesuai mata anggaran/akun per klasifikasi belanja dalam satu subkegiatan. Daftar Rincian Permintaan Pembayaran tersebut harus dilampiri dengan dokumen pendukung yang terdiri dari: 1) Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja (SPTB) Merangkum bukti-bukti pengeluaran (kuitansi) atas beban mata anggaran/akun yang berada di dalam satu klasifikasi belanja dalam satu sub kegiatan. 2) Surat Bukti Setoran (SBS) Dapat berupa Surat Setoran Pajak (SSP), Surat Setoran Bea Cukai (SSBC), Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP), SSPB (Surat Setoran Pengembalian Belanja), dan lain-lain.

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

57

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

b. Dokumen Kelengkapan pada Surat Permintaan Pembayaran (SPP) 1) SPP-UP (Uang Persediaan) Dalam pengajuan SPP-UP harus dilampiri dokumen kelengkapan SPP-UP yaitu: a) Formulir SPP; b) SK pengelola keuangan satker (Kuasa PA, PPK, PP SPM, Bendahara Pengeluaran) beserta specimen tanda tangan; c) Surat pernyataan dari Kuasa PA atau pejabat yang ditunjuk, yang menyatakan bahwa uang persediaan tersebut tidak untuk membiayai pengeluaranpengeluaran yang menurut ketentuan harus dibayar dengan LS. 2) SPP-TUP (Tambahan Uang Persediaan) Dokumen kelengkapan SPP-TUP adalah sebagai berikut: a) Formulir SPP; b) Rincian rencana penggunaan dana Tambahan UP dari Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat yang ditunjuk; c) Surat pernyataan dari Kuasa PA atau pejabat yang ditunjuk bahwa: (1) Dana tambahan UP tersebut akan digunakan dalam waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterbitkannya SP2D; (2) Apabila terdapat sisa dana TUP, harus disetorkan ke rekening kas negara; (3) Tidak untuk membiayai pengeluran-pengeluaran yang menurut ketentuan harus dibayar dengan LS. d) Rekening Koran Terakhir; e) Besaran TUP diatur sebagai berikut : (1) Sampai dengan jumlah Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) harus mendapat persetujuan Kepala Kantor Perbendaharaan setempat (dalam wilayah kerjanya); (2) Diatas jumlah Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) harus mendapat persetujuan Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan(dalam wilayah kerjanya). SPP-TUP diterbitkan dengan menggunakan kode kegiatan/subkegiatan/mata anggaran/akun:
a) untuk rupiah murni 0000.0000.825111 b) pinjaman/hibah luar negeri 9999.9999.825112 c) PNBP 0000.0000.825113

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

58

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

3) SPP-GUP (Penggantian Uang Persediaan), terdiri: a) SPP-GUP (Penggantian Uang Persediaan) Isi Dalam pengajuan SPP-GUP Isi (yang berasal dari pertanggungjawaban UP) ini, dokumen kelengkapan adalah sebagai berikut: (1) Formulir SPP; (2) Kuitansi/tanda bukti pembayaran; (3) SPTB; (4) Fotokopi faktur pajak; (5) Fotokopi Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah dilegalisir oleh Kuasa PA atau pejabat yang ditunjuk. b) SPP-GUP (Penggantian Uang Persediaan) Nihil SPP-GUP Nihil terdiri dari: 1. SPP-GUP Nihil, pertanggungjawaban yang berasal dari permintaan UP 2. SPP-GUP Nihil, pertanggungjawaban yang berasal dari permintaan TUP

Dokumen yang dilampirkan dalam pengajuan SPP-GU Nihil adalah sebagai berikut: a) Formulir SPP; b) Kuitansi/tanda bukti pembayaran; c) SPTB; d) Fotokopi faktur pajak; e) Fotokopi Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah dilegalisir oleh kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat yang ditunjuk; f) Surat tanda setoran (formulir SSBP), jika terdapat sisa uang persediaan yang dimintakan untuk disetorkan kembali ke rekening kas negara. Mata anggaran /akun yang digunakan dalam penyetoran sisa UP adalah: (1) untuk rupiah murni (2) untuk pinjaman luar negeri (3) untuk PNBP : 815111 : 815112 : 815113

4) SPP UP/LS untuk Pengadaan Tanah Pembayaran pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan melalui mekanisme pembayaran langsung (LS). Apabila tidak mungkin dilaksanakan melalui mekanisme LS, dapat dilakukan melalui mekanisme Uang Persediaan (UP). Dokumen yang dilampirkan dalam pengajuan SPP UP/LS untuk Pengadaan Tanah adalah sebagai berikut:

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

59

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

a) SPP-LS (1) Surat Persetujuan Panitia Pengadaan Tanah untuk tanah yang luasnya lebih dari satu hektar di kabupaten/kota; (2) Fotokopi bukti kepemilikan tanah yang disahkan oleh pejabat yang berwenang; (3) Kuitansi; (4) SPPT PBB tahun transaksi; (5) Surat persetujuan harga; (6) Pernyataan dari penjual bahwa tanah tersebut tidak dalam sengketa dan tidak sedang dalam agunan; (7) Pelepasan/penyerahan hak atas tanah/akta jual beli di hadapan PPAT; (8) SSP PPh final atas pelepasan hak; (9) Surat pelepasan hak adat (bila diperlukan). b) SPP UP/TUP (1) Pengadaan tanah yang luasnya kurang dari satu hektar dilengkapi persyaratan daftar nominatif pemilik tanah yang ditandatangani oleh Kuasa PA. (2) Pengadaan tanah yang luasnya lebih dari satu hektar dilakukan dengan bantuan panitia pengadaan tanah di kabupaten/kota setempat dan dilengkapi dengan daftar nominatif pemilik tanah dan besaran harga tanah yang ditandatangani oleh Kuasa PA dan diketahui oleh Panitia Pengadaan Tanah (PPT). (3) Pengadaan tanah yang pembayarannya dilaksanakan melalui UP/TUP harus terlebih dahulu mendapat ijin dispensasi dari Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan/Kanwil Ditjen Perbendaharaan sedangkan besaran

uangnya harus mendapat dispensasi UP/TUP sesuai ketentuan yang berlaku. 5) SPP-LS untuk pembayaran gaji, lembur dan honor/vakasi a) Pembayaran Gaji Induk/ gaji susulan/kekurangan gaji/gaji terusan/uang duka wafat/tewas dilengkapi dengan: (1) Daftar Gaji Induk/susulan gaji/kekurangan gaji/gaji terusan/uang duka wafat/tewas; (2) (3) (4) (5) SK CPNS; SK PNS; SK kenaikan pangkat; SK jabatan;
60

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

(6) (7) (8) (9)

Surat Pemberitahuan Kenaikan Gaji Berkala; Surat Pernyataan Pelantikan; Surat Pernyataan Masih Menduduki Jabatan; Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas;

(10) Surat Keterangan Untuk Mendapatkan Tunjangan Keluarga; (11) Surat Nikah/Cerai/Kematian; (12) Akta Kelahiran/Putusan Pengesahan/Pengangkatan Anak dari

Pengadilan; (13) Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKPP); (14) Daftar potongan Sewa Rumah Dinas, (15) Surat Keterangan Masih Sekolah/Kuliah/ Kursus (16) Surat Keputusan Mutasi Pindah, (17) Surat Keputusan yang mengakibatkan penurunan gaji, (18) SK Pemberian Uang Tunggu, (19) SSP PPh pasal 21, (20) Arsip Data Komputer (ADK) aplikasi GPP. Kelengkapan tersebut harus sesuai peruntukannya.

b) Pembayaran lembur dilengkapi dengan: (1) Surat Perintah Kerja (SPK) Lembur; (2) Daftar Pembayaran Perhitungan Lembur termasuk Rekapitulasi

Perhitungan Lembur yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran, dan Kuasa PA/PPK; (3) Daftar Hadir Kerja selama 1 (satu) bulan; (4) Daftar Hadir Kerja Lembur; (5) SSP PPh pasal 21; dan (6) SPTJM dari Kuasa PA/PPK. c) Pembayaran honor/vakasi dilengkapi dengan (1) SK tentang pemberian honorarium/vakasi; (2) Daftar pembayaran honorarium yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran, dan Kuasa PA/PPK; (3) SSP PPh pasal 21; (4) SPTJM dari Kuasa PA/PPK 6) SPP-LS non Belanja Pegawai: a) Dokumen Pembayaran Pengadaan barang dan jasa : (1) Kontrak/SPK yang mencantumkan nomor rekening rekanan;
MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

61

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

(2) Surat pernyataan Kuasa PA mengenai penetapan rekanan; (3) Berita acara penyelesaian pekerjaan; (4) Berita acara serah terima pekerjaan; (5) Berita acara pembayaran; (6) Kuitansi yang telah disetujui oleh Kuasa PA atau pejabat yang ditunjuk; (7) Faktur pajak beserta SSP yang telah ditandatangani oleh Wajib Pajak; (8) Jaminan bank atau yang dipersamakan yang dikeluarkan Bank atau Lembaga Keuangan non bank untuk pembayaran uang muka. (9) Dokumen lain yang dipersyaratkan untuk kontrak-kontrak yang dananya sebagian atau seluruhnya bersumber dari pinjaman/hibah luar negeri; (10) Ringkasan kontrak untuk rupiah murni dan untuk PHLN. Berita acara penyelesaian pekerjaan, berita acara serah terima pekerjaan, dan berita acara pembayaran dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 5 dan disampaikan: (1) Asli dan satu tembusan untuk penerbit SPM; (2) Masing-masing satu tembusan untuk para pihak yang membuat kontrak; (3) Satu tembusan untuk pejabat pelaksana pemeriksaan pekerjaan.

b) Dokumen Pembayaran Biaya Langganan Daya dan Jasa (Listrik, Telepon Gas, dan Air): (1) (2) Bukti tagihan daya dan jasa; No. rekening pihak ketiga (PLN, Telkom, PDAM,dll).

Dalam hal pembayaran langganan daya dan jasa belum dapat dilakukan secara langsung, satker yang bersangkutan dapat melakukan pembayaran dengan UP. Tunggakan langganan daya dan jasa tahun anggaran sebelumnya dapat dibayarkan oleh satker setelah mendapat dispensasi/persetujuan terlebih dahulu dari Kanwil Ditjen. Perbendaharaan sepanjang dananya tersedia dalam DIPA berkenaan. 7) SPP Belanja Perjalanan Dinas a) Biaya Perjalanan Dinas Luar Negeri Ketentuan mengenai biaya perjalanan dinas luar negeri diatur dalam PMK No. 97/PMK.05/2010 tentang Perjalanan Dinas Luar Negeri bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap. Pelaksanaan perjalanan dinas luar negeri dilaksanakan dengan sangat selektif, yaitu hanya untuk kepentingan yang sangat tinggi dan prioritas yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan. Perjalanan dinas luar negeri dilaksanakan
MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

62

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

dengan memperhatikan ketersediaan dana dan kesesuian dengan pencapaian kinerja Kementerian Negara/Lembaga. Perjalanan dinas luar negeri terdiri dari: 1. Perjalanan dinas jabatan Perjalanan dinas jabatan pada dasarnya berupa: a. Perjalanan dinas dari tempat kedudukan di dalam negeri ke satu atau lebih tempat tujuan di luar negeri dan kembali ke tempat kedudukan di dalam negeri; b. Perjalanan dinas dari tempat kedudukan di luar negeri ke satu atau lebih tempat tujuan di luar negeri dan kembali ke tempat kedudukan di luar negeri; c. Perjalanan dinas dari tempat kedudukan di luar negeri ke tempat tujuan di dalam negeri dan kembali ke tempat kedudukan di luar negeri; d. Perjalanan dinas dari tempat kedudukan di luar negeri ke tempat tujuan di dalam negeri dilanjutkan ke satu atau lebih tempat tujuan di luar negeri lainnya dan kembali ke tempat kedudukan di luar negeri. Termasuk dalam lingkup perjalanan dinas luar negeri tersebut di atas adalah mengikuti tugas belajar, mendapatkan pengobatan di luar negeri, menjemput/mengantar jenazah, detasering, kegiatan magang, mengikuti konferensi/sidang internasional, mengikuti pameran/promosi, dan mengikuti kegiatan training/diklat/kursus singkat. 2. Perjalanan dinas pindah Perjalanan dinas pindah merupakan perjalanan dinas yang dilakukan berdasarkan surat keputusan pindah dari Kementerian Luar Negeri dalam rangka: a. Penempatan pejabat negara/pegawai negeri beserta keluarga yang sah dari Indonesia untuk tugas tetap pada tempat tujuan pindah ke Perwakilan; b. Penempatan pejabat negara/pegawai negeri beserta keluarga yang sah untuk tugas tetap dari Perwakilan ke tempat tujuan pindah ke Perwakilan lainnya; c. Penarikan pejabat negara/pegawai negeri beserta keluarga yang sah untuk tugas tetap dari Perwakilan ke tempat tujuan pindah di dalam negeri;

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

63

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

d. Pemulangan keluarga yang sah dari dari pejabat negara/pegawai negeri yang meninggal dunia dari tempat tugas terakhirnya di luar negeri ke tempat tujuan pindah di dalam negeri. Pembayaran biaya perjalanan dinas luar negeri dapat dilaksanakan melalui mekanisme uang persedian maupun pembayaran langsung, yaitu: A. Mekanisme Uang Persediaan (UP) Pembayaran melalui mekanisme UP dilakukan dengan memberikan uang muka kepada pejabat/pegawai yang akan melaksanakan perjalanan dinas oleh bendahara pengeluaran dari UP/TUP yang dikelolanya dengan melampirkan dokumen: 1. Surat tugas dan surat persetujuan pemerintah, atau surat keputusan pindah; 2. 3. 4. SPPD; Kuitansi perjalanan dinas; Rincian biaya perjalanan dinas.

B. Mekanisme Pembayaran Langsung (LS) Pembayaran biaya perjalanan dinas luar negeri melalui mekanisme LS melalui rekening bendahara pengeluaran atau pejabat/pegawai/pegawai tidak tetap/pihak lain dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Biaya perjalanan dinas telah dipastikan jumlahnya sebelum

perjalanan dinas dilaksanakan, dengan ketentuan: a) Apabila biaya perjalanan dinas yang dibayarkan kepada yang bersangkutan melebihi biaya perjalanan dinas yang dikeluarkan, kelebihan tersebut harus disetor ke kas negara; b) Apabila biaya perjalanan dinas yang dibayarkan kepada yang bersangkutan dikeluarkan, penggantian. 2. Perjalanan dinas telah dilakukan sebelum biaya perjalanan dinas dibayarkan. b) Biaya Perjalanan Dinas Dalam Negeri Merupakan biaya perjalanan dari tempat kedudukan ke tempat yang dituju dan kembali ke tempat kedudukan semula dalam rangka dinas (sesuai Perdirjen Perbendaharaan nomor PER-21/PB/2008 tentang Petunjuk kurang dari biaya perjalanan tidak dinas yang

kekurangan

tersebut

memperoleh

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

64

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

Pelaksanaan Perjalanan Dinas Jabatan Dalam Negeri bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap), terdiri dari: (1) Uang harian (sesuai wilayah/propinsi yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Keuangan); (2) Biaya transport pegawai (biaya yang diperlukan untuk perjalanan dari tempat kedudukan ke terminal bus/stasiun/bandar/pelabuhan

keberangkatan sampai tempat tujuan pergi pulang, termasuk di dalamnya retribusi yang dipungut di terminal/stasiun/bandara/pelabuhan sesuai peraturan daerah setempat); (3) Biaya transportasi dalam kota (sesuai dengan ketentuan yang berlaku); (4) Biaya penginapan (biaya untuk menginap di hotel atau tempat lainnya dalam hal tidak terdapat hotel); (5) Uang representatif (bagi eselon II keatas); (6) Sewa kendaraan dalam kota (diberikan kepada pejabat negara secara at cost maksimum Rp 500.000,00/hari sudah termasuk biaya untuk pengemudi, BBM, dan pajak dalam rangka keperluan pelaksanan tugas di tempat tujuan. c) Ketentuan khusus biaya perjalanan dinas dapat diberlakukan untuk keperluan menjemput/mengantarkan jenazah Pejabat Negara/Pegawai Negeri/Pegawai Tidak Tetap ke tempat pemakaman yang: (1) Meninggal dunia dalam melakukan perjalanan dinas; atau (2) Meninggal dunia dari tempat kedudukan yang terakhir ke kota tempat pemakaman. Selain biaya menjemput/mengantar jenazah tersebut di atas juga diberikan biaya pemetian dan biaya angkutan jenazah. Pada dasarnya perjalanan dinas menganut prinsip at cost (biaya riil). Dalam hal biaya perjalanan dinas untuk mengikuti seminar, rapat, dan lain-lain yang

biaya perjalanan dinasnya dibebankan pada DIPA satker penyelenggara kegiatan, biaya transportasi keberangkatan dibayarkan sebesar biaya riil yang dikeluarkan sesuai bukti pengeluaran. Sedangkan biaya transportasi kepulangan dibayarkan sesuai tarif yang berlaku dengan mengacu bukti biaya transportasi yang

disampaikan pada saat kedatangan. Apabila biaya tiket kepulangan lebih besar dari kedatangan, selisih biaya dapat dimintakan dengan melampirkan asli kuitansi pembelian tiket dan foto copy tiket kepulangan.

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

65

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

Pembayaran biaya perjalanan dinas dapat dilakukan dengan mekanisme Uang Persediaan (UP) dan/atau Pembayaran Langsung (LS): a) Mekanisme Uang Persediaan (UP) Pembayaran biaya perjalanan dinas melalui mekanisme UP dilakukan dengan memberikan uang muka kepada pejabat negara/pegawai negeri/pegawai tidak tetap yang melaksanakan perjalanan dinas oleh Bendahara Pengeluaran. Jumlah uang muka perjalanan dinas dapat melebihi Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap pejabat negara/pegawai negeri/pegawai tidak tetap yang melaksanakan perjalanan dinas. Pemberian uang muka ini berdasarkan atas perintah dari Kuasa PA/Pejabat Pembuat Komitmen kepada Bendahara Pengeluaran dengan dilampiri: (1) surat tugas untuk melaksanakan perjalanan dinas yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang; (2) SPPD; (3) kuitansi perjalanan dinas; (4) rincian biaya perjalanan dinas. Biaya perjalanan dinas dipertanggungjawabkan oleh pegawai yang melakukan perjalanan dinas paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah perjalanan dinas dilaksanakan dengan menyampaikan seluruh bukti pengeluaran asli kepada Pejabat Pembuat Komitmen. Pejabat Pembuat Komitmen melakukan perhitungan rampung terhadap seluruh bukti pengeluaran biaya perjalanan dinas pegawai yang bersangkutan dan disampaikan kepada bendahara pengeluaran. Apabila terdapat kelebihan pembayaran, pegawai yang melakukan perjalanan dinas mengembalikan kelebihan tersebut kepada bendahara pengeluaran. Namun, jika terdapat kekurangan pembayaran, atas perintah Kuasa PA/Pejabat Pembuat Komitmen, bendahara pengeluaran membayar kekurangan tersebut kepada pegawai yang telah melakukan perjalanan dinas. Berdasarkan pertanggungjawaban perjalanan dinas yang telah dilakukan

perhitungan rampung, Pejabat Pembuat Komitmen mengajukan SPP-GUP dilampiri SPTB dan bukti-bukti pengeluaran kepada PPSPM. b) Mekanisme Pembayaran Langsung (LS) Pembayaran biaya perjalanan dinas melalui mekanisme LS kepada pihak ketiga dapat berupa: event organizer, biro jasa perjalanan, maskapai

penerbangan, dan perusahaan jasa perhotelan/penginapan. Penetapan pihak

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

66

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

ketiga dilakukan melalui pelaksanaan pengadaan barang/jasa sesuai peraturan perundang-undangan. Pembayaran biaya perjalanan dinas kepada pihak ketiga didasarkan atas prestasi kerja yang telah diselesaikan sebagaimana diatur dalam kontrak/perjanjian. Kontrak perjanjian ini dapat dilakukan untuk 1 (satu) paket kegiatan atau untuk kebutuhan periode tertentu. Atas dasar prestasi kerja yang telah diselesaikan, pihak ketiga mengajukan tagihan kepada Pejabat Pembuat Komitmen.

Berdasarkan tagihan dari pihak ketiga, Pejabat Pembuat Komitmen mengajukan SPP kepada PP SPM dengan dilampiri: (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Kontrak/perjanjian yang mencantumkan nomor rekening; Surat pernyataan Kuasa PA mengenai penetapan rekanan; Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan; Berita Acara Pembayaran; Kuitansi; SPTB; Resume Kontrak/SPK; Faktur Pajak dan/atau Surat Setoran Pajak (SSP) sesuai ketentuan; Daftar pelaksanaan/prestasi kerja yang memuat antara lain: informasi data Pejabat Negara/Pegawai Negeri/Pegawai Tidak Tetap (nama,

pangkat/golongan), tujuan, tanggal keberangkatan, tempat menginap, lama menginap, dan jumlah biaya masing-masing pegawai. (10) Fotokopi NPWP Pembayaran biaya perjalanan dinas dapat dilakukan dengan mekanisme LS melalui rekening bendahara pengeluaran atau rekening pejabat negara/pegawai negeri/pegawai tidak tetap apabila:

(1) Biaya perjalanan dinas telah dipastikan jumlahnya sebelum perjalanan dinas
dilaksanakan;

(2) Perjalanan dinas telah dilakukan sebelum biaya perjalanan dinas dibayarkan.
Dalam hal biaya perjalanan dinas dibayarkan melalui mekanisme Pembayaran Langsung (LS) kepada bendahara pengeluaran, terdapat ketentuan sebagai berikut: 1. Apabila biaya perjalanan dinas yang dibayarkan kepada pegawai melebihi biaya perjalanan dinas yang dikeluarkan, kelebihan tersebut harus disetor ke kas negara;

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

67

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

2.

Apabila biaya perjalanan dinas yang dibayarkan kepada pegawai kurang dari biaya perjalanan dinas yang dikeluarkan, kekurangan tersebut tidak memperoleh penggantian.

8) SPP untuk Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) SPP-UP/TUP untuk PNBP diajukan terpisah dari SPP-UP/TUP lainnya. UP dapat diberikan kepada satker pengguna setinggi-tingginya 20% dari pagu dana PNBP pada DIPA maksimal sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dengan melampirkan daftar realisasi pendapatan dan penggunaan dana DIPA (PNBP) tahun anggaran sebelumnya. Apabila UP tidak mencukupi dapat mengajukan TUP sebesar kebutuhan riil satu bulan dengan memperhatikan maksimum pencairan (MP). Dana yang berasal dari PNBP dapat dicairkan maksimum sesuai formula sebagai berikut : MP = (PPP x JS) - JPS MP = Maksimum Pencairan Dana; Proporsi Pagu Pengeluaran terhadap Pendapatan; Jumlah setoran; Jumlah pencairan dana sebelumnya sampai dengan SPM terakhir yang diterbitkan. Dalam pengajuan SPM-TUP/GUP/LS PNBP ke KPPN, satker pengguna harus melampirkan daftar perhitungan jumlah maksimum pencairan dana; Untuk satker pengguna yang setorannya dilakukan secara terpusat, pencairan dana diatur secara khusus dengan surat edaran Dirjen Perbendaharaan tanpa

PPP = JS =

JPS =

melampirkan SSBP; Untuk satker pengguna yang menyetorkan pada masing-masing unit (tidak terpusat), pencairan dana harus melampirkan bukti setoran (SSBP) yang telah dikonfirmasi oleh KPPN. Besaran PPP untuk masing-masing satker pengguna diatur berdasarkan surat keputusan Menteri Keuangan. Besarnya pencairan dana PNBP secara keseluruhan tidak boleh melampaui pagu PNBP satker yang bersangkutan dalam DIPA. Pertanggungjawaban penggunaan dana UP/TUP PNBP oleh Kuasa PA, dilakukan dengan mengajukan SPM ke KPPN setempat dengan melampirkan SPTB. Khusus perguruan tinggi negeri selaku pengguna PNBP (non Badan Hukum Milik Negara/non Badan Layanan Umum), sisa dana PNBP yang disetor ke rekening kas negara pada akhir tahun anggaran dapat dicairkan kembali, maksimal sebesar jumlah yang sama pada awal tahun anggaran berikutnya mendahului diterimanya DIPA dan merupakan bagian dari target PNBP yang tercantum dalam DIPA tahun anggaran berikutnya.
MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

68

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

Sisa dana PNBP dari satker pengguna selain perguruan tinggi negeri selaku pengguna PNBP (non BHMN/non BLU), yang disetor ke rekening kas negara pada akhir tahun anggaran merupakan bagian realisasi penerimaan PNBP tahun anggaran berikutnya dan dapat dipergunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan setelah diterimanya DIPA. Sisa UP/TUP dana PNBP sampai akhir tahun anggaran yang tidak disetor ke rekening kas negara, akan diperhitungkan pada saat pengajuan pencairan dana UP tahun anggaran berikutnya. Untuk keseragaman dalam pembukuan sistem akuntansi, maka penyetoran PNBP menggunakan formulir SSBP.

4. Surat Perintah Membayar (SPM)


Surat Perintah Membayar (SPM) adalah dokumen yang diterbitkan oleh PA/Kuasa PA atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan. Dalam alur dokumen pembayaran belanja negara, SPP yang telah ditandatangani oleh PA/Kuasa PA atau pejabat lain yang ditunjuk beserta dokumen kelengkapannya dikirimkan kepada Pejabat Penandatangan SPM untuk dilakukan verifikasi. A. Mekanisme Penerbitan SPM Tahapan penerimaan dan verifikasi SPM adalah sebagai berikut: 1) Penerimaan dan pengujian SPP Petugas penerima SPP memeriksa kelengkapan berkas SPP, mengisi check list kelengkapan berkas SPP, mencatatnya dalam buku pengawasan penerimaan SPP dan membuat/menandatangani tanda terima SPP berkenaan. Selanjutnya petugas penerima SPP menyampaikan SPP dimaksud kepada Pejabat Penandatangan SPM. 2) Pejabat Penandatangan SPM melakukan pengujian atas SPP sebagai berikut: a) Memeriksa secara rinci dokumen pendukung SPP sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b) Memeriksa ketersediaan pagu anggaran dalam DIPA untuk memperoleh keyakinan bahwa tagihan tidak melampaui batas pagu anggaran. c) Memeriksa kesesuaian rencana kerja dan /atau kelayakan hasil kerja yang dicapai dengan indikator keluaran d) Memeriksa kesesuaian kontrak kerja dengan hasil kerja yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Barang/Jasa dan Berita Acara Serah Terima Barang/Jasa.
MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

69

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

e) Memeriksa kebenaran atas hak tagih yang menyangkut antara lain: (1) Pihak yang ditunjuk untuk menerima pembayaran (nama orang/ perusahaan, alamat, nomor rekening dan nama bank); (2) Nilai tagihan yang harus dibayar (kesesuaian dan/atau kelayakannya dengan prestasi kerja yang dicapai sesuai spesifikasi teknis yang tercantum dalam kontrak); (3) Jadwal waktu pembayaran. f) Memeriksa pencapaian tujuan dan/atau sasaran kegiatan sesuai dengan indikator keluaran yang tercantum dalam DIPA berkenaan dan/atau spesifikasi teknis yang sudah ditetapkan dalam kontrak.

Apabila proses verifikasi terhadap SPP telah dilaksanakan, Pejabat Penandatangan SPM menerbitkan dan menandatangani SPM dalam rangkap 3 (tiga), yaitu: 1) 2) Lembar kesatu dan kedua disampaikan kepada KPPN. Lembar ketiga sebagai pertinggal pada satker yang bersangkutan. Dalam hal terdapat pengembalian penerimaan negara bukan pajak yang terlanjur disetor ke Rekening Kas Negara, maka akan diterbitkan SPM pengembalian dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Bagi Kementerian Negara/Lembaga atau satker yang mempunyai DIPA, SPM Pengembalian diterbitkan oleh satker yang bersangkutan. 2) Bagi instansi/badan/pihak ketiga yang tidak mempunyai DIPA, SPM Pengembalian diterbitkan oleh KPPN c.q. Subbagian Umum sesuai ketentuan yang berlaku. 3) Untuk pengembalian sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan 2), SPM yang diterbitkan harus dilampiri surat keterangan dari KPPN yang menyatakan bahwa penerimaan negara yang akan dikembalikan kepada yang berhak telah dibukukan oleh KPPN. 4) Khusus untuk pengembalian sebagaimana dimaksud pada angka 1) SPM dimaksud harus dilampiri pula Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) dari Kuasa PA. Dalam hal pengembalian pengeluaran anggaran yang telah disetor ke Rekening Kas Negara, maka harus dilakukan dengan SPM Pengembalian yang diterbitkan oleh satker bersangkutan dilampiri surat keterangan pembukuan oleh KPPN dan Surat Setoran Pengembalian Belanja (SSPB).

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

70

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

SPM yang telah diterbitkan SP2D-nya oleh KPPN dan telah dicairkan (telah dilakukan pendebetan rekening kas negara) tidak dapat dibatalkan. Ketentuan ini

terdapat pada pasal 5 angka 8 Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. PER-66/PB/2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yaitu: 1) Perbaikan hanya dapat dilakukan terhadap kesalahan administrasi sebagai berikut: a) b) c) Kesalahan pembebanan pada MAK; Kesalahan pencantuman kode fungsi, sub fungsi, kegiatan dan sub kegiatan; Uraian pengeluaran yang tidak berakibat jumlah uang pada SPM.

2) Perbaikan SPM sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilakukan oleh Kuasa PA/penerbit SPM. Selanjutnya SPM perbaikan dimaksud dilampiri dengan SKTJM disampaikan kepada Kepala KPPN. Mekanisme perbaikan ini melalui penerbitan surat permohonan perbaikan SPM oleh PA/Kuasa PA yang ditujukan kepada Kepala KPPN. Berdasarkan surat permohonan ini, KPPN memproses perubahan SPM dimaksud. B. Kelengkapan Dokumen Dalam Penerbitan SPM Beberapa kelengkapan dokumen yang harus dilampirkan dalam proses pengajuan SPP menjadi SPM, beberapa dokumen yang dipersyaratkan tersebut antara lain: 1) Penerbitan SPM Uang Persediaan (UP): a. SPP UP. b. Surat Pernyataan bahwa dana tidak akan digunakan untuk tagihan yang harus dibayar dengan Langsung (LS). c. SK pengangkatan bendahara dan atasan langsung bendahara disertai spesimen tanda tangan dan cap dinas. 2) Penerbitan SPM Ganti Uang Persediaan (GUP): a. SPP GU b. Rincian permintaan pembayaran c. SPTB d. Kuitansi pembayaran e. Surat Setoran Pajak (SSP) dan faktur pajak 3) Penerbitan SPM Tambahan Uang Persediaan (TUP)

a. SPP TUP b. Rincian rencana penggunaan dana. c. Surat pernyataan dari Kuasa PA atau pejabat yang ditunjuk bahwa tambahan
dana akan digunakan untuk membiayai kegiatan yang mendesak, akan
MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

71

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

digunakan dalam waktu 1 (satu) bulan sejak diterbitkan SP2D, dan tidak digunakan untuk membiayai pengeluaran yang seharusnya dibayar melalui SPMLS

d. Rekening koran yang menunjukan saldo terakhir e. Besaran TUP diatur sebagai berikut :
(1) Sampai dengan jumlah Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) harus mendapat persetujuan Kepala Kantor Perbendaharaan setempat (dalam wilayah kerjanya); (2) Diatas jumlah Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) harus mendapat persetujuan Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan(dalam wilayah kerjanya). 4) Penerbitan SPM Langsung (LS) Non Belanja Pegawai a. Dokumen untuk Pembayaran pengadaan barang dan jasa: 1. SPP 2. Kontrak/SPK pengadaan barang dan jasa sekurang-kurangnya memuat: a) b) c) d) e) f) g) h) i) j) k) Para pihak yang menandatangani kontrak Pokok pekerjaan dan uraian jenis/jumlah barang Hak dan kewajiban para pihak Nilai dan harga kontrak serta syarat-syarat pembayaran Persyaratan dan spesifikasi teknis Tempat dan waktu penyelesaian serta syarat penyerahan Jaminan teknis hasil pekerjaan Sanksi dan cidera janji Keadaan force majeur Penyelesaian perselisihan Nomor rekening rekanan peryataan kepala kantor/satker atau pejabat lain yang ditunjuk

3. Surat

mengenai penetapan rekanan pemenang 4. Berita acara penyelesaian pekerjaan , berita acara serah terima pekerjaan dan berita acara pembayaran. 5. Ringkasan kontrak 6. Kuitansi: a) Ditandatangani oleh pejabat pembuat komitmen b) Tidak ada coretan c) Bermaterai cukup d) Jumlah uang dalam angka dan huruf harus sama
MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

72

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

7. Faktur pajak beserta SSP-nya yang telah ditandatangani oleh wajib pajak 8. Jaminan bank (jaminan pemeliharaan, jaminan pelaksanaan dan jaminan uang muka untuk nilai kontrak di atas Rp 50.000.000,00) 9. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja (SPTB) 10. Dokumen lain yang dipersyaratkan dalam kontrak. b. Dokumen untuk Pembayaran Biaya Langganan Daya dan Jasa (Listrik, Telepon, Gas dan Air): 1. Bukti tagihan daya dan jasa 2. Nomor rekening pihak ketiga (PLN,Telkom,PDAM, dll) 3. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja (SPTB) c. Dokumen untuk Pembayaran Biaya Perjalanan Dinas (LS melalui Bendahara Pengeluaran) : 1. SPTB 2. Daftar nominatif yang ditandatangani Kuasa PA (memuat nama pegawai, NIP, pangkat/golongan, kota tujuan perjalanan dinas, tanggal keberangkatan, lama perjalanan dinas, jumlah uang, dan nomor rekening bendahara pengeluaran/ pegawai yang melakukan perjalanan dinas) Untuk dokumen pembayaran biaya perjalanan dinas yang dilakukan melalui mekanisme LS kepada pihak ketiga mengacu pada pembayaran pengadaan barang dan jasa. 5) Penerbitan SPM LS Belanja Pegawai

a. Dokumen untuk Gaji Induk/gaji susulan/kekurangan gaji/gaji terusan/ uang duka


wafat/tewas 1. SPP LS Gaji Induk 2. Daftar gaji induk 3. Surat setoran pajak (SSP) PPh pasal 21 Apabila terdapat perubahan keterangan pada pegawai bersangkutan, maka dilampirkan juga: 1. Daftar Gaji Induk/susulan gaji/kekurangan gaji/gaji terusan/uang duka wafat/tewas; 2. SK CPNS; 3. SK PNS; 4. SK kenaikan pangkat; 5. SK jabatan; 6. Surat Pemberitahuan Kenaikan Gaji Berkala ; 7. Surat Pernyataan Pelantikan;
MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

73

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

8. Surat Pernyataan Masih Menduduki Jabatan; 9. Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas; 10. Surat Keterangan Untuk Mendapatkan Tunjangan Keluarga; 11. Surat Nikah/Cerai/Kematian; 12. Akta Kelahiran/Putusan Pengesahan/Pengangkatan Anak dari Pengadilan; 13. Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKPP); 14. Daftar potongan Sewa Rumah Dinas, 15. Surat Keterangan Anak Masih Sekolah/Kuliah/ Kursus 16. Surat Keputusan Mutasi Pindah, 17. Surat Keputusan yang mengakibatkan penurunan gaji, 18. SK Pemberian Uang Tunggu, 19. SSP PPh pasal 21, 20. Arsip Data Komputer (ADK) aplikasi GPP. Kelengkapan tersebut harus sesuai peruntukannya.

SPP LS Gaji Induk diterima paling lambat tanggal 10 bulan sebelumnya dan SPM gaji induk diterbitkan paling lambat tanggal 15 bulan sebelumnya

b. Dokumen untuk Lembur:


1. SPP LS lembur 2. Surat Perintah Kerja (SPK) Lembur; 3. Daftar Pembayaran Perhitungan Lembur termasuk Rekapitulasi Perhitungan Lembur yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran, dan Kuasa PA/PPK; 4. Daftar Hadir Kerja selama 1 (satu) bulan; 5. Daftar Hadir Kerja Lembur; 6. SSP PPh pasal 21, dan

c. Dokumen untuk Honor / Vakasi:


1. SPP LS honor / vakasi 2. Daftar Perhitungan Honor / vakasi yang telah ditandatangani oleh Kuasa PA/ Pejabat yang ditunjuk dan Bendahara Pengeluaran yang bersangkutan. 3. SK tentang pemberian honor vakasi 4. SSP PPh pasal 21 C. Pengujian Dokumen dalam Penerbitan SPM 1) SPP-Uang Persediaan dan Tambahan Uang Persediaan (SPP-UP/TUP) Dokumen-dokumen yang dilakukan pengujian atas kebenarannya yaitu:
MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

74

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

a. SPP, SK KPA tentang penunjukan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Penandatangan (PP) SPM, bendahara pengeluaran, spesimen tandatangan pejabat pengelola keuangan dan cap satker, serta DIPA satker. 1. Atas SPP yang diajukan dilakukan pengujian kesesuaian SPP

dibandingkan dengan DIPA antara lain unsur: a) nama satker, kode satker, nama Kuasa Pengguna Anggaran dan nomor DIPA. b) kegiatan, subkegiatan, MAK/akun, dan ketersediaan pagu dana DIPA. 2. Dalam hal terdapat kesesuaian atas pengujian di atas, terhadap DIPA dimaksud dibuatkan kartu pengawasan kredit (kartu pengawasan DIPA) untuk DIPA bersangkutan. 3. Menguji SPP dengan SK pengangkatan/penunjukan pejabat yang berwenang menandatangani SPP(KPA/PPK), serta spesimen tanda tangan/cap satker. b. Adanya surat pernyataan KPA bahwa UP tersebut tidak untuk membiayai pengeluaran yang menurut ketentuan harus dengan LS. c. Pengujian besaran UP yang diminta dihitung berdasarkan pagu DIPA menurut klasifikasi belanja yang diijinkan untuk diberikan UP. d. Khusus untuk SPP-TUP dilakukan pengujian atas: 1. Rincian rencana penggunaan dana TUP yang digunakan dalam waktu satu bulan; 2. Rekening koran yang menunjukkan saldo terakhir; 3. Saldo pagu DIPA yang menurut klasifikasi belanja diijinkan untuk diberikan UP, 4. Adanya surat pernyataan KPA tentang dana TUP dimaksud tidak untuk membiayai pengeluaran yang menurut ketentuan harus dengan LS. b) SPP-Penggantian Uang Persediaan (SPP-GUP) Pengujian kebenaran SPP-GUP dan dokumen persyaratannya meliputi: 1. SPP dan kartu pengawasan kredit: a. Atas SPP yang diajukan dilakukan pengujian kebenaran SPP

dibandingkan dengan kartu induk pengawasan kredit (kartu pengawasan DIPA) antara lain unsur: 1) Nama satker, kode satker, pejabat pembuat komitmen, dan nomor DIPA 2) Spesimen tandatangan PPK dan cap satker 3) Kegiatan, sub kegiatan, MAK, dan kesesuaian saldo dana DIPA
MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

75

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

4) Pengujian atas jumlah dana dalam SPP-GUP dibandingkan dengan saldo dana UP yang ada pada bendahara dengan syarat SPP-GUP dapat diterima dalam hal dana UP telah dipergunakan sekurangkurangnya 75%. b. Menguji kesesuaian SPP dengan jumlah pengeluaran yang tercantum dalam daftar rincian permintaan pembayaran. c. Berdasarkan rincian pengeluaran yang tercantum dalam daftar rincian permintaan pembayaran dan SPTB dilakukan pengujian untuk masingmasing pengeluaran (SPK, kuitansi, Berita Acara Serah Terima Barang/Jasa, SSP). 2. Pengujian kuitansi dilakukan untuk hal-hal sebagai berikut: a. Nama wajib bayar yang tertulis dalam kuitansi harus atas nama jabatan. Contoh : Sudah terima dari Kuasa Pengguna Anggaran b. Nama yang berhak menerima yang tertulis dalam kuitansi adalah nama dan jabatan pelaksanaan orang yang menerima pembayaran sehubungan dengan kegiatan/pekerjaan dan ditandatangani oleh yang

bersangkutan. Untuk Badan Usaha (perusahaan) dibubuhi stempel perusahaan. Apabila yang menerima adalah kuasa penerima, maka harus didukung dengan Surat Kuasa dari orang yang berhak kepada yang dikuasakan di atas kertas bermaterai Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah) c. Setuju dibayar yang ditandatangani oleh KPA atau PPK dan Keterangan lunas dibayar yang ditandatangani oleh Bendahara Pengeluaran. d. Uraian pembayaran harus memuat lingkup kegiatan/pekerjaan yang dilaksanakan (jumlah dan macam barang/jasa) e. Jumlah yang dibayarkan harus sama antara yang tertulis dengan angka dan huruf. f. Tahun anggaran dan mata anggaran/akun yang tertulis dalam kuitansi adalah tahun anggaran berjalan dan mata anggaran/akun sesuai dengan pembebanan anggaran. g. Bea materai Rp 6.000,- (enam ribu rupiah) untuk SPK/Kontrak. Untuk kuitansi dengan nilai Rp 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) s.d. Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dikenakan bea materai Rp 3.000,- (tiga ribu rupiah). Untuk kuitansi bernilai di atas Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) dikenakan bea materai Rp 6.000,- (enam ribu rupiah).

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

76

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

h. Dalam redaksi penulisan pada kuitansi tidak dibenarkan adanya coretan/ hapusan/tindisan khususnya penulisan jumlah uang dengan angka dan huruf. i. Jumlah uang yang tertera dalam kuitansi harus sama dengan jumlah uang yang tertera dalam Berita Acara Pembayaran sesuai dengan kemajuan pekerjaan yang tertuang dalam kontrak/SPK. j. Pembayaran yang dapat dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran kepada satu rekanan tidak boleh melebihi Rp.10.000.000,00 kecuali untuk pembayaran honorarium dan perjalanan dinas. k. Untuk pengadaan sampai dengan Rp.5.000.000,00 pembayarannya dapat dilakukan dengan kuitansi pembayaran bermaterai sesuai aturan (esensi Pasal 31 Keppres 80/2003) 3. Pengujian Daftar Nominatif Dilakukan atas unsur antara lain: a. Kesesuaian jumlah orang dan biaya dalam daftar nominatif dengan bukti pengeluaran b. Kebenaran perhitungan pada daftar nominatif c. Kesesuaian penulisan jumlah angka yang dibayarkan dengan huruf 4. Pengujian Surat Perintah Kerja (SPK) a. Untuk kegiatan/pekerjaan yang ditentukan dalam SPK, dilakukan

pemeriksaan apakah dananya masih tersedia dalam DIPA dan sesuai dengan POK-nya. b. Kesesuaian nama jabatan pembuat komitmen pada satker bersangkutan dengan penandatangan SPK. c. Hak dan kewajiban yang tertuang dalam SPK tidak boleh merugikan kedua belah pihak. d. Spesifikasi teknis barang/pekerjaan yang diperjanjikan diuraikan dengan jelas dan pasti dalam SPK yang akan dijadikan rujukan dalam pengujian Berita Acara Penyerahan Pekerjaan (BAPP). e. Nilai/harga SPK dan syarat-syarat pembayaran: 1) Nilai/harga SPK sudah termasuk pajak; 2) Pembayaran oleh satker harus mempersyaratkan telah diterimanya terlebih dahulu prestasi kerja dari rekanan yang dibuktikan dengan Berita Acara Penyerahan Pekerjaan (BAPP); 3) Pembubuhan materai Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah) f. Mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) rekanan
MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

77

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

5. Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan Sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut: a. Hari dan tanggal pembuatan berita acara. b. Nama, jabatan, dan alamat kedua belah pihak. c. Nama dan tanda tangan kedua belah pihak. d. Prestasi fisik pekerjaan yang akan diserahkan sudah harus 100%. 6. Berita Acara Serah Terima (BAST) Pekerjaan Sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut: a. Hari dan tanggal pembuatan berita acara. b. Nama, jabatan, dan alamat kedua belah pihak. c. Nama dan tanda tangan kedua belah pihak. d. Pernyataan penyerahan pekerjaan dari penerima kerja kepada pemberi kerja. 7. SPTB SPTB memuat sejumlah pengeluaran per subkegiatan dan klasifikasi belanja dan pengujiannya dilakukan dengan membandingkan dengan bukti-bukti pengeluaran per subkegiatan dan klasifikasi belanja. 8. Surat Setoran Pajak (SSP) dan faktur pajak Pengujian dokumen SSP dan faktur pajak antara lain dilakukan atas unsur: a. Kebenaran NPWP, nama, dan alamat wajib pajak b. Kebenaran kode mata anggaran (akun), bulan, dan tahun anggaran c. Ketepatan perhitungan pajak yang dikenakan d. Kesesuaian penulisan jumlah angka yang dibayarkan dengan huruf e. Adanya tanda tangan dan stempel rekanan f. Adanya validasi bank/pos (tercantum NTPN)

c) SPP-LS Belanja Non Pegawai Pengujian kebenaran SPP-LS dan dokumen persyaratannya meliputi: 1. SPP Atas SPP yang diajukan dilakukan pengujian kebenaran SPP dengan membandingkan: a. SPP dengan DIPA, antara lain untuk elemen:
1) Nama satker, kode satker, pejabat pembuat komitmen, nomor dan

tanggal DIPA.
2) Nama Kementerian/Lembaga, Unit Organisasi, Lokasi, Tempat dan

alamat
3) Kode fungsi, subfungsi, program, kegiatan, subkegiatan
MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

78

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

b. SPP dengan kartu pengawasan kredit (kartu pengawasan DIPA), antara lain untuk elemen: kesesuaian saldo dana DIPA. c. SPP dengan kartu pengawasan kontrak, antara lain untuk elemen: kesesuaian saldo dana kontrak. d. SPP dengan kuitansi, berita acara pembayaran, dan kontrak untuk:
1) jumlah pembayaran, 2) nama rekanan, alamat rekanan, nomor rekening rekanan, dan 3) nomor-tanggal-nilai kontrak.

Khusus untuk pembayaran dengan sistem termin kiranya memperhatikan pemotongan/pengembalian uang muka agar tidak terjadi kelebihan

pembayaran kepada rekanan. 2. Surat Perintah Kerja (SPK)/kontrak Pengujian terhadap SPK/kontrak dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Kesesuaian nama pejabat pembuat komitmen pada satker bersangkutan dengan penandatangan kotrak dan kesesuaian nama rekanan dengan surat pernyataan KPA mengenai penetapan rekanan. b. Hak dan kewajiban yang tertuang dalam SPK tidak boleh merugikan kedua belah pihak. c. Spesifikasi teknis barang/kerjaan yang diperjanjikan diuraikan dengan jelas dan pasti dalam kontrak yang akan dijadikan rujukan dalam pengujian BAPP. d. Nilai/harga kontrak dan syarat-syarat pembayaran: 1) 2) Nilai/harga kontrak sudah termasuk pajak. Uang muka dapat diberikan setinggi-tingginya 30% dari nilai kontrak kepada usaha kecil dan setinggi-tingginya 20% dari nilai kontrak kepada usaha selain usaha kecil, dengan mensyaratkan adanya jaminan bank minimal sebesar uang muka yang dibayarkan. 3) Pembayaran oleh satker harus mempersyaratkan telah diterimanya terlebih dahulu prestasi kerja dari rekanan yang dibuktikan dengan Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan dan/atau BAST Pekerjaan. 4) Pengembalian uang muka harus diperhitungkan pembayaran prestasi pekerjaan (termin) dan paling lambat harus lunas pada saat pembayaran pekerjaan mencapai prestasi 100%. 5) Dalam hal kontrak dipersyaratkan adanya masa pemeliharaan, maka pembayaran 100% kepada rekanan dapat dilakukan setelah
79

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

selesainya masa pemeliharaan (BAST Pekerjaan tahap kedua) yang masa pemeliharaannya ditetapkan dalam kontrak atau dilakukan setelah penyedia jasa menyerahkan jaminan pemeliharaan sebesar 5% dari nilai kontrak (setelah BAST Pekerjaan tahap pertama). 6) Pembayaran yang mensyaratkan hal tertentu (misalnya: uji coba terlebih dahulu atas barang yang diperjanjikan) maka pengaturan hal tersebut perlu dituangkan dalam kontrak yang pelaksanaannya dibuktikan dengan berita acara uji coba atau persyaratan lainnya. e. Tempat dan jangka waktu penyelesaian/penyerahan pekerjaan dengan disertai jadwal waktu penyelesaian/penyerahan yang pasti dengan syaratsyarat penyerahannya/penyelesaiannya tidak melampaui tahun anggaran. f. Denda adalah sanksi finansial yang dikenakan kepada penyedia dan/atau pengguna barang/jasa karena terjadi cidera janji. Sanksi ini harus tercantum di dalam kontrak sebagai berikut: 1) Bila terjadi keterlambatan penyelesaian pekerjaan akibat dari kelalaian penyedia barang/jasa, maka penyedia barang/jasa yang bersangkutan dikenakan denda keterlambatan sekurang-kurangnya 1 (satu per seribu) per hari dari nilai kontrak. 2) Bila terjadi keterlambatan pekerjaan/pembayaran karena semata-mata kesalahan/kelalaian pengguna barang/jasa, maka pengguna barang/jasa membayar kerugian yang ditanggung penyedia barang/jasa akibat keterlambatan dimaksud, yang besarnya ditetapkan dalam kontrak sesuai peraturan perundang-undangan. g. Hal-hal lain yang harus diatur dalam kontrak adalah: 1) 2) 3) Pemutusan kontrak secara sepihak. Keadaan memaksa (force majeur). Kewajiban para pihak dalam hal terjadi kegagalan dalam pelaksaaan pekerjaan. 4) 5) Penyelesaian perselisihan. Penggunaan barang dan jasa produksi dalam negeri secara tegas dan terperinci dalam lampiran kontrak. h. Membubuhkan materai Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah). i. Memperhatikan jenis kontrak pekerjaan tertentu (untuk kontrak

perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang terpisah): untuk kontrak perencanaan tidak dapat dibayarkan jika kontrak pekerjaan fisiknya belum dibuatkan SPK/kontraknya. Demikian pula halnya dengan kontrak
80

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

pekerjaan pengawasan, pembayarannya tidak dapat dilakukan hingga 100% dalam hal pekerjaan fisiknya belum dilakukan penyerahan kedua. j. Untuk kontrak pekerjaan kontruksi, sertifikat rekanan sebagai perusahaan jasa kontruksi harus dilampirkan dalam kontrak yang juga digunakan sebagai dasar perhitungan pajak penghasilan. k. Kontrak tahun jamak harus dilampiri persetujuan Menteri Keuangan. l. Nomor rekening rekanan, NPWP harus dicantumkan dalam kontrak. m. Dokumen perubahan kontrak harus dilampirkan bila terjadi perubahan kontrak. Perubahan kontrak dilakukan sesuai kesepakatan pengguna barang/jasa dan penyedia barang/jasa apabila terjadi perubahan : 1) Lingkup pekerjaan 2) Metode kerja 3) Waktu pelaksanaan n. Kontrak yang sebagian atau seluruh sumber dananya berasal dari pinjaman/hibah luar negeri yang mempersyaratkan NOL (No Objection Letter) atas kontrak, approval, NRC (Notice Regarding Contract) harus melampirkan NOL, approval, dan NRC dimaksud. 3. Kuitansi a. Nama wajib bayar yang tertulis dalam kuitansi harus atas nama jabatan. Contoh : Sudah terima dari Kuasa Pengguna Anggaran b. Nama yang berhak menerima yang tertulis dalam kuitansi adalah nama dan jabatan pelaksanaan orang yang menerima pembayaran sehubungan dengan kegiatan/pekerjaan dan ditandatangani oleh yang

bersangkutan. Untuk Badan Usaha (perusahaan) dibubuhi stempel perusahaan. Apabila yang menerima adalah kuasa penerima, maka harus didukung dengan Surat Kuasa dari orang yang berhak kepada yang dikuasakan bermaterai Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah) c. Tanda tangan setuju dibayar oleh Kuasa PA/PPK untuk kuitansi LS. d. Uraian pembayaran meliputi lingkup pekerjaan yang diperjanjikan, tanggal nomor kontrak/SPK dan berita acara yang dipersyaratkan diuji

kesesuaiannya dengan kontrak/SPK dan berita acara. e. Jumlah yang dibayarkan harus sama antara yang tertulis dengan angka dan huruf.

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

81

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

f.

Tahun anggaran dan mata anggaran/akun yang tertulis dalam kuitansi adalah tahun anggaran berjalan dan mata anggaran/akun sesuai dengan pembebanan anggaran.

g. Bea materai Rp 6.000,- (enam ribu rupiah) untuk SPK/Kontrak. Untuk kuitansi dengan nilai Rp 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) s.d. Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dikenakan bea materai Rp 3.000,- (tiga ribu rupiah). Untuk kuitansi bernilai di atas Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) dikenakan bea materai Rp 6.000,- (enam ribu rupiah). h. Dalam redaksi penulisan pada kuitansi tidak dibenarkan adanya coretan/ hapusan/tindisan khususnya penulisan jumlah uang dengan angka dan huruf. i. Jumlah uang yang tertera dalam kuitansi harus sama dengan jumlah uang yang tertera dalam Berita Acara Pembayaran dan/atau kontrak/SPK. 4. Berita Acara Pembayaran (BAP) Berita acara pembayaran, sekurang-kurangnya memuat: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. Nama, jabatan, dan alamat kedua belah pihak. Hari dan tanggal pembuatan berita acara. Dasar pembuatan Berita Acara Serah Terima Pekerjaan. Harga kontrak. Perhitungan pembayaran meliputi: Jumlah yang telah dibayarkan sampai dengan angsuran yang lalu. Jumlah angsuran dalam berita acara pembayaran. Perhitungan uang muka dan potongan lainnya. Jumlah yang berhak diterima. BAP dibuat berdasarkan pada BAPP. Untuk itu dilakukan pengujian pada BAPP berkaitan dengan persentase penyelesaian pekerjaan yang telah digunakan sebagai dasar perhitungan BAP. k. Pembayaran prestasi hasil pekerjaan yang jenis pekerjaannya berupa pemasangan/konstruksi hanya dapat dilakukan senilai pekerjaan yang telah terpasang, tidak termasuk bahan-bahan, alat-alat di lapangan. l. Bila terjadi ketidaksesuaian dalam perhitungan prestasi hasik pekerjaan, tidak akan menjadi alasan untuk menunda pekerjaan. Pengguna jasa dapat meminta penyedia jasa untuk menyampaikan perhitungan prestasi sementara dengan mengesampingkan hal-hal yang sedang menjadi perselisihan dan besarnya tagihan yang dapat disetujui untuk dibayar setinggi-tingginya sebesar 80% dari jumlah nilai tagihan.
MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

82

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

5. Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan. Sekurang-kurangnya memuat: a. Hari dan tanggal pembuatan berita acara. b. Nama, jabatan, dan alamat kedua belah pihak. c. Nama dan tanda tangan kedua belah pihak. d. Prestasi fisik pekerjaan yang telah diselesaikan. 6. Berita Acara Serah Terima (BAST) Pekerjaan Sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut: a. Hari dan tanggal pembuatan berita acara. b. Nama, jabatan, dan alamat kedua belah pihak. c. Nama dan tanda tangan kedua belah pihak. d. Pernyataan penyerahan pekerjaan dari penerima kerja kepada pemberi kerja. 7. Berita Acara Status Pekerjaan/Mutual Check Adalah dokumen yang dibuat oleh pengawas lapangan berisi persentase tingkat penyelesaian pekerjaan pengadaan. Berita acara ini digunakan untuk pekerjaan yang memang membutuhkan pengawas lapangan. Berita acara ini digunakan sebagai dasar pembuatan BAPP. 8. Jaminan Uang Muka Bentuk surat jaminan ini harus sesuai dengan ketentuan dokumen kontrak dan harus diterbitkan oleh bank umum atau perusahaan asuransi yang mempunyai program asuransi kerugian (surety bond) yang harus

direasuransikan sesuai dengan ketentuan Menteri Keuangan. Nilai surat jaminan bank tersebut sekurang-kurangnya sama dengan uang muka/yang diberikan. 9. Surat Pernyataan Penetapan Rekanan Surat Pernyataan yang ditandatangani oleh Kuasa PA mengenai penetapan rekanan. 10. SSP dan faktur pajak Menguji kebenaran perhitungan pajak yang dituangkan dalam SSP dan faktur pajak. Pengujian dokumen SSP dan faktur pajak antara lain dilakukan atas unsur: a. Kebenaran NPWP, nama, dan alamat wajib pajak b. Kebenaran kode mata anggaran (akun), bulan, dan tahun anggaran c. Ketepatan perhitungan pajak yang dikenakan d. Kesesuaian penulisan jumlah angka yang dibayarkan dengan huruf e. Adanya tanda tangan dan stempel rekanan
MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

83

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

11. Resume Kontrak Merupakan ringkasan dari kontrak yang akan diajukan sebagai lampiran SPM ke KPPN. Resume kontrak ini diuji kesesuaiannya dengan kontrak berkenaan. 12. SPTB SPTB memuat sejumlah pengeluaran per subkegiatan dan klasifikasi belanja dan pengujiannya dilakukan dengan membandingkan dengan bukti-bukti pengeluaran per subkegiatan dan klasifikasi belanja.

5.

Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D)


Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) adalah surat perintah yang diterbitkan oleh

KPPN selaku Kuasa BUN di daerah untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM. Proses penyampaian SPM kepada KPPN dilakukan sebagai berikut: a. Pengguna Anggaran/Kuasa PA atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan SPM beserta dokumen pendukung dilengkapi dengan Arsip Data Komputer (ADK) berupa soft copy (disket) melalui loket Penerimaan SPM pada KPPN atau melalui Kantor Pos. b. SPM Gaji Induk harus sudah diterima KPPN paling lambat tanggal 15 sebelum bulan pembayaran. c. Petugas KPPN pada loket penerimaan SPM memeriksa kelengkapan SPM, mengisi check list kelengkapan berkas SPM, mencatat dalam Daftar Pengawasan Penyelesaian SPM, dan meneruskan check list serta kelengkapan SPM ke Seksi Perbendaharaan untuk diproses lebih lanjut. Apabila pengajuan SPM oleh satker dinyatakan lengkap dan benar berdasarkan pengujian dan pemeriksaan kelengkapan berkas oleh petugas loket KPPN, selanjutnya oleh KPPN diterbitkan SP2D dengan ketentuan sebagai berikut: 1) SPM yang diajukan ke KPPN digunakan sebagai dasar penerbitan SP2D. 2) SPM dimaksud dilampiri bukti pengeluaran sebagai berikut: a) Untuk keperluan pembayaran langsung (LS) belanja pegawai: 1. Daftar Gaji/Gaji Susulan/Kekurangan Gaji/Lembur/Honor dan Vakasi yang ditanda tangani oleh Kuasa PA atau pejabat yang ditunjuk dan Bendahara Pengeluaran; 2. Surat-surat Keputusan Kepegawaian dalam hal terjadi perubahan pada daftar gaji; 3. Surat Keputusan Pemberian honor/vakasi dan SPK lembur; 4. Surat Setoran Pajak (SSP).
MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

84

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

b) Untuk keperluan pembayaran langsung (LS) non belanja pegawai: 1. Resume Kontrak/SPK atau Daftar Nominatif Perjalanan Dinas; 2. SPTB; 3. Faktur Pajak dan SSP (surat setoran pajak); c) Untuk keperluan pembayaran TUP: 1. Rincian rencana penggunaan dana; 2. Surat dispensasi Kepala Kantor Wilayah Ditjen. Perbendaharaan untuk TUP diatas RP 200.000.000 (dua ratus juta rupiah); 3. Surat Pernyataan dari Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat yang ditunjuk yang menyatakan bahwa: a. Dana Tambahan UP tersebut akan digunakan untuk keperluan mendesak dan akan habis digunakan dalam waktu satu bulan terhitung sejak tanggal diterbitkan SP2D; b. Apabila terdapat sisa dana TUP, harus disetorkan ke Rekening Kas Negara; c. Tidak untuk membiayai pengeluaran yang seharusnya dibayarkan secara langsung. d) Untuk keperluan pembayaran GUP: 1. SPTB; 2. Faktur Pajak dan SSP (surat setoran pajak); 3) Bukti asli lampiran SPP merupakan arsip yang disimpan oleh PA/KPA. 4) Pengujian SPM dilaksanakan oleh KPPN mencakup pengujian yang bersifat substansif dan formal. a) Pengujian substantif dilakukan untuk: 1. menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam SPM; 2. menguji ketersediaan dana pada kegiatan/sub kegiatan/MAK dalam DIPA yang ditunjuk dalam SPM tersebut; 3. menguji dokumen sebagai dasar penagihan (Ringkasan Kontrak/SPK, Surat Keputusan, Daftar Nominatif Perjalanan Dinas); 4. menguji SPTB dari kepala kantor/satker atau pejabat lain yang ditunjuk mengenai tanggung jawab terhadap kebenaran pelaksanaan pembayaran; 5. menguji faktur pajak beserta SSP-nya; b) Pengujian formal dilakukan untuk: 1. mencocokkan tanda tangan pejabat penandatangan SPM dengan spesimen tandatangan; 2. memeriksa cara penulisan/pengisian jumlah uang dalam angka dan huruf; 3. memeriksa kebenaran dalam penulisan, termasuk tidak boleh terdapat cacat dalam penulisan.

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

85

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

5) Keputusan hasil pengujian ditindak lanjuti dengan penerbitan SP2D jika SPM yang diajukan memenuhi syarat yang ditentukan, tetapi apabila SPM yang diajukan tidak memenuhi syarat maka SPM dimaksud dikembalikan kepada penerbit SPM. 6) Pengembalian SPM diatur sebagai berikut: a. SPM Belanja Pegawai Non Gaji Induk dikembalikan paling lambat tiga hari kerja setelah SPM diterima; b. SPM UP/TUP/GUP dan LS dikembalikan paling lambat satu hari kerja setelah SPM diterima. 7) Penerbitan SP2D wajib diselesaikan oleh KPPN dalam batas waktu sebagai berikut: a. SP2D Gaji Induk diterbitkan paling lambat lima hari kerja sebelum awal bulan pembayaran gaji. b. SP2D Non Gaji Induk diterbitkan paling lambat lima hari kerja setelah diterima SPM secara lengkap. c. SP2D UP/TUP/GUP dan LS paling lambat satu hari kerja setelah diterima SPM secara lengkap.

Gambar 6 : Proses Penerbitan SP2D pada KPPN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

86

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

D. Pelaksanaan Penerimaan pada Satuan Kerja


1. Prinsip Penerimaan Negara Menurut pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Dari pengertian tersebut berarti bahwa pemerintah pusat mempunyai berbagai hak, salah satu hak pemerintah pusat adalah menggali sumber-sumber penerimaan bagi negara untuk membiayai berbagai belanja negara yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Wujud pendapatan negara (government revenue) berupa uang (cash) sebagai penerimaan negara, yang menurut pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 diberikan pengertian bahwa yang dimaksud dengan penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara. Dikatakan masuk ke kas negara mengandung makna tercatat dalam akuntansi/pembukuan kas negara atau kas umum negara. Dengan demikian pendapatan negara adalah semua penerimaan kas negara/kas umum negara (uang pemerintah pusat) dari berbagai sumber yang sah, yang menambah ekuitas dana dalam periode satu tahun anggaran bersangkutan yang menjadi hak pemerintah pusat. Dalam sistem APBN, pendapatan negara mempunyai dua fungsi yaitu fungsi anggaran (budgetair) dalam arti bahwa pendapatan negara sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya dan fungsi mengatur (reguler) dalam arti bahwa pendapatan negara sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, setiap pemungutan pendapatan negara oleh pemerintah pusat maupun daerah selayaknya tidak menimbulkan hambatan dari masyarakat, maka setiap pungutan pendapatan negara harus memenuhi beberapa syarat: 1) pemungutan pendapatan negara berdasarkan keadilan yaitu sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pemungutan secara umum dan merata serta pelaksanaan pemungutan pendapatan negara tidak membeda-bedakan. 2) 3) 4) pemungutan pendapatan negara harus berdasarkan undang-undang. pemungutan pendapatan negara tidak menggangu perekonomian. pemungutan pendapatan negara tidak boleh menggangu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat. 5) pemungutan pendapatan negara harus efisien yaitu sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pendapatan negara harus dapat ditekan lebih rendah dari hasil pemungutannya.
MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

87

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

6)

Sistem pemungutan pendapatan negara harus sederhana yaitu akan memudahkan dan mendorong masyarakat (perorangan atau badan) dalam memenuhi kewajiban tersebut. Menurut Keputusan Presiden nomor 42 tahun 2002 tentang Pedoman

Pelaksanaan APBN sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden nomor 72 tahun 2004 di pasal 2 ayat (1) huruf (a) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pendapatan negara yaitu semua penerimaan yang berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri selama tahun anggaran yang bersangkutan. Pada ayat (2) pasal yang sama disebutkan bahwa semua penerimaan dan pengeluaran negara dilakukan melalui rekening kas negara pada bank sentral dan atau lembaga keuangan lainnya yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. 2. Jenis-Jenis Pendapatan Negara Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tanggal 19 Oktober 2006 tentang Modul Penerimaan Negara, Penerimaan Negara terdiri dari Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Penerimaan Hibah, Penerimaan Pengembalian Belanja, Penerimaan Pembiayaan, dan Penerimaan

Perhitungan Fihak Ketiga. a) Penerimaan Perpajakan. Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri dari penerimaan pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Yang dimaksud pajak dalam negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang/jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, cukai dan pajak lainnya. Sedangkan pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari bea masuk dan pajak/pungutan ekspor. Pada prinsipnya, penerimaan uang negara yang berasal dari pungutan pajak-pajak negara wajib disetorkan oleh wajib pajak dan atau wajib pungut pajak ke rekening kas negara pada bank pemerintah atau lembaga lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Orang atau badan yang melakukan pemungutan pajak atau penerimaan uang negara wajib menyetorkan seluruh penerimaan dalam batas waktu satu hari kerja setelah penerimaannya ke rekening kas negara. Sehubungan dengan intensifikasi penerimaan pajak negara, maka setiap instansi pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah dan badan-badan lain yang melakukan pembayaran atas beban APBN/APBD/anggaran

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

88

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

BUMN/BUMD, ditetapkan sebagai wajib pungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, setiap bendahara, instansi pemerintah, pemerintah daerah, BUMN/BUMD, dan badan-badan lain sebagai wajib pungut pajak, wajib menyetorkan seluruh penerimaan pajak yang dipungutnya dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu hari kerja setelah uang pajak diterimanya. Jenisjenis pajak yang dipungut oleh bendahara pemerintah antara lain: 1. Pajak Penghasilan Pasal 21 Secara umum objek dari PPh 21 adalah penghasilan, antara lain gaji, upah, uang pensiun bulanan, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris, atau anggota dewan pengawas), uang lembur, tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan jabatan, tunjangan kemahalan, tunjangan khusus, tunjangan transport, upah harian, upah mingguan, penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama dan bentuk apapun yang diberikan oleh bukan (yang dikecualikan sebagai) Wajib Pajak. 2. Pajak Penghasilan Pasal 22 Menteri Keuangan dapat menetapkan bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badanbadan tertentu untuk memungut pajak dari wajib pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. 3. Pajak Penghasilan pasal 23 Setiap Bendahara wajib memungut PPh pasal 23 untuk jasa-jasa sebagaimana diatur dalam UU perpajakan, dengan tarif sesuai ketentuan untuk transaksi di atas Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), kecuali barang/jasa yang dikecualikan dari pajak. Jika suatu transaksi yang dibayarkan bendahara sudah dikenakan PPh pasal 22 maka tidak dikenakan PPh pasal 23 dan juga sebaliknya. 4. Pajak Pertambahan Nilai Untuk semua penyerahan barang/jasa kepada instansi pemerintah dipungut PPN sebesar 10% dari Harga Dasar Pengenaan Pajak untuk transaksi diatas Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), kecuali barang/jasa yang dikecualikan dari pajak. 5. Bea materai Untuk transaksi Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) s.d. Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dikenakan bea materai Rp 3.000,00 (tiga ribu rupiah) dan jika di atas Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dikenakan bea materai Rp 6000,00 (enam ribu rupiah).

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

89

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

b) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan, antara lain sumber daya alam, bagian pemerintah atas laba BUMN, serta penerimaan negara bukan pajak lainnya. Setiap anggaran satker pada dasarnya mempunyai: (i) PNBP yang bersifat umum yaitu penerimaan yang tidak berasal dari pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, antara lain seperti penerimaan hasil penjualan barang inventaris kantor yang tidak digunakan lagi, penerimaan hasil penyewaan barang milik negara, hasil penyimpanan uang negara pada bank pemerintah atas jasa giro, penerimaan kembali uang persekot gaji/tunjangan, dan (ii) PNBP yang bersifat fungsional yaitu penerimaan yang berasal dari hasil hasil pungutan kementerian negara/lembaga atas jasa yang diberikan sehubungan dengan tugas pokok dan fungsinya dalam melaksanakan fungsi pelayanan kepada masyarakat. Penerimaan fungsional tersebut terdapat pada kementerian negara/lembaga, tergantung kepada jasa pelayanan yang diberikan oleh masing-masing kementerian negara/lembaga. c) Penerimaan Hibah Penerimaan Hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari sumbangan swasta dalam negeri serta sumbangan lembaga swasta dan pemerintah luar negeri yang menjadi hak pemerintah. Penerimaan hibah dapat berupa uang, barang maupun jasa termasuk tenaga ahli atau pelatihan. Sumbangan mengandung arti bahwa hibah tidak perlu dibayar kembali kepada pemberi hibah. Penerimaan hibah dalam bentuk uang dapat berupa rupiah, devisa atau surat berharga. Penerimaan hibah dalam bentuk barang dapat berupa barang bergerak seperti perlatan dan mesin dan barang tidak bergerak seperti gedung dan bangunan. Penerimaan hibah dalam bentuk jasa dapat berupa bantuan teknis, pendidikan, pelatihan dan jasa lainnya. Penarikan hibah luar negeri antara yang satu dengan hibah luar negeri lainnya tidak sama, karena setiap penarikan sangat tergantung dari naskah perjanjian hibah luar negeri yang ditandatangani oleh pemerintah pusat dan negara/badan pemberi hibah. Dalam naskah perjanjian hibah luar negeri biasanya diatur antara lain mengenai jumlah hibah yang diberikan, prosedur pengadaan barang/jasa memakai local competitive bidding atau international competitive bidding, tata cara penarikan hibah dan persyaratannya, tanggal efektif hibah, batas waktu closing date dan lainnya. d) Penerimaan Pengembalian Belanja.

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

90

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

Penerimaan Pengembalian Belanja adalah seluruh penerimaan negara yang berasal dari pengembalian belanja tahun anggaran berjalan. Penerimaan pengembalian belanja ini dapat terjadi karena kelebihan pembayaran atas belanja yang dibebankan kepada negara yang diakibatkan kesalahan/kelalaian bendahara pengeluaran dalam melakukan pembayaran maupun dalam melakukan pembebanan akun sehingga atas kelebihan pembayaran tersebut harus disetor ke kas negara. Penerimaan pengembalian belanja dapat berupa:

a. Penerimaan pengembalian belanja pegawai, seperti :


1. pengembalian belanja gaji pokok PNS, 2. pengembalian belanja tunjangan anak, 3. pengembalian belanja tunjangan beras, 4. pengembalian belanja honorarium, 5. pengembalian lembur dll.

b. Penerimaan pengembalian belanja barang, seperti :


1. pengembalian belanja perjalanan dinas, 2. pengembalian belanja barang inventaris, 3. pengembalian belanja sewa, 4. pengembalian belanja pemeliharaan gedung dan bangunan, dll.

c. Penerimaan pengembalian belanja modal, misalnya :


1. pengembalian belanja modal tanah, 2. pengembalian belanja modal peralatan dan mesin, 3. pengembalian belanja modal gedung, 4. pengembalian belanja modal jalan/jembatan, dll

d. Penerimaan pengembalian belanja tahun yang lalu, misalnya :


1. pengembalian belanja pegawai Pusat tahun yang lalu, 2. pengembalian belanja lainnya tahun yang lalu (RM), 3. pengembalian belanja pensiun tahun yang lalu, dll. e) Penerimaan Pembiayaan. Penerimaan Pembiayaan adalah semua penerimaan negara yang digunakan untuk menutup defisit anggaran negara dalam APBN, antara lain berasal dari penerimaan pinjaman dan hasil devestasi. Contoh penerimaan pembiayaan antara lain: 1. Penerimaan Pinjaman/Kredit Jangka Pendek dan Uang Muka dari Sektor Perbankan, 2. Penerimaan Sisa Anggaran Lebih (SAL), 3. Penerimaan Hasil Privatisasi,
MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

91

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

4. Penerimaan Hasil Penjualan Aset Program Restrukturisasi, 5. Penerimaan Surat Utang Negara/Obligasi dalam/luar negeri. f) Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga adalah semua penerimaan negara yang berasal dari potongan penghasilan pegawai negeri sipil serta setoran subsidi dan iuran pemerintah daerah dalam rangka penyelengaraan asuransi kesehatan, contoh: 1. Penerimaan Setoran/Potongan PFK 10% Gaji PNS Pusat/Daerah, 2. Penerimaan Setoran/Potongan PFK 10% Gaji Polri/TNI dan PNS Polri/TNI, 3. Penerimaan Setoran/Potongan PFK 2% Pusat/Daerah, 4. Penerimaan Setoran/Potongan PFK Bulog PNS Pusat/Daerah, 5. Penerimaan Setoran PFK 2 % Iuran Asuransi Kesehatan Propinsi/Kab/ Kota, 6. Penerimaan Setoran Potongan PFK Tabungan Wajib Perumahan PNS Pusat/Daerah. Pembayaran Gaji Terusan PNS

3. Penatausahaan Pendapatan Negara Bendahara Penerimaan wajib menyetor penerimaan negara setiap akhir hari kerja ke kas negara dan wajib mengirim Rekening Koran bulan/Laporan Realisasi Penerimaan ke KPPN. Dalam hal penerimaan negara diterima pada hari libur dan/atau di daerah tersebut tidak terdapat Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi, maka Bendahara Penerimaan menyetor penerimaan tersebut selambat-lambatnya pada hari kerja berikutnya. Yang dimaksud dengan Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk penerima setoran penerimaan negara bukan dalam rangka impor, yang meliputi penerimaan pajak, cukai dalam negeri, dan penerimaan bukan pajak. Bank Devisa Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara dalam rangka ekspor dan impor. Sedangkan Pos Persepsi adalah kantor pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara. Khusus untuk PNBP dikenal adanya pengecualian dalam pengelolaannya. Suatu instansi yang mempunyai PNBP fungsional dapat menggunakan sebagian PNBP tersebut untuk membiayai operasional Satker tersebut setelah mendapat izin dari Menteri Keuangan. Kegiatan tertentu yang dapat dibiayai dari PNBP, meliputi kegiatan: a. Penelitian dan pengembangan teknologi, antara lain meliputi kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang pertanian dan pertambangan;

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

92

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

b. Pelayanan kesehatan, antara lain meliputi kegiatan pelayanan rumah sakit dan balai pengobatan; c. Pendidikan dan pelatihan, antara lain meliputi kegiatan perguruan tinggi dan balai latihan keja; d. Penegakan hukum, antara lain kegiatan dalam rangka pembinaan dan pengawasan terhadap intelektual; e. Pelayanan yang melibatkan kemampuan intelektual tertentu, antara lain kegiatan pemberian jasa konsultasi, jasa analisis, uji mutu dan pemantauan lingkungan, pembuatan hujan buatan, uji pencemaran radiasi pada makanan; f. Pelestarian sumber daya alam, antara lain meliputi kegiatan usaha pelestarian sumber daya kehutanan dan perikanan. Sistem pemungutan PNBP mempunyai ciri tersendiri dan dapat dibagi dalam dua kelompok sehubungan dengan penentuan jumlah PNBP yang terhutang, yaitu ditetapkan oleh instansi pemerintah atau dihitung sendiri oleh wajib bayar. Untuk jenis PNBP yang menjadi terhutang sebelum wajib bayar menerima manfaat atas kegiatan pemerintah, seperti pemberian hak paten, pelayanan pendidikan, maka penentuan jumlah PNBP yang terhutang dalam hal ini ditetapkan oleh instansi pemerintah. Namun, dalam hal wajib bayar menjadi terhutang setelah menerima manfaat, seperti pemanfaatan sumber daya alam, maka penentuan jumlah PNBP yang terhutang dapat dipercayakan kepada wajib bayar yang bersangkutan untuk menghitung sendiri dalam rangka membayar dan melaporkan sendiri (self assessment). Pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor/ pelaksanaan ketentuan hukum, serta pemberian hak atas kekayaan

Bendahara Penerimaan diakui sebagai pelunasan kewajiban sesuai dengan tanggal pembayaran. Tata cara pembayaran/penyetoran dilakukan sebagai berikut: a. Pembayaran melalui loket/teller Bank/Pos 1) Mengisi formulir bukti setoran dengan data yang lengkap, benar, dan jelas dalam rangkap 4 (empat); 2) Menyerahkan formulir bukti setoran kepada petugas Bank/Pos dengan

menyertakan uang setoran sebesar nilai yang tersebut dalam formulir yang bersangkutan; 3) Menerima kembali formulir bukti setoran lembar ke-1 dan lembar ke-3, yang telah diberi NTPN dan NTB/NTP serta dibubuhi tanda tangan/paraf, nama pejabat Bank/Pos, cap Bank/Pos, tanggal, dan waktu/jam setor sebagai bukti setor; 4) Menyampaikan bukti setoran kepada unit terkait. b. Pembayaran melalui electronic banking (e-banking)
MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

93

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

1) Melakukan pendaftaran pada sistem registrasi pembayaran via internet di www.djpbn.depkeu.go.id; 2) Mengisi data setoran dengan lengkap dan benar untuk mendapatkan Nomor Register Pembayaran (NRP). Masa berlaku NRP sampai dengan jangka waktu yang ditetapkan; 3) Untuk tagihan yang ditetapkan instansi pemerintah, pendaftaran dilakukan oleh instansi terkait dan NRP tercantum pada surat tagihan dimaksud; 4) Melakukan pembayaran dengan menggunakan NRP; 5) Menerima NTPN sebagai bukti pengesahan setelah pembayaran dilakukan; 6) mencetak BPN melalui sistem registrasi pembayaran atau di Bank dengan menunjukkan NTPN/NTB; 7) menyampaikan BPN kepada unit terkait. Dokumen yang harus ditatausahakan oleh Bendahara Penerima pada

penatausahaan pendapatan negara pada satker di lingkungan kementerian/lembaga adalah dokumen sumber penerimaan. Seluruh dokumen sumber penerimaan negara dinyatakan sah setelah mendapat Nomor transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor Transaksi Bank (NTB)/Nomor Transaksi Pos (NTP)/Nomor Penerimaan Potongan (NPP). NTPN adalah nomor yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan melalui MPN. NTB adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara yang diterbitkan oleh Bank. NTP adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara yang diterbitkan oleh Kantor Pos. NPP adalah nomor bukti transaksi penerimaan negara yang berasal dari potongan SPM yang diterbitkan oleh KPPN. KPPN mengesahkan data penerimaan yang berasal dari potongan SPM yang sudah diterbitkan SP2D untuk mendapatkan NTPN paling lambat setiap akhir hari kerja. Dalam hal terjadi gangguan jaringan komunikasi antara Kantor Pusat Bank/Pos dengan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan lebih dari 1 (satu) hari, maka Bank/Pos wajib menerima setoran penerimaan negara dan mengadministrasikan penerimaan negara secara off-line dan memberikan NTB/NTP pada dokumen sumber. Dokumen sumber tersebut antara lain: 1. Surat Setoran Pajak (SSP) adalah surat setoran atas pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang; 2. Surat Setoran Pajak Bumi dan Bangunan (SSPBB) adalah surat setoran atas pembayaran atau penyetoran PBB dari tempat pembayaran ke Bank Persepsi PBB;

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

94

BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN

3. Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSB) adalah surat setoran atas pembayaran atau penyetoran BPHTB dari tempat pembayaran ke Bank Persepsi BPHTB; 4. Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak dalam Rangka Impor (SSPCP) adalah surat setoran atas penerimaan negara dalam rangka impor berupa bea masuk, bea masuk berasal dari SPM Hibah, denda administrasi, penerimaan pabean lainnya, cukai, penerimaan cukai lainnya, jasa pekerjaan, bunga, dan PPh Pasal 22 Impor, PPN Impor, serta PPnBM Impor; 5. Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri (SSCP) adalah surat setoran atas penerimaan negara atas Barang Kena Cukai Buatan Dalam Negeri berupa cukai hasil tembakau, cukai etil alkohol, cukai minuman mengandung etil alkohol, denda administrasi penerimaan cukai lainnya, jasa pekerjaan, dan PPN Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri; 6. Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) adalah surat setoran atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) selain yang dimaksud pada angka 1, 2, 3, 4,dan 5 di atas; 7. Surat Setoran Pengembalian Belanja (SSPB) adalah surat setoran atas penerimaan pengembalian belanja tahun anggaran berjalan; 8. Surat Tanda Bukti Setor (STBS) adalah surat setoran atas pembayaran pungutan ekspor, kekurangan pungutan ekspor, dan/atau denda administrasi atas transaksi pungutan ekspor; 9. Bukti Penerimaan Negara (BPN) adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bank/Pos atas transaksi penerimaan negara dengan teraan NTPN dan NTB/ NTP dan dokumen yang diterbitkan oleh KPPN atas transaksi penerimaan negara yang berasal dari potongan SPM dengan teraan NTPN dan NPP.

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA

95

You might also like