You are on page 1of 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN SIADH

MAKALAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Program Studi Ilmu Keperawatan

Oleh : ALVIAN PRISTY WINDIRAMADHAN R 10.01.003

YAYASAN INDRA HUSADA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) INDRAMAYU 2011

BAB I PENDAHULUAN
Kelenjar endokrin adalah suatu kelenjar buntu yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis. Hipofisis ini menghasilkan 9 hormon, dimana 7 hormon dihasilkan oleh hipofisis anterior yang meliputi:

TSH/Tiroid Stimulating Hormone FSH/Folikel Stimulating Hormone LH/Lutherizing Hormone ACTH/Adeno Cortico Tropic Hormone GH/Growth Hormone PRL/Prolactin MSH/Melanosit Stimulating Hormone
Sedangkan 2 hormon yang dihasilkan oleh hipofisis posterior yaitu:

ADH/Anti Diuretic Hormone


Oksitosin ADH yang disekresikan hipofisis posterior ini sangat penting dan merupakan respon normal terhadap keadaan stress atau hiperosmolaritas, karena ADH merubah membran tubulus ginjal untuk meningkatkan absorbsi air untuk menyediakan volume darah yang cukup selama keadaan stress. Dengan adanya ADH, urin menjadi pekat dan menyebabkan penurunan ekskresi air di dalam ginjal sehingga kehilangan air dalam jumlah yang besar ke dalam urine tidak terjadi.

Maka dalam makalah ini penyusun akan menjabarkan tentang sekresi ADH yang berlebihan sehingga mengakibatkan Syndrom of Inappropriate ADH Secretion (SI-ADH) yang disusun dalam bentuk Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan.

BAB II LAPORAN PENDAHULUAN SIADH (SYNDROME OF INAPPROPRIATE ANTIDIURETIK HORMON)

A. Pengertian 1) SIADH adalah suatu karakteristik atau ciri dan tanda yang

disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal mengabsorbsi atau menyerap air dalam bentuk ADH yang berasal dari hipofisis posterior. (Barbara K. Timby) 2) SIADH adalah syndrome yang diakibatkan karena skeresi ADH

yang berlebihan dari lobus posterior dan dari sumber ektopik yang lain. (Black dan Matassarin Jacob, 1993) 3) SIADH adalah gangguan yang berhubungan dengan peningkatan

jumlah ADH akibat ketidakseimbangan cairan. (Corwin, 2001) 4) SIADH aadalah gangguan pada hipofisis posterior akibat

peningkatan pengeluaran ADH sebagai respon terhadap peningkatan osmolaritas darah dalam tingkat yang lebih ringan. (Corwin, 2001)

A. Etiologi Produksi dari vasopresin oleh sel tumor (seperti bronkogenik, pankreatik, kanker prostat dan limfoma dari duodenum, thymus dan kandung kemih adalah yang paling umum sering menyebabkan SIADH. (Black dan Matassarin, 1993) Faktor lain yang menyebabkan SIADH:

1) 2)

Kelebihan vasopresin Peningkatan tekanan intrakranial baik pada proses infeksi

maupun trauma pada otak. 3) 4) Proses infeksi (virus dan bakteri pneumonia) Obat yang dapat merangsang atau melepaskan vasopresin

(vinuristin, cisplatin dan oxytocin) 5) Penyakit endokrin seperti insufisiensi adrenal, mixedema dan

insufisiensi pituitary anterior 6) 7) Analgesik Muntah

B. Manifestasi Klinis Manifestasi yang berhubungan dengan SIADH adalah: 1) Hiponatremi, kebingungan, kesadaran menurun/letargi sensitive,

koma, mobilitas gastro intestinal menurun (Anorexia). 2) %. 3) 4) Distensi vena jugularis. Takhipnea. Peningkatan berat badan secara tiba-tiba (tanpa oedema) sekitar 5-10

B. Patofisiologi Pengeluaran berlanjut dari ADH menyebabkan retensi air dari tubulus ginjal dan duktus. Volume cairan ekstra selluler meningkat dengan hiponatremi

delusional. Dalam kondisi hiponatremi dapat menekan renin dan sekresi aldosteron menyebabkan penurunan Na+ direabsorbsi tubulus proximal. Dalam keadaan normal, ADH mengatur osmolaritas serum. Bila osmolaritas serum menurun, mekanisme feedback akan menyebabkan inhibisi ADH. Hal ini akan mengembalikan dan meningkatkan ekskresi cairan oleh ginjal untuk meningkatkan osmolaritas serum menjadi normal. Pada pelepasan ADH berlanjut tanpa kontrol umpan balik, walaupun osmolaritas plasma darah dan volume darah meningkat. Kelainan biokimiawi pada keadaan yang kronik, Na turun dan Kalium naik, kadang-kadang terdapat keadaan yang disertai semua kadar elektrolit dalam serum masih normal dan satu-satunya kelainan boikimiawi hanya hipoglikemi. Atrofi adrenal yang idiopatik menyebabkan korteks kolaps, sel-sel kolaps yang masih hidup mengalami pembesaran dengan sitoplasma eosinofil. (Black dan Matassarin Jacob, 1993)

C. Pathway Out put ADH yang berlebih Kelainan biokimiawi Penurunan Na kenaikan hipoglekemi Retensi air Intoksikasi cairan Peningkatan volume CES Menekan renin dan sekresi aldosteron Penurunan Na di tubulus proximal Atrofi adrenal Korteks adrenal kolaps Sel korteks yang masih hidup membesar

Gangguan proses pikir

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh SIADH

Volume cairan berlebih

D. Komplikasi Gejala-gejala neurologis dapat berkisar dari nyeri kepala dan konfusi sampai kejang otot, koma dan kematian akibat hipotremia dan intaksikasi air.

E. Penatalaksanaan C. Tujuan a) Mencari penyebabnya jika mungkin Ukur cairan elektrolit yang tidak seimbang Cegah komplikasi

Rencana non farmakologi Pembatasan cairan (kontrol kemungkinan kelebihan cairan) Pembatasan sodium

b)

Rencana farmakologi rendah Obat/penggunaan obat demeeloculine, untuk menekan Penggunaan diuretik untuk mencariplasma osmolaritas

vosopresin Hiperosmolaritas, volume oedema menurun Ketidakseimbangan sistem metabolik, kandungan dari

hipertonik saline 3 % secara perlahan-lahan mengatasi hiponatremi dan peningkatan osmolaritas serum (dengan peningkatan =

overload) cairan dengan cara penyelesaian ini mungkin disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif. c) d) Pengobatan khusus = prosedur pembedahan.

Pengangkatan jaringan yang mensekresi ADH Apabila ADH berasal dari produksi tumor ektopik, maka terapi

ditujukan untuk menghilangkan tumor tersebut. Penyuluhan yang dilakukan bagi penderita SIADH antara lain: a) Pentingnya memnuhi batasan cairan untuk periode yang diprogramkan untuk membantu pasien merencanakan masukan cairan yang diizinkan (menghemat cairan untuk situasi sosial dan rekreasi). b) Perkaya diet dengan garam Na+ dan K dengan aman. Jika perlu, gunakan diuretik secara kontinyu. c) Timbang berat badan pasien sebagai indikator dehidrasi. d) Indikator intoksikasi air dan hiponat: sakit kepala, mual, muntah, anoreksia segera lapor dokter. e) Obat-obatan yang meliputi nama obat, tujuan, dosis, jadwal, potensial efek samping. f) Pentingnya tindak lanjut medis tanggal dan waktu.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA SIADH

A. Pengkajian Pantau status cairan dan elektrolit Catat perubahan berat badan (BBI jika ada peningkatan lebih dari 1 kg laporkan pada dokter) Monitor status neurologis yang berhubungan dengan hiponatremi dan segera lakukan tindakan untuk mengatasinya. Pemeriksaan diagnostik Natrium serum: menurun < 135 M Eq/L Natrium urin: kurang dari 15 M Eq/L, menandakan konservasi

ginjal terhadap Na. Natrium urine > 20 M Eq/L menandakan SIADH. Kalium serum: mungkin turun sesuai upaya ginjal untuk

menghemat Na dan Kalium sedikit. Klorida/bikarbonat serum: mungkin menurun, tergantung ion

mana yang hilang dengan DNA. tinggi. Osmolalitas urin: mungkin turun/biasanya < 100 m osmol/L Osmolalitas: umumnya rendah, tetapi mungkin normal atau

kecuali pada SIADH dimana kasus ini akan melebihi osmolalitas serum.

10

Berat jenis urin: meningkat (lebih dari 1,020) bila ada SIADH. Ht: tergantung pada keseimbangan cairan, misalnya: kelebihan

cairan versus dehidrasi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Volume cairan berlebihan berhubungan dengan sekresi

ADH yang berlebihan. 2. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Berhubungan dengan perubahan absorpsi nutrisi dan natrium. 3. kadar Na. Gangguan proses pikir berhubungan dengan penurunan

C. INTERVENSI DAN EVALUASI DX I Volume cairan berlebihan berhubungan dengan sekresi ADH yang berlebihan.

Tujuan

: Setelah dilakukan keperawatan diharapkan terjadi keseimbangan

cairan dan juga tidak ada oedema pada tubuh cairan serta pengeluaran urine kembali seimbang.

NOC

: 1. Fluid Balance :

Kriteria hasil

1. Tekanan darah normal. 2. Denyut nadi normal.

11

3. Tekanan vena pusat normal. 4. Denyut nadi teraba. 5. Tidak terjadi acites/oedema pada perut. 6. Masukan selama 24 jam seimbang. 7. Berat badan tidak menurun. 8. Penegangan pada vena jugularis tidak teraba. 9. Serum elektrolite normal. 10. Hematokrit normal. 11. Turgor kulit baik. 12. Berat jenis urine normal.

NIC

: 1. Fluid/electrolyte management.

Rencana tindakan keperawatan : 1. Kaji keadaan umum pasien. 2. Kaji tanda-tanda Vital. 3. Monitor tanda dan gejala peningkatan retensi urine. 4. Monitor hasil laboratorium yang berkaitan dengan retensi uriene. 5. Monitor hasil laboratorium yang berkaitan dengan keseimbangan cairan seperti hemetoktrit, albumin, protein total, osmolalitas serum, berat jenis urine. 6. Monitor status hemodinamika seperti tekanan vena pusat. 7. Monitor respon pasien terhadap terapi yang diberikan. 8. Pantau masukan dan keluaran urine serta hitung keseimbangan sairan.

12

9. Berikan/batasi cairan tergantung pada status volume cairan. 10. Kolaborasi medis untuk pemberian obat-obatan.

EVALUASI DX I 1. Tekanan darah normal dengan skala 1 atau 2 2. Denyut nadi normal dengan skala 1 atau 2 3. Tekanan vena pusat normal dengan skala 1 atau 2 4. Denyut nadi teraba. Dengan skala 1 atau 2 5. Tidak terjadi acites/oedema pada perut.dengan skala 1 atau 2 6. Masukan selama 24 jam seimbang.dengan skala 1 atau 2 7. Berat badan tidak menurun.dengan skala 1 atau 2 8. Penegangan pada vena jugularis tidak teraba.dengan skala 1atau 2 9. Serum elektrolite normal.dengan skala 1 atau 2 10. Hematokrit normal.dengan skala 1 atau 2 11. Turgor kulit baik.dengan skala 1 atau 2 12. Berat jenis urine normal.dengan skala 1 atau 2.

DX II : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan absorpsi nutrisi dan Na.

Tujuan tindakan keperawatan :

13

Setalah dilakukan tindakan kerawatan diharapkan berat badan pasien akan stabil dan pasien bebas dari tanda-tanda mal nutrisi serta pasien dapat mengumpulkan energinya kembali untuk beraktivitas.

NOC

: 1. Nutritional status : ffood and fluid intake.

Kriteria hasil 1. Asupan Nutrisi. 2. Asupan makanan dan cairan. 3. Kakuatan dapat terkumpul kembali. 4. Berat badan meningkat. 5. Pemeriksaan biomekanis.

NIC

: 1. Nutrition management. 2. Nutrition terapi. 3. Eating disorders management.

NIC I rencana tindaklan keperawatan. 1. 2. 3. Kaji berat badan pasien Berriksn makanan tinggi kslori, untuk peningkkatan energi. Tingkatkan pemberian makan yang mengandung proein,

vitamin, dan besi apabila dianjurkan. 4. 5. 6. Berikan makanan tinggi Na Sediakan makanan kecil yang menarik. Seleksi jenis makanan yang tepat

NIC II rencana tindakan keperawatan.

14

1. 2. 3.

Berikan lingkungan yang nyaman pada saat pasien makan. Lakukan perawatan mulut sebelum pasien makan. Sediakan makanan yang menarik untuk pasien agar pasien

merasa tertaik. 4. Ajari pasien dan keluaraga tentang diet yang harus diberikan.

NIC III rencana tindakan keperawatan. 1. 2. 3. 4. Tentukan target berat badan yang harus di capai pasien. Timbang berat badan pasien secara teratur. Monitor masukan kalori setiap hari. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan yang lain untuk

pemberian asupan yang tepat. 5. 6. Batasi aktivitas fisik. Berikan program diet yang dianjurkan.

EVALUASI DX II 1. Asupan nutrisi baik dengan skala 1 atau 2. 2. Asupan makanan dan cairan baik dengan skala 1 sampai 2. 3. Energi terkumpul kembali dengan sekala 1 sampai 2 4. Berat badan meningkat dengan skala 1 sampai 2. 5. Pemeriksaan biomekanis menunjukan hasil yang baik dengan skala 1 sampai 2.

DX III Gangguan proses pikir berhubungan dengan penurunan kadar Na.

15

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat kesadaran dapat meningkat kembali ditandai dengan dapat mengenali lingkungan sekitar, serta memiliki koping mekanisme yang baik.

NOC

: Cognitive ability.

Kriteria hasil : 1. Pasien mampu berkomunikasi dengan baik. 2. Pasien bisa meningkatkan konsentrasinya. 3. Orientasi pasien kembali normal. 4. Proses informasi bisa kembali lancar.

NIC : 1. Electrolyte management : Hyponatremia. Rencana asuhan keperawatan : 1. Kaji keadaan umum pasien. 2. Monitor tanda-tanda vital. 3. Monitor seberapa banyak pasien kehilangan sodium. 4. Monitor keseimbangan elektrolit pasien. 5. Batasi aktivitas pasien untuk mengumpulkan energi. 6. Berikan larutan hipertonik (3% sampai 5%) 3 ml/kg/jam sesuai dengan keluhan hyponatremia. 7. Ajari pasien untuk penggunaan terapi diuresis. 8. Monitor manifestasi dari sistem kardiovaskuler. 9. Monitor fungsi ginjal.

16

10. Timbang berat badan pasien. 11. Berikan makanan/cairan tinggi sodium.

EVALUASI

1. Pasien mampu berkomunikasi dengan baik dengan skala 1 atau 2. 2. Pasien bisa meningkatkan konsentrasi dengan skala 1 atau 2. 3. Orientasi pasien kembali normal dengan skala nilai 1 atau 2. 4. Proses informasi kembali lancar dengan sakala nilai 1 atau 2

BAB IV PENUTUP

A.

Kesimpulan SIADH adalah suatu tanda yang disebabkan oleh ketidakmampuan

ginjal mengabsorbsi atau menyerap air dalam bentuk ADH yang terasa dan hipofisit posterior yang mengakibatkan seseorang tidak dapat mengekskresikan urine yang encer sehingga terjadi retensi urin. Penyebab dari penyakit ini yang paling sering adalah produksi vasopresin dari sel tumor dan pengobatannya dengan pemberian diuretik. Jika masih memungkinkan dan dilakukan operasi untuk menghilangkan tumor. Apabila ADH berasal dari produksi tumor.

B.

Saran Bagi penderita SIADH yang masih ringan, retriksi cairan cukup dengan

pembatasan cairan dan pembatasan sodium. Dan penderita dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya dan mengikuti prosedur diit yang dianjurkan.

17

DAFTAR PUSTAKA

Black M. Matassarin and Jacob M. Ester. (1997). Medical Surgical Nursing. Ed. 3. Philadelphia: W.B. Sounders. Corwin, J. Elizabet. (1996). Patofisiologi: Sistem Endokrin. Jakarta: EGC. Lee Ellen and Jacquelyn. (2000). Pathophysiology. Ed. 2. Philadelphia: W.B. Sounders. Jhonson Marion dkk. 2000. NOC. USA:Mosby Long, Barbara. (1996). Praktek Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Yayasan IAPK. Mccloskey Cjoane skk.1995. NIC. USA:Mosby Price, Sylvia. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC. PSIK UGM. (2001). Diagnosa Keperawatan NANDA 2001/2002. Doengoes, Marilynn C. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed. 3. Jakarta: EGC.

18

You might also like