You are on page 1of 3

Aditya Rizki Ferdani G1B050017

Konsepsi negara kepulauan dan hak-hak pelayaran internasional

Perkembangan umum hukum laut setelah perang dunia II, adalah tuntutan kebanyakan negara untuk memperluas kekuasaannya di laut yang berbatasan dengan pantainya. Dimana-mana kita lihat negara-negara pantai, apakah didorong oleh faktor politik, ekonomi ataupun pertahanan, memperluas lebar laut wilayahnya dan kadang-kadang sampai jauh ke tengah laut lepas.

Penentuan batas laut yang digunakan sampai dengan tahun 1957 dirasa sudah tidak cocok lagi dengan kepentingan negara Indonesia. Bila cara pengukuran yang lama tetap dipakai yaitu lebar laut wilayah yang diukur dari garis pakal air rendah maka sebagian besar dari dari pulau-pulau atau kelompok pulau-pulau kita akan mempunyai laut wilayahnya sendiri-sendiri dan sebagai akibatnya di antara wilayah laut-laut tersebut terdapat pula bagian-bagian laut lepas.

Walaupun di antara ribuan pulau-pulau tersebut masih banyakterdapat pulaupulau yang jaraknya satu sama lain kurang dari 6 mil, jadi hanya akan merupakan kelompok pulau-pulau, tetapi masih terdapat kelompok pulau-pulau yang mempunyai laut wilayahnya sendiri-sendiri karena jaraknya satu sama lain lebih dari 6 mil dan dengan demikian mempunyai kantong-kantong laut lepas.

Ketentuan baru pada mulanya dikeluarkan dalam bentuk pengumuman Pemerintah tanggal 13 Desember 1957 yang kemudian dikenal dengan nama Deklarasi Djuanda Konsepsi baru ini diperkuat dengan UU No.4 Prp. 1960. Hal ini berakibat kantong-kantong laut lepas yang berada di dalam kepulauan Indonesia menurut sistem yang dulu telah menjadi perairan pedalaman, dan

selanjutnya Indonesia hanya memiliki satu wilayah laut saja yaitu yang mengelilingi seluruh kepulauan Indonesia.

Negara Kepulauan dapat menarik garis dasar/pangkal lurus kepulauan yang menghubungkan titik-titik terluar pulau-pulau dan karang kering terluar kepulauan itu, dengan ketentuan bahwa :

a) di dalam garis dasar/pangkal demikian termasuk pulau-pulau utama dan suatu daerah dimana perbandingan antara daerah perairan dan daerah daratan, termasuk atol, adalah antara satu berbanding satu (1 : 1) dan sembilan berbanding satu (9 : 1);

b) panjang garis dasar/pangkal demikian tidak boleh melebihi 100 mil laut, kecuali bahwa hingga 3 % dari jumlah seluruh garis dasar/pangkal yang mengelilingi setiap kepulauan dapat melebihi kepanjangan tersebut, hingga pada suatu kepanjangan maksimum 125 mil laut;

c) penarikan garis dasar/pangkal demikian tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum Negara Kepulauan. Negara Kepulauan berkewajiban menetapkan garis-garis dasar/ pangkal kepulauan pada peta dengan skala yang cukup untuk menetapkan posisinya. Peta atau daftar koordinat geografi demikian harus diumumkan sebagaimana mestinya dan satu salinan dari setiap peta atau daftar demikian harus didepositkan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa

Disamping ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksudkan di muka, syaratsyarat yang penting bagi pengakuan internasional atas asas Negara Kepulauan adalah ketentuan-ketentuan sebagaimana diuraikan di bawah ini. Dalam "perairan kepulauan" berlaku hak lintas damai (right of innocent passage) bagi

kapal-kapal

negara

lain.

Namun

demikian

Negara

Kepulauan

dapat

menangguhkan untuk sementara waktu hak lintas damai tersebut pada *5737 bagian-bagian tertentu dari "perairan kepulauannya" apabila di anggap perlu untuk melindungi kepentingan keamanannya. Negara Kepulauan dapat menetapkan alur laut kepulauan dan rute penerbangan di atas alur laut tersebut. Kapal asing dan pesawat udara asing menikmati hak lintas alur laut kepulauan melalui alur laut dan rute penerbangan tersebut untuk transit dari suatu bagian Laut Lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif ke bagian lain dari Laut Lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif. Alur laut kepulauan dan rute penerbangan tersebut ditetapkan dengan menarik garis poros.

Kapal dan pesawat udara asing yang melakukan lintas transit melalui alur laut dan rute penerbangan tersebut tidak boleh berlayar atau terbang melampaui 25 mil laut sisi kiri dan sisi kanan garis poros tersebut. Sesuai dengan ketentuan Konvensi, disamping harus menghormati perjanjian-perjanjian internasional yang sudah ada, Negara Kepulauan berkewajiban pula menghormati hak-hak tradisional penangkapan ikan dan kegiatan lain yang sah dari negara-negara tetangga yang langsung berdampingan Hak-hak tradisional dan kegiatan lain yang sah tersebut tidak boleh dialihkan kepada atau dibagi dengan negara ketiga atau warganegaranya.

You might also like