You are on page 1of 36

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

INDUSTRI SOHUN

BANK INDONESIA
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : tbtlkm@bi.go.id

DAFTAR ISI
1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2 2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan ................................ ............... 3 a. Profil Usaha ................................ ................................ ............... 3 b. Pola Pembiayaan ................................ ................................ ........ 4 3. Aspek Pemasaran................................ ................................ ........ 5 a. Permintaan dan Penawaran ................................ .......................... 5 b. Persaingan dan Peluang ................................ ............................... 7 c. Harga................................ ................................ ........................ 7 d. Jalur Pemasaran ................................ ................................ ......... 8 e. Kendala Pemasaran ................................ ................................ ..... 8 4. Aspek Produksi ................................ ................................ ........... 9 a. Lokasi Usaha ................................ ................................ .............. 9 b. Fasilitas Produksi dan Peralatan ................................ .................... 9 c. Bahan Baku ................................ ................................ ............. 10 d. Tenaga Kerja ................................ ................................ ........... 11 e. Teknologi................................ ................................ ................. 11 f. Proses Produksi ................................ ................................ ......... 12 g. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi ................................ ................. 19 h. Produksi Optimum ................................ ................................ .... 20 i. Kendala Produksi ................................ ................................ ....... 20 5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........ 22 a. Pemilihan Pola Usaha................................ ................................ . 22 b. Asumsi ................................ ................................ .................... 22 c. Biaya Investasi dan Biaya Operasional ................................ .......... 23 d. Kebutuhan Investasi dan Modal Kerja................................ ........... 25 e. Proyeksi Produksi dan Pendapatan ................................ ............... 27 f. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point ................................ ...... 27 g. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek ................................ ...... 28 h. Analisis Sensitivitas ................................ ................................ ... 29 6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan .......................... 32 a. Aspek Sosial Ekonomi ................................ ................................ 32 b. Dampak Lingkungan ................................ ................................ .. 32 7. Penutup ................................ ................................ ..................... 33 a. Kesimpulan ................................ ................................ .............. 33 b. Saran ................................ ................................ ..................... 33 LAMPIRAN ................................ ................................ ..................... 35

Bank Indonesia Industri Sohun

1. Pendahuluan
Makanan ini cukup akrab dimasyarakat dan telah dikenal turun temurun. Bentuknya yang seperti benang, kenyal dan transparan sering menjadi penambah selera dalam masakan soto, sup atau bakso. Makanan ini akrab ditelinga masyarakat sebagai sohun. Sohun merupakan suatu produk bahan makanan kering yang dibuat dari pati dengan bentuk khas (SNI 01-3723-1995). Berbagai macam pati sebagai bahan baku sohun dapat berasal dari umbi-umbian, kacang hijau, jagung, ubi jalar (sweet potato), sagu, aren, midro/ganyong (canna eduliker) dan tapioka. Di Indonesia umumnya sohun dibuat dari bahan dasar pati sagu atau aren dan midro sebagai campuran. Di negara lain seperti di Cina bahan bakunya adalah mung bean/pati kacang hijau atau di Korea dengan bahan baku sweet potato. Di Indonesia sohun dikenal juga sebagai soun, su un, soon, soo hun atau soo hon. Begitu pula tiap negara memiliki penyebutan sendiri-sendiri, seperti harusame (Jepang), woon sen (Thailand), kyazan (Burma), mien, bun tau (Vietnam), bi fun, ning fun, sai fun, fun see (China), sohoon, tunghoon (Malaysia), pancit, sotanghon (Pilipina). Sementara didunia dikenal dengan nama cellophane noodles, silver noodles, glass noodles, transparent vermicelli atau spring rain noodles (terjemahan bahasa jepang dari harusame). Jenis olahan pangan lainnya yang bentuknya hampir sama dengan sohun adalah bihun. Namun keduanya mempunyai perbedaan seperti, bihun terbuat dari bahan dasar amilosa dan dalam pembuatannya dikukus atau direbus, sedangkan sohun terbuat dari bahan dasar amilopektin dan dalam pembuatannya harus direbus (Astawan, 2004). Sohun dibuat dari pati sedangkan bihun dibuat dari beras. Demikian juga dalam pemanfaatannya bukan merupakan barang komplementer, karena masing-masing mempunyai kegunaan yang khas. Saat inipemanfaatan sohun masih terbatas sebagai campuran makanan seperti sup,soto, bakso, kimlo dan salad. Sohun sering juga digunakan dalam makananvegetarian atau ditambahkan dalam minuman/manisan atau dessert soups. Ditinjau dari nilai gizinya, sohun sarat akan karbohidrat dan zat tenaga dengan kandungan protein, lemak dan serat kasar yang rendah.

Bank Indonesia Industri Sohun

2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan


a. Profil Usaha Usaha industri sohun pada umumnya merupakan usaha perorangan dengan skala usaha kecil sampai menengah dan merupakan usaha turun temurun. Usaha ini biasanya sebagai usaha keluarga dalam artian pemilik dibantu oleh keluarganya dalam pengelolaannya namun tenaga kasar berasal dari luar keluarga. Namun demikian, berdasarkan kriteria Disperindag, semua perusahaan merupakan usaha formal dalam artian mempunyai ijin usaha dan aspek legal lainya seperti TDP, HO, IMB atau NPWP. Sebaran industri sohun secara nasional paling banyak terdapat di Pulau Jawa. Diluar Pulau Jawa hanya terdapat usaha sohun di Sumatera Utara dan Sumatera Selatan. Tiga besar sentra industri sohun di Indonesia berdasarkan direktori industri BPS tahun 2004 dengan urutan dari yang paling banyak yaitu Cirebon (44 unit usaha), Tulungagung (17 unit usaha) dan Banyumas (13 unit usaha). Sebaran usaha sohun di Indonesia selengkapnya disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Sebaran usaha industri sohun di Indonesia Wilayah Cirebon Tulungagung Banyumas Brebes Purbalingga Cilacap Klaten Palembang Situbondo Jember Kuningan Gresik Lampung Kudus Asahan Jumlah Usaha 44 17 13 9 6 5 2 2 2 2 1 1 1 1 1

Bank Indonesia Industri Sohun

Banyuwangi Kediri Madiun Indonesia

1 1 1 110

Sumber : Direktori Industri 2004, Biro Pusat Statistik b. Pola Pembiayaan Kegiatan usaha pembuatan sohun mendapatkan fasilitas kredit dari perbankan. Kredit untuk usaha ini merupakan kredit komersial yang berupa kredit modal kerja (KMK). Kredit ini menggunakan sistem rekening koran dengan suku bunga 15,5% pertahun dan perhitungan bunga efektif, jangka waktu pengembalian 1 tahun serta tanpa masa tenggang (grace period). Persyaratan untuk memperoleh kredit ini yaitu memenuhi persyaratan jaminan berupa sertifikat tanah/bangunan, tabungan deposito atau aset/barang bergerak. Dokumen persyaratan lainnya berupa aspek legal usaha, seperti NPWP, TDP dan lainnya. Pengikatan jaminan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Bank akan mengenakan biaya administrasi untuk proses pengajuan kredit ini.

Bank Indonesia Industri Sohun

3. Aspek Pemasaran
a. Permintaan dan Penawaran 1. Permintaan Sohun merupakan produk yang banyak digunakan sebagai campuran untuk makanan seperti sup, soto dan bakso, sehingga terdapat permintaan yang banyak dimasyarakat. Hal ini karena masyarakat Indonesia sangat menyukai masakan tersebut. Namun data kuantitatif permintaan sohun untuk pasar lokal maupun regional sulit didapatkan dari instansi terkait. Permintaan sohun kepada pengusaha di Tulungagung lebih banyak berasal dari luar kabupaten, antara lain dari Surabaya, Malang, Cirebon, Jakarta, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Sulawesi Tenggara. Permintaan yang besar juga ditandai dengan cukup besarnya impor sohun. Permintaan sohun dimasyarakat akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya rumah makan-rumah makan yang menyajikan menu soto, sup dan bakso serta makanan lain yang menggunakan sohun. Disamping permintaan dalam negeri, sohun juga memenuhi permintaan luar negeri (ekspor). Permintaan sohun di pasar luar negeri dinilai lebih besar dibandingkan permintaan domestik. Pada tahun 2000 volume ekspor sebesar 125.861 kg setara dengan US$ 82.437. Pada tahun 2003 volume ekspor sebesar 39.939 kg atau setara dengan US$ 45.214. Ekspor sohun tiap tahunnya naik turun mengikuti permintaan pasar luar negeri sebagaimana disajikan pada Tabel 3.1 dan secara lebih jelasnya disajikan dalam Gambar 3.1. Negara-negara tujuan ekspor sohun selama ini adalah Malaysia, Australia, Hongkong, Timor Timur, Brunei Darussalam, Singapura dan Amerika Serikat. Produk pangan sohun ini masih mempunyai prospek yang baik. Hal ini dikarenakan konsumen sohun makin banyak dan adanya permintaan dari luar negeri yang potensial yang masih belum bisa dipenuhi. Dari sisi produksi, tersedianya bahan baku yang melimpah di Indonesia. Tabel 3.1. Perkembangan ekspor sohun tahun 2000-2003 Tahun Volume (kg) Nilai (US $) 2000 125.861 2001 54.718 2002 181.457 2003 39.939 Sumber: Statistik ekspor 82.437 53.551 44.007 45.214 2000- 2003, BPS

Bank Indonesia Industri Sohun

Gambar 3.1 Grafik perkembangan ekspor sohun tahun 2000-2003 2. Penawaran Dalam statistik industri, produksi sohun nasional menunjukkan kecenderungan meningkat setiap tahunnya. Produksi paling banyak dalam rentang tahun 1998-2002 yaitu pada tahun 2001 sebesar 91.816.962 kg. Data produksi tahun terakhir yang tersedia (2002) yaitu sebesar 76.151.851 kg. Data lengkap produksi sohun secara nasional tahun 1998-2002 disajikan pada Tabel 3.2 dan grafik perkembangan produksi disajikan pada Gambar 3.2. Tabel 3.2. Perkembangan produksi sohun tahun 1998-2002 Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 Volume (kg) 23.071.251 17.465.538 36.014.951 91.816.962 76.151.851

Sumber:Statistik Industri 1998-2002, BPS

Bank Indonesia Industri Sohun

Gambar 3.2 Grafik perkembangan produksi sohun tahun 1998-2002 Produksi sohun di Indonesia dihasilkan oleh 110 unit usaha dengan skala kecil sampai menengah (Direktori Industri, BPS 2004). Berdasarkan data instansi terkait, jumlah unit usaha sohun di lokasi usaha ini tercatat sebanyak 17 unit usaha. Kapasitas produksi setiap unit usaha tersebut berkisar antara 100 ton 350 ton per tahun atau rata-rata 258 ton per tahun. b. Persaingan dan Peluang Persaingan di industri sohun dapat ditinjau dari aspek persaingan industri sejenis. Namun bukan dalam aspek persaingan antar pengusaha lokal, karena antar pengusaha hampir tidak terdapat persaingan, karena masingmasing mempunyai pasar sendiri-sendiri. Akan tetapi persaingan yang terjadi yaitu persaingan produk sohun lokal dengan produk impor yang mempunyai kualitas yang lebih baik dan harga lebih bersaing. Namun produk impor ini masih sedikit dan belum banyak mempengaruhi pasar produk lokal. Peluang pasar sohun masih terbuka untuk pasar lokal maupun ekspor. Peluang di pasar lokal ditandai dengan kecenderungan menjamurnya rumahrumah makan yang menyajikan menu dengan bahan baku sohun. Begitu juga pasar ekspor masih terbuka peluang yang luas. Peluang tersebut dapat diwujudkan dengan meningkatkan daya saing produk di pasar ekspor dengan memperbaiki mutu dan menyesuaikan dengan standar yang ada serta membuat variasi produk seperti sohun instan. c. Harga Harga sohun dipasaran termasuk stabil. Perubahan harga dipicu oleh berubahnya semua komponen biaya operasional usaha. Penyebab perubahan biaya operasional antara lain kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Kenaikan

Bank Indonesia Industri Sohun

BBM terakhir (April 2005) menyebabkan kenaikan harga bahan baku sebesar 1-2%, bahan pembantu sebesar rata-rata 15% dan biaya transportasi. Sementara besar kecilnya permintaan atau pengaruh musim tidak mempengaruhi harga ditingkat produsen. Harga sohun ditingkat produsen pada awal tahun 2005 berkisar antara Rp. 3.000 Rp. 9.500 per kg untuk sohun dari bahan baku pati aren dan Rp. 4.500 Rp. 6.900 per kg untuk sohun dari bahan baku pati sagu. d. Jalur Pemasaran Jalur pemasaran produk sohun oleh pengusaha relatif masih sederhana. Pengusaha sohun menjual produknya kepada pedagang perantara/pengepul, kemudian para pengepul mendistribusikan sohun kepada pedagang eceran. Pedagang eceran memasarkan langsung ke konsumen atau pedagang kecil lainnya. Alur pemasaran sohun dari produsen sampai ke konsumen disajikan pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3.Alur pemasaran produk e. Kendala Pemasaran Pada umumnya pemasaran yang dilakukan pengusaha sohun melalui pelanggan masing-masing (mempunyai pasar sendiri) atau pedagang pengepul yang langsung mendatangi pengusaha untuk mendapatkan barang, sehingga sedikit kendala yang muncul. Kendala-kendala yang biasanya dihadapi pengusaha antara lain minimnya informasi mengenai jumlah permintaan pasar yang dapat diperoleh pengusaha, produk melimpah dipasar pada saat musim kering sehingga harus mengurangi produksi padahal pada musim inilah paling baik untuk produksi. Kendala juga dialami untuk pemasaran keluar negeri (ekspor), hal ini karena belum dipenuhinya standar mutu bagi produk pangan ini untuk ekspor.

Bank Indonesia Industri Sohun

4. Aspek Produksi
a. Lokasi Usaha Usaha pengolahan sohun memerlukan area yang luas dan datar, air yang cukup, intensitas sinar matahari yang baik dan sanitasi yang baik. Area yang luas dibutuhkanuntuk penjemuran setelah adonan dicetak. Lokasi penjemuran sebaiknya tidak berdebu, jauh dari pembuangan sampah atau jalan raya. Proses penjemuran membutuhkan intensitas sinar matahari yang baik dan merupakan salah satu faktor kritis dalam pengolahan sohun. Buruknya intensitas sinar matahari pada saat penjemuran menyebabkan proses pengeringan lama dan berakibat rendahnya produksi dan mutu sohun sertadapat menyebabkan gagalnya proses pembuatan sohun. Air banyak digunakan dalam proses pencucian bahan baku, pencampuran bahan dan pemasakan. Lokasi usaha tidak harus dekat dengan sumber bahan baku, hal ini karena sifat bahan baku yang awet dan hanya dihasilkan di daerah tertentu. Namun demikian lokasi usaha yang dekat dengan bahan baku lebih baik untuk efisiensi biaya transportasi. b. Fasilitas Produksi dan Peralatan Berbagai fasilitas dan peralatan produksi yang dibutuhkan dalam usaha pengolahan sohun antara lain : 1. Lahan usaha sebagai tempat untuk kegiatan produksi, penyimpanan hasil produksi, penjemuran dan pencucian bahan. Luas lahan yang dibutuhkan untuk kapasitas luaran 600 kg per hari adalah 2000 m 2. Sebagian besar lahan usaha digunakan untuk proses penjemuran, yaitu seluas 1500 m2. 2. Bangunan atau ruang produksi merupakan tempat kegiatan produksi berupa pencucian, pemasakan, pengekstrusian dan pengemasan. Konstruksi dinding terbuat dari tembok dengan atap berupa seng atau genteng. Ruang produksi yang diperlukan seluas 225 m2. 3. Gudang penyimpanan produk seluas 50 m2. 4. Tempat pencucian pati yang berupa bak-bak besar dan kecil serta mesin-mesin pengaduk 5. Mesin pengekstrusi yang digunakan untuk pengekstrusian adonan pati menjadi benang sohun Selain itu diperlukan fasilitas dan peralatan lainnya seperti pengaduk/blender, loyang dari seng dan rak-rak yang terbuat dari bambu

Bank Indonesia Industri Sohun

atau bahan lainnya seperti besi. Rincian kebutuhan fasilitas dan peralatan disajikan pada Tabel 4.1. Tabel. 4.1. Fasilitas dan peralatan produksi Asumsi Satuan Mesin Pencuci dan bak 1 Set/unit penampungan 2 Pengaduk/Blender Unit 3 Mesin Pengekstrusi/Ekstruder Unit 4 Ketel Uap/boiler (bahan bakar gas) Unit 5 Loyang Unit 6 Genset Unit 7 Pompa air Unit 8 Penampungan air Unit 9 Wajan/Kuali Unit 10 Kaleng/tong kecil 25 liter Unit 11 Timbangan besar 50 kg Unit 12 Timbangan kecil 5 kg Unit 13 Sealer Unit 14 Kereta dorong Unit 15 Rak penjemuran Set 16 Pengadukan Unit 17 Pipa/slang m 18 Bangunan produksi m2 19 Lahan penjemuran m2 20 Gudang m2 21 Sumur Unit Sumber: Data primer, diolah c. Bahan Baku Bahan baku utama pembuatan sohun adalah pati sagu/aren yang diperoleh melalui pemasok. Bahan baku ini merupakan produk lokal dan mudah didapatkan. Produksi pati sagu di Indonesia pada akhir tahun 2004 mencapai 200.000 ton pertahun. Pati sagu ini banyak dihasilkan di Indonesia terutama diluar Pulau Jawa, seperti di Riau, Maluku dan Papua. Untuk memperoleh mutu sohun yang baik diperlukan pati sagu dari pohon sagu yang masa produksinya sedang bagus/siap panen yaitu pada saat batang pohon mengandung pati paling banyak. Hal ini biasanya tergantung jenis pohon sagu dan patokan yang digunakan oleh petani sagu biasanya berupa perubahan fisik dari pohon sagu. Seperti pada pohon sagu jenis Metroxylon rumpii martius, saat panen (kandungan pati paling tinggi)
Bank Indonesia Industri Sohun

No

Jumlah/Nilai 1 2 2 1 3.200 1 2 2 4 2 1 3 3 2 204 4 15 225 1.500 50 1

10

ditandai dengan menguningnya pelepah daun, hilangnya duri yang terdapat pada pelepah daun kecuali sedikit pada bagian pangkal pelepah serta terbentuknya daun muda dengan ukuran yang mengecil dan memendek. Fase ini di Maluku dikenal dengan istilah fase Maputih. Pati dari pohon sagu muda mempunyai rendemen rendah dan mempengaruhi mutu sohun yang dihasilkan. Pada umumnya rendemen pati sagu dengan kualitas baik berkisar antara 60% - 70%. Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan sohun ini yaitu air, kaporit, dan minyak sawit/mentega. Pati midro/ganyong sering ditambahkan untuk memperbaiki mutu sohun yang dihasilkan seperti keuletan, namun bahan ini sulit didapatkan sehingga jarang digunakan. Pewarna biru sering juga digunakan untuk membuat sohun berwarna biru. d. Tenaga Kerja Usaha pengolahan sohun merupakan usaha padat karya, sehingga membutuhkan banyak tenaga kerja manusia. Selain itu tenaga kerja diusaha ini tidak memerlukan keahlian/ketrampilan khusus. Ketrampilan tingkat sederhana diperlukan tenaga kerja yang bertugas untuk pemasakan dan pengekstrusian yang dapat dengan mudah dipelajari dan dilatih. Proses produksi yang membutuhkan paling banyak tenaga kerja yaitu proses pengekstrusian sampai penjemuran dan pengemasan. Pada proses pengekstrusian diperlukan 9-10 orang permesin ekstrusi dengan perincian satu orang untuk mengoperasikan mesin, satu atau dua orang menyiapkan dan memasang loyang dibawah mesin dan lainnya menjemur dan mengumpulkan kembali loyang yang telah kering sohunnya. Sementara dalam proses pengemasan membutuhkan tiga orang permesin sealer (pengemas). Sistem upah tenaga kerja pada usaha ini berupa bulanan, harian dan borongan. Sistem bulanan berlaku untuk manajer dan bagian administrasi. Sistem harian digunakan untuk tenaga kerja pada bagian pencucian, pemasakan dan penjemuran. Sistem borongan digunakan untuk tenaga kerja pada bagian pengemasan. e. Teknologi Proses pengolahan sohun masih menggunakan teknologi yang sederhana. Tahapan-tahapan proses pengolahan dapat dilakukan seluruhnya secara manual dengan tenaga manusia. Dapat juga digunakan mesin-mesin sederhana hasil merakit sendiri/buatan bengkel dengan penggerak tenaga listrik, seperti digunakan dalam proses pencucian, pemasakan, pengekstrusian dan pengemasan. Mesin-mesin tersebut dapat dipesan/didapatkan di pasar lokal atau dalam propinsi.

Bank Indonesia Industri Sohun

11

f. Proses Produksi Proses pembuatan sohun meliputi tahapan-tahapan : pencucian bahan baku (pati sagu), pemasakan, pengekstrusian, penjemuran dan pengemasan. Diagram alir proses pembuatan sohun disajikan pada Gambar 4.0.

Gambar 4.0 Diagram alir proses pembuatan sohun

a. Pencucian bahan Pati sagu yang didapatkan dari pemasok masih banyak mengandung kotoran berupa serat-serat, pasir, tanah atau akar tanaman. Kotoran harus dihilangkan untuk mendapatkan pati sagu yang bersih sehingga menghasilkan benang sohun yang bagus dan bermutu. Proses pencucian berlangsung sampai kurang lebih tiga hari sehingga didapatkan pati yang putih dan bersih dari kotoran. Secara garis besar tahapannya yaitu tahap pertama menghilangkan kotoran berupa serat dan lainnya, tahap kedua pemutihan menggunakan larutan kaporit dan tahap ketiga pembilasan agar pati tidak berbau kaporit serta pemisahan pati dari air. Tahapan pertama yaitu pati sagu dimasukkan dalam bak pencucian berdiameter 2,4 m dan tinggi 2 meter hingga kira-kira separuhnya.
Bank Indonesia Industri Sohun

12

Kemudian ditambahkan air bersih dengan perbandingan 1:1 dan dilakukan pengadukan menggunakan mesin pengaduk bertenaga listrik. Kotorankotoran yang mengapung/mengumpul dipermukaan campuran dipisahkan dan dibuang. Proses ini dilakukan selama setengah hari dan diakhiri dengan perendaman pati dengan air sampai semalam. Gambar 4.1 memperlihatkan bak-bak pencucian dan mesin pencampuran.

Gambar 4.1 Bak pencucian dan mesin pengaduk Tahapan kedua dimulai dengan melarutkan kaporit dengan air didalam bak pencucian dan dibiarkan sebentar hingga bongkahan kaporit mengendap. Pati yang telah direndam semalam dan bersih dipindahkan ke bak lain. Pada saat yang bersamaan ditambahkan air larutan kaporit yang telah mengendap kaporitnya. Selanjutnya dilakukan pengadukan dan perendaman sampai pati terpisah dengan air. Setelah pati mengendap, air dalam bak dibuang. Selanjutnya diulangi proses pencucian dengan kaporit ini sampai tiga kali dengan menggunakan air larutan dari sisa kaporit proses sebelumnya. Setelah pencucian ketiga dihasilkan pati yang putih bersih. Zat pemutih lain yang dapat digunakan selain kaporit yaitu bisulfit. Tahap terakhir, pati dicampur dengan air, diaduk sampai bau kaporit hilang. Selanjutnya campuran pati dan air dipindahkan ke bak-bak kecil berukuran diameter 1 m dan tinggi 0,8 m dan direndam. Setelah itu baru campuran ditempatkan didalam kantong-kantong kain untuk ditiriskan. Gambar 4.2 memperlihatkan bak-bak kecil penampungan dan penirisan pati. Setelah dicuci bersih, pati sagu siap untuk dimasak. Setelah pencucian biasanya dapat diketahui kualitas pati bahan baku. Hal ini diketahui dari tekstur dan penampakan dari pati tersebut. Pencucian yang kurang bersih menyebabkan sohun yang dihasilkan berwarna suram dan
Bank Indonesia Industri Sohun

13

mudah patah, padahal warna putih merupakan warna yang disukai oleh konsumen.

Gambar 4.2 Bak kecil penampungan dan penirisan pati

b. Pemasakan Pati yang telah bersih dari kotoran dimasukkan dalam wajan kemudian ditambahkan air bersih dengan perbandingan 1:1. Pencampuran dapat dilakukan dengan manual menggunakan tenaga manusia. Pencampuran dapat juga dilakukan dengan blender yang akan menghasilkan adonan yang lebih rata dan homogen. Gambar 4.3 menyajikan tempat pencampuran dan pemasakan adonan.

Gambar 4.3 Tempat pembuatan adonan

Bank Indonesia Industri Sohun

14

Selanjutnya dilakukan pemasakan dengan uap yang berasal dari ketel uap/boiler yang dialirkan melalui pipa-pipa panjang. Ketel uap ini menggunakan bahan bakar gas alam atau dapat juga menggunakan bahan bakar yang lain yang ramah lingkungan seperti biogas, minyak bakar, solar atau batubara. Pemasakan dengan uap ini dilakukan selama 1 menit sambil terus dilakukan pengadukan. Adonan yang matang ditandai dengan terbentuknya adonan yang homogen, transparan dan membentuk seperti gel. Proses pemasakan dan hasilnya disajikan pada Gambar 4.4. Adonan ini harus benarbenar matang karena mempengaruhi mutu sohun yang dihasilkan. Adonan yang kurang matang menyebabkan sohun mudah patah.

Gambar 4.4 Proses pemasakan dengan blender

c. Pengekstrusian Adonan yang telah matang kemudian dimasukkan kedalam mesin ekstrusi (extruder) sohun. Mesin ini menggunakan prinsip ekstrusi yang akan membentuk adonan menjadi benang-benang sohun. Ekstrusi ini dilakukan melalui lubang-lubang kecil yang terdapat pada bagian bawah mesin yang besarnya diameter lubang tersebut dapat diatur sesuai dengan keinginan, misalnya 0,5 mm, 1 mm dan sebagainya. Mesin ini digerakkan menggunakan tenaga listrik dengan sistem hidrolik. Gambar 4.5 menyajikan mesin ekstrusi sohun.

Bank Indonesia Industri Sohun

15

Gambar 4.5 Mesin ekstrusi sohun

Benang-benang sohun hasil ekstrusi ditampung diatas loyang yang terbuat dari seng dengan ukuran 125 cm X 30 cm yang telah diolesi dengan minyak sawit. Pengolesan dengan minyak ini dilakukan agar nantinya benangbenang sohun tidak lengket diloyang sehingga mudah diangkat dan teksturnya menjadi bagus. Loyang-loyang dipasang secara manual dibawah mesin dan mesin akan menggerakkan loyang sambil membentuk benang-benang sohun diatasnya. Loyang berisi lembaran benang sohun ditempatkan diatas kereta agar memudahkan dalam pemindahan menuju ke tempat penjemuran. Proses ekstrusi adonan sohun disajikan pada Gambar 4.6.

Bank Indonesia Industri Sohun

16

Gambar 4.6 Pengekstrusian benang-benang sohun

d. Penjemuran Loyang-loyang yang berisi benang-benang sohun basah dipindahkan ketempat penjemuran dengan menggunakan kereta dorong. Loyang ditempatkan diatas rak-rak yang terbuat dari bambu atau besi yang dibuat dengan tinggi 60 cm dari tanah dan jarak antar rak disesuaikan dengan panjang dari loyang yang digunakan. Penjemuran dilakukan ditempat terbuka menggunakan sinar matahari. Jika cuaca bagus dan matahari bersinar terik, penjemuran dilakukan selama 2-3 jam. Penjemuran merupakan proses yang menentukan dalam proses pembuatan sohun. Apabila cuaca buruk karena mendung atau hujan, loyang dipindahkan kedalam tempat produksi dan dikeluarkan kembali ketika sinar matahari telah terik. Namun biasanya menghasilkan sohun dengan mutu kedua. Proses penjemuran disajikan pada Gambar 4.7.

Bank Indonesia Industri Sohun

17

Gambar 4.7 Penjemuran benang-benang sohun

Setelah 2-3 jam dan benang-benang sohun telah kering, loyang dikumpulkan untuk dipisahkan sohunnya dan dikumpulkan diruang pengemasan. Benangbenang sohun dipisahkan dari loyang sebagaimana disajikan pada Gambar 4.8. Selanjutnya loyang dipindahkan kedekat mesin ekstrusi.

Gambar 4.8 Benang sohun dipisahkan dari loyang e. Pengemasan Benang sohun yang telah dipisahkan dari loyang dikumpulkan menjadi satu dalam ruang pengemasan. Gambar 4.9 menyajikan tumpukan sohun yang siap untuk dikemas. Tahapan pengemasan yaitu penggulungan sohun, penimbangan dan pengepakan dalam kantong plastik. Masing-masing tahapan dikerjakan oleh satu orang pekerja. Pengemasan perlu penanganan

Bank Indonesia Industri Sohun

18

yang baik agar mutu sohun tetap terjaga, terutama untuk pasar ekspor. Gambar 4.9 menyajikan aktivitas pengemasan yaitu penggulungan, penimbangan dan pengepakan.

Gambar 4.9 Sohun siap dikemas

Gambar 4.10 Aktivitas pengemasan g. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi Beberapa jenis sohun beredar dipasaran yang dapat dibedakan dari bahan bakunya. Jenis pertama berbahan baku pati sagu yang banyak beredar di pasaran dan jenis kedua berbahan baku pati aren. Keduanya merupakan produk lokal. Jenis lainnya yaitu sohun berbahan baku pati kacang hijau (mung bean) yang merupakan produk impor. Mutu produk sohun harus memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan yaitu SNI 01-3723-1995. Syarat mutu disajikan pada Tabel 4.2.

Bank Indonesia Industri Sohun

19

Selain itu terdapat standar lain yang harus dipenuhi untuk produk makanan yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian daerah yaitu Produk Industri Rumah Tangga (PIRT) dan dari Dinas Kesehatan berupa Sertifikat Penyuluhan (SP). Namun SP ini saat ini sudah tidak digunakan. Produk pangan sebaiknya juga didaftarkan ke Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) sehingga mendapatkan label MD. Tabel 4.2. Standar MutuSohun (SNI. 01-3723-1995) No 1 Kriteria Uji Keadaan 1.1. Bau 1.2. Rasa 1.3. Warna Uji Tahan Bentuk Air (%) Abu (%) Bahan tambahan makanan (pemutih) Cemaran logam 6.1. Timbal (Pb) 6.2. Tembaga (Cu) 6.3. Seng (Zn) 6.4. Raksa (Hg) Cemaran Arsen (Ar) Cemaran mikroba 8.1. angka lempeng total 8.2. E. coli 8.3. kapang Satuan b/b b/b Normal Normal Normal Tidak hancur jika direndam di dalam air selama 10 menit maks. 14,5 maks. 0.5 Persyaratan

2 3 4 5

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg

Maks. Maks. Maks. Maks. 0,05 Maks. 0,5

1,0 10,0 40,0

7 8

Koloni/g APM/g Koloni/g

Maks. Maks. Maks. 104

106 10

h. Produksi Optimum Produksi optimum usaha pengolahan sohun ini adalah 600 kg perhari dengan menggunakan dua mesin ekstrusi. Tingkat produksi sohun optimum sangat dipengaruhi oleh mutu bahan baku, efektifitas pemakaian mesin dan peralatan sesuai kapasitas terpasang, ketrampilan tenaga kerja serta musim. i. Kendala Produksi Dalam proses produksi sohun terdapat beberapa kendala dan hambatan. Dari segi bahan baku yaitu berupa rendahnya mutu pati sehingga rendemennya rendah dan diperlukan pemutihan (bleaching) agar sohun yang dihasilkan tidak kusam. Kendala lain yang dihadapi yaitu ketergantungan terhadap musim karena produksi sohun membutuhkan panas matahari yang baik.

Bank Indonesia Industri Sohun

20

Pada saat musim penghujan, produksi sohun bisa turun hingga 30-40% dari kondisi normal. Kendala lainnya dari segi tenaga kerja yaitu sistem upah harian yang menyebabkan keterikatan tenaga kerja dengan usaha rendah. Akibatnya pada saat ada pekerjaan musiman lain yang lebih menjanjikan seperti musim panen padi, para pekerja meninggalkan kegiatan produksi sohun untuk menjadi pekerja di sawah.

Bank Indonesia Industri Sohun

21

5. Aspek Keuangan
a. Pemilihan Pola Usaha Analisis aspek keuangan diperlukan untuk mengetahui kelayakan usaha dari sisi keuangan, terutama kemampuan pengusaha untuk mengembalikan kredit yang diperoleh dari bank. Analisis keuangan ini juga dapat dimanfaatkan pengusaha dalam perencanaan dan pengelolaan usaha industri pengolahan sohun. Aspek keuangan mencakup telaah komponen dan struktur biaya, pendapatan, kebutuhan modal dan kredit, cash flow, evaluasi profitabilitas rencana investasi, analisis Break Even Point dan analisis sensitivitas. Dalam analisis keuangan dipilih usaha yang menggunakan peralatan yang sudah memanfatkan mesin pada beberapa prosesnya walaupun masih sederhana. Proses yang menggunakan mesin tersebut yaitu pencucian, pemasakan, pengekstrusian dan pengemasan. Kapasitas produksi yang dipilih yaitu kapasitas luaran 600 kg perhari yang disesuaikan dengan kapasitas mesin ekstrusi yang digunakan. b. Asumsi Untuk penyusunan dan proyek kelayakan usaha diperlukan adanya beberapa asumsi mengenai parameter teknologi proses maupun biaya. Asumsi ini diperoleh berdasarkan kajian terhadap usaha industri sohun di Tulungagung serta informasi yang diperoleh dari pengusaha dan pustaka. Asumsi-asumsi usaha disajikan secara ringkas pada Tabel 5.1 dan secara lengkap pada Lampiran 1. Tabel 5.1. Asumsi dan parameter teknis industri sohun Asumsi Umur proyek Hari kerja/bulan (7 jam per hari) Bulan kerja/ tahun kapasitas produksi sohun / hari kapasitas produksi sohun / tahun Harga jual sohun per kg Bunga kredit Proporsi kredit dan Modal sendiri - Dana sendiri 65% Keterangan 5 tahun 25 hari /bulan 12 bulan tahun 600 kg 180.000 kg Rp 6.000 15,5% /

Bank Indonesia Industri Sohun

22

- kredit modal kerja

35%

Jangka waktu pengembalian kredit investasi 3 tahun Jangka waktu pengembalian kredit modal 1 tahu kerja Pajak Sumber: Lampiran 1 15%/tahun

Periode proyek diasumsikan selama 5 tahun yang ditentukan dengan memper-hatikan umur ekonomis mesin-mesin utama produksi. Kegiatan produksi diasumsikan berjalan sepanjang tahun, dengan 25 hari kerja perbulan dan rata-rata 7 jam kerja perhari. Kapasitas produksi usaha diasumsikan sebesar 600 kg per hari atau setara dengan 180.000 kg per tahun. Harga jual produk diasumsikan sebesar Rp 6000 per kg dan hasil produksi diasumsikan terjual seluruhnya. Sementara kapasitas operasi usaha diasumsikan optimal (100%) mulai tahun ke-3 sampai akhir proyek (tahun ke-5). Sedangkan kapasitas operasi tahun ke-1 sebesar 80% dan tahun ke-2 sebesar 90%. Kegiatan pemasaran diasumsikan membutuhkan dana sebesar Rp. 500.000 per bulan atau Rp. 6.000.000 setahun. c. Biaya Investasi dan Biaya Operasional 1. Biaya Investasi Komponen biaya investasi mencakup biaya-biaya : 1) Perijinan, 2) Bangunan, 3) Pengadaan alat dan mesin serta fasilitas lainnya. Biaya ini bersifat tetap dan dikeluarkan pada tahun ke-0 yaitu sebelum kegiatan operasi usaha dilaksanakan. Total kebutuhan biaya investasi yang diperlukan yaitu sebesar Rp. 317.875.000. Kebutuhan biaya untuk masing-masing komponen disajikan pada Tabel 5.2. Rincian lengkap komponen biaya investasi disajikan pada Lampiran 2.

Bank Indonesia Industri Sohun

23

Tabel 5.2. Kebutuhan biaya investasi industri sohun No Komponen Biaya 1 2 3 4 Perizinan Bangunan mesin/Peralatan Fasilitas lain Total Total Nilai 2.500.000 179.350.000 131.025.000 5.000.000 317.875.000

Komponen biaya untuk bangunan dan pengadaan mesin/peralatan merupakan komponen biaya yang paling besar nilainya. Secara berturutturut kebutuhan biayanya sebesar 56,42% dan 41,22% dari total kebutuhan biaya investasi. Beberapa peralatan harus diganti (investasi ulang) selama periode proyek berlangsung. Peralatan itu antara lain yaitu pompa air, slang, loyang penjemuran dan kompor. 2. Modal Kerja Modal kerja merupakan dana yang digunakan untuk operasional usaha sampai usaha tersebut menghasilkan uang/pendapatan. Modal kerja meliputi biaya operasional usaha selama satu bulan sebesar Rp. 68.145.650, ditambah dengan stok bahan baku untuk bulan kedua selama satu bulan sebesar Rp. 50.000.000, sehingga total modal kerja sebesar Rp. 118.145.650. Komponen biaya modal kerja disajikan pada Tabel 5.3. Tabel 5.3. Kebutuhan modal kerja industri sohun Komponen Biaya Biaya operasional 1 bulan penuh - Biaya variabel - Biaya tetap Stok baan baku bulan ke 2 Total Modal Kerja Total Nilai 68.145.650 61.886.150 6.259.500 50.000.000 18.145.650

3. Biaya Operasional Biaya operasional merupakan biaya yang diperlukan dalam kegiatan produksi. Komponen biaya operasional mencakup biaya langsung/variabel
Bank Indonesia Industri Sohun

24

dan biaya tetap. Komponen biaya langsung terdiri dari biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja langsung dan biaya pengemasan. Komponen biaya tetap terdiri dari tenaga kerja tetap, sewa lahan dan lainnya. Kebutuhan biaya operasional industri pengolahan sohun pada kapasitas 100% besarnya mencapai Rp. 817.523.800, dengan perincian biaya variabel sebesar Rp. 742.409.800 dan biaya tetap sebesar Rp. 75.114.000. Komponen biaya operasional disajikan pada Tabel 5.4. Rincian komponen biaya operasional disajikan pada Lampiran 3. Tabel 5.4. Kebutuhan biaya operasional industri sohun No 1 Komponen Biaya Biaya langsung/variabel*) - Bahan baku - Bahan pembantu - Pengemasan - Tenag kerja 2 Biaya tetap Total Keterangan: *) pada kapasitas 100% 600.000.000 42.178.800 6.031.000 94.200.000 75.114.000 817.523.800 Nilai Total Nilai 742.409.800

Dalam Tabel 5.4 tampak bahwa komponen biaya untuk bahan baku merupakan komponen biaya operasional terbesar yaitu 73,39% dari total kebutuhan biaya operasional. d. Kebutuhan Investasi dan Modal Kerja Kebutuhan dana untuk usaha industri sohun sebagaimana telah dijelaskan pada subbab terdahulu meliputi biaya investasi sebesar Rp. 317.875.000 dan biaya modal kerja sebesar Rp. 118.145.650. Sumber dana yang digunakan untuk investasi dan modal kerja berasal dari dana sendiri dan kredit perbankan dengan proprosi sebesar 65%:35%. Kebutuhan dana investasi dan modal kerja disajikan pada Tabel 5.5.

Bank Indonesia Industri Sohun

25

Tabel 5.5. Kebutuhan dana investasi dan modal kerja industri sohun No Komponen Biaya 1 Sumber Dana Investasi - Dana Sendiri - Kredit 2 Sumber Dana Modal Kerja - Dana Sendiri - Kredit 3 Total Dana Proyek - Dana Sendiri - Kredit Total 65% 35% 283.413.423 152.607.227 436.020.650 65% 35% 76.794.673 41.350.977 65% 35% 206.618.750 111.256.250 Persentase Total Nilai

Kredit yang diberikan perbankan menggunakan tingkat suku bunga 15,5% dengan sistem perhitungan bunga efektif menurun. Jangka waktu pengembalian kredit investasi selama 3 tahun dan kredit modal kerja selama 1 tahun. Angsuran pokok dan bunga dibayarkan setiap bulan. Rencana pembayaran angsuran pokok dan bunga disajikan pada Tabel 5.6. Tabel 5.6. Rencana pembayaran Kredit investasi dan Kredit modal kerja Tahun Kredit Investasi Tahu-1 Tahu-1 Tahu-1 Kredit Modal Kerja Tahu-1 41.350.977 3.471.759 44.822.736 37.085.417 37.085.417 37.085.417 14.610.109 8.861.869 3.113.630 51.695.526 45.947.286 40.199.046 Angsuran Pokok Angsuran Bunga Total Angsuran

Angsuran pokok tahun pertama sebesar Rp. 78.436.394, yang berasal dari angsuran kredit investasi sebesar Rp. 37.085.417 dan kredit modal kerja sebesar Rp. 41.350.977. Sementara untuk tahun ke-2 dan ke-3 angsuran hanya berasal dari kredit investasi. Rincian rencana pembayaran angsuran pokok dan bunga disajikan pada Lampiran 4.

Bank Indonesia Industri Sohun

26

e. Proyeksi Produksi dan Pendapatan Berdasarkan asumsi, kapasitas produksi usaha perhari sebesar 600 kg atau 180.000 kg pertahun. Sementara kapasitas operasi pada tahun pertama sebesar 80%, tahun kedua sebesar 90% dan tahun ketiga sampai akhir proyek sebesar 100%. Sedangkan harga jual produk sohun diasumsikan sebesar Rp. 6.000 per kg. Total pendapatan yang diperoleh pada tahun pertama pada kapasitas operasi 80% sebesar Rp. 864.000.000, tahun kedua pada kapasitas operasi 90% sebesarRp. 972.000.000 dan tahun ketiga sampai tahun kelima pada kapasitas operasi 100% sebesar Rp. 1.080.000.000. Proyeksi pendapatan disajikan pada Tabel 5.7. Perincian rencana produksi dan penjualan disajikan pada Lampiran 5. Tabel 5.7. Proyeksi pendapatan industri sohun Uraian Kapasitas Nilai Penjualan Tahun ke-1 80% 864.000.000 Tahun ke-2 90% 972.000.000 Tahun ke-3 s/d 5 100% 1.080.000.000

f. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point Berdasarkan proyeksi produksi dan pendapatan, dapat diketahui pula proyeksi keuntungan/kerugian usaha. Pada tahun pertama usaha dengan kapasitas produksi 80% diperoleh keuntungan bersih setelah pajak sebesar Rp. 110.869.816, profit on sales 12,83% dan BEP sebesar Rp 446.719.274 atau 74.453 kg. Tabel 5.8. Ringkasan proyeksi rugi laba Tahun ke 1 80% 2 90% 3 100% 4 100% 863.965.014 216.034.986 5 100% 863.965.014 216.034.986

Uraian Kapasitas

Penerimaan 864.000.000 972.000.000 1.080.000.000 1.080.000.000 1.080.000.000 Pengeluaran 733.564.922 798.585.904 867.078.644 R/L Operasi sebelum 130.435.078 173.414.096 212.921.356 pajak Pajak (15%) 19.565.262 26.012.114 31.938.203

32.405.248

32.405.248

Bank Indonesia Industri Sohun

27

Laba setelah pajak Profit on Sales BEP Rupiah Unit (kg)

110.869.816 147.401.982 180.983.153

183.629.738

183.629.738

12,83%

15,16%

16,76%

17,00%

17,00%

446.719.274 417.223.161 398.833.709 74.453 69.537 66.472

388.872.756 64.812

388.872.756 64.812

Pada tahun kedua dengan kapasitas operasi 90% diperoleh keuntungan bersih setelah setelah pajak Rp. 147.401.982, profit on sales 15,16% dan BEP sebesar Rp. 417.223.161 atau 69.537 kg. Pada tahun ketiga dengan kapasitas 100% diperoleh keuntungan bersih setelah setelah pajak Rp. 180.983.153, profit on sales 16,76% dan BEP sebesar Rp 398.833.709 atau 66.472 kg. Pada tahun keempat dan kelima dengan kapasitas operasi 100% diperoleh keuntungan bersih setelah pajak Rp. 183.629.738, profit on sales 17,00% dan BEP sebesar Rp 388.872.756 atau 64.812 kg. Ringkasan proyeksi usaha disajikan pada Tabel 5.8 dan rinciannya disajikan pada Lampiran 6. Rata-rata keuntungan usaha industri sohun selama periode proyek (lima tahun) sebesar Rp 161.302.885, rata-rata profit on sales sebesar 15,75% dan rata-rata BEP sebesar Rp 408.104.331 atau setara dengan 68.017 kg. g. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek Proyeksi arus kas dilakukan untuk mengetahui kewajiban keuangannya kepada pihak lain. Dalam analisis arus kas juga dilakukan perhitungan kelayakan usaha yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Pay Back Period (PBP) dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio). Pada proyeksi arus kas, arus kas masuk merupakan nilai hasil penjualan produk selama satu tahun. Sedangkan arus keluar mencakup pula biaya pemasaran/distribusi. Proyeksi arus kas dengan pengelolaan dana pembiayaan dari Bank maupun dana milik sendiri menunjukkan bahwa industri sohun dapat mengembalikan kewajiban kepada Bank dan layak untuk dilaksanakan. Proyeksi arus kas dan analisis kelayakan secara rinci disajikan pada Lampiran 7. Hasil proyeksi pada tingkat suku bunga sebesar 15,5% yang disajikan pada Tabel 5.9 menunjukkan bahwa usaha ini memiliki NPV positif yaitu sebesar Rp 407.573.821, IRR lebih tinggi dari suku bunga yaitu sebesar 56,30% dan Net B/C Ratio lebih dari 1,00 yaitu sebesar 2,28. Sementara PBP selama 2 tahun 2 bulan menunjukkan bahwa investasi yang ditanamkan dapat

Bank Indonesia Industri Sohun

28

tertutup kembali selama 2 tahun 2 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk dilaksanakan. Tabel 5.9. Ringkasan kelayakan usaha industri sohun Kriteria NPV PBP IRR Net B-C ratio Nilai 407.573.821 2 tahun 2 bulan 56,30% 2,28 Justifikasi Kelayakan >0 < 5 tahun > 15,5% >1

h. Analisis Sensitivitas Analisis ini digunakan untuk mengetahui prediksi perubahan pendapatan dan pengeluaran yang menyebabkan perubahan pada arus kas. Analisis sensitivitas usaha dilakukan dengan tiga skenario perubahan yaitu penurunan harga jual produk, kenaikan biaya operasional serta kombinasi penurunan harga jual dan kenaikan biaya operasional. Hasil analisis sensitivitas pada masing-masing skenario dijelaskan sebagai berikut : 1. Penurunan harga jual Pada skenario ini terjadi penurunan harga jual produk sementara biaya investasi dan biaya operasional tetap. Pada penurunan harga jual yang mengakibatkan penurunan pendapatan, usaha ini menjadi sensitif terhadapnya pada kisaran 14%-15%. Hasil analisis sensitivitas disajikan pada Tabel 5.10. Tabel 5.10. Hasil analisis sensitivitas akibat penurunan harga jual Uraian NPV PBP IRR Net Ratio B-C Basis 407.573.821 2 tahun bulan 56,30% 2,28 2 Harga Jual (14%) 13.694.766 5 tahun 16,99% 1,04 Harga Jual (15%) - 14.439.452 > 5 tahun 13,95% 0,95

Bank Indonesia Industri Sohun

29

Tabel diatas menunjukkan bahwa pada penurunan harga jual 14% diperoleh Net B/C Ratio lebih dari 1,00, NPV positif dan IRR mencapai 16,99% serta PBP 5 tahun. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada suku bunga 15,5% dengan penurunan harga jual sebesar 14% maka proyek ini layak dilaksanakan. Pada penurunan harga jual sebesar 15% proyek ini tidak layak dilaksanakan karena IRR kurang dari tingkat suku bunga, yaitu 13,92%, Net B/C Ratio kurang dari satu, NPV negatif dan PBP melebihi umur proyek. Analisis sensitivitas secara lengkap disajikan pada Lampiran 8A. 2. Kenaikan biaya operasional Pada skenario ini terjadi kenaikan biaya operasional sedangkan biaya investasi dan harga jual produk tetap. Kenaikan biaya operasional ini meliputi biaya variabel dan biaya tetap. Kenaikan biaya operasional ini dapat disebabkan oleh kenaikan biaya bahan baku, bahan penolong, biaya tenaga kerja atau yang lainnya. Pada kenaikan biaya operasional, usaha ini menjadi sensitif terhadapnya pada kisaran 18%-19%. Hasil analisis sensitivitas disajikan pada Tabel 5.11. Pada Tabel 5.11 dalam halaman berikutnya, kenaikan biaya operasional, baik biaya variabel maupun biaya tetap sebesar 18%, diperoleh Net B/C Ratio lebih dari 1,00, NPV positif dan IRR mencapai 17,81% serta PBP 5 tahun. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada suku bunga 15,5% dengan peningkatan biaya operasional sebesar 18% maka proyek ini layak dilaksanakan. Pada peningkatan biaya operasional sebesar 19% proyek ini tidak layak dilaksanakan karena IRR kurang dari tingkat suku bunga, yaitu 15,49%, NPV negatif, Net B/C Ratio sama dengan 1,00 dan PBP melebihi umur proyek. Analisis sensitivitas secara lengkap disajikan pada Lampiran 8. Tabel 5.11. Hasil analisis sensitivitas akibat kenaikan biaya operasional Biaya Operasional (+18%) 21.382.418 17,81% 1,07 Biaya Operasional (+19%) -72.660 > 5 tahun 15,49% 1,00

Uraian NPV PBP IRR

Basis 407.573.821 56,30%

2 tahun 2 bulan 5 tahun

Net B-C Ratio 2,28

3. Penurunan harga jual dan kenaikan biaya operasi Pada skenario ini terjadi penurunan harga jual sekaligus terjadi kenaikan biaya operasional pada saat yang sama dengan persentase yang sama. Pada

Bank Indonesia Industri Sohun

30

kondisi ini, usaha menjadi sensitif terhadap penurunan harga jual dan kenaikan biaya operasional pada kisaran 8%-9%. Hasil analisis sensitivitas disajikan pada Tabel 5.12. Tabel 5.12. Hasil analisis sensitivitas akibat penurunan harga dan kenaikan biaya operasional Harga Jual (8%) & Biaya Operasional (+8%) 10.859.452 16,68% 1,03 Harga Jual (-9%) & Biaya Operasional (+9%) -39.708.895 > 5 tahun 11,14% 0,88

Uraian

Basis

NPV PBP IRR

407.573.821 56,30%

2 tahun 2 bulan 5 tahun

Net B-C Ratio 2,28

Tabel diatas menunjukkan bahwa kombinasi penurunan harga jual dan kenaikan biaya operasional sebesar 8% diperoleh Net B/C Ratio lebih dari 1,00, NPV positif dan IRR mencapai 16,68% serta PBP 5 tahun. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada suku bunga 15,5% dengan penurunan harga jual dan peningkatan biaya operasional 8% maka proyek ini layak dilaksanakan. Pada penurunan harga jual dan peningkatan biaya operasional sebesar 9% proyek ini tidak layak dilaksanakan karena IRR kurang dari tingkat suku bunga, yaitu 11,14%, Net B/C Ratio kurang dari satu, NPV negatif dan PBP melebihi umur proyek. Analisis sensitivitas secara lengkap disajikan pada Lampiran 8. Hasil analisis sensitivitas terhadap semua skenario menyatakan bahwa usaha ini lebih sensitif terhadap perubahan harga jual produk dibandingkan terhadap perubahan biaya operasional. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan harga jual sebesar 15% telah menyebabkan usaha tidak layak dilaksanakan, sedangkan pada kenaikan biaya operasional sebesar 15% usaha masih layak dilaksanakan.

Bank Indonesia Industri Sohun

31

6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan


a. Aspek Sosial Ekonomi Secara umum keberadaan dan pengembangan industri sohun memberikan dampak yang positif bagi wilayah baik lokal maupun regional. Sifat industri sohun yang padat karya membuka peluang kerja dan menyerap tenaga kerja serta meningkatkan pendapatan masyarakat disekitar usaha. Efek lainnya yaitu berperan dalam peningkatan pendapatan daerah. Dilokasi usaha, tiap unit usaha mempekerjakan 25 hingga 90 orang atau rata-rata 55 orang dengan jam kerja sekitar 6-8 jam perhari. Keberadaan industri pengolahan sohun memberikan nilai ekonomis yang lebih baik dan meningkatkan nilai tambah bagi pati sagu sehingga dapat menyerap produksi pati sagu yang melimpah di Indonesia. Berdasarkan statistik pemakaian bahan baku untuk industri makaroni, mi, spagheti, bihun, sohun dan sejenisnya, terdapat peningkatan pemakaian pati sagu dari tahun ketahun. Pemakaian pati sagu pada tahun 2001 sebesar 8.981 ton meningkat menjadi 13.268 ton pada tahun 2002. Hal ini tentu juga berpengaruh pada peningkatan pendapatan petani sagu dan pendapatan bagi daerah penghasil sagu. b. Dampak Lingkungan Pengolahan sohun menghasilkan limbah cair, padat dan gas. Limbah cair dihasilkan dari sisa proses pencucian pati yang mengadung kaporit. Limbah ini sebagian besar termasuk bahan organik yang bersifat biodegradable yaitu secara alami dapat atau mudah diurai oleh mikro organisme (Djarwanti et al, 1992). Limbah cair ini dialirkan ke tempat penampungan, diendapkan, baru dialirkan kesungai atau lubang penampungan sehingga diserap tanah. Limbah ini tidak berbahaya bagi organisme tanah dan tanaman. Limbah padat dihasilkan dari ceceran sohun pada proses pengekstrusian. Ceceran ini biasanya diolah kembali jika memungkinkan, yaitu dengan cara dihaluskan dan dicampurkan kembali dengan adonan pati untuk dimasak. Jika tidak memungkinkan limbah ini biasanya digunakan untuk pakan ternak. Limbah padat juga dihasilkan pada saat pencucian pati pertama kali. Limbah berupa kotoran serat dan lainnya dibuang dalam lubang pembuangan. Limbah gas dalam jumlah sedikit dihasilkan pada saat pemakaian kaporit. Namun gas ini akan langsung menguap keudara karena berada di ruangan terbuka sehingga tidak berbahaya bagi pekerja dan lingkungan sekitar.

Bank Indonesia Industri Sohun

32

7. Penutup
a. Kesimpulan 1. Industri pengolahan sohun merupakan industri yang masih berpotensi untuk dikembangkan, dengan sumber bahan baku sagu yang sangat berlimpah di Indonesia yaitu 200.000 ton pertahun dan besarnya potensi sagu yang belum termanfaatkan. Industriini juga meningkatkan nilai ekonomis pati sagu dan sebagai salah satupangan sumber karbohidrat. 2. Teknis produksi sederhana dan tanpa perlu keahlian khusus sehingga dapat diusahakan dengan mudah dan kebutuhan modal investasi yang masih terjangkau untuk usaha kecil/menengah. 3. Hasil analisis usaha sohun pada tingkatsuku bunga 15,5 % per tahun dan skala usaha 600 kg per hari menunjukkan layak diusahakan berdasarkan indikator kelayakan finansial, yaitu NPV = Rp 407.573.821, IRR = 56,30%, Net B/C ratio = 2,28 dan masa pengembalian modal (PBP) selama 2 tahun 2 bulan. 4. Hasil analisis sensitivitas memperlihatkan bahwa usaha industri sohun bersifat lebih sensitif terhadap perubahan harga jual produk dibandingkan perubahan atau kenaikan biaya operasional. 5. Pengembangan usaha industri sohun memberikan manfaat yang positif baik dari aspek sosial ekonomi baik lokal maupun regional antara lain menyerap pengangguran, meningkatkan pendapatan petani sagu dan pendapatan daerah b. Saran 1. Berdasarkan potensi bahan baku, prospek pasar, tingkatteknologi proses dan aspek finansial, usaha industri sohun layak untuk direalisasikan dan disarankan Bank dapat memberikan kredit untuk pengembangan usahaini, khususnya terhadap usaha kecil dan menengah 2. Usaha industri sohun ini perlu terus dibina agar dapat meningkatkan mutu produknya agar sesuai standar yang berlaku dengan cara upgrading teknologi sehingga prosesnya lebih efektif dan efisien. Penyesuaian standar mutu juga diperlukan agar produk sohun dapat bersaing dipasarekspor 3. Penanganan kebersihan dan kesehatan alat dan lingkungan yanglebih baik terutama pada proses penjemuran dengan sinar matahari di ruang terbuka, sehingga mengurangi kontaminasi bakteri, virus atau jamur dan bahan cemaran lain yang berbahaya bagi manusia 4. Penelitian yang berkesinambungan perlu dilakukan untuk menciptakan teknologi yang lebih baik, bahan baku yang menghasilkan mutusohun

Bank Indonesia Industri Sohun

33

paling baik dan pengawasan terhadap bahan baku/penolong yang berbahaya bagi manusia.

Bank Indonesia Industri Sohun

34

LAMPIRAN

Bank Indonesia Industri Sohun

35

You might also like