You are on page 1of 13

BAB I PENDAHULUAN

Leukemia mieloid kronik (LMK) merupakan salah satu tipe kelainan mieloproliferasi kronik yang berkaitan dengan translokasi kromosom resiprok lengan panjang kromosom 22 ke kromosom lain (pada umumnya kromosom 9).1 Kromosom ini disebut sebagai kromosom philadelphia. LMK ini menempati kasus terbanyak kedua dari semua tipe leukemia pada orang dewasa, yaitu sekitar 20% Insidensi LMK terjadi antara 1-2 per 100.000 orang. LMK dapat menyerang semua umur tetapi sering ditemukan antara usia 40-60 tahun. Penderita LMK pada usia muda perkembangan penyakitnya akan lebih progresif. 1 NCI (National center institute) menyatakan bahwa frekuensi LMK akan meningkat dengan bertambahnya umur dimulai dari 1 per 1000.000 orang pada usia 10 tahun pertama, 1 per 100.000 orang pada usia 50 tahun dan 1 per 10.000 orang pada usia 80 tahun. Penyebab translokasi Philadelphia ini belum diketahui secara spesifik.1 Diduga penyebab dari translokasi philadelphia tersebut adalah radiasi pengion. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan insidensi LMK pada individu yang selamat dari serangan bom atom di Jepang. Insidensi puncak terjadinya LMK dijumpai 5 sampai 12 tahun setelah pajanan radiasi 6 LMK dibedakan dari leukemia akut berdasarkan progresinya yang lebih lambat. Sebaliknya berdasarkan pengobatannya LMK lebih sulit diobati daripada leukemia akut.1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Istilah leukemia pertama kali dijelaskan oleh Virchow sebagai darah putih pada tahun 1874, adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoetik. 2 Leukemia mieloid kronik (CML) adalah suatu penyakit klonal sel induk pluripoten dan digolongkan sebagai salah satu penyakit mieloproliferatif. 3 Leukemia yang dipengaruhi oleh sel mieloid seperti neutrofil, basofil, dan eosinofil, maka disebut leukemia mielositik. 3

2.2

Klasifikasi Leukemia mieloid kronik mencakup enam tipe antara lain : 3 Leukemia mieloid kronik, Ph positif (CML, Ph+) Leukemia mieloid kronik, Ph negatif (CML, Ph-) Leukemia mieloid kronik juvenil Leukemia netrofilik kronik Leukemia eosinofilik Leukemia mielomonositik kronik (CMML) Tipe yang paling umum adalah leukemia mieloid kronik yang disertai dengan kromosom philadelphia (Ph).

2.3

Epidemiologi Penyakit ini mencakup sekitar 15% leukemia dan dapat terjadi pada semua usia. Diagnosis CML kadang sulit ditegakkan dan dibantu oleh adanya kromosom Ph yanh khas. Peningkatan masa sel mieloid tubuh total dalam jumlah besar bertanggung jawab terhadap sebagian besar gambaran klinis penyakit ini. Pada sedikitnya 70% pasien, terjadi suatu metamorfosis terminal menjadi leukemia yang sering didahului oleh suatu fase ekselerasi.3

Penyakit ini terjadi pada kedua jenis kelamin rasio laki-laki : perempuan (1,4 : 1) paling sering terjadi antara usia 40 dan 60 tahun, walaupun demikian penyakit ini dapat terjadi pada anak, neonatus, dan orang yang sangat tua. 3 Pada tahun 2000, terdapat sekitar 256,000 anak dan dewasa di seluruh dunia menderita penyakit sejenis leukemia, dan 209,000 orang diantaranya meninggal karena penyakit tersebut, Hampir 90% dari semua penderita yang terdiagnosa adalah dewasa. 2

2.4

Patofisiologi Meskipun CML berasal dari sel induk mieloid multipoten, presel granulosit menentukan jalur dominan sel. Tidak ada hambatan dalam maturasi sel induk leukemia sebagai mana dibuktikan dengan sejumlah besar sel matur dalam darah perifer. Kinetik sel dan tehnik biakan in vitro menunjukkan bahwa ada 10 sampai 20 kali lipat peningkatan masa prasel granulosit dalam sumsum tulang dan limpa, tetapi keadaannya tidak membelah lebih cepat daripada sel induk normal. Dasar peningkatan masa sel induk mieloid dalam CML tampaknya karena kegagalan sel induk untuk menanggapi isyarat fisiologis yang mengatur proliferasinya. 4,5,6

2.5

Etiologi Terdapatnya kromosom Philadelphia (Ph) / kromosom 22q yang terbentuk dari translokasi resiprokal antara lengan panjang kromosom 9 ke kromosom 22 dan sebaliknya. Pada kromosom 22 yang rusak tadi terdapat penggabungan gen, yaitu: gen ABL (abelson) dari kromosom 9 & gen BCR (Break Cluster Region) pada kromosom 22. Gabungan gen ini dikenal dengan nama BCR-ABL (gen hybrid BCRABL) yang akan mensintesis protein 210kD. Pada kromosom 9 terbentuk gen resiprokal ABLBCR.Penyebab leukemia belum diketahui secara pasti, namun diketahui beberapa faktor yang dapat mempengaruhi frekuensi leukemia, seperti: 6 Radiasi Faktor leukemogenik Terdapat beberapa zat kimia yang telah diidentifikasi dapat mempengaruhifrekuensi leukemia: Racun lingkungan seperti benzena

Bahan kimia industri seperti insektisida Obat untuk kemoterapi Herediter Penderita sindrom Down memiliki insidensi leukemia akut 20 kali lebih besar dari orang normal. Virus Virus dapat menyebabkan leukemia seperti retrovirus dan virus leukemia feline. Radiasi dapat meningkatkan frekuensi LMA dan LMA. Tidak ada laporan mengenai hubungan antara radiasi dengan LLK. Beberapa laporan yang mendukung: Para pegawai radiologi lebih sering menderita leukemia Penderita dengan radioterapi lebih sering menderita leukemia Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian bom atom Hiroshima dan Nagasaki, Jepang Faktor leukemogenik Terdapat beberapa zat kimia yang telah diidentifikasi dapat memengaruhi frekuensi leukemia: Racun lingkungan seperti benzena Bahan kimia industri seperti insektisida Obat untuk kemoterapi

2.6

Gambaran Klinis Gejala-gejala yang berhubungan dengan hipermetabolisme, misalnya : 3 penurunan berat badan, kelelahan, anoreksia, atau keringat malam. Splenomegali hampir selalu ada dan sering kali bersifat masif. Pada beberapa pasien, pembesaran limpa disertai denga rasa tidak nyaman, nyeri atau gangguan pencernaan. 3 Gambaran anemia meliputi pucat, dipsnea, dan takikardia. 3 Memar, epistaksis, menorhagia, atau perdarahan dari tempat-tempat lain akibat fungsional trombosit yang abnormal. 3

Gout atau gangguan ginjal yang disebabkan oleh hiperurikemia ukibat pemecahan purin yang berlebihan dapat menimbulkan masalah. 3

Gejala yang jarang dijumpai meliputi gangguan penglihatan dan priapismus3

Hingga 50% kasus, diagnosis ditegakkan secara tidak sengaja dari pemeriksaan hitung darah rutin. 3

2.7

Pemeriksaan Penunjang Darah tepi3,6 Leukositosis berat 20.000-50.000 biasanya lebih dari 100.000/mm3 apusan darah tepi eritrosis normokrom normositik, sering ditemukan polikromasi eritroblas asidofil atau polikromatofil. Tampak seluruh tingkatan diferensiasi dan maturasi seri granulosit, presentasi sel mielosit dan metamielosit meningkat, sel blast < 5 %. anemia ringan (awal) menjadi progresif pada fase lanjut. trombosit dapat meningkat atau normal tergantung stadium penyakit, meningkat pada fase awal nilai alkali fosfatase netrofil selalu rendah. LDH meningkat. Sumsum tulang3,6 Hiperselular dengan sistem granulosit dominan,gambaran mirip dengan darah tepi, rasio mieloid : eritroid meningkat, megakaryosit pada fase kronis normal atau meningkat, stroma sumsum tulang mengalami fibrosis. Sel blas <30 %, spektrum lengkap seri mieloid dengan nterofil dan mielosit meningkat. Karyotipe/ sitogenetik kromosom philadelphia (Ph) pada 95 % kasus, kelainan pada kromosom 8,9,19,213,6 PCR mendeteksi chimeric protein bcr-abl pada 99 % kasus vitamin b12 serum dan daya ikatnya meningkat. kadar asam urat serum meningkat

2.8

Gambaran Laboratorium3 Leukositosis biasanya berjumlah > 50 x 109 / l dan kadang-kadang > 500 x 109 / l. Spektrum lengkap sel-sel mieloid ditemukan dalam darah tepi. Jumlah neutrofil dan mielosit melebihi jumlah sel blas dan promielosid. Meningkatnya jumlah basofil dalam darah Biasanya ditemukan anemia normositik normokrom. Jumlah trombosit mungkin meningkat (paling sering), normal atau menurun. Skor fosfatase alkali neutrofil selalu rendah Sumsum tulang hiperseluler dengan predominasi granulopesis Meningkat pada Infeksi Kehamilan Polisitemia (rubra) vera Mielofibrosis Reaksi leukemoid Menurun pada Leukemia mieloid kronik

Vitamin B12 serum dan daya ikat vitamin B12 meningkat. kadar asam urat dalam serum biasanya meningkat

2.9

Pengobatan3,6 Tujuan terapi untuk mencapai remisi lengkap 1. Remisi hematologi Hydroxyurea efek myelosupresivenya masih berlangsung sampai 1 minggu setelah pengobatan dihentikan tidak menyebabkan anemia aplastic & fibrosis paru. Dosis : 30 mg/KgBB/hari dosis tunggal / bisa dibagi 2-3 dosis.

Interaksi obat : menyebabkan neurotoksisitas jika diberikan bersama 5-FU.

Selama penggunaan, terus pantau Hb, WBC, trombosit, Fungsi ginjal, fungsi hati

2. Remisi sitogenetik Imatinib mesylate (gleevec = glyvec) Antibody monoclonal untuk menghambat aktivitas tyrosine kinase darifusi gen BCR-ABL Diberikan secara oral; diabsorbsi dengan baik di mukosa lambung Dosis : untuk fase kronis : 400 mg/hari setelah makan; bisa ditingkatkan sampai 600mg/hari, jika: tidak ada respon setelah diberikan selama 3 bulan terjadi perburukan secara hematologi yg sebelumnya pernah mencapai respon yang baik. Bentuk perburukan : Hb turun, WBC naik dengan atau tanpa perubahan jumlah trombosit Turunkan dosis jika terjadi : neutropeni berat (<500/mm3); trombositopenia berat (<50.000/mm3); terjadi peningkatan

sGOT/sGPT & bilirubin 3. Untuk fase akselerasi / fase krisis blas (400mg b.i.d) ESO : reaksi hypersensitifitas (sangat jarang) Interaksi obat : efeknya akan meningkat jika diberikan bersama ketokonazol, simfastatin & fenitoin Peran : untuk remisi hematologi; remisi sitogenetik (kromosom Ph hilang/berkurang); remisi biologis (ekspresi gen BCR-ABL & protein yg dihasilkannya menjadi berkurang)Interferon -2a/-2b dosis: 5 juta IU/m2/hari; di Indonesia 3 juta IU/m2/hari per kutan. Biasanya sampai 12 bulaN. sekarang ada pegilasi interferon, sehingga penyuntikan cukup 1x seminggu premedikasi : analgesic & antipiretik untuk menghindari flue like syndrome interaksi obat : efek toksik akan meningkat jika diberikan bersama teofilin, simetidin, vinblastin & zidovudin langsung berikan 800mg/hari

hindari penggunaannya pada usia lanjut, gangguan faal hati & ginjal yang berat, pasien epilepsy Remisi biomolekular juga dapat menggunakan imatinib mesylate

4. Pencangkokan sumsum tulang. Pencangkokan paling efektif jika dilakukan pada stadium awal dan kurang efektif jika dilakukan pada fase akselerasi atau krisis blast. Indikasi: a) usia tidak lebih dari 60 tahun b) ada donor yang cocok c) termasuk golongan risiko rendah menurut perhitungan Socal 5. Terapi penyinaran untuk limpa kadang membantu mengurangi jumlah selleukemik. 6. Splenektomi untuk: mengurangi rasa tidak nyaman di perut meningkatkan jumlah trombosit mengurangi kemungkinan dilakukannya transfusi.

2.10 Perjalanan Penyakit dan Prognosis3 CML biasanya memperlihatkan suatu respons yang sangat baik terhadap kemoterapi pada fase kronik. Ketahanan hidup rata-rata 5-6 tahun. Kematian biasanya terjadi akibat transformasi akut terminal atau perdarahan atau infeksi yang menyelingi. Dua puluh persen pasien dapat hidup hingga 10 tahun atau lebih.

2.11 Diagnosis Banding (berdasarkan neoplastik mieoloproliferasi): 6 1. CML 2. Polisitemia Vera 3. Essential thrombocythemia No. Indikator CML Trombositosis esensial 1. Epidemiology 4050th a. usia b.gender (L:P) 2. 3. Splenomegaly berkeringat malam 4. leukositosis + neutrof ilia 5. 6. 7. Trombositosis Anemia Sel perifer granulosit + + + granulo sit 8. Sel Blast <5% sumsum tulang 9. Kromosom philadelphia 2.12 Komplikasi 6 1. 2. 3. Perdarahan, perdarahan intrakranial yang paling berbahaya Gagal ginjal Gejala gout akibat infiltrasi ke tulang +granulo sit + + megakariosit + megakariosit ++ + megakariosit + ringan + megakariosit bervariasi + basofilia + + + + + 40-50th >50th 39%:61% Polisitemia Vera 40-60 thn 2:1

10

4.

Infeksi oleh virus atau bakteri merupakan komplikasi yang sering dijumpai, ada 3 macam perubahan gambaran hematologis yang mungkin terjadiapabila terjadi infeksi: - Mieloblas bertambah secara cepat - Terjadi proliferase monosit - Terjadi leukopeni

11

BAB III KESIMPULAN

Leukemia mieloid kronik (CML) adalah suatu penyakit klonal sel induk pluripoten dan digolongkan sebagai salah satu penyakit mieloproliferatif. Leukemia ini dipengaruhi oleh sel mieloid seperti neutrofil, basofil, dan eosinofil. Tipe yang paling umum adalah leukemia mieloid kronik yang disertai dengan kromosom philadelphia (Ph). Gejala-gejala yang klinis antara lain seperti hipermetabolisme,

splenomegali, anemia, memar, epistaksis, menorhagia, atau perdarahan dari tempat-tempat lain akibat fungsional trombosit yang abnormal, gout atau gangguan ginjal. Pemeriksaan penunjang antara lain pemeriksaan morfolofi, Immunofenotipe, Sitogenetika, molekuler. CML biasanya memperlihatkan suatu respons yang sangat baik terhadap kemoterapi pada fase kronik. Ketahanan hidup rata-rata 5-6 tahun. Kematian biasanya terjadi akibat transformasi akut terminal atau perdarahan atau infeksi yang menyelingi. Dua puluh persen pasien dapat hidup hingga 10 tahun atau lebih.

12

DAFTAR PUSTAKA 1. Hakiki H. Manifestasi klinis dan gambaran laboratorik leukemia mieloid ronik di rsup dr. Kariadi. 2007. Fakultas Kedokteran Diponegoro Semarang. 2. Simon, Sumanto, dr. Sp.PK Neoplasma Sistem Hematopoietik: Leukemia. 2003. Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya Jakarta. 3. 4. Haffbrand AV. Hematologi. Jakarta : EGC. 2006. Hal; 167-176 Price SA. Konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta : EGC. 2006. Hal; 277-279. 5. Robin dan Kumar. Buku ajar Patologi Klinik. Jakarta : EGC. 2007. Hal ; 103. 6. Pramuji P. Leukemia mielositik kronis. Diakses tanggal 15 desember 2011. URL :
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20969/.../Chapter%20II.

pdfisjd. pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/4308124134.pdf

13

You might also like