You are on page 1of 88

BAHAN AJAR STRUKTUR ALJABAR

BAB I
OPERASI PADA HIMPUNAN
Kompetensi Umum :
Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa diharapkan dapat memahami dengan baik
operasi pada himpunan dan operasi pada himpunan dan dapat memecahkan suatu masalah
tentang himpunan.
Kompetensi Khusus :
Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa secara rinci diharapkan dapat :
a. Menentukan irisan dan gabungan dari dua atau lebih himpunan.
b. Menentukan komplemen dari suatu himpunan
c. Memeriksa apakah suatu relasi merupakan suatu relasi biner
d. Memeriksa apakah suatu pemetaan bersifat injektif, surjektif atau bijektif
Deskripsi Singkat :
Himpunan didefinisikan sebagai kumpulan objek-objek dengan suatu sifat/ciri tertentu. Dalam
bab ini akan dibahas mengenai teori himpunan, relasi dan pemetaan yang akan mendasari pokok-
pokok bahasan bab-bab berikutnya.
1.1 Himpunan
Secara harafiah himpunan mengandung pengertian sebgai suatu kumpulan atau koleksi /
gabungan dari objek-objek. Objek-objek ini baisa disebut anggota atau unsur atau elemen dari
himpunan tersebut. Jadi himpunan dapat didefinisikan sebagai kumpulan objek-objek dengan
suatu sifat/ciri tertentu, dengan kata lain himpunan adalah kumpulan suatu objek yang
mempunyai ciri dan karakteristik yang sama. Suatu himpunan biasa dinotasikandengan
menggunakan huruf besar/kapital, misalkan A,B,C.. , X, Y, Z, sedangkan unsur-unsur atau
anggota-anggota dinotasikan dengan huruf kecil, misalkan a,b,c,k, ..
Misalkan suatu x menyatakan anggota dari himpunan A maka dinotasikan dengan x A dan
misalkan y menyatakan bukan anggota dari himpunan A maka dinotasikan y A. Sedangkan
himpunan yang tidak mempunyai anggota disebut himpunan kosong, dan dinotasikan dengan
Contoh 1.1 :
misalkan + adalah himpunan semua bilangan akhir bulat positif, ditulis Z+ = {0,1,2,3,.}, maka
2 Z+ tetapi -1 Z+
contoh 1.2 :
Misalkan 2Z+ = {0,2,4,6, . }, maka 2 Z+ tetapi 3 Z+
Definisi 1.1 :
Suatu himpunan A dikatakan merupakan himpunan bagian dari himpunan B, jika setiap anggota
dari himpunan A merupakan anggota dari himpunan B, yang dilambangkan dengan A
Definisi 1.2 :
Suatu himpunan A dikatakan merupakan himpunan bigian sejati (proper subset) dari himpunan
B, jika A dan terdapat sedikitnya satu unsur dari B yang bukan anggota dari A, yang
dilambangkan dengan A
Dengan kata lain, A artinya A tetapi B bukan merupakan himpunan bagian dari A, dilambangkan
dengan A bisa juga diartikan A jika dan hanya jika A dimana A B(A A dimana A B).
Gambar 1.1.
Himpunan Bagian dan Himpunan Bagian Sejati
Contoh 1.3:
Tunjukkan bahwa himpunan bilangn asli N merupakan himpunan bagian sejati dari himpunan
bilangan bulat Z, himpunan bilangan bulat Z merupakan himpunan bagian sejati dari himpunan
bilangan rasional Q dan himpunan bilangan rasional Q merupakan bagian sejati dari himpunan
bilangan real R.
Penyelesaian :
N = (himpunan bilangan asli) = {1,2,3 .}
Z = (himpunan bilangan bulat) = {, -2,-1,0,1,2, }
Q = {himpunan bilangan rasional} = { ,2,-1,5,-1,-0,5,0,0,5,1,}
R = {himpunan bilangan real} = { ,-2,-1,5,-1,-1/2,-1/4,0,0,25, , }
Disini akan ditunjukkan bahwa N, Z, Z Q, dan Q R, sehingga N Z Q R.
Gambar 1.2,
Himpunan Bagian Sejati dari Sistem Bilangan Real
Definisi 1.3 :
A gabungan B ditulis dengan A B adalah himpunan yang semua anggotanya merupakan anggota
A atau anggota B, disimbolkan dengan A B ={x A dan x B}.
Definisi 14 :
A irisan B, ditulis dengan A B adalah himpunan yang semua anggotanya merupakan anggota A,
sekaligus anggota B, disimbolkan dengan A B = {x A dan x B}.
Definisi 15 :
Komplemen dari suatu himpunan A adalah himpunan anggota-anggota x dengan x A, yang
dinyatakan dengan Ac.
A B A B AC
gambar 1.3
Diagram Venn Suatu gabungan, irisan dan komplemen
Contoh 14 :
Himpunan A = {a,b,c,d,e,f} dari himpunan B = {d,e,f,g}, maka
A B = {d,e,f} dan A B = {a,b,c,d,e,f,g}.
Dari definisi-defini yang ada diperoleh sifat-sifat dari himpunan, sebagai berikut:
Teorema 1.1 :
Untuk sebarang dua himpunan A dan B diperoleh :
A A B = A
A A B = B
Bukti :
Harus dibuktikan A \ A B = A dan A B = A dan A B A\= A
a. A A B = A.\
Misalkan x A dan x B, maka x A B
A B dan A B B, maka A= A B
b. A\A B = A B
misalkan x A dan x B
x A B = A maka A B B sehingga A B.
Dari persamaan a dan b, terbukti bahwa A A B.\B = B
(ii) Harus dibuktikan A A\B B = B dan A A\B = B B
a. A A\B B = B
Misalkan x A, atau B, maka x keduanya.
x A A B, x A atau x B maka B = A B
b. A A\B B
Misalkan x A atau B, sehingga A B
Dari persamaan a dan b, terbukti bahwa A A\B B = B
Teorema 1.2 :
Untuk sebarang tiga himpunan A,B dan C diperoleh :
A (B C) = (A B) (A C)
Bukti :
Yang perlu dibuktikan dari A (B C) = (A B) (A C) adalah :
a. A (B C) = (A B) (A C)
Misalkan x A dan x B, x C.
x A (B C)
x A dan x (B C)
x A dan {x B atau x C)
(x A dan x B) atau (x A dan x C)
x (A B) atau x (A C)
x (A B) (A C)
sehingga A (B C) (A B) (A C)
b. (A B) (A C) A (B C)
Misalkan x A dan x B, x C
x (A B) (A C)
x (A B) atau x (A C)
( x A dan x B)atau (x A dan x C)
x A dan (x B atau x C)
x A dan x (B C)
x A (B C)
sehingga (A B) (A C) A (B C)
dari persamaan a dan b, terbukti bahwa (A B) (A C) A (B C)
Definisi 1.6:
Selisih himpunan A dan B adalah A-B = {x l x A dan x Bc}
A B
Gambar 1.4.
Diagram Venn suatu selisih dari dua himpunan
Jika himpunan A mempunyai n unsur maka ditulis lAl = n. Jika dua himpunan A dan B masing-
masing mempunyai n dan m unsur, mkaa ditulis lAl = n dan lBl = m.
Teorema 1.3 :
Untuk dua himpunan A dan B yang mempunyai masing-masing n dan m unsur, maka lA Bl = lAl
+ lBl lA Bl = n + m lA Bl
Bukti :
A B B
Gambar 1.5.
Diagram Venn gabungan himpunan-himpunan yang saling lepas
Dari gambar 1.5 diilustrasikan A B dapat dinyatakan sebagai gabungan dari himpunan-himpunan
yang lepas A dan B A, dan B dapat dinyatakan sebagai gabungan himpunan-himpunan yang
lepas A B dan B A, sehingga di peroleh:
lBl = lB Al + lA Bl, maka lB-Al = lBl lA Bl
lA Bl = lAl + lB Al
= lAl + lBl lA Bl
= n + m lA Bl
Definisi 1.7
Himpunan kuasa (power set) dari A adalah himpunan yang terdiri dari himpunan bagian dari A.
Banyaknya anggota himpunan kuasa dari himpunan yang mempunyai n anggota (n bilangan
bulat) adalah 2
Contoh 1.7 :
Himpunan kuasa ( power set) dari A= {a,b,c} adalah 23 = 8 yaitu { ,
{a},{b},{c},{a,b},{a,c},{b,c},{a,b,c}}.
Jika suatu himpunan semua anggotanya adalah himpunan disebut keluarga (family) atau koleksi
himpunan dinotasikan dengan huruf cantik.
Contoh 1.8 :
Misalkan Rt = {1,2}, R2, = {1,4}, R3 = {1,2,3} maka keluarga (koleksi) dari himpunan tersebut
adalah R = {R1,R2,R3}
Suatu himpunan semesta bisa dinotasikan dengan S, yiatu himpunan yang anggotanya adalah
anggota dari semua himpunan yang dibicarakan.
Definisi 18 :
Misalkan R suatu keluarga (koleksi), himpunan tak kosong, maka :
= Gabungan himpunan-himpunan di R adalah himpunan yang didefinisikan dengan :
= untuk suatu
Himpunan ini memuat semua anggota (di S) yang menjadi anggota dari sebarang satu himpunan
di .
= Irisan himpunan-himpunan di adalah himpunan yang menjadi anggota dari sebarang satu
himpunan di .
untuk suatu
Himpunan ini memuat semua anggota (di S) yang menjadi anggota dari sebarang satu himpunan
di .
Contoh 1.9 :
Misalkan = {R1,R2,R3} adalah keluarga ( koleksi ) dari himpunan seperti pada contoh 8, maka :
a. = {1,2,3,4}
b. = {1}
1.2 Relasi
Definisi 1.9 :
Misalkan A dan B merupakan dua himpunan tak kosong, maka suatu relasi T biner dari A ke B
adalah suatu himpunan bagian dari AxB, jika A=B, maka T disebut Relasi biner pada A.
Contoh 1.10 :
Relasi < pada himpunan A = {a,b,c} adalah himpunan {(a,b), (a,c), (b,c)} dan relasi pada A
adalah {(a,a), (a,b), (a,c), (b,b), (b,c), (c,c)}
Bila T suatu relasi pada A maka (a,b) T, ditulis dengan aTb.
Definisi 1.10 :
Misalkan T suatu relasi pada A maka T disebut :
a. Refleksi jika aTa berlaku
b. Simetris jika aTb maka bTa berlaku
c. Transitif jika aTb dan bTc, maka aTc berlaku
d. Trikotomi jika tepat salah satu berlaku :
aTb atau a = b atau bTa
dari definisi didapatkan :
+ T disebut relasi ekuivalen pada A, jika T repleksif, simetris, dan transitif.
+ T disebut relasi berurut parsial pada A jika T refleksif, anti simetris, dan transitif.
+ T disebut relasi terurut total jika T transitif dan trikotomi.
Contoh 1.11 :
Kesamaan merupakan suatu relasi ekuivalen pada sebarang himpunan.
Contoh 1.22 :
Kesebangunan adalah suatu relasi ekivalen pada himpunan semua segitiga.
Contoh 1.13 :
< adalah suatu relasi terurut total pada himpunan semua bilangan rel (rasional, bulat, asli).
1.3 Pemetaan
Definisi 1.11 :
Misalkan A,B himpunan tak kosong, fungsi atau pemetaan dari A ke B adalah suatu himpunan
bagian f dari A x B demikian sehingga untuk setiap a A terdapat satu b B dengan (a,b) f.
Himpunan A disebut daerah asal (domain) dari f dan himpunan B disebut daerah kawan
(kodomain).
Dengan kata lain, misalkan A, B suatu himpunan tak kosong. Suatu pengaitan f dari A ke B
disebut pemetaan atau fungsi jika :
1. Untuk setiap a A terdapat b B sehingga f(a) = b
2. Untuk sebarang a1,a2 A dengan a1, = a2 maka f(a1) = f(a2).
Gambar 1.6
Pemetaan dari AxB
Pada gambar 1.6 ditujukan bahwa setiap anggota A dipetakan tepat pada suatu anggota B,
didefinisikan A x B = {(a,b) l a A dan b B}. Dalam koordinat kartesius pemetaan A x B = B x A.
Contoh 1.15 :
Jika A,B R didefinisikan A = {x l 1 x 4} = {1, 2, 3, 4} dan B = { x l 2 x 3} = {2,3}.
Tunjukan bahwa A x B B x A !
Penyelesaian :
Relasi terhadap A x B = {(1,2), (1,3), (2,2), (2,3), (3,2), (3,3), (4,2), (4,3)}
Relasi terhadap B x A = {(2,1, (2,2), (2,3), (2,4), (3,1), (3,2), (3,3), (3,4)}
Dari gambar 1.7 terlihat grafik kartesius A x B B x A.
Y
4
3
2
1
1 2 3 4 X
A X B
B x A
Gambar 1.7
Grafik Kartesius AxB dan BxA.
Definisi 1.12 :
Misalkan A, B himpunan tak kosong.
1. suatu pemetaan f dari A ke B disebut pemetaan 1 1 (injektif) jika untuk sebarang a1, a2, A
dengan f(a1) = f(a2) maka a1 = a2.
2. suatu pemetaan f dari A ke B disebut pemetaan onto / pada (surjektif) jika untuk setiap b B
terdapat a A sehingga f(a) = b.
3. suatu pemetaan f dari A ke B disebut pemetaan bijektif (korespondensi 1 -1) jika f pemetaan
1- 1 (injektif) dan onto/pada (surjektif).
A B A B A B
Ijektif Surjektif bijektif
Gambar 1.8
Pemetaan injektif, surjektif, dan bijektif
Definisi 1.13:
B, suatu fungsi f dikatakan sama dengan g ditulis f = g jika f(a),^Misalkan f, g : A .
C fungsi, maka g o f : A^ B, g : B ^Jika A, B, dan C himpunan dan f : A C adalah fungsi yang
didefinisikan dengan (g o f) (a) = g(f(a)) untuk^ setiap . fungsi g o f ini disebut komposisi dari f
dan g.
Teorema 1.4 :
D fungsi, maka h o (g o f) = (h o g) o f^ C dan h : C ^ B, g : B ^Komposisi fungsi adalah
assosiatif yaitu jika f : A
Bukti :
Misalkan , maka
h o (g o f) (a) = (h o g) o f (a)
h((g o f) (a)) = (h o g) (f(a))]
h(g(f(a))) = h(g(f(a)))
Definisi 1.14 :
A disebut :^ B suatu fungsi. Fungsi g : B ^Misalkan f : A
1. Balikan kiri dari f jika g o f = iA
2. balikan kanan dari f jika f o g = iB
3. balikan dari f jika g balikan kiri sekaligus balikan kanan dari f, yaitu g o f = iA dan f o g = iB.
Bila A = B maka dapat disingkat g o f = iA = f o g.
Contoh 1.16 :
3Z dengan f(x) = 3x.^Misalkan f : Z 3Z dengan g(x) =^dan g : Z , . Tunjukan bahwa g balikan
kiri dan juga balikan kanan dari f :
Penyelesaian :
(g o f) (x) = g(f(x)) = g(3x) = x = iz, menunjukan bahwa g adalah balikan kiri dari f.
(f o g) (x) = f(g(x)) = f = x = i3Z menunjukkan bahwa g adalah balikan kanan dari f.
Dikarenakan g o f = iZ dan f o g = i3Z maka g saling berbalikan dengan f.
Definisi 1.15 :
Misalkan A dan B suatu himpunan tak kosong, himpunan A dan B dikatakan B fungsi
korespondensi 1-1.^ekuivalen jika dan hanya terdapat f : A
Contoh 1.17 :
Himpunan Z dan 3Z adalah ekuivalen, karean terdapat pengaitan f(n) = 3n untuk n yang
mendefinisikan fungsi korespondensi 1 1.
Definisi 1.16:
Misalkan A suatu himpunan tak kosong. Himpunan A dikatakan hingga (finite). Jika terdapat n
bilangan bulat positif demikian sehingga A dan {1, 2, 3, , n} adalah ekuivalen. Sedangkan
himpunan A dikatakan tak hingga (infinite) jika A dan {1, 2, 3, , n} tidak ekuivalen untuk
setiap n bilangan bulat positif.
Contoh 1.18 :
Misalkan H adalah himpunan semua bilangan bulat positif yang kuran dari 30, maka G adalah
suatu himpunan hingga.
1.4 Rangkuman
1. Himpunan adalah kumpulan suatu objek yang mempunyai cirri dan karakteristik yang sama,
himpunan dinyatakan dengan huruf besar dan anggota / unsurnya dengan huruf kecil.
2. Gabungan adalah himpunan yang semua anggotanya merupakan anggota A atau anggota B,
disimbolkan dengan A B= {x A atau x B}. irisan adalah himpunan yang semua anggotanya
merupakan anggota B, disimbolkan dengan A B= { x A dan x B}. Komplemen dari suatu
himpunan A adalah himpunan anggota-anggota x dengan x A, yang dinyatakan Ac
3. T disebut relasi ekuivalen pada A, jika T refleksif, simetris, dan transitif. T disebut relasi
terurut parsial pada A jika T refleksif, anti simetris, dan transitif. T disebut relasi terurut total jika
T transitif dan trikotomi.
4. Dua pemetaan (fungsi) dikatakan sama jika domain dan kodomain dari keduanya sama, dan
nilai fungsi dimana-mana sama.
5. Misalkan A dan B adalah himpunan tak kosong. Pemetaan f dari A ke B disebut pemetaan 1
1 (injektif) jika untuk sebarang a1, a2 A dengan f(a1)=f(a2) maka a1 = a2. Pemetaan f dari A ke
B disebut pemetaan onto / pada (surjektif) jika untuk setiap b B terdapat a A sehingga f(a)=b.
Pemetaan f dari A ke B disebut pemetaan bijektif (korespondensi 1 1) jika f pemetaan 1 1
(injektif) dan onto/pada (surjektif).
1.5 Soal-soal latihan
1. Misalkan A, B dan C himpunan tak kosong. Buktikan :
a. A (B C) = (A B) (A C)
b. = + + - +
c. A (B C)=(A-B) (A-C)
2. Seratus mahasiswa diberikan kuisioner tentang mata kuliah yang digemarinya. Tujuh puluh
orang suka mata kuliah kalkulus, lima puluh orang suka mata kuliah aljabar dan empat puluh
lima orang suka mata kuliah Differensial. Juga 36 orang mengatakan suka mata kuliah Kalkulus
dan Aljabar, 22 orang suka mata kuliah Kalkulus dan Differensial, dan 3 orang suka ketiga mata
kuliah tersebut. Berapa banyak mahasiswa yang tidak suka ketiga mata kuliah tersebut dan
gambarkan grafiknya !
3. Himpunan semesta S={x / x bilangan bulat ; -5 x 20}, diketahui A={-5,-3,-1,1,3,5,7}, B={-
2,0,2,4,6} dan C={5,7,19,20}
a. Tentukan (A B) (A C), lalu bandingkan dengan A (B C)
b. Tentukan (A B)c dan (B C) c, lalu bandingkan dengan Ac Bc dan Bc Cc
4. Tentukan relasi < dan pada himpunan A={1,2,3,4}.
5. Tunjukkan bahwa :
a. Kesamaan merupakan suatu relasi ekuivalen pada sebarang himpunan.
b. Kesebangunan adalah suatu relasi ekuivalen pada himpunan semua segitiga.
c. < adalah suatu relasi terurut total pada himpunan semua bilangan real (rasional, bulat, asli)
d. adalah suatu relasi terurut parsial pada himpunan semua bilangan real (rasional, bulat, asli)
6. Misalkan A dan B dua himpunan masing-masing mempunyai n unsure. Tunjukkan bahwa
banyaknya bijektif dari A B adalah n !
7. Jika f : A B, g : B C, h : C D, pemetaan sedemikian hingga gof=hof dan f surjektif. Buktikan
bahwa g=h
BAB 2
OPERASI BINER PADA HIMPUNAN
BILANGAN BULAT
Kompetensi Umum:
Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengidentifikasi suatu himpunan
terhadap suatu operasi biner.
Kompetensi khusus:
Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa secara rinci diharapkan dapat:
a. Menentukan operasi biner jika diberikan suatu operasi pada himpunan tertentu
b. Mengidentifikasi sifat-sifat dari operasi biner apakah tertutup, komutatif, assosiatif memiliki
identitas dan adanya invers untuk setiap elemen himpunan itu.
c. Menerapkannya dalam operasi penjumlahan
d. Menerapkannya dalam operasi perkalian
e. Menentukan bilangan bulat modulo n
Deskripsi singkat:
Misalkan s adalah suatu himpunan sebarang yang tak kosong, maka pemetaan s X s ke s disebut
operasi biner. Dalam bab ini akan diperkenalkan konsep tentang operasi biner dan sifat-sifatnya
dengan menggunakan pendekatan pemetaan.
2.1 Sifat-sifat Operasi Biner
Sebelum membicarakan sifat-sifat operasi biner pada himpunan bilangan bulat, terlebih dahulu
akan diuraikan secara singkat mengenai himpunan bilangan bulat. Sudah diterangkan
sebelumnya bahwa himpunan semua bilangan bulat {,-3,-2,-1,0,1,2,3,} disimbolkan dengan
Z. Untuk himpunan bagian dari Z yaitu {,-3,-2,-1} dan {0,1,2,3,} berturut-turut merupakan
himpunan semua bilangan bulat negative dan himpunan semua Z- dan Z+. secara singkat dapat
ditulis sebagai berikut:
Z = {,-3,-2,-1,0,1,2,3,}
Z- = {,-3,-2,-1}
Z+.= {0,1,2,3,}
Pada himpunan bilangan bulat Z dikenal dua operasi baku penjumlahan/aditif (+) dan perkalian/
multikatif (.).
Sebagaimana telah diketahui setiap pasang bilangan bulat dapat ditambahkan (dijumlahkan)
maupun dikalikan, begitu pula setiap pasang bilangan rasional atau bilanagan real. Ide
penambahan atau perkalian akan didefinisikan secara lebih umum sebagai operasi biner salam
suatu himpunan, secara singkat akan dijelaskan dalam definisi berikut:
Definisi 2.1:
Misalkan S adalah suatu himpunan sebarang yang tak kosong, maka pemetaan S x S S disebut
operasi biner.
Misalkan f suatu operasi biner dalam S, yaitu suatu pemetaan dari S x S ke S, dan misalkan (a,b)
S x S dengan f(a,b) c, maka ditulis a * b = c (dibaca a operasi biner b sama dengan c). Jadi sesuai
dengan konsep pemetaan, sesungguhnya pasangan terurut (a,b) S x S dengan c, yang dinotasikan
dengan (a,b) c.
Definisi 2.2:
Sifat operasi biner (*) pada suatu himpunan bilangan bulat Z disimbolkan dengan (Z,*).
1. Tertutup
Misalkan a dan b adalah suatu anggota himpunan tak kosong, maka a dan b tertutup terhadap
bilangan bulat Z bila a * b Z
2. Komutatif
Misalkan a,b Z maka a * b = b * a
3. Assosiatif
Misalkan a,b,c Z maka (a * b) * c = a * (b * c)
4. Adanya unsur satuan atau identitas
Misalkan a Z maka a * e = e * a = a
5. Adanya unsure balikan atau invers
Misalkan a Z maka a * a-1 = a-1 * a = e
Contoh 2.1:
Misalkan suatu himpunan yang tak kosong S={a,b,c,d}, didefinisikan x * y = y untuk setiap x,y
S adalah suatu operasi biner dalam S. Tunjukkan operasi biner dari himpunan tersebut.
Penyelesaian:
Disini akan ditunjukkan daftar operasi biner dalam bentuk table (yang dinamakan daftar Cayley),
biasa dipakai untuk mendefinisikan suatu operasi biner dalam himpunan yang banyak anggota /
unsurnya terhingga.
Table 2.1
Daftar Cayley (Operasi Biner)
S ={a,b,c,d}yang didefinisikan x * y = y x,y S
y
* A b c d
x a A b c d
b A b c d
c A b c d
d A b c d
Cara membaca daftar Cayley seperti pada table 2.1 adalah sebagai berikut:
1. Unsur yang mau dioperasikan dari sebelah kiri kit abaca kolom paling kiri, misalkan ambil
unsure x
2. Kemudian unsure x mau dioperasikan dengan unsure y dari sebelah kanan.
3. Unsur yang terakhir ini dibaca pada baris yang paling atas, sehingga unsure x * y adalah unsur
yang sekelompok dengan y sebaris dengan x.
Dengan demikian dalam daftar Cayley yang terdapat dalam table 2.1. dapat kita baca :
a * a = a
a * b = b
a * c = c
a * d = d b * a = a
b * b = b
b * c = c
b * d = d c * a = a
c * b = b
c * c = c
c * d = d d * a = a
d * b = b
d * c = c
d * d = d
Contoh 2.2 :
Misalkan suatu himpunan yang tak kosong Z+ adalah himpunan bilangan bulat positif,
didefinisikan x * y = bila x y dan x * x = x untuk setiap x,y Z+. Tunjukan apakah operasi
binernya tertutup, komutatif dan assosiatif.
Penyelesaian :
a. Tertutup
Misalkan x = 2 dan y = 3
x * y = 2 * 3 = 1
x * x = 2 * 2 = 2
x * y dan x * x tertutup terhadap Z+, sehingga x,y Z+
b. Komutatif
x, y Z+, misalkan x = 2 dan y = 3
x * y = 2 * 3 = =1
y * x = 3 * 2 = = 1
x * y = y * x komutatif
c. Assosiatif
x, y,z Z+, misalkan x = 2 dan y = 3, z = 4
(x * y) * z = (2 * 3)* 4 = * 4 = = 3
x * (y * z) = 2 * (3 * 4) = 2 * = = 1
(x * y) * z x * (y * z) tidak assosiatif
Dari definisi sebelumnya mengenai operasi biner, bila operasi biner mempunyai satu atau lebih
operasi biner yang merupakan dasar-dasar Struktur Aljabar, didefinisikan :
Definisi 2.3 :
Struktur Aljabar adalah ilmu yang mempelajari suatu himpunan dengan satu atau lebih operasi
biner pada sistem aljabar tersebut.
Misalkan S suatu himpunan yang dilengkapi dengan sekelompok Operasi biner * dan o, maka S
menjadi satu struktur aljabar dengan dua operasi biner yang dinotasikan (S,*,o) atau (S,o,*)
Contoh 2.3 :
Himpunan semua bilangan bulat Z terhadap operasi penjumlahan dan perkalian merupakan suatu
struktur aljabar, yang dinotasikan (Z, +, . )
Definisi 2.4 :
Grupoid adalah suatu struktur aljabar yang mempelajari hanya satu operasi biner (terhadap
penjumlahan atau perkalian)
Contoh 2.4 :
Misalkan S adalah suatu himpunan tak kosong, didefinisikan x . y = y untuk setiap x,y S, maka
(S, . ) adalah merupakan grupoid.
Contoh 2.5 :
Misalkan S adalah suatu himpunan tak kosong, didefinisikan x + y = y untuk setiap x,y S, maka
(S, + ) adalah merupakan grupoid.
Pada sub bab selanjutnya akan dijelaskan secara lebih mendalam mengenai struktur aljabar yang
berupa grupoid terhadap penjumlahan dan perkalian.
2.2 Operasi Biner Terhadap Penjumlahan
Pada sub pokok bahasan ini, akan dijelaskan definisi dan contoh dari opersi biner terhadap
penjumlahan yang merupakan grupoid, dismbolkan dengan (Z, ) atau (Z,+). Misalkan Z6 =
{0,1,2,3,4,5} ini menyatakan bahwa bilangan bulat Z tertutup terhadap {0,1,2,3,4,5}dan (Z6, )
atau (Z6, +) menyatakan bahwa penjumlahan bilangan bulat Z tertutup terhadap Z6 =
{0,1,2,3,4,5}
Definisi 2.5 :
Sifat operasi biner pada himpunan bilangan bulat Z terhadap penjumlah (Z, ) atau (Z,+) adalah :
1. Tertutup
Misalkan a dan b adalah suatu anggota himpunan tak kosong, maka penjumlahan a dan b tertutup
terhadap bilangan bulat Z bila a + b Z
2. Komutatif
Misalkan a,b Z maka a + b = b + a
3. Assosiatif
Misalkan a,b,c Z maka (a + b) + c = a + (b + c)
4. Adanya unsur satuan atau identitas
Misalkan a Z untuk penjumlahan unsur satuan atau identitas e = 0 sehingga a + e = a + 0 = a dan
e + a = 0 + a = a
5. Adanya unsur balikan atau invers
Misalkan a Z untuk penjumlahan unsur balikan atau invers dari a adalah (-a), sehingga a + (-a) =
a a = 0 = e dan (-a) + a = -a + a = 0 = e
Contoh 2.6 :
Buatlah table operasi biner Z5 = {0, 1, 2, 3, 4} terhadap penjumlahan (Z5, +} dan tunjukkan
sifat-sifat dari operasi binernya.
Penyelesaian:
Terlebih dahulu kita definisikan operasinya:
0 + 3 = 3 0 + 4 = 4
1 + 3 = 4 1 + 4 = 0
2 + 3 = 0 2 + 4 = 1
3 + 3 = 1 3 + 4 = 2
4 + 3 = 2 4 + 4 = 3
setelah itu kita buat table operasi biner dari (Z5,+)
Tabel 2.2
Operasi biner (Z5,+)
+ 0 1 2 3 4
0 0 1 2 3 4
1 1 2 3 4 0
2 2 3 4 0 1
3 3 4 0 1 2
4 4 0 1 2 3
untuk mengetahui sifat-sifat penjumlahan operasi binernya dapat dilihat dari table:
a. Tertutup
Ambil sebarang nilai dari Z5, misalkan 2 dan 3 Z5
2 + 3 = 0, karena hasilnya 0 Z5, maka tertutup terhadap Z5
b. Komutatif
Ambil sebarang nilai dari Z5, misalkan 2 dan 3 Z5
2 + 3 = 0
3 + 2 = 0
sehingga 2 + 3 = 3 + 2 = 0
maka Z5 komutatif
c. Assosiatif
Ambil sebarang nilai dari Z5, misalkan 2,3 dan 4 Z5
(2 + 3 ) + 4 = 0 + 4 = 4
2 + (3 + 4) = 2 + 2 = 4
sehingga (2 + 3 ) + 4 = 2 + (3 + 4) = 4
maka Z5 assosiatif
d. Adanya unsur satuan atau identitas
Ambil sebarang nilai dari Z5, misalkan 2 Z5
2 + e = 2 + 0 = 2
2 + e = 0 + 2 = 2
sehingga 2 + e = 2 + e = 2
maka Z5 ada unsur satuan atau identitas
e. Adanya unsure balikan atau invers
Ambil sebarang nilai dari Z5, misalkan 2 Z5
2 + (-2) = 2 2 = 0 = e
(-2) + 2 = -2 + 2 = 0 = e
sehingga 2 + (-2) = (-2) + 2 = 0 = e
maka Z5 ada unsur balikan atau invers.
2.3 Operasi Biner Terhadap Perkalian
Pada sub pokok bahasan ini, akan dijelaskan definisi dan contoh dari opersi biner terhadap
perkalian yang merupakan grupoid, dismbolkan dengan (Z, ) atau (Z,.). Misalkan Z6 =
{0,1,2,3,4,5} ini menyatakan bahwa bilangan bulat Z tertutup terhadap {0,1,2,3,4,5}dan (Z6, )
atau (Z6, .) menyatakan bahwa perkaliann bilangan bulat Z tertutup terhadap Z6 = {0,1,2,3,4,5}
Definisi 2.6 :
Sifat operasi biner pada himpunan bilangan bulat Z terhadap perkalian (Z, ) atau (Z,.) adalah :
1. Tertutup
Misalkan a dan b adalah suatu anggota himpunan tak kosong, maka perkalian a dan b tertutup
terhadap bilangan bulat Z bila a . b Z
2. Komutatif
Misalkan a,b Z maka a . b = b . a
3. Assosiatif
Misalkan a,b,c Z maka (a . b) . c = a . (b . c)
4. Adanya unsur satuan atau identitas
Misalkan a Z untuk perkalian unsur satuan atau identitas e = 1 sehingga a . e = a . 1 = a dan e . a
= 1+a=a
5. Adanya unsur balikan atau invers
Misalkan a Z untuk perkalian unsur balikan atau invers dari a adalah
(a-1)= , sehingga a + (a-1) = a . = 1 = e dan a-1 . a= .a = 1 = e
Contoh 2.7 :
buatlah table operasi biner A = {a1, a2, a3 ,a4 ,a5} terhadap perkalian (a, .) dan tunjukkan sifat-
sifat dari opersi binernya.
Penyelesaian :
Terlebih dahulu kita definisikan operasinya:
a1 . a2 = a3
a2 . a2 = a4
a3 . a2 = a5
a4 . a2 = a1
a5 . a2 = a2
setelah itu kita buat table operasi biner dari (A, .)
Tabel 2.3
Operasi biner (A,+)
. a1 a2 a3 a4 a5
a1 a2 a3 a4 a5 a1
a2 a3 a4 a5 a1 a2
a3 a4 a5 a1 a2 a3
a4 a5 a1 a2 a3 a4
a5 a1 a2 a3 a4 a5
Untuk mengetahui sifat-sifat perkalian operasi binernya dapat dilihat dari table:
a. Tertutup
Ambil sebarang nilai dari A,
misalkan a1 dan a2 A
a1 . a2 = a3
karena hasilnya a3 A, maka tertutup terhadap A
b. Komutatif
Ambil sebarang nilai dari A
misalkan a1 dan a2 A
a1 . a2 = a3
a2 . a1 = a3
sehingga a1 . a2 = a3 = a2 . a1 = a3
maka A komutatif
c. Assosiatif
Ambil sebarang nilai dari A
misalkan a1 , a2 dan a3 A
(a1 . a2 ) . a3 = a3 . a3 = a1
a1 . (a2 . a3 )= a1 . a5 = a1
sehingga (a1 . a2 ) . a3 = a1 . (a2 . a3 )= a1
maka A assosiatif
d. Adanya unsur satuan atau identitas
Ambil sebarang nilai dari A
misalkan a1 A
a1 . e = a . 1 = a
e + a1 = 1 . a = a
sehingga a1 . e = e + a1 = a
maka A ada unsur satuan atau identitas
e. Adanya unsur balikan atau invers
Ambil sebarang nilai dari A, misalkan a1 A
a1. a-1= a . = 1
a-1 . a1 = . a= 1
sehingga a1. a-1= a-1 . a1 = 1 = e
maka A ada unsur balikan atau invers.
Masih ada beberapa hal lagi yang dapat kita katakana mengenai grupoid terhadap
perkalian.Misalkan kita ambil grupoid dari himpunan semua bilangan bulat yaitu(Z, .).Dalam
grupoid tersebut kita tahu jika ab = ac maka b = c dimana a 0,sifat ini dinamakan hukum
pencoretan kiri bila ba = ca maka b = c dimana a 0,maka sifat ini dinamakan hukum pencoretan
kanan.
Definisi 2.7 :
Sebuah grupoid S dikatakan memenuhi hokum pencoretan kiri jika kesamaan ab =ac
mengakibatkan b = c,dimana a 0
Definisi 2.8 :
Sebuah grupoid S dikatakan memenuhi hukum pencoretan kanan jika kesamaan ba = ca
mengakibatkan b = c,dimana a 0.
Definisi 2.9:
Himpunan semua bilangan bulat tak nol merupakan grupoid komutatif terhadap perkalian yang
memenuhi hokum pencoretan.
Definisi 2.10:
Himpunan semua bilangan asli merupakan grupoid komutatif terhadap perkalian yang memenuhi
hokum pencoretan.
2.4 . Bilangan Bulat Modulo n
Telah dikemukakan, untuk memahami topik-topik yang ada pada struktur aljabar diperlukan
suatu contoh sebagai model. Model yang paling mudah dipahami adalah bilangan bulat. Pada
bagian ini dibicarakan lebih lanjut tentang bilangan bulat yaitu tentang algoritma pembagian
bilangan bulat dan bilangan bulat modulo n dengan menggunakan prindip kongruensi.
Teorema 2.1 : (Algoritma Pembagian)
Misalkan a, b Z dan b 0, maka terdapat q, r Z demikian sehingga a = bq + r, dengan 0 r < .
Bilangan bulat q dan r ditentukan secara tunggal oleh a dan b yang diperlukan. Selanjutnya a
disebut bilangan yang dibagi, b disebut pembagi, q disebut hasil bagi, dan r disebut sisa.
Definisi 2.9:
Misalkan a, b Z, b dikatakan membagi a, dinotasikan b / a, jika terdapat q Z yang memenuhi a =
bq, b disebut pembagi a atau factor dari a. sebaliknya b tidak membagi a, dinotasikan b a, jika
tidak terdapat q Z yang memenuhi a = bq.
Contoh 2.10:
4| 8, 4 dikatakan pembagi 8, sebab 8 = 4 . 2
Contoh 2.11:
3 8, 3 dikatakan bukan pembagi 8, sebab tidak terdapat q Z yang memenuhi 8 = 3q dengan
kata lain 8 3q untuk sebarabg q Z.
Berdasarkan algoritma pembagian bilangan bulat, untuk a, n Z dimana n 0, terdapat q,r Z
demikian sehingga a = nq + r, dengan 0 r < . Dalam hal ini dapat ditulis a r = nq, sehingga
dapat dikatakan n membagi a r, dan dikatakan a dan r kongruen modulo n, ditulis :
a = r (mod n)
secara eksplisit dua bilangan bulat a dan b kongruen modulo n didefinisikan sebagai berikut:
Definisi 2.10:
Misalkan a,b,c Z dan n 0, bilangan bulat a dan b dikatakan kongruen modulo n, ditulis a = r(mod
n), jika membagi (a b).
Contoh 2.12:
8 2 (mod 3) merupakan kongruen modulo n, karena 8 2 = 2 . 3
contoh 2.13:
9 2 (mod 3) bukan merupakan kongruen modulo n, karena 9 2 2.3
2.5 Rangkuman
1. Sifat-sifat operasi biner (*) pada suatu himpunan bilangan bulat Z disimbolkan dengan (Z,*)
terhadap penjumlahan ataupun perkalian adalah :
Tertutup
Komutatif
Assosiatif
Adanya unsure satuan atau identitas
Adanya unsure balikan atau invers
2. Struktur Aljabar adalah ilmu yang mempelajari suatu himpunan dengan satu atau lebih operasi
biner yang diberlakukan pada system aljabar tersebut.
3. Grupoid adalah suatu struktur aljabar yang mempelajari hanya satu operasi biner (terhadap
penjumlahan atau perkalian).
4. Sebuah grupoid S dikatakan hokum pencoretan kiri jika kesamaan ab=ac mengakibatkan b=c,
dimana a 0, dan grupoid S dikatakan memenuhi hokum pencoretan kanan jika kesamaan ba=ca
mengakibatkan b=c, dimana a 0.
5. Misalkan a, b Z dan b 0, maka q, r Z demikian sehingga a = bq +r, dengan 0 r < . Bilangan
bulat q dan r ditentukan secara tunggal oleh a dan b yang diperlukan. Selanjutnya a disebut
bilangan yang dibagi, b disebut pembagi, q disebut hasil bagi, dan r disebut sisa.
6. Misalkan a, b, c Z dan n 0,, bilangan bulat a dan b dikatakan kongruen modulo n, ditulis a r
(mod n), jika membagi (a-b).
2.6 Soal-soal latihan.
1. Misalkan X = {0,1,2,3} dimana X Z.
Diketahui :
a * b = c
3 * 1 = 0
3 * 2 = 1
3 * 3 = 2
Buatlah table operasi biner dan jelaskan sifat-sifatnya.
2. Untuk sebarang m, n Z
Didefinisikan m * n = m + n + 1
Tunjukkan :
a. E himpunan bilangn genap yang tidak tertutup terhadap operasi biner.
b. K himpunan bilangna ganjil yang tertutup terhadap operasi biner.
3. Tunjukkan sifat-sifat operasi biner dari a + b dan a . b di Z+ jika a, b Z+
4. Buktikan jika bx = by (b 0, x dan y Z), maka x = y. gunakan hokum pencoretan kiri.
5. Tunjukkan apakah perkalian matriks A = dan B = adalah komutatif atau bukan.
6. Buktikan teorema 1 (Algoritma Pembagian) dalam sub pokok bahasan 2.4
BAB 3
SEMIGRUP DAN MONOID
Kompetensi Umum :
Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengidentifikasi dan memahami konsep
dari Semigrup dan Monoid.
Kompetensi Khusus:
Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa secara rinci diharapkan dapat:
a. Menjelaskan serta memberi contoh suatu Semigrup
b. Menjelaskan serta memberi contoh suatu Monoid
Deskripsi Singkat:
Dalam bab ini merupakan kelanjutan dari bab 2, jika dalam bab sebelumnya dijelaskan mengenai
struktur aljabar yang mempunyai satu atau dua operasi biner, dalam bab ini akan dibahas
mengenai Semigrup yang mempunyai satu prasyarat tertutup dan assosiatif dan operasinya dan
bila Semigrup memiliki unsur kesatuan maka dinamakan Monoid.
3.1 Semigrup dan Monoid
Telah kita pelajari konsep grupoid yaitu suatu struktur aljabar dengan satu operasi biner. Grupoid
adalah suatu struktur aljabar hanya dengan satu operasi biner saja dan tanpa syarat apa-apa, yang
merupakan struktur aljabar yang paling sederhana.
Dalam sub pokok bahasan ini, akan dipelajari struktur aljabar dengan satu operasi biner, tetapi
sudah diberi prasyarat yaitu sifat tertutup dan assosiatif dari operasinya.
Definisi 3.1:
Suatu grupoid (G, +) dikatakan semigrup terhadap penjumlahan jika memenuhi syarat-syarat:
1. (G,+) tertutup terhadap penjumlahan
2. Assosiatif terhadap penjumlahan
Contoh 3.1 :
Grupoid bilangan asli N, bilangan bulat Z, bilangan rasional Q dan bilangan R, merupakan
semigrup terhadap penjumlahan dengan lambing (N,+), (Z,+), (Q,+) dan (R,+).
Definisi 3.2 :
Suatu grupoid (G, .) dikatakan semigrup terhadap perkalian jika memenuhi syarat-syarat :
1. (G, .) tertutup terhadap perkalian
2. Assosiatif terhadap perkalian
Contoh 3.2 :
Grupoid bilangan asli N, bilangan bulat Z, bilangan rasional Q dan bilangan R, merupakan
semigrup terhadap perkalian dengan lambang (N, .) untuk bilangan asli, (Z, .) untuk bilangan
bulat, (Q, .) untuk bilangan rasional dan (R, .) bilangan real.
Contoh 3.3 :
Misalkan himpunan bilangan asli N, didefinisikan sebagai operasi biner a * b = a + b + ab.
Tunjukkan bahwa (N, *) adalah suatu semigrup.
Penyelesaian :
1. Tertutup
Misalkan a,b N
a * b = a + b + ab N
maka a * b tertutup terhadap bilangan asli N.
2. Assosiatif
Misalkan a,b,c N
(a * b) * c = (a + b + ab) * c
= (a + b + ab) + c + (a + b + ab) c
= a + b + ab + c + ac + bc + abc
a * (b * c) = a * (b + c + bc)
= a + (b + c + bc) + a (b + c + bc)
= a + b + c + bc + ab + ac + abc
Maka a,b,c N berlaku a * b) * c = a * (b * c)
Jadi, (N, *) yang didefinisikan a * b = a + b + ab merupakan suatu semigrup.
Contoh 3.4 :
Misalkan suatu grupoid yang didefinisikan dalam disajikan daftar Cayley sebagai berikut:
Table 3.1
Daftar Cayley suatu grupoid
. a b c d
a b c d a
b d a b c
c a b c d
d c d a b
Tunjukkan apakah grupoid tersebut merupakan suatu semigrup.
Penyelesaian :
Akan ditunjukkan apakah grupoid tersebut assosiatif atau bukan.
Misalkan x =a, y = a dan z = a
(x . y) . z = (a . a) . a
= b . a
= d
x . (y . z) = a . (a . a)
= a . b
= c
Didapat (x . y) . z = d dan x . (y . z) = c
Sehingga (x . y) . z x. (y . z)
Jadi grupoid tersebut bukan merupakan suatu semigrup.
Suatu semigrup yang memiliki unsure satuan atau identitas dinamakan sebuah monoid,
dijelaskan pada definisi berikut ini :
Definisi 3.3 :
Suatu grupoid (G,+) dikatakan monoid terhadap penjumlahan jika memenuhi syarat-syarat:
1. (G,+) tertutup terhadap penjumlahan
2. Assosiatif terhadap penjumlahan
3. Mempunyai unsur satuan atau identitas terhadap penjumlahan.
Dengan kata lain, semigrup terhadap penjumlahan yang mempunyai unsur satuan atau identitas
(e = 0) disebut monoid terhadap penjumlahan.
Contoh 3.5 :
Grupoid-grupoid bilangan bulat (Z, +), bilangan rasional (Q,+) dan bilangan (R,+), merupakan
monoid-monoid karena selain kesemuanya memiliki sifat assosiatif, kesemuanya juga memiliki
unsur satuan atau identitas yaitu nol (0).
Definisi 3.4 :
Suatu grupoid (G, .) dikatakan monoid terhadap perkalian jika memenuhi syarat-syarat :
1. (G, .) tertutup terhadap perkalian
2. Assosiatif terhadap perkalian
3. Mempunyai unsur satuan atau identitas terhadap perkalian.
Dengan kata lain, semigrup terhadap perkalian yang mempunyai unsur satuan atau identitas (e =
1) disebut monoid terhadap perkalian.
Contoh 3.6 :
Grupoid-grupoid bilangan bulat (Z, .), bilangan rasional (Q, .) dan bilangan (R, .), merupakan
monoid-monoid karena selain kesemuanya memiliki sifat assosiatif, kesemuanya juga memiliki
unsur satuan atau identitas yaitu satu (1).
Kalau kita buat bagan yang melukiskan suatu struktur aljabar yang berupa semigrup dan monoid
dapat diperoleh gambar sebagai berikut:
Gambar 3.1
Gambar dari suatu Semigrup dan Monoid
3.2 Rangkuman
1. Suatu grupoid (G, *) dikatakan semigrup jika memenuhi syarat-syarat :
(G, *) tertutup
Assosiatif
2. Suatu grupoid (G, *) dikatakan smonoid jika memenuhi syarat-syarat :
(G,*) tertutup
Assosiatif
Mempunyai unsure satuan atau identitas
Dengan kata lain, semigrup yang mempunyai unsur satuan atau identitas disebut monoid.
3.3 Soal-soal latihan
1. Misalkan himpunan bilangan asli N, diidentifikasikan sebagai operasi biner x * y = x + y xy.
Tunjukkan bahwa (N,*) adalah suatu semigrup.
2. Dari soal no 1, tunjukkan bahwa (N,*) merupakan monoid.
3. Tunjukkan bahwa operasi biner dari a + b dan a . b di Z+ memenuhi sifat-sifat dari:
a. semigrup
b. monoid
4. Misalkan X = {0,1,2,3} dimana X Z.
Diketahui :
a * b = c
3 * 1 = 0
3 * 2 = 1
3 * 3 = 2
Buatlah tabel operasi biner dan apakah memenuhi sifat-sifat semigrup dan monoid.
BAB 4
DASAR-DASAR GRUP
Kompetensi Umum :
Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal sifat-sifat dasar suatu Grup.
Kompetensi Khusus:
Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa secara rinci diharapkan dapat:
a. Mengidentifikasi suatu himpunan tak kosong terhadap operasi suatu grup
b. Membuktikan dan menerapkan sifat-sifat sederhana suatu grup.
c. Mengidentifikasi suatu himpunan bagian dari suatu Grup merupakan suatu Subgrup atau
bukan
d. Menentukan orde suatu Grup
Deskripsi Singkat:
Grup merupakan struktur aljabar dengan satu operasi biner. Dalam bab ini akan dibahas
mengenai sifat-sifat atau syarat suatu grup, himpunan bagian dari Grup yang merupakan
Subgrup, serta mementukan orde suatu Grup.
4. Sifat-sifat Grup
Pada bab 3, telah kita pelajari konsep semigrup yaitu suatu struktur aljabar dengan satu operasi
biner (grupod terhadap suatu penjumlahan atau perkalian) yang memiliki prasyarat tertutup dan
assosiatif. Sedangkan monoid adalah suatu struktur aljuabar dengan satu operasi biner (semigrup
yerhadap penjumlahan atau perkalian)yang setiap anggotanya memiliki unsure satuan atau
identitas.
Dalam sub pokok bahasan ini, akan dipelajari definisi atau syarat-syarat dasar dari suatu grup
dan mengaplikasikannya dalam contoh-contoh soal sederhana, baik itu terhdap penjumlahan atau
perkalian, adapun definisi mengnai grup adalah:
Definisi 4.1:
Suatu monoid (G,*) dikatakan suatu grup jika setiap anggotanya memiliki unsure balikan atau
invers yaitu :
G sehingga a * a-1 = a-1 * a = ee a-1 - G e a
Dengan kata lain, dari definisi tersebut dapat kita ketahui syarat-syarat dari suatu grup yaiutu
memenuhi sifat monoid dan setiap anggotanya memiliki unsure balikan atau invers. Adapun
untuk lebih jelasnya mengenai syarat-syarat suatu grup akan dijabarkan dalam definisi berikut
ini:
Definisi 4.2 :
Grupoid (G,*) dikatakan suatu grup jika memenuhi syarat-syarat:
a. Tertutup
GeMisalkan a, b adalah anggota G maka a dan b tertutup bila a * b
b. Asosiatif
G maka (a * b) * c = a * (b * c)eMisalkan a, b, c
c. Adanya unsur satuan atau identitas
G maka a * e = e * a = aeMisalkan a
d. Adanya unsure balikan atau invers
R maka a * a-1 = a-1 * a = e = 0eMisalkan a
Contoh 4.1:
Misalkan G ={-1,1} adalah suatu himpunan.
Tunjukkan bahwa G adalah suatu grup terhadap perkalian (G, .)
Penyelesaian:
Tabel 4.1
Daftar Cayley G = {-1,1} terhadap (G,.)
. -1 1
-1 1 -1
1 -1 1
Dari tabel 4.1 akan ditunjukkan bahwa G = {-1,1} merupakan suatu grup terhadap perkalian
(G,.), yaitu :
A. Tertutup
Ambil sebarang nilai dari G
GeMisalkan 1 dan -1
-1 . 1 = -1
G, maka tertutup terhadap Gekarena hasilnya -1
B. Assosiatif
Ambil sebarang nilai dari G
GeMisalkan a = -1, b = -1 dan c = 1
(a . b) . c = (-1 . -1) . 1 = 1 .1 = 1
a . (b . c) = -1 . (-1 . 1) = -1 . -1 = 1
sehingga (a . b) . c = a . (b . c) = 1
maka G assosiatif
C. Adanya unsure satuan atau identitas
Ambil sebarang nilai dari G
GeMisalkan -1
-1 . e = -1 . 1 = -1
e . -1 = 1 . -1 = -1
sehingga -1 . e = e . -1 = -1
maka G ada unsure satuan identitas atau invers
D. Adanya unsure balikan atau invers
GeAmbil sebarang nilai dari G, misalkan -1
-1 . (-1)-1 = -1 . = 1 = e
(-1)-1 . -1 = . -1 = 1 = e
Sehingga -1 . (-1)-1 = (-1)-1 . -1 = 1 = e
Maka G ada unsure balikan atau invers
Jadi, G = {-1,1} merupakan grup terhadap perkalian (G, .)
Contoh 4.2 :
Misalkan G = {-1,1} adalah suatu himpunan. Apakah G merupakan suatu grup terhadap
penjumlahan (G, +)
Penyelesaian:
Tabel 4.2
Daftar Cayley G = {-1,1} terhadap (G,+)
. -1 1
-1 -2 0
1 0 2
Berdasarkan daftar Cayley tabel 4.2.
Operasi penjumlahan himpunan G = {-1,1}menghsilkan {-2, 0, 2}. Dikarenakan {-2, 0, 2}adalah
bukan merupakan anggota dari himpunan G = {-1,1, maka operasi penjumlahan G = {-1,1}tidak
tertutup terhadap himpunannya.
Sehingga G = {-1,1} adalah bukan suatu grup terhadap penjumlahan (G, +).
Contoh 4.3:
Misalkan G ={0, 1, 2, 3, 4, 5} adalh merupakan himpunan dari Z6. tunjukkan bahwa G adalah
suatu grup terhadap penjumlahan (G, +).
Penyelesian:
Tabel 4.3
Daftar cayley G ={0, 1, 2, 3, 4, 5} terhadap (G,+)
+ 0 1 2 3 4 5
0 0 1 2 3 4 5
1 1 2 3 4 5 0
2 2 3 4 5 0 1
3 3 4 5 0 1 2
4 4 5 0 1 2 3
5 5 0 1 2 3 4
Dari tabel 4.3 akan ditunjukkan bahwa G ={0, 1, 2, 3, 4, 5}merupakan suatu grup terhdap
penjumlahan (G,+), yaitu:
a. Tertutup
Ambil sebarang nilai dari G
GeMisalkan 0, 1, 2, 3, 4, 5
1 + 2 = 3
1 + 3 = 4
1 + 4 = 5
1 + 5 = 0
G, maka tertutup terhadap Gekarena hasilnya 0, 3, 4, 5
b. Assosiatif
Ambil sebarang nilai dari G
GeMisalkan a = 2, b = 4 dan c = 5
(a + b) + c = (2 + 4) + 5 = 0 + 5 = 5
a + (b + c) = 2 + (4 + 5) = 2 + 3 = 5
sehingga (a + b) + c = a + (b + c) = 5
maka G assosiatif
c. Adanya unsur satuan atau identitas
Ambil sebarang nilai dari G
GeMisalkan 4
4 + e = 4 + 0 = 4
e + 4 = 0 + 4 = 4
sehingga 4 + e = e + 4 = 4
maka G ada unsure satuan identitas atau invers
d. Adanya unsur balikan atau invers
Ambil sebarang nilai dari G,
GeMisalkan 4
4 + (-4) = 4 4 = e
(-4) + 4 = -4 + 4 = e
Sehingga 4 + (-4) = (-4) + 4 = 4 = e
Maka G ada unsur balikan atau invers
Jadi, G = {0, 1, 2, 3, 4, 5} merupakan grup terhadap penjumlahan (G, +).
SEMIGROUP
GROUPOID
MONOID
GROUP
Gambar 4.1,
Bagan dari suatu Grup
Bila suatu grup memenuhi sifat komutatif, dimana a* b = b * a, maka grup tersebut dinamakan
grup komutatif atau grup abelian. Adapun definisinya adalah sebagai berikut:
Definisi 4.3 :
Suatu grupoid (G,*) dikatakan grup komutatif (grup abelian) jika memenuhi syarat-syarat :
a. Tertutup
GeMisalkan a, b adalah anggota G maka a dan b tertutup bila a * b
b. Asosiatif
G maka (a * b) * c = a * (b * c)eMisalkan a, b, c
c. Adanya unsur satuan atau identitas
G maka a * e = e * a = aeMisalkan a
d. Adanya unsure balikan atau invers
G maka a * a-1 = a-1 * a = eeMisalkan a
e. Komutatif
G maka a * b = b * aeMisalkan a, b
Contoh 4.4:
Dari contoh 4.1, tunjukkan bahwa G = {-1,1} adalah suatu grup komutatif terhadap perkalian
(G,.).
Penyelesaian:
Dari contoh 4.1 telah ditunjukkan bahwa G = {-1,1} adalah suatu grup terhdap perkalian (G,.).
Sekarang akan ditunjukkan sifat komutatif dari grup tersebut.
Ambil sebarang nilai dari G :
G (pada tabel 4.1)eMisalkan 1 dan -1
-1 . 1 = -1
1 . -1 = -1
sehingga -1 . 1 = 1 . -1 = -1
karena grup tersebut memnuhi sifat komutatif, maka grup tersebut adaloah grup komutatif atau
grupabelian terhadap perkalian (G,.).
Contoh 4.5:
Dari contoh 4.3 tunjukkan bahwa G = {0, 1, 2, 3, 4, 5} adalah suatu grup komutatif terhadap
penjumlahan (G.+).
Penyelesaian:
Dari contoh 4.3 telah ditunjukkan bahwa G = {0, 1, 2, 3, 4, 5} adalah suatu grup terhadap
penjumlahan (G,+).
Sekarang akan ditunjukkan sifatkomutatif dari grup tersebut.
G (pada tabel 4.3)eAmbil sebarang nilai dari G, misalkan 1 dan 5
1 + 5 = 0
5 + 1 = 0
sehingga 1 + 5 = 5 + 1 = 0
karena grup tersebut memnuhi sifat komutatif, maka grup tersebut adalah grup komutatif atau
grup abelian terhadap penjumlahan (G,+)
Ada beberapa sifat dari suatu grup, yang akan dijelaskan dalam teorema berikut ini:
Teorema 4.1
Misalkan (G, .) adalah suatu grup, maka:
a. G maka (a-1)-1 = aeJika a
b. G maka (ab)-1 = b-1a-1eJika a, b
Bukti:
1. Dari sifat unsur satuan atau identitas, diketahui a-1 . a = e = a . a-1, maka dapat dikatakan
bahwa a unsure balikan dari a-1 . dengan sifat ketunggalan balikan, didapat (a-1)-1 = a
2. (ab) (b-1a-1) = ((ab)b-1)a-1 = (a(bb-1))a-1 = (ae)a-1 = aa-1 = e
Dengan cara yang sama didapat :
(b-1a-1) (ab) = b-1(a-1(ab)) = b-1((a-1a)b) = b-1(eb) = b-1b = e
Sehingga dengan sifat ketunggalan balikan, didapat (ab)-1 = b-1a-1
Dalam operasi penjumlahan (+), teorema tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
Teorema 4.2:
Misalkan (G,+) adalah suatu grup, maka:
a. G, maka -(-a) = aeJika a
b. G, maka -(a+b) = (-a) + (-b)eJika a, b
Teorema 4.3:
G, maka:eMisalkan (G,.)adalah suatuu grup dan a, b, x
a. Jika xa = xb, maka a = b (penghapusan kiri)
b. Jika ax = bx, maka a = b (penghapusan kanan)
Bukti:
a. Misalkan xa = xb
Maka: x-1(xa) = x-1(xb)
(x-1x) a = (x-1x) b
ea = eb
Sehingga : a = b (penghapusan kiri)
b. Misalkan ax = bx
Maka: (ax)x-1 = (bx)x-1
a (x-1x) = b (x-1x)
ae = be
Sehingga : a = b (penghapusan kanan)
Dalam operasi penjumlahan (+), teorema 4.3 dapat ditulis sebagai berikut:
Teorema 4.4:
G, maka:eMisalkan (G,+)adalah suatuu grup dan a, b, x
a. Jika x + a = x + b, maka a = b (penghapusan kiri)
b. Jika a + x = b + x, maka a = b (penghapusan kanan)
a. Sub Grup
Pada sub pokok bahasan ini akan diperkenalkan subgroup yang merupakan bagian dari grup.
Secara harfiah subgroup dapat diartikan sebagai grup bagian yang mempunyai sifat-sifat dari
grup. Adapun definisinya adalah sebagai berikut:
Definisi 4.5:
G. (H,*) dikatakan subgroup_Misalkan (G,*) adalah suatu grup dan H dari (G,*), jika (H,*)
adalah suatu grup terhadap operasi yang ada dalam (G,*).
Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa untuk membuktikan bahwa (H,*) adalah subgroup
dari grup (G,*), harus melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. G_Harus ditunjukkan bahwa H
b. harus ditunjukkan bahwa (H,*) merupakan suatu grup
Contoh 4.6:
Dari contoh 4.1, tunjukkan bahwa H = {1} adalah merupakan subgroup dari G = {-1,1} terhadap
perkalian (G, .).
Penyelesian:
G._H = {1} merupakan himpunan bagian dari G = {-1,1}sehingga H
Dari tabel 4.1, akan ditunjukkan H = {1} memenuhi syarat-syarat suatu grup:
a. Tertutup
H dan 1 . 1 = 1eMisalkan 1
H, maka tertutup terhadap Hekarena hasilnya 1
b. Assosiatif
HeMisalkan a = 1, b = 1 dan c = 1
(a . b) . c = (1 . 1) . 1 = 1 .1 = 1
a . (b . c) = 1 . (1 . 1) = 1 . 1 = 1
sehingga (a . b) . c = a . (b . c) = 1 maka H assosiatif
c. Adanya unsur satuan atau identitas
HeMisalkan 1
1 . e = 1 . 1 = 1
e . 1 = 1 . 1 = 1
sehingga -1 . e = e . -1 = -1
maka H ada unsur satuan identitas atau invers
d. Adanya unsur balikan atau invers
HeMisalkan 1
1 . (1)-1 = 1 . = 1 = e
(1)-1 . 1 = . 1 = 1 = e
Sehingga 1 . (1)-1 = (1)-1 . 1 = 1 = e, maka G ada unsur balikan atau invers
Jadi, H = {1} memenuhi syarat-syarat suatu grup, sehingga (H, .) merupakan subgroup dari (G,
.).
Contoh 4.7:
Dari contoh 4.3, tunjukkan bahwa H = {0, 2, 4} adalah merupakan subgroup dari G = {0, 1, 2, 3,
4, 5} terhdap penjumlahan (G, +).
Penyelesaian:
G._H = {0, 2, 4} adalah merupakan subgroup dari G = {0, 1, 2, 3, 4, 5} sehingga H
Dari tabel 4.3. akan ditunjukkan H = {0, 2, 4}memenuhi syarat-syarat suatu grup:
a. Tertutup
Ambil sebarang nilai dari H
HeMisalkan 0, 2, 4
0 + 0 = 0
0 + 2 = 2
0 + 4 = 4
2 + 2 = 4
2 + 4 = 0
4 + 4 = 2
H, maka tertutup terhadap Hekarena hasilnya 0, 2, 4
b. Assosiatif
Ambil sebarang nilai dari H
HeMisalkan a = 2, b = 2 dan c = 4
(a + b) + c = (2 + 2) + 4 = 4 + 4 = 2
a + (b + c) = 2 + (2 + 4) = 2 + 0 = 2
sehingga (a . b) . c = a . (b . c) = 2 maka H assosiatif
c. Adanya unsur satuan atau identitas
Ambil sebarang nilai dari H
HeMisalkan 4
4 + e = 4 + 0 = 4
e + 4 = 0 + 4 = 4
sehingga 4 + e = e + 4 = 4
maka H ada unsur satuan identitas atau invers
d. Adanya unsur balikan atau invers
Ambil sebarang nilai dari H
HeMisalkan 4
4 + (-4) = 4 4 = 0 = e
(-4) + 4 = -4 + 4 = 0 = e
Sehingga 4 + (-4) = (-4) + 4 = 0 = e, maka G ada unsur balikan atau invers
Jadi, H = {0, 2, 4} memenuhi syarat-syarat suatu grup, sehingga (H, +) merupakan subgroup dari
(G, +).
Contoh 4.8:
Dari contoh 4.3, tunjukkan bahwa H = {1, 2, 3} adalah bukan merupakan subgroup dari G = {0,
1, 2, 3, 4, 5} terhadap penjumlahan (G, +).
Penyelesaian:
G._H = {1, 2, 3} adalah bukan merupakan subgroup dari G = {0, 1, 2, 3, 4, 5}, sehingga H
Akan ditunjukkan bahwa H = {1, 2, 3} memenuhi syarat-syarat suatu grup:
HeAmbil sebarang nilai dari H misalkan 2, 3
Dari tabel 4.3. didapat : 2 + 3 = 5
H, sehingga lima tidak tertutup terhadap operasi binere G tetapi 5 e5 (H,+) maka bukan
merupakan subgroup dari G = {0, 1, 2, 3, 4, 5}.
Contoh 4.9:
G = {-1,1} adalah subgroup dari (Z, .), tetapi bukan merupakan subgroup dari (Z,+) karena
operasi di Z dan di G = {-1.1} tidak sama.
b. Orde suatu Grup
G,a merupakan unsure ataueMisalkan G adalah suatu grup dan a anggota atau elemen dari
grup. Unsur dari grup ini dapat membentuk atau membangun suatu grup, jumlah dari unsure
suatu grup atau subgroup tersebut disebut orde.
Definisi 4.6:
Misalkan (G,*) adalah suatu grup. Banyaknya unsure-unsur dari grup (G,*) . (G,*)
disebut|G|disebut orde dari grup (G,*), dilambangkan dengan terhingga (finite) dan disebut
grup tak hingga bila|G|grup hingga bila tah hingga.|G|
Definisi4.7:
Orde dari suatu unsur a dalam suatu grup (G,*) adalah bilangan bulat positif terkecil n,
sedemikian hingga an = e (e = 1, untuk perkalian) na = e (e = 1, untuk penjumlahan). Bila tidak
ada bilangan seperti n tersebut, maka orde dari unsur tersebut tak hingga.
Contoh 4.10:
Orde dari grup (Z,+) dan (Z, .) adalah tak hingga.
Contoh 4.11:
Orde dari grup G = {0, 1, 2, 3, 4, 5} adalah 6 dan orde dari subgroup H = {0, 2, 4}adalah 3.
Contoh 4.12:
Tentukan subgroup dari Grup (Z4,+) dan tentukan orde masing-masing subgroup.
Penyelesaian:
= 4|Z4|Grup Z4 = {0, 1, 2, 3} orde dari
Subgroup dari unsure-unsur Z4 adalah:
Z4}eMissal n = 0, 1, 2, 3 dan Ha = {na, n
a = 0
H0 = {0}
= 1|H0|Sehingga
a = 1
H1 = {1, 2, 3, 0}
= 4|H0|Sehingga
a = 2
H2 = {2, 0}
= 2|H2|Sehingga
a = 3
H3 = {3, 2, 1, 0}
= 4|H3|Sehingga
4.4 Rangkuman
a. Grupid (G,*) dikatakan suatu grup jika memenuhi syarat-syarat:
a. Tertutup
b. Asosiatif
c. Adanya unsur satuan atau identitas
d. Adanya unsur balikan atau invers
2. Suatu Grup dikatakan grup komutatif atau grup abelian jika memenuhi syarat-syarat dari grup
dan mempunyai sifat komutatif.
3. (H,*) adalah subgroup dari grup (G,*), harus melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. G_Harus ditunjukkan bahwa H
b. harus ditunjukkan bahwa (H,*) merupakan suatu grup
G. (H,*) dikatakan_Dengan kata lain, (G,*) adalah suatu grup dan H subgroup dari (G,*), jika
(H,*) adalah suatu grup terhadap operasi yang ada dalam (G,*).
4. Misalkan (G,*) adalah suatu grup. Banyaknya unsure-unsur dari grup . (G,*)|G|(G,*) disebut
orde dari grup (G,*), dilambangkan dengan terhingga (finite) dan disebut grup tak|G|disebut
grup hingga bila tah hingga.|G|hingga bila
5. Orde dari suatu unsur a dalam suatu grup (G,*) adalah bilangan bulat positif terkecil n,
sedemikian hingga an = e (e = 1, untuk perkalian) na = e (e = 1, untuk penjumlahan). Bila tidak
ada bilangan seperti n tersebut, maka orde dari unsur tersebut tak hingga.
4.5 Soal-Soal Latihan
1. G.e Z+} yang didefinisikan operasi biner pada G dengan a * b = a + b + ab, untuk semua a, b
eMisalkan G = {x
Tunjukkan apakah (G,*) merupakan suatu grup dan periksa apakah (G,*) juga merupakan grup
abelian.
2. Misalkan Q+ adalah bilangan rasional positif, didefinisikan operasi biner a * b = Q+ .
buktikan apakah operasi binereuntuk a, b tersebut merupakan grup da periksa apakah
merupakan grup abelian.
3. Misalkan g adalah grup matriks 2 x 2 , didefinisikan :
Buktikan G adalah grup abelian terhadap oprasi biner perkalian (G, .)
4. Misalkan (G,+) adalah suatu grup
Buktikan :
i. Ge a -(-a) = a,
ii. Ge a, b -(a + b) = (-b) + (-a),
5. GeMisalkan (G,+) adalah suatu grup dan a, b, x
Buktikan :
a. Jika x + a = x + b, maka a = b (penghapusan kiri)
b. Jika a + x = b + x, maka a = b (penghapusan kanan)
6. Misalkan G adalah suatu grup dan 0 dan H= G dengan H _H terhingga. Buktikan bahwa H
suatu subgroup dari G jika H tertutup terhadap operasi yang ada dalam G.
7. Tentukan subgroup yang dibangun oleh unsure-unsur dari grup(Z9,+) dan tentukan orde dari
masing-masing subgrupnya.
BAB 5
GRUP SIKLIK, GRUP PERMUTASI, HOMOMORFISMA
Kompetensi Umum :
Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal dan mengaplikasikan sifat-sifat
Grup, Siklik, Grup Permutasi dan Homomorfisma Grup.
Kompetensi Khusus:
Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa secara rinci diharapkan dapat:
1. Memahami dengan baik definisi dari grup siklik
2. Menentukan generator dan orde dari Grup Siklik
3. Memberikan contoh dari Grup Siklik
4. Memahami dengan baik definisi dari Grup Permutasi
5. Memberikan contoh dari Grup Permutasi
6. Memahami dengan baik definisi dari Homomorfisma Grup
7. Memahami dengan baik ketiga-tiga hokum homomorfisma
8. Memberikan contoh dari Homomorfisma Grup
Deskripsi Singkat:
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai definisi dan sifat-sifat atau syarat dalam membentuk
suatu Grup Siklik, Grup Permutasi dan Homomorfisma Grup.
a. Grup Siklik
Pada bab 4, telah dibahas mengenai orde dari suatu grup dan subgroup. Pada sub pokok bahasan
ini akan dijelaskan suatu orde dari suatu grup yang setiap unsurnya dapat ditulis sebagai
perpangkatan (positif atau negatif) atau perkalian dari suatu unsure tetap dari grup tersebut. Grup
yang seperti ini dinamakan grup siklik.
Definisi 5.1: (Terhadap perkalian)
G sedemikian hingga G =eGrup (G, .) disebut siklik, bila ada elemen a Z}. elemen a disebut
generator dari grup siklik tersebut.e n |{an
Definisi 5.2: (terhadap penjumlahan)
Z}.e n | G sedemikian hingga G = {na eGrup (G,+) disebut siklik, bila ada elemen a
Definisi 5.3:
G, maka generator a yangeMisalkan (G,*) adalah suatu grup dan a membangun suatu subgrup
[a] dinamakan subgroup siklik dari (G,*).
Jadi yang dimaksud dengan subgroup siklik yaitu suatu grup yang dibangkitkan oleh suatu unsur.
Definisi 5.4:
G, maka generator a yangeMisalkan (G,*) adalah suatu grup dan a membangun suatu subgrup
[a] dimana [a] = G, maka subgroup tersebut dinamakan grup siklik.
Dengan kata lain, grup siklik adalah subgroup yang unsure-unsurnya merupakan unsur-unsur
dari grup itu sendiri. Suatu grup siklik bisa beranggotakan terhingga banyaknya unsur, bisa juga
beranggotakan tak hingga unsur-unsur.
Grup siklik yang beranggotakan banyaknya unsure terhingga dinamakan grup siklik berhingga
dan grup siklik yang beranggotakan banyaknya unsure tak terhingga dinamakan grup siklik tak
hingga.
Contoh 5.1:
Misalkan G = {-1,1} adalah suatu grup terhadap operasi perkalian (G, .). Tentukan grup siklik
dari grup tersebut.
Penyelesaian:
Generator dari G = {-1,1} adalah -1 dan 1
[-1] = Z }en |{(-1)n
= {(-1)0, (-1)1, (-1)2,}
= {-1, 1}
[1] = Z }en |{(1)n
= {(1)0, (1)1, (1)2,}
= {1}
Generator -1 adalah membangun suatu grup siklik, sehingga:
[-1] = {-1, 1}
Generator 1 adalah membangun grup siklik, sehingga:
[1] = {1}
Contoh 5.2:
Misalkan G = {0, 1, 2, 3} adalah suatu grup terhadap penjumlahan (G,+). Tentukan grup siklik
dari grup tersebut.
Penyelesaian:
Generator dari G = {0, 1, 2, 3} adalah 0, 1, 2, 3
[0] = Z}en |{n(0)
= {0}
[1] = Z}en |{n(1)
= {0.1, 1.1, 2.1, 3.1, }
= {0, 1, 2, 3}
[2] = Z}en |{n(2)
= {0.2, 1.2, 2.2, 3.2, }
= {0, 2}
[3] = Z}en |{n(3)
= {0.3, 1.3, 2.3, 3.3, }
= {0, 3, 2, 1}
generator 1 dan 3 adalah membangun suatu grup siklik, sehingga :
[1] = [3] = {0, 1, 2, 3}
generator 0 dan 2 adalah membangun subgroup siklik, sehingga :
[0] = {0}
[2] = {0, 2}
Contoh 5.3:
Grup (Z,+) merupakan grup siklik tak hingga yang dibangun oleh 1.
Penyelesaian:
[1] = {, -2.1, -1.1, 0.1, 1.1, 2.1, }
= {, -2, -1, 0, 1, 2, }
Jadi, 1 merupakan generator yang membentuk grup siklik tak hingga.
Contoh 5.4:
Misalkan I4 = {1, -1, i, -i} adalah grup bilangan kompleks terhadap perkalian (I4, .). tentukan
grup siklik dari grup tersebut.
Penyelesaian:
Generator dari I4 = {1, -1, i, -i} adalah 1, -1, i, dan i
[1] = Z }en |{(1)n
= {(1)0, (1)1, (1)2,}
= {1}
[-1] = Z }en |{(-1)n
= {(-1)0, (-1)1, (-1)2,}
= {-1, 1}
[i] = Z }en |{(i)n
= {(i)0, (i)1, (i)2, (i)3, (i)4}
= {1, i, -1, i}
[-i] = Z }en |{(-i)n
= {, (-i)-2, (-i)-1(-i)0, (-1)1, (-1)2,}
= {1, -i, i, -1}
generator i dan i adaalh membangun suatu grup siklik, sehingga :
[i] = [-i] = {1, -1, i, -i}
generator 1 dan -1 adalah membangun subgroup siklik, sehingga :
[1] = {1}
[-1] = {1, -1}
Teorema 5.1:
Setiap grup siklik adalah grup abelian.
Bukti:
Z }.en |Misalkan (G, .) merupakan grup siklik dan a merupakan pembangun dari G, sehingga
G = {(a)n
G, sehingga x = am dan y = aneAmbil x, y Z.e, untuk m, n
x . y = am . an = am+n = an+m = an . am = y . x
Jadi, (G, .) merupakan grup komutatif.
Z }.en |Misalkan (G,+) merupakan grup siklik dan a merupakan pembangun dari G, sehingga
G = {na
Z.e G, sehingga x = na dan y = ma, untuk m, n eAmbil x, y
x + y = na + ma = (n + m)a = ma + na = y + x
Jadi, (G,+) merupakan grup komutatif.
Contoh 5.5:
Dari contoh 5.2, tunjukkan bahwa grup siklik tersebut merupakan grup komutatif.
Penyelesaian:
Generator 1 dan 3 adalah membangun suatu grup siklik dari grup G = {0, 1, 2, 3} terhadap
penjumlahan (G,+).
Z.e G, sehingga x =na dan y = ma, untuk m, n eMisalkan x, y
Ambil n = 1 dan m = 2, dan generator a = 3
x + y = na + ma
= (n + m)a
= 1.3 + 2.3
= (1 + 2).3
= 3.3 = 1
y + x = ma + na
= (m + n)a
= 2.3 + 1.3
= (2 + 1).3
= 3.3 = 1
Jadi, grup siklik G = {0, 1, 2, 3}merupakan grup komutatif.
b. Grup Permutasi
Definisi 5.5:
Suatu pemutasi dari n unsur adalah suatu fungsi bijektif dari himpunan n unsure kehimpunan itu
sendiri.
Untuk memudahkan digunakan bilangan bulat (1, 2, 3, , n) untuk menyatakan himpunan n
unsur.
disajikan :oPermutasi
Contoh 5.6 :
pemutasi pada himpunan permutasi-permutasi dariuMisalkan (2) = 1,u(1) = 2, ubilangan-
bilangan bulat (1, 2, 3, 4, 5) sehingga (2) = 3.u(4) = 5, u(3) = 4, u
Ditulis permutasi ini :
di| dan o adalah dua permutasi, maka hasil kali dari | dan oJika o(i)) untuk setiap i = 1, 2, 3,
, n( yaitu | (o(i) = |odefinisikan kemudian|, berarti pertama kita mengerjakan permutasi
|kali pada hasil kalinya).omengerjakan permutasi
Contoh 5.7:
dua permutasi yang didefinisikan sebagai berikut : dan uMisalkan
dan
Penyelesaian:
, sehingga : o u kita definisikan komposisi uUntuk menentukan
(5) = 3u(1)) = (u(1) = u
(4) = 5u(2)) = (u(2) = u
(3) = 4u(3)) = (u(3) = u
(2) = 1u(4)) = (u(4) = u
(1) = 2u(5)) = (u(5) = u
Jadi
kita definisikan komposisiuUntuk menentukan , sehingga :u o
(2) = 4(1)) = u((1) = u
(1) = 5(2)) = u((2) = u
(4) = 2(3)) = u((3) = u
(5) = 1(4)) = u((4) = u
(3) = 3(5)) = u((5) = u
Jadi
Definisi 5.6:
Misalkan A adalah suatu himpunan berhingga ari S(A) adalah himpunan semua pemetaan
bijektif dari himpunan A pada dirinya sendiri, maka komposisi pemetaan adalah merupakan grup
permutasi.
S(A) dan himpunan Ae o permutasi dari A jika dan hanya jika oJadi berhingga. Sebarang
himpunan permutasi-permutasi yang membentuk grup disebut grup permutasi. Grup dari semua
permutasi dari himpunan n unsur n, o). Orderodisebut grup simetris berderajat n dan dinyatakan
dengan ( n, adalah n! dan bila nodari > 2 dimana n bilangan bulat positif, n tidak komaka
omutatif.
Contoh 5.8:
2 =o2 adalah 2! = 2, sehingga oOrde grup
Contoh 5.9:
3}, dimana :2, 1, 2, 1, 0, 3 = {o3 adalah 3! = 6, sehingga oOrde grup ari
0 = dan 1 =
1 = 2dan =
2 = dan 3 =
Diperoleh tabel komposisi dari grup ini :
Tabel 5.1.
3okomposisi grup simetris
O 0 1 2 1 2 3
0 0 1 2 1 2 3
1 1 2 0 3 1 2
2 2 0 1 2 3 1
1 1 2 3 0 1 2
2 2 3 1 2 0 1
3 3 1 2 1 2 0
Grup tersebut tidak komutatif / abelian, dapat dibuktikan bahwa grup 3oyang sebayak-banyaknya
terdiri dari 5 unsur yang abelian. Sedangkan 3 merupakan suatu contoh grup tidakoterdiri dari 6
unsur, sehingga abelian dengan unsure terkecil.
Perhatikan segitaga sama sisi dengan titik sudut 1, 2, 3. unsur-unsur 2 dapat ditafsirkan rotasi
searah jarum jam dari segitiga sama1, 0, sisi meneglilingi titik berat bidang.
sebelum rotasi sesudah rotasi
0 : rotasi 00 (3600)
1 : rotasi 1200
2 : rotasi 2400
sebelum pencerminan sesudah pencerminan
0 : pencerminan
1Zterhadap garis bagi
1 : pencerminan
2Zterhadap garis bagi
2 : pencerminan
3Zterhadap garis bagi
3 juga disebut grup simetris segitiga samaoOleh karena alas an ini, sisi dengan lambing D3 yang
berarti grup dihedral ketiga. Grup dihedral ke-n dengan notasi D3 adalah grup simetris segi n
yang beraturan.
Definisi 5.7:
no e tBila a1 adalah unsur-unsur yang berbeda dari {1, 2, 3, ,, n}, permutasi yang
didefinisikan oleh:
(ar) = a1t(ar-1) = ar, t(a2) = a3, , t(a1) = a2, t
{a1, a2, , ar} disebut siklus dari r unsur atau siklus-r.e(x) = x bila x tdan
Dari definisi tersebut, bila diperhatikan nilai dari n tak muncul dalam notasi siklus, misalnya :
adalah siklus-4
dan
dan
Contoh 5.10:
= (1tTulislah 3 4 = (12) dan = (1u3) serta 2)o(3 .u o o t4 . Hitunglah o4) sebagai
permutasi dalam
Penyelesaian:
t = (1 3 4 2) =
= (1 3) =
u = (1 2) o (3 4) = o =
sehingga
u o o t = o o
=
= (2 4 3)
Suatu permutasi yang tidak siklus dapat dipisahkan menjadi dua atau {1, 2, 3, .., n},en dan a o
adalah suatu permutasi ulebih siklus. Bila terdiri dari unsur yangumaka orbit atau putaran dari a
didalam 3(a),u2(a), uberbeda a,
Permutasi dapat dipisahkan menjadi beberapa orbit yang berbeda, dan tiap-tiap orbit diberikan
sebagai suatu siklus.
Misalnya u =
(5) =u4(1) = u(2) = 5, dan u3(1) = u2(1) = u(0) = 3, uDalam permutasi a, 1. jadi orbit dari 1
adalah {1, 3, 2, 5} dan juga merupakan orbit dari 2, 3, dan 5. orbit tersebut diberikan oleh siklus-
4 yaitu (1 3 2 5). tetap pada mereka.uOrbit dari 4 dan 7 adalah mereka sendiri, karena Orbit 6
dan 8 adalah {6, 8}, yang diberikan oleh siklus-2 yaitu (6 8). dapat digambarkan oleh gambar
berikut:uOrbit-orbit dari
= (1uDapat kita periksa bahwa hasil dari 3 2 5)o(4)o(6 8)o(7). Dikarenakan tidak ada suatu
bilangan yang termasuk ke dalam dua siklus yang berbeda, maka siklus-siklus tersebutdisebut
siklus yang saling lepas(disjount).
c. Homomorfisma
Sering kita jumpai adanya dua grup yang memiliki struktur yang sama, seperti pada grup
multikatif (perkalian) dari himpunan bilangan kompleks {1, -1, i, -i} dan grup dari matriks-
matriks terhadap perkalian matriks, yang memiliki daftar cayley yang sama atau identik.
Jika himpunan bilangan kompleks kita misalkan sebagai himpunan {e, a, b, c} dan grup dari
matriks-matriks kita misalkan sebagai himpunan {E, A, B, C}, maka daftar cayley dapat kita
buat seperti pada tabel 5.2 dan 5.3.
Tabel 5.2.
Daftar cayley {e, a, b, c}
. E a b c
e e a b c
a a e c b
b B c a e
c C b e a
Tabel 5.3.
Daftar cayley {E, A, B, C}
. E A B C
E E A B C
A A E C B
B B C A E
C C B E A
Dari tabel 5.2. dan 5.3. dapat kita lihat adanya perpadanan satu-satu (1 1) antata unsur-unsur
dari grup empat bilangan kompleks {1, -1, i, -i} dan grup matriks sedemikian hingga jika x
perpadanan dengan x dan y perpadanan dengan y maka xy berpadanan dengan xy, dikatakan
perpadanan tersebut sebagai mengawetkan hasilkali.
Dapat disimpulkan dari daftar cayley bahwa kedua grup tersebut struktur-strukturnya memiliki
sifat yang sama atau identik, yang dinamakan isomorfik.
Definisi 5.8:
T disebtu homomorfisma grup, bila : : S tBila (S, .) dan (T, .) adalah merupakan dua grup,
maka fungsi
Se a, b (b), t(a) . t(a.b) = t
bila grupgrup-grup tersebut memiliki operasi berbeda, misalnya (S,*) dan (T,o), maka fungsi :
(S,*)t (T,o) disebtu homomorfisma grup, bila :
Se a, b (b), t(a) o t(a * b) = t
Ada beberapa definisi khusus mengenai homorfisma adalah sebagai berikut :
Definisi 5.9:
a. Monomorfisma adalah suatu homomorfisma grup yang injektif
b. Epimorfisma adalah suatu homomorfisma grup yang surjektif
c. Isomorfisma adalah suatu homomorfisma grup yang bijektif
Definisi 5.10:
Suatu homomorfisma dari suatu grup ke dalam dirinya sendiri dinamakan suatu endomorfisma
dan suat endomorfisma yang bijektif dinamakan automorfisma.
Contoh 5.11:
Tunjukkan bahwa grup (Z2,+) dan (H = {-1, 1}, .) adalah merupakan homomorfisma.
Penyelesaian:
Tabel 5.4.
Daftar cayley grup (Z2,+) dan (H = {-1, 1}, .)
+ 0 1 . -1 1
0 0 1 1 -1
1 1 0 -1 1
Dari tabel 5.4. menunjukkan kedua grup (Z2,+) dan (H, .) tidak sama, tetapi dari kedua tabel
tersebut menunjukkan kemiripan satu dengan yang lainnya. Jumlah dari sebarang dua unsure di
(Z2,+) berkorespondensi pada hasil kali kedua unsur yang bersesuaian (H, .), sehingga terdapat
korespondensi 1 1 dari kedua tabel tersebut. Hal ini menunjkkan bahwa kedua grup memiliki
struktur yantg sama. Jadi kedua grup tersebut dikatakan isomorfik.
: (Z2,+)tSekarang akan ditunjukkan bahwa pemetaan Z2. Darie(H , .) untuk setiap a, b (1) = -
1, sehingga :t(0) = 1 dan ttable diketahui pemetaan
(a + b)t (b)t(a) . t=
(0 + 1)t (1)t(0) . t=
(1)t = 1 . -1
-1 = -1
: (Z2, +)tJadi terbukti bahwa (H, .) suatu homomorfisma yang pemetaannya bijektif, sehingga
merupakan Isomorfisma.
Contoh 5.12:
Misalkan (Z, +) adalah grup penjumlahan dari semua bilangan bulat. (x) =t : Z Z adalah
tTunjukkan bahwa (Z, +) yang didefinisikan pemetaan 2x, x Z, adalah suatu Homomorfisma.
Penyelesaian :
Akan ditunjukkan sifat dari Homomorfisma:
Misalkan x,y Z, maka :
(x + y)t = 2 (x + y)
= 2x + 2y
(x + y)t ( y)t(x) + t=
adalah suatu Homomorfisma.tSehingga
merupakan suatu Endomorfisma karena daerahtDalam hal ini Homomorfisma kawan
(kodomain) sama dengan daerah asal (domain), dengan kata lain pemetaan itu dari suatu Grup ke
dalam dirinya sendiri.
5.4 Rangkuman
1. Grup (G, .) disebut siklik, bila ada elemen a G sedemikian hingga G = {an n Z}. Grup (G, +)
disebut siklik, bila ada elemen a G sedemikian hingga G={na n Z}. Elemen a disebut generator
dari Grup Siklik tersebut.
2. Misalkan (G,*) adalah suatu Grup dan a G, maka generator a yang membangun suatu
subgroup [a] dimana [a] = G, maka Subgrup tersebut dinamakan Grup Siklik.
3. Misalkan A adalah suatu himpunan berhingga dan S(A) adalah himpunan semua pemetaan
bijektif dari himpunan A pada dirinya sendiri, maka komposisi pemetaan adalah merupakan
Grup Permutasi.
4. tBila a1,a2,ar adalah unsure-unsur yang berbeda dari {1,2,3,,n}, permutasi n yang
didefinisikan oleh :
(a2)t (a1) = a2, t (ar)t(ar-1) = ar, t= a3,, = a1
(x) = x bila xtDan { a1,a2,ar} disebut suatu siklus dari r unsure atau siklus-r
5. : S T dari Grup G ke Grup T disebut Homomorfisma Grup, bila :tSuatu pemetaan
(a . b)t (b),t (a) . t= a, b S
: (S,*) (T,o) dari grup G ke Grup T disebut Homomorfisma Grup, bila :tSuatu pemetaan
(a * b)t (b),t (a) o t= a, b S
6. Suatu Homomorfisma Grup yang injektif disebut Monomorfisma, suatu Homomorfisma Grup
yang surjektif disebut Epimorfisma, dan suatu Homomorfisma Grup yang bijektif disebut
Isomorfisma.
7. Suatu Homomorfisma dari suatu Grup ke dalam dirinya sendiri dinamakan suatu
Endomorfisma dan suatu Endomorfisma yang bijektif dinamakan Automorfisma.
5.5 Soal-soal Latihan
1. Diketahui matruks M = adalah suatu Grup terhadap perkalian. Tunjukkan apakah (M, .)
merupakan suatu Grup Siklik.
2. Diketahui matriks N= adalah suatu Grup terhadap perkalian. Tunjukkan apakah (N, .)
merupakan suatu Grup Siklik.
3. Buktikan dengan contoh bahwa Subgrup dari Grup Siklik merupakan juga Grup Siklik.
4. Diketahui : = dan =t . Tentukan apakah:
a. t = t
b. )t ) = (t(
5. Selidiki apakah himpunan permutasi-permutasi berikut:
a. S=
b. T =
Terhadap operasi perkalian merupakan suatu Grup.
6. Carilah hasil kali dari permutasi-permutasi berikut:
a. (1 4 6 7) o (2 5 3)
b. (1 2 4 5) o (2 3 4)
c. (3 7 2) o (1 5) o (4 2)
7. Carilah orde Grup dari dan tentukan Grup Dihedral D4, dengan gambar dan buatlah table
komposisinya.
8. Dari fungsi f : R R berikut, manakah yang merupakan suatu Isomorfisma dari (R,+) ke (R,+).
a. f(x) =
b. f(x) = 3x 3
c. f(x) = x3
9. Buktikan bahwa jika (x) = In x, x > 0, x R, maka adalah suatu Isomorfisma dari (R+, +) ke
(R,+)
10. Carilah semua Homomorfisma Grup dari :
a. Z ke Z4
b. Z ke D3
BAB 6
GRUP FAKTOR
Kompetensi Umum :
Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal dan mengaplikasikan sifat-sifat
dari grup faktor.
Kompetensi Khusus :
Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa secara rinci diharapkan dapat :
a. Menentukan relasi ekuivalen dari Grup
b. Menentukan Koset Kiri dan Koset Kanan dari Grup
c. Menerapkan Teorema Lagrange dalam Grup
d. Memahami dengan baik defenisi dari Subgrup Normal
e. Memahami dengan baik pengertian Grup Faktor
Deskripsi Singkat :
Pada bab 4 telah diperkenalkan konsep tentang subgrup, yaitu suatu himpunan bagian dari suatu
Grup yang merupakan Grup terhadap operasi yang sama, yaitu operasi yang ada dalam Grup
tersebut. Dalam bab ini akan diperkenalkan dengan Subgrup Normal yaitu suatu Subgrup yang
mempunyai sifat tambahan. Gabungan dari koset-koset dari suatu Subgrup Normal dapat
membentuk suatu Grup yang dinamakan Grup Faktor.
6.1 Relasi Ekuivalen
Pada bab 1, telah dijelaskan secara singkat mengenai relasi. Suatu relasi T dari himpunan A ke
himpunan B adalah himpunan bagian dari A X B. bila pasangan (a,b) merupakan anggota dari T,
maka a berelasi dengan b, dan ditulis sebagai aTb. Bila (a,b) bukan merupakan anggota T, maka
a tidak berelasi dengan b dan ditulis a=b.
Relasi-relasi dalam kehidupan sehari-hari misalnya orang tua dari, lebih pintar dari, berasal
dari daerah yang sama dengan. Sedangkan relasi-relasi dalam matematika misalnya sama
dengan, adalah anggota dari, dan sebangun. Suatu relasi T dari A ke B mempunyai sifat
bahwa untuk suatu unsur a A dan b B, maka aTb atau a=b.
Suatu fungsi f : A B menunjukkan suatu relasi T dari A ke B yang memberikan aTb yang artinya
f (a) = b. himpunan bagian T dari A X B adalah grafik dari fungsi tersebut. Dengan demikian
maka relasi-relasi adalah keadaan yang umum daripada fungsi-fungsi. Satu unsur dapat berelasi
dengan beberapa unsur atau tidak berelasi sama sekali.
Suatu relasi dari himpunan A ke A sendiri disebut relasi pada A. suatu terurut parsial pada suatu
himpunan, misalnya < pada himpunan bilangan-bilangan real, atau himpunan bagian dari
pada suatu himpunan kuasa P(X) adalah relasi pada himpunan-himpunan tersebut. sama dengan
(=) adalah relasi pada suatu himpunan S dan didefenisikan oleh himpunan bagian {(a,a), a A}
dari AXA. Suatu relasi ekuivalen adalah relasi yang mempunyai beberapa sifat yang harus
dipenuhi, seperti dalam defenisi berikut:
Defenisi 6.1 :
Suatu relasi T pada himpunan A disebut relasi ekuivalen bila memenuhi sifat-sifat berikut :
a. aTa berlaku a A (sifat Refleksif)
b. aTb maka bTa berlaku a,b A (sifat Simetris)
c. aTb dan bTc, maka aTc berlaku a,b,c A (sifat Transitif)
Bila T adalah suatu relasi ekuivalen pada himpunan A dan a A, maka
[a] = {x A| xTa} disebut kelas ekuivalen yang memuat a. Himpunan dari semua kelas ekuivalen
disebut himpunan faktor dari A oleh T, dan ditulis A/T.
Jadi
A/T = {[a]| aTA}
Suatu koleksi dari himpunan-himpunan bagian tak kosong disebut partisi dari himpunan A bila
gabungan dari himpunan-himpunan bagian tersebut adalah A dan sebarang dua himpuanan
bagian tersebut adalah lepas.
Contoh 6.1 :
Misalkan n adalah bilangan bulat positif, a dan b adalah bilangan-bilangan bulat. Kita katakan
bahwa a kongruen dengan b modulo n, bila n membagi a b, yang ditulis :
A = b mod n
Himpunan dari kelas-kelas ekuivalen tersebut disebut himounan dari bilangan-bilangan bulat
modulo n dan ditulis dengan zn. tunjukkan bahwa korelasi kongruen modulo n adalah suatu
relasi ekuivalen pada himpunan bilangan bulatz.
Penyelesaian :
A b mod n bila dan hanya bila n | (a-b)
a. Sifat Refleksif
a Z
Bila n | (a-a), ini berarti a a mod n, sehingga aTa
b. Sifat Simetris
a,b Z
Bila n | (a-b), ini berarti a b mod n, sehingga aTb
Bila n | -(a-b)=n | (b-a), ini berarti b a mod n, sehingga bTa
Jadi bila aTb maka bTa
c. Sifat Transitif
a,b,c Z
Bila n | (a-b), ini berarti a b mod n, sehingga aTb
Bila n | (b-c), ini berarti b c mod n, sehingga bTc
Bila n | (a-b) + (b-c) = n | (a-c), ini berarti a b mod n, sehingga aTc
Jadi, bila aTb dan bTc, maka aTc
Jadi kongruensi modulo n adalah suatu relasi ekuivalen pada himpunan Z.
Di dalam relasi kongruensi modulo 2, mempunyai kelas-kelas ekuivalen sebagai berikut :
[0] = {, -2, 0, 2, 4, 6, } [2] = {, 0, 2, 4, 6, 8, } = [0]
[1] = {, -1, 1, 3, 5, 7, } [2] = {, 1, 3, 5, 7, 9, } = [1]
Suatu kelas ekuivalen pada bilangan bulat modulo 2 haruslah satu diantara [0] atau [1], dan Z2 =
{[0], [1]}
Suatu kelas ekuivalen pada bilangan bulat modulo n adalah Zn = {[0], [1], [2], , [n 1]},
merupakan kongruen n dengan sisa pembagian n.
Salah satu himpunan dari kelas-kelas ekuivalen yang termasuk ke dalam sederhana (dasar)
adalah himpunan bilangan-bilangan rasional, misalkan dan merupakan bilangan rasional yang
sama. Pada konsep dari kelas ekuivalen didefenisikan relasi T pada Z X Z* (dengan Z* = Z
{0}) oleh (a,b)T(c,d) bila dan hanya bila ad = bc. Relasi tersebt adalah relasi ekuivalen pada Z X
Z*, dan kelas-kelas ekuivalen tersebut ditulis [(a,b)] oleh . Jadi (1,2)T(2,4), maka = .
6.2 Koset dan Teorema Lagrange
Pada sub bab 6.1 dijelaskan bahwa relasi kongruensi modulo n pada himpunan bilangan bulat Z
dapat didefenisikan oleh a b mod n bila dan hanya bila a b nZ, dimana nZ adalah dubgrup dari
Z yang memuat semua bilangan bulat yang merupakan kelipatan dari n.
Pada sub bab ini, akan dibahas mengenai konsep relasi ekuivalen dan kekongruenan yang
didefenisikan ke dalam suatu Grup dengan modulonya salah satu dari Subgrupnya.
Definisi 6.2 :
Misalkan (G,*) adalah suatu grup dan H suatu Subgrup dari G. untuk a,b G, dikatakan bahwa a
kongruen dengan b modulo H, dan ditulis a b mod n, bila dan hanya bila ab-1 H.
Pada definisi berikut ini akan dijelaskan mengenai koset kiri dan koset kanan.
Definisi 6.3 :
Relasi a b mod H adalah suatu relasi euivalen pada G. kelas ekuivalen yang memuat a dapat
ditulis sebagai bentuk Ha= {ha, h H} disebut koset kanan dari H dalan G bila aH = {ah, h H}
disebut koset kiri dari H dalam G. Unsur a disebut generator dari koset tersebut.
Contoh 6.2 :
Misalkan (G,+) = Z4 adalah suatu grup dan H = {0,2} adalah merupakan Subgrup dari G.
tentukan koset kiri dan koset kanan dari H dalam G.
Penyelesaian :
(G,+) = Z4 = {0, 1, 2, 3}, generatornya 0, 1, 2, dan 3
Koset kiri : 0 + H = 0 + {0,2} = {0,2}
1 + H = 1 + {0,2} = {1,3}
2 + H = 2 + {0,2} = {2,1}
3 + H = 3 + {0,2} = {3,1}
Koset kanan : H + 0 = {0,2} + 0 = {0,2}
H + 1 = {0,2} + 1 = {1,3}
H + 2 = {0,2} + 2 = {2,0}
H + 3 = {0,2} + 3 = {3,1}
Sehingga :
0 + H = H + 0 = {0,2}
1 + H = H + 1 = {1,3}
2 + H = H + 2 = {2,0}
3 + H = H + 3 = {1,3}
Maka koset kiri = koset kanan
Contoh 6.3 :
Misalkan 3Z adalah merupakan Subgrup dari z. tentukan koset kiri dan koset kanan dari 3Z
dalam Z.
Penyelesaian :
Kita akan selidiki koset kiri dan koset kanan terhadap operasi penjumlahan dan operasi
perkalian.
Diketahui ;
Z = {, -2, -1, 0, 1, 2, )
3Z = {, -6, -3, 0, 3, -6, )
a. Terhadap operasi penjumlahan
Koset kiri :
-2 + 3Z = {, -8, -5, -2, 1, 4, }
-1 + 3Z = {, -7, -4, -1, 2, 5, }
0 + 3Z = {, -6, -3, -0, 3, 6, }
-1 + 3Z = {, -5, -2 1, 4, 7, }
-1 + 3Z = {, -4, -1, 2, 5, 8, }
Koset kanan :
3Z + (-2) = {, -8, -5, -2, 1, 4, }
3Z + (-1) = {, -7, -4, -1, 2, 5, }
3Z + 0 = {, -6, -3, -0, 3, 6, }
3Z + 1 = {, -5, -2 1, 4, 7, }
3Z + 2 = {, -4, -1, 2, 5, 8, }
Koset kiri = Koset kanan
b. Terhadap operasi perkalian
Koset kiri :
-2 . 3Z = {, 12, 6, 0, -6, -12, }
-1 . 3Z = {, 6, 3, 0, -3, -6, }
0 . 3Z = {0}
1 . 3Z = {, -6, -3, 0, 3, 6, }
2 . 3Z = {, -12, -6, 0, 6, 12, }
Koset kanan :
3Z . (-2) = {, 12, 6, 0, -6, -12, }
3Z . (-1) = {, 6, 3, 0, -3, -6, }
3Z . 0 = {0}
3Z . 1 = {, -6, -3, 0, 3, 6, }
3Z. 2 = {, -12, -6, 0, 6, 12, }
Koset kiri = Koset kanan
Contoh 6.4 :
Misalkan G3 adalah suatu Gruo dalam terhadap perkalian dan H = {(1), (1 2 3),
(1 3 2)} adalah Subgrupnya. Carilah koset kiri dan koset kanan dengan generator a = (1 2).
Penyelesaian :
Diketahui :
H = {(1), (1 2 3), (1 3 2)}
a
Koset kiri :
= {(1 2), (2 3), (1 3)}
Koset kanan :
Jadi koset kiri = koset kanan
Dari contoh contoh tersebut, ternyata bahwa setiap koset mempunyai unsur-unsur yang sama
banyaknya. Akan kita gunakan hasil tersebut untuk membuktikan teorema yang terkenal dari
Joseph Lagrange (1736-1813).
Teorema 6.1 (Teorema Lagrange)
Bila G adalah suatu Grup terhingga dan H Subgrup dari G, maka |H| membagi |G|.
Bukti :
Misalkan koset-koset kiri dari H dalam G membentuk partisi dari G, sehingga G dapat ditulis
sebagai gabungan dari koset-koset yang lepas (disjoint) sebagai berikut :
G = a1H a2H a3H akH
Untuk suatu himpunan terhingga dengan unsur-unsur a1, a2, a3, , ak G. |H| adalah sebagai
banyaknya unsur-unsur dalam tiap-tiap koset.
Jadi, jumlah semua unsur dalam gabungan ;
G = a1H a2H a3H akH = |G| = k |G|
Oleh karena itu, |H| membagi |G|.
Dengan kata lain, koset-koset dapat membentuk partisi artinya gabungan dari koset-koset itu
dapat membentuk Grup itu sendiri dan interaksi dari kedua koset tersebut dapat membentuk
himpunan kosong.
Contoh 6.5 :
Dalam contoh 6.2, G = Z, = {0, 1, 2, 3,} dan H = {0, 2}
Misalkan kita ambil koset kiri :
0 + H = {0, 2}
1 + H = {1, 3}
2 + H = {0, 2}
3 + H = {1, 3}
Maka : 0 + H = 2 + H = {0, 2}
1 + H = 3 + H = {1, 3}
Sehingga :
(0 + H) (1 + H) = {0,1,2,3} = G
(0 + H) (1 + H) = ={ }
Definisi 6.4 :
Bila H adalah Subgrup G, maka banyaknya koset yang berbeda dari H dalam G disebut indeks
dari H dalam G, dan ditulis :
Ind |G:H|
Definisi 6.5 :
Bila G adalah suatu Grup terhingga dan H adalah merupakan subgrup dari G, maka :
Ind |G : H| =
Definisi 6.6 :
Bila a suatu unsur dari Grup terhingga, maka a|G| = e
Definisi berikut merupakan akibat langsung dari pembuktian teorema Lagrange.
Fungsi teorema Lagrange salah satunya adalah untuk mencari banyaknya koset relatif yang ada
pada Subgrupnya. Seperti akan diperlihatkan pada contoh berikut ini.
Contoh 6.6 :
Dalam contoh 2, G = Z4 = {0, 1, 2, 3} dan H = {0,2}
Indeks dari H dalam G adalah
Ind |G : H| =
6.3 Subgrup Normal dan Grup Faktor
Pada sub bab ini akan dibahas mengenai himpunan faktor yang merupakan suatu Grup dengan
perkalian yang didefenisikan dalam G. misalkan G adalah merupakan suatu Grup dengan H
adalah Subgrup dari G dan relasi a b mod H adalah suatu relasi ekuivalen pada G. akan kita
tunjukkan himpunan faktor yang merupakan suatu Grup dengan perkalian yang diddifinisikan
dalam G berlaku bila dan hanya bila koset kiri dari H dalam G aH = {ah, h H}.
Definisi 6.7 :
Misalkan H adalah suatu Subgrup dari Grup G, Subgrup H dikatakan subgrup Normal dari G g-
1hg H untuk setiap g G dan h H.
Definisi 6.8 :
Misalkan H adalahsuatu Subgrup Normal dari Grup G, maka setiap koset kiri dari H dalam G
juga merupakan koset kanannya (aH=Ha).
Dari definisi tersebut dapat dikatakan untuk menentukan bahwa suatu Subgrup H adalah Subgrup
Normal dari Grup G, maka harus dibuktikan bahwa koset-koset kiri dari H dalam G sama dengan
koset-koset kanan dari H dalam G (aH = Ha).
Jika H adalah merupakan Subrup Normal dari Grup (G,*) dan G/N adalah himpunan semua
koset-koset kiri atau koset-koset kanan dari N dalam G, yang didefinisikan :
(gH)*(nH) = (g*n)H
Dari penjelasan tersebut, maka adapun definisi dari grup faktor adalah sebagai berikut :
Definisi 6.9 :
Bila H adalah Subgrup Normal dari Grup (G,*), himpunan dari koset-koset
G/H = {H*g | g G} membentuk Grup (N/G,*) yang didefinisikan oleh
H(g1)* H(g2) = H(g1* g2), disebut Grup Faktor G oleh H.
Orde dari grup Faktor (G/N,*) adalah banyaknya koset-koset dari N dalam G, sehingga :
Ind |G/N| = Ind |G:H| =
Contoh 6.7 :
Misalkan (G,+) = Z6 = {0, 1, 2, 3, 4, 5} adalah suatu Grup dan H = {0, 2, 4} adalah merupakan
Subgrup dari G. tentukan Grup Faktor dari G oleh H, yaitu (G/H).
Penyelesaian :
Terlebih dahulu akan ditunjukkan bahwa Grup tersebut merupakan Subgrup Normal, dimana
koset kiri sama dengan koset kanan.
(G,+) = Z6 = {0, 1, 2, 3, 4, 5}, generatornya 0, 1, 2, 3, 4, dan 5
Koset kiri :
0 + H = 0 + {0, 2, 4} = {0, 2, 4}
1 + H = 1 + {0, 2, 4} = {1, 3, 5}
2 + H = 2 + {0, 2, 4} = {2, 4, 0}
3 + H = 3 + {0, 2, 4} = {3, 5, 1}
4 + H = 4 + {0, 2, 4} = {4, 0, 2}
5 + H = 5 + {0, 2, 4} = {5, 1, 3}
Koset kanan
H + 0= {0, 2, 4} + 0= {0, 2, 4}
H + 1= {0, 2, 4} + 1= {1, 3, 5}
H + 2= {0, 2, 4} + 2 = {2, 4, 0}
H + 3= {0, 2, 4} + 3= {3, 5, 1}
H + 4= {0, 2, 4} + 4 = {4, 0, 2}
H + 5= {0, 2, 4} + 5= {5, 1, 3}
Sehingga :
0 + H = H + 0= {0, 2, 4}
1 + H = H + 1= {1, 3, 5}
2 + H = H + 2= {2, 4, 0}
3 + H = H + 3= {3, 5, 1}
4 + H = H + 4= {4, 0, 2}
5 + H = H + 5= {5, 1, 3}
Maka : Koset Kiri = Koset Kanan
Sehingga : Subgrup dari H = {0,2} merupakan Subgrup Normal
Sekarang kita akan menentukan Grup Faktor G oleh H yang dibentuk dari Subrup Normal
tersebut :
Ind |G/N| = Ind |G:H| =
Unsur-unsur dari grup Faktor tersebut adalah 2
Misalkan kita ambil korset kiri :
0 + H = {0, 2, 4}
1 + H = {1, 3, 5}
2 + H = {2, 4, 0}
3 + H = {3, 5, 1}
4 + H = {4, 0, 2}
5 + H = {5, 1, 3}
Maka :
0 + H = 2 + H = 4 + H = {0, 2, 4}
1 + H = 3 + H = 5 + H = {1, 3, 5}
Unsur-unsur dari Grup Faktor tersebut adalah 2 :
0 + H = {0, 2, 4}
1 + H = {1, 3, 5}
Adapun daftar Cayley dari Grup Faktor tersebut adalah :
Tabel 6.1
Grup Faktor dari G = Z4 oleh H = {0,2,4}
+ H 1 + H
H H 1 + H
1 + H 1 + H H
BAB 7
RING (GELANGGANG)
Kompetensi Umum :
Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal dan mengaplikasikan sifat-sifat
suatu Ring, Integral Domain, dan Field.
Kompetensi Khusus:
Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa secara rinci diharapkan dapat:
a. Memahami definisi dari Ring, Ring Komutatif, Ring dengan unsur kesatuan.
b. Memberikan contoh struktur aljabar dengan dua operasi biner yang berupa Ring maupun
tidak.
c. Memahami definisi dari Integral Domain
d. Memberikan contoh Ring tanpa pembagi nol (Integral Domain) dan Ring dengan pembagi nol
e. Memahami definisi dari Field
f. Memberikan contoh Field
Deskripsi Singkat:
Ring adalah suatu himpunan tak kosong yang memenuhi du operasi biner terhadap penjumlahan
dan perkalian. Dalam bab ini akan dibahas sifat-sifat Ring, Integral Domain dan Field.
7.1 Sifat-Sifat Ring
Pada bab terdahulu telah dibicarakan mengenai struktur aljabar yang terdiri dari satu himpunan
kosong dengan satu operasi biner yaitu terhadap penjumlahan (aditif) atau terhadap perkalian
(multiplikatif) yang disebut grup.
Misalkan kita pandang suatu bilangan bulat Z sebagai suatu Grup (Z, +) dan himpunan bilangan
bulat yang tidak sama dengan nol Z sebagai monoid (Z, .), tetapi kedua struktur tersebut
mengabaikan relasi antara penjumlahan (+) dan perkalian ( . ), misalkan kita ketahui bahwa
perkalian tersebut distributif terhadap penjumlahan. Pada bagian ini akan dibahas mengenai
struktur aljabar yang terdiri dari satu himpunan tak kosong dengan dua operasi biner yaitu
terhadap penjumlahan dan perkalian, struktur aljabar ini disebut dengan Ring (Gelanggang).
Untuk lebih jelasnya dalam definisi berikut:
Definisi 7.1:
Suatu Ring (R,+,.) adalah suatu himpunan tak kosong dengan operasi biner penjumlahan (+) dan
Perkalian(.) pada R yang memenuhi aksioma-aksioma berikut:
a. Terhadap penjumlahan (+)
(R,+) merupakan suatu Grup Komutatif dengan sifat-safat sebagai berikut:
1. Tertutup
Re a+b = c, c R eMisalkan a, b
2. Assosiatif
(a+b) + c = a + (b+c) R eMisalkan a,b,c
3. Adanya unsur satuan atau identitas
a+e = e+a = a R eMisalakn a
4. Adanya unsur balikan atau invers
a+ (-a) = (-a) + a = e = 0 R eMisalkan a
5. Komutatif
b+a = a+b R eMisalkan a, b
b. Terhadap perkalian (.)
Untuk (R,.) merupakan suatu Semigrup/Monoid (beberapa penulis buku mengatakan bahwa di
dalam suatu ring tidak perlu mempunyai identitas terhadap perkalian), dengan sifat-sifat sebagai
berikut:
1. Tertutup
Re a.b = c, c R eMisalkan a,b
2. Assosiatif
(a.b).c = a.(b.c) R eMisalkan a,b,c
3. Adanya unsur satuan atau identitas
a.e = e.a = aR eMisalkan a
c. Distributif perkalian terhadap penjumlahan
a . (b+c) = (a.b) + (a.c) dan (a+b).c = (a.c) + (b.c) R eMisalkan a,b,c
Dari definisi tersebut dapat kita simpulkan bahwa struktur aljabar dengan dua operasi biner (R,
+, .) dikatakan suatu Ring (Gelanggang) bila:
1. (R, +) merupakan suatu Grup Komutatif
2. (R, .) merupakan suatu Semigrup/ Monoid
(catatan : Beberapa penulis buku mengatakan bahwa di dalam suatu Ring tidak perlu mempunyai
identitas terhadap perkalian)
3. Distributif perkalian terhadap penjumlahan
Sebagai catatan yang perlu diingat pada konsep Ring bahwa notasi untuk kedua operasi tersebut
boleh apa saja, misalkan (R,+,o) ataupun (R,+,*) ataupun yang lainnya. Kita juga bebas
menamakan mana yang merupakan operasi yang pertama ataupun mana operasi yang kedua,
asalkan operasi biner tersebut memenuhi syarat-syarat suatu Ring.
Contoh 7. 1:
Tunjukkan bahwa Z4 adalah merupakan suatu ring
Penyelesian:
Tabel 7.1
Daftar Cayley (Z4, +) dan (Z4, .)
+ 0 1 2 3 . 0 1 2 3
0 0 1 2 3 0 0 0 0 0
1 1 2 3 0 1 0 1 2 3
2 2 3 0 1 2 0 2 0 2
3 3 0 1 2 3 0 3 2 1
Dari tabel 7.1. Akan ditunjukkan bahwa Z4 = merupakan suatu ring bila memenuhi:
1. Grup komutatif terhadap penjumlahan (Z4, +)
Tertutup
Z4eAmbil sebarang nilai dari Z4 misalkan 0,1,2,3
1 + 0 = 1
1 + 1 = 2
1 + 2 = 3
1 + 3 = 0
tertutup terhadap Z4 Z4 eKarena hasilnya 0, 1, 2, 3
Assosiatif
Ambil sebarang nilai dari Z4
Z4eMisalkan a = 2, b=1, dan c=3
(a+b) + c = (2+1) + 3 = 3 + 3 = 2
a + (b+c) = 2 + (1+3) = 2 + 4 = 6
Z4 assosiatifsehingga: (a+b) + c = a + (b+c)
Adanya unsur satuan atau identitas
Z4eAmbil sebarang nilai Z4, misalkan 3
3+e = 3 + 0 = 3
e+3 = 0 + 3 = 3
Z4 ada unsur satuan atau identitassehingga: 3+e = e+3 = 3
Adanya unsur balikan atau invers
Ambil sebarang nilai dari Z4
a + (-a) = (-a) + a = e = 0
0 + 0 = 0
1 + 3 = 0
2 + 2 = 0
3 + 1 = 0
Z4 ada unsur balikan atau invers
Komutatif
Ambil sebarang nilai dari Z4
Misalkan a = 2, b = 3 Z4
(a + b) = (2 + 3) = 1
(b + a) = (3 + 2) = 1
Sehingga:
(a + b) = (b + a) = 1
Maka Z4 komutatif
Jadi, Z4 = merupakan Grup Komutatif terhadap penjumlahan (Z4,+)
2. Monoid terhadap perkalian (Z4, .)
Tertutup
Ambil sebarang nilai dari Z4
Z4eMisalkan 0, 1, 2, 3
1 . 0 = 0
1 . 1 = 1
1 . 2 = 2
1 . 3 = 3
Z4, maka Z4 tertutupeKarena hasilnya 0, 1, 2, 3
Assosiatif
Ambil sebarang nilai dari Z4
Z4eMisalkan a = 2, b = 1 dan c = 3
(a.b).c = (2.1).3 = 2.3 = 2
a.(b.c) = 2.(1.3) = 2.3 = 2
Z4 assosiatifsehingga: (a.b).c = a.(b.c) = 2
Adanya unsur satuan atau identitas
Ambil sebarang nilai dari Z4
Z4eMisalkan 3
3 . e = e . 3
3 . 1 = 1 . 3
3 = 3
Z4 ada unsur satuan atau identitas
Jadi, Z4 = Monoid terhadap perkalian (Z4, .)
3. Distributif perkalian terhadap penjumlahan
Ambil sebarang nilai dari Z4
Z4eMisalkan a = 2, b = 1, c = 3
a.(b+c) = 2.(1+3) (a.b)+(a.c) = (2.1) + (2.3)
= 2.0 = 2 + 6
= 0 = 0
Maka, a.(b+c) = (a.b) + (a.c) = 0
(a+b).c = (2+1).3 (a.c) + (b.c) = (2.3) + (1.3)
= (3).3 = 2+3
= 1 = 1
Maka, (a+b).c = (a.c) + (b.c) = 1
Jadi, Z4 = distributif perkalian terhadap penjumlahan.
Karena Z4 memenuhi semua aksioma yang ada maka Z4 adalah suatu Ring
(Z4, +, .)
Contoh 7.2:
Misalkan R = , (R, +, .) bukan merupakan suatu Ring karena tidak tertutup terhadap operasi
penjumlahan.
Contoh 7.3:
Misalkan R = , (R, +, .) bukan merupakan suatu Ring karena tidak tertutup terhadap operasi
penjumlahan, tetapi Z2 = , (Z2, +, .) merupakan suatu Ring karena tertutup terhadap operasi
penjumlahan dan memenuhi sifat-sifat dari Ring.
Suatu Ring dikatakan komutatif / abelian bila pada operasi perkalian (multiplikatif) terpenuhi
sifat komutatifnya. Secara singkat akan dijelaskan syarat dari Ring Komutatif pada definisi
berikut:
Definisi 7.2:
Suatu struktur aljabar dengan dua operasi biner (R, +,.) dikatakan suatu ring (gelanggang)
komutatif (abelian) bila:
1. (R.+) merupakan suatu grup komutatif
2. (R,.) merupakan suatu semigrup / monoid komutatif
3. Distributif perkalian terhadap penjumlahan
Jadi, pada Ring komutatif (R,.) yang merupakan suatu semigrup atau monoid harus memenuhi
sifat-sifat komutatifnya, yaitu:
Re a,b a.b = b.a,
Contoh 7.4:
Dari contoh 7.1, ditunjukkan bahwa Ring (Z, +, .) merupakan suatu Ring Komutatif.
Penyelesaian:
Dari contoh 7.1, telah ditunjukkan bahwa Z4 = adalah suatu Ring (Z4, +, .).
Sekarang akan ditunjukkan sifat komutatif dari Ring tersebut.
a.b = b . a,
ambil sebarang nilai dari Z4, misalkan 2 dan 3 (pada table 7.1)
2 . 3 = 2
3 . 2 = 2
Sehingga 2 . 3 = 3 . 2 = 2
Karena Ring (Z4, +, .) tersebut memenuhi sifat komutatif, maka Ring (Z4, +,.) tersebut adalah
Ring Komutatif atau Ring Abelian.
Contoh 7.5:
Misalkan P = dan P Z. Tunjukkan bahwa elemen-elemen bilangan genap dan ganjil afdalah
suatu Ring Komutatif.
Penyelesaian:
Tabel 7.2
Daftar Cayley ( , +) dan ( ,.)
+ Genap ganjil . genap ganjil
genap Genap ganjil genap genap genap
ganjil Ganjil genap ganjil genap ganjil
Dari tabel 7.2 akan ditunjukkan bahwa P = merupakan suatu Ring Komutatif bila memenuhi:
1. Grup Komutatif terhadap penjumlahan (P,+)
Tertutup
Ambil sebarang nilai dari P
Misalkan genap, ganjil P
genap + genap = genap
genap + ganjil = ganjil
ganjil + ganjil = genap
karena hasilnya genap dan ganjil P, maka tertutup terhadap P
Assosiatif
Ambil sebarang nilai dari P
Misalkan a = genap, b = ganjil dan c = genap P
(a + b) + c = (genap + ganjil) + genap = ganjil + genap = ganjil
a + (b + c) = genap + (ganjil + genap) = genap + ganjil = ganjil
sehinggga :
(a + b) + c = a + (b + c) = ganjil
Maka P assosiatif
Adanya unsur satuan dan identitas
Ambil sebarang nilai dari P
Misalkan genap Z4
genap + e = genap + 0 = genap
e + genap = 0 + genap = genap
sehingga:
genap + e = e + genap = genap
maka P ada unsur satuan atau identitas
Adanya unsur balikan atau invers
Ambil sebarang nilai dari P
Misalkan genap Z4
genap + (-genap) = genap genap = 0 = e
(-genap) + genap = genap + genap = 0 = e
Sehingga:
genap + (-genap) = (-genap) + genap = 0 = e
maka P ada unsur balikan atau invers
Komutatif
Ambil sebarang nilai dari P
Misalkan a = genap, b = ganjil P
(a + b) = (genap + ganjil) = ganjil
(b + a) = (ganjil + genap) = ganjil
Sehingga:
(a + b) = (b + a) = ganjil
Maka P komutatif
Jadi, P = merupakan Grup Komutatif terhadap penjumlahan (P,+).
2. Monoid terhadap perkalian (P, .)
Tertutup
Ambil sebarang nilai dari P
Misalkan genap dan ganjil P
genap . ganjil = genap
genap . genap = genap
ganjil . ganjil =ganjil
karena hasilnya genap dan ganjil P, maka tertutup terhadap P
Assosiatif
Ambil sembarang nilai dari P
Misalkan a = genap, b = ganjil dan c = genap P
(a . b) . c = (genap . ganjil) . genap = genap . genap = genap
a . (b . c) = genap . (ganjil . genap) = genap . genap = genap
sehingga:
(a . b) . c = a . (b . c) = genap
Maka P Assosiatif
Adanya unsur satuan atau identitas
Ambil sebarang nilai dari P
Misalkan genap Z4
genap . e = genap . 1 = genap
e . genap = 1 . genap = genap
sehingga:
genap . e = e . genap = genap
maka P ada unsur satuan atau identitas
Komutatif
Ambil sebarang nilai dari P
Misalkan a = genap, b = ganjil P
(a . b) = (genap . ganjil) = genap
(b . a) = (ganjil . genap) = genap
Sehingga:
(a . b) = (b . a) = genap
Maka P Komutatif
Jadi, P = merupakan Monoid Komutatif terhadap perkalian (P, .).
3. Distributif perkalian terhadap penjumlahan
Ambil sebarang nilai dari P
Misalkan a = genap, b = ganjil dan c = genap P
a.(b + c) = genap . (ganjil + genap)
= genap . (ganjil)
= genap
(a.b) + (a.c) = (genap.ganjil) + (genap.genap)
= genap + genap
= genap
Maka, a.(b + c) = (a.b) + (a.c) = genap
(a + b). c = (genap +ganjil). genap
= (ganjil) . genap
= genap
(a.c) + (a.b) = (genap.genap) + (ganjil.genap)
= genap + genap
= genap
Maka, (a + b). c = (a.c) + (a.b) = genap
Jadi, P = distributif perkalian terhadap penjumlahan.
Karena P = memenuhi semua aksioma-aksioma yang ada, maka P adalah suatu Ring Komutatif
(P, +, .).
Telah kita ketahui bahwa suatu Ring merupakan Grup Komutatif terhadap Penjumlahan. Balikan
suatu unsur terhadap operasi penjumlahan dinamakan lawan atau invers aditif yang dinyatakan
dengan tanda (-). Jadi yang dimaksud dengan a adalah invers aditif dari a. Misalkan unsur a
ditambah invers aditif dari b, yaitu b, maka ditulis a + (-b) atau a b.
Teorema 7.1:
Dalam suatu Ring berlaku sifat-sifat:
1. a.0 = 0.a = 0
2. a.(-b) = (a.b) = (-a).b
3. (-a) = a
4. (a+b) = (-a)+(-b)
5. a.(b-c) = a.b a.c
6. (a-b).c = a.c b.c
7. (-1).a = -a
8. (-a).(-b) = a.b
7.2 Integral Domain (Daerah Integral)
Salah satu sifat yang banyak digunakan dari sistem bilangan-bilangan yang telah kita kenal
adalah bahwa bila ab = 0, maka a = 0 atau b = 0. Sifat tersebut menyatakan bahwa hukum kensel
berlaku untuk unsur-unsur (elemen-elemen) yang bukan unsur nol, karena bila ab = ac dan a 0,
maka a(b c) = 0 dan diperoleh b = c.
Definisi 7.3:
ReBila (R,+,.) adalah suatu Ring komutatif, suatu unsur bukan nol a R sedemikian
hinggaedisebut pembagi nol bila ada unsure yang bukan nol b a.b=0
Re 0 = R disebut pembagi nol di R bila a.b = 0 untuk suatu unsur b e 0 =Dengan kata lain suatu
unsure a
Definisi 7.4:
Suatu ring komutatif yang tidak mempunyai pembagi nol disebut integral domain (daerah
integral).
b=0)v a=0 (a.b=0
Definisi 7.5:
Suatu struktur aljabar dengan dua operasi biner (R,+,.) dikatakan suatu integral domain (daerah
integral) bila:
1 (R,+) merupakan grup komutatif
2 (R,.) merupakan semigrup / monoid komutatif
3 Tidak ada pembagi nol
ReMisalkan a,b
b=0v a=0 a.b = 0
4 Distributif perkalian terhadap penjumlahan
Contoh 7.6 :
Dari soal 7.5, P = adalah suatu Ring Komutatif. Akan ditunjukkan bahwa Ring Komutatif
tersebut adalah Integral Domain.
Penyelesaian:
Diketahui P = adalah suatu Ring Komutatif
Syarat dari Integral Domain adalah Ring komutatif yang tidak mempunyai pembagi nol, dengan
kata lain:
a.b = 0, untuk a = 0 atau b= 0
Misalkan:
X = adalah himpunan bilangan ganjil dan
Y = adalah himpunan bilangan genap.
Dari himpunan tersebut dapat dilihat bahwa bilangan ganjil tidak ada unsur nol, tetapi bilangan
genap ada unsur nol.
Jadi dapat disimpulkan bahwa P = merupakan Integral Domain, karena a.b = 0 jika a = 0, atau b
= 0, .
Contoh 7.7:
R. Tunjukkaneo, serta b,c =Jika R adalah suatu daerah integral dan ab = ac untuk a bahwa b=c
Penyelesaian:
ab = ac, maka:
ab-ac = 0
a (b-c) = 0
0, maka:=karena R adalah integral domain yang tidak mempunyai pembagi nol dan a
b-c = 0
jadi b=c
7.3 Field (Lapangan)
Pada umumnya di dalam suatu Ring, penjumlahan, pengurangan dan perkalian terhadap unsur
suatu Ring akan diperoleh hasil, tetapi untuk pembagian tidak selalu iperoleh hasil. Di dalam
Integral Domain, unsur-unsurnya dapat dikensel tetapi tidak selalu diperoleh hasil bila dibagi
dengan Z, maka 3a = 3b menghasilkan aeunsur yang bukan nol. Misalkan, bila a,b = b, tetapi
tidak setiap unsur Z dapat dibagi 3.
Ada suatu sistem bilangan-bilangan yang selalu diperoleh hasil bila dibagi unsur yang bukan nol,
yang disebut Field (lapangan).
Definisi 7.6:
Field adalah suatu ring yang unsur-unsur bukan nolnya membentuk grup komutatif / abelian
tyerhadap perkalian. Dengan kata lain suatu field adalah ring komutatif yang mempunyai unsure
balikan / invers terhadap perkalian.
Definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu struktur aljabar dengan dua operasi biner (R,+,.)
dikatakan Field bila:
1. (R,+) merupakan suatu grup komutatif
2. (R,.) merupakan suatu grup komutatif
3. Distributif perkalian terhadap penjumlahan
Jadi untuk menunjukkan bahwa suatu Ring adalah Field harus kita buktikan Ring itu komutatif
dan punya unsur balikan atau inversterhadap perkalian. Atau kita tunjukkan R merupakan suatu
Grup Komutatif terhadap penjumlahan.
Contoh 7.9:
adalah suatu ring}genap, ganjil{Dari soal 7.5, P = komutatif. Akan ditunjukkan bahwa ring
komutatif tersebut adalah field.
Penyelesaian:
adalah suatu ring komutatif}genap, ganjil{Diketahui P =
Syarat field adalah ring komutatif yang mempunyai unsure balikan atau invers terhadap
perkalian, dengan kata lain:
a.a-1 = a-1.a=1 P, e a-1 -P, ea
Misalkan:
Pea = genap
a.a-1 = genap.(genap)-1
= genap .
= 1
a-1.a = (genap)-1 . genap
= . genap
= 1
Pea merupakan Field, karena a.a-1=a1.a = 1, }genap,ganjil{Jadi dapat disimpulkan bahwa P =
dimana}genap, ganjil{Dari contoh 7.5, dapat kita disimpulkan bahwa P = Z, adalah suatu ring
komutatif yang juga merupakan integral domain_P (daerah integral ) dan juga merupakan Field
(lapangan).
7.4 Rangkuman
1. Suatu struktur aljabar dengan dua operasi biner (R, +, .) dikatakan suatu Ring (gelanggang)
bila:
(R, +) merupakan suatu Grup Komutatif
(R, .) merupakan suatu Semigrup / Monoid
Distributif perkalian terhadap penjumlahan
2. Suatu struktur aljabar dengan dua operasi biner (R, +, .) dikatakan suatu Ring (Gelanggang)
Komutatif bila:
(R, +) merupakan suatu Grup Komutatif
(R, .) merupakan suatu Semigrup / Monoid
Distributif perkalian terhadap penjumlahan
3. Bila (R, +, .) adalah suatu Ring Komutatif, suatu unsur bukan nol a R disebut pembagi nol bila
ada unsur yang bukan nol b R sedemikian hingga a.b = 0.
4. Suatu struktur aljabar dengan dua operasi biner (R, +,.) dikatakan suatu Integral Domain
(Daerah Integral) bila:
(R, +) merupakan suatu Grup Komutatif
(R, .) merupakan suatu Semigrup / Monoid komutatif
Tidak ada pembagi nol
Distributif perkalian terhadap penjumlahan
5. Suatu struktur aljabar dengan dua operasi biner (R, +, .) dikatakan suatu Field (Lapangan) bila:
(R, +) merupakan suatu Grup Komutatif
(R, .) merupakan suatu Grup Komutatif
Distributif perkalian terhadap penjumlahan
7.5 Soal-Soal Latihan
1. Tunjukkan bahwa bilangan bulat (Z, +, .) adalah merupakan suatu Ring Komutatif, dengan
penjumalahan dan perkalian pada kelas-kelas kongruensi modulo n yang didefinisikan oleh [x] +
[y] = [x + y] dan [x].[y] = [x.y].
2. Misalkan (R, +, .) didefinisikan operasi dan pada R sebagai berikut:
a b = a + b + 1 dan a b = ab + a + b.
Tunjukkan apakah merupakan suatu Ring Komutatif.
3. Tunjukkan bahwa (Q( ), +, .) adalah Ring Komutatif dengan Q( ) = .
4. Buatlah tabel penjumlahan dan perkalian untuk (Z5, +, .). Tunjukkan apakah merupakan suatu
Ring Komutatif.
5. Tunjukkan pada soal no 1, apakah merupakan:
a. Integral Domain
b. Field
6. Tunjukkan pada soal no 2, apakah merupakan:
a. Integral Domain
b. Field
7. Tunjukkan pada soal no 3, apakah merupakan:
a. Integral Domain
b. Field
8. Tunjukkan pada soal no 4, apakah merupakan:
a. Integral Domain
b. Field
BAB 8
SUBRING DAN
IDEAL
Kompetensi Umum :
Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengindentifikasi suatu ring merupakan
subring dan ideal.
Kompetensi Khusus :
Setelah mengikuti pokok bahasaan ini mahasiswa secara rinci diharapkan:
a. Mengidentifikasi suatu ring merupakan suatu subring atau bukan
b. Memberi contohn dari suatu subring
c. Mengidentifikasi suatu ring merupakan ideal atau bukan
d. Memberikan contoh dari suatu ideal
Deskripsi Singkat :
Dalam bab ini menitik beratkan mengenai penjelasan mengenai sifat-sifat subring dan pengertian
dari ideal dalam ring yang merupakan suatu subring yang khusus yaitu suatu sub grup aditif yang
tertutup terhadap perkalian unsure luar.
8.1 SUBRING
Pada sub pokok bahasan ini akan di jelaskan mengenai struktur bagian dari ring yang disebut
subring (gelanggang bagian), adapun definisinya adalah sebagai berikut :
Definisi 8.1.
Misalkan (R, +, . ) adalah suatu ring, s adalah merupakan himpunan bagian dari R ( S R ). Bila
operasi yang sama dengan ( S, +, . ) membentuk suatu ring maka S disebut suatu subring dari R.
Untuk lebih jelasnya kita harus mengetahui syarat-syarat dari subring, yaitu sebagai berikut:
Definisi 8.2
Misalakan (R, +, . ) adalah suatu ring, S adalah himpunan dari R yang disebut subring dari R,
bila untuk setiap a, b S berlaku:
1. S
2. a b S
3. a . b S
Syarat (1) menyatakan bahwa himpunan bagian dari ring disebut bukan himpunan kosong ( ),
syarat (2) menyatkan bahwa ( S, +) adalah merupakan grup komutatif. Syarat (3) menyatakan
bahwa (S, .) adalah merupakan suatu semi grup.
Sehingga dapat dikatkan bahwa syarat-syarat tersebut telah memenuhi syarat dari suatu Ring.
Dikarenakan S adalah himpunan bagian dari R, S R, maka S dapat dikatakan sebagai subring dari
R.
Contoh 8.1
Misalkan Z4 = { 0, 1, 2, 3} merupakan suatu Ring, tunjukkan bahwa S = {0, 2} adalah subring
dari Z4.
Penyelesaian :
Akan kita tunjukkan bahwa S = {0, 2}memenuhi syarat-syarat dari suatu Ring.
1. S , syarat terpenuhi karena S = {0, 2}
2. a b S
misalkan 0, 2 S
2 0 = 2
2 2 = 0
0 2 = 2
Sehingga 0, 2 S
3. a . b S
misalkan 0, 2 S
2 . 0 = 0
2 . 2 = 0
0 . 2 = 0
Sehingga 0, S
Syarat (1), (2), dan (3) terpenuhi maka S adalah subring dari Z4.
Kita juga bisa membuktikan S (dalam contoh 1) merupakan suatu subring dari Z4, dengan
menunjukkan operasi yang sama pada Z4 terhadap penjumlahan dan perkalian. Sehingga S
merupakan Grup komutatif terhadap penjumlahan (S,+) dan juga merupakan semigrup / monoid
terhyadap perkalian (S,.). karena (S,+,.) memenuhi syarat-syarat dari suatu Ring, maka S = {0,
2} adalah subring dari Ring Z4 = { 0, 1, 2, 3}.
Contoh 8.2
Tunjukkan bahwa Q( ) = { a+b |a,b Q } adalah merupakan subring dari R.
Penyelesaian :
Akan kita tunjukkan bahwa Q( ) = { a+b |a,b Q }memenuhi syarat-syarat dari suatu Ring.
1) S , syarat terpenuhi karena Q( ) = { a+b |a,b Q }
2) a b S
misalkan a + b , c + d Q( ), maka :
a + b c + d = (a-b) + (c-d) Q( )
3) a . b S
misalkan a + b , c + d Q( ), maka :
(a + b ) . (c + d ) = (ac + 2bd) + (ad + bc) Q( )
Syarat (1), (2), dan (3) terpenuhi maka Q( ) = { a+b |a,b Q } adalah subring dari R.
Sama halnya pada contoh 8.1, kita juga bisa membuktikan Q( ) (dalam contoh 8.2) merupakan
suatu subring dari R, dengan operasi yang sama pada R terhadap penjumlahan dan perkalian.
Sehingga S adalah merupakan Grup komutatif terhadap penjumlahan (Q( ), +) dan juga
merupakan semigrup / monoid terhadap perkalian (Q( ),.). karena (Q( ), +,.) memenuhi syarat-
syarat dari suatu Ring , maka Q( ) = { a+b |a,b Q } adalah subring dari R.
Dari contoh 8.1 dan 8.2 bisa kita simpulkan bahwa bila R adalah suatu Ring, S R dan S , maka
S merupakan suatu subring bila S memenuhi syarat-syarat dari suatu Ring.
8.2. Ideal
Pada materi grup kita ketahui ada subgroup normal yang merupakan subgroup yang memiliki
sifat khusus. Di dalam ring juga ada subring yang memiliki sifat-sifat istimewa yaitu tertutup
terhadap perkalian unsure di luar subring. Subring semacam ini dinamakan suatu ideal.
Pada ideal dikenal dengan ideal kiri yaitu bila tertutup terhadap perkalian unsur disebelah kiri
dan ideal kanan yaitu bila tertutup terhadap perkalian unsur disebelah kanan. Untuk lebih jelas
kita akan melihat dalam definisi berikut :
Definisi 8.3:
Misalkan (R, +, . ) adalah suatu ring dan (S, +, . ) adalah subring R disebut ideal kiri jika untuk
setiap a S dan r R maka ar S.
Definisi 8.4:
Misalkan (R, +, . ) adalah suatu ring dan (S, +, . ) adalah subring R disebut ideal kanan jika untuk
setiap a S dan r R maka ra S.
Definisi 8.5:
Misalkan (R, +, . ) adalah suatu ring dan (S, +, . ) adalah subring R disebut ideal jika merupakan
ideal kiri dan ideal kanan yaitu untuk setiap a S dan r R maka ra S dan ar S.
Definisi 8.6:
Misalkan (R, +, . ) adalah suatu ring, s adalah merupakan himpunan bagian dari R ( S R ).
Disebut ideal kiri setiap a,b S dan r S berlaku:
1. a b S
2. a . b S
3. ra S
Definisi 8.7 :
Misalkan (R, +, . ) adalah suatu ring, s adalah merupakan himpunan bagian dari R ( S R ).
Disebut ideal kanan setiap a,b S dan r S berlaku:
1. a b S
2. a . b S
3. ar S
Definisi 8.8:
Misalkan (R, +, . ) adalah suatu ring, s adalah merupakan himpunan bagian dari R ( S R ).
Disebut ideal, bila untuk setiap a,b S dan r S berlaku:
1. a b S
2. a . b S
3. ra S dan ar S
jadi suatu subring dinamakan ideal bila subring tersebut tertutup terhadap operasi perkalian unsur
disebelah kiri ( ideal kiri ) dan subring tersebut juga tertutup terhadap operasi perkalian unsur
disebelah kanan ( ideal kanan ).
Contoh 8.3:
Dari contoh 8.1 Misalkan Z4 = { 0, 1, 2, 3} merupakan suatu Ring, tunjukkan bahwa subring S =
{0, 2} adalah suatu ideal.
Penyelesaian :
Pada contoh 8.1 telah kita tunjukan bahwa S = {0, 2} adalah subring dari Z4 = { 0, 1, 2, 3}.
Sekarang kita tunjukan bahwa S merupakan suatu ideal, dengan membuktikan bahwa S adalah
ideal kiri dan ideal kanan.
Diketahui : 0, 1, 2, 3 Z4 dan 0,2 S
Ideal kiri 0 . 0 = 0
1 . 0 = 0
2 . 0 = 0
3 . 0 = 0
0 . 2 = 2
1 . 2 = 2
2 . 2 = 0
3 . 2 = 2
S merupakan ideal kiri dari Z4
Ideal kanan 0 . 0= 0
0 . 1 = 0
0 . 2 = 0
0 . 3 = 0
2 . 0 = 2
2. 1 = 2
2 . 2 = 0
2 . 3 = 2
S merupakan ideal kanan dari Z4
Jadi S merupakan ideal kiri dan ideal kanan dari Z4 sehingga S adalah ideal dari Z4.
Contoh 8.4:
Misalkan (Z, +, .) adalah suatu Ring maka himpunan bagian dari (Z, +, .) yaitu (2Z, +, .), (3Z, +,
.), (4Z, +, .) dan seterusnya merupakan suatu Ideal (Z, +, .)
Contoh 8.5:
Misalkan contoh yang telah diberikan, bila kita telah mengetahui bahwa S adalah suatu Subring
dari R, kita cukup mencari nilai dari perkalian unsurnya saja tidak perlu lagi dibuktikan bahwa S
adalah suatu Subring. Tetapi bila belum mengetahui bahwa S adalah suatu Subring atau bukan,
kita harus membuktikan S terlebih dahulu merupakan suatu Subring, setelah itu kita baru
mencari nilai dari perkalian unsurnya yang tertutup terhadap subring tersebut.
Gambar 8. 1
Bagan dari suatu Ideal
8.3 Rangkuman
1. Misalkan (R, +, .) adalah suatu Ring, S adalah merupakan himpunan bagian dari R (S R). bila
operasi yang sama dengan (S, +, .) membentuk suatu Ring maka S disebut Subring dari R.
2. Misalkan (R, +, .) adalah suatu Ring, S adalah himpunan bagian dari R yang disebut Subring
dari R, bila untuk setiap a,b S, berlaku:
S
a b S
a . b S
3. Misalkan (R, +, .) adalah suatu Ring dan S merupakan himpunan bagian dari R (S R) disebut
Ideal Kiri, bila untuk setiap a,b S, berlaku:
a b S
a . b S
ra S
4. Misalkan (R, +, .) adalah suatu Ring dan S merupakan himpunan bagian dari R (S R) disebut
Ideal Kanan, bila untuk setiap a,b S, berlaku:
a b S
a . b S
ar S
5. Misalkan (R, +, .) adalah suatu Ring dan S merupakan himpunan bagian dari R (S R) disebut
Ideal, bila untuk setiap a,b S, berlaku:
a b S
a . b S
ra S dan ar S
8.4 Soal-soal Latihan
1. Misalkan R adalah suatu Ring dan A dan B adalah Subring dari R. Butikan bahwa A B juga
merupakan subring dari R.
2. Misalkan Z5 adalah suatu Ring.
a. Tentukan subring-subring yang dibangun oleh unsur-unsur dari Z5.
b. Apakah subring-subring tersebut merupakan suatu Ideal.
3. Misalkan P adalah suatu Ring dan S dan T adalah Ideal dari R. Buktikan bahwa S T juga
merupakan Ideal dari R.
4. Misalkan unsur-unsur bilangan genap dan ganjil adalah membentuk suatu Ring.
a. Tentukan subring-subring yang dibangun oleh unsur-unsur dari bilangan genap dan ganjil.
b. Apakah subring-subring tersebut merupakan suatu Ideal.
5. Misalkan (Q( ), +, .) adalah subring dari Q. Tunjukkan bahwa Q( ) adalah suatu Ideal dari Q,
didefinisikan Q( ) = .
6. Diketahui R adalah suatu Ring. K dan L adalah merupakan ideal kanan-ideal kanan dari R.
Buktikan:
a. K L merupakan Ideal kanan dari R.
b. K + L merupakan Ideal Kanan dari R, dengan K + L =
BAB 9
RING FAKTOR DAN HOMORFISMA
Kompetensi Umum :
Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal dan mengaplikasikan sidat-sifat
Ring Faktor dan Homorfisma Ring.
Kompetensi Khusus :
Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa secara rinci diharapkan dapat:
a. Menentukan dan mendefinisikan apakah suatu Ring merupakan Ring Faktor
b. Menentukan dan mendefinisikan apakah suatu Ring merupakan Homomorfisma Ring
c. Memahami dengan sepenuhnya teorema dasar dari Isomorfisma
Deskripsi Singkat:
Sama halnya dengan Grup Faktor dan Homomorfisma Grup, didalam Ring juga dikenal denga
Ring Faktor dan Homomorfisma Ring. Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai Ring Faktor
mempunyai sifat-sifat hampir sama dengan Grup Faktor dan Homomorfisma Ring yang
mempunyai sifat-sifat hampir sama dengan Homomorfisma Grup
BAB 9
RING FAKTOR DAN HOMORFISMA RING
Kompetensi Umum :
Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal dan mengaplikasikan sidat-sifat
Ring Faktor dan Homorfisma Ring.
Kompetensi Khusus :
Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa secara rinci diharapkan dapat:
d. Menentukan dan mendefinisikan apakah suatu Ring merupakan Ring Faktor
e. Menentukan dan mendefinisikan apakah suatu Ring merupakan Homomorfisma Ring
f. Memahami dengan sepenuhnya teorema dasar dari Isomorfisma
Deskripsi Singkat:
Sama halnya dengan Grup Faktor dan Homomorfisma Grup, didalam Ring juga dikenal denga
Ring Faktor dan Homomorfisma Ring. Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai Ring Faktor
mempunyai sifat-sifat hampir sama dengan Grup Faktor dan Homomorfisma Ring yang
mempunyai sifat-sifat hampir sama dengan Homomorfisma Grup
9.1 RING FAKTOR
Pada bab 8, tela kita pelajari mengenai Ideal, yang mirip dengan subgroup Normal dalam Grup.
Suatu Ring Faktor terdiri dari himpunan dari koset-koset ring tersebut yang diantaranya aadala
Ideal-Ideal.
Definisi 9.1 :
Misalkan R adalah suatu Ring dan S adalah suatu Ideal dari R. R/S = {S + a a R} adalah Ring
dengan (S + a) + (S+b) = S + (a+b) dan (S+a) . (S+b) = S + (a . b). Ring semacam ini dsebut
Ring Faktor atau Ring Koisen.
Sekarang akan kita buktikan bahwa R/S = {S + a a R}membentk suatu Ring, yaitu dengan
memperhatikan syarat-syarat suatu struktur aljabar dengan dua operasi biner yaitu terhadap
penjumlahan (+) dan terhadap perkalian (.) yang membentuk suatu Ring (R/K,+, . ). Adapun
syarat-syarat suatu struktur aljabar yang mempunyai dua operasi biner membentuk suatu Ring
adalah sebagai berikut:
1. Tertutup terhadap penjumlahan (+) di R/S
Misalkan a , b R dan a + b R
Maka
Untuk setiap (S + a) , (S+b) R/S
Berlaku (S + a) + (S+b) = S + (a+b)
Yang berarti S + (a+b) R/S
Sehingga S + (a+b) R/S, tertutup terhadap penjumlahan di R/S
2. Assosiatif terhadap penjumlahan (+) di R/S
Misalkan a , b,c R
Maka (a + b) + c = a + (b + c)
Sehingga :
Untuk setiap (S + a) , (S+b), (S + c) R/S
[ (S + a) + (S+b) + (S + c) = (S + a) + [(S+b) + (S + c)]
[ S + (a+b)] + (S + c) = (S + a) + [(S+(b + c)]
S + [(a+b) + c] = S + [a +(b + c)]
S + [a + (b + c)] = S + [(a+b) + c)]
(S + a) + [S+ (b + c) = [S + (a+b)] + (S + c)
(S + a) + [(S+b) + (S + c)] = [(S + a) + (S+b) ]+ (S + c)
3. Adanya unsur satuan atau identitas terhadap penjumlahan (+) di R/S
Misalkan a R
Maka a + e = e + a = a
Sehingga :
Untuk setiap (S + a) R/S
(S + 0) + (S + a) = S + ( 0 +a) = S + a
(S + a) + (S + 0) = S + ( a +0) = S + a
(S + 0) + (S + a) = (S + a)+ ( S + 0) = S + a
4. Adanya unsur balikan atau invers terhadap penjumlahan (+) di R/S
Misalkan a R
Maka a + (-a) = (-a) + a = e =0
Sehingga :
Untuk setiap (S + a) R/S
(S + a) + (S + (-a) = S + ( a + (-a) = S + 0 = S
(S + (-a)) + (S + a) = S + ((-a) +a) = S + 0 = S
(S + a) + (S + (-a)) = (S + (-a))+ ( S + a) = S + 0 = S
5. Komutatif terhadap penjumlahan (+)
Misalkan a,b R
Maka a + b = b + a
Sehingga :
Untuk setiap (S + a), (S + b) R/S
(S + a) + (S + b) = (S + b) + (S + a)
S + (a + b) = S + (b + a)
S + (b + a) = S + (a + b)
(S + b) + (S + a) = (S + a)+ ( S + b)
6. Tertutup terhadap perkalian (.) di R/S
Misalkan a , b R dan a . b R
Maka
Untuk setiap (S + a) , (S+b) R/S
Berlaku (S + a) . (S+b) = S + (a.b)
Yang berarti S + (a.b) R/S
Sehingga S + (a.b) R/S, tertutup terhadap penjumlahan di R/S
7. Assosiatif terhadap perkalian (.) di R/S
Misalkan a , b,c R
Maka (a . b) . c = a . (b . c)
Sehingga :
Untuk setiap (S + a) , (S+b), (S + c) R/S
[ (S + a) . (S+b) . (S + c) = (S + a) . [(S+b) . (S + c)]
[ S + (a.b)] . (S + c) = (S + a) .[(S+(b . c)]
S + [(a.b) . c] = S + [a .(b . c)]
S + [a . (b . c)] = S + [(a.b) . c)]
(S + a) . [S+ (b . c) = [S + (a.b)] . (S . c)
(S + a) . [(S+b) . (S + c)] = [(S + a) . (S+b) ]. (S + c)
8. Adanya unsur satuan atau identitas terhadap perkalian (.) di R/S
Misalkan a R
Maka a . e = e . a = a
Sehingga :
Untuk setiap (S + a) R/S
(S + 1) . (S + a) = S + ( 1 . a) = S + a
(S + a) . (S + 1) = S + ( a . 1) = S + a
(S + 1) . (S + a) = (S + a). ( S + 1) = S + a
9. Distributif terhadap perkalian (.) terhadap penjumlahan (+) di R/S
Misalkan a,b,c R
Maka a . (b + c ) = ( a . b ) + (a . c) dan (a +b) . c = (a . c) + (b . c)
Sehingga :
Untuk setiap (S + a), (S+b), (S+c) R/S
(S + a) . [(S + b) + (S + c)] = [(S+a) . (S+b)] + [(S+a) . (S + c)]
(S + a) . [S + (b + c)] = [S+ (a . b)] + [S+ (a . c)]
S + [a . (b + c)] = S+ [(a . b)] + (a . c)]
S + [(a . b )+(a . c)] = S+ [a .( b+ c)]
[S + (a . b)] +[S+(a. c)] = (S+ a) . [S+ (b + c)]
[(S + a) . (S + b)]+ [(S + a) . (S + c)] = (S+ a) . [(S+b) + (S + c)]
Dan
[(S + a) . (S + b)] . (S + c) = [(S+ a) . (S+c)]+[(S+b).(S + c)]
[S + (a+ b)] . (S + c) = [S+(a.c)] + [S+(b . c)]
S + [(a + b) . c] = S + [ (a.c) + (b.c)]
S + [(a . c) + (b . c)] = S + [(a + b) . c ]
[S + (a . c )] + [S + (b . c)] = [S + (a + b)] . (S + c)
[(S +a) . (S+c)] + [(S+b).(S+c)] =[(S+a) + (S+b)] . (S+ c)
Dengan kata lain, misalkan R adalah suatu Ring dan S adalah suatu Ideal dari R, maka R/S
disebut Ring Faktor jika:
1. (R/S, +) merupakan suatu Grup Komutatif
2. (R/S, .) merupakan suatu Semigrup / Monoid.
3. (R/S,+, .) merupakan distributif perkalian terhadap penjumlahan.
Contoh 9.1 :
Bila K = {0,2,4} adala suatu Ideal yang dibangu oleh 2 dalam Z6. tnjukkan Z6/K adala
merupakan Ring Faktor.
Penyelesaian:
Ada dua koset/ Ideal dari Ring Z6 yaitu:
K = {0,2,4}
K + 1 = {1,3,5}
Sehingga Z6/K = {K,K+1}
Tabel 9.1.
Daftar Cayley (Z6/K = Z6/{0,2,4}, +) dan (Z6/K=Z6/{0,2,4},.)
+ K K + 1 . K K+1
K K K+1 K K K
K+1 K+1 K K+1 K K+1
Tabel 9.1. menunjukkan penjumlah dan perkalian unsur-unsur dari Z6/K. Slanjutnya dari tabel,
kita akan membuktikan bahwa Z6/K dengan syarat-syarat suatu Ring meruakan faktor dari Z6/K.
Adapun syarat-syaratnya sbagai berikut:
1. Tertutup terhadap penjumlahan (+) di Z6/K
K, K+1 Z6/K
Brlaku K + (K+1) = K + (0+1) = K+1
Sehingga K+1 Z6/K
2. Assosiatif terhadap penjumlahan (+) di Z6/K
K, K+1 Z6/K
[K + (K +1)] + (K+1) = K + [(K+1) + (K+1)]
[K + (0+1)] + (K+1) = K + [K + (1+1)]
(K+1) + (K+1) = K + (K+0)
K+(1+1) = K + (0+0)
K = K
Sehingga [K + (K +1)] + (K+1)= K + [(K+1) + (K+1)] = K
3. Adanya unsur satuan atau identitas terhadap penjumlahan (+) di Z6/K
K, K+1 Z6/K
(K+0) + (K+1) = K + (0+1) = K+1
(K+1) + (K+0) = K + (1+0) = K +1
Sehingga (K+0) + (K+1) = (K+1) + (K+0) = K+1
4. Adanya unsur balikan atau invers terhadap penjumlahan (+) di Z6/K
K, K+1 Z6/K
(K+1) + (K+(-1)) = K + (1+(-1)) = K+0 = K
(K+(-1)) + (K+1) = K + ((-1)+1) = K +0 = K
Sehingga (K+1) + (K+(-1)) = (K+(-1)) + (K+1) = K+0 = K
5. Komutatif terhadap penjumlahan (+)di Z6/K
K, K+1 Z6/K
K+ (K+1) = (K + 1) + K
K+(0 + 1) = K + (1+0)
K+1 = K + 1
Sehingga K+ (K+1) = (K+1) + K = K+1
6. Tertutup terhadap perkalian (.) di Z6/K
K, K+1 Z6/K
Berlaku K . (K+1) = K + (0+1) = K + 0 = K
Sehingga K Z6/K
7. Assosiatif terhadap perkalian (.) di Z6/K
K, K+1 Z6/K
[K . (K+1) ] . (K+1) = K . [(K + 1) . (K+1)]
[K+(0 . 1)] . (K+1) = K . [K + (1 . 1)]
(K + 0) . (K+1) = K . (K+1)
K + (0 . 1) = K + (0 . 1)
K = K
Sehingga [K . (K+1)] . (K+1) = K . [(K + 1) . (K+1)] = K
8. Adanya unsur satuan atau idntitas terhadap perkalian ( .) di Z6/K
Z6/Ke K
(K+1) . K = K + (1 . 0) = K + 0 = K
K . (K+1) = K + (0 . 1) = K + 0 = K
Sehingga (K + 1) + K = K + (K + 1) = K + 0 = K
9. Distributif perkalian ( .) terhadap penjumlahan (+) di Z6/K
K, K+1 Z6/K
Misalkan a = K, b = K +1 dan c = K +1
a . ( b . c) = (a . b) + (a . c)
K . [ (K+1) + (K+1) = [K . (K+1)] + [K . (K+1)]
K . [K+ (1+1)] = [K + (0 . 1)] + [K + (0 . 1)]
K + [ 0 . (1 + 1)] = K + [(0 .1)+(0 . 1)]
K + (0 . 0) = K + (0+0)
K = K
Sehingga K . [ (K+1) + (K+1)= [K . (K+1)] + [K . (K+1)]=K
Jadi, Z6/K = {K, K+1} adalah merupakan suatu Ring Faktor.
Sebenarnya dari tabel juga kita telah bisa mengetahui bahwa Z6/K adalah merupakan Ring
faktor, karena hasil dari penjumlahan dan perkalian unsur-unsur Z6/K menghasilkan unsur-unsur
itu sendiri. Jadi bila K adalah suatu Ideal dan R adalah Ring, maka kita dapat menentukan Ring
Faktor dari R/K dengan membuat tabel daftar Cayley terhadap penjumlahan dan perkalian unsur-
unsur dari R/K, yang disebut tabel Ring faktor dari R/K.
9.2 HOMOMORFISMA RING
Pada bab 5 telah kita pelajari mengenai homorfisma grup yaitu suatu pemetaan dari grup G ke
grup G yang mengawetkan operasi yang ada pada grup tersebut.
Sama halnya dengan grup, pada ring juga ada pemetaan dari ring R kering R yang mengawetkan
kedua operasi yang ada dalam Ring tersebut yang disebut dengan homomorfisma ring.
Definisi 9.2
Suatu pemetaan f dari ring (R, +, .) ke ring (R ) disebut suatu homomorfisma Ring bila a, b R
berlaku :
1. f( a + b ) = f(a) f(b)
2. f(a . b) = f(a) f(b)
Dalam suatu ring telah kita ketahui operasi biner yang ada pada umumnya adalah operasi
penjumlahan dan operasi perkalian, sehingga biar tidak menimbulkan keraguan maka definisi
tersebut dapat kita tulis sebagai berikut:
Definisi 9.3
Suatu pemetaan f dari ring (R, +, .) ke ring (R ) disebut suatu homomorfisma Ring bila a, b R
berlaku :
1. f( a + b ) = f(a) +f(b)
2. f(a . b) = f(a) . f(b)
ada beberapa definisi khusus mengenai homomorfisma ring adalah sebagai berikut:
Definisi 9.4
a. suatu homomorfisma Ring yang bersifat injektif (1 1) disebut dengan homomorfisma ring.
b. Suatu homomorfisma ring yang bersifat surjektif (pada) disebut dengan epimorfisme ring.
c. Suatu homomorfisme yang berssifat bijektif, yaitu bersifat injektif (1 1) dan subjektif (pada)
disebut dengan isomorfisma Ring.
Definisi 9.5
Suatu homomorfisma dari suatu ring ke dalam dirinya sendiri dinamakan suatu Endomorfisma
dan suatu endomorfisma yang bijektif dinamakan Automorfisma ring.
Contoh 9.2
Tunjukan apakah f : Z R dengan f(a) = a adalah suatu homomorfisma Ring.
Penyelesaian :
Akan kita buktikan bahwa a, b R berlaku :
1. f( a + b ) = f(a) +f(b)
2.. f(a . b) = f(a) . f(b)
Sehingga :
1. f( a + b ) = f(a) +f(b), a, b R
. ( a + b ) = (a) +(b)
a + b = a + b
2.. f(a . b) = f(a) . f(b), a, b R
(a . b) = (a) . (b)
a . b = a . b
karena untuk f( a + b ) = f(a) +f(b) dan f(a . b) = f(a) . f(b) maka f : Z R dengan f(a) = a adalah
suatu homomorfisma Ring.
Contoh 9.3
Tunjukan apakah f : Z R dengan f(a) = 2a adalah suatu homomorfisma Ring.
Penyelesaian :
Akan kita buktikan bahwa a, b R berlaku :
1. f( a + b ) = f(a) +f(b)
2.. f(a . b) = f(a) . f(b)
Sehingga :
1. f( a + b ) = f(a) +f(b), a, b R
2( a + b ) = 2a + 2b
2( a + b) = 2(a + b)
a + b = a + b
2.. f(a . b) = f(a) . f(b), a, b R
2ab= 2a. 2b
2ab 4ab
karena untuk f(a . b) f(a) . f(b) maka f : Z R dengan f(a) = 2a bukan merupakan homomorfisma
Ring.
Teorema 9.1 :
Misalkan R suatu ring dan R juga merupakan suatu ring. Bila pemetaan f : Z R
Adalah suatu homomorfisma Ring, maka :
1. f(0) = 0 dengan 0 merupakan unsur nol di R dan 0 merupakan unsur nol di R
ambil sembarang nilai a R
0 merupakan unsur nol di R, yang berarti a + 0 = 0 + a = a
Sehingga :
f( a + 0 ) = f(a) +f(0)
dan f( 0 + b ) = f(0) +f(b)
maka : f(a) = f(a) + f(0) = f(0) + f(a)
ini berarti bahwa f(0) merupakan unsur nol di R . karena unsur nol di R adalah 0 maka dengan
sifat ketunggalan unsur nol didapat f(0) = 0 .
2. f(-a) = -f(a), a R
ambil sebarang nilai a R
karena ada a R, maka ada -a R
yang berarti a + (-a) = (-a) + a = 0
sehingga :
f(0) = f(b +(-a)) = f(a) + f(-a)
dan f(0) = f((-a) + a) = f(-a) + f(a)
maka f(0) = f(a) + f(-a) = f(-a) + f(a)
dari pembuktian f(0) = 0 didapat :
f(a) + f(-a) = f(-a) + f(a) = f(0) = 0
dengan sifat keuntungan dari unsur balikan atau invers, maka f(-a) = -f(a).
Definisi 9.6
kernel (inti) dari suatu homomorfisma ring f adalah {a R | f(a) = 0 }, bisa ditulis k = {a R | f(a) =
0}
pada sub pokok bahasan berikut akan dibicarakan mengenai teorema yang cukup penting dalam
homomorfisma Ring, yaitu teorema dasar isomorfisma.
9.3. Teorema dasar isomorfisma
Misalkan terdapat dua Ring R dan R . Ring R dan R dikatakan isomorfik jika terdapat suatu
isomorfisma dari R dan R atau sebaliknya terdapat suatu isomorfisma dari R dan R. terdapat tiga
teorema dasar mengenai isomorfisma Ring yang akan dijelaskan dalam sub pokok bahasan ini.
Teorema berikut disebut sebagai teorema pertama untuk isomorfisma Ring.
Teorema 2. (teorema pertama isomorfisma)
Misalkan R dan R adalah suatu ring. Bila adalah suatu homomorfisma dari R pada R dengan
kernel k, maka R = R/K.
Bukti :
Misalkan : R/K R, maka (K + a) = (a)
a. akan ditunjukan bahwa merupakan suatu pemetaan
misalkan K + a = K + b, dimakan K + a , K + b R/K.
maka (K + a) = (a) dan (K + b) = (b)
jika adalh homomorfisma maka (a b) = (a) (b)
K + a = K + b, berarti juga a b K
Sehingga :
(a b) = 0
(a) (b) = 0
(a) = (b)
(K + a) = (K + b)
Jadi merupakan suatu pemetaan
b. Akan ditunujukan bahwa merupakan suatu homomorfisma
[(K + a) + (K + b) ] = (K + (a + b ))
= (a + b)
= (a) + (b)
= (K + a) + ( (K + b)
Dan
[(K . a) . (K . b) ] = (K + (a . b ))
= (a . b)
= (a) . (b)
= (K + a) . ( (K + b)
Jadi merupakan suatu homomorfisma
c. Akan ditujukan bahwa bersifat injektif (1 1)
Misalkaan (a) = (b) K + a = K + b
(a) = (b)
(a) + (b) = 0
(a + b) = 0
Itu berarti a b K, sehingga K + a = K + b
Jadi bersifat injektif (1 1)
d. Akan ditujukan bahwa bersifat surjektif (pada)
Misalkan b R , berarti b = (b) untuk suatu a R
Diketahui a R dan f : R/K R, berarti a di petakan K + a R/K
Kita pilih c = K + a R/K, sehingga
(c) = (K + a) = (a) = b R
Jadi bersifat surjektif (pada)
Terbukti terdapat isomorfisma dari R/K ke R
R R/K atau R/K R
Terorema berikut ini dusebut sebagai teorema kedua dari isomorfisma Ring.
Terorema 9.3 ( teorema kedua isomorfisma )
Misalkan R dn R adalah suatu Ring dan adalah homomorfisma dari R pada R dengan kernel K.
bila S adalah suatu ideal dari R dan S adalah suatu ideal dari R, dan S adalah suatu ideal dari R,
maka R/S R / S untuk S = {a R | (a) S}. secara ekuivalen, bila k suatu ideal dari R dan K S adalah
suatu ideal dari R, maka R/S (R/K)/(S/K).
Bukti :
Misalkan : a (a) + S atau (a) R / S , mendefinisikan pemetaan : a R / S
a. Akan ditujukan bahwa merupakan suatu homomorfisma
Misalkan a, b R
Sehingga diperoleh (a) = (a) + S dan (b) = (b) + S
(a + b) = (a + b) + S
= ( (a) +( (b) + S
= ( (a) S ) + ( (b) + S )
= (a) + (b)
Dan
(a . b) = (a . b) + S
= ( (a) .( (b) + S
= ( (a) S ) . ( (b) + S )
= (a) . (b)
Jadi a, b R berlaku (a + b) = (a) + (b) dan (a . b) = (a) . (b), yang berarti merupakan suatu
homomorfisma
b. Akan ditujukan bahwa bersifat surjektif (pada)
Ambil x R / S
Misalkan x = a + S R
Jika pemetaan pada, berarti a R sehingga (a) = a
Maka diperoleh x = (a) + S
Pilih a (a) sehingga (a) = (a) + S = x
Jadi x R / S , a R sehingga (a) = x
c. Akan ditunjukann bahwa S = K
Ambil a ker( ) R
Diperoleh (a) = S , padahal (a) = (a) + S
Jadi (a) + S = S
karena S grup bagian aditif dari R diperoleh (a) = S
berdasarkan definisi ideal, diperoleh a S
jadi a ker( ) a S
dengan kata lain , ker( ) S
ambil a S ,berarti a R dan (a) S
diperoleh (a) = (a) + S , sebab (a) S
sehingga a K, yang berarti S K
dari dapat disimpulakan bahwa S = K
diperoleh : a R / S homomorfisma surjektif (pada) dengan kernel K = S.
berdasarkan teorema kedua isomorfisma, diperoleh R/S R / S .
padahal R S/K
sehingga terbukti terdapat isomorfisma dari R / S .ke R/S
R / S R/S (R/K)(S/K).
9.4 Rangkuman
1. misalakan R adalah suatu Ring dan S adalah suatu ideal dari R. R/S = {S + a | a R } adalah
suatu ring factor atau ring kosisen dengan:
(S + a ) + (S + b) = S + (a + b )
Dan (S + a ) + (S + b) = S + (a + b )
2. Suatu pemetaan f dari ring (R, +, .) ke ring (R ) disebut suatu homomorfisma Ring bila a, b R
berlaku :
f( a + b ) = f(a) +f(b)
f(a . b) = f(a) . f(b)
3 Suatu homomorfisma Ring yang bersifat injektif (1 1) disebut dengan homomorfisma
ring.Suatu homomorfisma ring yang bersifat surjektif (pada) disebut dengan epimorfisme
ring.Suatu homomorfisme yang berssifat bijektif, yaitu bersifat injektif (1 1) dan subjektif
(pada) disebut dengan isomorfisma Ring.
4 Suatu homomorfisma dari suatu ring ke dalam dirinya sendiri dinamakan suatu Endomorfisma
dan suatu endomorfisma yang bijektif dinamakan Automorfisma.
4. Misalkan R suatu ring dan R juga merupakan suatu ring. Bila pemetaan f : Z R Adalah suatu
homomorfisma Ring, maka :
f(0) = 0 dengan 0 merupakan unsur nol di R dan 0 merupakan unsur nol di R
f(-a) = -f(a), a R
6. Misalkan R dan R adalah suatu ring. Bila adalah suatu homomorfisma dari R pada R dengan
kernel k, maka R = R/K.
7. R dn R adalah suatu Ring dan adalah homomorfisma dari R pada R dengan kernel K. bila S
adalah suatu ideal dari R dan S adalah suatu ideal dari R, dan S adalah suatu ideal dari R, maka
R/S R / S untuk S = {a R | (a) S.
8 Misalkan R dn R adalah suatu Ring dan adalah homomorfisma dari R pada R dengan kernel K.
bila S adalah suatu ideal dari R dan S adalah suatu ideal dari R, dan S adalah suatu ideal dari R,
maka R/S R / S untuk S = {a R | (a) S}. secara ekuivalen, bila k suatu ideal dari R dan K S adalah
suatu ideal dari R, maka R/S (R/K)/(S/K).
9.5 Soal soal latihan
1) Misalkan K adalah ideal ideal yang digabungkan oleh Z4. carilah ideal-ideal yang
digabungkan tersebut dan tunujkan Z4/K adalah merupakan ring factor.
2) Carilah K yang merupakan suatu ideal yang dibagun oleh 2 dalam Z8. tunujukan Z8/K adalah
merupakan Ring faktor.
3) Berikut ini diberikan pemetaan-pemetaan, yang nama dari pemetaan pemetaan tersebut
merupakan homomorfisma
F : Z Z, dengan f(a) = 4a
F : Z Z, dengan f(a) = a3
F : Z6 Z3, dengan f(a) = a + 1
F : Z R, dengan f(a) = 2a
4) Tunujukan apakah Z2 X Z3 merupakan isomorfisma dengan Z6, sehingga
Z2 X Z3 = Z6,
5) Tunjukan bila R, R dan R adalah merupakan suatu ring-ring dan bila g : R R dan f : R R
adalah merupakan suatu homomorfisma-homomrfisma, maka pemetaan komposisi f g : R R
adalah juga merupakan Homomorfisma.
BAB 10
RING KHUSUS
Kompetensi Umum:
Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal dan mengaplikasikan sifat-sifat
serta karakteristik Ring.
Kompetensi khusus:
Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa secara rinci diharapkan dapat:
f. Mendefinisikan dan memahami sifat-sifat dari Daerah Euclid
g. Mendefinisikan dan memahami sifat-sifat dari Daerah Ideal Utama
h. Mendefinisikan dan memahami sifat-sifat dari Daerah Faktorisasi Tunggal
Deskripsi singkat:
Daerah Euclid, Daerah Ideal Utama dan Daerah Faktorisasi Tunggal merupakan ring-ring
khusus. Dalam bab ini akan dibahas mengenai definisi dan teorema serta sifat-sifat Daerah
Euclid, Daerah Ideal Utama dan Daerah Faktorisasi Tunggal.
10.1. Daerah Euclid
Definisi 10.1 :
Suatu Integral Domain R dikatakan sebagai Daerah Euclid jika untuk setiap a 0 di R ada bilangan
tak negative, d(a) = , yang memenuhi pemetaan:
1. a, b R dan a, b 0 berlaku d(a) d(ab)
2. a, b R dan a, b 0 , ada q, r R sehingga a = qb + r dengan r = 0 atau d(r)< d(b)
Contoh 10.1 :
Ring bilangan bulat Z adalah merupakan Daerah Euclid.
Penyelesaian:
Untuk menunjukkan bahwa Ring (Z,+,.) adalah Daerah Euclid, harus ditunjukkan terlebih dahulu
bahwa Ring (Z,+,.) merupakan integral Domain, setelah itu harus ditunjukkan pemetaannya
dengan d(a) = memenuhi sifat-sifat sebagai berikut:
1. a, b Z dan a, b 0 berlaku d(a) d(ab)
2. a, b Z dan a, b 0 , ada q, r Z sehingga a = qb + r dengan r = 0 atau d(r)< d(b)
Contoh 10.2 :
Tunjukkan bahwa bilangan bulat Gauss (Gauussian Integer), yaitu Z [i] = {a+bi Z} adalah
Daerah Euclid dengan d (a+bi) = a2 + b2.
Penyelesaian :
Untuk menunjukkan bahwa (Z[i],+,.) adalah merupakan Daerah Euclid, akan ditunjukkan bahwa
(Z[i],+,.) memenuhi syarat-syarat berikut ini:
a. Z[i] = {a+bi Z}adalah merupakan integral Domain.
(Z[i],+) merupakan suatu Grup Komutatif
Tertutup terhadap penjumlahan (+)
Misalkan a = a1 +a2i dan b = b1 + b2i, a dan b Z[i]
Maka a dan b tertutup bila
a+b = (a1 + b2i) +( b1 + b2i)
= (a1 + b1) + (a2 + b2)i Z[i]
Assosiatif terhadap penjumlahan (+)
Misalkan a = a1 +a2i dan b = b1 + b2i, a dan c = c1 + c2i sehingga a,b,c assosiatif bila
a+b+c = [(a1 + b2i) +( b1 + b2i)] + (c1 + c2i)
= [(a1 + b1) + (a2 + b2)i ] + (c1 + c2i)
= [(a1 + b1) + c1]+[(a2 + b2) ] + c2]i
= [a1 + (b1 + c1 )]+[a2 (b2+ c2 )]i
= (a1 + a2i) +[(b1 + c1 )+ (b2+ c2 )]i
= (a1 + a2i) +[(b1 + b2i )+ (c1+ c2 i)]
= a + (b+c)
Sehingga
(a+b) + c = a + (b+c)
Adanya unsur satuan atau identitas terhadap penjumlahan (+)
Misalkan a = a1 +a2i dan a Z[i]
Terdapat e = 0 Z[i]
Maka
a + e = (a1 + a2i) +0 = a1 + a2i = a
e + a = 0 + (a1 + a2i) = a1 + a2i = a
sehingga
a + e = e + a = a
Adanya unsur balikan atau invers terhadap penjumlahan (+)
Misalkan a = a1 +a2i dan a Z[i]
Maka
a + (-a) = (a1 + a2i) +[-( a1 + a2i)]
= (a1 + a2i) -( a1 + a2i)
= (a1 a1) + (a2 a2i)
= 0 = e
(-a) + a = -( a1 + a2i) + (a1 + a2i)
= (- a1 + a2i) + (a1 + a2i)
= (-a1 + a1) + (-a2 + a2) i
= 0 = e
Sehingga
a + (-a) = (-a) + a = e = 0
Komutatif terhadap penjumlahan (+)
Misalkan a = a1 +a2i dan b = b1 + b2i ,a dan b Z[i]
a + b = (a1 + b2i) +( b1 + b2i)
= (a1 + b1) + (a2 + b2)i
= ( b1+ a1) + (b2 + a2 )i
= ( b1 + b2i) + (a1 + b1)
= b + a
Sehingga
a + b = b + a
(Z[i],.) merupakan suatu Semigrup/ Monoid Komutatif
Tertutup terhadap perkalian (.)
Misalkan a = a1 +a2i dan b = b1 + b2i, a dan b Z[i]
Maka a dan b tertutup bila
a+b = (a1 + b2i) .( b1 + b2i)
= (a1 + b1) . (a2 + b2)i Z[i]
Assosiatif terhadap perkalian (.)
Misalkan a = a1 +a2i dan b = b1 + b2i, a dan c = c1 + c2i sehingga a ,b dan c Z[i]
Maka a,b,c assosiatif bila
a.b.c = [(a1 + b2i) .( b1 + b2i)] . (c1 + c2i)
= (a1 + a2i) .[(b1 + b2i ). (c1+ c2 i)]
= a . (b.c)
Sehingga
(a.b) . c = a . (b.c)
Adanya unsur satuan atau identitas terhadap perkalian (.)
Misalkan a = a1 +a2i dan a Z[i]
Terdapat e = 1 Z[i]
Maka
a . e = (a1 + a2i) .1 = a1 + a2i = a
e . a = 1 + (a1 + a2i) = a1 + a2i = a
sehingga
a . e = e . a = a
Komutatif terhadap perkalian (.)
Misalkan a = a1 +a2i dan b = b1 + b2i ,a dan b Z[i]
Maka a dan b komutatif bila
a + b = (a1 + b2i) +( b1 + b2i)
= (a1 . b1) + (a2i . b1 )+(a1 . b2i ) + (a2 . b2) i
= ( b1. a1) + (b1 . a2 I )+( b2i . a1) + (b2 . a2) i
= ( b1 + b2i) + (a1 + a2 i)
= b + a
Sehingga
a + b = b + a
Distrubutif perkalian terhadap penjumlahan
Misalkan a = a1 +a2i dan b = b1 + b2i, dan c = c1 + c2i
Sehingga a,b,c Z[i]
Tidak ada pembagi nol
Misalkan a = a1 +a2i dan b = b1 + b2i, a,b Z[i]
Akan ditunjukkan a . b = 0, maka a = 0 atau b = 0
ab = (a1b1 a2b2) + ( a1b2 + a2b1)i= 0
Andaikan a =a1 +a2i 0 berarti a1 0 dan a2 0
Diperoleh :
(a1b1 a2b2) = 0 dan ( a1b2 + a2b1)i= 0
(a1b1 a2b2)2 + ( a1b2 + a2b1)2= 0
(a12 + a22 ) . ( b12 + b22 )= 0
Karena a1 0 maka a12 0, sehingga a12 + a22 0
Diperoleh :
b12 + b22 = 0
b12 = -( b2 )2
b12 = b2 2
b1 = b2
jadi bahwa Z[i] adalah integral Domain
b. Pemetaan Z[i] = {a + bi a,b Z} dengan d (a + bi) = a2 + b2 memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
1. s,t Z[i] dan s,t 0 berlaku d(s) d(st)
Misalkan s = a1 + b1i dan t = a2 + b2i
t 0 berarti a2 0 atau b2 0
sehingga
a22 + b22 0 berarti a22 + b22 1
selanjutnya st = (a1a2 b1b2 ) + (a1b2 a2b1 )i
d(s) = d(a1 + b1 i) = a12 + b12
d(st) =
Pada bab 2 telah dibahas mengenai Algoritma Pembagian Bilangan Bulat. Algoritma pembagian
memberikan jalan untuk mengeneralisasikan konsep pembagi-pembagi dan konsep factor
persekutuan terbesar untuk suatu Daerah Euclid. Bila a, b dan q adalah tiga elemen dari suatu
Integral Domain sedemikian hingga a = qb, maka kita sebut bahwa b membagi a atau b adalah
factor dari a ditulis b a.
Sebagai contoh, misalkan (2 + i ) (9 + i ) dalam bilangan bulat Gauss Z [i], sehingga 9 + I = (4 +
i) . (2 + i).
Factor Persekutuan Terbesar (FPB) dalam Daerah Euclid dapat dihitung dengan menggunakan
Algoritma Euclid, yaitu sebagai berikut:
Definisi 10.2 : (Algoritma Euclid)
Misalkan R adalah Daerah Euclid dan a,b R dan b 0. pengulangan algoritma pembagian dapat
ditulis:
a = bq1 + r1 dengan d(r1) < d(b)
b = r1q2 + r2 dengan d(r2) < d(r1)
r1 = r2q3 + r3 dengan d(r3) < d(r2)
. .. .
rk-1 = rkqk+1 + rk+1 dengan d(rk-1) < d(rk)
rk = rk+1qk+2 + rk+2 dengan d(rk+2) < d(rk+1)
bila rk+2 = 0 maka pembagian sekutu terbesar a,b adalah rk+1
FPB(a,b) = rk+1
Bila r1 = 0 maka pembagian sekutu terbesar a,b adalah b
FPB(a,b) = b
Contoh 10.3 :
Carilah factor persekutuan terbesar (FPB) dari 37 dan 20 dan carilah bilangan bulat s dan t
sedemikian hingga 37s + 20t = FPB (37,20).
Penyelesaian :
Menurut algoritma pembagian kita peroleh:
Diketahui a = 37 dan b = 11
1. 37 = 3.11 + 4 dengan r1 =4
2. 11 = 2.4 + 3 dengan r2 = 3
3. 4 = 1.3 +1 dengan r3 = 1
4. 3 = 3.1 + 0 dengan r4 = 0
Sisa terakhir yang nol menunjukkan bahwa FPB (37,20) = 1
Selanjutnya akan kita cari bilangan bulat s dan t.
Diketahui 37s + 11t = 1
Dari algoritma pembagian tersebut kita dapat mencari nilai s dan t sebagai berikut:
37s + 11t = FPB (37,11) = 1
1 = 4 1.3
= 4 1 ( 11 2.4)
= 3 .4 11
= 3(37 3.11) 11
= 3.37 9.11 11
= 3.37 10.11
Jadi nilai s = 3 dan t = 10
10.2. Daerah Ideal Utama
Pada bab terdahulu telah dipelajari mengenai Ideal yang dibangun oleh suatu Ring. Misalkan R
adalah suatu ring dan a R maka [a] adalah suatu Ideal R (disebut Ideal yang dibangun oleh a), [a]
disebut sebagai Ideal Utama, yang dijelaskan dalam definisi berikut ini:
Definisi 10.3 :
Misalkan R adalah suatu Ring Komutatif dan S adalah suatu Ideal di R. S disebut sebagai Ideal
Utama bila S = [a] untuk setiap a R, dimana [a] merupakan Ideal yang dibangun oleh a, [a] = {xa
x R}
Definisi 10.4 :
Misalkan R adalah suatu Ring, R disebut sebagai Ideal Utama (Principal Ideal Domain) bila:
1. R merupakan Suatu Integral Domain.
2. Untuk setiap S yang merupakan Ideal di R, maka S adalah suatu Ideal Utama.
Contoh 10.4:
Misalkan Z4 = { 0,1,2,3} merupakan suatu Ring, tunjukkan bahwa Subring S = {0,2} adalah
suatu Ideal. Tunjukkan bahwa S adalah suatu Daerah Ideal Utama.
Penyelesaian:
Kita harus tunjukkan bahwa unsur-unsur dari z4 yaitu 0,1,2,3 membentuk suatu Ideal, yaitu:
[0] = {0}
[1] = {0,2,3,4}
[2] = { 2,0 }
[3] = {3,2,1,0}
Dari unsur z4 diketahui bahwa [2] merupakan suatu subring yang merupakan Ideal dari z4,
sehingga [2] = {0,2}.
S = {0,2} merupakan suatu Ideal di z4 sehingga S = [2] = {o,2}.
Jadi S adalah merupakan Ideal Utama di z4 dengan S = [2] = {0,2}
10.3 Daerah Faktorisasi Tunggal
Himpunan bilangan bulat Z terhadap operasi penjumlahan dan perkalian baku membentuk suatu
Ring yang juga merupakan suatu Integral Domain. Pada Z ini setiap unsurnya dapat difaktorkan
secara tunggal ke dalam perkalian-perkalian bilangan prima. Pada sub pokok bahasan ini akan
dibicarakan tentang Ring secara khusus yang merupakan Integral Domain dengan sifat setiap
unsurnya selalu dapat dinyatakan sebagai perkalian unsur-unsur prima pada Ring tersebut dan
pemfaktorkan tersebut tunggal sehingga Ring ini dinamakan Daerah Faktorisasi Tunggal.
Definisi 10.5 :
Misalkan R adalah suatu Ring Komutatif. Unsur a R dikatak unit di R bila terdapat unsur b R
sehingga ab = 1.
Contoh 10.5 :
Pada beberapa Ring Komutatif sering kita temui unit, yaitu:
Pada himpunan bilangan {-1,1} yang unsur-unsurnya adalah 1 dan -1 menghasilkan 1.1 = 1 dan
(-1) . (-1) = 1 , sehingga unit-unitnya adalah 1 dan -1
Pada himpunan bilangan real R yang unit-unitnya adalah sebarang unsur R yang tidak nol.
Misalkan 3 R, maka terdapat R sehingga 3 . = 1.
Pada Z7 unit-unitnya adalah semua anggota Z7 kecuali 0 yaitu 1,2,3,4,5, dan 6, sehingga 1.1 =
1,2.2 = 1, 3.5 = 1, 4.4 = 1,5.3 = 1 dan 6.6 = 1
Pada Z4 unit-unitnya adalah 1 dan 3 sehingga 1.1 = 1 dan 3.3 =1
Definisi 10.6 :
Misalkan R adalah suatu Ring Komutatif dan r,s R. Unsur r dikatakan sekawan dengan unsur s
jika r = as untuk suatu a unit di R.
Contoh 10.6 :
Pada beberapa Ring Komutatif sering kita temui sekawan, yaitu sebagai berikut:
Pada himpunan bilangan {-1,1} unit-unitnya adalah 1 dan -1, sehingga sekawan dari -1 adalah
1 dan -1 = 1. (-1) dan 1 =(-1) . 1
Pada himpunan bilangan real R yang unit-unitnya adalah sebarang unsur R yang tidak nol.
Maka sekawan dari 2 adalah semua bilanagn real R kecuali 0, sehingga 2 = a untuk setiap R yang
tidak nol.
Pada Z7 unit-unitnya adalah semua anggota Z7 kecuali 0 yaitu 1,2,3,4,5,dan 6. maka sekawan
dari 2 adalah semua anggota Z7 kecuali 0, sehingga 2 = 1.2,2 = 3.3,2 = 4.4,2 =5.6 dan 2 = 6.5.
Pada Z4 unit-unitnya adalah 1 dan 3. Maka sekawan dari 2 adalah 1 dan 3, sehingga 2 = 1.2, 2
= 3.2
Definisi 10.7 :
Misalkan R adalah suatu Integral Domain. R disebut sebagai Daerah Faktorisasi Tunggal jika
untuk setiap a R, a 0 dan a unit, a dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian sejumlah unsure-
unsur tak tereduksi di R dan faktorisasi tersebut adalah tunggal. Tunggal yang dimaksud dalam
hal ini adalah jika terdapat s1s2sm dan t1t2 tn adalah faktorisasi yang sama dari suatu
unsure dari R maka m = n dan qj dapat disusun kembali sehingga si dan tj sekawan.
Teorema 10.1 :
Bila R adalah suatu Daerah Faktorisasi Tunggal dan a,b R, dengan a 0 dan b 0. Jika p adalah
suatu unsure prima R sedemikian hingga p ab, maka p a atau p b.
Bukti:
Misalkan R adalah suatu Daerah Faktorisasi Tunggal dan a,b R, dengan a 0 dan b 0. dan p adalah
suatu unsur prima R sedemikian hingga p ab, akan ditunjukkan p a atau p b.
Diketahui a R, dan R Daerah Faktorisasi Tunggal, yang berarti dapat dimisalkan a = p1p2 .pr
dan b = q1q2 qj dengan pi dan qj adalah unsur-unsur prima dari R.
Sehingga diperoleh:
ab = (p1p2pr) ( q1q2qt)
Karena p ab dan pi dan qj masing-masing adalah unsur prima dari R, maka p adalah salah satu
diantara p1p2 .pr dan b = q1q2 qj , sehingga p a atau p b.
Contoh 10.7 :
Tunjukkan Faktorisasi Tunggal pada Z4
Penyelesaian:
Z4 = {0,1,2,3} unit-unitnya adalah 1 dan 3
Misalkan a = 2 dimana a 0 dan a unit.
Maka a dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian sejumlah hingga unsur-unsur tak tereduksi di
Z4 dan faktorisasi tersebut adalah tunggal.
2 = 1.2.3 dan 2 = 3.2.1, sehingga faktorisasi yang sama dari 2 adalah sekawan.
Jadi 2 adalah merupakan Daerah Faktorisasi Tunggal dari Z4
10.4 Rangkuman.
1. Suatu Integral Domain R dikatakan sebagai Daerah Euclid jika untuk setiap a 0 di R ada
bilangan tak negative, d(a) = , yang memenuhi pemetaan :
a, b R dan a, b 0 berlaku d(a) d(ab)
a, b R dan a, b 0 , ada q, r R sehingga a = qb + r dengan r = 0 atau d(r)< d(b)
2. Misalkan R adalah Daerah Euclid dan a,b R dan b 0. pengulangan algoritma pembagian dapat
ditulis:
a = bq1 + r1 dengan d(r1) < d(b)
b = r1q2 + r2 dengan d(r2) < d(r1)
r1 = r2q3 + r3 dengan d(r3) < d(r2)
. .. .
rk-1 = rkqk+1 + rk+1 dengan d(rk-1) < d(rk)
rk = rk+1qk+2 + rk+2 dengan d(rk+2) < d(rk+1)
bila rk+2 = 0 maka pembagian sekutu terbesar a,b adalah rk+1
FPB(a,b) = rk+1
Bila r1 = 0 maka pembagian sekutu terbesar a,b adalah b
FPB(a,b) = b
3. Misalkan R adalah suatu Ring Komutatif dan S adalah suatu Ideal di R. S disebut sebagai
Ideal Utama bila S = untuk suatu a R, dimana merupakan Ideal yang dibangun oleh a, = {xa x R}
4. Misalkan R adalah suatu Ring, R disebut sebagai Ideal Utama ( Principal Ideal Domain) bila :
a. R merupakan Suatu Integral Domain.
b. Untuk setiap S yang merupakan Ideal di R, maka S adalah suatu Ideal Utama.
5. Misalkan R adalah suatu Ring Komutatif. Unsur a R dikatakan unit di R bila terdapat unsure
b R sehingga ab = 1. Misalkan r,s R, unsur r dikatakan sekawan dengan unsur s jika r = as
untuk suatu a unit di R.
6. Misalkan R adalah suatu Integral Domain. R disebut sebagai Daerah Faktorisasi Tunggal jika
untuk setiap a R, a 0 dan a unit, a dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian sejumlah hingga
unsure-unsur tak tereduksi di R dan faktorissai tunggal. Tunggal yang dimaksud dalam hal ini
adalah jika terdapat s1s2sm dan t1t2 tn adalah faktorisasi yang sama dari suatu unsure dari
R maka m = n dan qj dapat disusun kembali sehingga pi dan pj sekawan.
10.5 Soal-soal Latihan
1. Periksa apakah ring-ring berikut merupakan Daerah Euclid :
(Z2,+, .)
(Z3,+, .)
(Z4, +, .)
(Z5, +, .)
(Z6, +, .)
2. Perikas apakah ring-ring berikut merupakan Daerah Ideal Utama:
Z2,+, .)
(Z3,+, .)
(Z4, +, .)
(Z5, +, .)
(Z6, +, .)
3. Perikas apakah ring-ring berikut merupakan Daerah Faktorisasi Tunggal:
Z2,+, .)
(Z3,+, .)
(Z4, +, .)
(Z5, +, .)
(Z6, +, .)
4. Misalkan R adalah suatu Ring Komutatif, a dan b adalah unit-unit di R. periksa apakah:
ab adalah unit di R
a + b adalah unit di R
5. Misalkan R adalah Daerah Euclid. Buktikan jika a unit di R maka d(1) = d(a)
BAB 11
RING POLINOM
Kompetensi Umum :
Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal dan mengaplikasikan sifat-sifat
Ring Polinom.
Kompetensi Khusus:
Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa secara rinci diharapkan dapat:
a. Memahami definisi dari Ring Polinom.
b. Memahami algoritma pembagian dari Ring polinom
c. Menentukan hasil penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian dari Ring Polinom
d. Menentukan unsur-unsur tereduksi dan tidak tereduksi dari Ring Polinom
Deskripsi Singkat:
Ring Polinom merupakan gabungan dari dua atau lebih Ring. Bab ini akan membahas mengenai
sifat-sifat dari ring Polinom, algoritma pembagian dan unsur tereduksi dan tidak tereduksi dari
Ring Polinom.
11.1 Ring Polinom
Salah satu kegunaan yang terpenting dari teori Ring dan Field adalah perluasan dari suatu Field
yang lebih besar atau lebih luas sehingga suatu polinom (suku banyak) yang diketahui
mempunyai akar. Sebagai contoh Field bilangan kompleks dapat diperoleh dengan memperluas
Field bilangan real sehingga semua persamaan kuadrat akan mempunyai solusi.
Pada sub pokok bahasan ini, akan dibahas mengenai struktur dari Ring Polinom yang merupakan
gabungan dari ring-ring (suku banyak-suku banyak). Berikut ini akan merupakan definisi dari
Ring Polinom, yaitu sebagai berikut:
Definisi 11.1:
Bentuk umum dari suatu polinom (suku banyak) adalah p(x) = a0+a1x1+a2x2++anxn = ixi
dimana ai adalah koefisien dari p(x). Bila xn 0 maka derajat dari p(x) adalah n dan bila n = 0
maka derajat p(x)= adalah nol.
Contoh 11.1:
P(x) = 36 + x4 2x + 1, adalah polinom yang mempunyai derajat 6.
Berikut merupakan definisi dari kesamaan dua buah polinom, yaitu:
Definisi 11.2:
Misalkan dua buah polinom p(x) = a0+a1x1+a2x2++anxn dan q(x) =
b0+b1x1+b2x2++bmxm dikatakan sama jika dan hanya jika ai = bi untuk 0.>semua i
Contoh 11.2:
36 + 24 2x + 1 karena derajat koefisien yang=36 + x4 2x + 1 tidak sama, yaitu koefisien
x4 di ruas kiri tidak sama dengan x4 di ruas kanan. Sedangkan 36 + x4 2x + 1 = 36 + x4
2x + 1 karena untuk masing-masing suku yang berkesesuaian mempunyai koefisien yang sama.
Untuk perkalian dan penjumlahan dua buah polinom didefinisikan sebagai berikut:
Definisi 11.3:
Misalkan dua buah polinom p(x) = a0+a1x1+a2x2++anxn dan q(x) =
b0+b1x1+b2x2++bmxm , p(x) + q(x) = c0+c1x1+c2x2++ckxk dimana k = maks k.s i
s{n,m} untuk setiap i, ci = ai + bi, untuk 0
Contoh 11.3:
Misalkan p(x) dan q(x) dengan p(x) = 22 + 2 dan q(x) = 2x + 2, maka:
p(x) + q(x) = (22 + 2) + (2x + 2)
= 22 + 2x + 4
Definisi 11.4:
Misalkan dua buah polinom p(x) = a0+a1x1+a2x2++anxn dan q(x) =
b0+b1x1+b2x2++bmxm , p(x) . q(x) = c0+c1x1+c2x2++ckxk dimana k = n + m untuk
setiap i, ci = ai b0+ai-1b1+ +a1bi-1 + a0bi
Contoh 11.4:
Misalkan p(x) dan q(x) dengan p(x) = 22 + 2 dan q(x) = 2x + 2, maka:
p(x) . q(x) = (22 + 2) . (2x + 2)
= 22 + 2x + 4
Dari definisi dan sifat-sifat polinom-polinom berikut merupakan definisi dari Ring Polinom.
Definisi 11.5:
Misalkan R adalah suatu Ring Komutatif. R[x] dikatakan sebagai Ring Polinom atas R dengan
R[x] = {p(x), q(x), r(x), } untuk p(x)= ixi, Req(x)= ixi, dan ai
Contoh11.5:
Misalkan p(x) dan q(x) adalah polinom-polinom pada Z3[x], dengan p(x) = 22 + 2 dan q(x) =
2x + 2, maka:
p(x) + q(x) = (22 + 2) + (2x + 2)
= 22 + 2x + (2+2)
= 22 + 2x + 1
Contoh 11.6:
Misalkan p(x) dan q(x) adalah polinom-polinom pada Z3[x], degan p(x) = 22 + 2 dan q(x) = 2x
+ 2, maka:
p(x) . q(x) = (22 + 2) . (2x + 2)
= (2.2)x(2+1) + (2.2)x + (2.2)x2 + (2+2)
= x0 + x + x2 +1
= x2 + x + 2
11.2 Algoritma Pembagian
Pada bab terdahulu telah dibahas mengenai algoritma pembagian bilangan bulat, dimana bila
suatu bilangan bulat dibagi oleh bilangan bulat yang lainnya, maka diperoleh suatu hasil bagi
(faktor) dan sisa. Dalam sub pokok bahasan ini, akan dibahas mengenai algoritma pembagian
polinom-polinom, adapun tentang pembagian itu dapat dinyatakan dalam algoritma pembagian
sebagai berikut:
Teorema 11.1: (Algoritma pembagian polinom-polinom)
R[x] daneMisalkan f(x) dan g(x) adalah dua buah polinom, f(x), g(x) R[x]e 0, maka terdapat
polinom-polinom unik q(x), r(x) =g[x] sedemikian hingga:
f(x) = q(x)g(x) + r(x)
dengan r(x) = 0 atau derajat r(x) < derajat g(x).
polinom-polinom q(x) dan r(x) ditentukan secara tunggal oleh f(x) dan g(x) yang diperlukan.
Selanjutnya f(x) disebut polinom yang dibagi, g(x) disebut polinom pembagi, q(x) disebut hasil
bagi polinom, dan r(x) disebut sisa hasil bagi polinom.
Bukti:
Bila f(x) adalah polinom nol, maka q(x) = 0 dan r(x) = 0 adalah polinom-polinom dari R[x]
sehingga:
r(x) = q(x) . g(x) + r(x)
Dengan r(x) = 0
0= 0 dan g(x) =Bila f(x) adalah bukan polinom nol, dimana f(x)
Misalkan:
0=p(x) = a0+a1x1+a2x2++anxn , an
dan
0=q(x) = b0+b1x1+b2x2++bmxm , bn
berarti derajat f(x) = n dan derajat g(x) = m
Bila n < m berarti derajat f(x) < derajat g(x)
Maka terdapat q(x) = 0 dan r(x) = f(x) di R[x] sehingga
f(x) = q(x).g(x) + r(x)
dengan derajat r(x) = derajat f(x) < derajat g(x)
derajat g(x)> m berarti derajat f(x) >Bila n
Misalkan:
Pembagian f(x) dan g(x) menghasilkan:
f(x) = (anbm-1xn-m)g(x) + f1(x)
dengan f1(x) adalah polinom berderajat (n-1) di R[x]
pembagian f1(x) dan g(x) pada R[x] terdapat q1(x) danm r(x) di R[x], sehingga:
f1(x) = q1(x).g(x) + r(x)
dengan derajat r(x) = derajat f(x) < derajat g(x)
sehingga diperoleh:
f(x) = (anbm-1xn-m)g(x) + q1(x).g(x) + r(x)
= [(anbm-1xn-m) + q1(x)]g(x) + r(x)
= q(x).g(x) + r(x)
Dengan q(x) = (anbm-1xn-m) + q1(x) dan derajat r(x) = drajat f(x) < derajat g(x). Hasil ini
diulang terus sehingga diperoleh hasil yang diinginkan.
Untuk membuktikan keunikan dari q(x) dan r(x), kita misalkan polinom-polinom lain q(x) dan
r(x) sehingga:
f(x) = q(x).g(x) + r(x)
dengan r(x)=0 atau derajat r(x) < derajat g(x)
karena berlaku juga:
f(x) = q(x).g(x) + r(x)
dengan r(x) = 0 atau derajat r(x) < derajat g(x)
diperoleh:
q(x).g(x) + r(x) = q(x).g(x) + r(x)
karena itu [q(x) q(x)]g(x) = r(x) r(x)
sehingga ada kemuningkinan yang didapat:
q(x) q(x) = 0 dan r(x) r(x) = 0, sehingga q(x) = q(x) dan r(x) = r(x)
0= r(x) r(x) =q(x) q(x)
jadi terbukti bahwa q(x) dan r(x) adalah unik.
Keunikan dari faktor g(x) dan keunikan sisa r(x) sama seperti ditunjukkan oleh faktor dan sisa
dalam algoritma pembagian bilangan-bilangan bulat. Polinom faktor dan polinom sisa dapat
dihitung dengan pembagian panjang dari polinom-polinom tersebut.
Contoh 11.7:
Tentukan hasil bagi dari polinom-polinom berikut, dimana p(x) = 22 + 2 dan q(x) = 2x + 2, p(x)
adalah polinom yang dibagi dan g(x) polinom pembagi.
Penyelesaian:
Diketahui:
p(x) = 22 + 2 adalah polinom yang dibagi
g(x) = 2x + 2 adalah polinom pembagi
p(x) / g(x) = , selanjutnya :
x 1
22 + 2
22 + 2x
2x + 2
2x 2
4
Dari pembagian polinom-polinom tersebut didapat hasil bagi g(x) = x 1 dan sisa r(x) = 4.
Sehingga :
p(x) = q(x) . g(x) + r(x)
= (x 1) . (2x + 2) + 4
= 22 2x + 2x 2 +4
= 22 + 2
Jadi terbukti bahwa hasil bagi dari p(x) / g(x) = adalah x 1 dengan sisa 4.
Bila tidak ada penjelasan mengenai koefisien polinom-polinomnya dianggap sebagai bilangan
real. Tetapi bila koefisien polinom-polinomnya ditentukan seperti pada contoh berikut ini, maka
koefisien dan derajat dari polinom-polinomnya sesuai dengan koefisien sesuai dengan Ring yang
ditunjuk. Misalkan dalam contoh berikut ditentukan dengan Ring Z3[x].
Contoh 11.8:
Tentukan hasil bagi dari polinom-polinom berikut terhadap Z3[x], dimana p(x) = 22 + 2 dan
g(x) = 2x + 2, g(x) = polinom pembagi.
Penyelesaian :
Diketahui :
P(x) = 22 + 2
adalah polinom yang dibagi dalam Z3[x]
g(x) = 2x + 2
adalah polinom pembagi dalam Z3[x]
artinya koefisien-koefisien dari polinom-polinom tersebut adalah hanya bernilai 0, 1, dan 2 saja.
p(x) / g(x) = , selanjutnya :
x
22 + 2
22 + 2x
x + 2
dari pembagian polinom-polinom tersebut dalam Z3[x] didapat hasil bagi q(x) = x dan sisa r(x) =
x + 2.
Sehingga :
p(x) = q(x) . g(x) + r(x)
= x. (2x + 2) + (x + 2)
= 22 + 2x + x + 22
= 22 + (2 + 1)x + 2
= 22 + 0x + 2
= 22 + 2
Jadi terbukti bahwa hasil bagi dalam Z3[x] dari p(x)/g(x) =
adalah x dengan sisa x + 2.
Contoh 11.9:
Tentukan hasil bagi dari polinom-polinom berikut terhadap Z4[x], dimana p(x) = 33 + 32 + 2x
+ 1 dan g(x) = x2 + 2, p(x) adalah polinom yang dibagi dan g(x) polinom pembagi.
Penyelesaian:
Diketahui :
p(x) = 33 + 32 + 2x + 1 adalah polinom yang dibagi dalam Z4[x]
g(x) = x2 + 2 adalah polinom pembagi dalam Z4[x].
artinya koefisien-koefisien dari polinom-polinom tersebut adalah hanya bernilai 0, 1, 2, dan 3
saja.
p(x) / g(x) = , selanjutnya:
3x + 3
33 + 32 + 2x + 1
33 + 2x
32 + 1
32 + 2
3
Dari pembagian polinom-polinom tersebut dalam Z4[x] didapat hasil bagi q(x) = 3x + 3 dan sisa
r(x) = 3.
Sehingga :
p(x) = q(x) . g(x) + r(x)
= (3x + 3) . (x2 + 2)
= (3x +3) .(x2 + 2) + 3
= 33 + 32 + (3.2)x + (3.2) + 3
= 33 + 32 + 2x + 2 + 3
=33 + 32 + 2x + 1
Jadi pembagian polinom-polinom tersebut dalam Z4[x] dari p(x) / g(x) =
adalah 3x + 3 dengan sisa 3.
11.3 Unsur Tereduksi dan Tidak Tereduksi
Pada sub pokok bahasan ini kita akan mempelajari tentang unsur tereduksi dan tidak tereduksi
pada Ring polinom. Adapun definisi-definisinya adalah sebagai berikut:
Definisi 11.6:
Misalkan f(x) adalah suatu polinom dan R[x} adalah merupakan Ring R[x] dikatakan polinom
monik bila koefisien x denganePolinom, f(x) pangkat tertingginya adalah 1.
Definisi 11.7:
Misalkan f(x) dan g(x) adalah dua buah polinom dan R[x] merupakan ring R[x]. Polinomnya
g(x) dikatakanepolinomnya, sehingga f(x), g(x) f(x), bila f(x) = a(x).g(x)| 0, ditulis g(x)
=membagi f(x) dengan g(x) R[x].euntuk suatu a(x)
Definisi 11.8:
e R[x] disebut membagi sekutu terbesar dari f(x), g(x) ePolinom d(x) R[x], dinotasikan dengan
(f(x),g(x)) = d(x) dengan f(x) dan g(x) tidak boleh keduanya nol, bila d(x) adalah polinom monik
sehingga:
g(x)| f(x) dan d(x) |d(x)
d(x)| g(x), maka (x) |f(x) dan (x) |jika (x)
Definisi 11.9:
R[x] dikatakan relative prima jika membagi sekutu terbesarnya adalah 1.ePolinom-polinom
f(x), g(x)
Definisi 11.10:
R[x] dikatakan tak tereduksi atas ReSuatu polinom tak konstan f(x) jika f(x) tidak dapat
dinyatakan sebagai perkalian dua polinom g(x), R[x] dengan derajat (g,h)eh(x) < derajat (f).
Contoh 11. 10:
Polinom f(x) = xn + an-1xn + + a1x + a0 adalah merupakan polinom monik
Contoh 11. 11:
Misalkan 22 + 4 karena 22 + 4 = 2(x2 + 2)| R[x], ditulis x2 + 2 e R[x] dikatakan membagi
g(x) = 22 + 4 ef(x) = x2 + 2
Contoh 11. 13:
Pembagi sekutu terbesar antara p(x) = x6 + x3 + x + 1 dengan q(x) = x+1 adalah x + 1 adalah
polinom monik sehingga:
(x + 1)|(x6 + x3 + x + 1) dan (x + 1) |(x+1)
(x + 1)| (x + 1), maka (x) | (x6 + x3 + x + 1) dan (x) |Jika (x)
Contoh 11. 14:
p(x) = x 1 dengan g(x) = x + 1 adalah merupakan relatif prima
Contoh 11. 15:
f(x) = x2 3 tidak tereduksi di Q[x], karena x2 3 tidak dapat Q[x] denganedinyatakan sebagai
perkalian dua polinom g(x), h(x) derajat (g,h) < derajat (f)
Teorema 11.2:
R[x] dan misalkan derajat (f(x)) = 2 atau 3, maka berlakueBila f(x) f(x) tereduksi atas R jika
dan hanya jika f mempunyai pembuat nol di R.
Bukti:
misalkan f(x) tereduksi atas R
berarti f(x) = g(x).h(x) dengan 0 < derajat (g(x)) dan derajat (h(x)) < derajat (f(x)). Diperoleh
g(x) atau h(x) berderajat 1.
R, berarti g(a) = 0 sehingga f(a) = 0.eMisalkan g(x) berderajat 1, maka g(x) = x a, untuk a
Jadi f mempunyai pembuat nol di R.
Remisalkan f(a) = 0 dan a
berarti (x-a) adalah factor dari f(x)
jadi f(x) tereduksi atas R.
Contoh 11.17:
Tunjukkan bahwa polinom p(x) = x2 + x + 2 tidak tereduksi atas Z3.
Penyelesaian:
Z3 = {0,1,2}, maka diperoleh:
P(0) = 02 + 0 + 2
= 2
P(1) = 12 + 1 + 2
= 1 + 0
= 1
P(2) = 22 + 2 + 2
= 1 + 1
= 2
Z3 sehingga p(x) = 0eKarena tidak terdapat x
Jadi p(x) tidak teredukdi atas Z3
Contoh 11.18
Tunjukkan bahwa polinom p(x) = x2 + X + 1 tereduksi atas Z3
Penyelesaian:
Z3 = {0,1,2}, maka diperoleh:
P(0) = 02 + 0 + 1
= 1
P(1) = 12 + 1 + 1
= 1 + 2
= 0
P(2) = 22 + 2 + 1
= 1 + 0
= 1
Z3 sehingga p(1) = 0eKarena terdapat x = 1
Jadi p(x) tereduksi atas Z3.
11.4 Rangkuman
1. Bentuk umum dari suatu polinom (suku banyak) adalah p(x) = a0+a1x1+a2x2++anxn = ixi
dimana ai adalah koefisien dari p(x). Bila xn 0 maka derajat dari p(x) adalah n dan bila n = 0
maka derajat p(x)= adalah nol.
1. Misalkan dua buah polinom p(x) = a0+a1x1+a2x2++anxn dan q(x) =
b0+b1x1+b2x2++bmxm dikatakan sama jika dan hanya jika ai = bi untuk 0. penjumlahan
polinom-polinom p(x) + q(x) = C0 + C1x1 + C2x2 +>semua i ..+ Ckxk + dimana k = maks
{n,m} untuk setiap i, Ci = ai + bi, untuk 0 I k. perkalian polinom-polinom p(x) . q(x) = C0 +
C1x1 + C2x2 + ..+ Ckxk dimana k = n + m untuk setiap i, Ci = aib0 + ai-1b1+ +a1bi-1
+ a0bi.
2. Misalkan R adalah suatu Ring Komutatif. R[x] dikatakan sebagai Ring Polinom atas R dengan
R[x] = {p(x), q(x), r(x), } untuk p(x)= ixi, R.eq(x)= ixi, dan ai
3. R[x]eMisalkan f(x) dan g(x) adalah dua buah polinom, f(x), g(x) R[x]e 0, maka terdapat
polinom-polinom unik q(x), r(x) =dan g[x] sedemikian hingga:
f(x) = q(x)g(x) + r(x)
dengan r(x) = 0 atau derajat r(x) < derajat g(x).polinom-polinom q(x) dan r(x) ditentukan secara
tunggal oleh f(x) dan g(x) yang diperlukan. Selanjutnya f(x) disebut polinom yang dibagi, g(x)
disebut polinom pembagi, q(x) disebut hasil bagi polinom, dan r(x) disebut sisa hasil bagi
polinom
4. Misalkan f(x) adalah suatu polinom dan R[x} adalah merupakan Ring R[x] dikatakan polinom
monik bila koefisien x denganePolinom, f(x) pangkat tertingginya adalah 1.
5. Misalkan f(x) dan g(x) adalah dua buah polinom dan R[x] merupakan R[x]. Polinomnya g(x)
dikatakanering polinomnya, sehingga f(x), g(x) f(x), bila f(x) = a(x).g(x)| 0, ditulis g(x)
=membagi f(x) dengan g(x) R[x].euntuk suatu a(x)
6. R[x] disebut membagi sekutuePolinom d(x) eterbesar dari f(x), g(x) R[x], dinotasikan
dengan (f(x),g(x)) = d(x) dengan f(x) dan g(x) tidak boleh keduanya nol, bila d(x) adalah
polinom monik sehingga:
g(x)| f(x) dan d(x) |d(x)
d(x)| g(x), maka (x) |f(x) dan (x) |jika (x)
7. R[x] dikatakan tak tereduksi ataseSuatu polinom tak konstan f(x) R jika f(x) tidak dapat
dinyatakan sebagai perkalian dua polinom g(x), R[x] dengan derajat (g,h)eh(x) < derajat (f).
8. R[x] dan misalkan derajat (f(x)) = 2 atau 3, maka berlakueBila f(x) f(x) tereduksi atas R jika
dan hanya jika f mempunyai pembuat nol di R.
11. 5. Soal-soal Latihan
1. Diketahui polinom-polinom f(x) = 33 + x2 + 2x + 2 dan g(x) = x2 + 3.
Carilah :
a. f(x) + g(x) dalam Q[x]
b. f(x) g(x) dalam Q[x]
c. f(x) x g(x) dalam Q[x]
d. f(x) : g(x) dalam Q[x]
2. Diketahui polinom-polinom f(x) = 33 + x2 + 2x + 2 dan g(x) = x2 + 3.
Carilah :
a. f(x) + g(x) dalam Z4[x]
b. f(x) g(x) dalam Z4 [x]
c. f(x) x g(x) dalam Z4 [x]
d. f(x) : g(x) dalam Z4 [x]
3. Diketahui polinom-polinom f(x) = 34 + 43 x2 + 3x-1 dan g(x) = 22 + x +1.
Carilah :
a. f(x) + g(x) dalam Q[x]
b. f(x) g(x) dalam Q[x]
c. f(x) x g(x) dalam Q[x]]
d. f(x) : g(x) dalam Q[x]
4. Diketahui polinom-polinom f(x) = 34 + 43 x2 + 3x-1 dan g(x) = 22 + x +1.
Carilah :
a. f(x) + g(x) dalam Z5[x]
b. f(x) g(x) dalam Z5[x]
c. f(x) x g(x) dalam Z5[x]
d. f(x) : g(x) dalam Z5[x]
5. Diketahui polinom-polinom f(x) = x7 + x6 + x5 + x4 +x+1 dan g(x) = x3 + x +1.
Carilah :
a. f(x) + g(x) dalam Z2[x]
b. f(x) g(x) dalam Z2[x]
c. f(x) x g(x) dalam Z2[x]
d. f(x) : g(x) dalam Z2[x]
6. Periksalah apakah polinom polinom berikut tereduksi atau tidak tereduksi
a. p(x) = x5 + 34 + x3 + 42 + 2x + 5 di Z6[x]
b. p(x) = x2 4 di R[x]
c. p(x) = x7 + 3 di Z10 [x]
d. p(x) = x6 + 1 di Z11 [x]
DAFTAR PUSTAKA
Dublin J. R. 1985. Modern Algebra. New York: John Willey & Sons.
Herstein, I.N. 1975. Topic In Algebra, 2nd Edition. New York: John Willey & Sons.
Hidayanto, Erry. 2001. Struktur Aljabar. Malang: Universitas Negeri Malang.
Soebagjo, A.S. 1993. Materi Pokok Struktur Aljabar. Jakarta: Universitas Terbuka, Depdikbud.
Wahyudin, 1989. Aljabar Modern. Bandung: Tarsito.
RIWAYAT PENULIS
Retni Paradesa, S. Pd. menyelesaikan gelar sarjana S1 nya pada Program Studi Matematika,
Jurusan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(FKIP) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2005.
Pada tahun 2006 sekarang menjadi dosen tetap yayasan di STKIP PGRI Lubuklinggau. Untuk
mata kuliah Struktur Aljabar, Kalkulus 1, Matematika Diskrit, dan Analisis Kompleks.
Pada tahun 2006-2008 bekerja menjadi guru honor di SMP Xaverius Lubuklinggau pada bidang
studi matematika.
Tinggalkan Balasan

You might also like