You are on page 1of 11

CORPORATE COMMUNICATION

I.

Corporate Communication Dalam Perspektif Sejarah Perkembangan teknik dan disiplin ilmu komunikasi yang digunakan organisasi untuk mempromosikan, mempublikasikan atau

menjelaskan hubungan individu dan kelompok dalam suatu masyarakat, telah dimulai sejak 150 tahun yang lalu. Dalam kurun waktu sejak Revolusi Industri sampai tahun 1930-an, ditandai dengan terbentuknya era baru yaitu merebaknya produksi dan konsumsi masal, bentuk-bentuk komunikasi yang digunakan oleh organisasi umumnya terdiri dari publisistas, promosi dan aktifitas penjualan dalam menanggapi meluapnya pangsa pasar. Banyak upaya organisasi yang ditempuh didasarkan pada kemampuan stabiltas dan tingkat kompetisi organisasi terhadap dinamika pasar yang dipengaruhi oleh interferensi kebijakan pemerintah dan situasi persaingan ekonomi yang tinggi. Situasi tersebut, di belahan dunia barat telah membuat banyak organisasi mendefinisikan sehingga kembali banyak lingkup praktisi dan yang paraktik harus

komunikasinya,

para

mengembangkan dan memperkaya keahliannya dalam merespon dinamika pasar dan perubahan besar masyarakat. Selanjutnya, dalam telaahan ini akan membahas mengenai perubahan definisi, lingkup dan praktik manajemen komunikasi dalam suatu organisasi, serta juga mengulas tentang dinamika pasar dan dinamika masyarakat yang memicu terjadinya perkembangan manajemen komunikasi, lebih fokus mengenai keterpaduan ilmu pemasaran (marketing) dan ilmu hubungan masyarakat (public

relation)

sebagai

fungsi

manajemen

dari

suatu

corporate

communication dalam berkomunikasi dengan stakeholdernya. Manajemen Komunikasi- Berbagai jenis dan bentuk komunikasi yang dilakukan oleh suatu organisasi untuk mempersuasi atau membina hubungan individu dengan kelompok dalam suatu lingkungan tertentu, bukanlah hal yang baru. Secara fitrah, manusia selalu membuat mekanisme komunikasi karena satu sama lain saling membutuhkan, sehingga wajar apabila organisasi dibentuk sebagai sarana untuk mekanisme komunikasi. Sebagai contoh sederhana adanya pola organisasi sebagai wadah berkomunikasi adalah keluarga, kelompok komunitas, kelompok masyarakat adat dsb. Pada masyarakat modern yang diawali oleh masyarakat agraris, kemudian masyarakat niaga dan selanjutnya masyarakat industry, dibutuhkan suatu organisasi yang lebih kompleks dengan kebutuhan komunikasi yang lebih rumit. Semenjak Revolusi Industri di belahan benua eropa dan amerika, dibutuhkan banyak ahli komunikasi dan berbagai bentuk komunikasi yang terorganisir untuk menangani aktifitas promosi, publikasi dan kampanye komunikasi, propaganda, pengelolaan media pers dan periklanan. Sampai dengan tahun 1900-an para ahli ini umumnya bekerja dengan taktik komunikasi yang berorientasi pada sisi kemudahan tertipunya persepsi publik melalui berbagai iklan menghibur dan press release dalam kurun waktu yang lama. Namun ketika banyak lembaga etika publik yang mencela taktik-taktik tersebut, bentuk publisitas mulai beralih dan berpihak pada kepentingan masyarakat umum karena organisasi dengan agen pers-nya banyak tidak sejalan dengan kepentingan umum masyarakat. Menjelang pergantian abad ke-19 para tokoh industri dan organisasi besar di belahan dunia barat menyadari bahwa tidak ada yang bisa kebal terhadap tekanan pemerintah dan opini publik. Denagn demikian organisasi di belahan dunia barat menghadapi tantangan

baru untuk mempertahankan keberlangsungan eksistensi dan cara bisnisnya. Pada awal abad 20, dimulai babak baru dengan maraknya bermunculan para pembuka korupsi dan para jurnalis penyelidik yang mengekspos berbagai skandal berkaitan dengan kapitalisme, penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi aparat pemerintah. Hal ini mampu menarik perhatian (awareness) publik, namun terkadang juga membahayakan untuk bisnis perusahaan. Menyikapi hal tersebut, banyak organisasi yang mempekerjakan para penulis, publicist, jurnalis untuk menjadi jembatan penghubung dengan masyarakat umum, serta menyebarluaskan informasi positif tentang kebijakan organisasi terhadap masyarakat umum dan para pembuka korupsi, sehingga bisa memperoleh dukungan yang besar dari sebagian besar masyarakat dalam mempertahankan kebijakan dan kredibilitasnya. Pada saat yang sama, dunia bisnis menghadapi produksi yang lebih besar dari pada permintaaan, ketika pangsa pasar cenderung stabil atau menurun. Hal ini mengharuskan organisasi mempekerjakan agen periklanan untuk mempromosikan produknya pada konsumen yang prospektif dalam upaya

meningkatkan total penjualannya. Pada dekade berikutnya, reformasi ekonomi yang terjadi di amerika dan inggris tahun 1920-1930, serta meningkatnya skeptis publik terhadap bisnis besar telah memperjelas bagi organisasi, bahwa para penulis, humas dan agen periklanan tidak seharusnya dipekerjakan sebagai agen wartawan seperti masa sebelumnya. Para praktisi ini diposisikan sebaga mitra organisasi dalam bentuk in-house.Dan aktifitas komunikasi untuk masyarakat umum dan pemenuhan tuntutan pasar lebih sistematis serta menitikberatkan pada keahlian dalam lingkup komunikasi organisasi. Hal ini telah memunculkan paradigma baru di mana pemasaran dan hubungan masyarakat merupakan suatu pendekatan untuk aktifitas komunikasi organisasi.
3

Meskipin pada awalnya pemasaran dan hubungan masyarakat merupakan disiplin ilmu yang terpisah dari suatu waktifitas komunikasi. Namun organisasi industri menyadari bahwa

pemasaran dan hubungan masyarakat memiliki peran yang sama penting dalam meningkatkan keberhasilan organisasi industri. Sejak tahun 1980-an organisasi telah menggunakan pemasaran dan hubungan masyarakat menjadi suatu fungsi manajemen yang saat ini dikenal sebagai corporate communication. Era ini telah memunculkan trend baru yang memadukan disiplin ilmu

pemasaran dan ilmu hubungan masayarakat pada berbagai bidang dan aktifitas organisasi. Pada awal tahun 1990-an Philip Kotler telah menegaskan bahwa memadukan disiplin ilmu pemasaran dan disiplin ilmu hubungan masyarakat merupakan cara yang efektif bagi suatu organisasi dalam memenuhi tuntutan masyarakat. Philip Kotler dan William Mandak telah mengamati keterkaitan antara disiplin ilmu pemasaran dengan disiplin ilmu hubungan masyarakat sejak tahun 1978. Bahkan dalam tahun tersebut Kotler dan Mandak telah memprediksi perkembangan dari disiplin ilmu pemasaran dengan disiplin ilmu hubungan masyarakat menjadi dominan pada tahun 1980-an dan kurun waktu berikutnya, di mana peran pemasaran dan hubungan masyarakat akan menyatu sebagai fungsi komunikasi eksternal suatu organisasi. Hal tersebut terlihat dari model yang disajikan oleh Kotler dan Mandak seperti bagan di bawah ini. Gambar 1. Berbagai model hubungan antara pemasaran dan hubungan masyarakat.
PR Mktg

PR Mktg

Mktg PR

PR Mktg GR D

Mktg=PR

E 4

II.

Pemasaran dan Hubungan Masyarakat Sebagai Disiplin Ilmu Yang Berbeda, Tetapi saling Melengkapi Untuk Membentuk Keterpaduan Sampai dengan tahun 1980-an, pandangan tradisional melihat bahwa pemasaran dan hubungan masyarakat memiliki tujuan dan aktifitas yang berbeda dalam pengembangannya (sesuai model A pada Gambar 1). Hal ini didasarkan pada argumentasi bahwa pemasaran memfokuskan pada pemenuhan tuntutan konsumen terhadap suatu produk yang dipasarkan. Sedangkan hubungan masyarakat lebih menitikberatkan pada pemenuhan informasi publik terhadap eksistensi organisasi. Publik tersebut merupakan lawan dari konsumen produk organisasi perusahaan tersebut. Dalam hal ini Kotler dan Mandak menilai bahwa pemasaran berorientasi pada peningkatan keuntungan perusahaan, sedangkan hubungan masyarakat menitikberatkan pada pencitraaan

perusahaan. Menurut pandangan model tradisional dinilai bahwa hubungan masyarakat tidak memiliki interferensi terhadap

penentuan keuntungan perusahaan. Artinya proses komunikasi antara perusahaan dengan konsumen produknya berbeda dengan proses komunikasi antara perusahaan dengan masyarakat umum (di luar konsumen produk perusahaan tersebut). Mulai awal tahun 1980-an, muncul paradigm baru yang melihat bahwa pemasaran dan hubungan masyarakat memiliki proses dan taktik komunikasi yang saling memperkuat atau melengkapi dalam peningkatan keuntungan dan kemajuan suatu organisasi

perusahaan (sesuai model B pada Gambar 1). Hal ini disebabkan adanya peningkatan cost perusahaan dan penurunan dampak iklan dalam upaya perusahaaan mempertahankan loyalitas konsumen terhadap produknya. Menanggapi hal tersebut banyak perusahaan yang selanjutnya mulai menggunakan teknik Marketing Public Relation (MPR) untuk mempromosikan produknya. MPR adalah
5

teknik-teknik

hubungan

masyarakat

yang

digunakan

untuk

memasarkan produk atau jasa, serta meningkatkan awareness publik dan mempertahankan kredibilitas merk (brands) perusahaan, dengan cost promosi yang cukup efektif. Sebagai salah satu contoh yaitu Starbuck dan Body Shop yang secara konsisten menggunakan teknik-teknik hubungan masyarakat dalama memasarkan produknya seperti: publisitas, penulisan feature di majalah dan grass root campaign untuk meningkatkan awareness dan mempertahankan merk-nya melalui setiap outletnya. Namun, aktifitas MPR berbeda dengan Corporate Public Relation (CPR) yang mencakup komunikasi dengan investor, komunitas, karyawan, media massa dan pemerintah. Meskipun demikian, aktifitas MPR memiliki interferensi dengan CPR yang implikasinya dapat mendorong pencapaian tujuan perusahaan secara efektif. Selanjutnya, mulai tahun 1990-an perkembangan interferensi antara marketing dan public relation telah memunculkan suatu model baru yang memadukan teknik public relation dan marketing dalam upaya perusahaan meningkatkan kepuasaan pelanggan terhadap

produknya. Model tersebut dikenal dengan istilah Integrated Marketing Communication (IMC). Merujuk pada model yang disampaikan oleh Philip Kotler dan William Mandak, IMC merupakan teknik public relation yang menjadi bagian dari marketing. Dalam IMC public relation lebih menitikberatkan pada publisitas produk ketimbang aktifitas komunikasi yang berkaitan dengan karyawan, investor, komunitas, media massa dan pemerintah. Namun pada dasarnya, marketing dan public relation bukanlah hal yang mudah untuk digabung begitu saja atau difungsikan sama dalam suatu organisasi. Bagaimanapun juga, hubungan masyarakat dan pemasaran memiliki eksistensi yang berbeda dan perlu dikelola dalam suatu kerangka manajemen corporate communication. Kerangka manajemen tersebut haruslah bersifat holistik dan mampu
6

menyeimbangkan proses public relation dan marketing menjadi suatu aktifitas komunikasi yang menitikberatkan pada pengendalian pasar, lingkungan, communication mix dan teknologi komunikasi.

III.

Komunikasi Pemasaran Organisasi dan Lingkungan Sebagai Basis Pengendalian Dalam perkembangannya, pengendalian lingkungan organisasi saat ini telah mengalami banyak perubahan. Pengendalian lingkungan tidak hanya lebih kompleks, tetapi juga harus menghadapi skeptis masyarakat yang meningkat, interferensi kebijakan pemerintah yang lebih besar serta kompetisi pasar yang tinggi akibat tuntutan dari beragam stakeholder seperti customer, investor, karyawan, LSM dan kelompok aktifis. Kondisi tersebut telah mengharuskan organisasi cermat dalam memadukan teknik marketing dan public relation yang digunakan. Keterpaduan ini sangat diperlukan untuk mengurangi konflik pesan yang diterima setiap individu dengan yang diterima stakeholder atau kelompok masyarakat, sebab pada umumnya divisi marketing dan divisi public relation terpisah dalam suatu organisasi. Oleh sebab itu perlunya program terpadu untuk mengkoordinasikan divisi marketing dengan divisi public relation dalam menyampaikan informasi atau pesan kepada publik. Konflik pesan sering terjadi karena konsumen akan bersifat lebih individual dalam berpersepsi ketika menerima pesan berkaitan dengan produk yang dikonsumsinya. Di lain pihak, pesan yang disampaikan organisasi umumnya berorientasi untuk kelompok publik yang lebih besar, ketimbang harus mnyesuaikan dengan setiap persepsi masing-masing individu. Selain itu juga, kelompok stakeholder akan terpecah-pecah ke dalam suatu satuan kelompok kecil publik yang homogen. Sebagai contoh kelompok media massa seperti televisi, internet, media cetak dsb, memiliki kelompok publik

yang berbeda-beda sesuai segment masing-masing karakteristik media massa tersebut. Mencermasti kondisi tersebut, sudah sewajarnya ketika suatu organisasi harus berkomunikasi dengan beragam institusi media dengan berbagai jenis pesan agar memperoleh feedback publik sesuai yang diharapkan, ketika organisasi tersebut memutuskan untuk berkomunikasi dengan publik melalui berita media massa. Lebih jauh lagi, ahli komunikasi dan ahli media massa telah mengestimasi bahwa setiap individu diterpa 13 000 pesan komersial dalam kehidupan sehar-harinya. Oleh sebab itu perlunya suatu strategi komunikasi yang mampu mensinergikan public relation dan marketing untuk memecahkan keruwetan tersebut. Di sisi lain, apabila mencermati komunikasi sebagai pijakan utama dalam pengendalian lingkungan dan stakeholder organisasi, dapat dipahami bahwa penyampaian pesan kepada publik melalui beragam jenis media massa akan saling melengkapi dari pada penyampaian pesan melalui satu saluran media, dan dampak yang diperoleh akan lebih besar. Selain itu juga dengan adanya internet yang cukup efektif dalam menyampaikan pesan, serta besarnya biaya yang dikonsumsi untuk penyampaian pesan secara tradisional melalui media periklanan, telah membuat banyak organisasi untuk mengkaji kembali penggunaan media massa yang efektif, seiring berkembangnya berbagai teknik komunikasi pemasaran dan public relation. Hal ini juga telah membuat organisasi saat ini lebih kreatif memahami produk, fungsi organisasi dan media massa dalam berkomunikasi dengan publik dan stakeholder. Sedangkan dalam kaitannya dengan pemahaman organisasi

sebagai basis pengendalian untuk integrasi marketing dan public relation, umumnya organisasi lebih menitikberatkan pada efisiensi dan akuntabilitas. Langkah organisasi tersebut dapat diketahui dari banyaknya organisasi yang merekstrukturisasi unit-unit
8

komunikasinya seperti media relation, advertisisng, sales promotion dan product publicity ke dalam satu divisi komunikasi yang terpadu atau ke dalam lingkup kerja komunikasi tertentu. Hal ini ditempuh agar dapat mewujudkan pengendalian strategi komunikasi yang efektif dan terarah dalam berkomunikasi dengan stakeholder dan public. Hal lain yang mendorong ditempuhnya langkah tersebut oleh organisasi, disebabkan mulai banyak organisasi yang fokus pada corporate identity, corporate reputation dan corporate branding yang menegaskan pentingnya corporate strategy untuk positioning organisasi di antara kompetitornya dalam pandangan stakeholder dan publik.

IV.

Corporate Communication Sebagai Kerangka Kerja Untuk Manajemen Komunikasi Merujuk pada uraian sebelumnya, dapat diketahui bahwa pengertian corporate communication merujuk pada kerangka kerja untuk mengatur dan mengkoordinasikan marketing dan public relation sebagai suatu unit komunikasi atau bentuk komunikasi yang saling mendukung dan seimbang dalam upaya mempengaruhi atau mempersuasi public. Dalam kerangka kerja ini koordinasi dan pengambilan keputusan berada di antara berbagai praktisi marketing dan public relation yang ada dalam suatu organisasi. Namun sesungguhnya corporate communication memiliki pengertian yang sangat luas. Hal ini disebabkan banyak disiplin ilmu dan aktifitas yang berkaitan dengan corporate communication seperti public relation, customer relation, marketing management, corporate identity, corporate advertising, government relation, corporate culture, communication management, employee relation, internal communication dll. Sebagai satu bidang kajian corporate

communication lebih dapat di pahami sebagai sebuah seni dari pada suatu keilmuan, sebab corporate communication merupakan
9

interdisiplin berbagai keilmuan seperti, bahasa, psikologi, sosiolofi, komunikasi, pemasaran antropologi, manajemen dsb. Secara praktis, berdasarkan tulisan Michael Goodman dalam bukunya yang berjudul Corporate Communication: Theory dan Practice (1994) dapat didefinisikan bahwa: sebagai suatu fungsi eksekutif, corporate communication adalah suatu sarana strategis yang dapat digunakan untuk mengarahkan, memotivasi,

mempersuasi dan menjelaskan informasi kepada sejumlah khalayak sasaran baik dalm lingkup organisasi maupun di luar organisasi Hal ini diperkuat oleh Van Riels (1995) yang mengemukakan konsep triangle yaitu: komunikasi pemasaran, komunikasi organisasi dan manajemen organisasi sebagai suatu kerangka kerja terpadu dalam menegaslan tentang pemahaman corporate communication. Komunikasi Pemasaran merupakan payung untuk komunikasi eksternal suatu organisasi seperti, iklan, promosi penjualan, sponsorship, direct mail dsb. Komunikasi organisasi mencakuppublic relation, public affair, investor relation, employee relation, corporate advertising dsb. Manajemen Komunikasi meliputi berbagai aspek tradisional seperti administrasi, perencanaan, mobilissasi koordinasi, dsb.

pengendalian,

pengembangan,

dukungan

Berdasarkan hal tersebut, maka terdapat tiga tujuan utama dari corporate communication, yaitu: 1. Mengharmonisasikan tiga fungsi utama yaitu: strategy, organizational identity dan external image. 2. Menajaga keberlangsungan merk perusahaan dan legitimasi perusahaan. 3. Mengkoordinasikan secara optimal pelaksanaan kebijakan dan pengambilan keputusan Definisi van Riels tentang corporate communication implicit menegaskan pentingnya pendekatan stakehokder: corporate
10

corporate

communication adalah perangkat manajemen yang menggunakan bentuk komunikasi internal dan eksternal secara harmonis, efisien dan efektif dalam menciptakan kenyamanan hubungan dengan publik yang menjadi stakeholder perusahaan Meskipun demikian, pengertian tersebut belum cukup memenuhi makna keseluruhan dari pengertian corporate communication. Namun definisi tersebut dapat memberikan gambaran mengenai perkembangan lingkup corporate communication secara praktis.

11

You might also like