You are on page 1of 26

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATARBELAKANG Tidak dapat dipungkiri bahwa pandangan seseorang terhadap kehidupan ini akan mewarnai sikapnya dalam menghadapi tantangan kehidupan. Kehidupan adalah rahasia terbesar bagi manusia yang akan selalu dibicarakan sepanjang masa. Dorongan yang wajar akan timbul dalam diri manusia, sebagai makhluk yang berakal budi. Untuk mencari jawaban tentang kehadiran dan peranannya dimuka bumi ini. Sedangkan kebahagiaan atau keberhasilan adalah tema sentral yang tidak akan pernah terpisahkan. Manusia adalah makhluk yang mempunyai kemampuan dan kemerdekaan untuk berperan dan mengubah faktor-faktor hidupnya sendiri. Manusia dituntut tanggung jawab sepenuhnya atas perbuatan-perbuatannya yang lalu sebagai faktorfaktor kehidupan yang lalu dan juga perbuatan-perbuatannya yang dilakukannya sekarang sebagai faktor kehidupan sekarang. Manusia adalah arsitek sekaligus penanggung jawab tunggal atas kehidupannya sendiri. Kesadaran ini menuntut manusia untuk membawa dirinya dengan penuh ketekunan dan keuletan dalam mencapai keberhasilan dan kebahagiaan. Kemampuan manusia adalah akumulasi dari perjuangannya dalam menghadapi tantangan kehidupan. Pilihan manusia satu-satunya adalah mempersiapkan dirinya dengan menumbuhkan sikap mental dan perbuatan yang benar untuk membangkitkan kemampuan dari dalam dirinya sendiri. Sebenarnya tidak ada manusia yang tidak tahu apa itu kebebasan, karena kebebasan merupakan kenyataan yang akrab dengan kita semua. Dalam hidup setiap manusia kebebasan adalah unsur hakiki. Kadang-kadang kebebasan dimengerti sebagai kesewenang-wenangan. Kalau begitu, orang disebut bebas bila ia dapat berbuat atau tidak berbuat sesuka hatinya.

Bebas dimengerti sebagai terlepas dari segala kewajiban dan keterkaitan. Kebebasan dilihat sebagai izin atau kesempatan untuk berbuat semaunya. Banyak manusia yang tidak beretika salah mengartikan kebebasan, mereka mengartikan kebebasan dalam arti kesewenang-wenangan. Kata bebas disalahgunakan sebab bebas sesungguhnya tidak berarti lepas dari segala keterkaitan. Jadi kebebasan yang sejati adalah kebebasan yang mengandaikan keterikatan oleh norma-norma.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apakah pengaruh antara kebebasan dengan tanggung jawab? 2. Apakah kebebasan dapat berdiri sendiri tanpa tanggung jawab?

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kebebasan Kebebasan (freedom) adalah bagian dari hak asasi manusia.Hak asasi merupakan hak dasar seluruh umat manusia yang dibawa sejak lahir merupakan anugerah dari Tuhan YME yang selalu melekat dalam kehidupan manusia. Hak dasar ini bersifat universal, abadi, kodrati berkaitan dengan harkat dan martabat manusia selama hidupnya, sejak dalam kandungan sampai ia mati. Karena hak asasi merupakan hak setiap manusia, maka dalam melaksanakan hak asasinya setiap manusia wajib menghormati hak asasi manusia lain dalam kehidupan bermasyarakat. Kebebasan adalah ketika orang lain tidak bisa dan tidak

boleh memaksa kita untuk melakukan sesuatu melawan kehendak kita. Kita bebas berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu yang kita inginkan sendiri. Kata bebas masih mempunyai arti yang lebih mendasar, yaitu bahwa manusia mampu untuk menentukan sendiri apa yang akan dilakukannya. Berbeda dengan binatang yang pada dasarnya tidak dapat berpikir seperti manusia. Jadi manusia dapat menentukan tindakan sendiri, karena manusia mempunyai kemampuan dan kebebasan, untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan tindakannya. Menurut Lorens Bagus1, kebebasan (freedom) adalah kualitas tidak adanya rintangan nasib, atau keadaan di dalam keputusan atau tindakan seseorang. Beberapa pengertian pokok kebebasan menurut Lorens Bagus: 1. Kebebasan pada umumnya adalah keadaan tidak dipaksa atau ditentukan oleh sesuatu dari luar, sejauh kebebasan disatukan dengan kemampuan internal definitif dari penentuan diri. 2. Penentuan-diri sendiri, pengendalian-diri, pengaturan-diri, pengarahandri. 3. Kemampuan dari seorang pelaku untuk berbuat atau tidak berbuat sesuai dengan kemauan dan pilihannya. Mampu bertindak sesuai dengan apa yang disukai, atau menjadi penyebab dari tindakan-tindakan sendiri. 4. Didorong dan diarahkan oleh motif, ideal, keinginan dan dorongan yang dapat diterima sebagaimana dilawankan dengan paksaan atau rintangan (kendala) eksternal atau internal. 5. Kemampuan untuk memilih dan kesempatan untuk memenuhi atau memperoleh pilihan itu.

Lorens Bagus, kamus Filsafat, Jakarta, Gramedia, 2000, cet. Ke 2, hal 406, 407

Kebebasan menurut Lorens Bagus dapat dibedakan sesuai dengan tidak adanya jenis-jenis tekanan-tekanan, sebagai berikut: 1. Kebebasan Fisik Makhluk-makhluk yang berjuang secara sadar (manusia dan binatang) dan bahkan tumbuh-tumbuhan, meskipun dalam derajat yang lebih rendah, menikmati kebebasan fisik sejauh rintangan-rintangan eksternal, yang bersifat fisik atau material tidak menghalangi mahluk-mahluk tersebut. 2. Kebebasan Moral a. Kebebasan moral dalam arti luas tercapai karena kemampuan untuk menentukan sendiri sesuatu tanpa dihambat oleh sebab-sebab luar yang bertindak secara batin pada pikiran. b. Kebebasan dalam arti sempit tercapai karena kemampuan untuk memutuskan sendiri sesuatu tanpa berpapasan dengan kewajiban yang bertentangan. 3. Kebebasan Psikologis Tidak mengecualikan tetapi sesungguhnya mengadaikan pembatasanpembatasan psikis dan kewajiban-kewajiban moral. Kebebasan jenis ini tercapai karena kemampuan untuk menentukan sendiri sesuatu tanpa tekanan-tekanan psikis mana pun, yang mendahului keputusan, yang akan memaksa secara jelas kehendak dalam satu jurusan yang sudah ditentukan. 4. Menurut Kant, kebebasan intelijibel (yang dapat dimengerti) tercapai karena fakta bahwa kehendak, yang tidak tergantung pada pengaruh semua dorongan indera, ditentukan oleh akal budi murni belaka.

Sedang kebebasan menurut objek dapat dibedakan menjadi: 1. Kebebasan hati narani Yaitu hak untuk mengikuti suara hati sendiri tanpa hambatan ( yang tidak mengecualikan kewajiban untuk membentuk suara hati sendiri sesuai kaidah-kaidah objektif dan untuk menghargai hak-hak dasar orang lain. 2. Kebebasan agama Meruapakan bagian dari kebebasan hati nurani, kebebasan akademis (yang merupakan kemungkinan dalam bidang penelitian dan ajaran untuk hanya taat kepada kebenaran dan kepastian yang diketahui). 3. Kebebasan untuk mengungkapkan pendapat sendiri didepan umum ( Kebebasan bicara, kebebasan pers). Semua kebebasan ini mempunyai pembatasan-pembatasan.

Menurut Frans Magnis Suseno2, kebebasan dibedakan menjadi kebebasan eksistensial dan kebebasan sosial. Kebebasan eksistensial pada hakikatnya berada dalam kemampuan manusia untuk menentukan tindakannya sendiri, secara bebas.Kemampuan itu bersumber dari kemampuan manusia untuk berfikir dan berkehendak utnuk melakukan suatu tindakan. Kebebasan sosial muncul dalam diri manusia karena keberadaannya sebagai mahluk yang berada ditengah-tengah manusia lainnya, sebagai mahluk sosial.

Frans Magnis Suseno, Etika Dasar: Masalah Pokok Filsafat Moral, Yogyakarta, Kanisius, 2002, cet. 13 hal 21.

Sedangkan menurut K. Bertens3 kebebasan dibedakan menjadi kebebasan sosial politik dan kebebasan individual.Kebebasan eksistensial termasuk kedalam kebebasan individual. Subjek kebebasan sosial politik adalah suatu bangsa dan rakyat, sedangkan subjek kebebasan individual adalah manusia perorangan. Kebebasan politik bukanlah sesuatu yang telah ada melainkan sebagian besar merupakan produk perkembangan sejarah atau produk perjuangan sepanjang sejarah. Kebebasan sosial politik berkaitan erat dengan etika, sebagai norma yang harus ditaati masyarakat. Kebebasan individual, menurut K. Bartens kadang-kadang kebebasan itu diartikan dengan: a. Kesewenang-wenangan (arbitrariness) Bebas diartikan, ia dapat berbuat sesuka hati. b. Kebebasan fisik Bebas diartikan tiada paksaan dan rintangan dari luar. Orang diartikan mempunyai kebebasan bila ia bisa bergerak kemana saja ia mau tanpa hambatan siapapun. c. Kebebasan Yridis Kebebasan berkaitan dengan hukum dan haris dijamin oleh hukum. Kebebasan hukum merupakan salah satu aspek dari hak asasi manusia. d. Kebebasan Psikologis Kebebasan psikologis yaitu kemampuan yang dimiliki manusia untuk mengembangkan serta mengarahkan hidupnya, termasuk didalamnya yang menyangkut kemampuan kehendak. e. Kebebasan moral

Bertens, K. Etika, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2001, cet.6 hal 91

Kebebasan moral berkaitan dengan kebebasan psikologis, walaupun tidak sama. Tanpa kebebasan psikologis tidak mungkin terdapat kebebasan moral. Dalam keadaan normal kebebasan psikologis akan disertai dengan kebebasan moral. f. Kebebasan eksistensial Kebebasan eksistensial adalah kebebasan yang menyeluruh yang menyangkut seluruh pribadi manusia dan tidak sebatas pada salah satu aspek saja. Kebebasan ini mencangkup seluruh eksistensi manusia. Kebebasan ini merupakan kebebasan yang tertinggi yang dimiliki manusia.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia4 pengertian bebas lebih ditekankan pada pendekatan aspek negatif, yang menyebutkan bahwa bebas berarti: 1. Lepas sama sekali (tidak terhalang, terganggu, dan seterusnya sehingga dapat bergerak, berbicara, berbuat, dan sebagainya dengan leluasa). 2. Lepas dari ( Kewajiban, tuntutan, perasaan takut dan sebagainya). 3. 4. 5. Tidak dikenakan. Tidak terikat atau terbatas. Merdeka ( tidak dijajah, diperintah atau dipengaruhi).

Meskipun kebebasan merupakan hak asasi yang bersifat kodrati, namun pada kenyataannya kebebasan secara penuh itu sulit untuk dicapai. Paham determinisme mengatakan bahwa dengan adanya berbagai hukum yang mengatur tata hidup manusia, sehingga manusia tidak bebas lagi.

Anton M Moelino, et.al., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, cet. 3, hal. 90

Banyak manusia yang tidak merasakan kebebasan dalam alam kemerdekaan sekalipun, karena mereka tidak sama dalam mengartikan dan mengartikulasi makna kebebasan itu sendiri. Karena tidak satupun negara atau masyarakat yang memberikan kebebasan tanpa batas atau serba boleh. Semua ada batas, yang di Indonesia banyak disebut dengan istilah: bebas bertanggung jawab.5 Batas kebebasan, banyak dianalisa antar lain adalah filsuf perancis Jean Paul Sartre ( 1905 1980 ), penganut aliran eksistensialisme yang secara ekstrem berpendapat: we are condemned to be free, kita dihukum untuk hidup bebas, atau dengan kata lain kita ditakdirkan untuk hidup bebas. Namun kebebasan itu ada batas-batasnya antara lain: a. Faktor faktor internal manusia Baik phisik maupun psikis, berbadan tinggi ataupun pendek, pintar bodoh, psikis lemah atau kuat, umur tua muda, kaya miskin, dan seterusnya merupakan batas batas jangkauan kebebasan seseorang. b. Lingkungan Baik alamiah maupun sosial ekonomi, budaya dapat membatasi kebebasan seseorang. c. Kebebasan orang lain Kakak-adik, teman sekolah, dan lain-lain serta masyarakat pada umumny, sangat menentukan kebebasan seseorang. d. Generasi mendatang

Kunarto, Etika Kepolisian, Cipta Manunggal, Jakarta, 1977, hal. 20-25

Relatif merupakan pendapat terbaru, karena demi mereka kita harus melakukan pembatasan tertentu, agar kelangsungan hidup mereka dapat menjadi lebih baik.6

2.2 Pengertian Tanggung Jawab Tanggung jawab menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya.Tanggung jawab timbul karena telah diterima wewenang. Tanggung jawab juga membentuk hubungan tertentu antara pemberi wewenang dan penerima wewenang. Jadi tanggung jawab seimbang dengan wewenang. Sedangkan menurut WJS. Poerwodarminto, tanggung jawab adalah sesuatu yang menjadi kewajiban (keharusan) untuk dilaksanakan, dibalas dan sebagainya. Dengan demikian kalau terjadi sesuatu maka seseorang yang dibebani tanggung jawab wajib menanggung segala sesuatunya. Oleh karena itu manusia yang bertanggung jawab adalah manisia yang dapat menyatakan diri sendiri bahwa tindakannya itu baik dalam arti menurut norma umum, sebab baik menurut seseorang belum tentu baik menurut pendapat orang lain. Dengan kata lain, tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Baik dalam bahasa sendiri maupun bahasa asing kata tanggung jawab ada kaitannya dengan jawab. Bertanggung jawab berarti: dapat menjawab, bila ditanyai tentang perbuatan perbuatan yang dilakukannya. Orang yang bertanggung jawab dapat diminta penjelasan tentang tingkah lakunya dan bukan saja ia bisa atau dapat menjawab, melainkan dalam keadaan tertentu juga ia harus menjawab.

Ibid, hal. 26

Tanggung jawab berarti bahwa orang tersebut tidak boleh mengelak, bila diminta penjelasan tentang perbuatannya. Menurut Lorens Bagus7, tanggung jawab adalah konsekuensi niscaya dari kehendak bebas manusia dan imputabilitas ( ketergugatan ) yang berlandaskan kehendak bebas. Karena imputabilitas ini, pribadi moral selaku sebab penentu perbuatannya yang baik dan jahat, harus memberikan jawaban terhadap perbuatan itu dihadapaan suara hati sendiri, dihadapan penilaian ( putusan ) moral orang-orang lain dan khususnya dihadapan ilahi.

Macam-macam Tanggung jawab8 a. Tanggung jawab terhadap diri sendiri manusia diciptakan oleh Tuhan mengalami periode lahir, hidup, kemudian mati. Agar manusia dalam hidupnya mempunyai harga, sebagai pengisi fase kehidupannya itu maka manusia tersebut atas namanya sendiri dibebani tanggung jawab. Sebab apabila tidak ada tanggung jawab terhadap dirinya sendiri maka tindakannnya tidak terkontrol lagi. Intinya dari masing-masing individu dituntut adanya tanggung jawab untuk melangsungkan hidupnya di dunia sebagai makhluk Tuhan. Contoh: Manusia mencari makan, tidak lain adalah karena adanya tanggung jawab terhadap dirinya sendiri agar dapat melangsungkan hidupnya. b. Tanggung jawab terhadap keluarga

Lorens Bagus, Op.Cit, hal. 106

www.google.com, Macam-macam Tanggung jawab diakses tanggal 27 Mei 2010, Pukul 20.00 WIB

Keluarga merupakan masyarakat kecil. Keluarga terdiri atas ayah-ibu, anak-anak, dan juga orang lain yang menjadi anggota keluarga. Tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarganya. Tanggung jawab itu menyangkut nama baik keluarga. Tetapi tanggung jawab juga merupakan kesejahteraan, keselamatan, pendidikan, dan kehidupan. Untuk memenuhi tanggung jawab dalam keluarga kadangkadang diperlukan pengorbanan. Contoh: Seorang ayah rela bekerja membanting tulang demi memenuhi tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
c. Tanggung jawab terhadap masyarakat

Pada hakekatnya manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain, sesuai dengan kedudukanya sebagai makhluk sosial. Karena membutuhkan manusia lain, maka ia harus berkomunikasi dengan manusia lain tersebut. Sehingga dengan demikian manusia di sini merupakan anggota masyarakat yang tentunya mempunyai tanggung jawab seperti anggota masyarakat yang lain agar dapat melangsunggkan hidupnya dalam masyarakat tersebut. Wajarlah apabila semua tingkah laku dan perbuatannya harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat. Contoh: Seseorang yang menyediakan rumahnya sebagai tempat pelacuran pada lingkungan masyarakat yang baik-baik, apapun alasannya tindakan ini termasuk tidak bertanggung jawab terhadap masyarakat, karena secara moral psikologis akan merusak masa depan generasi penerusnya di lingkungan masyarakat tersebut. d. Tanggung jawab terhadap Bangsa/Negara

Suatu kenyataan lagi bahwa setiap manusia, setiap individu adalah warga negara suatu negara. Dalam berfikir, berbuat, bertindak, bertingkahlaku manusia terikat oleh norma-norma atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh negara. Manusia tidak bisa berbuat semaunya sendiri. Bila perbuatan manusia itu salah, maka ia harus bertanggung jawabkan kepada negara. Contoh: Dalam novel jalan tak ada ujung karya Muchtar Lubis, guru Isa yang terkenal guru yang baik, terpaksa mencuri barang-barang milik sekolah demi rumah tangganya. Perbuatan guru Isa ini harus pula dipertanggung jawabkan kepada pemerintah. Kalau perbuatan itu di ketahui ia harus berurusan dengan pihak kepolisian dan pengadilan.
e. Tanggung jawab terhadap Tuhan

Tuhan menciptakan manusia di bumi ini bukanlah tanpa tanggung jawabmelainkan untuk mengisi kehidupannya. Manusia mempunyai tanggung jawab langsung kepada Tuhan. Sehingga tindakan manusia tidak bisa lepas dari hukum-hukum Tuhan yang dituangkan dalam berbagai kitab suci melalui berbagai macam agama. Pelanggaran dari hukum-hukum tersebut akan segera diperingatkan oleh Tuhan dan jika dengan peringatan yang keraspun manusia masih juga tidak menghiraukan, maka Tuhan akan melakukan kutukan. Sebab dengan mengabaikan perintah-perintah Tuhan berarti mereka meninggalkan tanggung jawab yang seharusnya dilakukan manusia terhadap Tuhan sebagai Penciptanya, bahkan untuk memenuhi tanggung jawabnya, manusia perlu pengorbanan. Contoh: Seorang biarawati dengan ikhlas tidak menikah selama hidupnya karena dituntut tanggung jawabnya terhadap Tuhan sesuai dengan hukumhukum yang ada pada agamanya, hal ini dilakukan agar ia dapat

sepenuhnya mengabdikan diri kepada Tuhan demi rasa tanggung jawabnya. Dalam rangka memenuhi tanggung jawabnya ini ia berkorban tidak memenuhi kodrat manusia pada umumya yang seharusnya meneruskan keturunannya, yang sebetulnya juga merupakan sebagian tanggung jawabnya sebagai makhluk Tuhan.

2.3

Tanggung Jawab dan Penyebab


9

Dalam tanggung jawab terkandung pengertian penyebab.

Orang

bertanggung jawab atas sesuatu yang disebabkan olehnya. Orang yang tidak menjadi penyebab dan suatu akibat tidak bertanggung jawab juga. Bila teman saya meng akibatkan kecelakaan lalu lintas, saya tidak bertanggung jawab, sekalipun ia menggunakan sepeda motor saya. Dalam hal ini saya tidak bertanggung jawab, justru karena tidak menjadi penyebabnya. Kalau seorang bapak melakukan tin dakan kriminal dan karena itu dihukum penjara seumur hidup, maka hanya dialah yang bertanggung jawab, bukan istri atau anak-anaknya (dengan pengandaian tentu bahwa ia memang bertindak sendirian). Adalah sama sekali tidak adil, bila istri dan anak-anak dipersalahkan atau didiskriminasi akibat kejahatan si bapak itu, justru karena bukan merekalah yang melakukan tindak kejahatan itu. Tetapi untuk ben tanggung jawab, tidak cukuplah orang menjadi penyebab, perlu juga orang menjadi penyebab bebas. Kebebasan adalah syarat mutlak untuk tanggung jawab. Memang benar, dalam masyarakat arkais dulu tanggung jawab sering disamakan dengan penyebab begitu saja. Suatu benda yang mengakibatkan malapetaka (atau hanya di percayai mengakibatkan malapetaka), langsung dimusnah kan. Rumah yang dipercayai mengakibatkan penyakit, misalnya, dibakar. Bukan karena alasan higiene, melainkan karena semacam balas dendam. Dan lebih banyak contoh lagi tentang binatang yang dianggap bertanggung jawab karena membunuh seseorang. Dalam masyarakat arkais acap kali terjadi bahwa binatang yang telah mengakibatkan ke matian seseorang harus dibunuh sendiri. Pandangan arkais seperti ini dilatarbelakangi pemikiran magis. Walaupun dalam
9

K. Bertens, Op.Cit, hal. 125

masyarakat modern pula kadang-kadang masih ada sisa pemikiran magis ini (orang tidak lagi mau memakai mobil yang pernah mengakibatkan kematian seseorang, umpamanya), namun bagi kesadaran moral kita suatu penyebab harus bersifat bebas untuk dapat dianggap bertanggung jawab. Itu berarti bahwa hanya ma nusia sebagai makhluk rasional bisa bertanggung jawab dan ia hanya bertanggung jawab sejauh ia bebas. Tanggung jawab itu bisa langsung atau tidak langsung. Tanggung jawab bersifat langsung, bila si pelaku sendiri bertanggung jawab atas perbuatannya. Biasanya akan ten jadi demikian. Tapi kadang-kadang orang bertanggung ja wab secara tidak langsung. Contohnya, kalau anjing saya merusakkan barang milik orang lain, bukanlah anjing yang bertanggung jawab (sebab seekor anjing bukan makhluk bebas), melainkan saya sebagai pemiliknya. Sekurang- kurangnya bila kejadian itu berlangsung di tempat umum. Jadi, di sini saya bertanggung jawab secara tidak langsung, sebab saya harus mengawasi gerak-gerik anjing saya di tempat umum. Tapi kalau seandainya orang masuk halaman rumah saya tanpa izin dengan maksud mencuri atau maksud apa pun juga dan digigit oleh anjing saya, maka saya tidak bertanggung jawab, karena orang itu tidak berhak masuk halaman rumah tanpa seizin tuan rumah. Demikian halnya juga dengan anak kecil. BiIa anak kecil melakukan sesuatu yang merugikan orang lain, orang tua nya bertanggung jawab atas kejadian itu, karena anak itu sendiri belum bisa dianggap pelaku bebas. Secara tidak langsung orang tua atau pendamping lain bertanggung jawab, sebab mereka harus mengawasi anaknya. Sejalan dengan perbedaan yang dikemukakan sebelum nya dalam konteks hati nurani, di sini pun bisa dibedakan antara tanggung jawab retrospektif dan tanggung jawab prospektif. Tanggung jawah retrospektif adalah tanggung jawab atas perbuatan yang telah berlangsung dan segala konsekuensinya. Bila seorang apoteker telah memberi obat yang salah karena kurang teliti membaca resep dokter, maka a bertanggung jawab. Bila kemudian ketahuan, Ia harus memperbaiki perbuatannya itu dengan memberi obat yang betul. Dan seandainya kekeliruannya

tennyata mem punyai akibat negatif, seperti misalnya penyakit pasien bertambah parah, a harus memberikan ganti rugi seperlunya. Contoh tentang tanggung jawab prospektif ialah bahwa pagi hari ketika membuka apoteknya si apoteker bertang gung jawab atas semua obat yang akan dijual hari itu. Tanggung jawab prospektif adalah tanggung jawab atas perbuatan yang akan datang. Dalam hidup sehari-hari kita lebih banyak mengalami tanggung jawab retrospektif, ka rena biasanya tanggung jawab baru dirasakan betul-betul, bila kita berhadapan dengan konsekuensinya. Di sini pun kiasan harus memberi jawaban tampak dengan paling jelas. Sebelum perbuatan dilakukan, pelaku bersangkutan tentu sudah bertanggung jawab (dalam arti prospektif), tapi saat itu tanggung jawabnya masih terpendam dalam hati nya dan belum berhadapan dengan orang lain. Baik untuk tanggung jawab retrospektif maupun untuk tanggung jawab prospektif berlaku bahwa tidak ada tanggung jawab, jika tidak ada kebebasan.

2.4

Tingkat-tingkat Tanggung Jawab

kalau tidak ada kebebasan, tidak ada tanggung jawab juga. Tapi karena kebebasan bisa kurang atau lebih, demikian juga tanggung jawab ada tingkattingkatnya. Tentang perbuatan sejenis yang dilakukan oleh beberapa orang, bisa saja bahwa satu orang lebih bertanggung jawab daripada orang lain. beberapa contoh di mana terlihat bahwa tentang perbuatan yang kira-kira sama jenisnya satu orang bertanggung jawab dan orang lain tidak ber tanggung jawab, sedangkan orang lain lagi lebih atau ku rang bertanggung jawab dibanding temannya. Semua contoh menyangkut kasus pencurian. Dengan mencuri kita mak sudkan: mengambil barang milik onang lain tanpa izin. Kita bisa membayangkan kasus-kasus berikut ini, lalu mempelajari derajat tanggung jawabnya.10 (a) Ali mencuri, tapi ia tidak tahu bahwa a mencuri. (b) Budi mencuri, karena dia seorang kleptoman.
10

Suparman Usman, Etika Dan Tanggung Jawab Profesi, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2008, hal.102-104

(c) Cipluk mencuri, karena dalam hal ini ia sangka Ia boleh mencuri. (d) Darso mencuri, karena orang lain memaksa dia dengan mengancam nyawanya. (e) Eko mencuri, karena a tidak bisa mengendalikan naf sunya. Penjelasan: Tentang (a): Ali mengambil tas milik orang lain berisikan uang satu juta rupiah, karena ia berpikir tas itu adalah tasnya sendiri. Maklumlah, warna dan bentuknya persis sama dengan tas yang menjadi miliknya. Ketika sampai di rumah dan mem buka tasnya, barulah ia menyadari bahwa tas itu ternyata milik orang lain. Ia tidak bebas dan tidak bcrtanggung jawab dalarn rnelakukan perbuatan pencurian itu, karena a tidak tahu bahwa a mencuri (= bahwa tas itu milik orang lain). Tentang (b): Budi juga mengambil tas berisikan uang milik orang lain, tapi ia menderita kelainan jiwa yang disebut kleptomani, yaitu a mengalami paksaan batin untuk mencuri. Di sini tidak ada kebebasan psikologis, seperti sudah kita lihat sebelumnya, dan akibatnya ia tidak bertanggung jawab. Tentang (c): Cipluk juga mengambil uang milik orang lain. Ia mem buatnya dengan bebas, tapi dalam arti tertentu a membuat nya terpaksa juga. Cipluk ini seorang janda yang mempu nyai lima anak yang masih kecil. Mereka sudah beberapa hari tidak dapat makan, karena uangnya habis sama sekali. Ibu Cipluk berpendapat bahwa dalam hal ini a boleh mencuri. Ia menghadapi konflik kewajiban. Di satu pihak a wajib menghormati milik orang lain dan karena itu a tidak boleh mencuri. Di lain pihak sebagai seorang ibu a wajib memperjuangkan keselamatan anaknya. Ibu Cipluk berpendapat bahwa kewajiba kedua harus diberi prioritas dan akibatnya dalam kasus ini a boleh mencuri. Perlu diperhatikan bahwa perbuatannya di lakukan

secara bebas dan karena itu a bertanggung jawab penuh atas perbuatannya. Tapi dipandang dari sudut etika, dalam kasus ini a tidak bersalah. Tentang (d): Karena perawakannya pendek, Darso dipaksa oleh maji kannya untuk masuk kamar seseorang melalui lobang kisi -kisi di atas pintu, guna mengambil tas berisikan uang yang terdapat di situ. Kalau ia menolak, a akan disiksa dan barangkali malah dibunuh. Darso tidak melihat jalan lain daripada menuruti penintah majikannya. Ia membuatnya terpaksa, sebab sebenarnya a tidak rnau. Namun a juga tidak ingin tertimpa ancaman majikannya. Dalam kasus ini ternyata Darso tidak bebas (dalam arti kebebasan moral) dan karena itu a juga tidak bertanggung jawab atas per buatannya. Tentang (e): Eko juga mencuri uang satu juta rupiah yang oleh pe miliknya disimpan dalam sebuah tas. Pada ketika dapat dipastikan tidak ada orang yang melihat, a mengambil tas itu dan langsung kabur. Dengan mencuri uang itu Eko bertindak bebas dan karena itu a bertanggung jawab. Menentukan bertanggung jawab tidaknya seseorang adalah hal yang tidak mudah. Kita semua akan sepakat bahwa seorang anak kecil berumur tiga tahun belum bisa bertanggung jawab atas perbuatannya. Tapi pada umur berapa a mencapai kematangan psikis yang cukup, sehingga bisa dianggap bertanggung jawab. Proses mencapai kematangan psikis akan benlangsung lama dan berangsurangsur. Mustahil mengandaikan bahwa pada suatu hari a memenuhi semua syarat psikologis yang mengizinkan dia dianggap bertanggung jawab, sedangkan hari sebelum nya belum. Hukum akan menentukan umur tententu di mana seorang muda dianggap bertanggung jawab. Umur legal itu ditentukan supaya ada kepastian. Dalam keadaan normal akan terjadi bahwa dari sudut etis orang muda sudah bertanggung jawab lebih awal, sebelum mencapai umur legal yang telah ditetapkan. Dan sebelum a bertanggung jawab sepenuhnya dari sudut etis, bisa dian daikan

bahwa ada tahap-tahap di mana a bertanggung jawab untuk sebagian. Tapi sulit sekali untuk memastikan tingkat-tingkat tanggung jawab itu. Pada orang dewasa juga kadang-kadang agak sulit untuk menentukan ada tidaknya tanggung jawab, apalagi ting katan-tingkatan tanggung jawab. Sebenarnya hanya orang bersangkutan sendiri dapat mengetahui bahwa dalam suatu kasus a bertanggung jawab dan sejauh mana a bertang gung jawab, walaupun di sini juga ada orang yang lebih optimistis dan orang yang lebih pesimistis tentang dirinya sendiri. Namun demikian, kerap kali ada tidaknya tanggung jawab perlu dipastikan juga oleh orang lain, khususnya pengadilan. Bila seseorang melakukan perbuatan yang secara obyektif dinilai kriminal (mencuri rnisalnya), narnun a melakukan hal itu karena suatu dorongan batin yang tidak bisa diatasi (kleptomani, misalnya), sehingga ia tidak bebas, maka a tidak bertanggung jawab juga dan tidak akan dihukum. K1eptomani adalah kelain yang harus diberi terapi (kalau bisa), bukan hukuman. Bisa terjadi juga bahwa tanggung jawab seorang penjahat dikurangi karena untuk sebagian a tidak hebas. Kalau begitu, a tetap akan dihukum, tapi hukumannya akan lebih ringan Untuk men dapat kepastian tentang ada tidaknya tanggung jawab atau tingkatan tanggung jawab, instansi kehakiman akan meng gunakan jasa psikiatri. Dengan demikian para psikiater mendapat tugas yang penting dan sangat berat. Yang paling sulit untuk dipastikan ialah apakah seseorang pada kenyataannya tidak melawan dorongan batinnya atau tidak bisa melawan dorongan batinnya. Dengan kata lain, yang paling sulit untuk dipastikan ialah perbedaan antara Budi pada kenyataannya tidak melawan dorongan batinnya dan Budi tidak bisa melawan dorongan batinnya Masalah Tanggung Jawab Kolektif Yang dibicarakan sampai sekarang adalah tanggung jawab pribadi atau perorangan, artinya, tanggung jawah sese orang atas perbuatannya. Di samping itu dalam etika sering kali diajukan pertanyaan apakah ada juga tanggung jawab kolektif atau tanggung jawab kelompok. Pertanyaan ini dijawab dengan cara berbeda-beda. Beberapa etikawan me nenima kemungkinan tanggung jawab

kolektif, tapi lebih banyak menolaknya. Kadang-kadang kita mendapat kesan bahwa memang ada tanggung jawab kolektif. Salah satu contoh berkaitan dengan peristiwa yang barangkali paling menyedihkan yang pernah terjadi dalam sejarah olah raga modern. Akhir bulan Mei 1985 di stadion Heysel, Brussel, Belgia, terjadi perkelahian massal antara para suporter Se buah klub sepak bola Inggris dan sebuah klub Italia dalam rangka pertandingan Piala Champions. Tragedi ini menelan 39 korban jiwa semuanya warga-negara ltalia dan 450 korban luka-luka berat dan ringan. Pemerintah Inggris di London merasa dirinya bersalah dan menawarkan ganti rugi untuk para korban. Dalam rangka peristiwa tragis ini rupanya seluruh bangsa Inggris menenima tanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan oleh beberapa warganya. Di satu pihak tanggung jawab kolektif dalam arti yang sebenarnya. Tanggung jawab seperti itu tidak ada karena alasan-alasan yang sudah disebut. Bahkan ada etikawan yang berpendapat bahwa tanggung jawab kolektif merupa kan paham yang berbahaya, karena bisa menyempatkan para penanggung jawab yang sesungguhnya untuk main tedeng aling-aling. Kami sendiri tidak mau terlalu mene kankan aspek terakhir mi. Tapi di lain pihak harus dibeda kan suatu rasa tanggung jawab kolektif. Rasa tanggung jawab seperti itu memang ada, bukan karena alasanalasan etis melainkan karena alasan-alasan psikologis. Suatu ke lompok terikat karena faktor-faktor afektif (famli atau bangsa yang sama), karena solidaritas (mempunyai tujuan yang sama) dan karena faktor-faktor sejarah serta tradisi. Karena itu suatu kelompok bisa merasa bertanggung jawah atas perbuatan beberapa anggotanya, biarpun mereka se bagai kelompok tidak terlibat. Di sini bisa ditanyakan lagi apakah rasa tanggung jawab ini harus dinilai positif atau lebih baik dianggap saja netral dari sudut moral? Tanpa ragu-ragu bisa dijawab bahwa rasa tanggung jawab kolektif itu merupakan sesuatu yang baik dan terpuji. Sangatlah bagus, jika pemerintah Inggris memberi ganti rugi kepada korban drama Heysel di Brussel. Sebab, tidak bisa diharap kan ganti rugi dari pelakunya, karena dalam situasi kacau balau begini tidak dapat dipastikan siapa yang berbuat apa. Hanya diketahui dengan pasti bahwa pelakunva adalah suporter Inggris. Dengan memberi ganti rugi pemerintah Inggris ingin menjaga nama baik bangsanya.

2.5 Kebebasan Dan Tanggung Jawab Selama abad ini cita-cita kebebasan dan tanggung jawab pribadi telah semakin terpisah. Ini berarti kedua cita-cita, kebebasan dan tanggung jawab, telah menjadi terdistorsi. Tanggung jawab pribadi tidak bisa ada tanpa kebebasan, dan kebebasan tidak akan bertahan tanpa tanggung jawab. Kebebasan tanpa tanggung jawab adalah izin. Liberty-as-lisensi telah menyebar luas di budaya kita. Itu berperan pada berbagai cara: Dalam keinginan untuk kebebasan untuk melakukan apa pun tanpa pengendalian dan tanpa biaya - biaya yang harus ditanggung oleh orang lain, permintaan untuk pendapatan sebagai seseorang-hak lain untuk menghasilkan pendapatan, harapan sukses komersial dijamin - orang lain untuk membayar biaya subsidi pemerintah dan perlindungan dari asing dan "persaingan yang tidak sehat". Liberty tidak lisensi. Kebebasan berarti kebebasan dari paksaan. Ini berarti bebas untuk memilih tindakan Anda sendiri, membuat rencana sendiri, dan bertindak atas keyakinan sendiri dan nilai-nilai. Jika kekacauan sosial dan disintegrasi tidak perhatian kita, maka kita dapat menuntut kebebasan sendirian. Namun, jika kita ingin menjalani kehidupan yang produktif dan bermanfaat dalam masyarakat berkembang kami akan menegaskan bahwa dalam menuntut kebebasan kita sepakat untuk memimpin diri kita sendiri. Kebebasan dari kontrol luar hanya meninggalkan kekosongan kacau jika tidak diganti oleh kontrol dari dalam. Kelangsungan hidup kebebasan menuntut tanggung jawab pribadi. Sebuah permintaan untuk kebebasan tanpa tanggung jawab akan sia-sia: Pohon kebebasan berakar dalam dan ditopang oleh tanah tanggung jawab individu. Tanpa hubungan ini lembaga-lembaga politik kita, misalnya, menjadi sarana pergeseran menyalahkan, bagi orang lain yang menarik untuk memperbaiki masalah kita, dan untuk hidup dari usaha orang lain. Sebagai menurun tanggung jawab, sistem politik tumbuh semakin opresif dan memberatkan. Politisi mensahkan undang-undang

lebih memerintahkan orang-orang apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. handout Pajak yang didanai memperluas untuk mendukung mereka yang tidak ingin untuk menghasilkan. Hukum semakin memungkinkan sesuai kewajiban berprinsip sebagai tidak bertanggung jawab mencari sumber pendapatan mudah. Instansi pemerintah mengambil alih, menceritakan apa yang kita bisa makan, vitamin apa yang dapat kita ambil, apa risiko yang kita bisa mengasumsikan, apa yang kita dapat membaca dan apa yang kita bisa melukis dan berkata. Akhirnya mengering pilihan individu dan semuanya tidak wajib dilarang. Tanggung jawab Pribadi adalah bertanggung jawab sendiri kearah krusial melibatkan rasionalitas: komitmen untuk melihat dunia seakurat mungkin daripada percaya apa yang tampaknya paling mudah. Sebuah konsekuensi dari hal ini adalah pengendalian diri. Setelah kita melihat apa yang perlu kita lakukan untuk berhasil mencapai tujuan kita, kita dengan tegas harus mengesampingkan keinginan yang tidak kompatibel dan menolak gangguan. Bertanggung jawab untuk diri kita sendiri juga menyiratkan keutamaan produktivitas - menciptakan nilai-nilai yang kita dapat perdagangan untuk nilai-nilai lain untuk mempertahankan diri kita sendiri.Keutamaan kejujuran adalah aspek rasionalitas dan berarti penolakan untuk menipu diri sendiri atau orang lain. Kejujuran melibatkan mengambil tanggung jawab atas peran kita dalam setiap situasi, bukan menghindari atau pergeseran tanggung jawab. Bertanggung jawab atas hidup kita tentu juga membutuhkan ketekunan danketekunan. Jika, setelah memilih tujuan, kami segera menyerah, kita akan gagal diri kita sendiri dan juga memperlihatkan unreliability kita terhadap orang lain. Jika ini berbudi luhur dan kualitas karakter lainnya menghilang dari masyarakat, kebebasan juga akan jatuh. orang yang tidak bertanggung jawab berhenti untuk kebebasan nilai dan tantangan itu hadir. Jadi, kegigihan kebebasan memerlukan penerimaan luas tanggung jawab pribadi. 2.6 Hubungan Kebebasan Dan Tanggung Jawab

Kebebasan merupakan hak asasi dari setiap manusia. Manusia mempunyai kebebasan dalam menentukan pilihan-pilihan yang akan dilakukan. Namun karena manusia mempunyai kewajiban dasar dalam pergaulan hidupnya dengan manusia lain, maka ia harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan kebebasan tersebut. Dengan kata lain dia harus membuktikan kepada manusia lainnya, bahwa kebebasan yang dia lakukan adalah kebebasan dalam rangka pelaksanaan hak asasi (hak dasar) dan kewajiban asasi (kewajiban dasar).11 Jadi setiap pelaksanaan kebebasan mengandung tuntutan kewajiban dalam melaksanakan kewajiban itulah seseorang harus bertanggungjawab. Tanggung jawab sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari kebebasan atau tanggung jawab (kewajiban) merupakan batasan terhadap kebebasan. Namun tanggung jawab itu menjadi sangat menonjol pada pelaksanaan kewajiban moral. Menurut K. Bertens12 kebebasan dan tanggung jawab seolah-olah merupakan pengertian kembar. Diantara keduanya terdapat hubungan timbal balik. Orang mengatakan manusia itu bebas dengan sendirinya menerima juga manusia itu bertanggungjawab. Tidak mungkin ada kebebasan tanpa tanggung jawab, sebaliknya tidak mungkin ada tanggung jawab tanpa kebebasan. Satu sama lain saling mempengaruhi dan saling membatasi. Sehingga terkadang kata tersebut disatukan menjadi kebebasan yang bertanggungjawab. 2.7 Tanggung jawab membutuhkan kebebasan

Tanpa kebebasan untuk memilih tindakan kita sendiri dan membuat pilihanpilihan kita sendiri, kita kehilangan kualitas tanggung jawab dan kebajikan yang membuat kita unik manusia. Hanya manusia memiliki kesadaran diri. Hanya kita bisa bercermin pada pilihan yang tersedia bagi kita. Hanya kita memiliki kapasitas untuk minggir dari dorongan dan emosi kita untuk memilih dengan bebas. Hewan tidak bertanggung jawab atas tindakan mereka. Mereka bertindak berdasarkan
11

Suparman Usman, Etika Dan Tanggung Jawab Profesi, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2008, hal.112
12

K. Bertens,Loc.Cit.

impuls, insting, atau sesuai dengan pelatihan. Kita tidak bisa menahan mereka etis bertanggung jawab atas cara mereka bertindak. Manusia sendiri dapat memilih untuk mengubah perilaku mereka. Kita sendiri dapat bertanggung jawab atau tidak bertanggung jawab, berbudi luhur atau ganas. Sifat kami memungkinkan dan mengharuskan kita untuk membuat pilihan sadar daripada pemrograman kami untuk respon otomatis. Akibatnya, orang-orang yang berbeda bentuk tujuan dan sasaran. Politik dan kebebasan ekonomi yang memungkinkan kita untuk mengejar tujuan ini berbeda. Tanpa kebebasan kita menemukan pilihan kita terbatas atau terganggu agar sesuai dengan tujuan orang lain. Yang lain lebih memaksa kita untuk bertindak untuk tujuan bukan kita sendiri, yang kurang mampu kita akan memilih dan mengejar tujuan kita sendiri. Jika kita tidak diizinkan untuk latihan kebebasan dan belajar dari kesalahan kita, kita akan menjadi kekanak-kanakan dan tergantung. Mencuri kebebasan kita pasti mengarah ke kehancuran kemampuan kita untuk mengarahkan hidup kita sendiri. Jika kita memaksa seseorang untuk melakukan "hal yang benar", kita dapat memiliki keyakinan kecil dalam nilai moral tindakan itu. Mengapa? Karena kita tidak akan bisa mengatakan apakah orang itu akan melakukan hal yang benar secara sukarela. Jika mereka melakukannya hanya karena kita terpaksa atau dipaksa mereka, semua kita tahu adalah bahwa mereka bertindak dengan cara yang melindungi mereka dari kami. Hanya tindakan yang dipilih dengan bebas mencerminkan karakter kita. Hanya ketika kita melakukan hal yang benar secara bebas dapat kita memiliki keyakinan dalam karakter seseorang. Jika mereka bertindak seperti yang kita pikir mereka harus, dan mereka melakukannya dari kebajikan seperti kebaikan, produktivitas, dan integritas, maka kita tahu mereka menghasilkan tindakan yang baik dari karakter yang baik. Jika mereka mengambil tindakan karena takut, maka kita dapat mengetahui apa-apa tentang kebaikan karakter mereka. Semua kita akan tahu bahwa kami telah menghapus kesempatan bagi latihan bebas dari kebajikan.

BAB III PENUTUP


Simpulan Kebebasan merupakan hak asasi dari setiap manusia. Manusia mempunyai kebebasan dalam menentukan pilihan-pilihan yang akan dilakukan. Namun karena manusia mempunyai kewajiban dasar dalam pergaulan hidupnya dengan manusia lain, maka ia harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan kebebasan tersebut. Jadi setiap pelaksanaan kebebasan mengandung tuntutan kewajiban dalam melaksanakan kewajiban itulah seseorang harus bertanggungjawab. Tanggung jawab sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari kebebasan atau tanggung jawab (kewajiban) merupakan batasan terhadap kebebasan.Tidak mungkin ada kebebasan tanpa tanggung jawab, sebaliknya tidak mungkin ada tanggung jawab tanpa kebebasan. Satu sama lain saling mempengaruhi dan saling membatasi. Sehingga terkadang kata tersebut disatukan menjadi kebebasan yang bertanggungjawab.

Tanggung jawab pribadi tidak bisa ada tanpa kebebasan, dan kebebasan tidak akan bertahan tanpa tanggung jawab. Tanpa kebebasan untuk memilih tindakan kita sendiri dan membuat pilihan-pilihan kita sendiri, kita kehilangan kualitas tanggung jawab dan kebajikan yang membuat kita unik manusia. Hanya manusia memiliki kesadaran diri. Hanya kita bisa bercermin pada pilihan yang tersedia bagi kita. Hanya kita memiliki kapasitas untuk minggir dari dorongan dan emosi kita untuk memilih dengan bebas. Hewan tidak bertanggung jawab atas tindakan mereka. Mereka bertindak berdasarkan impuls, insting, atau sesuai dengan pelatihan. Kita tidak bisa menahan mereka etis bertanggung jawab atas cara mereka bertindak. Manusia sendiri dapat memilih untuk mengubah perilaku mereka. Kita sendiri dapat bertanggung jawab atau tidak bertanggung jawab, berbudi luhur atau ganas.

You might also like