You are on page 1of 36

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK


Di susun oleh Kelompok Tutor 8 :

Yani Sri Mulyani Khoirunnisa Nidaa ADillah Fitriani Dermawan Hinin Wasilah Nur Riza Maulidina Cek Syahdiyah Delis Annisaa Urfaa Gustini Putri Dewanti Della Hawani Siregar Elvia Elisah

220110090073 220110090075 220110090076 220110090077 220110090081 220110090082 220110090086 220110090087 220110090088 220110090089 220110090091 220110097002

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2012

LAPORAN SGD Chair Scribber 1 Scribber 2 : Elvia : Delis : Hinin

Pembahasan Kasus Tn.K berusia 45 tahun dating ke unit hemodialisis (HD) untuk melakukan HD rutinnya yang biasa dilakukan 2 kali dalam seminggu, saat datang muka klien tampak pucat, edema anasarka dan mengeluh lemas. Saat dikaji oleh perawat, klien mengeluh capek dan nafasnya terasa sesak saat aktivitas dan diikuti tremor, gatal seluruh tubuhnya, suka keluar darah dari tubuhnya. Kulit tampak kering dan mengelupas, rambut tampak kusam dan kemerahan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil sebagai berikut : BB = 56kg, TB = 152cm, BP= 170/110 mmHg, RR= 24kali/menit, Hasil pemeriksaan laboratorium : Hb = 8gr%, Ureum= 312, kreatinin=3,1 Dari riwayat sebelumnya, Tn.K bekerja di ruangan ber AC dan minum kurang dari 4 gelas per hari. Mempunyai riwayat penyakit hipertensi 15 tahun yang lalu dan tidak terkontrol dan dia telah melakukan HD sejak 2 tahun yang lalu. Saat akan dilakukan HD Tn.K mengatakan kepada dokter dan perawat bahwa ini adalah HD terakhir yang akan ia lakukan karena merasa benci dengan proses HD dan tidak ingin hidup seperti ini terus menerus. Dia juga mengatakan bahwa dia mengerti ; hidupnya tergantung hemodialisis. Dia berencana ke Cina untuk mencari alternative penanganan penyakitnya. Terapi direncanakan : transfuse PRC 2 labu, diet rendah garam, rendah protein dan kolesterol, hemapo 15IV/kg I.V.

STEP 1 1. Hemapo (Della) : - LO 2. Dialisis : Cuci darah yang dilakukan bagi penderita gagal ginjal (Yani) 3. PRC (Tanti) : Pack Red Cell (Tanti) 4. Tremor (Elisah) : Bergetar (khoirunnisa), gemetaran secara tidak sengaja akibat suhu tubuh yang terlalu lemas (della), mengakibatkan ketidakseimbangan elektrolit dalam tubuh kompensasi ; suhu meningkat (Riza) STEP 2 1. Ada hubungan dengan riwayat hipertensi? Elisah 2. Kenapa klien mengalami keluar darah dari hidung? Nidaa 3. Proses timbulnya penyakit bagaimana? Cek

4. Hubungan pekerjaan dan kurang minum air dengan penyakit bagaimana? Tanti 5. Pengaruh hemodialisis terhadap hasil pengkajian? Khoirunnisa 6. Sikap perawat dalam menghadapi pernyataan klien? Della 7. Prosedur Hemodilaisis? Fitriyani 8. Indikasi dan komplikasi HD? Elisah 9. Penyebab edema anasarka? Yani 10. 11. Terapi pemberian cairan dan makanan seperti apa? Tanti Mengapa klien harus diet rendah protein? Penyebab rambut kemerahan, kulit kering

mengelupas apa? Della 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. Manifestasi jika dilakukan HD? Nidaa Pemeriksaan diagnostic selain pada kasus? Riza Bagian sistem urinaria apa yang terkena/ terganggu? Hinin Mengapa klien mengalami edema anasarka tetapi kulitnya kering? Riza Terapi alternative yang mungkin dilakukan? Della Efek samping jika klien tidak melakukan HD? Cek Dampak sistemik dari penyakit? Khoirunnisa Perlu perbaikan terapi farmako apa? Fungsi ureter, kandung kemih bagaimana akibat dilakukan HD? Della Faktor resiko terjadinya penyakit? Fitriyani Bagaimana perawatan pada saat dilakukan HD terutama pada tempat tempat invasif?

Tanti 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. Macam macam dialysis? Prognosis dan lama hidup dengan HD? Nidaa Apa yang menyebabkan sesak saat beraktivitas? Della Kenapa HD dilakukan 2 kali seminggu? Tanti Indikasi terapi hemapo? Della Kenapa klien cepat lelah dan sesak napas? Nidaa Mengapa tubuh gatal gatal? Fitriyani Apa ada hubungannya dengan penyakit bawaan? Elvia Apakah penyakit yang diderita klien mempengaruhi TB klien? Hinin Masalah keperawatan yang muncul? Della Apakah klien harus transplantasi ginjal? Nidaa

STEP 3 1. Della : Hipertensi volume darah ke ginjal menurun peningkatan kerja ginjal Yani : Hipertensi ginjal berkompensasi (rennin, angiotensin) gagal ginjal

2. Cek : Hipertensi pembuluh darah rupture berdarah di hidung Delis : Pembuluh darah di hidung cenderung lbh tipis 3. < minum aliran cairan ke ginjal menurun ginjal kekurangan cairan Nidaa : minum minuman berkarbonat ginjal terracuni Yani : minum berkarbonasi ginjal mengkerut rusak ginjal Tanti : minum kurang cairan ginjal menurun urin pekat kerja ginjal meningkat rusak ginjal 4. Khoirunnisa : Ruang berAC penguapan lebih banyak berpengaruh ke kelembaban kulit kering Nidaa : Kurang minum dan efek HD Kulit kering 5. Hinin : Kemungkinan berubah Tanti : hasil pemeriksaan laboratorium , indikasi dilakukan HD Nidaa : HD Supaya hasil lab normal Della : Pemeriksaan lab indikasi kerusakan ginjal 6. Hinin : Perawat menjelaskan tentang fungsi HD, dampak dilakukan dan tidak dilakukannya HD, Hargai autonomy, berikan solusi Elisah : berikan support Yani : Beri alterrnatif. Misalnya ganti HD dengan pemberian cairan dextrose Della : cairan dextrose supaya tidak lemas setelah HD 7. LO 8. Yani : Komplikasi : kulit kering, rambut kusam, kemerahan Indikasi : gagal ginjal akut 9. Edema penurunan filtrasi glomerulus Della : kulit kering efek HD , penumpukan Fe 10. Terapi cairan : dextrose 15/20 % sesuai dengan indikasi Tidak banyak minum, banyak minum bengkak di kaki, makanan : rendah protein dan kolesterol 11. 12. 13. Diet rendah protein, mengurangi kerja hepar, mengurangi rusak ginjal Bukan, tetapi dari HD Della : CT Scan

Hinin : USG Cek : Biopsi ginjal 14. 15. 16. Ginjal nefron (dalam keadaan normal, hanya membutuhkan 20.000 nefron) LO LO

17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33.

LO Ggn sistem respirasi : karena peningkatan ureum sesak nafas , gangguan metabolism Yani : Captopril antihipertensi Nidaa : Tidak. Mungkin karena Fe menumpuk Gaya hidup : < asupan cairan, hipertensi, penyakit sekunder LO CCPD, dll (LO) Baik, jika transplantasi jantung Edema, < Hb Tergantung kondisi penyakit klien LO LO HD Peningkatan zat besi gatal gatal Gagal ginjal Peningkatan ureum gatal gatal Tidak > volume cairan, pola napas, mekanisme koping harus

STEP 4 Hipertensi Vaskularisasi Kerusakan jaringan Hipertropi nefron Penurunan fungsi ginjal Gagal ginjal pemeriksaan penatalaksanaan Konsep penyakit (DM), Asuhan keperawatan

STEP 5 Merumuskan LO 1. Hemapo : Tatacara / prosedur, indikasi, komplikasi, dampak jika dilakukan dan tidak dilakukan 2. Kenapa klien edema anasarka tetapi kulitnya kering 3. Alternatif lain yang mungkin dilakukan 4. Perawatan ditempai invasive HD bagaimana? 5. Mengapa klien cepat lelah dan sesak nafas saat beraktivitas?

STEP 6 (SELF STUDY) STEP 7 REPORTING 1. Macam-macam Dialisis Peritoneal: a. (Khoirunnisa) Manual : tidak menggunakan mesin, 1-2 kali/minggu CAPD (Continue Peritoneal Dialisis) CCPD ( Peritoneal Dialisis) : menggunakan mesin : sama dengan CAPD, 4 kali/minggu : malam hari

AIPD (Automated Intermitten Peritoneal Dialisis) b. (Elisah) Cairan abdomen harus selalu terisi. Keuntungan Kerugian c. (Fitriyani) : TD stabil, peritoneum terkontrol : protein hilang

Penggantian cairan dialysis membutuhkan waktu 30 menit. Caranya: d. (Tanti) Perawatan: Bagian kateter diluar harus dijaga Mandi Kebersihan harus dijaga Cairan dikeluarkan di abdomen, ganti dengan yang baru, lamanya sekitar 20 menit Masukan cairan, lamanya sekitar 10 menit Terus ditinggal saja setelah selesai.

e. (Nur Riza) Perawatan Dialisis Peritoneal: Jangan menggunakan alcohol, bedak untuk membersihkan area kateter. Jaga/pantau fiksasi tetap aman

2. Terapi Hemapo a. (Elisah) Indikasi: untuk anemia GGK Kontraindikasi: hipertensi berat b. (Khoirunnisa)

Kontraindikasi: hipersensitivitas pada human albumi Indikasi: anemia pada GGK baik dengan dialysis maupun non-dialisis Efek samping: gatal-gatal, ruam, mual, muntah, dll c. (Nur Riza) Dosis: d. (Elvia) Pemberian subkutan maupun intravena 3. Terapi PRC a. (Nur Riza) PRC (Packed Red Cell) Indikasi: untuk penatalaksanaan anemia Rumus pemberian: Hb yang akan dicapai x BB x 4ml b. (Elisah) Diberikan apabila Hb<20% 4. KONSEP PENYAKIT a. Definisi (Yani) GGK merupakan penyakit renal tahap akhir atau gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk Untuk hematokrit 30-35% diberikan dosis 100-150 iu/kg/minggu Untuk pasien dengan hemodialisa diberikan dosis 100-150 iu/kg/minggu Untuk pasien non dialisa diberikan dosis 100 iu/kg/minggu

mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dann elektrolit, menyebabakan uremia(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Nidaa) GFR yang bekerja hanya 20% dari yang normal. Mengakibatkan banyaknya produk sisa nitrogen dalam darah. b. Etiologi (Tanti) Infeksi: pielonefritis kronik, glomerulonefritis Gangguan jaringan penghubung: LSE Kongenital herediter: penyakit polycystic Obat-obatan

Nefrotik obstruksi

(Elisah) Karena obat-obatan dan toksik: seperti pasetaminofen

c. Manifestasi Klinis (Khoirunnisa) Penurunan GFR ditandai dengan klirens ginjal dan BUN meningkat. Anemia, gatal-gatal kalau dengan dialysis

(Delis) Karena peningkatan penumpukan yreum dalam darah System kardiovaskular: hipertensi System integumen: warna abu-abu, kering System muskulo: keram otot, tremor System GI: HCl mengiritasi

(Fitriyani) System GI: fetor uremik(ureum berlebihan pada air liur jadi nafasnya bau ammonia) Anemia karena penurunan produksi eritropoetin Pendarahan mulut

(Nidaa) System integumen: gatal-gatal Bau mulut amoniak dan bau urine(karena tubuh mencoba mengeluarkan

ureum dari kelenjar keringat) System neurologi: karena ureum menyebar sampai bagian cepal jadi kejang, tremor, pusing System reproduksi: impotensi, amenore (Cek) System reproduksi: gangguan menstruasi System hormone: libido System integumen: rambut kusam

(Yani) Klien mudah tersinggung Sering cegukan Mual, muntah, anoreksia

d. Klasifikasi (Fitriyani) Berdasarkan derajat: a) I : GFR normal/meningkat, lebih atau sama dengan 50 ml/menit/1,73m2 b) II c) III d) IV e) V (Tanti) Tahap I Tahap II : asimptomatik : Insufisiensi ginjal. BUN&Kreatinin meningkat : GFR turun ringan : GFR turun sedang : GFR turun berat : sudah sampai <15 ml/menit/1,73m2

Tahap III : tahap gagal ginjal Tahap IV : ESRD, gangguan pada hormone dan ekskresi

(Khoirunnisa) Tahap I : stadium penurunan fungsi ginjal, nefron rusak, asimptomatik.

Dilakukan tes pemekatan untuk mengetahui kerusakan ginjal. Tahap II : insufisiensi ginjal

Tahap III : GGK, BUN&kreatinin jauh melebihi batas normal

(Delis) ESRD : kadar BUN&Kreatinin lebih tinggi 2-3x lipat (Nidaa) ESRD >4x normal (Elisah) Ringan Sedang Berat Sangat berat : anemia : retensi air dan garam, mual, muntah : edema paru, tremor, kejang

e. Pemeriksaan Diagnostik (Tanti) Uji urine : output 400ml/24 jam, urine keruh, BJ urine<1,010, natrium meningkat >40 mEq, osmolalitas <10gr/KgBB. Uji darah : BUN meningkat, SDM menurun, natrium menurun, kalsium meningkat, magnesium meningkat.

Radiografi : USG ginjal untuk melihat kandung kekmih Biopsy EKG

(Delis) USG/Sinar-X Darah : ginjal menyusut : Hb menurun

(Elisah) Radiologi tulang Radiologi jantung Foto polos abdomen

f. Penatalaksanaan (Nidaa) Diet: a) Rendah protein, setelah Hemodialisa tinggi protein b) Tinggi kalori, tinggi kalsium c) Rendah garam, remdah fosfor (karena peningkatan TD, hipokalsemia), rendah potassium(hindari jus jeruk, daging-dagingan, makanan cepat saji, kentang) d) Pembatasan cairan <500 ml/24 jam Dialysis: harus rutin karena ada produk sampah dalam darah Transplantasi Ginjal

(Elisah) Farmako: a) Glukosa b) Kalsium bikarbonat c) Hipertensi: nifedipin, captopril d) Antikonvulsan: diazepam e) Anemia: hemapo (Yani) Anemia Asam folat Memasukan K+ ke dalam sel Pemberian kalsium Farmako : : hormone eritropoetin

a) Ceptriason

: dosis >12 tahun 1-2gr/hari 1kali intravena, untuk

gagal ginjal 10 ml/menit >2gr/hari b) Kontraindikasi (Fitriyani) Diet protein: a) Rendah I b) Rendah II (Elisah) Makanan harus yang lunak (Tanti) Transplantasi a) Golongan darah harus sama b) HRE harus sama c) Uji silang: kalau hasil negative berarti cocok Perawatan setelah sembuh: Harus tetep dikasih imunosupresan 2-3 hari boleh pulang dari RS : BB 50 Kg, protein 30 gr : BB 60 Kg, proyein 35gr : kanker, infeksi serius, penyakit jantung

c) Rendah III : BB 65 Kg, protein 45gr

g. Komplikasi (Cek) Anemia Penyakit tulang Hipertensi

(Khoirunnisa) Syndrome uremik(ureum didalm darah) Osteodistrophy (demineralisasi di dalam tulang) menyebabkan fraktur

(Yani) Osteodistrophy: ginjal fungsinya mengaktifkan pro vitamin D menurun (Delis) Hipertensi gagal jantung (lingkaran setan/ saling berhubungan) (Elisah) Defisiensi folat dan zat besi tidak mendapat kalsium dan mineral Kalsium

h. Diagnosa Keperawatan Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi air dan Na ditandai dengan edema anasarka Intervensi: a) Monitor intake dan output b) Ukur BB tiap hari c) Batasi asupan cairan ( 500ml/24 jam) d) Diet rendah natrium, kalium, potassium e) Identifikasi sumber potensial cairan f) Kolaborasi: diuretic, dialysis Intoleransi aktifitas berhubungan dengan anemia ditandai dengan muka tampak pucat, Hb rendah, mudah lelah Intervensi: a) Observasi factor keletihan b) Selangi istirahat saat aktivitas c) Tingkatkan kemandirian d) Berikan makanan tinggi asam folat. Zat besi, tinggi kalori e) Kolaborasi: hemapo, transfuse darah Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penumpukkan ureum ditandai dengan kulit kering, mengelupas, gatal-gatal Intervensi: a) Observasi kondisi kulit( turgor, kemerahan, bengkak) b) Pertahankan permukaan kulit bersih c) Kompres air hangat d) Tidak menggunakan sabun yang mengandung soda e) Berikan perawatan kulit (lotion) f) Pertahankan kuku tetap pendek g) Gunakan pakaian yang longgar

KONSEP PENYAKIT 1. DEFINISI Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir (ESRD/PGTA) adalah penyakit progresif, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolic, dan cairan dan elektrolit mengalami kegagalan , yang mengakibatkan uremia. Kondisi ini mungkin disebabkan oleh glomerulonefritis kronis, pielonefritis, kelainan vaskuler, obstruksi perkemihan, hipertensi tak terkontrol, lesi herediter seperti penyakit polikistik, penyakit ginjal sekunder seperti penyakit sistemik (diabetes), ineksi, obat-obatan, atau preparat toksik

2. ETIOLOGI Penyebab dari gagal ginjal kronis menurut (Price, 2002), adalah : 1) Infeksi Saluran Kemih Infeksi saluran kemih (SIK) sering terjadi dan menyerang manusia tanpa memandang usia, terutama wanita. Infeksi saluran kemih umumnya dibagi dalam dua kategori besar : Infeksi saluran kemih bagian bawah (uretritis, sistitis, prostatis) dan infeksi saluran kencing bagian atas (pielonepritis akut). Sistitis kronik dan pielonepritis kronik adalah penyebab utama gagal ginjal tahap akhir pada anak-anak. (Price, 2002: 919) 2) Penyakit peradangan Kematian yang diakibatkan oleh gagal ginjal umumnya disebabkan oleh

glomerulonepritis kronik. Pada glomerulonepritis kronik, akan terjadi kerusakan glomerulus secara progresif yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya gagal ginjal. (Price, 2002:) 3) Nefrosklerosis hipertensif Hipertensi dan gagal ginjal kronik memiliki kaitan yang erat. Hipertensi mungkin merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada ginjal, sebaliknya penyakit ginjal kronik dapat menyebabkan hipertensi atau ikut berperan pada hipertensi melalui mekanisme retensi natrium dan air, serta pengaruh vasopresor dari sistem renin-angiotensin. (Price, 2002: 933), 4) Gangguan kongenital dan herediter Asidosis tubulus ginjal dan penyakit polikistik ginjal merupakan penyakit herediter yang terutama mengenai tubulus ginjal. Keduanya dapat berakhir dengan gagal ginjal meskipun lebih sering dijumpai pada penyakit polikistik. (Price, 2002: 937),

5) Gangguan metabolic Penyakit metabolik yang dapat mengakibatkan gagal ginjal kronik antara lain diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme primer 6) Nefropati toksik Ginjal khususnya rentan terhadap efek toksik, obat-obatan dan bahan-bahan kimia karena alasan-alasan berikut : a. Ginjal menerima 25 % dari curah jantung, sehingga sering dan mudah kontak dengan zat kimia dalam jumlah yang besar. b. Interstitium yang hiperosmotik memungkinkan zat kimia dikonsentrasikan pada daerah yang relatif hipovaskular. c. Ginjal merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk kebanyakan obat, sehingga insufisiensi ginjal mengakibatkan penimbunan obat dan meningkatkan konsentrasi dalam cairan tubulus. (Price, 2002:944). dan amiloidosis. (Price, 2002: 940).

3. MANIFESTASI KLINIS 1) Manifestasi klinik menurut (Long, 1996 : 369) antara lain: a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruriti mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah. 2) Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi) 3) Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut: a. Gangguan kardiovaskuler Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema. b. Gannguan Pulmoner Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels. c. Gangguan gastrointestinal

Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia. d. Gangguan musculoskeletal Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot otot ekstremitas. e. Gangguan Integumen Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh f. Gangguan Endokri g. Gangguan Seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D. h. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia. i. System Hematologi Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum sum tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.

4. KLASIFIKASI Klasifikasi gagal ginjal kronik berdasarkan sindrom klinis yang disebabkan karena penurunan fungsinya yaitu berkurang, ringan, sedang dan tahp akhir. Klasifikasi tersebut diantaranya : a. Tahap pertama (stage 1) Merupakan tahap dimana telah terjadi kerusakan ginjal dengan peningkatan LFG (>90 mL/menit/1.73 m2) atau LFG normal b. Tahap kedua (stage 2) Reduksi LFG mulai berkurang sedikit (kategori mild) yaitu 60-89 mL/menit/1.73 m2 c. Tahap ketiga (Stage 3) Reduksi LFG telah lebih banyak berkurang (kategori moderate) yaitu 30-59 mL/menit/1.73 m2 d. Tahap keempat (stage 4)

Reduksi FG sangat banyak berkurang yaitu 15-29 mL/menit/1.73 m2 e. Tahap kelima (Stage 5) Telah terjadi gagal ginjal dengan LFG yaitu < 15 mL/menit/1.73 m2

5. KOMPLIKASI Menurut Smeltzer (2000), komplikasi potensial gagal ginjal kronik yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup : 1) Hiperkalemia : akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diet berlebih. 2) Perikarditis : efusi perikardial , dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat. 3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem renin, angiotensin, aldosteron. 4) Anemia : akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan gastro intestinal. 5) Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1) Pemeriksaan Urine: Volume Warna Sedimen Kreatinin Protein : Jumlah urine kurang dari 400cc/24 jam. : Warna urine merah ditemukan danya hematuria gross/ mikroskopik. : Pengumpulan urine 24 jam untuk pemeriksaan bersihan kreatinin dan

protein total untuk memperhitungkan fungsi ginjal residual dan ekskresi protein urine. : Kreatinin dalam urine menurun. : Proteinuria (rendah : 1-2+, tinggi : 3-4+).

2) Pemeriksaan Darah: Hitung darah lengkap : Sel darah merah dan Hb menurun karena anemia, sel darah putih meningkat jika ada infeksi. BUN Kreatinin Kalium Fosfat : meningkat : meningkat : meningkat : meningkat

Protein albumin serum : menurun

3) Pielografi Intravena Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi ginjal, ureter, dan kandung kemih. Media kontras radiopaque disuntikkan secara intravena dan kemudian dibersihkan dari dalam darah serta dipekatkan oleh ginjal. Pemeriksaan ini dilaksanakan khususnya dalam menegakkan diagnose lesi pada ginjal dan ureter. Pemeriksaan ini juga memberikan perkiraan kasar terhadap fungsi ginjal. Sesudah media kontras (sodium diatrizoat atau meglumin diatrizoat) disuntikkan secara intravena, pembuatan foto rontgen yang multiple dan serial dilakukan untuk melihat struktur drainase. Pada gagal ginjal biasanya pemeriksaan ini menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter. 4) Pielografi Retrograde Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible. Dalam pielografi retrograde, kateter uretra dimasukkan lewat ureter ke dalam pelvis ginjal dengan bantuan sistoskopi. Kemudian media kontras dimasukkan dengan gravitasi atau penyuntikkan melalui kateter. 5) Sistouretrogram Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter, dan retensi urine. Sistouretrogram menghasilkan visualisasi uretra dan kandung kemih yang bias dilakukan melalui penyuntikkan retrograde media kontras ke dalam uretra serta kandung kemih atau dengan pemeriksaan sinar-x sementara pasien mengekskresikan media kontras. 6) USG Ginjal Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas. Pemeriksaan ini menggunakan gelombang suara yang dipancarkan ke dalam tubuh untuk mendeteksi abnormalitas. Organ-organ dalam sistem uriarius akan menghasilkan gambar ultrasound yang khas. Abnormalitas seperti akumulasi cairan, massa, malformasi, perubahan ukuran organ ataupun obstruksi dapat diidentifikasi. 7) Arteriogram ginjal Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, massa. 8) Biopsi ginjal Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologis. 9) Endoskopi ginjal nefroskopi Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal ; keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif.

10)

EKG

Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda tanda perikarditis.

7. PENATALAKSANAAN Penanganan penderita GGK meliputi penanganan : 1) Penyakit yang mendasari Penanganan penyakit yang mendasari misalnya pengobatan glomerulonefritis, reflux nefropati, uropati obstruktif, serta penyakit-penyakit sistemik yang mendasari. 2) Keadaan sebelum mencapai gagal ginjal terminal 3) Gagal ginjal terminal Penanganan sebelum penderita mencapai gagal ginjal terminal meliputi : 1) Pengobatan secara konservatif a. Pengobatan secara simptomatis, yaitu mengurangi gejala uremia seperti mual, muntah b. Mengusahakan kehidupan penderita menjadi normal kembali, sehingga dapat melakukan aktifitas seperti sekolah dan kehidupan sosial c. Mempertahankan pertumbuhan yang normal d. Menghambat laju progresifitas menjadi gagal ginjal terminal e. Mempersiapkan penderita dan keluarga untuk menjalani terapi pengganti ginjal misalnya dialisis, transplantasi ginjal 2) Pemberian Nutrisi Pemberian nutrisi penting untuk memperbaiki nutrisi dan pertumbuhan penderita. Pemberian nutrisi pada GGK: a. Kalori yang adekuat mengacu pada recommended daily allowance (RDA). b. Protein yang diberikan harus cukup untuk pertumbuhan namun tidak memperberat keadaan uremia. c. Pemberian diet yang mengandung fosfat harus dibatasi untuk mencegah terjadinya hiperparatiroidism sekunder. Dianjurkan mempergunakan kalsium karbonat untuk mengikat fosfat. 3) Pemberian cairan dan elektrolit Pengaturan cairan pada penderita GGK harus mengacu pada status hidrasi penderita. Dilakukan evaluasi turgor kulit, tekanan darah, dan berat badan. Pada penderita GGK dengan poliuria pemberian cairan harus cukup adekuat untuk menghindari terjadinya dehidrasi. Harus ada keseimbangan antara jumlah cairan yang dikeluarkan (urin, muntah,

dan lain-lain) dengan cairan yang masuk. Pemberian cairan juga harus memperhitungkan insensible water loss. Pembatasan cairan biasanya tidak diperlukan, sampai penderita mencapai gagal ginjal tahap akhir atau terminal. 4) Koreksi asidosis dengan pemberian NaHCO3 1-2 mmol/kg/hari peroral dalam dosis terbagi. Keadaan asidosis yang berlangsung lama akan mengganggu pertumbuhan. Pengobatan asidosis harus dimonitor. Dosis harus disesuaikan dengan analisis gas darah. Pada asidosis berat dilakukan koreksi dengan dosis 0,3 kgBB x (12 - HCO3- serum) mEq/L iv. Satu tablet NaHCO3 500 mg = 6 Meq HCO3-. 5) Osteodistrofi ginjal Osteodistrofi ginjal dapat dicegah dengan pemberian kalsium, pengikat fosfat serta vitamin D. Dosis kalsium yang sering digunakan 100-300 mg/m2/hari. Vitamin D yang sering digunakan 1,25 OHvitD3 (rocatrol) dengan dosis 0,25 g/hari (15-40 ng/kgBB/hari). 6) Hipertensi Hipertensi pada GGK penyebabnya multifaktor. Pengobatan hipertensi meliputi non farmakologis yaitu diet rendah garam, menurunkan berat badan dan olah raga. Pengobatan farmakologis, obat yang sering dipergunakan yaitu : diuretik, calcium channel blocker, angiotensin receptor blocker, ACE (angiotensin converting enzym) inhibitor, beta blocker,agonis adrenergik alfa,vasodilator perifer. Pengobatan hipertensi diawali dengan pemberian diuretik golongan furosemid 1-4 mg/kgBB/hari dibagi 1-4 dosis. Bila tidak berhasil dapat diberi antihipertensi calcium channel blocker ( nifedepin 1-2 mg/kg/hari dibagi 4 dosis ), ACE inhibitor ( kaptopril 0,3 mg/kg/kali diberikan 2-3 kali sehari), beta blocker (propanolol 1-10 mg/kg/hari), dan lain-lain. Pada hipertensi krisis dapat diberikan nifedipin secara sublingual 0,1mg/kg/kali maksimum 1 mg/kg/hari. 7) Anemia Pengobatan anemia pada GGK dengan pemberian recombinant hormon eritropoietin (EPO), bila Hb 10 g/dl, Ht 30% dengan dosis 50 unit/kgBB subkutan dua kali seminggu, dengan catatan serum feritin > 100 g/L. Dosis dapat ditingkatkan sampai target haemoglobin 10-12 mg/dL tercapai. Selain itu pemberian asam folat diberikan pada penderita dengan defisiensi asam folat, dosis 1-5 mg/hari (selama 3-4 minggu). Penderita dengan dialisis diberi dosis rumatan 1 mg/hari.

8) Gangguan jantung Bila terjadi gagal jantung dan hipertensi, maka pengobatan diberikan furosemide secara oral atau intravena dan pemberian calcium channel blocker. Bila terjadi perikarditis dan uremia berat adalah indikasi dilakukan dialisis. 9) Gangguan pertumbuhan Evaluasi pertumbuhan penderita GGK terutama dibawah umur 2 tahun dengan melakukan pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar kepala secara teratur. Sehingga adanya gangguan pertumbuhan dapat segera diketahui. Pemberian nutrisi yang adekuat dapat mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan. Terapi dengan recombinant growth hormon (rhGH) dapat diberikan untuk mempercepat pertumbuhan dengan dosis 0,35 mg/kgBB atau 30 UI/m2 perminggu dibagi 7 dosis. Pemberian rhGH pada anak-anak masa pubertal menunjukkan hasil yang memuaskan daripada anak-anak usia pubertal. 10) Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti alumunium hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500-3000mg) pada setiap makan. Namun hati-hati dengan toksisitas obat tertentu. Diberikan supplemen vitamin D dan dilakukan paratiroidektomi atas indikasi. 11) Terapi pengganti ginjal Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006). a. Hemodialisis Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006). Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang

tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006). b. Dialisis peritoneal (DP) Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anakanak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi nonmedik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006). c. Transplantasi ginjal Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu: Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah. Kualitas hidup normal kembali Masa hidup (survival rate) lebih lama. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan.

8. HEMODIALISIS Dialysis dilakukan ketika klien menunjukan gejala kelebihan cairan yang hebat, tinggi level potassium, asidosis, perikarditis, muntah-muntah, lelah, atau gejala uremia yang sangat mengancam. Peritoneal dan hemodialisis menggunakan konsep perpindahan difusi partikel, osmosis, dan ultrafiltrasi dari area berkonsentrasi tinggi ke area berkonsentrasi rendah melewati membrane semipermeabel. Subtansi dari darah berpindah melewati membran semipermeabel menuju dialisate. Cairan dan elektrolit yang tidak seimbang dapat diperbaiki dengan dialysis. Dialysis dapat digunakan pula untuk mengobati overdosis obat. Hemodialisis Hemodialisis (HD) menggunakan ginjal artificial (buatan) untuk memindahkan produk sisa dan kelebihan cairan dari darah klien. Selama prosedur dialysis, darah klien dan solute bergerak berlawanan arah melewati dialyzer melewati membran semipermeabel. Dialisate terdiri dari campuran elektrolit dan air yang setimbang menyerupai plasma darah. Produk

sisa dari darah klien berpindah ke dialisat dengan cara difusi melewati membran karena perbedaan konsentrasi. Solute membawa produk sisa keluar dan darah yang bersih dibawa kembali ke tubuh klien melewati selang yang lain.

HD memakan waktu 3-4 jam dan dilakukan 3-4 kali seminggu. HD dilakukan di hemolialysis center atau di rumah sakit untuk klien yang memiliki komplikasi dan membutuhkan hospitalisasi. HD merupakan cara yang cepat dan efisien untuk memindahkan produk sisa dari darah. HD juga baik sekali memperbaiki kelebihan cairan seperti pada gagal jantung. Efek samping dari HD diantaranya kelelahan dan fatigue, kadang-kadang bahkan merasa lemas untuk makan. Tiba-tiba dapat terjadi penurunan tekanan darah dan mengakibatkan klien menjadi lemah, pusing, dan mual. Distrimia jantung dan angina dapat terjadi. Level cairan dan elektrolit turun secara cepat dan menyebabkan klien merasa lesu dan kram otot. Klien diberi heparin dalam jumlah yang banyak, antikoagulan tersebut digunakan untuk menjaga darah dari pembekuan ketika berada di ginjal artificial (dialyzer); hal ini menyebabkan pendarahan di daerah tusukan, saluran gastrointestinal, hidung, atau daerah lain jika terdapat luka. Akses vaskuler. HD membutuhkan jalan atau saluran permanen sebagai akses jalannya darah meninggalkan dan kembali ke tubuh selama dialysis. Pilihan tipe akses vaskuler diantaranya akses vaskuler graft (AV graft) atau arterivenoun (AV) fistula. Graft dan fistula ditempatkan di lengan jika memungkinkan. Akses temporer digunakan pada klien yang membutuhkan HD sebelum memasang

graft atau fistula. Kateter venous central dengan dua atau tiga port ditempatkan di vena subklavikula, vena jugularis, atau vena femoral sebagai akses temporer. Kateter central tidak bisa digunakan jangka panjang karena berisiko infeksi. AV graft menggunakan selang material sintetis untuk menyatukan arteri dan vena. Jarum diinsersikan ke graft sebagai akses darah klien. Graft material tradisional tidak menutup secara sendiri dan membutuhkan waktu bagi jaringan untuk tumbuh sebagai lubang yang tersedia untuk tempat memasang jarum. Hal ini dapat memakan waktu 1-2 minggu. Graft akses vaskuler Vectra menutup secara sendirinya dan tidak membutuhkan pertumbuhan jaringan sehingga hamper dapat digunakan seketika setelah pemasangan. Penutupan sendirinya juga menurunkan waktu pendarahan postdialisis dan mereduksi waktu yang dibutuhkan untuk sesi dialysis. AV fistula dibuat dengan cara menjahit vena dan arteri bersama-sama di bawah kulit. AV fistula membutuhkan waktu 2-4 bulan untuk matang. Akses temporer biasanya dibutuhkan sambil menunggu fistula matang. 1) PERAWATAN SEBELUM HEMODIALISIS (PRA HD) Persiapan mesin Listrik Air (sudah melalui pengolahan) Saluran pembuangan Dialisat (proportioning sistim, batch sistim) Persiapan peralatan + obat-obatan Dialyzer/ Ginjal buatan (GB) AV Blood line AV fistula/abocath Infuse set Spuit : 50 cc, 5 cc, dll ; insulin Heparin inj Xylocain (anestesi local) NaCl 0,90 % Kain kasa/ Gaas steril Duk steril Sarung tangan steril Bak kecil steril Mangkuk kecil steril Klem

Plester Desinfektan (alcohol + bethadine) Gelas ukur (mat kan) Timbangan BB Formulir hemodialisis Sirkulasi darah Cuci tangan Letakkan GB pada holder, dengan posisi merah diatas Hubungkan ujung putih pada ABL dengan GB ujung merah Hubungkan ujung putih VBL dengan GB ujung biru, ujung biru VBL dihubungkan dengan alat penampung/ mat-kan Letakkan posisi GB terbalik, yaitu yang tanda merah dibawah, biru diatas Gantungkan NaCl 0,9 % (2-3 kolf) Pasang infus set pada kolf NaCl Hubungkan ujung infus set dengan ujung merah ABL atau tempat khusus Tutup semua klem yang ada pada slang ABL, VBL, (untuk hubungan tekanan arteri, tekanan vena, pemberian obat-obatan) Buka klem ujung dari ABL, VBL dan infus set

100 ml/mJalankan Qb dengan kecepatan Udara yang ada dalam GB harus hilang (sampai bebeas udara) dengan cara menekannekan VBL Air trap/Bubble trap diisi 2/3-3/4 bagian Setiap kolf NaCl sesudah/ hendak mengganti kolf baru Qb dimatikan Setelah udara dalam GB habis, hubungkan ujung ABL dengan ujung VBL, klem tetap dilepas Masukkan heparin dalam sirkulasi darah sebanyak 1500-2000 U Ganti kolf NaCl dengan yang baru yang telah diberi heparin 500 U dan klem infus dibuka Jalankan sirkulasi darah + soaking (melembabkan GB) selama 10-15 menit sebelu dihubungkan dengan sirkulasi sistemik (pasien)
PERSIAPAN SIRKULASI

Rinsing/Membilas GB + VBL + ABL Priming/ mengisi GB + VBL + ABL Soaking/ melembabkan GB.

Volume priming : darah yang berada dalam sirkulasi (ABL + GB + VBL ) Cara menghitung volume priming : NaCl yang dipakai membilas dikurangi jumlah NaCl yang ada didalam mat kan (gelas tampung/ ukur).Contoh : NaCl yang dipakai membilas : 1000 cc NaCl yang ada didalam mat kan : 750 cc Jadi volume priming : 1000 cc 750 cc = 250 cc
SOAKING (melembabkan GB)

Yaitu dengan menghubungkan GB dengan sirkulasi dialisat Bila mempergunakan dialyzer reuse / pemakaian GB ulang Buang formalin dari kompartemen darah dan kompartemen dialisat Hubungkan dialyzer dengan selang dialisat 15 menit pada posisi rinse. Biarkan test formalin dengan tablet clinitest Tampung cairan yang keluar dari dialyzer atau drain 10 tts (1/2 cc), masukkan ke dalam tabung gelas, masukkan 1 tablet clinitest ke dalam tabung gelas yang sudah berisi cairan. Ambil cairan Lihat reaksi : Warna biru : / negative Warna hijau : + / positif Warna kuning : + / positif Warna coklat : +/ positif Selanjutnya mengisi GB sesuai dengan cara mengisi GB baru Persiapan pasien Persiapan mental Izin hemodialisis Persiapan fisik :Timbang BB, Posisi, Observasi KU (ukur TTV)
2) PERAWATAN SELAMA HEMODIALISIS (INTRA HD)

Pasien Sarana hubungan sirkulasi/ akses sirkulasi dengan internal A-V shunt/ fistula cimino : Pasien sebelumnya dianjurkan cuci lengan & tangan Teknik aseptic + antiseptic : bethadine + alcohol) Anestesi local (lidocain inj, procain inj) Punksi vena (outlet). Dengan AV fistula no G.14 s/d G.16/ abocath, fiksasi, tutup dengan kasa steril Berikan bolus heparin inj (dosis awal)

Punksi inlet (fistula), fiksasi, tutup dengan kassa steril Dengan eksternal A-V shunt (Schibner) Desinfektan Klem kanula arteri & vena Bolus heparin inj (dosis awal) Tanpa 1 & 2 (femora dll) Desinfektan Anestesi local Punksi outlet/ vena (salah satu vena yang besar, biasanya di lengan). Bolus heparin inj (dosis awal) Fiksasi, tutup kassa steril Punksi inlet (vena/ arteri femoralis) Raba arteri femoralis Tekan arteri femoralis 0,5 1 cm ke arah medial Vena femoralis Anestesi lokal (infiltrasi anetesi) Vena femoralis dipunksi setelah anestesi lokal 3-5 menit Fiksasi Tutup dengan kassa steril

Memulai hemodialisis : Ujung ABL line dihubungkan dengan punksi inlet Ujung VBL line dihubungkan dengan punksi outlet Semua klem dibuka, kecuali klem infus set

100 ml/m, sampai sirkulasi darah terisi darah semua. Jalankan pompa darah (blood pump) dengan Qb Pompa darah (blood pump stop, sambungkan ujung dari VBL dengan punksi outlet Fiksasi ABL & VBL (sehingga pasien tidak sulit untuk bergerak) Cairan priming diampung di gelas ukur dan jumlahnya dicatat (cairan dikeluarkan sesuai kebutuhan). Jalankan pompa darah dengan Qb = 100 ml/m, setelah 15 menit bisa dinaikkan sampai 300 ml/m (dilihat dari keadaan pasien) Hubungkan selang-selang untuk monitor : venous pressure, arteri pressure, hidupkan air/ blood leak detector Pompa heparin dijalankan (dosis heparin sesuai keperluan). Heparin dilarutkan dengan NaCl

Ukur TD, Nadi setiap 1 jam. Bila keadaan pasien tidak baik/ lemah lakukan mengukur TD, N, lebih sering. Isi formulir HD antara lain : Nama, Umur, BB, TD, S, N, P, Tipe GB, Cairan priming yang masuk, makan/minum, keluhan selama HD, masalah selama HD.
CATATAN

- Permulaan HD posisi dialyzer terbalik setelah dialyzer bebas udara posisi kembalikan ke posisi sebenarnya. - Pada waktu menghubungkan venous line dengan punksi outlet, udara harus diamankan lebih dulu - Semua sambungan dikencangkan - Tempat-tempat punksi harus harus sering dikontrol, untuk menghindari terjadi perdarahan dari tempat punksi. Mesin Memprogram mesin hemodialisis : Qb : 200 300 ml/m Qd : 300 500 ml/m Temperatur : 36-400C TMP. UFR Heparinisasi Dosis heparin : Dosis awal : 25 50 U/kg BB Dosis selanjutnya (maintenance) = 500 1000 U/kg BB Cara memberikan : Kontinus / Intermiten (biasa diberikan tiap 1 jam sampai 1 jam terakhir sebelum HD selesai)/ Heparinisasi umum. - Heparin : protamin = 100 U : 1 mg - Heparin & protamin dilarutkan dengan NaCl. - Heparin diberikan/ dipasang pada selang sebelum dializer. - Protamin diberikan/ dipasang pada selang sebelum masuk ke tubuh/ VBL. Heparinisasi minimal Syarat-syarat : - Dialyzer khusus (kalau ada). - Qb tinggi (250 300 ml/m) - Dosis heparin : 500 U (pada sirkulasi darah). - Bilas dengan NaCl setiap : 1 jam

- Banyaknya NaCl yang masuk harus dihitung - Jumlahnya NaCl yang masuk harus dikeluarkan dari tubuh, bisa dimasukkan ke dalam program ultrafiltrasi
CATATAN

Dosis awal : diberikan pada waktu punksi : sirkulasi system Dosis selanjutnya: diberikan dengan sirkulasi (maintenance) ekstra korporeal. 3) PENGAMATAN OBSERVASI, MONITOR SELAMA HEMODIALISA TTV Perdarahan Tempat punksi inlet, outlet Keluhan/ komplikasi hemodialisis
4) PERAWATAN SESUDAH HEMODIALISIS (POST HD)

Mengakhiri HD Persiapan alat : Kain kasa/ gaas steril Plester Verband gulung Alkohol/ bethadine Antibiotik powder (nebacetin/ cicatrin) Bantal pasir (1-1/2 keram) : pada punksi femoral Cara bekerja 5 menit sebelum hemodialisis berakhir Qb diturunkan sekitar 100cc/m, UFR = 0 Ukur TD, nadi Blood pump stop Ujung ABL diklem, jarum inlet dicabut , bekas punksi inlet ditekan dengan kassa steril yang diberi betadine. Hubungkan ujung abl dengan infus set 50 100 cc ( 100 ml/m) NaCl masuk Darah dimasukkan ke dalam tubuh dengan dIdorong dengan nacl sambil qb dijalankan Setelah darah masuk ke tubuh Blood pump stop, ujun VBL diklem. Jarum outlet dicabut, bekas punksi inlet & outlet ditekan dengan kassa steril yang diberi bethadine Bila perdarahan pada punksi sudah berhenti, bubuhi bekas punksi inlet & outlet dengan antibiotik powder, lalu tutup dengan kain kassa/band aid lalu pasang verband.

Ukur TTV : TD. N, S, P Timbang BB (kalau memungkinkan) Isi formulir hemodialisis


CATATAN :

- Cairan pendorong/ pembilas (NaCl) sesuai dengan kebutuhan , kalau perlu di dorong dengan udara ( harus hati-hati) - Penekanan bekas punksi dengan 3 jari sekitar 10 meniT - Bekas punksi femoral lebih lama, setelah perdarahan berhenti, ditekan kembali dengan bantal pasir - Bekas punksi arteri penekanan harus tepat, lebih lama - Memakai teknik aseptik dan antiseptic SCRIBNER Pakai sarung tangan Sebelum ABL & VBL dilepas dari kanula maka kanula arteri & kanula vena harus diklem lebih dulu Kanula arteri & vena dibilas dengan NaCl yang diberi 2500 U 300 U heparin inj Kedua sisi kanula dihubungkan kembali dengan konektor Lepas klem pada kedua kanula Fiksasi Pasang balutan dengan sedikit kanula bisa dilihat dari luar, untuk mengetahui ada bekuan atau tidak.

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN HEMODIALISIS

Pada pasien yang baru pertama kali hemodialisis, jika kondisi pasien memungkinkan, pasien diorientasikan pada ruangan paviliun II dan alat-alat yang ada. Selain itu pasien diberikan penjelasan ringkas tentang prosedur yang akan dijalankan, prinsip hemodialisis, diet, pembatasan cairan, perawatan cimino, hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama hemodialisis dan efek dari hemodialisis. Pada pre hemodialisis, kegiatan perawatan meliputi : menghidupkan mesin, meyediakan alat-alat, memasang alat pada mesin, sirkulasi cairan NaCl pada mesin, mengawasi penimbangan berat badan pasien, mengukur suhu badan, mengukur tekanan darah dan menghitung denyut nadi. Pada tahap pemasangan alat dan selama pemasangan, kegiatannya meliputi : desinfeksi daerah penusukan, pemberian anestesi lokal (kalau perlu), penusukan jarum, pemasukan heparin (bolus), selanjutnya menyambung jarum pada arteri blood line. Lalu menekan

tombol BFR, membuka klem venous dan arteri blood line, memprogram penurunan berat badan, waktu pelaksanaan, venous pressure, kecepatan aliran heparin dan UFR. Kemudian menghubungkan heparin contnous ke sirkulasi, monitoring pernafasan, makan dan minum, pengaturan posisi tubuh, monitoring alat-alat dan kelancaran sirkulasi darah, mengukur tekanan darah dan menciptakan suasana ruangan untuk mengisi kegiatan pasien selama hemodialisis berlangsung. Pada tahap penghentian hemodialisis meliputi : penghentian aliran darah, mencabut jarum inlet dan menekan bekas tusukan sambil menunggu sampai aliran darah pada venous blood line habis. Langkah selanjutnya adalah mencabut jarum out line dan menekan bekas tusukan, mengganti gaas bethadine dan fiksasi dengan plester. Setelah penghentian hemodialisis, dilakukan pengukuran tekanan darah, mengukur suhu, mengawasi penimbangan berat badan, membereskan alat-alat dan dilanjutkan dengan desinfeksi alat. Semua kegiatan baik pada tahap pre hemodialisis selama pemasangan dan penghentian hemodialisis dilakukan oleh perawat kecuali penimbangan berat badan dan minum yang pada beberapa pasien dilakukan sendiri. Disamping itu beberapa pasien telah dapat melaporkan pada perawat apabila ada ketidakberesan pada mesin atau akses vaskular, setelah mencoba mengatasi sendiri. Sistem pencatatan dan pelaporan yang dijalankan dalam bentuk lembaran observasi pasien yang berisi tentang : TTV sebelum atau selama dan sesudah HD, BB sebelum dan sesudah HD, dosis heparin, program penurunan BB , priming dan keluhan pasien setelah HD. Pembuatan rencana perawatan pasien sudah berjalan dimana dalam pengkajian meliputi data fisik dan psikososial. Data psikososial yang dikaji sebatas pada adanya rasa cemas dan bosan. Intervensi keperawatan yang dilakukan mengarah kepada pemberian bantuan sepenuhnya.

9. Patofisiologi (Terlampir)

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN 1) Identitas Klien a. Nama b. Umur c. Pekerjaan d. Jenis Kelamin e. Alamat f. Agama g. Suku Bangsa : Tn. K : 45 Tahun : Bekerja di ruang ber-AC : Laki-laki :::-

h. Status pernikahan : i. Diagnosa Medis 2) Keluhan Utama Klien mengeluh lemas. 3) Riwayat Kesehatan a. Riwayat Kesehatan Sekarang Klien mengeluh cepat capek dan napas terasa sesak saat aktifitas dan diikuti dengan tremor, gatal-gatal diseluruh tubuh, kadang keluar darah dari hidung, kulit tampak kering dan mengelupas, rambut r=tampak kusam dan kemerahan. b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu Tn. K bekerja di ruangan AC dan minum kurang dari 4 gelas. Riwayat hipertensi 5 tahun yang lalu. c. Riwayat Kesehatan Keluarga ( perlu dikaji) d. Riwayat pengobatan HD rutin 2x seminggu sejal 2 tahun yang lalu. e. Riwayat Psikososial Klien mengatakan kepada dokter dan perawat, ini HD terakhir yang akan dilakukan karena merasa benci dengan proses HD dan tidak ingin hidup seperti ini terusmenerus. Dia juga mengatakan bahwa dia mengerti bahwa hidupnya tergantung pada dialisis. Dia berencana ke Cina untuk mencari alternatif penanganan penyakitnya. 4) Kebutuhan Dasar a. Pola makan : - (perlu dikaji) : Gagal Ginjal Kronik

b. Pola napas : terasa sesak saat aktivitas, RR 24x/mt c. Pola eliminasi : - (perlu dikaji)

d. Aktivitas

: lemas, cepat capek, napas terasa sesak saat aktivitas

e. Pola tidur : - (perlu dikaji) 5) Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum, Antropometr Compos mentis BB : 56 kg TB : 152 cm b. TTV RR TD HR Suhu : 24 x/mt : 170/100 mmHg : 96 x/mt :-

c. Pemeriksaan Persistem Sistem Respirasi Napas terasa sesak saat aktivitas, RR 24 x/mt. Sistem Kardiovaskular Inspeksi : muka tampak pucat, edema-anasarka. BP : 170/100 mmHg, HR : 96 x/mt. Sistem Neurobehaviour Inspeksi : Tremor Sistem Imun dan Hematologi Inspeksi : kadang keluar darah dari hidung Sistem Digestive (perlu dikaji) Sistem Persepsi Sensori (perlu dikaji) Sistem Muskuloskeletal (perlu dikaji) Sistem Integumen Inspeksi : Gatal-gatal diseluruh tubuh, kulit tampak kering rambut tampak kusam dan kemerahan. Sistem Endokrin (perlu dikaji) Sistem Urinari (perlu dikaji) dan mengelupas,

Sistem Reproduksi (perlu dikaji) 6) Pemeriksaan Diagnostik Hb 8 gr % Ureum 312 Kreatinin 3,1 7) Terapi Direncanakan transfusi PRC 2 labu, diet rendah garam, rendah protein, diet rendah kolesterol, hemapo 50 IU/mg IV.

2. ANALISA DATA No. 1. Data DS: DO: klien edema anasarka Etiologi Penurunan fungsi absorpsi & eksresi elektrolit (sodium, potassium, magnesium) Hipernatremia Sodium di darah meningkat Retensi air Edema Gangguan volume cairan >> kebutuhan Hiperpospatemia Deposit dikulit DO: rambut klien tampak kusam dan kemerahan. Kulit tampak kering dan banyak yang mengelupas. Fungsi kelenjar minyak & keringat Kulit kering Mengelupas Gatal-gatal Gangguan integritas kulit Produksi RBC di bone narrow Anemia normotik Hb Mudah lelah Intoleran aktivitas Masalah Gangguan volume cairan lebih dari kebutuhan

2.

DS: klien mengeluh gatalgatal di seluruh tubuhnya

Gangguan integritas kulit

3.

DS: klien mengeluh lemah dan mudah cepat lelah, nafas terasa sesak saat aktivitas. DO: muka klien pucat, RR=24x/menit, Hb=8 gr%

Intoleran aktivitas

3. DIAGNOSA & INTERVENSI No. 1. Diagnosa Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi air dan Na ditandai dengan edema anasarka Tujuan Tupan: keseimbangan cairan tubuh klien tercapai. Tupen: dalam 2x24 jam, edema klien berkurang. Intervensi 1. Observasi status cairan klien: distensi JVP, turgor kulit, BB klien, keseimbangan masukan dan haluaran cairan klien. 2. Batasi masukan cairan. Rasional 1. Untuk memantau adanya perubahan dan mengevaluasi intervensi.

3. Identifikasi sumber potensial cairan, seperti medikasi dan makanan.

4. Jelaskan pada klien dan keluarga rasional dari pembatasan. 5. Bantu klien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan. 6. Tingkatkan dan dorong hygien oral dengan sering.

7. Diet rendah natrium, kalium, potassium

8. Kolaborasi: diuretic, dialysis 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia ditandai dengan Tupan: klien toleransi terhadap aktivitas. 1. Observasi faktor yang menimbulkan keletihan: anemia, retensi produk sampah, depresi,

2. Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran urin, dan respons terhadap terapi. 3. Untuk mengidentifikasi adanya sumber masukan cairan yang tidak diketahui. 4. Meningkatkan kerjasama klien dan keluarga dalam pembatasan cairan. 5. Kenyamanan klien dapat meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan diet. 6. Mengurangi kekeringan membran mukosa mulut. 7. Karena klien mengalami kelebihan natrium, kalium di dalam darah. 8. Membantu untuk pengeluaran kelebihan cairan di dalam tubuh. 1. Mengetahui indikasi tingkat keletihan.

3.

muka tampak Tupen: 3x24 ketidakseimbangan pucat, Hb rendah, jam klien dapat cairan dan mudah lelah melakukan elektrolit. aktivitas 2. Tingkatkan 2. Meningkatkan perawatan diri kemandirian dalam aktivitas secara mandiri, aktivitas perawatan ringan/sedang dan muka klien tidak diri yang dapat memperbaiki pucat, Hb klien ditoleransi, bantu harga diri. normal (N=12jika keletihan 16 gr %) terjadi. 3. Anjurkan aktivitas 3. Mendorong alternatif sambil latihan aktivitas istirahat. dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat. 4. Anjurkan untuk 4. Program dialisis beristirahat setelah membuat klien dialisis. keletihan. 5. Berikan makanan 5. Untuk tinggi asam folat. memperpanjang Zat besi, tinggi masa hidup RBC. kalori 6. Kolaborasi: 6. Untuk mengatasi hemapo, transfuse masalah anemia. darah Gangguan Tupan: 1. Observasi kondisi 1. Untuk integritas kulit integritas kulit kulit (turgor, menentukan berhubungan klien terjaga. kemerahan, intervensi dengan bengkak). selanjutnya yang penumpukkan Tupen: dalam efektif. ureum ditandai 2x24 jam kulit 2. Pertahankan 2. Menghindari dengan kulit klien tidak permukaan kulit terjadinya infeksi. kering, mengalami bersih. mengelupas, pengelupasan 3. Kompres air 3. Air hangat gatal-gatal dan selalu hangat. Tidak membuka porilembab. menggunakan pori kulit dan sabun yang menghindari kulit mengandung soda. kering. 4. Berikan perawatan 4. Menjaga kulit (lotion). kelembaban kulit. 5. Pertahankan kuku 5. Agar tidak tetap pendek. mengiritasi kulit ketika menggaruk kulit. 6. Gunakan pakaian 6. Menjaga kulit dari yang longgar gesekan antara kulit dan pakaian.

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan medikal Bedah Brunner & Suddart, Vol 2. Jakarta : EGC

Price, Wilson. 2006. Petofisiologi : Konsep Klinis dan Proses Penyakit, Edisi 6 Vol 2. Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

FKUI. Buku Ajar Penyakit Dalam, Jilid 1 Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

You might also like