You are on page 1of 3

Artikel Selanjutnya Artikel Sebelumnya

Perbandingan Pemikiran Plato dan Aristoteles Tentang Jiwa dan Raga


Menurut Plato manusia memiliki tiga elemen dalam jiwa, pertama adalah kemampuan menggunakan bahasa dan berpikir; kedua, elemen raga/tubuh dalam bentuk nafsu badaniah, hasrat, dan kebutuhan; ketiga, elemen rohaniah/kehendak bisa dilihat dengan adanya emosi seperti kemarahan, sindiran, ambisi, kebanggaan, dan kehormatan. Elemen paling tinggi menurut Plato adalah berpikir (akal) dan terendah nafsu badaniah (Lavine, 2003:73-74). Jiwa, menurut pandangan Plato, tidak dapat mati karena merupakan sesuatu yang adikodrati berasal dari dunia ide. Meski kelihatan bahwa jiwa dan tubuh saling bersatu, tetapi jiwa dan tubuh adalah kenyataan yang harus dibedakan. Tubuh memenjarakan jiwa, oleh karenanya jiwa harus dilepaskan dari tubuh dengan dua macam cara yaitu pertama dengan kematian dan kedua dengan pengetahuan. Jiwa yang terlepas dari ikatan tubuh bisa menikmati kebahagiaan melihat ide karena selama ini ide tersebut diikat oleh tubuh dengan keinginan atau nafsu badaniah sehingga menutup penglihatan terhadap ide (Hadiwijono, 2005:42). Aristoteles meninggalkan ajaran dualisme Plato tentang jiwa dan tubuh. Plato berpendapat bahwa jiwa itu bersifat kekal, tetapi Aristoteles tidak. Menurut Aristoteles, jiwa dan tubuh ibarat bentuk dan materi. Jiwa adalah bentuk dan tubuh adalah materi. Jiwa merupakan asas hidup yang menjadikan tubuh memiliki kehidupan. Jiwa adalah penggerak tubuh, kehendak jiwa menentukan perbuatan dan tujuan yang akan dicapai (Hadiwijono, 2005:51). Secara spesifik, jiwa adalah pengendali atas reproduksi, pergerakan, dan persepsi. Aristoteles mengibaratkan jiwa dan tubuh bagaikan kampak. Jika kampak adalah benda hidup, maka tubuhnya adalah kayu atau metal, sedangkan jiwanya adalah kemampuan untuk membelah dan segala kemampuan yang membuat tubuh tersebut disebut kampak. Sebuah kampak tidak bisa disebut kampak apabila tidak bisa memotong, melainkan hanya seonggok kayu atau metal (scandalon.co.uk:1). Disadari oleh Aristoteles bahwa tubuh bisa mati dan oleh sebab itu, maka jiwanya juga ikut mati. Seperti kampak tadi yang kehilangan kemampuannya, manusia juga demikian ketika mati ia akan kehilangan kemampuan berpikir dan berkehendak. Daftar Pustaka Lavine, T.Z., 2003. Plato, Kebajikan adalah Pengetahuan. Diterjemahkan oleh Andi Iswanto dari buku From Socrates to Sartre: Philosophic Quest. Yogyakarta: Penerbit Jendela Hadiwijono, Harun, 2005. Sari Sejarah Filsafat Barat 1. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

scandalon.co.uk:1, http://www.scandalon.co.uk/philosophy/aristotle_body_soul.htm Artikel Selanjutnya Artikel Sebelumnya

Pelajaran Mata Kuliah Filsafat Manusia


Ruang lingkup filsafat manusia dan metodenya pertama-tama mencoba memahami filsafat manusia dengan menjelaskan objek material dan objek formalnya, menjelaskan persamaan, perbedaan dan hubungan antara filsafat manusia dengan berbagai ilmu tentang manusia lain lalu baru disampaikan metode-metode dalam filsafat manusia. Pejajaran pertama yaitu tentang corak dan berbagai aliran dalam filsafat manusia dibagi atas:

Corak pemikiran manusia dalam filsafat manusia Berbagai aliran dalam filsafat manusia Pembahasan tentang tesis-tesis tentang manusia dan gambaran manusia seutuhnya

Dimensi kejasmanian dan kerohanian antara lain membahas tentang:


Manusia sebagai makhluk yang memiliki struktur fisik (tubuh) Manusia sebagai makhluk yang memiliki akal budi (jiwa) Manusia sebagai makhluk yang memiliki dimensi roh Pandangan banyak filsuf terhadap bagaimana hubungan aspek kejasmanian dan kerohanian di dalam diri perorangan.

Kita tahu bahwa manusia merupakan makhluk sosial, oleh karena itu pelajaran mata kuliah filsafat manusia juga membahas tentang dimensi sosialitas dan keunikan manusia. Pembahasannya dibagi atas beberapa lingkup yaitu:

Sosialitas manusia Manusia sebagai makhluk sosial Manusia sebagai pribadi (subjek otonom) Manusia sebagai makhluk yang bermasyarakat Pandangan tentang sosialitas dan keunikan manusia serta prinsip dasar dalam pengaplikasiannya

Manusia, katakanlah saya atau Anda pasti memiliki corak pemikiran sendiri sesuai dengan pengalaman dan watak masing-masing. Inilah yang dapat disebut ideal menurut diri sendiri. Dari sini pembahasan filsafat manusia juga tidak lepas dari pembahasan manusia sebagai makhluk yang memiliki idealisme. Sejak zaman Rousseau, demokrasi, liberal, dan perkembangannya membawa dampak pendiskusian mendalam tentang kebebasan dan tanggung jawab pada manusia, meski pun isu kebebasan dan tanggung jawab sebenarnya seharusnya sudah ada sejak beberapa ribu tahun yang lalu, namun

pembahasannya baru serius tampaknya sejak Rousseau, di sini filsafat juga berperan dalam masalah filosofis tentang kebebasan dan tanggung jawab. Sumber Bacaan: Dosen Filsafat. 2008. Buku Panduan Akademik Program Sarjana Ilmu Filsafat. Badan Penerbitan Fakultas Filsafat UGM

You might also like