You are on page 1of 55

http://karmawati-yusuf.blogspot.com/2009/01/pembelajaran-matematika-dengan.html BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Matematika sebagai salah satu ilmu dasar mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari serta dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada umumnya. Oleh karena itu matematika merupakan salah satu mata pelajaran pokok di sekolah baik di sekolah dasar, sekolah lanjutan sampai dengan perguruan tinggi. Matematika perlu dipelajari oleh siswa karena matematika merupakan sarana berfikir untuk menumbuh kembangkan pola berfikir logis, sistematis, obyektif, kritis dan rasional. Usaha perbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia telah lama dilakukan, termasuk kualitas pendidikan matematika sekolah. Namun usaha tersebut belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Kenyataan di lapangan menunjukkan adanya kesenjangan sangat besar antara kenyataan dengan hasil yang diharapkan. Prestasi belajar siswa dalam bidang studi matematika masih tergolong rendah bila dilihat dari hasil Ebtanas. Wardiman Djoyonegoro (dalam La Masi, 2002: 2) mengemukakan bahwa pencapaian NEM siswa pada semua jenjang pendidikan nilai dari SD sampai dengan SMU di bidang MIPA hampir selalu terendah dibanding dengan bidang studi lain. Hal senada juga dikemukakan Marpaung (dalam La Masi, 2002: 2) bahwa nilai rata-rata siswa dalam Ebtanas selalu rendah, paling tinggi rata-rata itu cukup dan bahkan sering kali dibawah cukup jika dibandingkan dengan mata pelajaran lain, matematika berada pada urutan di bawah. Rendahnya prestasi belajar yang dicapai siswa mungkin saja disebabkan pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif belum sepenuhnya dilaksanakan. Pembelajaran secara konvensional yang terlaksana sampai saat ini di sekolahsekolah, guru terlalu mendomonasi pembelajaran sehingga keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran masih sangat kurang. Pada pembelajaran konvensional, siswa bukan lagi sebagai subyek pembelajaran melainkan obyek pembelajaran. Keadaan seperti ini sangat mengurangi tanggung jawab siswa atas tugas belajarnya, siswa seharusnya dituntut untuk mengkonstruksi, menemukan dan mengembangkan kemampuannya serta dapat mengungkapkan dalam bahasa sendiri tentang apa yang diterima dan diolah selama pembelajaran berlangsung. Strategi pembelajaran yang melibatkan siswa aktif adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan proses belajar disamping hasil belajar yang akan diperoleh. Hal ini berarti siswa diharapkan agar secara aktif dapat membangun atau membentuk sendiri pengetahuan yang dipelajari dalam pembelajaran. Salah satu strategi pembelajaran yang melibatkan siswa aktif tersebut adalah pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivistis. Teori konstruktivistis memandang bahwa siswa hendaknya terus-menerus mengecek informasi-informasi baru dengan aturan-aturan lama, dan memperbaikinya bilamana sudah tidak sesuai lagi. Oleh karena itu, sebaiknya pembelajaran di kelas saat ini sudah mulai dengan menerapkan pembelajaran yang menganut pendekatan konstruktivistis. Menurut Davidson dan

Kroll (dalam Tamrin, 2002), salah satu strategi pembelajaran matematika yang berorientasi pada pendekatan konstruktivistis adalah pembelajaran kooperatif. Menurut Slavin (1994: 227) dalam pembelajaran kooperatif siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalh-masalah tersebut dengan teman-temannya. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeluarkan pendapatnya sendiri, mendengar pendapat temannya, dan bersama-sama membahas permasalahan yang diberikan guru. Dalam memilih strategi pembelajaran diperlukan beberapa pertimbangan, antara lain adalah keadaan siswa, keadaan sekolah, lingkungan belajar yang dapat menunjang kemajuan IPTEK dan kemajuan kehidupan sosial di masyarakat, serta tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa keadaan siswa di sekolah-sekolah pada umumnya adalah heterogen. Maksud heterogen disini adalah heterogen dalam jenis kelamin, agama, tingkat kehidupan sosial, kemampuan akademik dan suku/ras. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang menempatkan siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil (beranggotakan 4-5 siswa) dengan tingkat kemampuan yang berbeda serta menekankan kerjasama dan tanggung jawab kelompok dalam mencapai tujuan yang sama. Ada beberapa tipe pembelajaran kooperatif, mulai dari yang sederhana sampai dengan yang sangat kompleks. Menurut Slavin (1995: 52) tipe pembelajaran kooperatif diantaranya adalah Student Teams Achievement Divisisons (STAD), Jigsaw, Teams Games Tournament (TGT), dan Team Assisted Individualization (TAI). Pada dasarnya keempat pembelajaran kooperatif tersebut adalah sama, yaitu mengutamakan kerjasama kelompok. Namun dalam setting struktur tugas utama, keempat tipe kooperatif tersebut berbeda satu dengan yang lainnya. Menurut Slavin (dalam ibrahim, dkk, 2000: 16) telah melakukan dan melaporkan bahwa prestasi dari kelas kooperatif menunjukkan hasil belajar akademik yang signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang amat positif untuk siswa yang rendah hasil belajarnya. Linda Lundgren (dalam Ibrahim, 2000: 17) hasil-hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tehnik-tahnik pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan pengalaman-pengalaman belajar individual atau kompetitif. Pembelajaran kooperatif tipe STAD, jika dibandingkan dengan tipe yang lain dari pembelajaran kooperatif maka STAD adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang sederhana. Hal ini terlihat dalam pelaksanaannya, yaitu presentasi kelas, kegiatan kelompok, melaksanakan evaluasi dan penghargaan kelompok. Sehingga strategi pembelajaran tersebut dapat digunakan oleh guru-guru yang baru memulai menggunakan pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD, materi pembelajaran dirancang sedemikian rupa untuk pembelajaran secara berkelompok. Dengan menggunakan lembaran kegiatan atau perangkat pembelajaran lain, siswa bekerja bersama-sama (berdiskusi) untuk menuntaskan materi. Mereka saling membantu satu sama lain

untuk memahami bahan pelajaran, sehingga dipastikan semua anggota telah mempelajari materi tersebut secara tuntas. Kalau dibandingkan dengan pembelajaran konvensional (Pambelajaran yang biasa diterapkan di sekolah) jelas tidak jauh berbeda, sehingga siswa dan guru-guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat secepatnya menyesuaikan diri. Hanya dalam hal ini, pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam kegiatankelompoknya menggunakan aturan-aturan tertentu. Misalnya siswa dalam satu kelompok harus heterogen, baik dalam kemampuan maupun jenis kelamin atau etnis, siswa yang menguasai bahan pelajaran lebih dulu harus membantu teman kelompoknya yang belum menguasai pelajaran. Berdasarkan uraian di atas, penulis termotivasi untuk menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk diterapkan pada materi bilangan pecahan. Dengan pembelajaran kooperatif siswa diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar matematika. B. Rumusan Pertanyaan Berdasarkan latar belakang sebagaimana dikemukakan di atas, maka rumusan pertanyaan pada penelitian ini adalah: Bagaimanakah hasil belajar siswa dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD di Sekolah Dasar? C. Tujuan Penulisan Sesuai dengan rumusan pertanyaan di atas, maka tujuan penulisan ini adalah untuk memperbaiki kualitas pembelajaran matematika dengan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe STAD. D. Batasan Istilah Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran, penulis memandang perlu untuk mengemukakan beberapa batasan istilah berikut ini: 1. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang menempatkan siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil (beranggotakan 4-5 siswa) dengan anggota yang heterogen baik dalam kemampuan akademik maupun jenis kelamin atau etnis, serta menekankan kerjasama dan tanggung jawab kelompok dalam mencapai tujuan. 2. Student Team Achievement Division (STAD) merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang dalam pelaksanaannya meliputi: menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, menyajikan informasi, mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar, belajar dalam kelompok, evaluasi, dan memberikan penghargaan.

E. Manfaat Penulisan Adapun manfaat penulisan ini diharapkan: 1. Sebagai alternatif dalam kegiatan pembelajaran, dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran matematika khususnya di Sekolah Dasar. 2. Sebagai bahan masukan bagi peneliti untuk mengadakan penelitian pembelajaran matematika.

BAB II PEMBAHASAN A. Hakekat Belajar Matematika 1. Pengertian Belajar Hudojo (1988: 1) mengemukakan bahwa seseorang dikatakan belajar bila diasumsikan dalam diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan perubahan tingkah laku. Selanjutnya Winkel (1989: 36) mendifinisikan belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Slameto (1980: 2) mengemukakan bahwa secara psikologis belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya lebih jauh dikatakan bahwa perubahan tingkah laku dalam belajar adalah: (1) perubahan ini terjadi secara sadar, (2) perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional, (3) perubahan dalam belajar bersifat/bernilai positif dan aktif, (4) perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, dan (5) perubahan belajar bertujuan dan terarah. Sedang Rusyan (1989: 8) mengemukakan pendapatnya tentang belajar, sebagai berikut: belajar dalam arti yang luas adalah proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, dan penilaian mengenai sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi, atau lebih luas lagi dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang terorganisasi. Dari beberapa pendapat di atas, dapatlah disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang bersifat positif dalam diri seseorang. Perubahan tingkah laku yang diakibatkan oleh belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, misalnya bertambahnya pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan perubahan sikap. Salah satu contoh hasil dari usaha belajar Bilangan Pecahan adalah dari belum memiliki pengetahuan tentang Bilangan Pecahan menjadi memiliki pengetahuan tentang Bilangan Pecahan.

2. Belajar Matematika Soedjadi (2000: 1) mengemukakan bahwa ada beberapa definisi atau pengertian matematika berdasarkan sudut pandang pembuatnya, yaitu sebagai berikut: a) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisisr secara sistematik b) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi c) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan. d) Matematika adalah pengetahuan fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk. e) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik f) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat. Meskipun terdapat beraneka ragam definisi matematika, namun jika diperhatikan secara seksama, dapat terlihat adanya ciri-ciri khusus yang dapat merangkum pengertian matematika secara umum. Selanjutnya Soedjadi (2000: 13) mengemukakan beberapa ciri-ciri khusus dari matematika adalah: a) Memiliki objek kajian yang abstrak b) Bertumpu pada kesepakatan c) Berpola pikir deduktif, d) Memiliki simbol yang kosong dari arti, e) Memperhatikan semesta pembicaraan, f) Konsisten dalam sistemnya. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dapat dikatakan bahwa hakekat matematika adalah kumpulan ide-ide yang bersifat abstrak, terstruktur dan hubungannya diatur menurut aturan logis berdasarkan pola pikir deduktif. Belajar matematika tidak ada artinya jika hanya dihafalkan saja. Dia baru mempunyai makna bila dimengerti. Orton (1991: 154) mengemukakan bahwa hendaknya siswa tidak belajar matematika hanya dengan menerima dan menghafalkan saja, tetapi harus belajar secara bermakna, belajar bermakna merupakan suatu cara belajar dengan pengertian dari pada hafalan. Soedjadi (1985) menyatakan bahwa untuk menguasai matematika diperlukan cara belajar yang berurutan, setapak demi setapak dan bersinambungan. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Hudojo (1988: 4) yang mengatakan bahwa untuk mempelajari matematika haruslah bertahap, berurutan, serta mendasarkan kepada pengalaman belajar yang lalu. Lebih lanjut dikatakan bahwa proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar bila belajar itu dilakukan secara kontinu. Uraian di atas menunjukkan bahwa belajar matematika memerlukan pengertian dan dalam mempelajari proses pembelajarannya haruslah dilakukan secara bertahap, berurutan dan berkesinambungan. B. Pembelajaran Kooperatif Slavin (1994: 287) mengemukakan bahwa: Cooperatif learning refers to instructional methods in which student work together in

small groups to help each other learn. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang di dalamnya mengkondisikan para siswa bekerja bersama-sama di dalam kelompok-kelompok kecil untuk membantu satu sama lain dalam belajar. Pembelajaran kooperatif di dasarkan pada gagasan atau pemikiran bahwa siswa bekerja bersama-sama dalam belajar, dan bertanggung jawab terhadap aktivitas belajar kelompok mereka seperti terhadap diri mereka sendiri. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang menganut paham konstruktivisme. Slavin (2000: 259) menyatakan: Construktivist approaches to teaching typically make extensive use of cooperative learning, on the theory that student will more easily discover and comprehend difficult concepts if they can talk with each other about the problems. Kutipan tersebut menjelaskan bahwa pendekatan konstruktivis dalam pengajaran secara khusus membuat belajar kooperatif ekstensif, secara teori siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikannya dengan temannya. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mengutamakan kerjasama antar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menggunakan pembelajaran kooperatif merubah peran guru dari peran yang berpusat pada gurunya ke pengelolaan siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Menurut teori konstruktivistis, tugas guru (pendidik) adalah menfasilitasi agar proses pembentukan (konstruksi) pengetahuan pada diri tiap-tiap siswaterjadi secara optimal. Sebagai contoh, jika seorang siswa membuat suatu kesalahn dalam mengerjakan sebuah soal, meka guru tidak langsung memberitahukan dimana letak kesalahannya. Sebaiknya guru mengajukan beberapa pertanyaan untuk menuntun siswa supaya pada akhirnya siswa menemukan sendiri letak kesalahan tersebut (Suwarsono, 2001:37). Berdasarkan beberapa pendapat tadi maka dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran dengan pendekatan konstrultivistis, siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri secara aktif melalui tugas-tugas atau masalah yang diajukan guru. Siswa menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan masalah tersebut berdasarkan pengetahuan yang telah mereka miliki kemudian mendiskusikannya dalam kelompok kooperatif. Proses pembelajaran dengan strategi pembelajaran kooperatif dimulai dengan membagi siswa menjadi kelompok-kelompok kecil (4 5 siswa perkelompok). Setiap kelompok ditempatkan di dalam kelas sedemikian rupa sehingga antara anggota kelompok dapat belajar dan berdiskusi dengan baik tanpa mengganggu kelompok lainnya. Guru membagi materi pelajaran, baik berupa lembar kegiatan siswa, buku dan penugasan. Selanjutnya guru menjelaskan tujuan belajar yang ingin dicapai dan memberikan pengarahan tentang materi yang harus dipelajari dan permasalahanpermasalahan yang harus diselesaikan. Untuk penugasan materi pelajaran atau menyelesaikan tugas-tugas yang telah ditentukan, setiap siswa dalam kelompok ikut bertanggung jawab secara bersama, yakni dengan cara berdiskusi, saling bertukar ide, pengetahuan dan pengalaman demi tercapainya tujuan pembelajaran secara bersama-sama. Kemampuan atau

prestasi setiap anggota kelompok sangat menentukan hasil pencapaian belajar kelompok. Guru melakukan pemantauan terhadap kegiatan belajar siswa, mengarahkan keterampilan kerja sama dan memberikan bantuan pada saat diperlukan. Aktivitas belajar berpusat pada siswa, guru berfungsi sebagai fasilitator dan dinamisator. Dalam pembelajaran kooperatif, Arends (1977: 11) menyatakan ada tiga tujuan utama yang diharapkan dapat dicapai, yaitu: 1. Prestasi akademik Pembelajaran kooperatif sangat menguntungkan baik bagi siswa berkemampuan tinggi maupun rendah. Khusus bagi siswa berkemampuan tinggi, mereka secara akademis akan mendapat keuntungan. Siswa dapat bertindak sebagai tutor yang memberi penjelasan kepada temannya. Agar dapat memberi penjelasan, siswa tersebut harus memahami materi lebih dalam dibanding sekedar kemampuan yang dibutuhkan untuk menjawab soal-soal. Dengan bertindak sebagai tutor, kemampuan verbal matematika siswa juga akan meningkat (Suherman, 2001: 220). 2. Penerimaan terhadap keanekaragaman Heterogenitas yang ditonjolkan dalam pemilihan anggota kelompok akan mengarahkan siswa untuk mengakui dan menerima perbedaan yang ada diantara dirinya dan orang lain. 3. Pengembangan keterampilan sosial Pembelajaran kooperatif bertujuan mengajarkan kepada siswa keterampilanketerampilan kerjasama sebagai suatu tim. Keterampilan ini kelak akan sangat bermanfaat bagi siswa ketika mereka terjun di masyarakat. Adapun keterampilan-keterampilan kooperatif dalam pembelajaran kooperatif, Lundgen (dalam Ratumanan, 2002: 111-113) menjelaskan rincian keterampilanketerampilan kooperatif sebagai berikut: a. Keterampilan-keterampilan kooperatif tingkat awal ada 13 butir, yaitu: 1) Menggunakan kesepakatan, yaitu menyamakan pendapat (opini). 2) Menghargai kontribusi, yaitu memperhatikan apa yang dikatakan atau dikerjakan oleh anggota lain dalam kelompok. 3) Menggunakan suara pelan, yaitu menggunakan suara pelan pelan sehingga tidak dapat didengar oleh meja lain (kelompok lain) 4) Mengambil giliran dan berbagi tugas, yaitu menggantikan teman dengan tugas tertentu dan tanggung jawab tertentu dalam kelompok 5) Berada dalam kelompok, yaitu tetap dalam kelompok kerja selama kegiatan berlangsung 6) Berada dalam tugas, yaitu tetap melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. 7) Mendorong partisispasi, yaitu memotivasi semua anggota kelompok untuk memberikan kontribusi. 8) Mengundang orang lain untuk berbicara, yaitu meminta orang lain untuk berbicara dan berpartisipasi dalam tugas. 9) Menyelesaikan tugas tepat waktunya, yaitu menyelesaikan kegiatan sesuai dengan waktu yang direncanakan.

10) Menyebut nama dan memandang pembicara. Anggota kelompok merasa telah memberikan kontribusi penting ketika namanya disebut atau kontak mata terjadi. 11) Mengatasi gangguan, yaitu menghindari masalah yang dihasilkan dari adanya diversi atau kurangnya perhatian terhadap tugas. 12) Menolong tanpa menunjukkan jawaban, yaitu memberikan sejumlah bantuan tanpa menunjukkan penyelesaian. 13) Menghormati perbedaan individu, yaitu menghormati keunikan, pengalaman hidup, dan etnis dari semua siswa. b. Keterampilan-keterampilan kooperatif tingkat menengah ada 12 butir, yaitu: 1) Menunjukkan penghargaan dan simpati, yaitu menunjukkan rasa hormat, pengertian, dan sensivitas terhadap opini (pendapat) yang berbeda. 2) Menggunakan pesan saya, yaitu menyatakan perasaan dengan menggunakan saya ketika berbicara. Sebagai contoh, katakan saya tidak berfikir seperti itu dari pada mengatakan kamu salah. 3) Mengungkapkan ketidak setujuan dengan cara yang dapat diterima, yaitu menyatakan opini atau jawaban yang berbeda dengan cara sopan dan sikap yang baik. 4) Mendengarkan dengan aktif, yaitu menggunakan pesan fisik atau verbal agar pembicara mengetahui bahwa anda secara energik menyerap informasi. 5) Bertanya, yaitu meminta atau menanyakan informasi atau klarifikasi lebih lanjut. 6) Membuat ringkasan, yaitu meringkas informasi. 7) Menafsirkan, yaitu menyampaikan kembali informasi dengan kalimat berbeda. 8) Mengatur dan mengorganisasikan, yaitu merencanakan dan menyusun pekerjaan sehingga dapat diselesaikan secara efektif dan efisien. 9) Memeriksa ketepatan, yaitu membandingkan jawaban, memastikan bahwa jawaban tersebut benar. 10) Menerima tanggung jawab, yaitu bersedia menuntaskan tugas-tugas dan kewajiban untuk diri sendiri dan kelompok. 11) Menggunakan kesabaran, yaitu bersikap toleransi, tetap pada pekerjaan dan bukan pada kesulitan-kesulitan, tidak membuat keputusan yang tergesa-gesa. 12) Tetap tenang/ mengurangi ketegangan, yaitu menciptakan suasana damai dalam kelompok. c. Keterampilan-keterampilan kooperatif tingkat mahir ada 7 butir, yaitu: 1) Mengelaborasi, yaitu memperluas konsep, membuat kesimpulan dan menghubungkan pendapat-pendapat dengan topik tertentu. 2) Memeriksa dengan cermat (probing), yaitu menanyakan secara mendalam tentang suatu pokok pembicaraan untuk mendapatkan jawaban yang benar, misalkan dengan kata-kata mengapa? dan dapatkah kamu berikan suatu contoh?. 3) Menanyakan untuk justifikasi, yaitu menunjukkan bahwa jawaban benar atau memberikan alasan pada jawaban. 4) Menganjurkan suatu posisi, yaitu mengambil posisi dalam suatu masalah atau isu. 5) Menetapkan tujuan, yaitu menentukan prioritas-prioritas. 6) Berkompromi, yaitu menentukan isu-isu (pokok permasalahan) dengan persetujuan bersama. Kompromi membangun rasa hormat pada orang lain dan mengurangi

konflik antar personal. 7) Menghadapi masalah khusus, yaitu menunjukkan masalah dengan memakai pesan saya, tidak menuduh, memanggil nama atau tidak menggunakan sindiran, menunjukkan bahwa hanya perilaku yang dapat di ubah bukan kegagalan atau ketidakmampuan pribadi, bertujuan untuk menyelesaikan masalah bukan memenangkan masalah. Adapun semua keterampilan kooperatif tersebut (tidak langsung keseluruhan) dilatihkan dalam kegiatan pembelajaran, tetapi dapat dipilih sedikit demi sedikit yang dianggap sesuai dengan kepentingan hingga mencapai harapan dan seluruh keterampilan kooperatif yang ada. Ada enam fase utama dalam pembelajaran kooperatif. Tabel 2.2 menyajikan fase pembelajaran kooperatif menurut Arends (1997: 113). C. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team Achievement Division) STAD merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Sehingga model pembelajaran ini dapat digunakan oleh guru-guru yang baru memulai menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif. Perencanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD disusun berdasarkan siklus yang tetap pada pengajarannya (Slavin, 2000: 269). 1. Siklus Pembelajaran Kooperatif tipe STAD STAD terdiri dari siklus kegiatan pengajaran yang tetap sebagai berikut: a. Mengajar : mempresentasikan pelajaran. b. Belajar dalam tim: siswa bekerja di dalam tim mereka dengan menggunakan Lembar Kegiatan Siswa untuk menuntaskan materi pelajaran. c. Tes: siswa mengerjakan kuis atau tugas lain secara individual. d. Pengahargaan tim: skor tim dihitung berdasarkan skor peningkatan anggota tim, sertifikat, laporan berkala kelas, atau papan pengumuman digunakan untuk memberi penghargaan kepada tim yang berhasil mencetak skor tertinggi. Pada dasarnya siklus pembelajaran kooperatif tipe STAD, mengacu pada sintaks pembelajaran kooperatif dengan menggabungkan fase 1 dan fase 2 ke dalam kegiatan mengajar, dan fase 3 dan fase 4 ke dalam kegiatan belajar dalam tim. Sedangkan fase 5 dan fase 6 pada pembelajaran kooperatif masuk pada kegiatan tes dan penghargaan kelompok pada pembelajaran kooperatif tipe STAD. 2. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif tipe STAD Slavin (dalam Nur, 1998: 24) menguraikan langkah-langkah mengantar siswa kepada STAD adalah sebagai berikut: a. Bagilah siswa ke dalam kelompok masing-masing terdiri dari empat atau lima anggota. Pastikan bahwa kelompok yang terbentuk itu berimbang dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin dan asal suku. b. Buatlah Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan kuis pendek untuk pelajaran yang anda rencanakan untuk diajarkan. c. Pada saat anda menjelaskan STAD kepada kelas anda, bacakan tugas-tugas yang harus dikerjakan tim. d. Bila tiba saatnya memberikan kuis, bagikan kuis atau bentuk evaluasi yang lain, dan berikan waktu yang cukup untuk menyelesaikan tes itu.

e. Pengakuan kepada prestasi tim, segera setelah anda menghitung poin untuk siswa dan menhitung skor tim. Adapun penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Slavin (1995), STAD terdiri dari lima komponen utama yaitu, presentasi kelas, kelompok, kuis (tes), skor peningkatan individual dan penghargaan kelompok. Masing-masing komponen akan diuraikan sebagai berikut: 1. Presentasi Kelas Materi dalam STAD disampaikan pada presentasi kelas. Presentasi kelas ini biasanya menggunakan pengajaran langsung (direct instruction) atau ceramah, dilakukan oleh guru. Presentasi kelas dapat pula menggunakan audiovisual. Presentasi kelas ini meliputi tiga komponen, yakni pendahuluan, pengembangan dan praktek terkendali. 2. Kelompok Kelompok terbentuk terdiri dari empat atau lima siswa, dengan memperhatikan perbedaan kemampuan, jenis kelamin dan ras atau etnis. Fungsi utama kelompok adalah memastikan bahwa semua anggota kelompok terlibat dalam kegiatan belajar, dan lebih khusus adalah mempersiapkan anggota kelompok agar dapat menjawab kuis (tes) dengan baik. Termasuk belajar dalam kelompok adalah mendiskusikan masalah, membandingkan jawaban dan meluruskan jika ada anggota kelompok yang mengalami kesalahan konsep. 3. Kuis (tes) Setelah beberapa periode presentasi kelas dan kerja kelompok, siswa diberikan kuis individual. Siswa tidak diperkenankan saling membantu pada saat kuis berlangsung. 4. Skor Peningkatan Individual Penilaian kelompok berdasarkan skor peningkatan individu, sedangkan skor peningkatan tidak didasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor sebelumnya. Setiap siswa dapat memberikan kontribusi poin maksimum pada kelompoknya dalam sistem skor kelompok. Siswa memperoleh skor untuk kelompoknya didasarkan pada skor kuis mereka melampaui skor dasar mereka. 5. Penghargaan Kelompok Kelompok dapat memperoleh sertifikat atau hadiah jika rata-rata skornya melampaui kriteria tertentu. Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 5 fase, adapun fase-fase kegiatan itu sebagai berikut: Fase 1 Menyampaikan indikator pencapaian hasil belajar dan memotivasi siswa. Guru menyampaikan indikator pencapaian hasil belajar yang ingin dicapai dalam materi pelajaran secara lisan dan memotivasi siswa untuk mempelajari materi yang diajarkan dan memberikan informasi keuntungan dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD secara lisan. Fase 2 Menyajikan materi, guru menyampaikan dan menyajikan materi yang dipelajari

secara klasikal yang terdapat di dalam lembar kegiatan siswa (LKS). Dan siswa diberikan kesempatan untuk menanyakan penjelasan guru apabila ada materi yang kurang dimengerti. Fase 3: Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok dan membimbing kelompok bekerja dan belajar. Adapun kegiatan-kegiatan dalam fase ini diantaranya adalah sebagai berikut: Membentuk kelompok-kelompok kecil (terdiri 4 5 siswa) secara heterogen yang telah ditentukan oleh guru. Menginformasikan pada siswa untuk mengerjakan tugas secara berkelompok dan setiap anggota kelompok bertanggungjawab pada kelompok masing-masing dan terhadap diri sendiri. Menyuruh siswa mengerjakan soal dalam LKS secara berkelompok. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya siswa mengerjakan secara mandiri atau berpasangan dan selanjutnya dicocokkan dan didiskusikan ketepatan jawabannya dengan teman sekelompok. Dan jika ada anggota kelompok yang belum memahami, maka teman sekelompoknya yang sudah faham menjelaskan, sebelum meminta bantuan kepada guru. Selama siswa dalam kegiatan kelompok, guru bertindak sebagai fasilitator yang mengawasi dan mengamati setiap kegiatan kelompok. Menyuruh beberapa siswa untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya dan kelompok yang lain menanggapi. Fase 4: Penghargaan kelompok, penghargaan kelompok dilakukan dalam dua tahap perhitungan, yaitu: 1) Menghitung skor individu dan skor kelompok Cara pemberian skor pada pembelajaran kooperatif tipe STAD sangat berperan untuk memotivasi siswa bekerja sama dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran yang diberikan. Setelah siswa mempelajari materi secara berkelompok, setiap siswa mengerjakan kuis secara individual dan memperoleh skor kuis serta nilai perkembangan. Nilai perkembangan bergantung pada kemajuan yang dicapai siswa dengan memperhatikan skor kuis atau skor dasar siswa. Skor dasar siswa adalah rata-rata skor siswa yang bersangkutan untuk kuis-kuis terdahulu, dengan syarat materi yang diujikan pada kuis-kuis tersebut masih berada dalam satu topik. Jika belum pernah diadakan kuis untuk topik tersebut, maka skor dasar siswa adalah skor tes awal. Selanjutnya untuk menghitung skor kelompok, Slavin (1995: 80) mengungkapkan bahwa untuk menghitung skor kelompok, catatlah masing-masing poin kemajuan anggota kelompok di atas lembar rekapitulasi kelompok dan bagilah jumlah poin kemajuan anggota kelompok dengan banyak anggota kelompok yang hadir dan bulatkan pecahannya. 2) Menghargai prestasi kelompok Kemudian berkaitan dengan banyaknya tingkat penghargaan kelompok, menurut

Slavin (1995: 80) ada tiga tingkat penghargaan yang disediakan didasarkan pada skor rata-rata kelompok, seperti tertera pada tabel berikut. D. Teori- teori yang Terkait dengan Pembelajaran Kooperatif tipe STAD 1. Teori Piaget Menurut Piaget (dalam Dahar, 1989: 150), perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi, yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi memberikan kemampuan untuk mensistematikkan atau mengorganisasikan proses-proses psikologis menjadi sitem-sistem yang teratur dan berhubungan. Setiap orang memiliki kecenderungan untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi pada lingkungannya. Cara adaptasi ini berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi. Menurut Piaget (dalam Hudojo, 1988: 47), asimilasi adalah proses mendapatkan informasi dan pengalaman baru yang langsung menyatu dengan struktur mental yang sudah dimiliki seseorang. Sedangkan akomodasi adalah proses menstrukturkan kembali mental sebagai akibat adanya informasi dan pengalaman baru tadi. Andaikan dengan proses asimilasi tidak dapat mengadakan adaptasi pada lingkungannya, terjadilah ketidakseimbangan. Akibat ketidakseimbangan ini maka terjadilah akomodasi, dan struktur yang ada mengalami perubahan atau struktur baru timbul. Pertumbuhan intelektual merupakan proses terus-menerus tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan seimbang. Tetapi, bila terjadi kembali keseimbangan maka individu itu berada pada tingkat intelektual yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Jadi, adaptasi merupakan suatu keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi, dan inilah yang diterapkan di kelas. Implikasi teori piaget (Slavin, 2000: 41) dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: a. Memusatkan perhatian kepada proses berfikir atau proses mental siswa, bukan kepada kebenaran jawaban siswa saja. Disamping kebenaran siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban itu. b. Mengutamakan peranan siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar. Dalam kegiatan belajar di kelas, pengetahuan jadi tidak mendapat penekanan melainkan anak didorong menemukan sendiri melalui interaksi dengan lingkungannya. c. Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam kemajuan perkembangan kognitif siswa. Sehingga guru harus melakukan upaya untuk mengatur kegiatan kelas dalam bentuk individu-individu atau kelompok-kelompok kecil, atau bahkan secara klasikal. Dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD pada fase tiga yaitu mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar, salah satu syarat keanggotaan kelompok belajar adalah mempertimbangkan tingkat kepandaian anak, karena adanya perbedaan individu. Ini sesuai dengan teori Piaget bahwa adanya perbedaan individu dalam hal kemajuan urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda. Sehingga hal ini perlu dipertimbangkan pada saat membentuk kelompok-kelompok belajar supaya menjadi heterogen. Dalam kelompoknya siswa saling berdiskusi tentang masalah-masalah yang menjadi tugas

kelompoknya masing-masing. Sesuai dengan teri Piaget pada fase tiga ini akan terjadi siswa harus berinteraksi dengan lingkungannya yaitu anggota kelompok, siswa akan aktif memanipulasi dan berusaha memecahkan masalah yang dihadapi. Guru membimbing kelompok-kelompok belajar yang mendapat kesulitan pada saat mereka mengerjakan tugas, sehingga siswa tetap termotivasi dan merasa mendapat dorongan untuk menemukan sendiri. Dengan demikian sumbangan penting dari teori piaget pada pembelajaran kooperatif tipe STAD ada pada kegiatan mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok dan membimbing kelompok belajar dan bekerja dalam tim (fase 3). 2. Teori Vigotsky Menurut Slavin (dalam Nur, 1998: 3-5) teori Vigotsky menekankan pada empat prinsip utama dalam pembelajaran, yaitu (1) hakekat sosial dari pembelajaran (the sosiocultural nature of learning), (2) Zona perkembangan terdekat (zone of proximal development), (3) Pemagangan kognitif (cogitive appreticeship), (4) Scaffolding atau mediated learning. 1. Hakekat sosial dari pembelajaran Vigotsky mengemukakan bahwa siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya akan lebih mampu. Pada pembelajaran kooperatif, siswa dihadapkan pada proses berfikir teman sebaya mereka. Cara ini tidak hanya membuat hasil belajar mereka terbuka untuk seluruh siswa, tetapi juga membuat proses berfikir siswa lain terbuka untuk seluruh siswa. 2. Zona perkembangan terdekat Vigotsky yakin bahwa pembelajaran akan berjalan dengan baik, apabila konsep yang dipelajari oleh siswa berada dalam zona perkembangan terdekat mereka. Siswa sedang bekerja di dalam zona perkembangan terdekat mereka selesaikan sendiri, tetapi dapat menyelesaikannya bila dibantu oleh teman sebaya mereka atau orang dewasa. Pada saat sedang bekerja bersama, kemungkinan sekali ada tingkat kinerja salah seorang anggota kelompok pada suatu tugas tertentu berada pada tingkat kognitif sedikit lebih tinggi dari tingkat kinerja anak tersebut, ini berarti tugas tersebut tepat berada di dalam zona perkembangan terdekat anak tersebut. 3. Pemagangan kognitif Konsep pemagangan kognitif diturunkan dari teori Vigotsky yang menekankan pada hakekat sosial dari pembelajaran dan zona perkembangan terdekat. Pemagangan kognitif mengacu pada proses dimana seseorang yang sedang belajar secara tahap demi tahap memperoleh keahlian melalui interaksi dengan seorang pakar. Kemudian, yang dimaksudkan dengan seorang pakar adalah mereka dapat orang dewasa, atau kawan sebaya yang telah menguasai permasalahannya. Mengajar siswa di kelas merupakan suatu bentuk pemagangan. Dalam pembelajaran kooperatif dengan komposisi anggota kelompok yang heterogen, tentunya siswa yang lenih pandai dalam kelompoknya dapat merupakan pakar bagi teman-teman dalam kelompoknya. 4. Scaffolding atau mediated learning Slavin (1994: 49) mengemukakan bahwa, Scaffolding means providing a child with a great deal of support during the early stages of learning and then diminishing support and having the child take on increasing responsibiliy as soon as he or she is able.

Dengan demikian yang dimaksudkan dengan memberikan scaffolding adalah memberikan kepada siswa sejumlah bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengambil tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu melakukan tugas tersebut secara mandiri. Terdapat dua implikasi utama dari teori Vigotsky dalam pembelajaran yaitu sebagai berikut: a) Menghendaki setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi dalam mengerjakan tugas-tugas mereka yang sulit tetapi masih dalam zone proximal development mereka yaitu tingkat perkembangan sedikit di atas perkembangan siswa pada saat itu. Interaksi sosial ini akan mendorong terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Dengan demikian masing-masing siswa dapat saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. b) Pendekatan Vigotsky dalam pembelajaran menekankan scaffolding, dengan siswa semakin lama bertanggung jawab terhadap pembelajaran sendiri. Slavin, 2000: 46). Dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD pada fase tiga yaitu mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar yang heterogen hal ini untuk membantu siswa memperoleh keahlian melalui interaksi dengan siswa lainnya yang lebih menguasai. Sesuai dengan teori Vigotsky yang pertama dan ketiga yaitu siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya serta pemagangan kognitif, proses siswa secara bertahap memperoleh keahlian dalam interaksinya dengan seorang pakar, baik dengan orang dewasa maupun orang yang lebih tua atau teman sebaya yang lebih menguasai. Pada fase tiga dalam belajar kelompok, penugasan ini diberikan kepada siswa yang masih dalam proses berfikir yang sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki siswa untuk memperoleh penyelesaian dari tugas atau masalah. Hal ini sesuai dengan teori Vigotsky yang pertama, kedua dan keempat yaitu siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya, siswa belajar paling baik bila berada pada zona perkembangan terdekat serta guru memberi bantuan kepada siswa yang kemudian mengurangi bantuannya secara sedikit demi sedikit sampai siswa dapat mengerjakan tugas secara mandiri. E. Keunggulan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif tipe STAD Suatu strategi pambelajaran mempunyai keunggulan dan kekurangan. Demikian pula dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai beberapa keunggulan (Slavin, 1995:17) diantaranya sebagai berikut: 1. Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi normanorma kelompok. 2. Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama. 3. Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok. 4. Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat. Selain keunggulan tersebut pembelajaran kooperatif tipe STAD juga memiliki kekurangan-kekurangan, menurut Dess (1991:411) diantaranya sebagai berikut:

1. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga sulit mencapai target kurikulum. 2. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk guru sehingga pada umumnya guru tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif. 3. Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan pembelajaran kooperatif. 4. Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama. Kekurangan-kekurangan yang ada pada pembelajaran kooperatif masih dapat diatasi atau diminimalkan. Penggunaan waktu yang lebih lama dapat diatasi dengan menyediakan lembar kegiatan siswa (LKS) sehingga siswa dapat bekerja secara efektif dan efisien. Sedangkan pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas sesuai kelompok yang ada dapat dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Dengan demikian, dalam kegiatan pembelajaran tidak ada waktu yang terbuang untuk pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas. Pembelajaran kooperatif memang memerlukan kemampuan khusus guru, namun hal ini dapat diatasi dengan melakukan latihan terlebih dahulu. Sedangkan kekurangankekurangan yang terakhir dapat diatasi dengan memberikan pengertian kepada siswa bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, siswa merasa perlu bekerja sama dan berlatih bekerja sama dalam belajar secara kooperatif. DAFTAR PUSTAKA Arends, Richard I. 1997. Classroom Intruction and Management. New York: ME Graw Hill Companies, Inc. Arikunto, Suharsimi. 1999. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. (edisi revisi). Jakarta: Bumi Aksara. Dees, Robert L. 1991. The Role of Cooperative Learning in Increasing Problem Solving Ability in a College Remedial Course. Journal for Research in Mathematics Education. Hudoyo, H. 1998. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud. ---------, H. 1998. Pembelajaran Matematika menurut Pandangan Konstruktivis. Malang: PPs IKIP Malang. Ibrahim, M dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press. Nur Muhammad, 1996. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: IKIP Surabaya University Press. ---------------------, 1998. Pendekatan-pendekatan konstruktivisme dalam Pembelajaran IKIP Surabaya. Post. Rh.R. 1992. Theaching Mathematics in Grades K-8: Research-Based Methods. Massachussets: A Division of Simon & Schuster. Inc. Russefendi. E.T. 1979. Dasar-dasar Matematika Modern. Bandung: Tarsito. Ratumanan, Tanwey G. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Surabaya: UNESA University Press. Slameto. 1980. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Cetakan ke dua.

Jakarta: Rineka Cipta. Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Depdikbud. Slavin, Robert, E. 1994. Educational Psychology: Theory and Practice. Massachussetts, Allyn and Bacon Publisher. --------------------. 1995. Cooperative Learning Theory and Practice. Secon Edition. Massachussets: Allyn and Bacon Publisher. --------------------. 2000. Educational Psychology Theory and Practice. Sixth Edition. Massachussets: Allyn and Bacon Publisher. Suherman, Erman. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI. KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya yang terlimpah kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini. Makalah dengan judul Implementasi Pembelajaran Kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran matematika di Sekolah Dasar ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran Matematika SD Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Pada kesempatan ini penulis banyak memperoleh masukan dan bantuan dari berbagai pihak. Olehnya itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Marsigit selaku dosen Pembelajaran Matematika SD Universitas Negeri Yogyakarta. 2. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Dasar/ PGMI Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan saran dan gagasan dalam penyusunan proposal ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan segala kritik dan saran dalam penyempurnaan tulisan ini. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Yogyakarta, 1 Januari 2009 http://disdikklungkung.net/content/view/73/46/ PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TYPE STAD DENGAN MEDIA VCD

A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah mata pelajaran yang diajarkan mulai dari tingkat SD sampai sekolah tingkat menengah. Sampai saat ini matematika masih dianggap mata pelajaran yang sulit, membosankan, bahkan menakutkan. Anggapan ini mungkin tidak berlebihan selain mempunyai sifat yang abstrak, pemahaman konsep matematika yang baik sangatlah penting karena untuk memahami konsep yang baru diperlukan prasarat pemahaman konsep sebelumnya.

Dalam proses belajar mengajar guru mempunyai tugas untuk memilih model pembelajaran berikut media yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan demi tercapainya tujuan pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar di kelas terdapat keterkaitan yang erat antara guru, siswa, kurikulum, sarana dan prasarana. Guru mempunyai tugas untuk memilih model dan media pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan demi tercapainya tujuan pendidikan. Sampai saat ini masih banyak ditemukan kesulitan-kesulitan yang dialami siswa di dalam mempelajari matematika. Salah satu kesulitan itu adalah memahami konsep pada pokok bahasan Bangun ruang sisi lengkung. Akibatnya terjadi banyak kesulitan siswa dalam menjawab soal-soal baik soal-soal ulangan harian, ulangan umum, dan soal-soal UAN yang berhubungan dengan bangun ruang sisi lengkung. Menurut H.W. Fowler dalam Pandoyo (1997:1) matematika merupakan mata pelajaran yang bersifat abstrak, sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat mengupayakan metode yang tepat sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa. Untuk itu diperlukan model dan media pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mencapai kompetensi dasar dan indikator pembelajaran. Menurut Sobel dan Maletsky dalam bukunya Mengajar Matematika (2001:1-2) banyak sekali guru matematika yang menggunakan waktu pelajaran dengan kegiatan membahas tugas-tugas, lalu memberi pelajaran baru, memberi tugas kepada siswa. Pembelajaran seperti di atas yang rutin dilakukan hampir tiap hari dapat dikategorikan sebagai 3M, yaitu membosankan, membahayakan dan merusak seluruh minat siswa. Apabila pembelajaran seperti ini terus dilaksanakan maka kompetensi dasar dan indikator pembelajaran tidak akan dapat tercapai secara maksimal.Selain itu pemilihan media yang tepat juga sangat memberikan peranan dalam pembelajaran. Selama ini media pembelajaran yang dipakai adalah alat peraga yang terbuat dari tripleks-tripleks. Tetapi seiring dengan berkembangnya teknologi, media pembelajaran tersebut kurang menarik perhatian dan minat siswa. Untuk itu diperlukan suatu media pembelajaran yang dapat lebih menarik perhatian dan minat siswa tanpa mengurangi fungsi media pembelajaran secara umum. Berdasarkan uraian di atas perlu kiranya dikembangkan suatu tindakan yang dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa berupa penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan media VCD untuk memberikan kesempatan kepada siswa dalam mengemukakan gagasan-gagasan terhadap pemecahan suatu masalah dalam kelompoknya masing-masing. Pemilihan media pembelajaran dengan menggunakan VCD dikarenakan akhir-akhir ini di lingkungan akademis atau pendidikan penggunaan media pembelajaran yang berbentuk VCD bukan merupakan hal yang baru lagi. Penggunaan media pembelajaran matematika yang berbentuk VCD memungkinkan digunakan dalam berbagai keadaan tempat, baik di sekolah maupun di rumah; serta yang paling utama adalah dapat memenuhi nilai atau fungsi media pembelajaran secara umum.

Berdasarkan uraian diatas ,maka judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah "Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif type STAD dengan media Video Compact Disk untuk meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Banjarangkan "

B. Rumusan Masalah Dari Latar Belakang Masalah dapat Rumusan Masalah yang diangkat adalah : 1. Apakah Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD dengan Media VCD dapat meningkatkan aktifitas belajar Matematika Siswa SMP Negeri 1 Banjarangkan. 2. Apakah Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD dengan Media VCD dapat meningkatkan Prestasi belajar Matematika Siswa SMP Negeri 1 Banjarangkan.

C. Kajian Teori dan Pustaka 1. Teori Belajar Matematika Menurut J. Bruner dalam Hidayat (2004:8) belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya. Pengetahuan perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) manusia yang mempelajarinya. Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar mengajar terjadi secara optimal) jika pengetahuan itu dipelajari dalam tahap-tahap sebagai berikut: a) Tahap Enaktif , suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan dipelajari secara aktif dengan menggunakan benda-benda konkret atau situasi yang nyata, b) Tahap Ikonik, suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar atau diagram yang menggambarkan kegiatan konkret atau situasi konkret yang terdapat pada tahap enaktif, c) Tahap Simbolik , suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak, baik symbol-simbol verbal (misalkan huruf-huruf, kata-kata atau kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika maupun lambang-lambang abstrak lainnya (Hidayat, 2004:9). Suatu proses belajar akan berlangsung secara optimal jika pembelajaran diawali dengan tahap enaktif, dan kemudian jika tahap belajar yang pertama ini dirasa cukup, siswa beralih ke tahap belajar yang kedua, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi ikonik. Selanjutnya kegiatan belajar itu dilanjutkan pada tahap ketiga, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi simbolik. Contoh nyata untuk anak SMP kelas sembilan yang sedang mempelajari tentang Kesebangunan Bangun Datar, pada tahap enaktif anak diberikan contoh tentang benda benda di sekitarnya yang bentuknya sebangun dan ditunujukkan panjang sisisisinya. Kemudian mengajak siswa-siswa untuk mengukur panjang sisi-sisi dari bangun-bangun tersebut . Selanjutnya pada tahap ikonik siswa dapat diberikan penjelasan tentang perbandinan dari

sisi-sisi yang bersesuaian dari dua bangun sebangun dengan menggunakan gambar dan model dua bangun yang sebangun selanjutnya pada tahap simbolik siswa dibimbing untuk dapat mendefinisikan secara simbolik tentang kesebangunan, baik dengan lambang-lambang verbal maupun dengan lambang-lambang matematika. 2. Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa (Suyitno, 2004:1). Agar tujuan pengajaran dapat tercapai, guru harus mampu mengorganisir semua komponen sedemikian rupa sehingga antara komponen yang satu dengan lainnya dapat berinteraksi secara harmonis (Suhito, 2000:12).Salah satu komponen dalam pembelajaran adalah pemanfaatan berbagai macam strategi dan metode pembelajaran secara dinamis dan fleksibel sesuai dengan materi, siswa dan konteks pembelajaran (Depdiknas, 2003:1). Sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat memilih model pembelajaran serta media yang cocok dengan materi atau bahan ajaran. Dalam pembelajaran matematika salah satu upaya yang dilakukan oleh guru adalah dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD karena dengan menggunakan model pembelajaran ini dapat terjadi proses saling membantu diantara anggota-anggota kelompok untuk memahami konsep-konsep matematika dan memecahkan masalah matematika dengan kelompoknya. Sedangkan penggunaan media dalam pembelajaran matematika sangat menunjang, karena dengan menggunakan media pembelajaran siswa lebih mudah memahami konsep matematika yang abstrak. Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk Sekolah Menengah Pertama (Depdiknas, 2003:8) menyatakan bahwa potensi siswa harus dapat dikembangkan secara optimal dan di dalam proses belajar matematika siswa dituntut untuk mampu; a) Melakukan kegiatan penelusuran pola dan hubungan; b) Mengembangkan kreatifitas dengan imajinasi, intuisi dan penemuannya; c) Melakukan kegiatan pemecahan masalah; d) Mengkomunikasikan pemikiran matematisnya kepada orang lain. Untuk mencapai kemampuan tersebut perlu dikembangkannya proses belajar matematika yang menyenangkan, memperhatikan keinginan siswa, membangun pengetahuan dari apa yang diketahui siswa, menciptakan suasana kelas yang mendukung kegiatan belajar, memberikan kegiatan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, memberikan kegiatan yang menantang, memberikan kegiatan yang memberi harapan keberhasilan, menghargai setiap pencapaian siswa (Depdiknas, 2003:5). Selain itu di dalam mempelajari matematika siswa memerlukan konteks dan situasi yang berbedabeda sehingga diperlukan usaha guru untuk: 1) menyediakan dan menggunakan berbagai alat peraga atau media pembelajaran yang menarik perhatian siswa; 2) memberikan kesempatan belajar matematika di berbagai tempat dan keadaan; 3)memberikan kesempatan menggunakan metematika untuk berbagai keperluan; 4) mengembangkan sikap menggunakan matematika sebagai alat untuk

memecahkan matematika baik di sekolah maupun di rumah; 5) menghargai sumbangan tradisi, budaya dan seni di dalam pengembangan matematika; 6) membantu siswa menilai sendiri kegiatan matematikanya. (Depdiknas, 2003:6) Dari kurikulum di atas dapat dikatakan bahwa guru dalam melakukan pembelajaran matematika harus bisa membuat situasi yang menyenangkan, memberikan alternatif penggunaan alat peraga atau media pembelajaran yang bisa digunakan pada berbagai tempat dan keadaan, baik di sekolah maupun di rumah. 3. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin (dalam Slavin, 1995) merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari lima tahapan utama sebagai berikut; a) Presentasi kelas. Materi pelajaran dipresentasikan oleh guru dengan menggunakan metode pembelajaran. Siswa mengikuti presentasi guru dengan seksama sebagai persiapan untuk mengikuti tes berikutnya. b) Kerja kelompok. Kelompok terdiri dari 4-5 orang. Dalam kegiatan kelompok ini, para siswa bersama-sama mendiskusikan masalah yang dihadapi, membandingkan jawaban, atau memperbaiki miskonsepsi. Kelompok diharapkan bekerja sama dengan sebaikbaiknya dan saling membantu dalam memahami materi pelajaran, c) Tes. Setelah kegiatan presentasi guru dan kegiatan kelompok, siswa diberikan tes secara individual. Dalam menjawab tes, siswa tidak diperkenankan saling membantu, d) Peningkatan skor individu. Setiap anggota kelompok diharapkan mencapai skor tes yang tinggi karena skor ini akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan skor rata-rata kelompok, e) Penghargaan kolompok. Kelompok yang mencapai rata-rata skor tertinggi, diberikan pengghargaan. Dengan pemilihan metode yang tepat dan menarik bagi siswa, seperti halnya pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat memaksimalkan proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. 4. Media Pembelajaran Media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan.Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar, dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau media. Bentuk-bentuk stimulus bisa dipergunakan sebagai media diantaranya adalah hubungan atau interaksi manusia; realia; gambar bergerak atau tidak; tulisan dan suara yang direkam. Kelima bentuk stimulus ini akan membantu pembelajar untuk memahami apa yang disampaaikan guru. Namun demikian masalah yang timbul tidak semudah yang dibayangkan. Pengajar adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk merealisasikan kelima bentuk stimulus tersebut dalam bentuk pembelajaran. Media pembelajaran yang baik harus memenuhi beberapa syarat. Media pembelajaran harus meningkatkan motivasi pembelajar. Penggunaan media mempunyai tujuan memberikan motivasi

kepada pembelajar. Selain itu media juga harus merangsang pembelajar mengingat apa yang sudah dipelajari selain memberikan rangsangan belajar baru. Media yang baik juga akan mengaktifkan pembelajar dalam memberikan tanggapan, umpan balik dan juga mendorong siswa untuk melakukan praktek-praktek dengan benar. Terdapat berbagai jenis media belajar (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/), diantaranya ; a) Media Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik, b) Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya, c) Projected still media : slide; over head projektor (OHP), in focus dan sejenisnya, d) Projected motion media : film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan sejenisnya. Ada beberapa kriteria untuk menilai keefektifan sebuah media. Hubbard mengusulkan sembilan kriteria untuk menilainya. Kreteria pertamanya adalah biaya. Biaya memang harus dinilai dengan hasil yang akan dicapai dengan penggunaan media itu. Kriteria lainnya adalah ketersedian fasilitas pendukung seperti listrik, kecocokan dengan ukuran kelas, keringkasan, kemampuan untuk dirubah, waktu dan tenaga penyiapan, pengaruh yang ditimbulkan, kerumitan dan yang terakhir adalah kegunaan. Semakin banyak tujuan pembelajaran yang bisa dibantu dengan sebuah media semakin baiklah media itu. Kriteria di atas lebih diperuntukkan bagi media konvensional. Thorn mengajukan enam kriteria untuk menilai multimedia interaktif. Kriteria penilaian yang pertama adalah kemudahan navigasi. Sebuah program harus dirancang sesederhana mungkin. Kriteria yang kedua adalah kandungan kognisi, kriteria yang lainnya adalah pengetahuan dan presentasi informasi. Kedua kriteria ini adalah untuk menilai isi dari program itu sendiri, apakah program telah memenuhi kebutuhan pembelajaran, sipembelajar atau belum. Kriteria keempat adalah integrasi media di mana media harus mengintegrasikan aspek dan ketrampilan yang harus dipelajari. Untuk menarik minat pembelajar program harus mempunyai tampilan yang artistik maka, estetika juga merupakan sebuah kriteria. Kriteria penilaian yang terakhir adalah fungsi secara keseluruhan. Program yang dikembangkan harus memberikan pembelajaran yang diinginkan oleh pembelajar. Sehingga pada waktu seorang selesai menjalankan sebuah program dia akan merasa telah belajar sesuatu. 5. Media Pembelajaran Matematika Menurut H.W. Fowler (Suyitno, 2000:1) matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang bilangan dan ruang yang bersifat abstrak. Sehingga untuk menunjang kelancaran pembelajaran disamping pemilihan metode yang tepat juga perlu digunakan suatu media pembelajaran yang sangat berperan dalam membimbing abstraksi siswa (Suyitno, 2000:37). Adapun nilai atau fungsi khusus media pendidikan matematika antara lain; a) Untuk mengurangi atau menghindari terjadinya salah komunikasi; b) Untuk membangkitkan minat atau motivasi belajar siswa; c) Untuk membuat konsep matematika yang abstrak, dapat disajikan dalam bentuk konkret sehingga lebih dapat dipahami, dimengerti dan dapat disajikan sesuai dengan tingkattingkat berpikir siswa.(Darhim, 1993:10) Jadi salah satu fungsi media pembelajaran matematika adalah untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Sedangkan motivasi dapat mengarahkan kegiatan belajar, membesarkan semangat belajar juga menyadarkan siswa tentang proses belajar dan hasil akhir. Sehingga dengan meningkatnya motivasi belajar siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya pula (Dimyati, 1994:78-79).

6. Penggunaan VCD (Video Compact Disc) dalam Pembelajaran Matematika Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, berkembang pula jenis-jenis media pembelajaran yang lebih menarik dan dapat digunakan baik di sekolah maupun di rumah. Salah satunya adalah media pembelajaran yang berbentuk VCD (Video Compact Disc). Penggunaan VCD (Video Compact Disc) dapat digunakan sebagai alternatif pemilihan media pembelajaran matematika yang cukup mudah untuk dilaksanakan. Hal ini dikarenakan akhir-akhir ini di lingkungan akademis atau pendidikan penggunaan media pembelajaran yang berbentuk VCD bukan merupakan hal yang baru lagi dan dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran baik di sekolah maupun di rumah. Penggunaan media pembelajaran matematika yang berbentuk VCD memungkinkan digunakan di rumah karena VCD player sekarang ini sudah bukan merupakan barang mewah lagi dan dapat ditemukan hampir disetiap rumah siswa.

D. Prosedur Penelitian 1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini diadakan di kelas IX B SMP Negeri 1 Banjarangkan tahun pelajaran 2008/2009 mulai bulan Agustus sampai bulan Oktober 2008 2. Subyek dan Obyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah siswa kelas IXB SMP Negeri 1 Banjarangkan, tahun pelajaran 2008/2009 sebanyak 42 orang. Sedangkan obyeknya adalah kompetensi dasar matematika yang meliputi aspek kognitif dan aktifitas pembelajaran siswa. 3. Variabel-variabel Penelitian Secara umum ada dua variabel dalam penelitian ini yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Sebagai variabel bebasnya adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan media VCD dalam pembelajaran matematika kelas IX, sedangkan variabel terikatnya adalah prestasi belajar matematika. 4. Prosedur Penelitian Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang berlangsung selama dua siklus. Rancangan masing-masing siklus terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, evaluasi,dan refleksi (Kemmis dan Taggart,1998). Adapun kreteria keberhasilan untuk setiap siklus adalah jika seluruh subyek penelitian; a ) dapat memahami materi yang sedang dipelajari, b) dapat menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan materi yang dipelajari, c) senang dan aktif mengikuti pembelajaran, d) memperoleh skor pada tes akhir tindakan minimal 60

6. Metoda Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, prosedur yang digunakan untuk pengumpulan data adalah sebagai berikut ; a) tes pada setiap akhir tindakan, dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari setelah pemberian tindakan. Tes yang diberikan dalam bentuk uraian, karena peneliti ingin mengetahui proses jawaban siswa secara rinci, b) Observasi ; Observasi dilakukan untuk mengamati aktifitas siswa selama kegiatan penelitian, sebagai upaya untuk mengetahui adanya kesesuaian antara perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, dan untuk mengetahui sejauh mana tindakan dapat menghasilkan perubahan yang dikehendaki oleh peneliti. Observasi ini dilakukan oleh peneliti selama pelaksanaan tindakan dalam dua siklus. 7. Tehnik Analisa Data dan Kreteria Keberhasilan Data aspek kognitif siswa dianalisis secara deskriptif yaitu dengan menentukan nilai rata-rata, ketuntasan individual (KI) , dan ketuntasan klasikal (KK), dengan indikator keberhasilan nilai ratarata mencapai lebih dari atau sama dengan 60 (KKM matematika kelas IX SMP Negeri 1 Banjaragkan) dan ketuntasan klasikal lebih dari atau sama dengan 80%. Analisis data aktivitas belajar siswa dilakukan secara deskriptif. Kriteria penggolongan aktivitas belajar disusun berdasarkan Mean Ideal (MI) dan Standar Deviasi Ideal (SDI) dengan rumus:

MI =

( skor tertinggi ideal + skor terrendah ideal )

SDI =

( skor tertinggi ideal - skor terrendah ideal )

Dengan pedoman seperti berikut : MI + 1,5 SDI MI + 0,5 SDI MI 0,5 SDI MI 1,5 SDI < MI 1,5 SDI Keterangan : Sangat aktif < MI + 1,5 SDI < MI + 0,5 SDI < MI 0,5 SDI Aktif Cukup aktif Kurang aktif

Sangat kurang aktif

= Skor rata-rata keaktivan siswa

( Nurkencana & Sunartana, 1992 )

Kriteria keaktifan siswa yang diharapkan dalam penelitian ini adalah berkisar 16,65 (kategori aktif) E. Hasil Penelitian dan Pembahasan

< 19,95

Secara sistematik hasil penelitian ini disajikan dalam susunan : (1) Penyusunan program tindakan pembelajaran, (2) Pelaksanaan tindakan pembelajaran, (3) Evaluasi program tindakan pembelajaran dan, (4) Pembahasan. 1. Penyusunan Program Tindakan Pembelajara Solusi untuk mengatasi masalah penggunaan model pembelajaran kooperatif type STAD dengan bantuan media Video Compact Disk untuk meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Banjarangkan perlu disusun kedalam suatu program tindakan pembelajaran. Penyusunan program tindakan pembelajaran dalam arti luas, berlangsung sejak mulai meneliti Standar Isi, Silabus, sampai meyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).Permasalahan kelas yang perlu diatasi untuk usaha peningkatan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika adalah konsentrasi, pemahaman konsep, dan kreatifitas siswa dalam pembelajaran kurang. Setelah mendapatkan masalah tersebut diatas, dilanjutkan dengan mengidentifikasi faktor penyebab lainnya. Karena melalui pemahaman berbagai kemungkinan penyebab masalah, suatu tindakan dapat dikembangkan. Peneliti menganggap bahwa penyebab masalah adalah kualitas pembelajaran seperti : a) pembelajaran cenderung satu arah, kurang demokratis, b) pembelajaran kurang memanfaatkan alat peraga, membosankan, dan c) di dalam pembelajaran tidak ada bimbingan dari guru terhadap individu maupun kelompok siswa.Perencanaan Solusi Masalah. Tindakan solusi masalah yang digunakan oleh peneliti, yaitu pembenahan gaya mengajar dengan pemecahan yang akan dikembangkan pada siklus pertama sebagai berikut : a. Model pembelajaranPembelajaran yang biasanya cenderung satu arah dibenahi menjadi pembelajaran yang melaksanakan model pembelajaran Kooferatif type STAD Penerapan kombinasi pembelajaran ini secara umum pembelajaran diawali dengan pertemuan klasikal untuk memberikan informasi dasar, penjelasan tentang tugas yang akan dikerjakan, serta hal-hal lain yang dianggap perlu. Setelah pertemuan secara klasikal siswa diberi kesempatan kerja dalam kelompok (penerapan latihan terkontrol), ,kemudian bekerja secara perorangan (penerapan latihan mandiri). b. Tindakan Pembelajaran Tindakan pembelajaran dengan model pembelajaran Kooferatif type STAD dengan media VCD untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa adalah sebagai berikut : 1) Memberitahu Standar Kopetensi dan Kopetensi Dasar, inti materi ajar, dan kegiatan yang akan dilakukan. 2) Memberikan LKS sesuai materi ajar. 3) Menyampaikan materi ajar secara sistematis, simpel, dan menggunakan VCD sebagai media pembelajaran yang dapat membantu pemahaman siswa, 4) Mendorong dan membimbing siswa untuk menyampaikan ide, 5) Memberikan tugas baik

kelompok maupun individu dengan petunjuk yang jelas dan membimbing proses penyelesaiannya, 6) Merespons setiap pendapat atau perilaku siswa, 7) Membimbing siswa membuat rangkuman materi ajar, 8) Memberikan PR dengan petunjuk langah-langkah pengerjaannya. 2. Pelaksanaan Tindakan Pembelajaran Pada Siklus I Materi yang diberikan adalah unsur-unsur dan luas bagun ruang sisi lengkung. Model pembelajaran yang digunakan adalah kooferatif type STAD dengan VCD sebgai media. Kelas dibagi menjadi 8 kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari lima siswa. Pengelompokan dilakukan dengan memperhatikan kemampuan siswa, sehingga tiap kelompok terdiri dari siswa yang mempunyai kemampuan diatas, sedang, dan di bawah rata-rata. Peneliti sudah berusaha untuk menghindari kelompok dengan jumlah genap namun keadaan jumlah siswa yang memaksa ada dua kelompok terdiri dari 6 orang siswa. Pembelajaran dilakukan selama 8 jam ( empat kali pertemuan ). Tiga kali pertemuan untuk pelaksanaan tindakan dan sekali pertemuan untuk pelaksanaan tes hasil belajar. Sedangkan observasi keaktifan siswa dilaksanakan selama berlangsungnya proses pembelajaran. Pada siklus II materi yang diberikan adalah volume bangun ruang sisi lengkung, yang diberikan selama 6 jam (dalam 3 kali pertemuan). Dua kali pertemuan untuk pelaksanaan tindakan dan sekali pertemuan untuk pelaksanaan tes hasil belajar. Pembenahan yang dilakukan pada siklus II melihat dari observasi pada siklus I terdapat antara lain: a) pengulanganpengulangan tayangan VCD yang dianggap penting, b) pengelompokan siswa diatur ulang disesuai dengan hasil tes siklus I, c) pemberian bimbingan dari guru terhadap kelompok yang kesulitan dalam memecahkan permasalahan, dan d) memotivasi siswa yang tergolong kurang untuk mewakili kelompoknya mempersentasikan kerja kelompoknya. 3. Evaluasi Program Tindakan Kelas Adapun hasil evaluasi selama Program Tindakan kelas disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut : Tabel 6.Hasil belajar dan Keaktifan siswa Hasil Belajar Siklus Banyak Siswa Ter tinggi I II 42 42 10 10 Ter Rata-rata rendah 3 4 1 6,68 70,01 0,33 70% 83% 13% Ketunt Keaktifan Ratarata 17.29 17.45 0,16 Katagori Aktif Aktif

Peningkatan

Dari data diatas terlihat rata-rata hasil belajar pada siklus I sebesar 6,68 dimana hasil ini tergolong cukup besar untuk ukuran sekolah kami, dengan ketuntasan 70% dan rata-rata keaktifan 17,29 yang tergolong katagori aktif. Bila dicermati lebih dalam lagi dari 42 siswa di kelas IX B pada siklus I sebanyak 30 orang yang mendapat nilai 6 atau 70% siswa tuntas, dan satu oarang siswa mendapat nilai 10, dengan nilai terendah 3 diperoleh oleh 4 orang siswa. Pada Siklus II hasil belajar yang diperoleh seperti terlihat dari tabel diatas , rata-rata prestasi belajar siswa adalah 7,01 dengan ketuntasan 83%, rata-rata keaktifan 17,45 katagori aktif. Bila dibandingkan dengan hasil pada siklus I terdapat beberapan kenaikan yang cukup memuaskan seperti, untuk nilai tertinggi 10 pada siklus I hanya diperoleh oleh 1 orang siswa sedangkan pada siklus II diperoleh oleh 5 orang, begitu pula terjadi peningkatan pada nilai terendah dari 3 menjadi 4, rata-rata hasil belajar terjadi kenaikan sebesar 0,33 ketuntasan naik 13% , dan rata-rata keaktifan naik 0,16 4. Pembahasan Hasil dialog awal dan diskusi dengan sesama guru matematika SMPN 1 Banjarangkan tentang keadaan siswa baik ditinjau dari hasil belajar dan motivasi siswa dalam belajar matematika yang cenderung menurun, memberikan dorongan kepada peneliti untuk melakukan pembelajaran yang memudahkan siswa belajar (efektif). Bantuan dan dorongan dari sesama guru matematika ditunjukkan oleh dengan memberikan masukan yang natinya sangat berguna dalam penelitian ini, bantuan juga diberikan dalam bentuk kesediaan dari guru yang untuk membantu menyediakan sarana yang diperlukan pada pelaksanaan tindakan baik siklus I maupun pada siklus II. Dari hasil diskusi dan berbagai masukan dari sesama guru matematika dan atas saran dan arahan Kepala Sekolah, peneliti menetapkan menerapkan tindakan berupa penerapan model pembelajaran kooferatif Type STAD dengan media VCD untuk meningkatkan hasil belajar matematika siaswa. Penelitian tindakan ini dilakukan dalam dua siklus. Pada akhir tiap siklus dilaksanakan tes prestasi belajar, sedangkan observasi tentang keaktifan siswa dalam pembelajaran dilakukan selama berlangsungnya pemberian tindakan. Pada siklus I pengelompokan siswa dilakukan dengan mempertimbangkan hasil ulangan I, dimana setiap kelompok terdiri dari siswa pintar, biasa, dan yang bodoh. Dari delapan kelompok yang terdiri dari 5 sampai 6 orang siswa masih tampak lebih mengutamakan penonjolan individu. Hal ini tampak dari anggota kelompok yang lebih suka mengerjakan kedepan sebelum membantu pemahaman teman sekelompoknya. Untuk mengatasi hal ini peneliti berulang-ulang memberitahukan agar sola-soal yang diberikan dalam LKS didiskusikan lebih dahulu dalam kelompoknya, dan bagi siswa yang kurang paham agar menanyakan kepada teman sekelompoknya. Pada setiap awal pembelajaran peneliti selalu memberitahukan tujuan pembelajaran, inti materi ajar, dan kegiatan yang dilakukan serta membimbing siswa yang bertujuan untuk membangun hubungan baik dengan siswa. Dari delapan kelompok yang ada tampak satu kelompok yaitu kelompok VIII yang kurang aktif dan kurang serius dalam proses pembelajaran.

Dari hasil tes pada akhir siklus I dan hasil observasi tentang keaktifan siswa selama siklus I diperoleh rata-rata prestasi belajar siswa adalah 6,68 dengan 30 siswa ( 70%) tuntas, 12 siswa (30%) tidak tuntas, dan satu orang mendapat nilai 10. Sedangkan untuk keaktifan siswa rataratanya adalah 17,29 dengan katagori aktif. Kesalahan siswa dalam mengerjakan tes sebagian besar karena kurangnya pemahaman konsep dan kesalahan melihat gambar terutama dalam melihat jarijari dan diameter. Pada siklus II diadakan beberapa perombakan kelompok, pengelompokan diatur ulang dengan melihat hasil belajar pada siklus I. Diskusi pada siklus II berjalan dengan baik, siswa yang sudah mengerti mau memberi penjelasan kepada anggota kelompok yang belum paham, sedangkan yang belum paham tidak malu-malu untuk bertanya kepada temannya. Bahkan beberapa siswa sudah berani bertanya kepada guru bila ada soal yang belum dapat dikerjakan kelompoknya. Sedangkan untuk mengerjakan ke papan tulis dilakukan dengan menunjuk wakil tiap kelompoknya, penunjukan dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk memberikan kesempatan pada siswa agar lebih berani mengemukakan pendapat. Pada siklus II ini guru lebih banyak memberikan bimbingan pada siswa yang nilainya kurang pada siklus I. Hasil tes prestasi belajar pada siklus II menunjukkan rata-rata kelas 7,01. Ada 35 siswa ( 83% ) tuntas, 5 siswa mendapat nilai 10, dan nilai terendah 4. Sedangkan untuk keaktifan siswa rata-ratanya 17,45 dengan katagori aktif. Bila dibandingkan dengan siklus I hasil yang diperoleh pada siklus II hampir semua aspek penilaian mengalami peningkatan. Rata-rata kelas mengalami kenaikan dari 6,68 pada siklus I menjadi 7,01 pada siklus II. Untuk pencapaian nilai 10 pada siklus I hanya diperoleh oleh seorang siswa meningkat menjadi 5 orang pada siklus II, begitu pula untuk nilai terendah 3 pada siklus I meningkat menjadi 4 pada siklus II. Ketuntasan mengalami peningkatan dari 30 siswa (70% ) pada siklus I menjadi 37 siswa (83%) pada siklus II. Keaktifan siswa meningkat dari rata-rata 17,29 ( katagori Aktif) pada siklus I menjadi 17,45 ( katagori Aktif). Dengan demikian penerapan model pembelajaran kooferatif Type STAD dengan media VCD dapat meningkatkan hasil belajar dan meningkatkan aktifitas belajar matematika siswa kelas IX B SMP Negeri 1 Banjarangkan tahun pelajaran 2008/2009. F. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa temuan dalam penelitian tindakan kelas ini yaitu : 1. Rata-rata skor aktifitas siswa dalam pembelajaran mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus II. Pada siklus I rata-rata skor aktifitas siswa dalam pembelajaran sebesar 17,29 meningkat menjadi 17,45 pada siklus II. 2. Nilai hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai pada siklus II. Peningkatan ini ditunjukkan dengan dengan kenaikan rata-rata nilai hasil belajar sebesar 6,68 pada suklus I menjadi 7,01 pada siklus II. Begitu pula dengan perolehan nilai 10 terjadi peningkatan dari hanya diperoleh oleh seorang siswa pada siklus I menjadi diperoleh sebanyak 5 orang siswa pada siklus II. Untuk nilai terendah pada siklus I sebesar 3 meningkat menjadi 4 pada siklus II.Sedangkan untuk ketuntasan klasikal juga terjadi peningkatan dari 70% pada siklus I menjadi 83% pada siklus II.

Bersarkan temuan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Penerapan Model Pembelajaran Kooferatif Type STAD dengan media VCD pembelajaran dapat meningkatkan Aktifitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IX B SMP Negeri 1 Banjarangkan tahun 2008/2009 G. Saran. Mengingat hasil yang diperoleh dalam penelitian tindakan kelas ini sangat bagus, maka dapat dikemukakan beberapa saran-saran sebagai berikut : 1. Disarankan kepada sesama guru matematika untuk mencoba model pembelajaran di atas dengan lebih baik, sehingga hasil yang diharapkan juga lebih baik. 2. Untuk meningkatkan mutu dan hasil pembelajaran melalui tindakan kelas, disarankan agar pemberian dana block grant penelitian tindakan kelas dapat dilanjutkan dan ditingkatkan baik jumlah peserta maupun jumlah dana. H. DAFTAR PUSTAKA Departemen Pendidikan Nasional . 2003. Kurikulum 2004 Sekolah Menengah Pertama. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Pertama Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Depdiknas. Depdikbud. 1993. Kurikulum Pendidikan Dasar. Jakarta : Depdikbud. Dimyati, Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Depdikbud. Hidayat. 2004. Diktat Kuliah Teori Pembelajaran Matematika. Semarang:FMIPA UNNES. Munandar, Utami. 1992. Mengembangkan Bakat Dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta:PT Gramedia Widiasarana.

Nurkancana, Wayan & Sunartana. 1992. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya : Usaha Nasional. Pandoyo. 1992. Strategi Belajar Mengajar. Semarang:IKIP Semarang Press. Suhito. 1990. Strategi Pembelajaran Matematika. Semarang:FPMIPA IKIP Semarang. Suyitno Amin, Pandoyo, Hidayah Isti, Suhito, Suparyan. 2000. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I. Semarang:Pendidikan Matematika FMIPA UNNES Sudirman. 2007. Cerdas Aktif Matematika. Pembelajaran Matematika Untuk SMP. Bandung:Ganeca Exact.

Sudrajat, akhmad. 2008. Jenis-Jenis Media Pembelajaran. http ://akhmadsudrajat. wordpress.com/ Yitnosumarto, Santoyo. 1990. Dasar-Dasar Statistika. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.

http://gurubangkit.wordpress.com/2010/01/13/metode-kooperatif-dalam-pembelajaran-sd/ Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang cocok diterapkan di Sekolah Dasar (SD). Mengutamakan adanya kerjasama dalam suatu kelompok. Antara satu individu dengan individu lainnya saling tergantung. Siswa dapat terlibat secara aktif dan dapat merasa puas atas apa yang telah dikerjakan. Pembelajaran kooperatif meningkatkan kinerja siswa dalam mengerjakan permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Krisis pada aspek pendidikan sudah sampai pada bentuk yang cukup memprihatinkan. Pada kalangan siswa SD seperti juga masyarakat pada umumnya gejala masalah pribadi dan sosial ini juga tampak dalam perilaku keseharian. Sikap-sikap individualistis, egoistis, acuh tak acuh, kurangnya rasa tanggung jawab, malas berkomunikasi dan berinteraksi atau rendahnya empati merupakan fenomena yang menunjukkan adanya kehampaan nilai sosial dalam pergaulan anak.

Sesungguhnya dalam menghadapi kondisi yang demikian, pembelajaran kooperatif dapat memberikan kontribusi yang cukup besar dalam mengatasi masalah tersebut sebab memiliki fungsi dan peran yang dapat menunjang kreatifitas siswa dalm berinteraksi dan dalam bekerja sama. Dengan kinerja dan disiplin tinggi yang dihasilkan oleh pendidikan yang berkualitas dapat menjadi kekuatan utama untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi. Sebaliknya sumber daya manusia yang tidak berkualitas, rendah disiplin dan kinerja yang dihasilkan oleh pendidikan yang kurang berkualitas dapat merupakan pangkal dari permasalahan yang dihadapi. Pendidikan dasar yang bermutu akan memberikan landasan yang kuat bagi pendidikan menengah dan pendidikan tinggi yang bermutu pula, tujuan pendidikan maupun kelompok mata pelajaran pada pendidikan dasar, pada dasarnya diarahkan pada pengembangan pribadi siswa, kemampuan hidup bermasyarakat dan kemampuan untuk melanjutkan studi. Ketiga aspek pengembangan tersebut saling terkait dapat dibedakan tetapi sulit untuk dipisahkan. Semua mata pelajaran yang diberikan pada SD memberikan sumbangan terhadap pengembangan ketiga aspek tersebut, tetapi bobotnya tidak sama. Memasuki era milenium, yang sebelumnya statis tetapi sekarang berubah menjadi dinamis dan terus berkembang serta penuh dengan penyesuaian-penyesuaian yang harus terus diikuti terasa begitu cepat. Maka, bangsa dan negara di manapun tidak akan mengabaikan hal tersebut. Metodemetode pengajaran dipilih dan diujicobakan serta diterapakan dalam dunia pendidikan. Sebab pendidikan adalah pilar utama dari berbagai sektor pembangunan lainnya. Metode kooperatif dapat digunakan di SD sebagai model pembelajaran yang membahas materi yang membutuhkan relasi dengan sesama dan kerja sama. Contohnya membahas materi tentang macam-macam bentuk dan tulang daun, mengukur besar sudut dalam segitiga, mempelajari simbol-simbol dalam peta, dan menyusun kerangka karangan. Siswa di dalam kelas dibentuk dalam kelompok-kelompok yang beranggotakan 4-5 siswa, mereka bekerja sama dalam memecahkan masalah, atau mengerjakan suatu tugas yang diberikan oleh guru. Kemudian dapat juga dilakukan dengan cara memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dalam kegiatan belajar mengajar. Kegiatan seperti itu memberikan kesempatn kepada siswa untuk berdiskusi, bertanya, maupun mengeluarkan pendapat, serta berinteraksi dengan siswa yang menjadikan siswa aktif dalam kelas. Dengan demikian peran guru di dalam kelas bukan lagi sebagai satu-satunya sumber belajar tetapi lebih bersifat sebagai penggerak atau pembimbing siswa untuk memperoleh pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang diperoleh siswa sendiri akan lebih melekat lebih lama di pikiran dan menjadikan prestasi belajar siswa meningkatkan. Model pembelajaran kooperatif atau kerja sama antar kelompok yang anggota kelompok saling membantu antar teman yang satu dengan teman yang lain dalam kelompok tersebut, sehingga di dalam kerja kelompok atau pembelajaran kooperatif, siswa yang lebih pandai dapat membantu siswa yang lemah. Di dalam pembelajaran kooperatif guru haruslah memberikan dorongan kepada siswa dalam konsep pembelajaran ini, agar siswa mau dan bersemangat dalam menjalankan model pembelajaran kooperatif. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok. Selain itu guru harus mengetahui karakter masing-masing siswa. Dalam membagi kelompok guru harus bisa adil,

sehingga dalam satu kelompok terdiri dari siswa yang mempunyai kemampuan berbeda. Selain itu dalam memberikan nilai kepada tiap-tiap kelompok guru tidak boleh pilih kasih, dalam arti setiap kelompok berhak mendapatkan penghargaan dari guru. Dengan adanya model pembelajaran kooperatif siswa dapat lebih aktif untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan kemampuan berimajinasi. Di samping itu pembelajaran ini juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk diskusi, bertanya, maupun mengeluarkan pendapat serta berinteraksi dengan siswa yang menjadikan siswa aktif dalam kelas.

http://www.dedenbinlaode.web.id/2010/01/penerapan-model-pembelajarankooperatif.html

Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Kelas IV SDN Tobulung Palopo


I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia pendidikan saat ini, peningkatan kualitas pembelajaran baik dalam penguasaan materi maupun metode pembelajaran selalu diupayakan. Salah satu upaya yang dilakukan guru dalam peningkatan kualitas pembelajaran yaitu dalam penyusunan berbagai macam skenario kegiatan pembelajaran di kelas. Pembelajaran merupakan perpaduan antara kegiatan pengajaran yang dilakukan guru dan kegiatan belajar yang dilakukan oleh murid. Dalam kegiatan pembelajaran tersebut, terjadi interaksi antara

murid dengan murid , interaksi antara guru dan murid , maupun interaksi antara murid dengan sumber belajar. Diharapkan dengan adanya interaksi tersebut, murid dapat membangun pengetahuan secara aktif, pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, serta dapat memotivasi peserta didik sehingga mencapai kompetensi yang diharapkan. Pembelajaran menggunakan diskusi kelompok sudah sering dilakukan oleh guru, tetapi pembelajaran yang bagaimanakah yang memenuhi pembelajaran kooperatif yang perlu diketahui oleh guru? Selain itu, materi-materi apakah yang sesuai apabila menggunakan pembelajaran kooperatif? Sesuai disini dalam arti dapat diterapkan di kelas dan mendapatkan hasil yang optimal. Anita (2002: 12) mengemukakan bahwa situasi dalam kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa sehingga murid mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain. Dalam interaksi ini, akan terbentuk suatu komunitas yang memungkinkan mereka untuk memahami proses belajar dan memahami satu sama lain. Diharapkan, guru dapat menciptakan situasi belajar sedemikian rupa sehingga murid dapat bekerjasama dalam kelompok serta mengembangkan wawasannya tentang pembelajaran kooperatif. Melalui pembelajaran kooperatif, diharapkan guru dapat mengelola kelas dengan lebih efektif. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting. Menurut Depdiknas (2007) tujuan pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut : Tujuan pertama pembelajaran kooperatif, yaitu meningkatkan hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja murid dalam tugas-tugas akademiknya. Murid yang lebih mampu akan menjadi nara sumber bagi murid yang kurang mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Sedangkan tujuan yang kedua, pembelajaran kooperatif memberi peluang agar murid dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belajar. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial. Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk mengembangkan keterampilan sosial murid . Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain, berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya. Kondisi proses belajar mengajar pada murid kelas IV SDN Tobulung hingga saat ini berdasarkan hasil observasi yang dilaksanakan pada awal bulan September 2009 diketahui paling tidak terdapat dua hal yang perlu dikemukakan yaitu dari sisi guru dan murid. Dari sisi guru, dalam mengelola proses belajar mengajar belum dilaksanakan secara maksimal yang ditandai dengan; tidak tersedianya perangkat pembelajaran, guru terkesan biasa saja melihat aktivitas murid yang kurang memperhatikan materi pelajaran yang dijelaskan, tidak menegur dan hanya membiarkan murid keluar masuk kelas, guru belum melaksanakan pembelajaran kelompok kepada murid. Sedangkan dari sisi murid antara lain; banyak murid yang mengantuk saat materi pelajaran dijelaskan, murid bermain dengan sesama rekannya di bangku belakang, murid keluar

masuk kelas, kurangnya murid yang mengajukan pertanyaan kepada guru terkait dengan materi yang diajarkan, dan murid tidak memiliki keberanian untuk menjawab pertanyaan guru di depan kelas. Proses pembelajaran murid kelas IV SDN Tobulung di atas tentu saja tidak dapat dikatakan sebagai proses belajar mengajar yang efektif, sehingga hasil belajar matematika murid cukup rendah dimana dari 25 murid nilai rata-rata maksimal murid hanya mencapai 6, sedangkan berdasarkan sistem penilaian yang digunakan di SDN Tobulung nilai maksimal yang dapat dicapai murid seharusnya 9 dan 10. Berdasarkan uraian tersebut, dianggap perlu untuk melakukan suatu tindakan nyata oleh guru dalam mewujudkan hal tersebut dalam proses belajar mengajar di kelas. Tindakan nyata yang dimaksud berupa penerapan pendekatan pembelajaran yang tepat sesuai dengan kondisi dan kebutuhan gaya belajar murid dan pendekatan yang dimaksud adalah pembelajaran kooperatif tipe STAD. Alasan diterapkannya pendekatan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada murid kelas IV SDN Tobulung karena dalam pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan bersama. Terkait dengan uraian tersebut, Ibrahim dkk, (2000: 26) menjelaskan bahwa : Murid yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika murid lainnya juga mencapai tujuan tersebut. Untuk itu setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya. Murid yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif untuk murid yang memiliki hasil belajar rendah sehingga mampu memberikan peningkatan hasil belajarnya secara signifikan. Sedangkan keuntungan dari metode pembelajaran kooperatif, antara lain : murid mempunyai tanggung jawab dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran, murid dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, meningkatkan ingatan murid, dan meningkatkan kepuasan murid terhadap materi pembelajaran. Disamping itu, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Muhammad Dirham (2009: 78) pada murid kelas V SDN Inpres Sepee Kabupaten Barru diketahui bahwa : Pembelajaran kooperatif tipe STAD mampu meningkatkan hasil belajar murid secara signifikan, yang ditandai dengan meningkatnya skor rata-rata dan standar ketuntasan belajar yang dicapai murid pada masing-masing siklus yang dilaksanakan. Peningkatan nilai tersebut dapat dicapai karena kooperatif tipe STAD yang dilakukan menekankan adanya keterampilan proses murid melalui kerja kelompok. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan prosedur pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD mata pelajaran matematika pada murid kelas IV SDN Tobulung dalam penelitian ini antara lain; murid ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian murid bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh murid

dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu. Pembelajaran Kooperatif tipe STAD dalam proses belajar mengajar yang telaksana di kelas memberikan kesempatan kepada murid untuk mendapat perannya masingmasing dimana dalam satu kelompok kerja yang telah dibentuk terdapat tutor sebaya yang dapat menjadi ujung tombak keaktifan murid selama belajar. Adanya peran tutor sebaya dalam suatu kelompok memungkinkan adanya saling koreksi, diskusi dan kerja sama yang baik antar murid dalam menyelesaikan pekerjaan yang diberikan sebagai tugas yang harus diselesaikan. Hal ini juga dilakukan saat hasil akhir tugas yang diselesaikan masing-masing kelompok saling bertukar pekerjaan untuk mendapatkan koreksi dari kelompok lainnya, dan sesudah itu maka pekerjaan atau tugas yang telah dibuat dikumpulkan pada guru untuk memperoleh penilaian. Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam tentang penerapan pembelajaran dengan pendekatan kooperatif tipe STAD sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar matematika murid kelas IV SDN Tobulung Palopo. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, maka fokus masalah yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah proses penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada murid kelas IV SDN Tobulung ? 2. Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar matematika murid kelas IV SD Tobulung ? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Proses penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada murid kelas IV SDN Tobulung. 2. Peningkatan hasil belajar matematika murid kelas IV SDN Tobulung melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a) Sekolah; sebagai acuan dasar implementasi kurikulum mata pelajaran matematika SDN Tobulung. b) Bagi guru; menambah wawasan dan pengetahuan guru terhadap penerapan berbagai model pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar di kelas dalam upaya meningkatkan hasil belajar murid. c) Bagi murid; mengetahui arti pentingnya belajar kelompok dalam meningkatkan hasil belajarnya. d) Bagi peneliti; sarana pengembangan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pengelolaan proses belajar mengajar di kelas.

e) Bagi institusi; Menambah wawasan dan pengetahuan terhadap penerapan strategi pembelajaran dengan pendekatan kooperatif tipe STAD sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar matematika. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini memberikan manfaat secara praktis antara lain: a) Sekolah; Sebagai sumbangan informasi penting yang baik bagi sekolah dalam rangka perbaikan proses pembelajaran guru di kelas, sehingga mutu PBM matematika dapat ditingkatkan. b) Bagi guru; dapat melatih untuk menyusun dan mendesain proses pembelajaran secara terencana dan maksimal, sehingga tercapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. c) Bagi murid; dapat memotivasi, menggali potensi belajar yang dimiliki dan mampu mengembangkan kemampuan belajarnya dalam bentuk kerja kelompok. d) Bagi peneliti; sebagai sarana pengembangan pengetahuan terhadap implementasi model-model pembelajaran dalam proses belajar mengajar. e) Bagi Institusi; sebagai sumber data, informasi, dan bahan referensi bagi penelitian sejenis. II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran merupakan perpaduan antara kegiatan pengajaran yang dilakukan guru dan kegiatan belajar yang dilakukan oleh murid . Dalam kegiatan pembelajaran tersebut, terjadi interaksi antara murid dengan murid , interaksi antara guru dan murid , maupun interaksi antara murid dengan sumber belajar. Dari interaksi yang dibangun tersebut, diharapkan murid dapat membangun pengetahuan secara aktif, pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, serta dapat memotivasi peserta didik sehingga mencapai kompetensi yang diharapkan. Menurut Muslimin (2000: 45), pembelajaran kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antarsiswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sementara itu menurut Wina (2006: 33), model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Ada empat unsur penting dalam strategi pembelajaran kooperatif, yaitu adanya peserta dalam kelompok, adanya aturan kelompok, adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, dan adanya tujuan yang harus dicapai. Sementara menurut Anita dalam Cooperative Learning (2007: 2), model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok serta di dalamnya menekankan kerjasama. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya serta mengembangkan keterampilan sosial. Dalam pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan bersama. Menurut Ibrahim dkk. murid yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika murid lainnya juga mencapai tujuan

tersebut. Untuk itu setiap anggota berkelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya. Murid yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting. Menurut Budijastuti (2009: 2) bahwa pembelajaran kooperatif memiliki tiga tujuan utama yaitu : 1) Meningkatkan hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja murid dalam tugastugas akademiknya. Murid yang lebih mampu akan menjadi nara sumber bagi murid yang kurang mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. 2) Pembelajaran kooperatif memberi peluang agar murid dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belajar. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial. 3) Mengembangkan keterampilan sosial murid . Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain, berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya. Anita (2007: 6) mengemukakan bahwa : Situasi dalam kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa sehingga murid mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain. Dalam interaksi ini, akan terbentuk suatu komunitas yang memungkinkan mereka untuk memahami proses belajar dan memahami satu sama lain. Diharapkan, guru dapat menciptakan situasi belajar sedemikian rupa sehingga murid dapat bekerjasama dalam kelompok serta mengembangkan wawasannya tentang pembelajaran kooperatif. Melalui pembelajaran kooperatif, diharapkan guru dapat mengelola kelas dengan lebih efektif. Menurut Ibrahim, dkk (2000: 17), pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif untuk murid yang hasil belajarnya rendah sehingga mampu memberikan peningkatan hasil belajar yang signifikan. Keuntungan dari metode pembelajaran kooperatif, antara lain: 1) murid mempunyai tanggung jawab dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran, 2) murid dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, 3) meningkatkan ingatan murid , dan 4) meningkatkan kepuasan murid terhadap materi pembelajaran. Lebih lanjut, Nasution (2000: 19) menjelaskan bahwa unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif sebagai berikut : 1) murid dalam kelompok haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama, 2) murid bertanggung jawab atas segala sesuatu didalam kelompoknya, 3) murid haruslah melihat bahwa semua anggota didalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama, 4) murid haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya, 5) murid akan dikenakan evaluasi atau diberikan penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok, 6) murid berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya, dan 7) murid akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah yang menekankan pada pembelajaran kelompok dalam mencapai tujuan pembelajaran, sehingga unsur penting dalam strategi pembelajaran kooperatif yaitu adanya peserta dalam kelompok, adanya aturan kelompok, adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, dan adanya tujuan yang harus dicapai. a. Tujuan model pembelajaran kooperatif Hasil belajar akademik murid meningkat dan murid dapat menerima berbagai keragaman dari temannya serta mengembangkan keterampilan sosial. Tidak semua kerja dengan menggunakan diskusi kelompok bisa dianggap sebagai belajar dengan pembelajaran kooperatif. Oleh karena itu, guru perlu mengembangkan wawasan tentang pembelajaran kooperatif sehingga dapat meminimalkan keluhan-keluhan yang ada. Ada unsur-unsur dasar dimana suatu pembelajaran disebut pembelajaran kooperatif. Dalam proses pembelajaran kooperatif, murid didorong untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. b. Prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif Menurut Muslimin (dalam Kamdi, 2009: 1) adalah : 1) Setiap anggota kelompok (murid) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya, 2) Setiap anggota kelompok (murid) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama, 3) Setiap anggota kelompok (murid ) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya, 4) Setiap anggota kelompok (murid) akan dievaluasi, 5) Setiap anggota kelompok (murid) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya, 6) Setiap anggota kelompok (murid) akan diminta untuk mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.. c. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif 1) Murid dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai, 2) Kelompok dibentuk dari murid yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Jika mungkin, anggota kelompok berasal dari suku atau agama yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan gender, dan 3) Penghargaan lebih menekankan pada kelompok daripada masing-masing individu. Menurut Krismanto (2001: 9) pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerja sama di antara murid untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri : 1) untuk menuntaskan materi belajarnya, murid belajar dalam kelompok secara kooperatif, 2) kelompok dibentuk dari murid -murid yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, 3) jika dalam kelas terdapat murid -murid yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap

kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula, dan 4) penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan. Selanjutnya, terdapat 6 (enam) sintaks atau langkah dalam pembelajaran kooperatif sebagaimana dijelaskan Slavin (2009: 35) dalam tabel berikut : Tabel 2.1 Langkah dalam pembelajaran kooperatif Langkah Indikator Tingkah Laku Guru Langkah 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi murid Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengomunikasikan kompetensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi murid Langkah 2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada murid Langkah 3 Mengorganisasikan murid ke dalam kelompok-kelompok belajar Guru menginformasikan pengelompokan murid . Langkah 4 Membimbing kelompok belajar Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja murid untuk materi pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Langkah 5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajartentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan. Langkah 6 Memberikan penghargaan Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok. Sumber : Slavin (dalam Kamdi, 2009: 5). Sedangkan Dansereau (dalam Widyantini, 2008: 40) langkah-langkah pembelajaran kooperatif meliputi : 1. Guru membagi murid untuk berpasangan. 2. Guru memberi wacana/materi tiap murid untuk dibaca dan membuat ringkasan. 3. Guru dan murid menetapkan siapa saja yang berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar. 4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. a) Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap. b) Membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya. 5. Berukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. 6. kesimpulan murid bersama-sama guru. 7. Penutup. Uraian Widyatini di atas kiranya sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran kooperatif pada murid kelas IV SD Tobulung dikarenakan mata pelajaran yang diajarkan adalah matematika. Dalam matematika sendiri, walaupun diskusi merupakan

bagian dari pembelajaran kelompok namun tidak dapat digunakan karena sifatnya yang eksak. d. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Beberapa tipe pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh beberapa ahli seperti Slavin adalah tipe Jigsaw, tipe NHT (Number Heads Together), tipe TAI (Team Assited Individualization), dan tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions). Dalam penelitian ini, akan dibahas pembelajaran kooperatif tipe STAD. Alasan dipilih pembahasan pembelajaran kooperatif tipe STAD karena pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, selain itu, dapat digunakan untuk memberikan pemahaman konsep materi yang sulit kepada murid dimana materi tersebut telah dipersiapkan oleh guru melalui lembar kerja atau perangkat pembelajaran yang lain. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok murid , menyajikan informasi akademik baru kepada murid setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Guru membagi murid menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang dan terdiri laki-laki dan perempuan yang berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang, rendah. Penerapan pembelajaran tipe STAD menempatkan murid dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian murid bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh murid dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu. Tipe pembelajaran inilah yang akan diterapkan dalam pembelajaran matematika murid kelas IV SD Tobulung Palopo. Komponen STAD menurut Slavin (dalam Kamdi, 2009: 3) adalah sebagai berikut : 1) Presentasi kelas. Presentasi kelas dalam STAD berbeda dari cara pengajaran yang biasa. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka. Murid harus betul-betul memperhatikan presentasi ini karena dalam presentasi terdapat materi yang dapat membantu untuk mengerjakan kuis yang diadakan setelah pembelajaran. 2) Belajar dalam tim. Murid dibagi menjadi beberapa kelompok, tiap kelompok terdiri dari 4-5 orang dimana mereka mengerjakan tugas yang diberikan. Jika ada kesulitan murid yang merasa mampu membantu murid yang kesulitan. 3) Tes individu. Setelah pembelajaran selesai ada tes individu (kuis). 4) Skor pengembangan individu. Skor yang didapatkan dari hasil tes selanjutnya dicatat oleh guru untuk dibandingkan dengan hasil prestasi sebelumnya. Skor tim diperoleh dengan menambahkan skor peningkatan semua anggota dalam 1 tim. Nilai rata-rata diperoleh dengan membagi jumlah skor penambahan dibagi jumlah anggota tim.

5) Penghargaan tim. Penghargaan didasarkan nilai rata-rata tim dimana dapat memotivasi mereka. Kelebihan dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai berikut: (b) Mengembangkan serta menggunakan keterampilan berpikir kritis dan kerjasama kelompok. (c) Menyuburkan hubungan antar pribadi yang positif diantara murid yang berasal dari ras yang berbeda. (d) Menerapkan bimbingan oleh teman. (e) Menciptakan lingkungan yang menghargai nilai-nilai ilmiah. Sedangkan kelemahan dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut : 1) Sejumlah murid mungkin bingung karena belum terbiasa dengan perlakuan seperti ini. 2) Guru pada permulaan akan membuat kesalahan-kesalahan dalam pengelolaan kelas. Akan tetapi usaha sungguh-sungguh yang terus menerus akan dapat terampil menerapkan model ini. e. Tahap pelaksanaan pembelajaran model STAD Menurut Arifin (1991: 33) sebelum menyajikan guru harus mempersiapkan lembar kegiatan dan lembar jawaban yang akan dipelajari murid dalam kelompok-kelompok kooperatif, kemudian menetapkan murid dalam kelompok heterogen dengan jumlah maksimal 4 - 6 orang, aturan heterogenitas dapat berdasarkan pada : 1) Kemampuan akademik (pandai, sedang dan rendah) yang didapat dari hasil akademik (skor awal) sebelumnya. Perlu diingat pembagian itu harus diseimbangkan sehingga setiap kelompok terdiri dari murid dengan murid dengan tingkat prestasi seimbang. 2) Jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan bawaan/sifat (pendiam dan aktif), dan lain-lain. 3) Penyajian materi pelajaran, ditekankan pada ha-hal berikut : (a) Pendahuluan Di sini perlu ditekankan apa yang akan dipelajari murid dalam kelompok dan menginformasikan hal yang penting untuk memotivasi rasa ingin tahu murid tentang konsep-konsep yang akan mereka pelajari. (b) Pengembangan. Dilakukan pengembangan materi yang sesuai yang akan dipelajari murid dalam kelompok. Di sini murid belajar untuk memahami makna bukan hafalan. Pertanyaan-peranyaan diberikan penjelasan tentang benar atau salah. Jika murid telah memahami konsep maka dapat beralih kekonsep lain. (c) Praktek terkendali. Praktek terkendali dilakukan dalam menyajikan materi dengan cara menyuruh murid mengerjakan soal, memanggil murid secara acak untuk menjawab atau menyelesaikan masalah agar murid selalu siap dan dalam memberikan tugas jangan menyita waktu lama. (d) Kegiatan kelompok. Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan yang akan dipelajari murid . Isi dari LKS selain materi pelajaran juga digunakan untuk melatih kooperatif. Guru memberi bantuan dengan memperjelas perintah, mengulang konsep dan menjawab pertanyaan.

(e) Evaluasi. Dilakukan selama 45 - 60 menit secara mandiri untuk menunjukkan apa yang telah murid pelajari selama bekerja dalam kelompok. Hasil evaluasi digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan disumbangkan sebagai nilai perkembangan kelompok. (f) Penghargaan kelompok. Dari hasil nilai perkembangan, maka penghargaan pada prestasi kelompok diberikan dalam tingkatan penghargaan seperti kelompok baik, hebat dan super. (g) Perhitungan ulang skor awal dan pengubahan kelompok satu periode penilaian (3 4 minggu) dilakukan perhitungan ulang skor evaluasi sebagai skor awal murid yang baru. Kemudian dilakukan perubahan kelompok agar murid dapat bekerja dengan teman yang lain. 2. Hasil Belajar a. Pengertian hasil belajar Menurut Anni (2005: 4) hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar. Apabila pembelajar mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan. Hasil belajar ini sangat dibutuhkan sebagai petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan murid dalam kegiatan belajar yang sudah dilaksanakan. Hasil belajar dapat diketahui melalui evaluasi untuk mengukur dan menilai apakah murid sudah menguasai ilmu yang dipelajari sesuai tujuan yang telah ditetapkan. b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Haling (2006: 79) mengemukakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi belajar murid yaitu : 1) Faktor yang berasal dari diri sendiri (internal factor), yaitu : (a) Faktor jasmani baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh. (b) Faktor psikologis, yakni terdiri atas kecerdasan dan bakat, sikap, kebiasaan, minat, motivasi, emosi dan penyesuaian diri. (c) Faktor kematangan fisik dan psikis. 2) Faktor yang berasal dari luar diri (eksternal factor), yaitu : (a) Faktor sosial yang terdiri atas; lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. (b) Faktor adat istiadat yaitu adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan pengetahuan. (c) Faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah dan fasilitas belajar. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar murid pada mate pelajaran tertentu sangat ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu faktor yang datangnya dari dalam diri murid dan faktor yang datangnya dari luar diri murid. c. Penilaian Hasil Belajar Penilaian hasil belajar matematika harus dilakukan untuk mengukur perkembangan hasil belajar siswa berupa pencapaian kecakapan atau kemahiran matematika yang meliputi pemahaman konsep, prosedur, penalaran dan komunikasi, pemecahan masalah den menghargai kegunaan matematika.

Menurut Astuti (2006: 5), hasil belajar murid selanjutnya dilaporkan kepada orang tua dalam bentuk rapor yang memuat 3 aspek yaitu : 1) Pemahaman konsep merupakan kompetensi yang ditunjukkan murid dalam memahami konsep dan dalam melakukan prosedur (algoritma) secara luwes, akurat, efisien dan tepat. Indikator yang menunjukkan pemahaman konsep adalah: (a) Menyatakan ulang sebuah konsep. (b) Mengklasifikasi objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai konsepnya). (c) Memberi contoh dan non-contoh dari konsep. (d) Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis. (e) Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep. (f) Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu. (g) Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah. 2) Penalaran dan komunikasi merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam melakukan penalaran dan mengkomunikasikan gagasan matematika. Indikator yang menunjukkan penalaran dan komunikasi adalah : (a) Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar atau diagram. (b) Mengajukan dugaan. (c) Melakukan manipulasi matematika. (d) Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi. (e) Menarik kesimpulan dari pernyataan. (f) Memeriksa kesahihan suatu argumen. (g) Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi. 3) Pemecahan masalah merupakan kompetensi strategik yang ditunjukkan siswa dalam memahami, memilih pendekatan dan strategi pemecahan, dan menyelesaikan model untuk menyelesaikan masalah. Indikator yang menunjukkan penalaran dan komunikasi adalah: (a) Menunjukkan pemahaman masalah. (b) Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah. (c) Menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk. (d) Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat. (e) Mengembangkan strategi pemecahan masalah. (f) Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah. (g) Menyelesaikan masalah yang tidak rutin. Wakhinuddin (2009: 2) menjelaskan bahwa untuk mengungkapkan data tentang hasil belajar, ajukan pertanyaan, apakah dan dimana sumber sumber informasi tersedia. Itu mudah jawabannya, kalau cuma dari ujian dan observasi langsung, terlalu sederhana atau tidak menyeluruh, ada baiknya ungkapkan melalui sumber lain, yaitu dari: 1. Tes (buatan guru, instruktur, pegawai atau sistem sekolah) 2. Standarisasi ujian di sekolah (KKM) 3. Individu atau kelompok dan laporan 4. Isian yang formal 5. Lembaran observasi non tes 6. Inventaris dokumen atau tape/video

7. Penelitian tingkah laku (sikap) langsung dan tidak langsung 8. Laporan dari teman sejawat 9. Laporan dari teman sebaya 10. Laporan sendiri 11. Prestasi masa lalu 12. Laporan dari pegawai atau organisasi 13. Penilaian pada standar hasil 14. Perbandingan pada kelompok norma (PAN) atau rata rata (mean). 3. Matematika di Sekolah Dasar a. Tujuan pembelajaran matematika Menurut Hudojo (1989: 5) sebagai ilmu mengenai struktur dan hubungan-hubungannya sangatlah memerlukan simbol-simbol. Simbol diperlukan untuk membantu memanipulasi aturan-aturan dengan operasi yang ditetapkan. Simbolisasi mengenai adanya komunikasi dan mampu memberikan keterangan untuk membentuk suatu konsep dan konsep baru. Konsep baru tersebut karena adanya pecahaman terhadap konsep sebelumnya, sehingga matematika itu konsep-konsepnya tersusun secara hirarkis. Karena matematika merupakan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol maka konsepnya harus dipahami terlebih dahulu sebelum memanipulasi simbol-simbol itu. Seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu telah didasari pada apa yang telah dipelajari oleh orang itu. Karena untuk mempelajari suatu materi matematika yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang itu akan mempengaruhi terjadinya proses belajar materi matematika tersebut. Tujuan umum pengajaran matematika di pendidikan dasar menurut Ismail (2003: 15) adalah : 1) Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan didalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis, rasional kritis, cermat, jujur dan efektif. 2) Mempersiapkan siswa dapat menggunakan matematika dengan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari ilmu pengetahuan. Sedangkan tujuan khusus pengajaran matematika di Sekolah Dasar adalah: 1) Menumbuhkan dan mengembangkan ketrampilan berhitung sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari. 2) Menumbuhkan kemampuan siswa yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika. 3) Mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut di SMP. 4) Membentuk sikap jujur, kritis, cermat dan disiplin. Mengingat matematika merupakan materi yang berupa simbol abstrak, tetapi harus dikuasai oleh anak manusia sejak kanak-kanak maka kegiatan ini perlu direncanakan. Maka dalam menggunakan rumus matematika tanpa pengertian yang mendalam akan menjadi hafalan, namun menghafal dalam pengajaran matematika harus disadari pengertian terlebih dahulu karena tidak ada konsep atau teori matematika yang perlu dihafal tanpa pengertian (Wakhinuddin, 2008: 95).

Disampig itu pembelajaran matematika di Sekolah Dasar mengacu pada beberapa alasan yang berkaitan dengan teknologi, karena matematika merupakan salah satu bidang studi di SD yang digunakan untuk menumbuh kembangkan kemampuan dan membentuk pribadi siswa yang bersumber pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Adapun alasan-alasan tersebut menurut Lisnawati (1993: 2) antara lain: (1) Dengan matematika manusia dapat berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari, seperti berhitung, mencari luas volume benda dan sebagainya, (2) Matematika dapat dimanfaatkan untuk melayani disiplin ilmu lain seperti fisika, kimia, ekonomi dan sebagainya, (3) Dengan matematika dapat dipakai sebagai alat prediksi seperti dalam perkiraan cuaca, pertumbuhan penduduk dan sebagainya. Tujuan intern pendidikan matematika di SD menurut Wirasto yang dikutip oleh Suyitno (2004: 36) adalah: 1) Penanaman pengertian pada peserta didik harus mengetahui dengan jelas, arti setiap kata yang dipakai. 2) Penyusunan logis, setiap dalil harus diketahui bagaimana cara mendapatnya. 3) Kecakapan menggunakan matematika, para siswa diusahakan menghadapi soalsoal yang berarti sehingga anak merasa bahwa kemampuan mereka bertambah. Lebih lanjut Hudojo menyatakan bahwa ditinjau dari ranah kognitif sebenarnya tujuan utama pengajaran matematika itu adalah pencapaian transfer belajar. Segala usaha dikerahkan, agar peserta didik berhasil menguasai ketrampilan dalam pengetahuan matematika untuk dapat memecahkan masalah-masalah, baik dalam matematika itu sendiri maupun di dalam ilmu lain (Hamzah, 2001: 12). Proses belajar matematika sangatlah mementingkan penanaman konsep, sehingga memudahkan siswa untuk mengerjakan soal- soal yang diberikan. Hal ini dapat dilakukan dengan menanamkan pengertian- pengertian melalui pengalaman anak dalam kehidupan sehari-hari misalnya dalam permainan, baik di sekolah maupun di rumah yang dapat dijadikan unsur dalam pengajaran matematika kegiatan tersebut dilakukan karena matematika berkenaan dengan ide-ide atau konsep abstrak, yang disusun secara hirarkis dan penelaahannya deduktif. Hal ini tentu saja membawa akibat pada bagaimana terjadinya proses belajar matematika itu. Berdasarkan pengalaman kegiatan belajar-mengajar yang sangat rinci tersebut, mengakibatkan pemahaman dan penguasaan konsep-konsep matematika menjadi sangat dangkal karena mementingkan hasil belajar yang terisolasi dengan mengabaikan proses belajarnya (Hudojo, 1999: 92). Lebih lanjut Hudojo mengatakan, karena kehirarkisan matematika itu belajar matematika yang terputus-putus akan memgganggu terjadinya proses belajar mengajar. Berarti proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar bila belajar matematika dilakukan secara kontinu. Karena dalam proses belajar matematika terjadi juga proses berfikir, sebab orang dikatakan berfikir bila seseorang itu melakukan kegiatan mental. Di dalam berfikir, orang itu menyusun hubungan-hubungan antara bagian-bagian informasi yang telah direkam dalam pikirannya sebagai pengertian-pengertian. Dari pengertian tersebut terbentuklah pendapat yang pada akhirnya ditarik kesimpulan. Tentunya kemampuan berfikir

seseorang tersebut dipengaruhi oleh intelegensinya dengan demikian terlihat adanya kaitan antara intelegensi dengan proses belajar matematika. B. Kerangka Berpikir Salah satu penyebab rendahnya nilai murid pada mata pelajaran tertentu umumnya sangat dipengaruhi oleh ketidaktepatan metode pembelajaran yang digunakan guru sehingga rasa jenuh untuk belajar timbul pada diri murid, terlebih lagi dalam mata pelajaran matematika yang sangat membutuhkan keseriusan murid untuk dapat memahami sari pelajaran yang diajarkan, dan berdasarkan hasil pengamatan awal pada murid kelas IV SD Tobulung Palopo hal demikian itu terjadi. Sehingga diperlukan suatu pembelajaran yang lebih memberikan kesempatan kepada murid untuk dapat mengembangkan potensi dan wawasannya dalam belajar, dan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa pendekatan, namun terkait dengan penelitian yang dilakukan peneliti maka pendekatan yang digunakan adalah STAD (Student Team Achievement Divisions) karena tipe STAD dalam pembelajaran kooperatif adalah yang paling sederhana dan mudah untuk dilaksanakan guru dalam proses belajar mengajar karena hanya menekankan pada pembelajaran kelompok kepada murid. Dalam pelaksanaannya, pembelajaran kooperatif tipe STAD dioptimalkan sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara maksimal pula. Murid dibagi menjadi beberapa kelompok belajar yang akan berfungsi saat menyelesaikan tugas yang diberikan guru maupun saat mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas, sehingga dari kegiatan tersebut diperoleh penilaian aktivitas belajar murid. Untuk memperjelas dasar pemikiran penggunaan dan penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada murid kelas IV SD Tobulung Palopo, maka berikut akan di gambarkan dalam skema berikut : III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan secara kolaboratif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dalam dalam bentuk tindakan kelas. Pendekatan kuantitatif digunakan pada saat menyajikan hasil penilaian murid pasca tindakan, sedangkan pendekatan kualitatif digunakan untuk menjelaskan hasil observasi proses pembelajaran kooperatif tipe STAD (hasil belajar matematika murid) secara naratif. 2. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom action research). Adapun model PTK yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Kurt Lewin, dimana dari siklus yang direncanakan terdiri dari empat tahapan, yaitu : 1) perencanaan tindakan, 2) pelaksanaan tindakan, 3) observasi, dan 4) refleksi. B. Setting dan Subjek Penelitian

1. Setting Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Tobulung Palopo yang direncanakan terlaksana pada semester II tahun 2010, karena harus disesuaikan dengan alokasi waktu pemelajaran matematika pada murid kelas IV SD Tobulung sendiri sehingga penelitian yang dilaksanakan tidak mengganggu jadwal pemelajaran lain. 2. Subjek Penelitian Subjek dari penelitian ini adalah murid kelas IV SD Tobulung Palopo dengan jumlah keseluruhan 25 orang. C. Fokus Penelitian Penelitian difokuskan pada upaya peningkatan hasil belajar matematika murid kelas IV SD Tobulung Palopo melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division). Guna mendukung upaya tersebut, maka disusun langkahlangkah pembelajaran matematika dalam bentuk pembelajaran kooperatif sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam bentuk rencana pelaksanaan tindakan atau lebih dikenal dengan sebutan RPP. D. Prosedur Penelitian Karena Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, maka pelaksanaannya dilakukan dengan cara bersiklus. Tiap siklus dilakukan perubahan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Berikut ini disajikan diagram siklus pelaksanaan tindakan : E. Desain Penelitian Penelitian didesain dengan minimal dua siklus kegiatan, dimana pada siklus I terdiri dari 3 x tatap muka, sedangkan siklus II terdiri dari 2 x tatap muka. Standar kompetensi yang diajarkan adalah: melakukan dan menggunakan sifat-sifat operasi hitung bilangan dalam pemecahan masalah. Pada siklus I, kompetensi dasar yang diberikan adalah mengidentifikasi sifat-sifat operasi hitung, dan pada siklus II komptensi dasar yang diberikan adalah mengurutkan bilangan. Tiap siklus/ pertemuan dilaksanakan sesuai langkah-langkah sebagai berikut: Siklus I 1. Tahap Perencanaan Tahap perencanaan dengan kegiatan utama sebagai berikut : - Menyusun perangkat pembelajaran berupa silabus dan skenario pembelajaran (RPP). - Menyusun format observasi dan evaluasi pembelajaran. - Menyusun dan mendesain skenario pelaksanaan tindakan. 2. Tahap Pelaksanaan Tindakan Tahap tindakan terdiri dari : Pertemuan I : - Menyiapkan murid untuk menerima materi pelajaran. - Mengelola kelas. - Absensi kehadiran murid. - Menjelaskan tentang sifat-sifat operasi hitung bilangan.

- Menjelaskan cara menggunakan operasi hitung untuk melakukan penghitungan. - Memberikan contoh-contoh operasi hitung bilangan. o Contog operasi hitung bilangan sifat Komutatif pada penjumlahan. o Contoh operasi hitung bilangan sifat Distributif pada penjumlahan dan perkalian. - Memberikan kesempatan kepada murid untuk mengajukan pertanyaan seputar materi pelajaran. - Melakukan umpan balik. - Membagi murid ke dalam 5 kelompok, masing-masing terdiri dari 5 orang murid. - Menjelaskan tujuan pembentukan kelompok. - Guru menyimpulkan materi pelajaran Pertemuan II : - Menyiapkan perangkat pembelajaran, lembar observasi. - Mengelola kelas. - Menanyakan kesiapan belajar murid. - Melakukan review pembelajaran pertemuan I. - Guru menjelaskan operasi hitung dan meberikan contoh-contoh operasi hitung : o Contoh operasi hitung distributif pada perkalian dan penjumlahan. o Contoh operasi hitung pada perkalian terhadap pengurangan. o Contoh operasi hitung pada pembagian terhadap penjumlahan. o Contoh operasi hitung pada pembagian terhadap pengurangan. - Memberikan kesempatan kepada murid untuk mengajukan pertanyaan. - Guru melakukan umpan balik. - Memberikan tugas kepada masing-masing kelompok untuk dikerjakan bersama di rumah, dan hasilnya akan didiskusikan pada pertemuan berikutnya. Hasil pekerjaan dirangkap enam, satu untuk guru dan masing-masing satu untuk kelompok lainnya. - Guru menyimpulkan materi pelajaran. - Memberikan motivasi kepada murid. - Menutup pelajaran. Pertemuan III : - Mempersiapkan perangkat pembelajaran. - Apersepsi : o Melaksanakan absensi kehadiran o Menanyakan kesiapan belajar siswa dan persiapan diskusi tugas kelompok. - Menginstruksikan kepada kelompok I untuk tampil di depan kelas mendiskusikan hasil kerja kelompoknya. - Kelompok lain mengamati dan mencermati penyelesaian soal-soal tugas yang di diskusikan kelompok I. - Kelompok lain menanggapi hasil kerja kelompok I. - Setelah kelompok I selesai, maka kelompok II V secara berturut-turut bergantian untuk tampil di depan kelas mendiskusikan hasil kerja kelompoknya. - Guru menyimpulkan hasil diskusi kelompok. - Guru memberi motivasi kepada kelompok. - Guru memberikan apresiasi kepada kelompok yang paling baik pekerjaannya.

- Menutup pelajaran. 3. Tahap Observasi dan evaluasi Observasi dilaksanakan pada saat masing-masing kelompok melakukan presentasi tugas. 4. Tahap Refleksi Kegiatan pada langkah ini adalah pencermatan, pengkajian, analisis, sistesis dan penilaian terhadap hasil observasi terhadap tindakan yang telah dilakukan. Jika terdapat masalah dari proses refleksi pertama, maka dilakukan proses pengkajian ulang pada siklus berikutnya. Siklus II 1. Tahap Perencanaan Tahap perencanaan dengan kegiatan utama sebagai berikut : - Menyusun perangkat pembelajaran berupa silabus dan skenario pembelajaran (RPP). - Menyusun format observasi dan evaluasi pembelajaran. 2. Tahap Pelaksanaan Tindakan Tahap tindakan terdiri dari : Pertemuan I : - Menyiapkan murid untuk menerima materi pelajaran. - Mengelola kelas. - Absensi kehadiran murid. - Menyampaikan tujuan pembelajaran. - Menyajikan materi pelajaran tentang menulis dan membaca lambang bilangan. - Menjelaskan cara menentukan dan mengurutkan bilangan dari yang terkecil sampai yang terbesar. - Memberikan contoh-contoh cara menentukan dan mengurutkan bilangan. - Memberikan tugas kepada masing-masing kelompok. - Memberikan kesempatan kepada murid untuk mengajukan pertanyaan. - Melakukan umpan balik kepada murid. - Merangkum dan menutup pelajaran. Pertemuan II : - Menyiapkan perangkat pembelajaran dan lembar observasi. - Menanyakan kesiapan belajar murid. - Melakukan review pembelajaran pertemuan I. - Menunjuk salah satu kelompok untuk mempresentasikan tugasnya di depan kelas. - Memberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk menanggapi hasil presentasi kelompok yang tampil. - Melakukan observasi saat kelompok murid melakukan presentasi. - Menyimpulkan materi pelajaran. - Memberi penghargaan kepada kelompok yang tampil secara maksimal. - Menutup pelajaran. 3. Observasi dan evaluasi Observasi dilaksanakan pada saat masing-masing kelompok melakukan presentasi tugas di depan kelas. 4. Tahap Refleksi

Kegiatan pada tahap ini adalah menganalisis hasil kegiatan siklus I dan II dengan melihat dan mengkaji ketercapaian pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD sehingga dapat diketahui perbandingan hasil pelaksanaan tindakan siklus I dengan siklus II terkait dengan peningkatan hasil belajar matematika murid kelas IV SD Tobulung Palopo. E. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian tindakan kelas, format observasi digunakan untuk merekam data proses belajar mengajar yang dilaksanakan. 1. Observasi Observasi atau pengamatan dimaksudkan untuk mengumpulkan berbagai informasi atas aktivitas belajar murid dalam bentuk kelompok dan guru saat pelaksanaan tindakan di kelas melalui format observasi kelompok. 2. Dokumentasi Dokumentasi dalam penelitian ini meliputi : data-data nilai hasil belajar murid proses belajar mengajar kooperatif tipe STAD dalam bentuk pembelajaran kelompok. F. Teknik Analisis Data dan Indikator Keberhasilan Data yang diperoleh dari hasil observasi selama proses belajar mengajar selanjutnya dianalisis secara deskriptif dengan sistem kategorisasi nilai untuk memperoleh kesimpulan nilai rata-rata murid, dengan menggunakan rumus persentase berikut : F P = x100% N Di mana : P = Persentase F = Frekuensi N = Nilai G. Indikator Keberhasilan Indikator keberhasilan yang digunakan mengadaptasi dan disesuaikan dengan uraian model penilaian kelas oleh BSNP Depdiknas (2007: 23), dimana kriteria penilaian terdiri dari 5 aspek yaitu; sikap, keaktifan, wawasan, kemampuan mengemukakan pendapat, dan kerja sama. Sedangkan indikator yang digunakan dalam penilaian ini meliputi : A. Tidak Baik Skor 1, jika rentang nilai nilai yang dicapai dalah 0 15 B. Kurang Baik Skor 2, jika rentang nilai yang dicapai adalah 16 30 C. Cukup Baik Skor 3, jika rentang nilai yang dicapai adalah 31 50 D. Baik Skor 4, jika rentang nilai yang dicapai adalah 51 70 E. Sangat Baik Skor 5, jika rentang nilai yang dicapai adalah 71 100 Pembelajaran Kooperatif tipe STAD dianggap berhasil bila nilai rata-rata berada pada kategori baik (51 70).

DAFTAR PUSTAKA Anni, Catharina Tri. 2005. Psikologi Belajar. Semarang: UPT MKK Universitas Negeri Semarang. Anita Lie. 2007. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo. Astuti, Griya. 2006. Model Penilaian Kelas, (Online), (http://www.puskur.net/inc/mdl/081 Model Penil SD.pdf, diakses 23 November 2009). Direktorat PLP. 2004. Pelajaran Matematika Kelas VIII. Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SLTP. Aqib, Zainal. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya. Arifin, Zainal. 1991. Evaluasi Instruksional Prinsip-Teknik-Prosedur. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Budijastuti, Widowati. 2001. Pembelajaran Kooperatif. Universitas Negeri Surabaya 2001. (www.wikipedia.org.id), diakses tanggal 27 Juli 2009. Dirham, Muhammad. 2009. Peningkatan Prestasi Belajar IPA Konsep Tumbuhan Hijau Dengan Menerapkan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Murid Kelas V SD Inpres Sepee Kabupaten Barru. Skripsi. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Makassar. Depdiknas. 2007. Model Silabus Sekolah Dasar Kelas IV (Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, PKn, PS, Matematika, IPA). Jakarta: Grasindo. Haling, Abdul. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Makassar: Badan Penerbit UNM. Hamzah. 2001. Pembelajaran Matematika Menurut Teori Pembelajaran Konstruktivisme, (online), (www.depdiknas.go.id, diakses 11 Januari 2007). Hudojo, Herman. 1988. Mengajar Bahan Matematika. Jakarta: Depdikbud Dirjendikti. Ibrahim, Muslimin. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press. Ismail. 2003. Media Pembelajaran (Model-model Pembelajaran). Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SLTP. Krismanto. 2001. Belajar Secara Kooperatif Sebagai Salah Satu Pembelajaran Aktif. Bahan Ajar Diklat di PPPG Matematika. Yogyakarta: PPPG Matematika. www.wordpress.com, diakases tanggal 28 November 2009. Kamdi, Waras. 2008. Siklus Belajar, Pembelajaran Kooperatif dan Media Pendidikan Dalam Pembelajaran Fisika. www.wikipedia.org.com, diakses tanggal 27 Juli 2009. Lisnawati Simanjutak,dkk. 1993. Metode Mengajar Matematika. Jakarta : Rineka Cipta. Nasution, S. 2000. Didaktis Asas-Asas Mengajar. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Rachmadi, W. 2006. Model-Model Pembelajaran Matematika SD. Bahan Ajar Diklat di PPPG Matematika. Yogyakarta: PPPG Matematika. Slavin, Robert. 2009. Cooperative Learning (Teori, Riset dan Praktik). Cetakan ke-III. Bandung: Nusa Media. Suyitno, Amin. 2004. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I. Semarang: Jurusan Matematika FMIPA UNNES. Widyantini. 2008. Penerapan Pendekatan Kooperatif STAD dalam Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Depdiknas. Wakhinuddin. 2009. Evaluasi Hasil Belajar. www.wordpress.com, diakses tanggal 27 November 2009. Wina S. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.

LEMBAR OBSERVASI KETERAMPILAN MENGAJAR GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN Nama Guru : .. Mata Pelajaran : Matematika Kelas : IV (Empat) No Indikator Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Hasil Observasi Keterangan Hasil Observasi Ya Tidak 1 Presentasi kelas. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka. Murid harus betul-betul memperhatikan presentasi ini karena dalam presentasi terdapat materi yang dapat membantu untuk mengerjakan kuis yang diadakan setelah pembelajaran. 2 Belajar dalam tim. Murid dibagi menjadi beberapa kelompok, tiap kelompok terdiri dari 4-5 orang dimana mereka mengerjakan tugas yang diberikan. Jika ada kesulitan murid yang merasa mampu membantu murid yang kesulitan. 3 Tes individu. Setelah pembelajaran selesai ada tes individu (kuis). 4 Skor pengembangan individu. Skor yang didapatkan dari hasil tes selanjutnya dicatat oleh guru untuk dibandingkan dengan hasil prestasi sebelumnya. Skor tim diperoleh dengan menambahkan skor peningkatan semua anggota dalam 1 tim. Nilai rata-rata diperoleh dengan membagi jumlah skor penambahan dibagi jumlah anggota tim. 5 Penghargaan tim. Penghargaan didasarkan nilai rata-rata tim dimana dapat memotivasi mereka. 6 Praktek terkendali. Praktek terkendali dilakukan dalam menyajikan materi dengan cara menyuruh murid mengerjakan soal, memanggil murid secara acak untuk menjawab atau menyelesaikan masalah agar murid selalu siap dan dalam memberikan tugas jangan menyita waktu lama. 7 Kegiatan kelompok. Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan yang akan dipelajari murid . Isi dari LKS selain materi pelajaran juga digunakan untuk melatih kooperatif. Guru memberi bantuan dengan memperjelas perintah, mengulang konsep dan menjawab pertanyaan. Evaluasi. Dilakukan selama 45 - 60 menit secara mandiri untuk menunjukkan apa yang telah murid pelajari selama bekerja dalam kelompok. Hasil evaluasi digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan disumbangkan sebagai nilai perkembangan kelompok.

Keterangan : Nilai Maksimal = 100. Kriteri Penskoran: A. Tidak Baik Skor 1, jika rentang nilai nilai yang dicapai dalah 0 15 B. Kurang Baik Skor 2, jika rentang nilai yang dicapai adalah 16 30 C. Cukup Baik Skor 3, jika rentang nilai yang dicapai adalah 31 50 D. Baik Skor 4, jika rentang nilai yang dicapai adalah 51 70 E. Sangat Baik Skor 5, jika rentang nilai yang dicapai adalah 71 100 Pembelajaran Kooperatif tipe STAD dianggap berhasil bila nilai rata-rata berada pada kategori baik (51 70).

CADANGAN KEPUSTAKAAN Al. Krismanto. 2001. Belajar Secara Kooperatif Sebagai Salah Satu Pembelajaran Aktif. Bahan Ajar Diklat di PPPG Matematika. Yogyakarta: PPPG Matematika. Anita Lie. 2007. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo. Atmini Dhoruri. 2007. Pendekatan Pembelajaran Matematika yang Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Bahan Diklat Profesi Guru Sertifikasi Guru Rayon 11 DIY & Jateng. Yogyakarta: UNY. Direktorat PLP. 2004. Pelajaran Matematika Kelas VIII. Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SLTP. Ismail. 2003. Media Pembelajaran (Model-model Pembelajaran). Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SLTP. Muslimin, dkk.2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA UNIVERSITY PRESS. Rachmadi, W. 2006. Model-Model Pembelajaran Matematika SMP. Bahan Ajar Diklat di PPPG Matematika. Yogyakarta: PPPG Matematika. Slavin, Robert E. 1995. Cooperative Learning. Theory, Research, and Practice: Second Edition. Boston: Allyn and Bacon. Sumardi, Bremaniwati. 2005. Matematika SMP untuk Kelas VII. Klaten: Prestasi Agung Pratama. Sri Wardhani. 2006. Contoh Silabus dan RPP Matematika SMP. Bahan Ajar Diklat di PPPG Matematika. Yogyakarta: PPPG Matematika.

Sri Wardhani. 2005. Pembelajaran Matematika Kontekstual. Bahan Ajar Diklat di PPPG Matematika. Yogyakarta: PPPG Matematika. Syamsul Junaidi, Eko Siswono. 2004. Matematika SMP untuk kelas VII. Jakarta: Esis. Wina S. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media. Anni, Catharina Tri. 2005. Psikologi Belajar. Semarang: UPT MKK Universitas Negeri Semarang. Arifin, Zainal. 1991. Evaluasi Instruksional Prinsip-Teknik-Prosedur. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Arikunto, Suharsimi. 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Yogyakarta: Bumi Aksara. Astuti, Griya. 2006. Model Penilaian Kelas, (Online), (http://www.puskur.net/inc/mdl/081 Model Penil SD.pdf, diakses 3 Maret 2007). Ibrahim, Muslimin. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press. Hamzah. 2001. Pembelajaran Matematika Menurut Teori Pembelajaran Konstruktivisme, (online), ( WWW.DEPDIKNAS.GO.ID, diakses 11 Januari 2007) Kerami dan Sitanggang. 2002. Kamus Matematika. Jakarta: Balai Pustaka. Lestari, Dewi Ayu. 2006. Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualisation) terhadap Pemahaman Konsep pada Pokok Bahasan Trigonometri pada Murid Kelas X Semester II SMU Negeri 14 Semarang Tahun Pelajaran 2005/2006. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang: Jurusan Matematika FMIPA UNNES. Lukman, Ali. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Slavin, Robert E. 1995. Cooperative Learning Theory, Research, and Practice. USA: The Jhons Hopkins University. Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito. Suherman, Erman. 2003. Strategi Pembelajaran Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Sukino dan Wilson Simangunsong. 2004. Matematika untuk SMP Kelas VII. Jakarta: Erlangga.

Suyitno, Amin. 2004. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I. Semarang: Jurusan Matematika FMIPA UNNES. Syamsul Junaidi dan Eko Siswono. 2006. Matematika SMP untuk Kelas VII. Surabaya: Gelora Aksara Pratama. Arikunto, Suharsimi.1987. Pengelolaan Kelas dan Siswa Sebuah Pendekatan Evaluatif. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. ________________. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Darsono, Max. 2001. Belajar dan Pembelajaran. Semarang : IKIP Semarang Press. Djauzak, Ahmad. 1993/1994. Pengelolaan Kelas di SD. Depdikbud. Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah. Hardojo, Herman. 1987. Mengajar Bahan Matematika. Jakarta : Depdikbud Dirjendikti. Lisnawati Simanjutak,dkk. 1993. Metode Mengajar Matematika. Jakarta : Rineka Cipta. Margono, S. 2003. Metodologi Penelitian Pendidkan. Jakarta : Rineka Cipta. Marland, Michael.1991. Seni Mengelola Kelas Tugas dan Penampilan Seorang Pendidik. Bandung: Dahara Prize. Moleong, Lexy, J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. Nasution, S. 2000. Didaktis Asas-Asas Mengajar. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Poerwadarminta,WJS. 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Sugandi, Ahmad. 2004. Teori Pembelajaran. Semarang : Unnes Press. Sujana, Nana.1989.Teknologi Pengajaran.Bandung: Sinar Baru. Tim Pengelola MKDK.1997. Profesi Kependidikan. Semarang : IKIP Semarang Press.

You might also like