You are on page 1of 15

UNIVERSITAS JEMBER FAKULTAS PERTANIAN PRAKTIKUM PRODUKSI TANAMAN 1

LAPORAN PRAKTIKUM

NAMA NIM GOLONGAN/KELOMPOK ANGGOTA

: HEPPY PRASILIA HARIYANI : 101510501008 : E1/ 4 : 1. RESTI KUSUMA 2. DWI ERWIN 3. ESTI DWI 4. FITRIA PRASTYAN 5. ANNASA FADIL

JUDUL ACARA

: PENETAPAN KARBON ORGANIK CARA KURMIS (KOLORIMETER)

TANGGAL PRAKTIKUM TANGGAL PENYERAHAN ASISTEN

: 24 NOVEMBER 2011 : 2 dESEMBER 2011 : 1. KEMI KEMALA F. 2. SITI NURJANAH 3. ACCLIVITY NOVELTINE L. 4. ARYO NUGROHO P. 5. NUGROHO PRIYO U. 6. ERTRIAN ANDHIKA P. 7. AGUNG HARYO S.

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2011

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 latar Belakang Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh sifat-sifat kesuburan tanahnya yakni kesuburan fisik, kesuburan kimia dan kesuburan biologis. Kalau kesuburan fisik lebih mengutamakan tentang keadaan fisik tanah yang banyak kaitannya dengan penyediaan air dan udara tanah, maka kesuburan kimia yang menyangkut dalam masalah-masalah ketersediaan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Di dalam tanah terdapat kehidupan berupa akar tanaman dan flora serta fauna tanah, sehubungan dengan produksi enzim, CO2 dan beraneka zat organik, kehidupan dalam tanah bertanggungjawab atas terjadinya banyak alih ragam fisik dan kimia. Sifat dan tampakan tanah yang mengimplikasikan kegiatan hayati ialah perbandingan C/N, kadar bahan organik atau kandungan biomassa tiap satuan luas/ volum tanah, tingkat perombakan bahan organik, pembentukan krotovina, dan permintaan oksigen. Fungsi bahan organik di dalam tanah lebih kuat pengaruhnya kearah perbaikan sifat-sifat tanah, dan bukan khususnya untuk meningkatkan unsur hara di dalam tanah. Sebagai contoh urea kadar N 46 %, sedangkan bahan organik mempunyai kadar N<3%, sangat jauh perbedaan kadar unsur N. Akan tetapi urea hanya menyumbangkan 1 unsur hara yaitu N sedangkan bahan organik memberikan hampir semua unsur yang dibutuhkan tanaman dalam perbandingan yang relatif setimbang, walaupun kadarnya sangat kecil. Usaha-usaha

mempertahankan kadar bahan organik tanah hingga mencapai kondisi ideal (5% pada tanah lempung berdebu)adalah merupakan tindakan yang baik, berwawasan lingkungan, dan berfikir untuk kelesetariannya. Pengaruh bahan organik dalam usaha pertanian ini menjadi sangat penting setelah banyak masyarakat lebih menghargai hasil-hasil pertanian ramah lingkungan (pertanian organik). Oleh karena itu perlu untuk mahasiswa pertanian yang diharapkan akan terjun dalam dunia pertanian untuk tahu dan mengerti akan karbon organik yang terkandung di dalam tanah, sehingga perlu kegiatan praktikum penetapan karbon organik dengan cara kurmis (Kolorimeter).

1.2 Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi C-organik. 2. Untuk mengetahui karakteristik C-organik yang baik dan C-organik yang rendah dalam tanah. 3. Untuk mengetahui fungsi pengukuran C-organik tanah. 4. Untuk mengetahui kandungan C-organik pada tanah yang tererosi.

1.2.2

Manfaat

1. Dapat mengetahui definisi C-organik. 2. Dapat mengetahui karakteristik C-organik yang baik dan C-organik yang rendah dalam tanah. 3. Dapat mengetahui fungsi pengukuran C-organik tanah. 4. Dapat mengetahui kandungan C-organik pada tanah yang tererosi.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Uji tanah (analisis kimia) digunakan untuk menentukan hara yang menyebabkan kekahatan dan dengan beberapa banyak pupuk dibutuhkan untuk mencapai keseimbangan hara dalam tanah. Analisis tanah adalah suatu alat diagnostic yang penting untuk mengevaluasi dan mengkoreksi atau menghindari problema keharaan jika terjadi kekurangan atau kelebihan hara utama. Faktorfaktor yang mungkin menjadi faktor pembatas ini harus diinvetarisasi sebelum uji tanah dapat diinterpretasikan sebagai rekomendasi pemupukan (Setyobudi, 1993). Kandungan unsur hara di dalam tanah sebagai gambaran status kesuburan tanah dapat dinilai dengan beberapa metode pendekatan yaitu : (1) Analisa contoh tanah, (2) mengamati gejala-gejala (symptom) pertumbuhan tanaman, (3) analisa contoh tanaman, (4) percobaan pot di rumah kaca, dan (5) percobaan lapangan Kadar unsur hara tanah yang diperoleh dari data analisis tanah bila dibandingkan dengan kebutuhan unsur hara bagi masing-masing jenis tanaman, maka dapat diketahui apakah status atau kadar unsur hara dalam tanah tersebut sangat rendah (kurang), rendah, sedang, cukup ataukah tinggi, sesuai kriteria tertentu (Bachtiar, 2006). Sudaryono (2009) menyatakan bahwa C/N rasio berfungsi untuk mengatur apakah bahan organik dalam kondisi cepat hancur tatu sulit hancur. Bahan organik dapat berbentuk halus dan kasar. Bahan organik halus mempunyai kadar N tinggi dengan C/N ratio rendah, sedangkan bahan organik kasar mempunyai N rendah dengan C/N ratio tinggi. Faktor yang mempengaruhi pengancuran bahah organik antara lain suhu, kelembaban, tata udara tanah, pengolahan tanah, pH dan jenis bahan organik (4). Nilai C/N : 12-14 adalah merupakan nilai tengah, artinya kandungan bahan organiknya cukup baik apabila digunakan sebagai bahan pendukung pertumbuhan tanaman. Nilai kurang dari 11 artinya bahan organiknya sudah sangat melapuk dalam tanah dan sebaiknya ditambahkan bahan yang mengandung organik, seperti kompos atau kotoran ternak. Sedang nilai diatas 15 berarti bahwa bahan organik belum terdekomposisi sehingga perlu waktu untuk mendukung pertumbuhan tanaman.

Bahan organik tanah merupakan penentu produktivitas tanah dan merupakan sumber makanan mikroorganisme dalam tanah melalui reaksi-reaksi kimia. Pada waktu pembentukan tanah banyak bahan organik terkontribuso sebagai bahan mineral, seperti hasil-hasil metabolit fungi dalam tanah berupa garam-garam kalsium dan dalam air tanah sebagai mineral terlarut yang selanjutnya tersedia bagi tanaman (nutrien), namuun proses ini sangat kompleks. Beberpaa fungi di dalam tanah menghasilkan asam sitrat dan kelat asam-asam organik yang berreaksi dengan mineral silikat melepaskan kalium dan logamlogam nutrien yang lain (Isnaini, 2005). Perbandingan C/N berguna sebagai penanda perombakan bahan organik dan kegiatan jasad renik tanah. Kebanyakkan energi yang diperlukan untuk mempertahankan populasi tanah berfungsi dan mendukung kelangsungan proses tanah yang begitu banyak berasal dari konversi karbon organik menjadi karbon dioksida. Akan tetapi apabila perbandingan C/Nterlalu lebar, berarti ketersediaan C sebagai sumber energo berlebihan menurut perbandingannya dengan ketersediaan N bagi pembentukkan protein mikrobia, kegiatan jasad renik akan terhambat (Tejoyuwono, 1998). Pemberian bahan organik (misalnya pupuk kandang) merupakan salah satu cara dalam upaya meningkatkan kualitas tanah tersebut (Sanchez, 1992). Bahan organik adalah jumlah total semua substansi yang mengandung karbon organik di dalam tanah, terdiri dari campuran residu tanaman dan hewan dalam berbagai tahap dekomposisi, tubuh mikroorganisme dan hewan kecil yang masih hidup maupun yang sudah mati, dan sisa-sisa hasil dekomposisi (Schnitzer, 1991). Beberapa manfaat pemberian bahan organik adalah meningkatkan kandungan humus tanah, mengurangi pencemaran lingkungan, mengurangi pengurasan hara yang terangkut dalam bentuk panenan dan erosi, memperbaiki sifat-sifat tanah (Swift & Sanchez, 1984), dan memperbaiki kesehatan tanah (Logan, 1990). Bahan organik dalam tanah berfungsi untuk meningkatkan kesuburan fisik, kesuburan kimia dan kesuburan biologi, demikian pula sebaliknya (Widiana dalam Syukur, 2005).

Pupuk organik cair merupakan salah satu jenis pupuk yang banyak beredar di pasaran. Pupuk organik cair kebanyakan diaplikasikan melalui daun atau disebut sebagai pupuk cair foliar yang mengandung hara makro dan mikro esensial (N, P, K, S, Ca, Mg, B, Mo, Cu, Fe, Mn, dan bahan organik). Pupuk organik cair mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil daun dan pembentukan bintil akar pada tanaman leguminosae sehingga meningkatkan kemampuan fotosintesis tanaman dan penyerapan nitrogen dari udara, dapat meningkatkan vigor tanaman sehingga tanaman menjadi kokoh dan kuat, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan, cekaman cuaca dan serangan patogen penyebab penyakit, merangsang pertumbuhan cabang produksi, serta meningkatkan pembentukan bunga dan bakal buah, serta mengurangi gugurnya daun, bunga dan bakal buah (Risqiani, 2007).

BAB 3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum Produksi Tanaman dengan acara Penetapan Karbon Organik Cara Kurmis (Kolorimeter) ini dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 24 November 2011. Bertempat di Laboratorium Tanah Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Jember.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat 1. Kolorimeter 2. Labu Ukur 100 ml 3. Pendingin 4. Pipet Volume 5. Karet Penghisap 3.2.2 Bahan 1. Asam sulfat pekat 2. Kalium dikromat 2 N 3.3 Cara Kerja 1. Menimbang 0,500 gram contoh tanah ukuran <0,5 mm, memasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. 2. menambahkan 5 ml K2Cr2O7 2 N, lalu dikocok 3. Menambahkan 7,5 ml H2SO4 Pekat, dikocok kemudian mendiamkan selama 30 menit. 4. Mengencerkan dengan air murni, mendinginkannya dan mengimpit 5. Mengukur extinctionnya dengan kolorimeter pada keesokkan harinya dengan panjang gelombang 561 nm 6. Membuat pembanding dengan deret standart 0-250 ppm. Dengan interval standart 50 ppm, sehingga diperoleh deret o ppm, 25 ppm, 50 ppm, 100 ppm,

150 ppm, 200 ppm, dan 250 ppm. Langkah untuk memperoleh deret tersebut dengan memipet 0; 0,5; 1; 2; 3; 4; dan 5 ,l dari standar 5000 ppm glukosa 5000 ppm kedalam labu ukur 100 ml dengan tiap deret sendiri-sendiri dan memperlakukan sama dengan pengerjaan contoh yaitu menambahkan 5 ml K2Cr2O7 2 N, lalu dikocok 7. Menambahkan 7,5 ml H2SO4 pekat. Mengocok lalu mendiamkan selama 30 menit. 8. mengencerkan dengan air murni, mendigninkan dan mengimpitkan untuk masing-masing deret

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil KELOMPOK JENIS TANAH C-ORGANIK KADAR AIR (%) 1 2 3 4 Sawah Agroteknopark Tegalan tererosi 0,122 0,00154 0,124 0,0015 24,8 20,4 26,4 19,2

Perhitungan kadar air = kehilangan bobot Bobot awal = 5- 4,04 5 = 19,2% X 100%

X 100%

Perhitungan C-organik (perhitungan ada di lampiran): X= 0,0618 Fk= 1,23% G sample= 0,5 gram Ml ekstrak= 100 ml Kadar C-organik (%): Ml ekstrak X ppm kurva x fp x fk G sample 10000

100 X 0,0618 x 1 x 1,23 0,5 10000 = 0,00152028

4.2 Pembahasan Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa sample tanah yang kandungan C-organiknya paling tinggi yaitu tanah tegalan hasilnya menurut pengukuran dengan alat kolorimeter 0,124. Kandungan kedua yang paling banyak yaitu tanah sawah yaitu 0,122. Sedangkan tanah agroteknopark hanya 0,00152. Yang paling rendah C-organiknya yaitu tanah tererosi yang hanya 0,0015. Tanah sawah memiliki C-organik tinggi karena dalam tanah tegalan banyak tumbuh tumbuhan-tumbuhan seperti gulma dan lain-lain, tanaman ini menyumbang banyak bahan organik sehingga C-organiknya tinggi. Berbeda dengan tanah yang tererosi dimana lapisan atas yang banyak mengandung bahan organik sering terkikis akibat erosi maka bahan organiknya rendah sehingga C-organiknya juga rendah. Untuk hasil dari kadar air tanah tegalan juga menunjukkan hasil yang paling banyak yaitu, 26,4%, tanah sawah memiliki kandungan terbanyak kedua yaitu sebesar 24,8% dan urutan terbanyak ketiga yaitu tanah agroteknopark yaitu sebesar 20,4%, tanah tererosi memiliki kandungan air yang paling rendah yaitu 19,2%. Ini bisa diakibatkan karena tanah tegalan mampu menyerap dan menyimpan air dengan baik mengingat banyaknya vegetasi yang mampu hidup di tanah tersebut. C-Organik (Bahan organik) merupakan bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, dan bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika, dan kimia. Bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus. Menurunnya kadar bahan organik merupakan salah satu bentuk kerusakan tanah yang umum terjadi. Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun. Kerusakan tanah merupakan masalah penting bagi negara

berkembang karena intensitasnya yang cenderung meningkat sehingga tercipta tanah-tanah rusak yang jumlah maupun intensitasnya meningkat. Kerusakan tanah secara garis besar dapat digolongkan menjadi tiga kelompok utama, yaitu kerusakan sifat kimia, fisika dan biologi tanah. Kerusakan kimia tanah dapat terjadi karena proses pemasaman tanah, akumulasi garamgaram (salinisasi), tercemar logam berat, dan tercemar senyawa-senyawa organik dan xenobiotik seperti pestisida atau tumpahan minyak bumi. Bahan organik tanah merupakan timbunan binatang dan jasad renik yang sebagian telah mengalami perombakan. Bahan organik ini biasanya berwarna cokelat dan bersifat koloid yang dikenal dengan humus. Humus terdiri dari bahan organik halus yang berasal dari hancuran bahan organik kasar serta senyawasenyawa baru yang dibentuk dari hancuran bahan organik tersebut melalui suatu kegiatan mikroorganisme di dalam tanah. Humus merupakan senyawa yang resisten berwarna hitam / cokelat dan mempunyai daya menahan air dan unsur hara yang tinggi. Tanah yang mengandung banyak humus atau mengandung banyak bahan organik adalah tanah-tanah Titik atas atau tanah-tanah top soil. Bahan organik tanah berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman yaitu sebagai granulator yang berfungsi memperbaiki struktur tanah, penyediaan unsur hara dan sebagainya. Kandungan C-organik pada setiap tanah bervariasi, mulai dari kurang dari 1% pada tanah berpasir sampai lebih dari 20 % pada tanah berlumpur. Warna tanah menunjukkan kandungan C-organik tanah tersebut. Tanah yang berwarna hitam kelam mengandung C-organik yang tinggi. Makin cerah warna tanah kandungan C-organiknya makin rendah. Contohnya tanah yang berwarna merah mengandung kadar besi yang tinggi, tetapi rendah kandungan C-organiknya. Nilai prosentase karbon atau C-organik Tanah dalam tanah dikelompokkan dalam lima kategori berikut: (1) sangat rendah untuk C(%) <1,00. (2) rendah untuk C(%) berkisar antara 1,00 s/d 2,00. (3) sedang untuk C(%) berkisar antara 2,01 s/d 3,00. (4) tinggi untuk C(%) berkisar antara 3,01 s/d 5,00.

(5) sangat tinggi untuk C(%) lebih dari 5,00. Bahan organik tanah berpengaruh terhadap sifat-sifat kimia, fisik, maupun biologi tanah. Fungsi bahan organik di dalam tanah sangat banyak, baik terhadap sifat fisik, kimia maupun biologi tanah, antara lain sebagai berikut: Berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap ketersediaan hara. Bahan organik secara langsung merupakan sumber hara N, P, S, unsur mikro maupun unsur hara esensial lainnya. Secara tidak langsung bahan organik membantu menyediakan unsur hara N melalui fiksasi N2 dengan cara menyediakan energi bagi bakteri penambat N2, membebaskan fosfat yang difiksasi secara kimiawi maupun biologi dan menyebabkan pengkhelatan unsur mikro sehingga tidak mudah hilang dari zona perakaran. Membentuk agregat tanah yang lebih baik dan memantapkan agregat yang telah terbentuk sehingga aerasi, permeabilitas dan infiltrasi menjadi lebih baik. Akibatnya adalah daya tahan tanah terhadap erosi akan meningkat, meningkatkan retensi air yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman, meningkatkan retensi unsur hara melalui peningkatan muatan di dalam tanah, mengimmobilisasi senyawa antropogenik maupun logam berat yang masuk ke dalam tanah, meningkatkan kapasitas sangga tanah, meningkatkan suhu tanah, mensuplai energi bagi organisme tanah, meningkatkan organisme saprofit dan menekan organisme parasit bagi tanaman. Selain memiliki dampak positif, penggunaan bahan organik dapat pula memberikan dampak yang merugikan. Salah satu dampak negatif yang dapat muncul akibat dari penggunaan bahan organik yang berasal dari sampah kota adalah meningkatnya logam berat yang dapat diasimilasi dan diserap tanaman, meningkatkan salinitas, kontaminasi dengan senyawa organik seperti poli khlorat bifenil, fenol, hidrocarburate polisiklik aromatic, dan asam-asam organik. Sehingga pengukuran kadar organik tanah diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah baik secara kimia, fisika, maupun biologi yang menurun atau rusak. Selain itu dapat juga digunakan suntuk mengetahui seberapa besar tambahan organik yang dibutuhkan tanah. Dapat dilakukan melalui pemupukan yaitu agar penambahan kadar organik tidak melampaui batasan yang dibutuhkan

sehingga tidak terdapat residu pada tanah yang mengurangi kesuburan tanah. Pengukuran kadar organik tanah juga dapat difungsikan sebagai pertimbangan pemilihan bahan tanam. Sehingga komoditas yang ditanam dapat sesuai kadar organik yang dibutuhkan dengan kadar organik dalam tanah.

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 1. C-Organik (Bahan organik) adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika, dan kimia. 2. Fungsi pengukuran kadar organik tanah yaitu untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, untuk mengetahui kadar asupan hara tambahan yang dibutuhkan tanah dan untuk mengetahui jenis abhan tanam yang sesuai kondisi tanah. 3. Warna tanah menunjukkan kandungan C-organik tanah. Tanah yang berwarna hitam kelam mengandung C-organik yang tinggi. Makin cerah warna tanah kandungan C-organiknya makin rendah. 4. Tanah tererosi memiliki kadar air yang kecil yatu sebesar 19,2% dan memiliki kandungan C-organik yang tidak terlalu tinggi yaitu sebesar 0,0015%.

5.2 Saran Sebaiknya tanah-tanah yang mengandung C-organik tinggi dikelola dengan baik dan tetap dijaga keseimbangannya agar dapat memperbaiki produksi tanaman yang ditanam pada lahan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, E. 2006. Ilmu Tanah. Medan : fakultas Pertanian USU. Isnaini, S. 2005. Kandungan Amonium dan Kalium Tanah dan Serapannya Serta Hasil Padi Akibat Perbedaan Pengolahan Tanah yang dipupuk Nitrogen dan Kalium pada Tanah Sawah. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Vol.7 No.1. Hlm 23-34. Risqiani, N. 2007. Pengaruh Dosis dan Frekuensi Pemberian Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Buncis (Phaseolus vulgaris L.) Dataran Rendah. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol.7 No.1 p:43-53. Setyobudi, Bambang. 1993. Diagnosa Tanah dan Diagnosa Tanaman. Jember : Unej Press. Sudaryono. 2009. Tingkat Kesuburan Tanah Ultisol pada Lahan Pertambangan Batubara Sangatta, Kalimantan Timur. Jurnal Teknik Lingkungan, 10(3): 337-346. Syukur, A. 2005. Pengaruh Pemberian Bahan Organik Terhadap Sifat-Sifat Tanah dan Pertumbuhan Caisim di tanah Pasir Pantai. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol.5(1) p: 30-38. Tejoyuwono, N. 1998. Tanah dan Lingkungan. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

You might also like