You are on page 1of 62

Struktur Geologi

Sulawesi

Oleh: Armstrong F. Sompotan

Perpustakaan Sains Kebumian Institut Teknologi Bandung, 2012

Oleh: Armstrong F. Sompotan Institut Teknologi Bandung, 2012

Tidak ada yang tidak bisa ditemukan


Armstrong F. Sompotan

Kata Pengantar
Sulawesi terletak pada pertemuan menyebabkan kondisi tektoniknya 3 Lempeng besar, yang sangat kompleks, dimana

kumpulan batuan dari busur kepulauan, batuan bancuh, ofiolit, dan bongkah dari mikrokontinen terbawa bersama proses penunjaman, tubrukan, serta proses tektonik lainnya. Adapun struktur geologi yang berkembang didominasi sesar-sesar mendatar, dimana mekanisme pembentukan struktur geologi Sulawesi bisa dijelaskan dengan model simple shear. Bandung, Mei 2012 PENULIS Armstrong F. Sompotan Program Doktor Sains Kebumian Institut Teknologi Bandung

Daftar Isi
1.
2.

Pendahuluan

1
4

Geologi Sulawesi 2.1. Mandala Barat (West & North Sulawesi Volcano-Plutonic Arc) 2.1.1. Mandala Barat Bagian Utara 2.1.2. Mandala Barat Bagian Barat 2.2. Mandala Tengah (Central Sulawesi Metamorphic Belt) 2.3. Mandala Timur (East Sulawesi Ophiolite Belt) 2.4. Fragmen Benua Banggai-Sula dan Tukang Besi 3. 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5. 4. 4.1. 4.2. 4.3. Stratigrafi Sulawesi Stratigrafi Sulawesi Utara Stratigrafi Sulawesi Selatan Stratigrafi Sulawesi Barat Stratigrafi Sulawesi Tengah Stratigrafi Banggai Sula Perkembangan Tektonik Sulawesi Kapur Akhir Paleogen Neogen

5 6 11 16 19 27 31 31 33 36 39 39 41 42 43 45 47 47 51 52 53 55

5. Sejarah dan Mekanisme Struktur Geologi 5.1. Sejarah Geologi 5.2. Mekanisme Struktur Geologi 6. Epilogue

Bibliografi Biodata penulis

1. Pendahuluan
Sulawesi atau celebes terletak di bagian tengah wilayah kepulauan Indonesia dengan luas wilayah 174.600 km. Bentuknya yang unik menyerupai huruf K dengan empat semenanjung, yang mengarah ke timur, timur laut, tenggara dan selatan. Sulawesi berbatasan dengan Borneo di sebelah barat, Filipina di sebelah utara, Flores di sebelah selatan, Timor di sebelah tenggara dan Maluku di sebelah timur. Sulawesi dan sekitarnya merupakan daerah yang kompleks karena merupakan tempat pertemuan tiga lempeng besar yaitu; lempeng Indo-Australia yang bergerak ke arah utara, lempeng Pasifik yang bergerak ke arah barat dan lempeng Eurasia yang bergerak ke arah selatan-tenggara serta lempeng yang lebih kecil yaitu lempeng Filipina.

Gambar 1. Zona Batas Lempeng Indonesia (Hall and Smyth, 2008)

Proses tumbukan keempat lempeng tersebut menyebabkan Pulau Sulawesi memiliki empat buah lengan dengan proses tektonik yang berbeda-beda membentuk satu kesatuan mosaik geologi. Pulau ini seakan dirobek oleh berbagai sesar seperti; sesar Palu-Koro, sesar Poso, sesar Matano, sesar Lawanopo, sesar Walanae, sesar Gorontalo, sesar Batui, sesar Tolo, sesar Makassar dan lain-lain, dimana berbagai jenis batuan bercampur sehingga posisi stratigrafinya menjadi sangat rumit. Pada bagian utara pulau Sulawesi terdapat palung Sulawesi utara yang terbentuk oleh subduksi kerak samudera dari laut Sulawesi, sedangkan di bagian tenggara Sulawesi terdapat sesar Tolo yang merupakan tempat berlangsungnya subduksi antara lengan tenggara Pulau Sulawesi dengan bagian utara laut Banda, dimana kedua

struktur utama tersebut dihubungkan oleh sesar Palu-Koro dan Matano. Adapun dibagian barat Sulawesi terdapat selat Makassar yang memisahkan bagian barat Sulawesi dengan busur Sunda yang merupakan bagian lempeng Eurasia yang diperkirakan terbentuk dari proses pemekaran lantai samudera pada masa Miosen, sedangkan dibagian timur terdapat fragmen-fragmen benua yang berpindah karena strike-slip faults dari New Guinea. Tabel 1. Sesar-sesar di Daerah Sulawesi dan sekitarnya (Tim Revisi Peta Gempa Indonesia, 2010)

2. Geologi Sulawesi
Berdasarkan struktur litotektonik, Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya dibagi menjadi empat, yaitu; Mandala barat (West & North Sulawesi Volcano-Plutonic Arc) sebagai jalur magmatik yang merupakan bagian ujung timur Paparan Sunda, Mandala tengah (Central Sulawesi Metamorphic Belt) berupa batuan malihan yang ditumpangi batuan bancuh sebagai bagian dari blok Australia, Mandala timur (East Sulawesi Ophiolite Belt) berupa ofiolit yang merupakan segmen dari kerak samudera berimbrikasi dan batuan sedimen berumur Trias-Miosen dan yang keempat adalah Fragmen Benua Banggai-Sula-Tukang Besi, kepulauan paling timur dan tenggara Sulawesi yang merupakan pecahan benua yang berpindah ke arah barat karena strike-slip faults dari New Guinea.

Gambar 2. Peta Geologi Sulawesi (Hall and Wilson, 2000)

Mandala barat memanjang dari lengan utara sampai dengan lengan selatan pulau Sulawesi. Secara umum busur ini terdiri dari batuan volkanik-plutonik berusia Paleogen-Kuarter dengan batuan sedimen berusia mesozoikum-tersier dan batuan malihan. Van Leeuwen (1994) menyebutkan bahwa mandala barat sebagai busur magmatik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bagian utara dan barat. Bagian utara memanjang dari Buol sampai sekitar Manado, dan bagian barat

2.1 Mandala Barat (West & North Sulawesi Volcano-Plutonic Arc)

dari Buol sampai sekitar Makassar. Batuan bagian utara bersifat riodasitik sampai andesitik, terbentuk pada Miosen - Resen dengan batuan dasar basaltik yang terbentuk pada Eosen - Oligosen. Busur magmatik bagian barat mempunyai batuan penyusun lebih bersifat kontinen yang terdiri atas batuan gunung api - sedimen berumur Mesozoikum - Kuarter dan batuan malihan berumur Kapur. Batuan tersebut diterobos granitoid bersusunan terutama granodioritik sampai granitik yang berupa batolit, stok, dan retas.

2.1.1 Mandala Barat Bagian Utara


Busur Sulawesi Utara mencakup Propinsi Sulawesi Utara dan Gorontalo, memanjang sekitar 500km dari 1210E - 125020E dengan lebar 50-70 km dan memiliki ketinggian lebih dari 2065 m, dimana ketinggian daerah di sekitar leher pulau Sulawesi mencapai 3.225 m. Geologi daerah Sulawesi Utara didominasi oleh batugamping sebagai satuan pembentuk cekungan sedimen Ratatotok. Satuan batuan lainnya adalah kelompok breksi dan batupasir, terdiri dari breksikonglomerat kasar, berselingan dengan batupasir halus-kasar, batu lanau dan batu lempung yang didapatkan di daerah Ratatotok Basaan, serta breksi andesit piroksen. Kelompok Tuf Tondano berumur Pliosen terdiri dari fragmen batuan volkanik kasar andesitan mengandung pecahan batu apung, tuf, dan breksi ignimbrit, serta lava andesit-trakit. Batuan Kuarter terdiri dari kelompok Batuan Gunung api Muda terdiri atas lava andesit-basal, bom, lapili dan abu. Kelompok batuan termuda terdiri dari batugamping terumbu koral,

endapan danau dan sungai serta endapan aluvium. Adapun sirtu atau batu kali banyak terdapat di daerah sungai Buyat yang diusahakan oleh penduduk setempat sebagai bahan pondasi bangunan.

Gambar 3. Peta Geologi Manado dan Minahasa, Sulawesi Utara

Evolusi dari Busur Sulawesi Utara dibagi menjadi dua tahap, yaitu subduksi di bagian barat Sulawesi di awal masa Miosen (22 16 Ma) dan pasca tumbukan dan pengangkatan busur Sulawesi serta permulaan subduksi sepanjang palung Sulawesi Utara selama akhir Miosen sampai dengan Kuarter (9 Ma). Batuan vulkanik busur Sangihe yang berusia Pliosen-Kuarter, menyimpan banyak geologi daerah sekitar Manado di masa awal Miosen. Singkapan-singkapan kecil berupa andesit dan diorite di bawah batuan vulkanik Kuarter yang menutupi kepulauan Sangihe dan bagian utara Manado, menunjukkan bahwa busur volkanik yang lebih tua berada di sepanjang pantai bahkan mungkin sampai ke Mindanao yang membentuk basement busur Sangihe saat ini. Adapun busur Neogen yang merupakan busur batuan gunung api tidak berada di antara Tolitoli dan Palu di sekitar leher pulau Sulawesi, hal ini disebabkan karena pengangkatan tingkat tinggi dan erosi dalam, dimana batuan granit lower Miosen tidak diketahui, dan bukti bahwa busur Sulawesi di masa awal Miosen meluas ke arah leher pulau Sulawesi sangat sedikit. Meskipun demikian, masih bisa disimpulkan bahwa zona Benioff di awal Miosen berada sepanjang leher pulau Sulawesi ke arah selatan menuju sesar Paleo Palu-Matano.

Gambar 4. Peta Geologi Gorontalo

10

Daerah Gorontalo merupakan bagian dari lajur volkano-plutonik Sulawesi Utara yang dikuasai oleh batuan gunung api Eosen - Pliosen dan batuan terobosan. Pembentukan batuan gunung api dan sedimen di daerah penelitian berlangsung relatif menerus sejak Eosen Miosen Awal sampai Kuarter, dengan lingkungan laut dalam sampai darat, atau merupakan suatu runtunan regresif. Pada batuan gunung api umumnya dijumpai selingan batuan sedimen, dan sebaliknya pada satuan batuan sedimen dijumpai selingan batuan gunung api, sehingga kedua batuan tersebut menunjukkan hubungan superposisi yang jelas. Fasies gunung api Formasi Tinombo diduga merupakan batuan ofiolit, sedangkan batuan gunung api yang lebih muda merupakan batuan busur kepulauan. Geologi umum daerah Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Gorontalo disusun oleh batuan dengan urutan stratigrafi sebagai berikut : Batuan beku berupa : Gabro, Diorit , granodiorit, granit, dasit dan munzonit kwarsa. Batuan piroklastik berupa : lava basalt, lava andesit, tuf, tuf lapili dan breksi gunungapi. Batuan sedimen berupa : batupasir wake, batulanau, batupasir hijau dengan sisipan batugamping merah, batugamping klastik dan batugamping terumbu. Endapan Danau, Sungai Tua dan endapan alluvial.

11

2.1.2 Mandala Barat Bagian Barat


Pemekaran yang terjadi pada Tersier Awal membawa bagian timur dari Kalimantan ke wilayah Pulau Sulawesi sekarang, dimana rifting dan pemekaran lantai samudera di Selat Makassar pada masa Paleogen, menciptakan ruang untuk pengendapan material klastik yang berasal dari Kalimantan.

Gambar 5. Peta Geologi Sulawesi Selatan (Suyono dan Kusnama, 2010)

12

Geologi daerah bagian timur dan barat Sulawesi Selatan pada dasarnya berbeda, dimana kedua daerah ini dipisahkan oleh sesar Walanae. Di masa Mesozoikum, basement yang kompleks berada di dua daerah, yaitu di bagian barat Sulawesi Selatan dekat Bantimala dan di daerah Barru yang terdiri dari batuan metamorf, ultramafik dan sedimen. Adanya batuan metamorf yang sama dengan batuan metamorf di pulau Jawa, pegunungan Meratus di Kalimantan tenggara dan batuan di Sulawesi Tengah menunjukkan bahwa basement kompleks Sulawesi Selatan mungkin merupakan pecahan fragmen akhibat akresi kompleks yang lebih besar di masa awal Cretaceous (Parkinson, 1991). Adapun sedimen-sedimen di masa akhir Crateceous mencakup formasi Balangbaru dan Marada berada di bagian barat dan timur daerah Sulawesi Selatan, dimana formasi Balangbaru tidak selaras dengan basement kompleks, terdiri dari batuan sandstone dan silty-shales, sedikit batuan konglomerat, pebbly sandstone dan breksi konglomerat, sedangkan formasi Marada terdiri dari campuran sandstone, siltstones dan shale (van Leeuwen, 1981), dimana unit-unit formasi Balangbaru berisi struktur khas sedimen aliran deposit, termasuk debris flow, graded bedding dan indikasi turbidit. Batuan vulkanik berumur Paleosen terdapat di bagian timur daerah Sulawesi Selatan dan tidak selaras dengan formasi Balangbaru. Di daerah Bantimala batuan vulkanik ini disebut Bua dan di daerah Biru disebut Langi. Formasi ini terdiri dari lava dan endapan piroklastik andesit dengan komposisi trachy-andesit dengan sisipan limestone

13

dan shale (van Leeuwen, 1981). Sifat calc-alkali dan unsur tanah tertentu menunjukkan bahwa batuan vulkanik merupakan hasil subduksi dari arah barat (van Leeuwen, 1981). Formasi Malawa terdiri dari arkosic, sandstone, siltstone, claystone, napal dan konglomerat diselingi dengan lapisan batubara dan limestone. Formasi ini terletak di bagian barat daerah Sulawesi Selatan dan tidak selaras dengan formasi Balangbaru. Formasi Malawa diduga telah diendapkan dari laut marjinal ke laut dangkal. Formasi limestone Tonasa selaras Formasi Malawa atau batuan vulkanik Langi. Formasi Tonasa berumur Eosen sampai dengan pertengahan Miosen (Van Leeuwen, 1981). Formasi Malawa dan formasi Tonasa tersebar luas di bagian barat Sulawesi Selatan, dimana kedua formasi tersebut tidak tersingkap di bagian timur sesar Walanae selain singkapan kecil formasi limestone Tonasa. Formasi Salo Kalupang yang sekarang terletak di sebelah timur Sulawesi Selatan terdiri dari sandstone, shale dan claystone interbedded dengan batuan vulkanik konglomerat, breksi, tufa, limestone dan napal. Berdasarkan teknik foraminifera dating, usia formasi Salo Kalupang diyakini berkisar awal Eosen sampai dengan akhir Oligosen. Formasi ini seusia dengan formasi Malawa dan bagian bawah formasi Tonasa. Formasi Kalamiseng tersingkap di sebelah timur sesar Walanae, yang terdiri dari breksi vulkanik dan lava dalam bentuk pillow lava ataupun massive flows yang ber-interbedded dengan tufa, batupasir dan napal. Pegunungan Bone ditafsirkan

14

sebagai bagian dari ophiolit berdasarkan anomali high gravity dan MORB, dimana formasi Bone diduga terdiri dari wackestone bioklastika dan butiran packstones foraminifera planktonik.

Gambar 6. Peta Geologi Sulawesi Barat

Bagian teratas formasi Camba yaitu batuan vulkanik Camba yang terletak di bagian barat, terdiri dari breksi vulkanik dan konglomerat,

15

lava dan tuf interbedded dengan marine sedimen. Foraminifera dating menduga batuan vulkanik Camba beumur akhir Miosen. Batuan vulkanik Parepare adalah sisa-sisa gunung strato-volcano yang terdiri aliran lava dan breksi piroklastik berumur akhir Miosen. Aliran lava yang menengah untuk asam dalam komposisi. Batuan vulkanik Plio/Pliestocene gunung strato-volcano Lompobatang terletak paling selatan daerah Sulawesi Selatan dengan ketinggian 2.871 m. Batuan vulkanik ini terdiri dari silika yang tidak tersaturasi dalam alkali potassic dan asam silika yang tersaturasi dengan aliran lava shoshonitic dan breksi piroklastik. Pada pertengahan Miosen sampai dengan Pleistosen batuan vulkanik Sulawesi Selatan mencakup formasi Camba, memiliki sifat alkali sebagai akibat dari peleburan parsial mantel atas yang kaya akan unsur-unsur yang tidak kompatibel dengan metasomatism. Hal ini mungkin berhubungan dengan subduksi sebelumnya di awal Miosen dalam konteks intraplate distensional. Sifat alkali gunung api ini diduga disebabkan oleh asimilasi berlebihan dari limestone/batu gamping tua yang mencair dan bergabung dengan material benua kedalam subduksi busur vulkanik. Batuan magmatis berumur Neogen di bagian barat daerah Sulawesi Tengah berhubungan erat dengan penebalan dan pelelehan litosfer. Sifat bimodal dari batuan Igneous berumur Neogen di daerah ini diperkirakan dari pencairan mantel peridotit dan kerak yang menghasilkan komposisi alkalin basaltik (shoshonitic) dan granitik yang mencair. Pada sendimentasi akhir Miosen ditandai dengan perkembangan formasi Tacipi. Formasi Walanae secara lokal tidak selaras dengan formasi Tacipi, dimana formasi Walanae diperkirakan

16

berumur pertengahan Miosen sampai dengan Pliosen. Di bagian Timur Sengkang Basin, pembentukan Walanae dapat dibagi menjadi dua interval, yaitu interval yang lebih rendah yang terdiri dari batuan mudstone yang berumur calcareous dan interval yang bagian atas yang lebih arenaceous. Batu gamping (Limestone) di ujung selatan daerah Sulawesi Selatan dan yang berada di Pulau Selayar yang disebut selayar limestone, merupakan bagian formasi Walanae. Batuan selayar limestone terdiri dari coral limestone, calcarenite dengan sisipan napal dan sandstone. Unit karbonat ini diperkirakan berumur Miosen sampai dengan Pliosen. Hubungan formasi Walanae dan Selayar limestone terdapat di Pulau Selayar. Terrace, aluvial, endapan danau dan endapan pantai terjadi secara lokal di Sulawesi Selatan, dimana pengangkatan Sulawesi Selatan ditandai dengan terangkatnya deposit terumbu karang (van Leeuwen 1981).

2.2 Mandala Tengah (Central Sulawesi Metamorphic Belt)

Gambar 7. Peta Geologi Wilayah Palu-Koro, Sulawesi Tengah

17

Batuan magmatik potassic calc-alkaline berusia akhir Miosen di Sulawesi Tengah terdapat di bagian kiri bentangan zona sesar PaluKoro, dimana batuan granit di wilayah tersebut berkorelasi dengan subduksi microcontinent Banggai-Sula dengan Pulau Sulawesi pada pertengahan Miosen. Berdasarkan aspek petrografi, batuan granit berumur Neogen tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok dari yang paling tua sampai dengan yang termuda untuk melihat karakteristik perubahannya di masa mendatang. Pertama adalah KF-megacrystal bantalan granit yang kasar (Granitoid-C) yang terdistribusi di bagian utara dan selatan wilayah Palu-Koro yang berumur 8,39-3,71 Ma, dimana dua karakteristik petrografi tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yaitu biotit yang mengandung granit dan hornblende sebagai mineral mafik (4,15-3,71 Ma dan 7,05-6,43 Ma) dan biotit yang mengandung granit sebagai mineral mafik utama (8,39-7,11Ma). Kelompok kedua adalah batuan granit medium mylonitic-gneissic (Granitoid-B) yang relatif terdapat di daerah pusat (sekitar Palu-Kulawi) berupa medium grained granitoids yang kadangkadang mengandung xenoliths. Batuan granit ini juga dapat dibagi lagi menjadi hornblende-biotit yang terdistribusi di bagian selatan (Saluwa-Karangana) sekitar 5,46-4,05 Ma dan granit bantalan biotit yang berumur 3,78-3,21 Ma di sekitar Kulawi. Kelompok ketiga adalah Fine and biotite-poor granitoid (Granitoid-A) kelompok batuan termuda yang tersebar di daerah Palu-Koro sekitar 3,07-1,76 Ma, yang nampak sebagai dyke kecil hasil potongan dari granit lain. Batuan tersebut berwarna putih bersih mengandung sejumlah biotites

18

sebagai mineral mafik tunggal, kebanyakan batuan tersebut terlihat di antara daerah Sadaonta dan Kulawi.

Gambar 8. Peta Geologi Sulawesi Tengah (Villeneuve dkk., 2002)

19

2.3 Mandala Timur (East Sulawesi Ophiolite Belt)

Gambar 9. Peta Geologi Mandala Timur Sulawesi

20

Batuan kompleks ofiolit dan sedimen pelagis di Lengan Timur dan Tenggara Sulawesi dinamakan Sabuk Ofiolit Sulawesi Timur. Sabuk ini terdiri atas batuan-batuan mafik dan ultramafik disertai batuan sedimen pelagis dan melange di beberapa tempat. Batuan ultramafik dominan di Lengan Tenggara, tetapi batuan mafiknya dominan lebih jauh ke utara, terutama di sepanjang pantai utara Lengan Tenggara Sulawesi. Sekuens ofiolit yang lengkap terdapat di Lengan Timur, meliputi batuan mafik dan ultramafik, pillow lava dan batuan sedimen pelagis yang didominasi limestone laut dalam serta interkalasi rijang berlapis. Berdasarkan data geokimia sabuk Ofiolit Sulawesi Timur ini diperkirakan berasal dari mid-oceanic ridge (Surono, 1995).

Gambar 10. Peta Geologi Sulawesi Tenggara (Surono, 1998)

21

Continental terrain Sulawesi Tenggara (The Southeast Sulawesi continental terrain = SSCT) menempati area yang luas di Lengan Tenggara Sulawesi, sedangkan sabuk ofiolit terbatas hanya pada bagian utara lengan tenggara Sulawesi. SSCT berbatasan dengan Sesar Lawanopo di sebelah timur laut dan Sesar Kolaka di sebelah barat daya. Dataran ini dipisahkan dari Dataran Buton oleh sesar mendatar, dimana pada ujung timur terdapat deretan ofiolit yang lebih tua. SSCT memiliki batuan dasar metamorf tingkat rendah dengan sedikit campuran aplitic, karbonat klastik berumur Mesozoikum dan limestone berumur Paleogen. Deretan sedimen klastik tersebut mencakup formasi Meluhu di akhir Triassic dan unit limestone yang berumur Paleogen mencakup formasi Tamborasi dan formasi Tampakura. Batuan dasar metamorf tingkat rendah membentuk komponen utama lengan Tenggara Sulawesi. Batuan metamorf tua terkait dengan proses penguburan, sedangkan batuan metamorf muda disebabkan oleh patahan dalam skala besar ketika continental terrain Sulawesi Tenggara bertabrakan dengan sabuk ofiolit, Batuan metamorf ini diterobos oleh aplite dan ditindih oleh lava kuarsa-latite terutama di sepanjang pantai barat Teluk Bone. Di daerah Kendari, batuan dasar secara tidak selaras ditindih oleh formasi Meluhu berumur Triassic, yang terdiri dari sandstone, shale dan mudstone. Formasi Meluhu disusun oleh 3 kelompok wilayah,

22

yaitu; wilayah Toronipa merupakan kelompok yang paling tua, kemudian Watutaluboto dan Tuetue yang merupakan kelompok termuda. Wilayah Toronipa terdiri dari endapan sungai meandering dan didominasi oleh sandstone diselingi batuan sandstone konglomerat, mudstone dan shale. Wilayah Watutaluboto adalah pengendapan tidal-delta yang didominasi oleh mudstone dengan sisipan lapisan tipis sandstone dan batuan konglomerat. Wilayah Tuetue terdiri dari mudstone dan sandstone yang naik ke atas laut dangkal marjinal, napal dan limestone. Sandstone di wilayah Toronipa terdiri dari litharenite, sublitharenite dan quartzarenite berasal dari daur ulang sumber orogen. Fragmen batuan metamorf di dalam sandstone mengindikasikan bahwa area sumber formasi Meluhu didominasi oleh batuan dasar metamorfik. Batuan metamorf itu mungkin tertutup oleh sedimen tipis. Adanya sedikit fragmen vulkanik dalam formasi Meluhu menunjukkan bahwa batuan vulkanik juga membentuk lapisan tipis dengan cakupan lateral terbatas di daerah sumber. Sedikit fragmen igneous rock mungkin berasal dari dyke yang menerobos basement metamorf. Umur formasi Meluhu setara dengan umur formasi Tinala di dataran Matarombeo dan umur formasi Tokala di dataran Siombok, hal ini disebabkan litologi ketiga formasi tersebut serupa, dimana terdapat deretan klastik yang dominan di bagian yang lebih rendah dan karbonat yang dominan di bagian yang lebih tinggi dari ketiga formasi tersebut. Adanya Halobia dan Daonella di ketiga formasi tersebut menunjukkan umur akhir Triassic, dimana kehadiran ammonoids dan polen dalam wilayah Tuetue dari formasi Meluhu sangat mendukung penafsiran ini.

23

Deretan sedimen klastik formasi Tinala di dataran Matarombeo ditindih oleh butiran halus sedimen klastik formasi Masiku dan sedimen yang kaya karbonat formasi Tetambahu. Moluska, ammonita dan belemnites yang melimpah di bagian bawah formasi Tetambahu menunjukkan usia Jurassic. Bagian atas formasi Tetambahu mengandung cherty limestone dan chert nodul yang kaya radiolarians. Radiolames mengindikasikan usia Jurassic sampai dengan awal Cretaceous. Formasi Tokala di daratan Siombok dan Banggai-Sula yang berada di lengan timur Sulawesi, terdiri dari limestone dan napal dengan sisipan shale dan chert (rijang). Adapun Steptorhynchus, Productus dan Oxytoma yang sekarang berada di formasi Tokala menunjukan usia Permo-Carbonaferous. Namun, Misolia dan Rhynchonella ditemukan dalam lapisan limestone mengindikasikan umur akhir Triassic. Karena kesamaan litologi antara formasi ini dan bagian atas formasi Meluhu, usia akhir Triassic mungkin yang paling tepat untuk usia formasi Tokala, sedangkan usia Permo-Carbonaferous mungkin merupakan usia basementnya, dimana formasi Tokala ditindih oleh batuan konglomerat pink granite dari formasi Nanaka yang mungkin berasal dari basement granit Kepulauan Banggai-Sula. Deretan limestone berumur Paleogen dari formasi Tampakura (400m tebal) menimpa formasi Meluhu di SSCT (Sulawesi Tenggara Continental Terrane). Formasi ini terdiri atas ophiolite, lime mudstone, wackestone dan locally packstone, grainstone dan

24

framestone. Pada bagian terendah dari formasi, ada strata klastik terdiri dari mudstone, sandstone dan batuan konglomerat. Adanyan kandungan foraminifera pada formasi mengindikasikan umur akhir Eosen Akhir sampai dengan awal Oligosen. Nanoflora dalam formasi menunjukkan umur pertengahan Eosen sampai dengan pertengahan Miosen, sehingga pengendapan pada formasi tersebut harus terjadi selama akhir Eosen sampai dengan awal Oligosen. Deposisi awal berada di lingkungan delta dimana material silisiklastik masih dominan. Penurunan suplai sedimen klastik membiarkan fasies karbonat intertidal-subtidal berkembang secara luas pada platform relief rendah. Karbonat bertambah, didominasi oleh batu karang dan pasir karbonat. Adapun deretan karbonat berumur Paleogen yang sama pada formasi Tamborasi diendapkan di laut dangkal, dimana berdasarkan usia dan litologi batuan, Formasi Tampakura dan Tamborasi ataupun juga formasi Lerea di Matarombeo diendapkan pada satu laut dangkal yang mengelilingi sebuah pulau dengan komposisi basement metamorf dan granit dan sisipan sedimen klastik berumur Mesozoikum mencakup formasi Meluhu , Tinala dan Tetambahu. Unit ekuivalen di daratan Banggai-Sula termasuk limestone berumur Eosen-Oligosen formasi Salodik yang berhubungan dengan napal dalam Formasi Poh.

Formasi batuan tertua pada masa Triassic disebut formasi Tokala. Formasi ini terdiri dari batuan limestone dan napal dengan sisipan shale dan cherts (rijang), yang diendapkan di laut dalam.

25

Fasies batuan lain pada usia yang sama yang diendapkan di laut dangkal dibentuk oleh formasi Bunta yang terdiri dari butiran halus sedimen klastik seperti batu tulis, metasandstone, silt, phyllite dan schist. Pada lengan Timur Sulawesi juga ditemukan batuan kompleks ofiolit yang berumur akhir Jurassic sampai dengan Eosen yang berasal kerak samudera (Simandjuntak, 1986). Batuan kompleks ofiolit ini ditemukan dalam kontak tektonik dengan sedimen berumur Mesozoikum dan terdiri dari batuan mafik dan ultramafik seperti harzburgite, lherzolite, pyroxenite, serpentinite, dunite, gabro, diabase, basalt dan microdiorite. Batuan ini dipindahkan beberapa kali akhibat deformasi dan displacement sampai dengan pertengahan masa Miosen. Formasi Tokala dan Bunta yang tidak selaras ditindih oleh formasi Nanaka yang terdiri dari butiran kasar sedimen klastik seperti batuan konglomerat, batupasir dengan sisipan silts dan batubara. Di antara fragmen dalam batuan konglomerat ditemukan granit merah, batu metamorfik dan chert (rijang) yang diperkirakan berasal dari mikrokontinen Banggai-sula (Simandjuntak, 1986). Umur formasi ini dianggap kurang dari pertengahan masa Jurassic dan terbentuk di lingkungan paralik. Selaras dengan hal itu formasi Nanaka bertemu formasi Nambo di pertengahan massa Jurassic. Unit laut dalam ini terdiri dari sedimen klastik napal berpasir dan napal yang mengandung belemnite dan Inoceramus. Formasi Matano di akhir masa Jurassic sampai dengan akhir masa Cretaceous terdiri dari sandstone dengan sisipan chert (rijang), napal

26

dan silt. Tidak selaras dengan hal itu, formasi Nambo ketemu formasi Salodik dan Poh pada masa Eocene sampai dengan Upper Miocene. Formasi Salodik terdiri dari batuan limestone dengan sisipan napal dan sandstone yang mengandung fragmen kuarsa. Kelimpahan karang, alga dan foraminifera besar yang ditemukan dalam formasi ini mengindikasikan bahwa formasi ini terbentuk di lingkungan laut dangkal. Formasi Poh terdiri dari napal dan limestone dengan sisipan

sandstone. Asiosiasi foraminifera dari formasi ini menunjukkan zaman Oligosen sampai dengan Miosen, dimana plankton Nanno dalam formasi ini mengindikasikan usianya sekitar Oligosen sampai dengan pertengahan Miosen. Dataran Sulawesi Molasse yang dulunya terdiri dari wilayah Tomata, bongka, Bia, Poso, Puna dan formasi Lonsio (Surono, 1998) adalah dataran yang berumur pertengahan Miosen sampai dengan Pliosen. Dataran ini mengandung batuan konglomerat, sandstone, silt, napal dan limestone yang diendapkan dalam paralik untuk fasies laut dangkal. Area ini terbentang tidak selaras dengan formasi Salodik dan Poh serta kompleks ofiolit. Pada masa pertengahan Miosen sampai dengan akhir Pliosen, area vulkanik Bualemo bersatu dengan formasi Lonsio yang berada pada dataran Sulawesi Molasse, terdiri dari pillow lava dan batuan vulkanik. Adapun daerah Sulawesi Molasse itu adalah formasi Luwuk di masa Pleistosen, yang terdiri dari terumbu karang limestone dengan sisipan napal di bagian bawahnya.

27

2.4 Fragmen Benua Banggai-Sula dan Tukang Besi


Fragmen benua Banggai-Sula dan Tukang Besi di wilayah Sulawesi bersama-sama dengan area Sulawesi tengah dan tenggara diyakini berasal dari bagian benua Australia utara. Daratan ini di masa Jurassic bergerak ke timur laut memisahkan diri dari Australia ke posisi sekarang. Batuan metamorfik didistribusikan secara luas di bagian timur Sulawesi Tengah, lengan tenggara Sulawesi dan Pulau Kabaena. Batuan metamorf tersebut dapat dibagi menjadi fasies amfibolit dan epidot-amfibolit dan kelompok dynamometamorphic tingkat rendah glaukofan atau fasies blueschist. Fasies amfibolit dan epidot-amfibolit lebih tua dari batuan radiolarite, ofiolit dan spilitic igneous rocks yang ditemukan di sabuk metamorf Propinsi Sulawesi Tengah, sedangkan sekis glaukofan lebih muda. Sekis glaukofan ini konsisten dengan petrogenesis tekanan tinggi dan suhu rendah, tetapi batuan ini hanya menjalani pemeriksaan petrologi eksaminasi, dimana Glaukofan semakin banyak di wilayah barat. Kecuali di Buton, batuan metamorf diterobos batuan granit di masa Permo-Triassic. Di Sulawesi Tenggara, Banggai-Sula dan Buton, Microcontinents batuan metamorf membentuk basement cekungan Mesozoikum. Batuan ini ditindih secara tidak selaras oleh satuan batuan sedimen berumur Mesozoikum yang didominasi oleh batuan limestone di pulau Buton

28

dan batuan

silisiklastik di

wilayah

Sulawesi

Tenggara dan

Microcontinents Banggai-Sula. Batuan limestone berumur Paleogen ditemukan pada semua microcontinents. Pada akhir Oligosen sampai dengan pertengahan Miosen, satu atau lebih microcontinent IndoAustralia bergerak ke arah barat bertabrakan dengan kompleks ofiolit Sulawesi timur dan tenggara. Tabrakan ini menghasilkan melange dan imbrikasi zona busur kepulauan Mesozoikum dan strata sedimen Paleogen dari microcontinents, dengan irisan patahan ofiolit. Selama tumbukan, cekungan sedimen lokal terbentuk di Sulawesi, dimana setelah tumbukan, cekungan menjadi lebih lebar di sepanjang Sulawesi. Sedimentasi di lengan Tenggara Sulawesi dimulai lebih awal pada awal Miosen dibandingkan dengan lengan Timur yang nanti di akhir Miosen. Kedua deretan ini biasanya disebut sebagai Sulawesi Molasse yang terdiri deretan major sediment klastik dan deretan minor batu karang limestone. Sebagian besar area Sulawesi Molasse diendapkan di laut dangkal tetapi di beberapa tempat diendapkan di dalam sungai ke lingkungan transisi (Sukamto dan Simandjuntak, 1981).

29

Gambar 11. Peta Geologi Pulau Taliabu, Sula

30

Gambar 12. Peta Geologi Pulau Banggai

31

3. Stratigrafi Sulawesi
3.1 Stratigrafi Sulawesi Utara
Berdasarkan stratrigrafi, susunan batuan yang membentuk Sulawesi Utara dari tua ke muda adalah; Batu gamping Gatehouse, Batu lumpur Rumah kucing, Batu gamping Ratatotok, Intrusi Andesit Porfiri, Volkanik Andesit, Epiklastik Volkanik dan Aluvial Endapan sungai dan Danau.

32

Gambar 13. Stratigrafi Sulawesi Utara

33

3.2 Stratigrafi Sulawesi Selatan


Batuan yang tersingkap di daerah Sulawesi Selatan terdiri dari 5 satuan, yaitu : Satuan Batuan Gunungapi Formasi Carnba, Formasi Walanae, Satuan Intrusi Basal, Satuan Batuan Gunung api Lompobatang dan Endapan aluvial, Rawa, dan. Pantai. Satuan Batuan Gunung api Formasi Camba berumur Miosen Tengah-Miosen Akhir, terdiri dari breksi gunungapi, lava, konglomerat, dan tufa halus hingga batuan lapili. Formasi Walanae berumur Miosen Akhir - Pliosen Awal, terdiri dari batupasir, konglomerat, batu lanau, batu lempung, batu gamping, dan napal. Satuan Intrusi Basal berumur Miosen Akhir - Pliosen Akhir, terdiri dari terobosan basal berupa retas, silt, dan stok. Satuan Batuan Gunungapi Lompobatang berumur Pleistosen, terdiri dari breksi, lava, endapan lahar, dan tufa. Endapan Aluvial, Rawa, dan Pantai berumur Holosen, terdiri dari kerikil, pasir, lempung, lumpur, dan batugarnping koral. Berdasarkan peta geologi Kampala, batuan di daerah ini dapat dibagi menjadi tiga satuan batuan, yaitu : Formasi Walanae, yang menempati daerah yang sangat luas atau sekitar 80 %, terdiri dari perselingan antara batupasir berukuran kasar hingga sangat halus, konglomerat, batulanau, batulempung, batugamping, dan napal. Satuan ini mempunyai perlapisan dengan kemiringan maksimum 100. Namun, pada beberapa tempat di sekitar Sesar Kalamisu kemiringan

34

lapisannya mencapai 600. Lingkungan pengendapan Formasi Walanae adalah laut. Satuan ini berumur Miosen Akhir - Pliosen Awal. Kemudian Intrusi Basal, yang merupakan retas-retas yang mengintrusi Formasi Walanae. Sebagian besar dari basal ini bertelsstur afan itik. Pada beberapa lokasi ditemukan bertekstur porfiritik dengas enokris plagioklas, piroksen, mika, olivin, tertanam dalan) masadasar afanitik. Intrusi basal ini di permukaan umumnya telah terkekarkan dan di beberapa tempat telah terubah menjadi batuan ubahan (zona argilik) yang didominasi mineral lempung (smektit, kaolinit, haloisit). Batuan ubahan ini dijumpai di sekitar mata air panas Kampala, mata air panas Ranggo, dan Kainpung Buluparia. Menurut Pusat Sumber Daya Geologi satuan ini berumur Miosen Akhir - Pliosen Akhir. Adapun yang terakhir adalah Endapan Aluvial Sungai, merupakan endapan permukaan hasil rombakan dari batuan yang lebih tua, terdiri dari material kerikil, pasir, lempung. Batuannya tersebar di tepi-tepi sungai dan dasar sungai. Satuan ini berumur Holosen Resen.

35

Gambar 14. Stratigrafi Sulawesi Selatan

36

3.3 Stratigrafi Sulawesi Barat


Stratigrafi Sulawesi bagian Barat didominasi oleh batuan Neogen, tetapi di dalamnya termasuk juga formasi batuan yang berumur Jura. Geologi daerah Bonehau dan sekitarnya didominasi oleh batuan beku dan metamorf, termasuk batuan sedimen yang sedikit termetamorfkan. Litologi mengindikasikan adanya tektonik aktif di area ini. Batuan tertua di daerah penelitian adalah Formasi Latimojong, yang berumur Kapur, Di atas Formasi Latimojong diendapkan Formasi Toraja (Tet) secara tidak selaras. Formasi ini berumur Eosen Tengah sampai Akhir. Formasi Toraja tertindih tak selaras oleh Formasi Sekala dan Batuan Gunungapi Talaya. Aktivitas vulkanik ini kemudian diikuti oleh kehadiran Formasi Sekala (Tmps) pada Miosen Tengah - Pliosen, yang dibentuk oleh batupasir hijau, grewake, napal, batulempung dan tuf, sisipan lava bersusunan andesit-basalt. Formasi sekala berhubungan menjemari dengan batuan Gunung api Talaya (Batuan Vulkanik Talaya, Tmtv) yang terdiri dari breksi gunungapi, tuf dan lava bersusunan andesit-basal, dengan sisipan batu pasir dan napal, setempat batubara. Batuan Gunungapi Talaya menjari dengan batuan Gunung api Adang (Tma) yang terutama

37

bersusunan leusit-Basalt, dan berhubungan menjemari dengan Formasi Mamuju (Tmm) yang Berumur Miosen Akhir. Formasi Mamuju terdiri atas napal, batupasir gampingan, napal tufaan, dan batugamping pasiran bersisipan tufa. Formasi ini mernpunyai Anggota Tapalang (Tmmt) yang terdiri dari batu gamping koral, batu gamping bioklastik, dan napal yang banyak mengandung moluska. Formasi Lariang terdiri dari batupasir gampingan dan mikaan, batulempung, bersisipan kalkarenit, konglomerat dan tuf, umurnya Mieseh Akhir Pliosen awal. Endapan termuda adalah aluvium (Qal) yang terdiri dari endapan endapan sungai, pantai, dan antar gunung.

38

Gambar 15. Stratigrafi Sulawesi Barat

39

3.4 Stratigrafi Sulawesi Tengah

Gambar 16. Stratigrafi Sulawesi Tengah

3.5 Stratigrafi Banggai Sula


Secara umum stratigrafi Cekungan Banggai terbagi menjadi dua periode waktu, periode pertama berupa sikuen hasil

40

pengangkatan/sobekan dari batas kontinen yang terendapkan sebelum terjadinya tumbukan, sedangkan periode kedua adalah sikuen pengendapan molasse di bagian daratan yang terjadi selama dan pasca tumbukan.

Gambar 17. Stratigrafi Sulawesi Timur dan Banggai Sula

41

4. Perkembangan Tektonik Sulawesi


Banyak model tektonik yang sudah diajukan untuk menjelaskan evolusi tektonik dari Pulau Sulawesi. Ada dua peristiwa penting yang terjadi di Sulawesi bagian barat pada masa kenozoikum. Yang pertama adalah rifting dan pemekaran lantai samudera di Selat Makassar pada Paleogen yang menciptakan ruang untuk pengendapan material klastik yang berasal dari Kalirnantan . Yang kedua adalah peristiwa kompresional yang dimulai sejak miosen. Kompresi ini dipengaruhi oleh tumbukan kontinen di arah barat dan ofiolit serta fragmen-fragmen busur kepulauan di arah timur. Fragmen-fragmen ini termasuk mikro-kontinen Buton, Tukang Besi dan Baggai Sula. Kompresi ini menghasilkan Jalur Lipatan Sulawesi Barat (West Sulawesi Fold Belt) yang berkembang pada Pliosen Awal. Meskipun

42

ukuran fragmen-fragmen ini relatif kecil, efek dari koalisinya dipercaya menjadi penyebab terjadinya peristiwa-peristiwa tektonik di seluruh bagian Sulawesi (Calvert, 2003).

Gambar 18. Perkembangan Tektonik Sulawesi (Hall dan Smyth, 2008)

4.1 Kapur Akhir


Selama Kapur Akhir sikuen tebal sedimen bertipe flysch diendapkan di daerah yang luas di sepanjang daerah Sulawesi bagian barat. Sedimen ini ditindih oleh kompleks melange di bagian selatan dan kompleks batuan dasar metamorf di bagian tengah dan utara . Sedimen umumnya berasosiasi dengan lava dan piroklastik yang mengindikasikan bahwa batuan ini berasal dari busur kepulauan

43

vulkanik dan diendapkan di daerah cekung an depan busur (Sukamto & Simandjuntak, 1981). Pada saat yang sama, daerah sulawesi bagian timur berkembang sebagai cekungan laut dalam, tempat sedimen pelagic diendapkan sejak zaman Jura di atas batuan dasar ofiolit. Besar kemungkinan jika cekungan laut dalam Kapur ini dipisahkan oleh sebuah palung dari daerah Sulawesi Bagian Barat. Palung tersebut kemungkinan terbentuk akibat subduksi ke arah barat, tempat Melange Wasuponda berakumulasi (Sukamto & Simandjuntak, 1981). Subduksi ini menyebabkan terjadinya magmatisme di sepanjang daerah Sulawesi Bagian Barat. Batuan metamorf yang ada di Sulawesi Bagian Barat diyakini terjadi selama subduksi Kapur ini. Daerah Banggai-Sula merupakan bagian dari paparan benua sejak Mesozoikum awal, dimana diendapkan klastik berumur Trias akhir hingga Kapur. Batuan dasar benua terdiri dari batuan metamorf zaman karbon dan plutonik Permo-Trias.

4.2 Paleogen
Perkembangan sedimen bertipe flysch di Sulawesi bagian barat berhenti di bagian selatan, sementara di bagian utara masih berlanjut hingga Eosen. Gunungapi aktif setempat selama Paleo sen di bagian selatan dan selama Eosen di bagian tengah dan utara, pengendapan batuan karbonat (Formasi Tonasa) terjadi di daerah yang luas di selatan selama Eosen hingga Miosen yang mengindikasikan bahwa bagian daerah tersebut adalah paparan yang stabil. Sejak: Paleosen, sulawesi bagian timur mengalami shoaling dan diendapkan batuan

44

karbonat air-dangkal (Formasi Lerea). Pengendapan batuan karbonat di daerah ini berlanjut hingga Miosen Awal (Formasi Takaluku). Di bagian barat Banggai-Sula, sikuen tebal karbonat bersisipan klastik diendapkan di daerah yang luas. Karbonat ini diendapkan sampai Miosen Tengah (Sukamto & Simandjuntak, 1981). Zona subduksi dengan kemiringan ke barat yang dimulai sejak zaman Kapur menghasilkan vulkanik Tersier Awal di Daerah Sulawesi Bagian Barat, dan proses shoaling laut di daerah Sulawesi Bagian Timur, begitu pula di Daerah Banggai-Sula (Sukamto & Simandjuntak, 1981). Di daerah Selat Makassar terjadi peregangan kerak. Daerah Selat Makassar bagian utara adalah bagian awal dari failed rift atau aulacogen, yang terbentuk sebagai bagian selatan dari pusat pemekaran Laut Sulawesi. Kombinasi guyot, kelurusan gravitasi, fasies seismik, bersama dengan distribusi aliran panas yang dihasilkan oleh Kacewicz dkk tahun 2002 (dalam Fraser dkk., 2003), mendukung usulan pola transform/ekstensional untuk peregangan kerak Eosen Tengah di laut dalam Cekungan Makassar Utara. Titik paling utara Selat Makassar yang mengalami transform adalah cekungan Muara dan Berau. Sumbu pemekaran lantai samudera kemudian menyebar ke arah selatan mendekati Paternosfer Platform sumbunya menyimpang ke arah timur dan kembali ke arah liaratdaya menuju Selat Makassar selatan. Perluasan yang menerus dan diikuti pembebanan pada Eosen akhir (menghasilkan peningkatan akomodasi ruang yang signifikan), kelimpahan material benua berbutir halus diendapkan di daerah yang luas pada Cekungan Makassar Utara, berlanjut hingga Oligo sen dan Miosen Awal. Suksesi batulempung tebal yang dihasilkan membentuk

45

media yang mobile untuk thinskinned basal detachment di bawah bagian selatan dari Jalur Lipatan Sulawesi Barat yang mulai ada selama Pliosen awal.

4.3 Neogen
Distribusi produk vulkanik yang luas menunjukkan terjadinya vulkanisme yang kuat selama Miosen Tengah di Daerah Sulawesi Bagian Barat. Batuan vulkanik yang awalnya diendapkan lingkungan dasar laut dan kemudian setempat menjadi terestrial pada Pliosen. Vulkanisme berhenti pada Kuarter Awal di selatan tetapi menerus sampai sekarang di bagian utara. Magmatisme yang kuat di Daerah Sulawesi Bagian Barat selama Miosen Tengah berkaitan dengan dengan proses tekanan batuan dalam Daerah Sulawesi Bagian Timur akibat gerakan benua-mikro Banggai-Sula ke arah barat. Peristiwa tektonik ini mengangkat dan menganjak hampir keseluruhan material di dalam Daerah Sulawesi Timur, batuan ofiolit teranjak dan terimbrikasi dengan batuan yang berasosiasi termasuk melange. Pada bagian lain, ofioit di bagian timur menyusup ke arah timur ke dalam sedimen Mesozoikum dan Paleogen dari Daerah BanggaiSula. Selama pengangkatan seluruh daerah Sulawesi yang terjadi sejak Miosen Tengah, sesar turun (block-faulting) terbentuk di berbagai tempat membentuk cekungancekungan berbentuk graben. Saat Pliosen, seluruh area didominasi oleh block faulting dan sesar utama seperti sesar Palu-Koro tetap aktif. Pergerakan epirogenic setelahnya membentuk morfologi Pulau Sulawesi yang sekarang. Peristiwa

46

tektonik ini menghasilkan cekungan laut dangkal dan sempit di beberapa tempat dan beberapa cekungan darat terisolasi. Batuan klastik kasar terendapkan di cekungan-cekungan ini dan mernbentuk Molasse Sulawesi. Peristiwa tektonik Miosen Tengah juga membengkokkan Daerah Sulawesi bagian Barat seperti bentuk lengkungan yang sekarang dan menyingkap batuan metamorf di bagian leher pulau. Jaluh Lipatan Sulawesi Barat terletak tepat di sebelah barat Sesar Palu-Koro, sebuah transform kerak besar dan sinistral, yang pada awalnya terbentuk saat Eosen oleh pemekaran Laut Sulawesi. Kompresi yang menerus menghasilkan strukturstruktur berarah barat dari JLSB, sementara material mikro-kontinen yang awalnya berasal dari Lempeng Australia (Material Australoid) bergerak ke arah barat selama Miosen bertumbukan dengan JLSB. Pada Pliosen awal, bagian timur dari batas pre-rift dari Cekungan Makassar Utara membentuk komponen dasar laut dari JLSB. Mikrokontinen Australia ini yang pertama adalah Buton, kemudian diikuti oleh Tukang Besi. Arah vector tumbukan ini pada awalnya adalah utara-barat laut (dengan perhitungan sekarang), tumbukan selanjutnya lebih berarah baratlaut. Variasi ini cukup signifikan, mengingat arah stress yang datang (dari timor dan selatan) mempengaruhi arah displacement kompresi yang sudah ada di JLSB.

47

5. Sejarah dan Mekanisme Struktur Geologi


5.1 Sejarah Geologi
Sejarah geologi Sulawesi dimulai dengan terendapkannya sedimen bertipe flysch pada Zaman Kapur. Batuan ini diinterpretasikan terendapkan pada cekungan forearc, di sebelah barat dari zona subduksi yang menunjam ke barat. Kemungkinan akibat subduksi ini rnenyebabkan batuan sedimen flysch ini termetamortkan dan membentuk Satuan Batuan Metamorf di daerah sulawesi. Pada Eosen Tengah terjadi peregangan Selat Makassar. Di daerah sulawesi diendapkan Satuan Batufasir pada lingkungan fluvial. Pada Eosen Akhir terjadi transgresi yang mengendapkan Batupasir-Batulempung

48

lingkungan delta. Pada bagian yang lebih distal diendapkan Satuan Napal di lingkungan middle neritic. Transgresi terus terjadi sehingga Cliendapkan Satuan Batugamping pada lingkungan laut dangkal di atas Satuan Batupasir-Batulempung, sementara Satuan Napal terus terendapkan. Transgresi terus terjadi hingga Oligosen Tengah sehingga daerah sulawesi ditutup elle1i Satuan Napal pada lingkungan upper batnyal. Pada saat Miosen Awal, pergerakan sinistral Sesar PaluKoro dan WaIanae menyebabkan terjadinya gaya utama berarah baratlaut pada daerah sulawesi. Gaya ini membentuk orogenesa di daerah sulawesi berupa lipatan, sesar sesar naik berarah baratdaya timurlaut, dan sesar-sesar mendatar berarah barat laut - tenggara dan barat baratlaut - timur tenggara, sebagai struktur-struktur pembentuk sistem sesar anjakan-lipatan. Kompresi yang terjadi cukup kuat karena mengangkat batuan dasar yaitu Satuan Batuan Metamorf (Formasi Latimojong) ke permukaan. Orogenesa di daerah sulawesi ini disertai proses erosi. Memasuki Miosen Tengah aktivitas tektonik terhenti dan terjadi aktivitas vulkanik yang mengendapkan Satuan Lava Andesit-Basalt. Vulkanisme berhenti pada Pliosen. Pasca pengendapan Satuan Lava Andesit-Basalt aktivitas tektonik kembali terjadi yang mereaktivasi sesar-sesar yang sudah ada sehingga satuan lava tersebut terpotong oleh sesar. Pada saat Holosen - Resen terendapkan satuan aluvial disertai proses erosi yang membentuk morfologi daerah sulawesi seperti sekarang. Sesar yang ada kemungkinan terhenti sebelum Kuarter karena sesar tidak memotong lapisan berumur Kuarter. Ringkasan Sejarah geologi daerah sulawesi dapat dilihat pada tabel berikut:

49

Gambar 19.

50

Gambar 20.

51

5.2 Mekanisme Struktur Geologi


Pemicu terbentuknya sesar-sesar di Sulawesi adalah gabungan antara mikrokontinen Benua Australia dan mikro-kontinen Sunda yang terjadi sejak Miosen. Pergerakan dari pecahan lempeng Benua Australia tersebut relatif ke arah barat. Adanya sesar utama seperti Sesar Palu-Koro dan Sesar Walanae juga memberikan peranan dalam pembentukan sesar-sesar kecil di sekitarnya. Data dan hasil analisis struktur geologi, seperti pola kelurusan dan arah pergerakan relatif sesar, mengindikasikan bahwa deformasi di daerah Sulawesi dipengaruhi oleh aktivitas Sesar Mendatar Palu-Koro dan terusan Sesar Mendatar Walanae, dimana mekanisme pembentukan struktur geologi Sulawesi bisa dijelaskan dengan model simple shear.

Gambar 21. Model Simple Shear

52

6. Epilogue
Struktur geologi yang berkembang di Daerah Sulawesi adalah sesarsesar mendatar yang berasosiasi dengan sesar-sesar naik. Hasil analisis struktur geologi seperti pola kelurusan dan arah pergerakan relatif sesar, mengindikasikan bahwa deformasi di daerah Sulawesi dipengaruhi oleh aktivitas Sesar Mendatar Palu-Koro dan terusan Sesar Mendatar Walanae. Mekanisme pembentukan struktur geologi Sulawesi bisa dijelaskan dengan model simple shear.

53

Bibliografi
Calvert, S. J. & Hall, R., 2003, The Cenozoic Geology Of The Lariang And Karama Regions, Western Sulawesi: New Insight Into The Evolution Of The Makassar Straits Region, Proceeding 29th, Indonesian Petroleum Association. Fraser, T.H., Jackson, B. A., Barber, P. M., Baillie, P., Keith, M., 2003, The West Sulawesi Fold Belt and Other New Plays Within the North Makassar Straits a Prospectivity Review, Proceeding 29th, Indonesian Petroleum Association. Hall, R. & Smyth, H.R., 2008, Cenozoic arc activity in Indonesia: identification of the key influences on the stratigraphic record in active volcanic arcs, in Draut, A.E., Clift, P.D., and Scholl, D.W., eds., Lessons from the Stratigraphic Record in Arc Collision Zones: The Geological Society of America Special Paper 436.

54

Hall, R. & Wilson, M. E. J., 2000, Neogene sutures in eastern Indonesia. Journal of Asian Earth Sciences, 18, 781808. Parkinson, C. D., 1991, The petrology, structure and geological history of the metamorphic rocks of central Sulawesi, Indonesia, PhD Thesis, University of London. Sukamto R., and Simandjuntak T.O., 1981, Tectonic Reletionship Between Geologic Aspect of Western Sulawesi, Eastern Sulawesi dan Banggai Sula In The Light Of Sedimentological Aspects, GRDC Bandung. Indonesia. Surono, 1995, Sedimentology of the Tolitoli Conglomerate Member of the Langkowala Formation, Southeast Sulawesi, Indonesia. Journal of Geology and Mineral Resources, GRDC Bandung, Indonesia 5, 1 7. Surono, 1998, Geology and origin of the southeast sulawesi Continental Terrane,Indonesia, Media Teknik, No.3 Tahun xx. Suyono and Kusnama, 2010, Stratigraphy and Tectonics of the Sengkang Basin, South Sulawesi, Jurnal Geologi Indonesia, 5, 1-11. Irsyam M., Sengara W., Aldiamar F., Widiyantoro S., Triyoso W., Hilman D., Kertapati E., Meilano I., Suhardjono, Asrurifak M, Ridwan M., 2010, Ringkasan Hasil Studi Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010, Bandung. Van Leeuwen, T. M., 1981, The geology of Southwest Sulawesi with special reference to the Biru area, Spec. Publ. Nop. 2, 1981, pp.277304. Van Leeuwen, T.M., 1994, 25 Years of Mineral Exploration and Discovery in Indonesia, Journal of Geochemical Exploration, 50, h.13-90. Villeneuve , M., Gunawan, W., Cornee, J. J., Vidalet, O., 2002, Geology of the central Sulawesi belt (eastern Indonesia), Int. J. Earth Sci. , 91, 524537.

55

Biodata Penulis
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Nama E-mail NIP Tempat / Tanggal Lahir Pekerjaan Instansi Jenis Kelamin Research Interests : : : : : : : : Armstrong Fransiskus Sompotan, SSi, MSi armstrong@alumni.itb.ac.id 198102192005011002 Tomohon, 19 februari 1981 Dosen FMIPA Universitas Negeri Manado Laki-laki 1. Seismic Refraction Tomography 2. Neural Network 3. Natural Disasters Mitigation 4. Earthquake Prediction Tempat Sarjana Sains Fisika Universitas Negeri Manado (Unima) Magister Sains Fisika Bumi Institut Teknologi Bandung (ITB) Program Doktor Sains Kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB) Ket 1999 - 2004 2007 - 2009 2010 - sekarang

9. Riwayat Pendidikan Jenjang S-1 S-2 S-3

You might also like