You are on page 1of 25

TENTIR KULIAH 5 (K18,22,26,27,28) MODUL INFEKSI & IMUNOLOGI

DIVISI TENTIR SIPEN 2007 Aghis Alin Anissa (Piwi) Annisa PN Christopher Devi Fitri Ganda Ira Nafisah - Nichi

Gigitan kutu Xenopsylla cheopis jantan menimbulkan ulserasi pada


kulit. Kutu jenis ini merupakan vektor primer dari bakteri Yersinia pestis, penyebab wabah pes yang endemik di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan wabah pes ini pernah membunuh 1/3 populasi dunia Seorang wanita bernama Mary Mallon adalah seorang carrier typhoid, yang sepanjang karirnya sebagai juru masak telah menulari 54 orang, dan 3 di antaranya meninggal dunia

Cacar (small pox) merupakan penyakit yang telah berhasil


dieradikasi pada tahun 1979 sudah tidak ditemukan lagi karena keberhasilan vaksin Beberapa penyakit infeksi menempati posisi dalam 10 besar penyebab kematian di dunia (2004): infeksi saluran nafas bawah (3), diare (5), HIV / AIDS (6), dan turberkulosis (7). Di Indonesia, urutan 5 besar penyakit infeksi terbanyak (2008) untuk pasien rawat inap antara lain: 1. Penyakit menular, diare, dan gastroenteritis akibat suatu infeksi (colitis) 2. Demam typhoid dan paratyphoid 3. Demam Berdarah Dengue (Dengue Hemorrhagic Fever) 4. Malaria 5. Pneumonia Sementara untuk pasien rawat jalan dijumpai: 1. Infeksi saluran nafas atas akut (ISPA) tertinggi sekitar 25% 2. Diare dan gastroenteritis akibat infeksi tertentu / kolitis infeksius 3. Tuberkulosis pulmonal 4. Demam typhoid dan paratyphoid 5. Malaria Tercatat penyakit-penyakit berikut ini dapat menyebabkan kematian di RS (Depkes RI, 2008): 1. Septisemia 2. Pneumonia 3. Tuberkulosis pulmonal 4. Diare dan gastroenteritis akibat infeksi tertentu / kolitis infeksius

Menu of This Week:

K-18 K-22 K-26 K-27 K-28

: Konsep Dasar Infeksi dan Imunologi serta Aplikasi Klinisnya........1 : Update Infeksi HIV di Indonesia.......6 : Peran Nutrisi pada Infeksi dan Gangguan Imunologi..........8 : Prinsip Dasar Imunisasi dan Imunoterapi..13 : Peran Lingkungan pada Infeksi...19

Selamat Belajar !!!


K-18 : Konsep Dasar Infeksi dan Imunologi serta Aplikasi Klinisnya Oleh Prof.dr.Djoko Widodo, SpPD-KPTI
Catatan: meskipun kabar2nya kuliah ini tidak masuk bahan ujian, tak ada salahnya dibaca-baca. Penyakit infeksi merupakan penyakit yang telah ada sejak zaman dahulu kala, dan pernah dianggap sebagai suatu kutukan karena tidak ditemukan penyebabnya (seringkali berakibat kematian, dikenal dengan sebutan: black death). Namun, setelah mikroskop ditemukan, akhirnya diketahui bahwa penyakit-penyakit tersebut ternyata disebabkan oleh adanya mikroorganisme yang menginfeksi. Contoh kasus yang pernah terjadi (berdasarkan slide):

5. Leprosy / kusta 6. Tuberkulosis pulmonal dengan hasil pewarnaan basil tahan asam positif dengan atau tanpa kultur Permasalahan global dalam penyakit infeksi: 1. Emerging and re-emerging diseases a. Emerging disease Infeksi yang baru muncul dalam suatu populasi (new) atau belum pernah disadari keberadaannya sebelumnya (not recognized). Contoh: strain H5N1 untuk avian influenza / flu burung (1997), SARS-associated coronavirus (2003) b. Re-emerging disease Infeksi yang telah ada namun secara cepat mengalami peningkatan insidensi / rentang geografik / muncul kembali dalam bentuk yang lebih virulen Tabel contoh emerging dan re-emerging diseases ada di slide 26 & 28 ya ^^ 2. Resistensi antimikroba Terjadi akibat penggunasalahan (misuse) dari antibiotik, dapat ditemukan di komunitas dan rumah sakit. Mikroba yang tadinya sensitif mengalami mutasi pada gen (terutama saat diberikan paparan antibiotik/antimikroba) sehingga menghasilkan mikroba baru bersifat resisten.
Penyebab Infeksi Komunitas Streptococcus pneumoniae Shigella dysentriae Salmonella typhi Neisseria gonorrhoeae Mycobacterium tuberculosis Penyebab Infeksi Nosokomial Staphylococcus aureus Enterococcus spp. Klebsiella, Pseudomonas Resistensi Terhadap Antibiotik Penicillin Multiresisten Multiresisten Penicilin dan tetrasiklin Rifampicin dan INH Resistensi Terhadap Antibiotik Methicillin, vancomycin Vancomycin Multiresisten

3. Bioterorisme Merupakan penggunaan agen mikroba ataupun toksinnya sebagai senjata untuk kepentingan politik. Agen bioterorisme memiliki masa laten sebelum memunculkan gejala klinis sehingga sulit untuk dideteksi new gold standardnya adalah molecular assays. Beberapa strategi untuk mencegah bioterorisme antara lain: rapid detection memahami dasar genetika dari resistensi mengembangkan antimikroba alternative

- mengembangankan vaksin Beberapa contoh pathogen utama yang dapat digunakan untuk senjata bioterorisme: Anthrax (Bacillus anthracis)

Botulism (Clostridium botulinum) Tularemia (Francisella tularensis) Plaque / pes (Yersinisa pestis) Small pox / cacar (Varicella zooster)

4. Infeksi menyebabkan penyakit kronik


Mikroba Helicobacter pylori Human Papilloma Virus Hepatitis B/C viruses Epstein-Barr virus Human T lymphotropic virus type I Human herpes virus 8 Borrelia burgdorferi Tropheryma whippelii

Penyakit
Peptic ulcers, gastric carcinoma Cervical, anal, vulvar carcinoma Hepatocellular carcinoma Burkitts lymphoma, nasopharyngeal Adult T cell leukemia Kaposis sarcoma Lyme arthritis Whipples disease

Perubahan iklim dewasa ini menimbulkan dampak terhadap penyakit infeksi dan topikal. Hal ini terjadi karena perubahan gelombang panas,
2

cuaca (ekstrim), suhu, presipitasi mempengaruhi vektor dan mikroba yang berkembang. Dikatakan bahwa setiap peningkatan suhu sebesar 1C akan meningkatkan risiko sekitar 50 juta kasus demam berdarah dan malaria. Patogenesis Infeksi Berdasarkan sumbernya, infeksi dibedakan menjadi: a. infeksi endogen patogen berasal dari mikroflora normal pada mulut, hidung, orofaring, vagina, uretra anterior, kulit, dan usus infeksi dapat terjadi karena adanya gangguan keseimbangan atau pada pasien immunocompromised mikroflora ini dapat menimbulkan infeksi oportunistik b. infeksi eksogen patogen berasal dari mikroflora dari luar tubuh; dapat menular melalui: (1) kontaminasi langsung: udara, tanah, air, hewan, manusia (penderita maupun carrier) (2) zoonoses: brucellosis, tularemia, plaque, dan rabies (3) serangga (lalat, nyamuk, kutu): infeksi dengue, malaria Transmisi (penularan) mikroorganisme penyebab infeksi dapat melalui berbagai cara: saliva (air liur), aerosol (udara pernafasan), darah, kontak kulit, sekresi genital, fekal-oral, dan gigitan vektor. Hubungan antara HOST AGENT ENVIRONMENT merupakan hal yang sangat penting! a. Faktor Host (dapat dibaca lengkap di slide 53)
Mempengaruhi paparan Mempengaruhi terjadinya dan keparahan infeksi Usia ketika terkena infeksi Defek anatomis Penggunaan antibiotik Status imun Status gizi

Aktivitas seksual

b. Faktor Agen
3 karakteristik agen yang penting dalam infeksi antara lain: - yang terlibat dalam penyebaran atau transpor di lingkungan - yang terlibat dalam timbulnya infeksi - yang terlibat dalam timbulnya penyakit Sebelum beranjak lebih jauh, ada baiknya kita memahami makna istilah berikut:

Infectiousness: karakteristik yang berkaitan dengan kemudahan relatif dari suatu agen untuk ditransmisikan ke host lain, misalnya infeksi yang menyebar melalui droplet cenderung lebih infeksius dibanding melalui kontak langsung Infectivity: karakteristik yang menunjukkan kemampuan agen infeksius untuk memasuki, bertahan, dan memperbanyak diri di dalam host. Pathogenicity: sifat dari agen yang menentukan sejauh mana jangkauan penyakit yang timbul pada populasi yang terinfeksi. Virulence: karakteristik yang menjelaskan keparahan suatu penyakit yang ditimbulkan oleh suatu agen infeksi Infective dose: jumlah organisme yang dibutuhkan untuk menyebabkan infeksi. Contoh: Shigella disentri dalam jumlah 10 pun jika tertelan dapat menyebabkan infeksi, sedangkan Salmonella typhii harus dalam jumlah 108 baru menginfeksi. Transmisi infeksi= langsung (sentuhan, ciuman, sexual intercourse, droplet, gigitan binatang, kontak dengan tanah atau barang-barang busuk, transplasental), dan tak langsung (dengan suatu benda/vektor sebagai vehicle, atau melalui udara)

- Behavioral factor (konsumsi obatobatan, alkohol) Konsumsi makanan dan air Familial Jenis kelamin Kebersihan Pekerjaan Status sosioekonomi

Rute infeksi dibedakan menjadi: Langsung sentuhan, ciuman, hubungan seksual, droplet, gigitan hewan, kontak dengan tanah, transplasental

Tidak langsung vehicle borne, vector borne, airborne

Proses terjadinya infeksi:

1. Mikroorganisme melekat pada sel target (untuk patogen intrasel, memasuki sel host) 2. Terjadi perkembangan infeksi dengan multiplikasi lokal dan mikroorganisme menyebar ke tempat yang lebih jauh 3. Organisme meluruh (shedding of organism) dan patogen berpindah ke host yang baru Stages in Host-Pathogens Interactions (slide 60)
Stage Colonization Mechanism Ligand-specific adherence to host receptors, commonly by way of specific sugarprotein interactions Penetration of skin, mucosa or other epithelial membranes to reach the circulation or specific target organ or cell type Depends on preferred niche of the organism & its growth rate slow / rapid, intra- / extracellular Depends on biologic attributes locally / widely spread Utility to Pathogen Provides initial niche for the pathogen to establish and initiate adverse effects on the host Provides entry of pathogen to the host; may also enter immunologic sanctuary, where it is sequestered & protected from host immune response Organism increase in number & may be better able to survive host defenses

Lingkungan mempengaruhi transmisi, apakah konstruktif atau destruktif, termasuk faktor fisik (panas, dingin, hujan, kelembaban, dll), faktor biologik (kepadatan penduduk, ketersediaan sumber makanan), dan faktor sosioekonomi dan perilaku (pekerjaan, bencana seperti kebakaran, banjir, dan kelaparan) Catatan: Penting untuk dilakukan pemetaan kuman di situs pelayanan kesehatann (RS dsb) dan penggunaan antibiotik harus rasional! Untuk masalah demam dan imunologi dasar sudah pernah dibahas di kuliah/tentir-tentir terdahulu, jadi teman-teman bisa mengulang membaca dari sana, ya ^-^ Nah, mari kita lanjutkan. Sambil mengingat-ingat. Gambar ini adalah imunologi dari proses Infeksi

Invasion

Multiplicatio n

Disseminati on

Organism sites symptoms indefinitely

infects cause &

multiple added survive

Perlekatan bakteri dapat menggunakan dua strategi: fimbrial adhesion dan afimbrial adhesion (contoh: lectin) Sementara itu, perlekatan virus bergantung pada spesifisitas sel (yang dipengaruhi availibilitas reseptor). Perlekatan ini dapat dihambat oleh antibodi yang bersifat menetralkan (khusus mengikat situs aktif dari perlekatan/adhesi)

c. Faktor Lingkungan
4

Sepsis: SIRS dengan proses infeksi. Severe sepsis: sepsis dengan 1 tanda kegagalan organ: hipotensi refraktori (kardiovaskular), ginjal, respirasi, hati, dan hematologi, SSP, asidosis metabolik) (baca lagi cara diagnosis penyakit infeksi, pola-pola demam) Tipe demam tifoid (baca juga bagaimana mikroorganisme bisa melawan pertahanan tubuh manusia) Manifestasi infeksi : demam, anorexia, letargi, myalgia Infeksi parah: sepsis Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) SIRS : respon klinis yang timbul secara nonspesifik, termasuk lebih dari sama dengan 2 dari tanda-tanda ini: suhu tubuh 38oC or 36oC, HR 90 kali/min, respirasi 20 kali/min, dan hitung leukosit 12,000/mm3 atau 4,000/mm3 atau >10% neutrofil imatur. Perhatikan gambar berikut:
5

Tipe demam P. vivax

Penelitian terbaru: mengurangi resistensi dengan memutus rantai penularan di bagian vektor, bukan di host (penggunaan antibiotik bisa dikurangi) dengan timun laut untuk vektor berupa nyamuk anopheles (genetik engineering). Penggunaan antipiretik diminimalisir, karena demam itu sebenarnya baik sebagai kondisi optimum untuk respon imun bekerja. Dan juga agar bisa dilihat efek pemberian antibiotik (menghilangkan masking effect). Bisa mulai diberikan jika sudah lebih dari 380C karena jika suhu tubuh terlalu tinggi dapat mempengaruhi kesadaran dan terjadi kerusakan jaringan. Selamat belajar! ^^

Tipe demam P. falciparum

Tipe demam hepatitis akut (yang naik turun = fase preikterik, dan sebaliknya) Tipe demam Dengue fever: tapal kuda/bifasik (baca lagi diagbosis infeksi dan FUO) Manajemen penyakit infeksi Infection control (hands hygiene, universal precaution, isolation room), merupakan integrasi dari Hand hygiene, Blood safety, Injection safety, Clinical procedures safety, Water, sanitation and waste management safety Increase immunity / Supportive measures : Bed rest, Calorie /

K-22 : Update Infeksi HIV di Indonesia Oleh dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD Outline Kuliah: Perkembangan infeksi HIV di Indonesia Diagnosis HIV Terapi HIV Pemberdayaan Pencegahan HIV dan Narkoba HIV dan Infeksi Menular Seksual Indonesia adalah negara dengan peningkatan kasus baru HIV tercepat di Asia (2007, AIDS Epidemic Update, UNAIDS). Kasus HIV terus meningkat sejak tahun 1987. Pada tahun 2008, terdapat 15.000 kasus (7,5%). Untuk menahan laju epidemi HIV di Indonesia, Skenario cakupan program efektif 80% terhadap populasi kunci pada 2010: 1. Penggunaan kondom pada setiap hubungan seks berisiko menjadi 60%-70% 2. Penggunaan jarum suntik tidak steril diturunkan menjadi 35%-40%

nutrient / micronutrient, fluid / electrolites , vitamines Symptomatic treatment: Antipyretics, Analgetics, Antiemetics

Invasive Procedures: Incision / Drainage / Debridement Other surgical procedures: sesuai penyakit yang ditimbulkan dari infeksi tersebut. Causative therapy/Antimicrobial agents: Antibacterial agent, Antiviral agent, Antifungal agent, Antiparasitic agent Future therapy

Akan tetapi survei perubahan perilaku di Indonesia pada tahun 2008 menunjukkan belum adanya perubahan perilaku yang nyata di kalangan resiko tinggi. Infeksi HIV dapat terjadi dalam keluarga. Apabila ditemukan suatu kasus di mana suami mengalami HIV/AIDS, maka sebaiknya istri juga dites HIV. Begitu pula sebaliknya. Anak yang mengalami HIV dari Ibu bisa langsung AIDS cepat meninggal Untuk mencegah transmisi HIV/AIDS dibutuhkan perubahan perilaku, intervensi biomedik (kondom, jarum suntik steril, sirkumsisi, obat antiretroviral), pemberdayaan (pendidikan, penanggulangan kemiskinan, kelompok marjinal). Pencegahan juga dapat dilakukan dengan sirkumsisi, yang dapat menurunkan resiko HIV hinga 50%. Sebagai mahasiswa kedokteran, kita dapat mengambil bagian dalam pencegahan HIV/AIDS melalui penyuluhan mengenai pencegahan (kondom, jarum suntik), dan PITC (provider initiative testing and counseling) sebelumnya menggunakan (VCT - Voluntary Testing and Counselling ) yang membutuhkan kesukarelaan pasien. Pada orang dewasa adanya masa jendela (3 bulan). Masa timbulnya gejala klinis pada AIDS lama (5-10 tahun).Bila telah timbul gejala klinis sudah dalam stadium lanjut (tanpa ARV akan meninggal dalam 6 bulan sampai 2 tahun). Keterlambatan deteksi HIV menyebabkan hilangnya kesempatan untuk pencegahan penularan lebih lanjut. Selain itu, keterlambatan deteksi juga menyebabkan hilangnya kesempatan untuk memulai terapi sesuai dengan pedoman WHO (CD4<350). Untuk mendeteksi HIV, dapat dilakukan tes laboratorium berupa tes anti HIV, tes antigen p24, viral load, dan kultur virus. Tes anti HIV relatif murah dan mudah, dan seharusnya tersebar di seluruh Indonesia. Untuk diagnosis, disyaratkan tiga kali pemeriksaan. Rapid Test/Tes cepat hasil cepat dinilai, dapat dilakukan pada daerah dengan sarana minim, digunakan untuk tes penyaring/skrining. Akan tetapi, masih kontroversial karena kemungkinana adanya hasil tes positif paslu. Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan tes cara lain, seperti Elisa atau Western blot. Tetapi western blot sudah jarang digunakan karena mahal.

Tes HIV pada bayi secara serologis baru dapat dilakukan pada umur bayi 18 bulan. Perjalanan penyakit HIV lebih cepat pada bayi. Viral load--> RNA virus minggu 4 dan bulan 4. CD4 pada bayi sangat tinggi sekali, sehingga yang perlu diperhatikan adalah persentase CD4. Pada orang dewasa, nilai absolut CD4 normal adalah 410-1000. Jika nilai absolut CD4 telah kurang dari 200, maka besar kemungkinannya untuk mengalami infeksi oportunistik. Diagnosis infeksi HIV di RSCM sebagian besar setelah stadium lanjut, dengan nilai absolut sel T CD4 < 40--> sudah ada infeksi oprtunistik yang dapat mengancam jiwa. Jika infeksi oportunis dapat ditangani--> hasil lebih baik. Hanya sebagian kecil yang terdiagnosis pada masa tanpa gejala --> pasangan seksual dari penderita HIV. Angka kematian di RS 30%. Obat Antiretroviral (ARV)

Dinyatakan bermanfaat gabungan 3 macam obat 1996. Tapi, pada


saat itu, Harga obat mahal tak mungkin dijangkau masyarakat di negara miskin. Para aktivis berjuang agar obat tersebut juga dapat diakses olah masyarakat di negera miskin

2001, sudah ada obat generik DARI India Pada tahun yang sama (2001) obat ARV mulai digunakan di
Indonesia (kerjasama dengan produsen di India)

2003 akhir WHO menetapkan program 3by5 (gunakan


kombinasi 3 obat dari 5 jenis obat yang ada) Indikasi Pengobatan ARV untuk HIV - simptomatik (biasanya setelah 5- 10 tahun) - apabila CD4 < 350 (normalnya 450) Life Cycle HIV - virus HIV itu adalah virus yang mengandung materi genetik RNA

Siklus diawali dengan fusi virus HIV ke sel T CD4, kemudian materi genetik virus (viral RNA) akan dimasukkan ke sel T CD4. Dengan bantuan enzim reverse transcriptase, viral RNA akan diubah menjadi viral DNA

viral DNA ini akan melakukan integrasi ke nukleus sel T CD4 (bergabung dengan materi genetik host di sel T CD4), kemudian melalui proses pembelahan (dengan bantuan enzim protease) dan setelah itu melalui packaging untuk menghasilkan virus HIV yang baru dalam jumlah besar - enzim yang terlibat dalam siklus HIV (reverse transcriptase dan protease) inilah yang menjadi target pada obat ARV Kombinasi ARV yang digunakan di treatment inisial AZT, 3TC, Nevirapine AZT, 3TC, Efavirenz d4T, 3TC, Nevirapine d4T, 3TC, Efavirenz Keterangan: - AZT azidothymidine atau zidovudine

contoh yang dengan gejala itu misalnya pasien yang datang ke dokter dengan keluhan diare berulang, ada jamur di mulutnya, dll (dan gejala infeksi oportunistik lainnya). Nah kalau yang tanpa gejala, misalnya pada orang yang kita lihat memiliki banyak bekas jarum suntik, atau pada ibu hamil yang suaminya HIV (itu harus langsung diperiksa juga,,,) o Membantu meningkatkan cakupan ARV (melaksanakan sendiri atau merujuk) o Mengenal infeksi oportunistik dan memberikan terapi permulaan o Memberikan penyuluhan untuk meningkatkan adherens

apabila telah dilakukan pemberian obat, kita harus bisa menjelaskan ke pasien bahwa obat HIV itu harus diminum seumur hidup, jadi diperlukan kepatuhan yang tinggi Mencegah penularan selanjutnya jadi kita harus menjelaskan ke pasien bagaimana HIV menular, nasib pasangannya nanti kalau tertular, dll. tapi, berdasarkan survey, persentase wanita pengidap HIV yang jujur pada pasangannya jauh lebih tinggi dari pada pria pengidap HIV yang jujur pada ibu hamil yang mengidap HIV juga dapat dilakukan pencegahan penularan pada bayinya dengan pemberian ARV, melahirkan secara Caesar, serta mengganti ASI dengan susu formula

AZT, d4T, 3TC ARV golongan NRTI (nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor) - Efavirenz dan nevirapine ARV golongan NNRTI (non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor) Hasil terapi ARV Keberhasilan terapi 91,6% Pada umumnya keadaan klinis membaik yang ditandai dengan peningkatan berat badan

d4T stavudine 3TC lamivudine

3 bulan setelah penggunaan ARV CD4 mulai meningkat 6 bulan setelah penggunaan ARV Viral load menjadi
undetectable Jumlah orang yang pernah menggunakan ARV tahun 2009 sekitar 23.000 orang Hal-hal yang harus dilakukan: o Mendiagnosis infeksi HIV dengan gejala atau tanpa gejala

sirkumsisi bagi yang pria dapat mencegah penularan HIV sebesar 58 % Pemberdayaan Pemberdayaan harus dilakukan agar pengidap HIV: Dapat produktif kembali

Dapat berkeluarga Dapat mempunyai keturunan Kemandirian (ekonomi) Adiksi dan Overdosis

Kasus overdosis menurun Adiksi

Metadon Maintenance Treatment (Metadon Maintenance therapy


adalah suatu terapi pada adiksi opiate menggunakan metadon suatu opioid sintetik) Yang harus dilakukan terkait adiksi dan overdosis Memahami adiksi Mengenal gejala dan tanda penggunaan Narkoba terutama IDU (pengguna narkoba suntikan) Merujuk ke layanan metadon jika diperlukan Penularan dari ibu hamil HIV (+) ke bayi - dari 100 ibu hamil yang positif HIV : - sekitar 7 bayi terinfeksi dalam kandungan - sekitar 15 bayi terinfeksi pada saat persalinan - sekitar 13 bayi terinfeksi melalui ASI pada awal kehidupannya Jadi, risiko penularan dari ibu ke bayi 35% intervensi pencegahan yang dapat dilakukan - pemberian antiretrovirus selama kehamilan - saat persalinan operasi Caesar, persalinan aman dengan ARV

IMS meningkatkan risiko penularan HIV - adanya IMS dapat menjadi suatu tanda untuk menganjurkan test HIV pada pasien - IMS di Indonesia semakin meningkat. Untungnya, di Indonesia terapi IMS dapat dengan mudah dilakukan bahkan ada subsidi dari pemerintah - IMS yang sering dijumpai pada pengidap HIV adalah gonorrhea, Sifilis, Kondiloma akuminata, Trikomoniasis Apa yang harus kita lakukan terkait dengan IMS dan HIV ini? - melakukan PITC (Provider Initiative Tseting and Counseling) pada penderita IMS - mengobati IMS sampai tuntas, termasuk pada pasangan seksualnya - Merujuk ODHA hamil yang HIV (+) ke layanan PMTCT (Prevention of Mother to Child Transmission) - Merujuk ODHA yang ingin punya anak ke rumah sakit yang mempunyai layanan viral load termasuk pemeriksaan viral load pada sperma ============================================ =====================

sesudah melahirkan bayi diberi susu formula, bayi diberi ARV

K-26 : Peran Nutrisi pada Infeksi dan Gangguan Imunologi Oleh dr. Sri Sukmaniah, SpGK (K)
Latar Belakang: Efek PEM tertama kali dipelajari pada anak-anak. Pada PEM terjadi disregulasi respons imun sehingga respons imun akan menurun. Sistem imun membutuhkan zat-zat pembangun dan sumber energi sama seperti proses fisiologi lainnya.isi Zat-zat gizi baik langsung maupun tidak langsung terlibat dalam sistem imun tubuh. Zat-zat gizi yang meningkatkan sistem imun tubuh disebut imunomodulator.

Kalau diintervensi risiko penularan ibu HIV ke bayi bisa ditekan hingga hanya 2 % Sebelum partus, sebaiknya viral load di ibu tidak terdeteksi, namun, untuk mencapai keadaan ini di indonesia masih sulit Kalau penderita HIV ingin punya anak, terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan - Mencegah penularan pada pasangan - Mencegah penularan pada bayi - Pencucian sperma HIV dan Infeksi Menular seksual

Zat-zat gizi tersebut, antara lain (yang sudah banyak diteliti dan dipelajari sampai saat ini): protein dan asam amino (yang terbukti bermanfaat): argini dan glutamin asam nukleat dan nukleotida asam lemak n-3 dan n-6 mikronutrient seperti o vitamin larut lemak: A,D,E o vitamin larut air: B1, B2, B6, B12, folat, dan Biotin o Mineral: tembaga, zat besi, seng, selenium, magnesium, dan mangan.

menurunnya respons imunitas seluler dan humoral,

Rusaknya keutuhan sel-sel epitel sehingga meningkatkan invasi mikroorganisme dan infeksi, yang selanjutnya akan memicu respons fase akut dan mengaktifkan sistem imun. Keadaan ini akan meningkatkan kehilangan mikronutrien, yang pada akhirnya akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Keseimbangan Energi dan Respons Imun Keseimbangan energi di dalam tubuh merupakan keseimbangan antara asupan makanan dengan keluaran energi. Komponen keluaran energi adalah metabolisme basal, aktivitas dan keadaan sakit seperti infeksi. Bila terjadi ketidak seimbangan, akan berpengaruh pada berat badan dan komposisi tubuh, terutama berkurangnya jaringan bebas lemak karena mengalami degradasi, yang pada akhirnya akan menekan sistem imun. Bila berat badan aktual turun mencapai kurang dari 60% berat badan ideal kompetensi imun tubuh menurun. Di sisi lain obesitas juga dapat menyebabkan abnormalitas komponenkomponen imunologik baik seluler maupun humoral, kondisi ini dapat meningkatkan insidens penyakit infeksi. Jenis sumber energi juga berperan penting, misalnya:

Komponen Sistem Imun

Lemak makanan selain sebagai sumber energi juga merupakan


sumber asam lemak eikosanoat yang berperan memberikan sinyal untuk terjadinya ekspresi genetik;

Glutamin merupakan sumber energi untuk lekosit dan enterosit.


Hubungan antara Nutrisi dan Infeksi, juga pengaruhnya pada sistem imun tubuh: (bagan dapat dilihat slide no 9) Keadaan infeksi dapat menimbulkan malnutrisi bila tidak ditangani dengan baik. Hal ini disebabkan karena menurunnya asupan makanan karena seringkali pada kondisi ini selera makan menurun, selain itu terjadi malabsorpsi, meningkatnya katabolisme dan penggunaan zat-zat gizi oleh tubuh, sehingga terjadi pelepasan zat-zat gizi dari cadangan gizi tubuh untuk sintesis jaringan dan pertumbuhan.
10

Terdapat interaksi antara nutrisi, imunitas, dan infeksi. Protein Energy Malnutrition (PEM) Manifestasi klinis PEM berat: kwashiorkor dan marasmus Pada kondisi ini terjadi gangguan respons imun, yang di tandai dengan: adanya atrofi jaringan limfoid, menurunnya konsentrasi limfosit darah,

Di sisi lain infeksi menimbulkan gangguan fungsi imun dan barier tubuh yang berfungsi sebagai pertahanan tubuh. Defisit Imunologis Utama yang Terpantau pada PEM dan Mekanisme Patogenik Infeksi dapat Meningkatkan Defisiensi Nutrisi Keadaan kurang gizi menyebabkan kegagalan imunitas seluler, aktivitas sel-sel fagosit membunuh mikroorganisme, sistem komplemen, fungsi antibodi, dan afinitas antibodi mempermudah terjadi infeksi karena tubuh tidak memiliki pertahanan yang adekuat. Bila terjadi infeksi maka seringkali terjadi mual, muntah, selera makan menurun, malabsorpsi, meningkatnya metabolit zat-zat gizi dalam urin dan feses karena meningkatnya katabolisme memperberat keadaan malnutrisinya defek imunitas infeksi malnutrisi, dst seperti lingkaran setan Demikian juga infeksi dapat memperburuk sistem imun, misalnya (barier menjadi tidak intak karena dirusak oleh parasit, dst). Efek Defisiensi Mikronutrien terhadap Imunitas:

Imunodefisiensi adalah suatu keadaan di mana kemampuan sistem imun melawan penyakit infeksi terganggu atau seluruhnya tertekan. Ada 2 jenis yaitu, imunodefisiensi primer dan sekunder/didapat. Selanjutnya akan dibahas mengenai imunodefisiensi yang didapat, pada kesempatan ini yang akan dibahas adalah infeksi Human Imunodefisiensi Virus (HIV) Slide ini menunjukkan suatu lingkaran yang melibatkan keadaan

malnutrisi, infeksi, dan respons imun. Infeksi HIV dapat menyebabkan 4 kondisi yang berkaitan dengan kesehatan dan status gizi, yaitu: 1). memperburuk status gizi, dst. 2). Mengganggu sistem imun, dst. 3). Meningkatkan kerentanan terhadap infeksi, dst. 4). Meningkatkan kebutuhan zat-zat gizi, dst. Efek malnutrisi dan Infeksi (HIV) pada Sistem Imun menunjukkan gambaran respons serupa, yaitu penurunan kadar CD4, CD8, respons DCH (delayed cutaneous hypersensitivity, misalnya dites dengan tes mantoux), rasio CD4 terhadap CD8, respons serologis pasca imunisasi, kemampuan membunuh bakteri

Penyakit Imun: Kegagalan sistem imun meliputi proses autoimun, hipersensitivitas, dan imunodefisiensi, dan selanjutnya yang akan dibahas dalam kuliah ini adalah imunodefisiensi. Imunodefisiensi

Patogenesis malnutrisi pada infeksi HIV: Baik infeksi HIV/AIDS maupun Komplikasi infeksi sekunder pada infeksi HIV/AIDS menyebabkan: Menurunkan asupan makanan, Gangguan penyerapan zat-zat gizi

11

Tidak adekuatnya utilisasi zat-zat gizi yang bersifat sekunder terhadap perubahan metabolisme yang terjadi pada HIV/AIDS Penyebab menurunnya asupan makanan Terutama karena: Terjadinya luka di mulut dan kerongkongan Hilangnya selera makan yang menyebabkan kelemahan/fatik, depresi, dan perubahan kondisi mental Karena efek samping pengobatan Adanya abdominal pain Yang mempersulit kondisi infeksi HIV bila tidak tersedia cukup makanan yang baik dan kemiskinan Penyerapan Zat-Zat Gizi Terganggu Terjadi pada infeksi, termasuk infeksi HIV. Pada infeksi HIV gangguan penyerapan terjadi karena: Infeksi menyerang sel-sel usus, diare yang sering dan adanya muntah, infeksi oportunistik. Gangguan penyerapan lemak akan menghambat penyerapan vitaminvitamin yang larut lemak seperti vitamin A dan E, yang bersifat sebagai antioksidan. Perubahan Metabolisma Pada Infeksi HIV Terjadi karena: infeksi meningkatkan kebutuhan energi sebesar 10-15 % dari total energi dan kebutuhan protein sebesar 50 % ataui lebih, meningkatkan kebutuhan dan utilisasi vitamin-vitamin antioksidan seperti vitamin E,C, Beta-karoten, dan mineral seperti Se, Zn, Zat besi. Tidak cukupnya zat gizi antioksidan karena peningkatan penggunaanya, menyebabkan peningkatan stres oksidatif, yang akan memicu peningkatan replikasi Virus dan Viral Load yang lebih tinggi. Wasting Syndrome (keadaan di mana massa otot sangat berkurang) yang berhubungan dengan HIV

Berat badan adalah indikator status gizi yang paling umum digunakan, tetapi sering kali tidak akurat pada keadaan-keadaan seperti: overhidrasi / kelebihan cairan (pada gangguan ginjal, rehidrasi IV) keadaan dehidrasi /defisit cairan (pada diare, kurang asupan minum) ketidak mampuan untuk membedakan antara perubahanperubahan di jaringan bebas lemak dan jaringan lemak. Pengukuran komposisi tubuh yang berkaitan dengan massa sel tubuh lebih baik daripada pengukuran berat badan karena dengan mengukur komposisi tubuh, kita dapat mengukur jaringan yang aktif dalam proses metabolisme (otot, organ-organ tubuh, dan sel-sel dalam sirkulasi darah), juga dapat membedakan antara jaringan bebas lemak dan jaringan lemak. Berbagai penelitian memperlihatkan bahwa pada tahap lanjut infeksi HIV terjadi deplesi yang progresif massa sel tubuh; pasien dengan massa sel > dari 30% berat badan atau kadar albumin serum > 3 g% secara signifikan memperpanjang kelangsungan hidup pasien. Perubahan Habitus Tubuh (Bentuk Tubuh) Perubahan metabolik pada infeksi HIV mengakibatkan: Peningkatan REE (Resting Energy Expenditure, Pemakaian Energi untuk Metabolisme Basal) Pemakaian yang cepat asam amino untuk kebutuhan energi Akumulasi lemak yang terus menerus Lebih banyak jaringan lemak dibandingkan jaringan bebas lemak Proses pemeliharaan dan pemulihan jaringan bebas lemak kurang berjalan dengan baik Kehilangan berat badan, kadar trigliserida tinggi (karena perombakan jaringan lemak) Efek Nutrisi pada HIV/AIDS: Berbagai studi menunjukkan bahwa:

12

Penurunan berat badan berhubungan dengan infeksi HIV, progresivitas penyakit, dan mortalitas. Defisiensi zat gizi seperti vit A, B12, E, Selenium, dan Seng dihubungkan dengan transmisi HIV, progresivitas penyakit, dan mortalitas. Berbagai studi observasional tidak menjelaskan apakah kondisi kondisi ini menyebabkan atau disebabkan oleh lebih cepatnya progresivitas penyakit. Jadi, studi klinik perlu dilakukan untuk menjelaskan bahwa perbaikan status gizi dapat memperlambat progresivitas penyakit HIV dan meningkatkan Survival. Intervensi untuk meningkatkan asupan energi dan protein pada pasien-pasien dengan HIV+, dapat menurunkan kerentanan terhadap penurunan berat badan dan wasting otot. Berbagai penelitian memperlihatkan bahwa pemberian minuman tinggi energi dan protein, disertai konseling gizi meningkatkan dan mempertahankan berat badan pada HIV+ tanpa gejala (Stack et al, 1996). Kemudian Hellerstein, 1999, melaporkan pemberian omega-3 dalam minyak ikan dan biji2an meningkatkan berat badan pada beberapa pasien-pasien AIDS. Studi oleh Shabert 1999, yang memberikan glutamin,antioksidan, dan konseling gizi, mendapatkan terjadinya kenaikan berat badan dan perbaikan massa sel tubuh pada penderita HIV yang mulai mengalami penurunan berat badan . Perbaikan asupan dan status mikronutrient dapat membantu memperkuat sistem imun, menurunkan konsekuensi stres oksidatif, dan memperpanjang survival. Contohnya : Perbaikan status Vitamin A memperbaiki status imun, menurunkan frekuensi diare, dan mortalitas pada anakanak dengan HIV+ di Tanzania; Perbaikan status vitamin B12 pada laki-laki amerika dengan HIV+, memperbaiki kadar sel CD4; Perbaikan status vitamin E dan C menurunkan stres oksidatif dan HIV viral load di Kanada dan Zambia.;

Pemberian multivitamin A,B, C, E, Folic Acid, memperbaiki outcome kehamilan dan status imun Pemberian Selenium dan Beta-karoten dilaporkan dapat meningkatkan fungsi enzim antioksidan; Pemberian Zinc menrunkan insidens infeksi oportunistik, stabilisasi berat badan, memperbaiki jumlah CD4 pada pasien AIDS dewasa; Perbaikan anemia (karena besi) memperlambat progresivitas dan memperbaikai survival.

Tatalaksana Nutrisi pada Kasus HIV Dibutuhkan penilaian yang terus menerus dan penyesuaian pada seluruh perjalanan penyakitnya: Mempertahankan status gizi yang optimal akan menghindarkan kerentanan imun dan menurunkan risiko atau beratnya komplikasi. Dukungan nutrisi dapat dipersulit oleh malnutrisi, infeksi oportunistik, tidak baiknya utilisasi zat-zat gizi, atau kesulitan makan. Metode pemberian makanan yang tepat dan komposisi zat gizi yang tepat dapat memperbaiki respons imun, status gizi, dan outcome klinik. Nutrisi yang adekuat dapat mengembalikan massa sel yang mengalami degradasi dan mengkompensasi kehilangan nitorgen. Penilaian Zat Gizi, terdiri atas: Penilaian dan pemantauan status gizi penting untuk dilakukan secara rutin dan teliti untuk mencegah dan membatasi tingkat keparahan infeksi HIV dengan malnutrisi. Data antropometrik yang diperlukan pada : Orang dewasa tinggi badan,kecenderungan berat badan, komposisi tubuh diikuti secara periodik Anak tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, rasio berat badan terhadap tinggi, komposisi tubuh. Riwayat diet untuk : Dewasa: pola makan, diet kesukaanatau suplement khusus yang dimakan.

13

Anak-anak: lamanya waktu makan, jumlah makanan atau formula yang dikonsumsi, pola makan/masalah makan/ keterampilan makan. Riwayat medik: fungsi hati, GI, seperti emesis, diare, perdarahan, kembung. Data laboratorium: hitung darah lengkap, status zat besi, Zinc, Se, Vit A dll, sesuai indikasi. Pengobatan: mengevaluasi potensi interaksi obat-zat gizi Terapi Nutrisi: Terapi gizi dan pendidikan gizi harus menjadi bagian perawatan kesehatan yang menyeluruh untuk penderita infeksi HIV. Terapi gizi harus memenuhi kebutuhan gizi individu, baik melalui oral, enteral, atau parenteral, atau kombinasi ketiganya. Hitung kebutuhan energi dan protein secara teliti: - Dewasa: minimum 35-40 Kcal/kgBW, and protein 1-2 g/kgBw -Anak: RDA Catch-up growth: kcal/kg & protein g/kg = RDA for W/A x median W/H -------------------------------------Berat sebenarnya Keterangan: Catch up growth=pertumbuhan untuk menggantikan pertumbuhan yang terlambat (biasanya karena penyakit tertentu atau akibat kurang gizi) RDAJumlah yang disarankan untuk dikonsumsi per hari untuk mencapai kesehatan optimal W/A=weight for age W/H=weight for height RDA for W/A=RDA untuk berat anak seusia anak tersebut (pasien) Median W/H=nilai tengah (sejenis rata-rata) berat anak umumnya dengan tinggi sama dengan anak tersebut (pasien)

Dianjurkan untuk member makan 150% pertumbuhan dan status nutrisi normal.

RDA

untuk

mencapai

Kesimpulan: terdapat interaksi antara status gizi, respons imun, dan prevalensi dan tingkat keparahan infeksi. Status gizi mempengaruhi progresivitas penyakit HIV dan mortalitas. Perbaikan status gizi dapat memperbaiki beberapa akibat terkait HIV. Intervensi gizi dini dan adekuat dapat mencegah malnutrisi pada orang-orang terinfeksi HIV, hal tersebut dapat memperlambat progresivitas penyakit dan memperbaiki kualitas hidup. Pemberian suplemen gizi, terutama vitamin dan mineral antioksidan, dapat memperbaiki akibat akibat terkait HIV, terutama pada populasi yang rentan terhadap gangguan gizi. Monitoring gizi rutin dan penegakan tujuan gizi secara individual diperlukan untuk mamanjemen gizi yang efektif. Konseling dan intervensi gizi lainnya untuk mencegah penurunan berat badan bisa memberikan dampak yang baik pada awal infeksi HIV. ============================================ ===========================

K-27 : Prinsip Dasar Imunisasi dan Imunoterapi Oleh dr. Hindra Irawan Satari, SpA
IMUNISASI - adalah kekebalan yang terjadi jika terbentuk antibodi dan sel T teraktivasi Sejarah imunoterapi dan imunisasi dimulai 300 tahun yang lalu saat Edward jenner memasukkan serum orang yang memliki bisul cacar dari para peternak ke orang yang belum terkena cacar. Hasilnya adalah orang yang diberikan serum menjadi tidak terkena cacar.

Pada imunisasi atau paparan penyakit secara alamiah, ada perubahan dari respons imun humoral dari yang primer dan sekunder. Pada infeksi pertama- antbodi yang terbentuk tidak begitu tinggi. Yang terbentuk duluan adalah IgM. Akan menetap bebrapa minggu, lalu akan menurun. Jika orang tersebut terpapar lagi dengan antigen, maka IgM akan naik lagi.
14

IgG muncul belakangan, kadarnya lebih tinggi dalam darah dan tidak menurun secara dramatis Jika terjadi paparan lagi, IgG akan naik jauh lebih tinggi dan lebih cepat dari pada IgM. Inilah mengapa IgG adalah penanda utama pada infeksi sekunder.

Tujuan imunisasi adalah agar pasien sudah memiliki sel memori yang cukup, sehingga akan kebal kalau kena infeksi yang sama berikutnya.

akan dipresentasikan bersama molekul MHC kelas II kepada sel Th sehingga terjadi ikatan antara TCR dengan antigen. Ikatan tersebut terjadi sedemikian rupa dan menimbulkan aktivasi enzim dalam sel limfosit T sehingga menjadi sel Th aktif dan sel Th memori. Sel Th aktif ini dapat merangsang sel Tc untuk mengenal antigen dan merubahnya menjadi sel Tc memori dan sel Tc aktif yang akan melisis sel target yang telah dihuni antigen. Sel Tc akan mengenal antigen pada sel target bila berasosiasi dengan molekul MHC kelas I. Limfokin akan mengaktifkan makrofag dengan menginduksi pembentukan reseptor Fc dan C3B pada permukaan makrofag sehingga mempermudah melihat antigen yang telah berikatan dengan dengan antibodi atau komplemen, dan dengan sendirinya mempermudah fagositosis. Selain itu limfokin merangsang produksi dan sekresi berbagai enzim serta metabolit oksigen yang bersifat bakterisid atau sitotoksik terhadap antigen sehingga meningkatkan daya penghancuran antigen oleh makrofag. Bila antigen belum dapat dilenyapkan maka makrofag dirangsang untuk melepaskan faktor fibrogenik dan terjadi pembentukan jaringan granuloma serta fibrosis, sehingga penyebaran dapat dibatasi. Sel Th aktif juga akan merangsang sel B untuk berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang mensekresi antibodi. Sebagai hasil akhir aktivasi ini adalah eliminasi antigen. Antibodi yang disekresi dapat menetralkan antigen sehingga infektivitasnya hilang, atau berikatan dengan antigen sehingga lebih mudah difagosit oleh makrofag dalam proses yang dinamakan opsonisasi. Selain eliminasi antigen, pemajanan ini juga menimbulkan sel memori yang kelak bila terpajan lagi dengan antigen serupa akan cepat berproliferasi dan berdiferensiasi. IMUNISASI DIBAGI MENJADI BEBERAPA KATEGORI Dilihat dari cara timbulnya maka terdapat dua jenis kekebalan, yaitu kekebalan aktif dan pasif. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat oleh individu itu sendiri. Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh. Waktu paruh IgG adalah 28 hari, sedangkan Ig yang lainnya lebih

Vaksinasi merupakan upaya kesehatan yang sangat efisien agar tubuh kebal. Vaksin diberikan agar kekebalan yang dieproleh seumur hidup. Kita juga ingat, pencegahan lebih murah daripada pengobatan. Harus diberikan suatu antigen yang tidak membahayakan bagi tubuh pasien, namun menginduksi sistem Keuntungan vaksinasi: Pertahanan yang terbentuk dibawa seumur hidup Cost-effective Tidak berbahaya Respons Imun Terhadap Vaksinasi Limfosit Th umumnya baru mengenal antigen bila dipresentasikan bersama molekul MHC kelas II yaitu molekul yang antara lain terdapat pada membran sel makrofag. Setelah diproses oleh makrofag, antigen

15

pendek. Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen, atau terpajan secara alamiah. Kekebalan aktif berlangsung lebih lama daripada kekebalan pasif karena adanya memori imunologik. Pasif Alami: Kekebalan yang didapatkan transplasental. Atau dari air susu ibu ke anaknya. Itulah mengapa sebelum usia 6 bulan, seorang bayi mendapatkan imunisasi pasif dari ibunya Buatan: Pemberian antibodi yang sudah disiapkan . Aktif Alami: Anak terjangkit suatu penyakit. Dengan terjadinya penyakit, tubuh akan membentuk respon imun agar dia tidak terkena infeksi yang lama lagi. Co.: Anak yang divaksinasi campak akan terlindung, seperti anak yang udah kena campak Buatan: Memasukkan antigen untuk merangsang kekebalan. Inilah yang disebut vaksinasi Imunisasi pasif Imunisasi pasif terjadi bila seseorang menerima antibodi atau produk sel dari orang lain yang telah mendapat imunisasi aktif. Transfer sel yang kompeten imun kepada pejamu yang sebelumnya imun kompeten biasa disebut transfer adaptif. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian globulin serum adalah pemberian IM, mengingat pemberian IV dapat menimbulkan reaksi anafilaksis. 1. Imunisasi pasif alamiah adalah imunitas maternal melalui plasenta dan kolostrum. Adanya antibodi dalam darah ibu merupakan proteksi pasif terhadap janin. IgG dapat berfungsi antitoksik, antivirus, dan antibacterial terhadap H. influenza dll. Ibu yang mendapatkan vaksinasi aktif akan memberikan proteksi pasif kepada janin dan bayi. ASI mengandung berbagai komponen sistem imun. Beberapa diantaranya berupa Enhancement Growth Factor untuk bakteri yang diperlukan dalam usus atau faktor yang justru dapat menghambat tumbuhnya kuman tertentu (lisozim, laktoferin, interferon, makrofag, sel T, sel B, granulosit). Antibodi ditemukan dalam ASI dan kadarnya lebih tinggi dalam kolostrum. Daya proteksi antibodi kelenjar susu tergantung dari antigen yang masuk ke dalam usus ibu.

2. Imunisasi pasif buatan Immune Serum Globulin (ISG) non spesifik (Human Normal Immunoglobulin-HNI) imunisasi pasif tidak diberikan secara rutin, hanya diberikan dalam keadaan tertentu kepada pasien yang terpajan dengan bahan yang berbahaya terhadapnya dan sebagai regimen jangka panjang pada pasien dengan defisiensi antibodi. Jenis imunitas diperoleh segera setelah suntikan, tetapi hanya berlangsung selama masa hidup antibodi in vivo yang sekitar 3 minggu untuk kebanyakan bentuk proteksi Ig. Imunisasi pasif dapat berupa tindakan profilaktik atau terapeutik, tetapi kurang berhasil sebagai terapi. ISG digunakan untuk imunisasi pasif terhadap berbagai penyakit atau untuk perawatan pasien imunokompromais. ISG spesifik plasma atau serum yang diperoleh dari donor yang dipilih sesudah imunisasi atau booster atau konvalesens dari suatu penyakit, disebut sesuai jenisnya seperti Tetanus Immune Globulin (TIG), Hepatitis B Immune Globulin (HBIG), Varisela zoster Immune Globulin (VZIG), Rabies Immune Globulin (RIG) dll.

3. Serum asal hewan --> serum asal hewan seperti anti bisa ular,
laba-laba, kalajengking yang beracun digunakan untuk mengobati mereka yang digigit. 4. Antibodi heterolog dan antibodi homolog Imunisasi aktif Dalam imunisasi aktif untuk mendapatkan proteksi dapat diberikan vaksin hidup/dilemahkan atau yang dimatikan. Vaksin yang baik harus mudah diperoleh, murah, stabil dalam cuaca ekstrim dan nonpatogenik. Efeknya harus tahan lama dan mudah direaktivasi dengan suntikan booster antigen. Baik sel B maupun sel T diaktifkan oleh imunisasi. Keuntungan dari pemberian vaksin hidup/dilemahkan ialah terjadinya replikasi mikroba sehingga menimbulkan pajanan dengan dosis besar dan respons imun di tempat infeksi alamiah. Vaksin yang dilemahkan diproduksi dengan mengubah kondisi biakan mikroorganisme dan dapat merupakan pembawa gen dari mikroorganisme lain yang sulit dilemahkan. Risiko vaksin yang dilemahkan aalah oleh karena dapat menjadi virulen kembali dan merupakan hal yang berbahaya untuk subyek imunokompromais.
16

Virus --> vaksin rubella, influenza, campak, poliomyelitis, hepatitis B, hepatitis A, Varisela, rabies, dan virus retro. Bakteri --> vaksin poliosakarida (pneumokok, H. influenza, N. meningitidis, S, tifi), lyme disease, BCG (Bacille Calmette-Guerin), streptokok pneumoni. Antitoksin --> antitoksin botulisme, difteria, tetanus, DPT. IMUNISASI VS VAKSINASI Imunisasi adalah transfer antibodi secara pasif. Yang diberikan adalah imunoglobulin Vaksinasi adalah memberikan antigen untuk merangsang sistem imun . Karena yang diberikan hanya fragmen sel nya, maka respon yang timbul hanya peradangan namun cukup untuk menimbulkan kekebalan. Vaksinasi adalah cara untuk sebisa mugkin menirukan infeksi alamiah JENIS-JENIS VAKSIN 1. Live attenuated Bakteri atau virus yang dilemahkan dengan melakukan modifikasi virus atau bakteri penyebab penyakit . Bakteri atau virus ini Masih mampu bereplikasi dan menimbulkan kekebalan tapi tidak menyebabkan penyakit Contoh bakteri: BCG, tifoid oral Contoh virus: campak, parotitis, rubela, polio, rotavirus, yellow fever 2. Vaksin hidup Virus/bakteri liar penyebab penyakit yang dilemahkan dengan cara pembiakan berulang-ulang. Harus mampu mengadakan replikasi Dapat rusak dengan pengaruh luar Dapat menyebabkan penyakit yang ringan

Labil Yang tersedia Virus hidup: campak, gondong, rubela, polio, rotavirus, cacar air Berasal dari bakteri: BCG dan vaksin tifoid oral 3. Vaksin inactivated Didapat dengan cara membiakkan bakteri atau virus dalam media persemaian lalu dibuat tidak aktif dengan penanaman bahan kimia, biasanya formalin Vaksin komponen --> organisme dibuat murni Tidak hidup dan tidak dapat tumbuh Tidak dipengaruhi oleh antibodi yang beredar

Membutuhkan dosis multipel Vaksin inactivated yang tersedia: 1. Sel virus: influenza, polio (IPV), rabies, hepatitis A 2. Bakteri: Pertusis, tifoid, kolera 3. Vaksin fraksional: hepatitis B, influenza, pertusis a-seluler, tifoid Vi 4. Toksoid: Difteria, tetanus 5. Polisakarida murni: pneumokokus, meningokokus, dan HiB 4. Vaksin Polisakarida Vaksin sub-unit yang inactivated Terdiri atas rantai panjang molekul-molekul gula yang membentuk permukaan kapsul bakteri tertentu Yang tersedia: Pneumokokus,Meningokokus,Hemophilus influenzae type B Respons imun adlah Sel T independen khusus (mampu menstimulasi sel B tanpa bantuan sel Th) Anak < 2 tahun --> antigen sel t independen tidak imunogenik --> Sistem imun imatur, terutama fungsi sel T Antibodi yang dihasilkan dalam respons terhadap vaksin polisakarida hanya didominasi IgM, sehingga pada vaksinasi ulang tidak menyebabkan respons peningkatan : hal ini diatasi dengan penggabungan atau konjugasi, contoh: hemofilus influenza tipe b, penumokok
17

Secara teoritis dapat berubah menjadi patogenik seperti semula

5. Vaksin Rekombinan Dihasilkan dengan teknik rekayasa genetik Yang tersedia: Hepatitis B --> segmen gen virus ke dalam gen sel ragi, 1. dihasilkan antigen permukaan hepatitis B murni Vaksin tifoid (Ty21A) --> bakteri S. typhi secara genetik 2. diubah sehingga tidak menyebabkan sakit Tiga dari 4 virus --> rotavirus kera rhesus yang diubah 3. SYARAT KEBERHASILAN IMUNISASI Bergantung kepada faktor, yaitu Status imun pejamu Terjadinya antibodi spesifik pada pejamu terhadap vaksin yang diberikan akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Misalnya pemberian imunisasi campak Keberhasilan vaksinasi memerlukan maturitas imunologik Status imun mempengaruhi imunisasi. Co Pengobatan imunosupresan pada kanker atau pada pasien AIDS yang mengalami imunosupresi karena penyakit, maka imunisasi mungkin tidak akan berhasil. Status gizi Kualitas vaksin

Susunan vaksin di lemari es Wadah pembawa vaksin Cold pack dan cool pack

Tanggal kadaluwarsa Vaccine vial monitor (VVM) Freeze watch dan freeze tag Warna dan kejernihan vaksin Pemilihan vaksin Sisa vaksin

Gizi buruk akan menurunkan fungsi sel sistim imun Kualitas dan kuantitas vaksin

Cara pemberian Dosis vaksin Frekuensi pemberian Ajuvan Jenis vaksin

Cara Penanganan dan Transportasi Vaksin Rantai vaksin Suhu optimum vaksin hidup atau mati Kamar dingin/ beku Lemari es / freezer

Aplikasi Imunisasi Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) a. Difteri Adalah penyakit yang disebabkan bakteri Corynebacterium diphteriae dengan gejala panas lebih kurang 38oC disertai adanya pseudo membran (selaput tipis) putih keabu-abuan pada tenggorokan (laring, faring, tonsil) yang tak mudah lepas dan mudah berdarah. Dapat disertai nyeri menelan, leher membengkak seperti leher sapi (bull neck) dan sesak nafas disertai bunyi (stridor) dan pada pemeriksaan apusan tenggorok atau hidung terdapat kuman difteri. b. Pertusis Adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertusis dengan gejala batuk beruntun dan pada akhir batuk menarik nafas panjang terdengar suara hup (whoop) yang khas, biasanya disertai muntah. Serangan batuk lebih sering pada malam hari. Akibat batuk yang berat dapat terjadi pedarahan selaput lendir mata (conjunctiva) atau pembengkakan di sekitar mata (oedema periorbital). Lamanya batuk bisa mencapai 1-3 bulan dan penyakit ini sering disebut penyakit 100 hari. Pemeriksaan lab pada apusan lendir tenggorokan dapat ditemukan kuman pertusis (Bordetella pertussis). c. Tetanus Adalah penyakit disebabkan oleh Clostridium tetani dengan terdiri dari tetanus neonatorum dan tetanus. Tetanus neonatorum adalah bayi lahir

18

hidup normal dan dapat menangis dan menetek selama 2 hari kemudian timbul gejala sulit menetek disertai kejang rangsang pada umur 3-28 hari. Tetanus dengan gejala riwayat luka, demam, kejang rangsang, risus sardonicus (muka setan), kadang-kadang disertai perut papan dan opistotonus (badan melengkung) pada umur di atas 1 bulan. d. Tuberkulosis Adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosa menyebar melalui pernafasan lewat bersin atau batuk, gejala awal adalah lemah badan, penurunan berat badan, demam dan keluar keringat pada malam hari. Gejala selanjutnya adalah batuk terus menerus, nyeri dada dan dapat terjadi batuk darah. e. Campak Adalah penyakit yang disebabkan oleh virus measles, disebarkan melalui droplet bersin atau batuk dari penderita, gejala awal penyakit adalah demam, bercak kemerahan, batuk, pilek, conjunctivitis (mata merah), selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher, kemudian menyebar ke tubuh, tangan serta kaki. f. Poliomielitis Adalah penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh satu dari tiga virus yang berhubungan, yaitu virus polio type 1, 2, atau 3. Secara klinis penyakit polio adalah anak di bawah umur 15 tahun yang menderita lumpuh layu akut (acute flaccid paralysis/AFP). Penyebaran penyakit adalah melalui kotoran manusia (tinja) yang terkontaminasi. Kelumpuhan dimulai dengan gejala demam, nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu pertama sakit. Kematian bisa terjadi jika otot-otot pernafasan terinfeksi dan tidak segera ditangani. g. Hepatitis B Adalah penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis B yang merusak hati. Penyebaran penyakit terutama melalui suntikan yang tidak aman, dari ibu ke bayi selama proses persalinan, melalui hubungan seksual. Infeksi pada anak biasanya tidak menimbulkan gejala. Gejala yang ada adalah lemah, gangguan perut dan gejala lain seperti flu, urin menjadi kuning, kotoran menjadi pucat. Warna kuning bisa terlihat pula mata ataupun kulit. Penyakit ini bisa menjadi kronis danmenimbulkan Cirrhosis hepatis, kanker hati dan menimbulkan kematian. h. Meningitis Meningokokus

Adalah penyakit akut radang selaput otak yang disebabkan oleh bakteri Neisseria meningitidis. Meningitis penyebab kematian dan kesakitan diseluruh dunia, CFR melebihi 50%, tetapi dengan diagnosis dini, terapi modern dan suportif CFR menjadi 5 - 15%. Pencegahan dapat dilakukan dengan imunisasi dan kemoprofilkasis untuk orang-orang yang kontak dengan meningitis dan karier. Demam Kuning (Yellow Fever) Adalah penyakit infeksi virus akut dengan durasi pendek (inkubasi 3-6 hari) dengan tingkat mortalitas yang bervariasi, disebabkan oleh virus demam kuning dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae, vektor perantara adalah Aedes aegypti. Ikterus sedang ditemukan pada awal penyakit. Beberapa kasus berkembang menjadi stadium intoksikasi yang lebih berat ditandai dengan gejala hemoragik seperti epistaksis, perdarahan ginggiva, hematemesis, melena, gagal ginjal dan hati, 20% - 50% kasus ikterik berakibat fatal. Vaksin Keterangan

Hepatitis B HB diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada umur 1 dan 3-6 bulan. Interval dosis minimal 4 minggu. Polio Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir di RB/RS OPV diberikan saat bayi dipulangkan (untuk menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi lain). Diberikan sejak lahir. Apabila umur >3 bulan harus dilakukan uji tuberkulin terlebih dulu. BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif. Diberikan pada umur >6 minggu, DTwP atau DTaP atau secara kombinasi dengan Hep. B atau HiB. Ulangan DTP umur 18 bulan dan 5 tahun. Umur 12 tahun mendapat TT pada program BIAS SD kelas VI. Diberikan mulai umur 2 bulan dengan interval 2 bulan. Diberikan terpisah atau kombinasi.

BCG

DTP

Hib

19

Campak MMR

Campak-1 umur 9 bulan, campak-2 diberikan pada program BIAS pada SD kelas 1, umur 6 tahun. MMR dapat diberikan umur 12 bulan, apabila belum mendapat campak 9 bulan. Umur 6 tahun diberikan untuk ulangan MMR maupun catch-up immunization.

Vaksin Semua vaksin

Pnemokoku Pada anak yang belum mendapatkan PCV pada umur >1 s (PCV) tahun PCV diberikan dua kali dengan interval 2 bulan. Pada umur 2-5 tahun PCV diberikan satu kali. Influenza Umur <8 tahun yang mendapat vaksin influenza trivalen (TIV) pertama kalinya harus mendapat 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.

BCG

DtaP

keadaan Reaksi alergi berat atau anafilaksis terhadap vaksin atau komponennya Defisiensi imun atau sipresi imun Ensefalopati dalam 7 hari

Alasan Anafilkasis

keadaan Penyakit akut sedang-berat Alergi lateks Komponennya

Alasan

Penyakin oleh vaksin bakteri hidup Ensefalopati rekuren

Hepatitis A Hepatitis A diberikan pada umur >2 tahun, dua kali dengan interval 6-12 bulan. Tifoid Tifoid polisakarida injeksi diberikan pada umur >2 tahun, diulang setiap 3 tahun.
DTaP, DT atau Td Penyakit saraf Kesulitan membedakan penyakit dari reaksi vaksin

Demam > 40,5C, episode hiporesponsif hipotonik atau terus menerus menangis . 3 hari Keang demam 3 hari

Kontraindikasi Kontraindikasi imunisasi terbagi menjadi kontraindikasi absolut dan kontraindikasi khusus. Kontraindikasi absolut: Penyakit akut sistemik dengan demam Reaksi saraf terhadap vaksin terdahulu terutama pertusis, baik lokal, berat dan sistemik

Hep-A Hep-B

Alergi terhadap jamur roti Usia < 6 minggu Alergi telur

anafilaksis

Pertimbangan khusus: Riwayat kerusakan serebral terdokumentasi waktu neonatus Anak dengan kelainan saraf Penderita dengan imunosupresi-primer atau sekunder Kehamilan Alergi telur Tabel Kontraindikasi Imunisasi
Kontraindikasi perhatian

Sindrom Guillain-Barre dalam 6 mingu pemberian vaksin tetanus Hamil Berat badan < 2000g kecuali ibu HbsAg positif

Hib konjugat Infuenza yang diinaktifka n

Induksi toleransi imun anafilaksis

IPV

Alergi

anafilaksis

Sindrom Guillain-Barre dalam 6 mingu pemberian vaksin influenza Hamil

20

MMR

terhadap neomisin, streptomisin, atau polimiksin B Hamil

JADWAL IMUNISASI
Efek ke janin dari vaksin hidup Terakhir mendapat produk darah yang mengandung antibodi Riwayat trombositopeni atau purpura trombositopeni Tuberkulosis atau tes kulit positif Terapi antibiotik Terakhir mendapat produk darah yang mengandung antibodi Inaktivasi vaksin hidup

Defisiensi imun atau supresi imun Alergi terhadap neomisin atau gelatin Defisiensi imun atau supresi imun Defisiensi imun atau supresi imun

Penyakit dari vaksin hidup

Trombositopeni rekuren

anafilaksis

Eksasebasi penyakit

Tifoid (ty21a oral) Varisela

Penyakit dari vaksin hidup Penyakit dari vaksin hidup

Imunogenisitas buruk Inaktivasi vaksin hidup

* Thanks to Bila dan Oke atas bantuannya

YF

Alergi terhadap neomisin atau gelatin Tuberkulosis yang tidak diobati Alergi telur Defisiensi imun atau supresi imun Usia < 4 bulan

anafilaksis

============================================ =======================

Eksaserbasi penyakit Anafilaksis Ensefalitis

K-28 : Peran Lingkungan pada Infeksi Oleh dr Joedo Prihartono


Catatan: Teman2,,,berhubung soal formatif kita tentang IKK agak ajaib ya,,jadi ini saya masukkan tambahan slide dari tahun lalu. Untuk slide kuliah kita sudah cukup jelas apalagi pakai bahasa Indonesia, jadi jangan lupa baca slide. Saya hanya akan menambahkan sedikit poin karena dosen lebih banyak membaca slide. Semoga membantu ^.^

ensefalitis

21

Manusia merupakan makhluk hidup yang mendominasi kehidupan di bumi. Namun sebagaimana yang lain, keberadaannya tergantung pada lingkungan sekitar serta makhluk hidup lainnya (hewan dan tumbuhan). Interaksi inilah yang melatarbelakangi timbulnya suatu penyakit pada manusia. Lingkungan yang bersih dan sehat tentunya akan mendukung manusia untuk sehat pula. Nah, pertama mari kita kenali lingkungan kita, ada lingkungan kerja, keluarga, masyarakat ada juga yang mengklasifikasikan sbb: - Lingkungan fisik: iklim, air, udara, tanah, makhluk hidup lainnya - Lingkungan non-fisik : budaya, tradisi, keyakinan, agama, kebijakan pemerintah, dan sistem pelayanan kesehatan Pastinya teman2 sudah tidak asing lagi dengan istilah Trias Epidemiologi. Apalagi kalo bukan host (pejamu), agent (penyebab penyakit), environment (lingkungan). Mari kita lihat hubungan ketiganya dalam proses menimbulkan suatu penyakit: Efek lingkungan terhadap agen - Mendukung atau menghambat agen untuk bereproduksi, menjadi lebih virulen, infeksius - Sebagai vehikel (bahan pembawa) agen: air, tanah, udara - Contoh: Suhu tertentu dapat memungkinkan virus/bakteri hidup lebih lama, cahaya matahari dapat membunuh bakteri (H5N1, SARS, TB), air dapat menjadi vehikel leptospirosis. - Ini keterangan lebih lanjut tentang air sebagai vehikel: Penyebaran penyakit melalui air umumnya didapatkan karena air telah terkontaminasi. Nah apa tandanya?? Bisa kita lakukan pemeriksaan

keberadaan E.coli atau melalui indikator Biochemical Oxygen Demand (BOD) --> intinya sih makin tinggi kadar oksigen dalam air, berarti jumlah mikroorganisme minimal. - Udara bisa juga digunakan sebagai vehikel: Droplet: partikel >5m berterbangan di udara, biasanya turun ke mata, hidung, mukosa mulut seseorang yang dekat dengan pasien. Nah, droplet tidak dapat bertahan lama di udara. Cintoh: penyebaran koronavirus dari SARS Airborne: partikel < 5m berterbangan di udara dan terhirup oleh individu lain, meskipun jarak antara dia dengan pasien jauh, misal pada transmisi TBC, varicella, rubeola. Efek lingkungan fisik terhadap host (pejamu) - Menurunkan imunitas - Terkait higiene perorangan, misal sumber air yang kotor - Transmisi penyakit infeksi - Contoh: pada populasi penduduk yang padat dan tingkat ekonomi rendah memungkinkan imunitas masyarakat menurun, pada lingkungan yang kering di mana air bersih sangat terbatas, orang akan mencuci tangan sekedarnya (tidak tepat) Nah, ternyata tidak hanya udara dari luar ruangan lho yang bikin kita sakit, bahkan di indoor pun bisa. Yuk lihat contohnya: - Bahan biologis berbahaya: terkontaminasi jamur, virus, bakteri Jamur > Aspergillus dan Stachybotrys Bakteri > Legionella pneumophilia Virus > Influenza dan Common Cold - Masalah kesehatan yang umum: 1. Sick Building Syndrom (SBS) Penyakit dengan masa laten singkat di mana pekerja/orang2 dalam bangunan tersebut memiliki masalah kesehatan sama. Biasanya berhubungan dengan kualitas udara dalam ruangan yang buruk. Gejala biasanya disebabkan karena iritasi atau alergi: mata merah, serak, rinitis. Gejala muncul di sore hari dan akan reda setelah meninggalkan bangunan tersebut. 2. Building related illness

22

Lebih serius daripada SBS. Gejala sulit diatasi. Terdapat hubungan yang jelas antara gejala dengan pajanan, misal: Penyakit Legionnaire Pneumonia Hypersensitivity Pneumonitis Infeksi nosokomial (ini yang dibahas mendetail di kuliah tahun ini) Efek lingkungan non-fisik - Tradisi/budaya : memotong tali pusat bayi dengan bambu dapat menyebabkan tetanus neonatorum - Kebijakan kesehatan dan sistem pelayanan kesehatan : kebijakan nasional terkait imunisasi dan pengaktifan Posyandu dapat menurunkan angka kematian bayi. Rantai Transmisi Penyakit Infeksi

Sehat adalah suatu keseimbangan dinamis antara kekuatan intrinsik (dari dalam individu) dan pengaruh dari lingkungan luar (ekstrinsik) yang akan mengganggu. Apabila keseimbangan ini terganggu maka orang bersangkutan akan jatuh sakit. Menurut WHO,,sehat itu tidak hanya meliputi kesehatan fisik/jasmani, tetapi juga kesehatan secara psikologis, serta sehat sosial Konsep Sehat ini digambarkan dalam Teori Roda - genetik sebagai faktor internal - faktor eksternalnya Fisik : panas, iklim, angin; Biologik : mikroorganisme ; Sosial : budaya, agama, pelayanan kesehatan, dll. INFEKSI NOSOKOMIAL Merupakan keadaan infeksi yang sebelumnya tidak diketemukan keberadaannya, atau tidak sedang dalam masa tunas sewaktu pasien masuk perawatan rumah sakit. Nah, kalau sudah masuk masa tunas berarti penyakit tersebut adalah penyakit bawaan Jika ditinjau dari sumber infeksi ada yang berasal dari dalam (endogen) ada yang dari lingkungan luar si pasien (eksogen). Pada endogen berarti belum ada faktor lingkungan yang berperan, jadi murni akibat imunodefisiensi (biasanya sih karena flora normal). Sedangkan pada eksogen biasanya berasal dari petugas kesehatan, peralatan medis, ataupun lingkungan rumah sakit. Peringatan!! Hindari membawa anak berusia <12 tahun ke rumah sakit karena rentan terkena infeksi nosokomial

OK, setelah kita belajar tentang interaksi ketiganya sehingga mempengaruhi timbul/tidaknya penyakit, sekarang tentang definisi sehat itu sendiri. Definisi SEHAT menurut Perkins

Adapun berdasarkan lokasinya, ada beberapa infeksi yang mungkin terjadi:

Infeksi saluran urinarius (UTI = Urinary Tract Infections) --> karena pemasangan kateter (28% kasus) Infeksi luka operasi (SWI = Surgical Wound Infections) --> 19% kasus
23

Infeksi saluran nafas bawah (LRI = Lower Respiratory Infections) --> di bawah bronkus, contoh pneumonia (19% kasus) Infeksi sistem vaskuler (BSI = Blood Stream Infections) --> hati2 sepsis (7-16% kasus) Ini perbandingan kasusnya pada berbagai usia:

UTI mencakup sepertiga kasus infeksi nosokomial. 80% karena pemakaian kateter dan anggka ini bisa mencapai 90% jika pemakaian kateter > 1 bulan. Untuk SWI, LRI,,Lebih lanjut baca slide ya BSI PRIMER = Isolasi bakteri patogen dalam darah sedangkan tidak terdapat infeksi di organ lainnya. Bakteri ditemukan hanya di darah. SEKUNDER = Dapat diisolasikannya bakteri patogen dalam darah saat terjadi infeksi dengan bakteri yang sama di tempat lain. Misal UTI, SWI, LRI. Bakteri telah ditemukan di berbagai organ. BSI lebih lengkap baca di slide juga. OK sekian. Met belajar teman2

Infeksi nosokomial pada anak menurut lokasi dan etiologi berbeda dengan dewasa. Pada anak lebih banyak disebabkan oleh S. aureus, sedangkan pada dewasa karena E.coli. Selain itu, infeksi virus URI (Upper Respiratory Infection) dan LRI lebih banyak daripada bakteri. Dengan terjadinya infeksi nosokomial ini, berarti beban kesehatan masyarakat bertambah. Angkanya berkisar 5-10% di negara maju dan mencapai 10-30% di negara berkembang. Infeksi nosokomial ini malah sering terjadi di ICU lho.. (mencapai 28%), hal ini disebabkan kondisi pasien yang lebih lemah sehingga lebih rentan. Sebaran mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial yaitu: Mulai dari yang paling banyak ya S.aureus (13%), E.coli (12%), Coag-neg staphylococci (11%), Enterococcus (10%), dan Pseudomonas aeruginosa (9%) Lain-lain (45%) KONSEKUENSI NOSOKOMIAL Untuk konsekuensi ini ya pastinya akan memperpanjang lama perawatan pasien akibatnya biaya rawat membengkak. Trus pertama masuk RS sakit tifus, eh dapat doorprize kena TB (kan kasihan si pasien). Oleh karena itu, bagi petugas kesehatan. Ingat!! Universal precaution ya.. Lalu terkait UTI nih

Akhirnyaselesai juga tentir pamungkas di modul Infeksi dan Imunologi Kami dari divisi Tentir mohon maaf atas segala kekurangan selama penyajian tentir ini karena tak ada gading yang tak retak bukan?? Terima kasih atas segala saran yang telah teman2 berikan. Semoga di tentir modul berikutnya dapat lebih baik lagi Lastsemoga kita semua lulus di modul ini dengan nilai yang memuaskan Amin

24

2007SUKSESSSS!!!

25

You might also like