You are on page 1of 2

Tingkat Kesadaran Masyarakat Menurut Paulo Freire

Paulo Fiere, salah seorang yang paling berpengaruh terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang pekerjaan sosial. Hal ini karena komitmen Fiere dalam menyuarakan suara orang miskin serta ide-idenya tentang pendidikan untuk membuat orang sadar politik. Metode dialog kritis dan kesadaran penggalangan yang ia pernah lakukan ternyata tidak hanya berlaku di negara asalnya (Brasil), tetapi juga banyak dilakukan oleh pekerja sosial di negara-negara berkembang. Siapa Paulo Freire? Paulo Freire adalah sosok yang peduli terhadap kaum tertindas, pemikirannya berkembang disaat ia memilih karir menjadi guru sekolah menengah dan sosialisasi keaksaraan di Portugis, kemudian karirnya melesat menjadi seorang direktur dari departemen pendidikan dan kebudayaan dinas sosial di negara bagian Pernambuco, Brasil. Karir ini telah membawa Freire banyak bekerja pada orang-orang miskin dan buta huruf. Tahun 1964, Freire melarikan diri dari brazil karena situasi politik Brasil yang sedang kacau terutama pada saat terjadinya kudeta militer di Brasil. Ia pindah ke Bolivia dan Chile, bekerja untuk PBB sebelum ditawari sebagai profesor tamu di Harvard pada tahun 1969. Masyarakat tertindas Kesadaran manusia selalu berada dalam situasi historis-kultural yang disebut Freire sebagai budaya bisu. Terkait superstruktur dan infrastruktur, budaya bisu terjadi karena hasil hubungan dari struktural antara yang mendominasi dan yang didominasi. Implikasinya, sebuah ketergantungan yang akut dari kelompok atau masyarakat yang ditindas terhadap kelompok penindas sehingga menghasilkan masyarakat yang tertutup. Model kesadaran pada masyarakat tertutup ketaatan semu (quasi adherence) adalah suatu pilihan yang membuat mereka dapat bertahan, masyarakat seolah ikut arus tapi sebenarnya tidak (quasi immersion). Masyarakat tertutup dapat dilihat dari beberapa ciri, diantaranya struktur sosial yang hirarki, jumlah pasar yang sedikit karena perekonomian banyak tergantung pada negra asing. Dalam arti, ekspor bahan mentah dan impor barang jadi seringkali terjadi tanpa memiliki daya tawar, sistem pendidikan selektif dan berbahaya (precarious), adanya sekolah hanya dapat berperan sebagai alat untuk mempertahankan status quo, orang-orang yang buta huruf dan rentan penyakit semakin meningkat, kekurangan gizi dan angka kematian bayi yang sangat tinggi, serta rendahnya tingkat harapan hidup serta tingginya angka kejahatan di suatu wilayah. Pendekatan yang Freire gunakan adalah penyadaran, suatu metode bagi individu dan masyarakat dalam mengembangkan pemahaman kritis tentang realitas sosial melalui refleksi dan tindakan. Ini melibatkan memeriksa dan bertindak atas akar masalah penindasan yang dialami. Hal ini berlangsung lebih dari sekedar memperoleh keterampilan teknis membaca dan menulis.

Selain itu, pemahaman kritis ini telah dijadikan sebagai landasan untuk mengakhiri budaya bisu dalam suatu masyarakat. Tingkat kesadaran masyarakat Arkeologi `kesadaran`, Freire mengidentifikasi tiga tingkat yang berbeda dari kesadaran politik. Pertama, kesadaran semi intransitif. Kesadaran masyarakat tidak dapat mengobyektifikasi fakta, masyarakat kurang memiliki persepsi struktural sehingga kenyataan hidup adalah superealitas (sesuatu yang ada di luar kenyataan obyektif). Tindakan manusia dalam tingkat kesadaran semi intransitif cenderung fatalistik, magis-defensif atau magis-terapis. ritual-ritual keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat yang awalnya sebagai ajaran agama (asli atau sinkretik), namun perlahan beralih jadi sekadar tradisi. Kedua, kesadaran transitif naif (naive transitivity). Dari kesadaran semi intransitif berkembang menjadi kesadaran transitif naif (naive transitivity). Biasanya, perkembangan ini digerakkan oleh kekerasan-kekerasan dan penindasan yang terjadi hingga pada titik klimaks. Pada wilayah ini masyarakat mulai sadar bahwa ia tertindas, hingga membawa mereka untuk melakukan gerakan protes. Kesadaran ini bersamaan dengan transisi sejarah yaitu munculnya kekuatan massa memaksa penguasa menerapkan cara baru dalam menangani masyarakat bisu. Ketiga, kesadaran transitif naif. Pada tahap ini masyarakat sudah mampu merefleksikan dirinya, dimana masyarakat sadar akan keadaannya namun belum dapat bicara atas nama kepentingannya. Dalam tahap ini, masyarakat sadar bahwa dirinya (atau masyarakat dan negaranya) berada dalam kondisi belum mandiri. Keempat, kesadaran transitif kritis, situasi dimana masyarakat mampu memandang kritis lingkungannya, memisahkan dirinya dengan keadaan sekitar yang menindas, kemudian bertindak untuk membebaskan dirinya. Dalam konteks sejarah Amerika Latin, Freire menunjuk bahwa perubahan kesadaran dari semi transitif ke kesadaran penuh juga merupakan momentum yang membangkitkan kesadaran elit penguasa, yang menentukan bagi kesadaran kritis kelompok yang progresif. Bersamaan dengan munculnya kesadaran kritis di antara sebagian kecil kaum intelektual. Pada titik ini, kesadaran kritis kelompok-kelompok yang progresif mewujud dari kesadaran pribadi menjadi gerakan massa. Identifikasi tingkat kesadaran inilah yang digunakan Fiere untuk mendorong proses dialog dan pembebasan yang akan memungkinkan warga untuk mencapai kesadaran kritis. Dari sini, kita dapat melihat hubungan yang jelas antara konsep kerja Freire yang begitu sentral bagi pekerja sosial.

You might also like