You are on page 1of 16

LAPORAN HASIL PENELITIAN DI LAPAS KELAS IIA KOTA SUBANG PENDIDIKAN ANTI KORUPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah

Satu Tugas Dosen Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi

Disusun Oleh : Ajeng Ginanjar Astri Sulistiani Dena Yemin Meisendi Dilla Rahmi Hamka Mujahid Maruf Indra Kusuma Millaty Anggana P Nita Diah Rahmawati

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2011

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Selain terkenal dengan batik, bulu tangkis, borobudur dan bali, Indonesia juga dikenal karena korupsi. Data dari Transparency International Corruption Perception Indeks 2006 menunjukan bahwa Indonesia berada pada posisi terburuk dengan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2,4 (skala dari 1 sampai 10). Semakin besar nilai IPK suatu negara maka semakin bersih negara tersebut dari tindakan korupsi. Data tersebut menyejajarkan Indonesia dengan negara miskin seperti Ethiopia, Togo, Zimbabwe, Burundi, Azerbaijan, Papua New Guinea dan Central African Republic. Hasil Survei Bisnis Political & Economic Risk Consultancy (PERC) 2010, survei yang melibatkan 2.174 orang eksekutif tingkat menengah dan senior di Asia, Australia, dan Amerika Serikat ini melihat bagaimana korupsi berdampak pada berbagai tingkat kepemimpinan politik dan pamong praja serta lembaga-lembaga utama. Hasilnya Indonesia merupakan negara terkorup dari 16 negara tujuan investasi di Asia Pasifik. Indonesia menempati peringkat pertama sebagai negara terkorup dengan mencetak skor 9,07 dari nilai 10. Angka ini naik dari 7,69 poin tahun lalu. Apa yang dapat kita renungkan dari dua hasil survei diatas? Sungguh demikian parahkah perilaku korup di sebuah negeri yang pernah diagungagungkan sebagai bangsa yang santun, beradab, dan berbudaya? Praktik korupsi di Indonesia sepertinya sudah di luar nalar sehat. Karena korupsi bukan hanya dilihat dari miliaran rupiah yang dicuri, melainkan pelakunya juga orang-orang terhormat di lembaga kenegaraan dan pemerintahan. Bahkan, di antara pelaku korupsi itu ada yang berasal dari akademisi dan aktivis gerakan antikorupsi, komunitas yang dianggap sebagai pengawal moralitas publik dan penjaga etika sosial. Ini tentu ironi karena tampaknya korupsi sudah mendarah daging dan menjadi kebiasaan yang diyakini lumrah jika dilakukan.
2

Dalam konteks perjalanan bangsa Indonesia, persoalan korupsi memang telah mengakar dan membudaya. Bahkan dikalangan mayoritas pejabat publik, tak jarang yang menganggap korupsi sebagai sesuatu yang lumrah dan Wajar. Ibarat candu, korupsi telah menjadi barang bergengsi, yang jika tidak dilakukan, maka akan membuat stress para penikmatnya. Ibaratnya sebuah tubuh, bangsa Indonesia sedang terjangkiti sebuah penyakit yang gawat dan sangat parah, yaitu Korupsi. Saking parahnya bangsa indonesia pun tenar di seluruh dunia. Dengan sebutan bangsa penyakitan. Korupsi berawal dari proses pembiasaan, akhirnya menjadi kebiasaan dan berujung kepada sesuatu yang sudah terbiasa untuk dikerjakan oleh pejabat-pejabat Negara. Tak urung kemudian, banyak masyarakat yang begitu pesimis dan putus asa terhadap upaya penegakan hukum untuk menumpas koruptor di Negara kita. Jika dikatakan telah membudaya dalam kehidupan. Berdasarkan pemaparan diatas, kami melakukan observasi ke lembaga pemasyarakatan dengan objek para terpidana kasus korupsi, agar lebih mengetahui apa yang menjadi akar persoalan kasus korupsi versi orang yang melakukan korupsi. sesuai arahan dari dosen mata kuliah pendidikan anti korupsi.

1.2. Rumusan Masalah 1. Mengapa korupsi bisa terjadi 2. Kenapa kita harus peduli dengan masalah korupsi 3. Bagaimana cara memberantas korupsi 4. Apa tujuan para koruptor setelah keluar dari tahanan

1.3. Tujuan 1. Mengetahui kenapa korupsi bisa terjadi 2. Adanya kepedulian terhadap korupsi 3. Mengetahui cara pemberantasan korupsi

4. Apa tujuan koruptor setelah keluar dari tahanan

1.4. Metodologi Dalam penulisan laporan hasil penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan kajian pustaka yaitu mengambil informasi dari berbagai sumber baik itu dari elektronik maupun buku-buku, dalam hal ini kami juga menggunakan teknik wawancara langsung pada narasumber yang terkait.

BAB II METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini, rancangan yang digunakan meliputi : 2.1. Setting Penelitian Sasaran penerapan penelitian ini dilaksanakan pada narapidana kasus korupsi di lembaga pemasyarakatan kelas IIa kota Subang, yang berjumlah 1 orang narapidana laki-laki yang berinisial M. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal, 9 April 2011 dari pukul 09.00 s/d 12.00 WIB.

2.2. Rencana Penelitian Persiapan penelitian dilaksanakan berupa: 1. Membuat surat perijinan untuk observasi dari Fakultas dan KANWIL Jawa Barat. 2. Meminta ijin penelitian kepada petugas LAPAS. 3. Membuat susunan pertanyaan untuk wawancara dengan nara sumber.

2.3. Prosedur Penelitian Tahap awal kami diberi arahan oleh kepala bagian hubungan masyarakat LAPAS kelas IIa Kota Subang mengenai tatatertib dalam melakukan penelitian disana. Setelah itu, petugas meminta izin kepada narapidana mengenai kesediaannya diwawancara. Dalam melakukan proses tanya jawab dilakukan setelah narapidana memaparkan proses karirnya sehingga dia masuk kedalam penjara. 2.4. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan ini berjenis penelitian kualitatif deskriptif, yaitu jenis penelitian yang berisi tentang pemaparan atau uraian mendalam dan bukan berupa angka-angka (Ruslan, 2003:12). Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengambil informasi dari narapidana korupsi

tentang kasus dalam konteks komunikasi interpersonal, maka penelitian ini sifatnya adalah penelitian deskriptif, penelitian deskriptif adalah : Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angkaangka. Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti (Moleong, 1990:6) Menurut Whitney dalam Nazir 1988, metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskripsi mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tatacara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandanganpandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruhpengaruh dari suatu fenomena.

2.5 . Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan cara sebagai berikut:

1. Wawancara mendalam (in depth interview) Wawancara dalam penelitian kualitatif lebih mementingkan kedalaman, dalam wawancara ini memerlukan keluwesan, adaptif dan terbuka, mengingat dalam penelitian kualitatif lebih mementingkan proses dan maknanya dibandingkan dengan produknya, maka dalam wawancara diupayakan sewajar mungkin (Muhajir, 1989:49). Dalam metode wawancara ini penulis juga menggunakan pertanyaan-pertanyaan dari interview guide untuk lebih memudahkan penulis dalam melakukan wawancara. Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan wawancara secara mendalam (indept interview) antara peneliti dengan informan untuk memperoleh data mengenai pendidikan anti korupsi. Wawancara dilakukan dengan narapidana kasus korupsi untuk mendapatkan data-data

yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Proses wawancara dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Subang.

2. Studi dokumen Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramal (Moleong,1990:161). Peneliti menggunakan sumber data dokumen tentang data-data narapidana kasus korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kota Subang.

BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN

3.1.Mengapa Korupsi Bisa Terjadi Ada beberapa sebab terjadinya praktek korupsi. Singh (1974) menemukandalam penelitiannya bahwa penyebab terjadinya korupsi adalah kelemahan moral (41,3%), tekanan ekonomi (23,8%), hambatan struktur administrasi (17,2%), hambatan struktur sosial (7,08 %). Sementara itu Merican (1971) menyatakan sebab-sebab terjadinya korupsi adalah sebagai berikut : 1. Keserakahan dan kerakusan pejabat pelaku KKN. dimana tidak puas pada keadaan dirinya. 2. Terkait dengan sistem yang memberi peluang/kesempatan/lubang terjadinya korupsi. dimana Sistem pengendalian lemah dan tak rapih yang memungkinkan seseorang bekerja asal-asalan. Mudah timbul

penyimpangan dan disaat bersamaan, pelaksanaan pengawasan tak ketat. 3. Yang berhubungan dengan kebutuhan dan sikap mental yang tidak pernah cukup dengan apa yang diperoleh, penuh sikap konsumerisme, dan selalu sarat kebutuhan yang tak ada habis-habisnya. 4. Ekspose berkaitan dengan hukuman pada pelaku korupsi yang rendah. Hukuman yang tidak membuat jera pelaku KKN maupun orang lain yang mebantu melakukan KKN. Empat akar masalah di atas yang merupakan halangan besar

pemberantasan KKN. Tapi, dari keempat akar persoalan KKN tersebut, sumber segala-galanya orang KKN adalah sikap rakus dan serakah. 1. Karena sistem yang bobrok belum tentu membuat orang korupsi. 2. Kebutuhan yang mendesak tak serta-merta mendorong orang korupsi. 3. Hukuman yang rendah bagi pelaku korupsi belum tentu membikin orang lain terinspirasi ikut korupsi. Perilaku koruptif bermula dari sikap serakah yang akut karena sifat rakus dan tamak yang tiada tara. maka Korupsi, menyebabkan :

- ada orang yang berlimpah ruah hartanya, - ada yang terkuras habis hartanya - ada yang jaya karena hartanya - ada yang terhina karena hartanya - ada yang mengikis karena hartanya berkurang - ada yang habis hartanya Dari pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sebabsebab terjadinya korupsi adalah sebagai berikut : 1. Gaji yang rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan, administrasi yang lamban dan sebagainya. 2. Warisan pemerintahan kolonial. 3. sikap mental pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang tidak halal, tidak ada kesadaran bernegara, tidak ada pengetahuan pada bidang pekerjaan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah. Data tahanan korupsi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kota Subang dari tahun 2000 s/d 2010

Jumlah Tahanan

Jabatan Pejabat Negara Pengusaha PNS

Jumlah 2 Orang 4 Orang 6 Orang 3 Orang 2 Orang 6 Orang 6 Orang

23 Orang

Kepala Desa Lembaga Keuangan KUD Lain-Lain

3.2. Kenapa Kita Harus Peduli Mengenai Korupsi Mengapa kita harus peduli korupsi? Karena koruptor mengambil kekayaan atau kesempatan yang seharusnya dapat dipergunakan untuk memakmurkan kehidupan rakyat. Akibatnya, krisis ekonomi berkepanjangan,

penderitaan di mana-mana, kelaparan yang merajalela, ketidakpastian akan masa depan, angka kejahatan/kriminalitas yang meningkat. Berdasarkan hasil penelitian Transparency International, ditemukan adanya keterkaitan antara jumlah korupsi dan jumlah kejahatan/kriminalitas seperti telah dikemukakan di atas. Ternyata ketika korupsi meningkat, angka kejahatan yang terjadi meningkat pula (Global Corruption Report, 2005). Sebaliknya ketika korupsi berhasil dikurangi, kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum bertambah. Kepercayaan yang membaik dan dukungan masyarakat membuat penegakkan hukum menjadi efektif. Penegakkan hukum yang efektif dapat mengurangi jumlah kejahatan yang terjadi. Jadi kita dikatakan bahwa dengan mengurangi korupsi dapat juga (secara tidak langsung) mengurangi kejahatan yang lain. Selain itu, korupsi menghambat pembangunan dan menghambat perkembangan kegiatan usaha di Indonesia. Korupsi menimbulkan ekonomi biaya tinggi, maksudnya harga jual barang dan jasa di Indonesia menjadi tinggi. Kalangan dunia usaha terkena dampaknya. Investasi yang diperlukan untuk meningkatkan kegiatan usaha menjadi amat mahal, sebab setiap proses ekonomi harus melewati pintu yang namanya korupsi (Salamo

Simanungkit/Indrawan Sasongko, Kompas, 17 Maret 2002). Dan yang pasti korupsi itu membuat rakyat yang sudah menderita semakin menderita. Terutama rakyat miskin, perkembangan kegiatan usaha terhambat, pengangguran makin banyak, harga-harga barang dan jasa serba mahal, biaya kesehatan dan pendidikan mahal, harga bahan bakar minyak (BBM) sangat mahal (karena pemerintah tidak mampu mensubsidi rakyat). Korupsi menjadikan beban hidup yang harus dipikul melampauai kemampuan rakyat. Kalau sudah sedemikian rupa maka dapat dipastikan rakyat miskinlah yang akan merasakan penderitaan yang paling dirugikan oleh tindakantindakan korupsi (dikutip dari Global Corruption Report, 2005).

10

3.3.Cara Memberantas Korupsi Korupsi tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja kalau suatu negara ingin mencapai tujuannya, karena kalau dibiarkan secara terus menerus, maka akan terbiasa dan menjadi subur dan akan menimbulkan sikap mental pejabat yang selalu mencari jalan pintas yang mudah dan menghalalkan segala cara (the end justifies the means). Untuk itu, korupsi perlu ditanggulangi secara tuntas dan bertanggung jawab. Ada beberapa upaya penggulangan korupsi yang ditawarkan para ahli yang masing-masing memandang dari berbagai segi dan pandangan. Caiden (dalam Soerjono, 1980) memberikan langkah-langkah untuk menanggulangi korupsi sebagai berikut : a. Membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan sejumlah pembayaran tertentu. b. Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat. c. Melakukan perubahan organisasi yang akan mempermudah masalah pengawasan dan pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi penugasan, wewenang yang saling tindih organisasi yang sama, birokrasi yang saling bersaing, dan penunjukan instansi pengawas adalah saran-saran yang secara jelas diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi. d. Bagaimana dorongan untuk korupsi dapat dikurangi ? dengan jalan meningkatkan ancaman. e. Korupsi adalah persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan korupsi dibatasi, tetapi memang harus ditekan seminimum mungkin, agar beban korupsi organisasional maupun korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya ada sesuatu pembaharuan struktural, barangkali mungkin untuk mengurangi kesempatan dan dorongan untuk korupsi dengan adanya perubahan organisasi. Cara yang diperkenalkan oleh Caiden di atas membenarkan (legalized) tindakan yang semula dikategorikan kedalam korupsi menjadi tindakan yang legal dengan adanya pungutan resmi. Di lain pihak, celah-celah yang membuka untuk kesempatan korupsi harus segera ditutup, begitu halnya

11

dengan struktur organisasi haruslah membantu kearah pencegahan korupsi, misalnya tanggung jawab pimpinan dalam pelaksanaan pengawasan melekat, dengan tidak lupa meningkatkan ancaman hukuman kepada pelaku-pelakunya. Selanjutnya, Myrdal (dalam Lubis, 1987) memberi saran

penaggulangan korupsi yaitu agar pengaturan dan prosedur untuk keputusankeputusan administratif yang menyangkut orang perorangan dan perusahaan lebih disederhanakan dan dipertegas, pengadakan pengawasan yang lebih keras, kebijaksanaan pribadi dalam menjalankan kekuasaan hendaknya dikurangi sejauh mungkin, gaji pegawai yang rendah harus dinaikkan dan kedudukan sosial ekonominya diperbaiki, lebih terjamin, satuan-satuan pengamanan termasuk polisi harus diperkuat, hukum pidana dan hukum atas pejabat-pejabat yang korupsi dapat lebih cepat diambil. Orang-orang yang menyogok pejabat-pejabat harus ditindak pula. Persoalan korupsi beraneka ragam cara melihatnya, oleh karena itu cara pengkajiannya pun bermacammacam pula. Korupsi tidak cukup ditinjau dari segi deduktif saja, melainkan perlu ditinaju dari segi induktifnya yaitu mulai melihat masalah praktisnya (practical problems), juga harus dilihat apa yang menyebabkan timbulnya korupsi. Sedangkan menurut narasumber yang kami wawancarai upaya yang tepat untuk memberantas korupsi di Indonesia, yaitu : 1. Itikad yang baik Dimana ada pemahaman dan maksud yang baik atas apa yang ia akan lakukan. Memberantas korupsi bukan hanya sebagai formalitas belaka akan tetapi harus dibarengi dengan itikad baik untuk memakmurkan rakyat Indonesia. Jika tidak, jangan bermimpi korupsi akan terhapus di muka bumi. 2. Diterapkannya Hukum Islam Dengan menggunakan hukum islam narasumber menyatakan bahwa sebaik baiknya hukum adalah hukum Allah SWT. Dengan menggunakan hukum islam hukuman yang akan

12

diterima pasti sesuai dengan apa yang dia lakukan pasti menimbulkan efek jera terhadap pelaku korupsi. 3. Pengawasan yang ketat pada setiap lembaga Pengawasan yang ketat harus diberlakukan pemerintah terhadap setiap kebijakan yang dilaksanakan pengawasan oleh pemerintah harus seintensif mungkin supaya tidak menimbulkan celah sedikit pun bagi para koruptor. 4. Mengganti rezim atau menghapus satu generasi penguasa yang korup Menghapus semua jajaran orang yang berkuasa dan digantikan oleh orang-orang baru yang sesuai dengan kriteria dari jabatan yang akan dipegang, karena salah satu penyebab terjadinya korupsi sebagai akibat dari penyalahgunaan wewenang pemimpin. Tidak mungkin bawahan bisa korupsi bila ada tindakan tegas dari pemimpin yang sedang berkuasa. 5. Mental yang baik Menanamkan mental yang baik sejak dini merupakan salah satu kunci keberhasilan pemberantasan korupsi. Karena mental yang positif senantiasa akan melakukan hal-hal yang tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku dimana pun ia berada. Tidak gentar menghadapi tekanan dari pihak-pihak yang menyalahi aturan. 6. Merefisi Undang Undang yang Berlaku Hal ini diperlukan karena perundang-undangan yang ada saat ini kurang tegas dan sering salah sasaran. Sehingga kurang begitu menimbulkan efek jera dari para pelaku korupsi. Bagaimana tidak dengan hanya membayar denda saja hukuman bisa menjadi lebih ringan, mempunyai pengurangan masa tahanan dan lain sebagainya. Harunya pemerintah memberdayakan undang-undang yang menjatuhi hukuman yang seberat-beratnya karena korupsi bisa berdampak sistemik bagi kehidupan dan kesejahteraan rakyat.

13

3.4.Tujuan Koruptor Setelah Keluar dari Tahanan Berdasarkan narasumber yang kami wawancarai, kegiatan yang akan dilakkukan setelah keluar dari rumah tahanan adalah beristirahat, dengan kata lain melakukan kegiatan yang positif sebelum melanjutkan karirnya dengan melihat situasi dan kondisi lingkungan sekitarnya jika memang memungkinkan untuk melakukan hal-hal yang lebih positif untuk mengembalikan citra yang sempat tercoreng. Mengarap sawah yang ia miliki adalah salah satu kegiatan yang akan ia lakukan setelah keluar dari hotel prodeo Subang karena ia mempunyai keahlian dalam bidang pertanian dan persawahan. Jika lingkungan kurang mendukung keberadaannya maka yang

bersangkutan akan meninggalkan tempat dimana dia tinggal untuk mencari tempat yang lebih nyaman dan bisa menerima keberadaannya dengan baik sehingga lebih merasakan ketentraman dan kenyamanan dengan masyarakat. Setelah masyarakat bisa menerimanya kembali baru mereka melanjutkan karirnya sesuai kemampuan yang dia miliki untuk menghidupi keluarga mereka. Sambil menyesuaikan dengan lingkungan barunya dengan cara aktif di dalam organisasi kemasyarakatan dan LSM.

14

BAB IV KESIMPULAN

4.1. Penutup Korupsi adalah masalah global yang harus menjadi keprihatinan semua orang. Praktik korupsi biasanya sejajar dengan konsep pemerintahan totaliter, diktator-yang meletakkan kekuasaan di tangan segelintir orang. Korupsi juga berkaitan dengan pelanggaran HAM. Dalam sistem kekuasaan diktator, masyarakat dan media tidak memiliki celah yang baik untuk mengungkap berbagai praktik korupsi. Peluang terbesar untuk membuka praktik korupsi ada pada sistem pemerintahan yang demokratis. Asumsinya, praktik korupsi berpeluang besar dibongkar dalam lingkungan yang plural, toleran, masyarakat memiliki kebebasan menyampaikan pendapat, dan ketika semua orang merasa aman-tidak ada ancaman, dan tekanan secara sosial maupun politis. Korupsi menghambat pembangunan, karena merugikan negara dan merusak sendi-sendi kebersamaan dan menghianati cita-cita perjuangan bangsa. Cara penaggulangan korupsi adalah bersifat Preventif dan Represif. Pencegahan (preventif) yang perlu dilakukan adalah dengan menumbuhkan dan membangun etos kerja pejabat maupun pegawai tentang pemisahan yang jelas antara milik negara atau perusahaan dengan milik pribadi, mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji), menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut

kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan, teladan dan pelaku pimpinan atau atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan, terbuka untuk kontrol, adanya kontrol sosial dan sanksi sosial, menumbuhkan rasa sense of belongingness diantara para pejabat dan pegawai. Sedangkan tindakan yang bersifat Represif adalah menegakan hukum yang berlaku pada koruptor dan penayangan wajah koruptor di layar televisi dan herregistrasi (pencatatan ulang) kekayaan pejabat dan pegawai.

15

DAFTAR PUSTAKA

Maheka, Arya. Mengenali dan Memberantas Korupsi. Jakarta. KPK Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia. Jakarta. Penerbit Ghalia Indonesia. Www.Google.Com http://www.google.co.id/#hl=id&biw=1215&bih=483&q=Korupsi&aq=&aqi=&a ql=&oq=&fp=82c1e64fe52a7966

16

You might also like