You are on page 1of 6

Judul

: Pengujian Kualitas Udara Ambien Di Lingkungan Industri Daerah Bekasi Pemrasaran / NIM : Raga Fiandita / J3L109043 Dosen Pembimbing : Zulhan Arif, M.Si Tanda Tangan Pembimbing :

ABSTRACT RAGA FIANDITA. Analysis of Ambien Air Quality in Industrial Environment at Bekasi. Under Direction of ZULHAN ARIF and BUDI CAHYADI. Industrial development cause the negative effect, such as air pollutan that decrasing and increasing the global warming effect. Quality parameters of ambien air includes total suspended particles (TSP), SO2, NO2, CO, H2S, NH3, and noise. Sample of ambien air were taken industrial at Bekasi with the spesific point place in front yard of factory (sample 615) and production room (sample 616). Analysis of ambien air quality using by spectrophotometry. Result of sample 615 showed temperature at 33,0C, blow of wind to southeast with velocity range 0,1-0,8 m/s and a mount of air humidity 67,0%, TSP were obtained 77,8161 g/m3, amount of SO2, NO2, CO, H2S, and NH3 were 0,5641 g/m3; 18,2603 g/m3; 486,0007 g/m3; 0,5181 g/m3, and 13,3299 g/m3. Sample 616 showed temperature at 32,0C with velocity range 73%, TSP were obtained 154,7903 g/m3, amount of SO2, NO2, CO, H2S, and NH3 were 0,4027 g/m3; 35,1116 g/m3; 545,1484 g/m3; 0,2693 g/m3; and 21,3932 g/m3. The result was compared to quality standard appointed by Minister of Labor (No. 01/1997), Government Regulations (No. 41/1999), and Minister of State Environmental (No. 01/1988). The noise level from sample 615 were obtained in range 54,6-58,7 dB(A) with the average of 56,6 dB(A) and on sample 616 were obtained in range 52,2-59,9 dB(A) with the mount of average was 55,0 dB(A). The noise result are compared with quality standard by Minister of Labor (No. 51/1999) and Minister of State Environmental (No. 48/1996). Keyword: Air, Ambien, Impinger, Spectrophotometry 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri merupakan salah satu faktor penyebab pencemaran udara yang dapat menurunkan kualitas udara dan meningkatkan efek pemanasn global (global warming). Tingkat pencemaran udara yang melebihi ambang batas normal biasanya berupa gas CO, O3, H2S, SOx, NOx, NH3, logam berat, serta debu dalam bentuk aerosol yang mempunyai dampak negatif bagi lingkungan (Manahan 2001). Pemerintah pemerintah mengeluarkan keputusan tentang Pengendalian Pencemaran Udara yang ditunjau dari keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkunagn No. 205 tahun 1996 tentang pedoman teknis pengendalian cemaran udara sumber tidak bergerak (Bapedal 1996). Pemantauan kualitas udara perlu dilakukan oleh industri yang meliputi kadar zat, energi, dan komponen lain yang ada di udara pada lokasi udara emisi ataupun ambien (PPRI No. 41 1999). Tujuan dari praktik kerja lapangan ini adalah menjajaki wawasan tentang zat-zat pencemar udara, menerapkan dan meningkatkan kemampuan penggunaan alat

instrumen yang dipakai dalam pengujian kualitas udara ambien, menganalisis mutu udara ambien di lingkungan industri, yang meliputi : kandungan partikel debu, SO2, CO, NO2, H2S, NH3, dan kebisingan. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Udara Udara atmosfer tersusun atas 78,% nitorgen (N), 21,0% oksigen (O) (Menahan 2001), dan 1% gas lainnya (Harding & Johnston 2006). Unsur lain penyusun udara diantara neon, helium, metana, kripton, nitrit, hidrogen, xenon, sulfur dioksida, ozon, nitrogen dioksida, amonia, dan karbon monoksida (Menahan 2001). Udara dapat dikelompokan menjadi dua jenis, yaitu udara ambient dan udara emisi. Sedangkan menurut kualitasnya udara dibagi udara bersih dan udara tercemar. Udara bersih yaitu udara yang mengandung uap air dan gas-gas inert saja. Udara tercemar yaitu udara tidak hanya mengandung uap air dan gas-gas inert, melainkan mengandung aerosol yang merupakan campuran partikel-partikel padat dan cair yang sangat halus dan dapat mempengaruhi sistem kehidupan makhluk hidup seperti gangguan kesehatan (Wardhana 1995). 2.2 Pencemaran Udara Menurut Wardhana (1995), ada dua faktor penyebab pencemaran udara, yaitu faktor internal (alamiah) dan faktor eksternal (ulah manusia). Selain itu, kandungan polutan udara dibagi menjadi polutan primer dan sekunder. Polutan udara primer adalah polutan yang bentuk dan komposisinya sama dengan ketika dikeluarkan yang terbagi menjadi : karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), hidrokarbon (HC), sulfur oksida (SOx), dan partikel. Polutan udara sekunder adalah polutan hasil reaksi antara bahan pencemar yang sudah ada di udara dan justru lebih membahayakan bagi kehidupan seperti ozon (O3) dan formaldehida (Srikandi 1992). Sampai saat ini sumber polusi yang utama berasal dari transportasi, proses pembakaran, pembuangan limbah, proses industri, dan lain-lain. Cemaran berupa gas yang jumlahnya paling besar adalah CO, SO2, NO dan NO2. Cemaran lainnya yaitu N2O, H2S, NH3, Cl2, HCl, dan HF. 2.3 Spektrofotometri Metode spketrofotometri didasarkan pada hukum Lambert-Beer, dimana jumlah cahaya yang diserap sebanding dengan koefisian absorptivitas molar, konsentrasi, dan ketebalan media (kuvet) (Hollas 2004). Spektrofotometer sinar tampak merupakan salah satu jenis spektrofotometer dimana sinar yang berasal dari sumber cahaya diubah menjadi cinar monokromatis, sinar tersebut kemudian mengenai sampel. Sinar yang mengenai sampel sebagian akan diserap (absorpsi), dipantulkan, dan diteruskan (transmisi) menuju detektor. Detektor akan merekam dan mengubah energi yang diterima menjadi sinyal listrik yang kemudian digambarkan dalam bentuk spektrum (Harvey 2000). 3 METODE KERJA Sampel dibedakan menjadi dua berdasarkan titik tempat samplingnya. Titik pertama yaitu berlokasi di halaman depan pabrik dengan kode sampel 615, dan titik kedua yaitu di dalam ruang industri dengan kode sampel 616.

3.1

Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam pengujian kualitas udara ambiaen baik pengambilan sampel maupun analisis, diantaranya yaitu rangkaian alat impinger (midget impinger, flow meter, dan fritted bubbler impinger), pompa hisap (vacum pump), termometer terkalibrasi, stopwatch, anemometer, hygrometer, kompas, High Volume Air Sampler (HVAS) portable, sound level meter, botol vial, sepktrofotometer UV-Vis (sinar tampak), kuvet, hotplate, labu ukur terkalibrasi, pipet Mohr terkalibrasi, pipet volumetrik terkalibrasi, buret, erlenmeyer, kaca arloji, sudip, gelas pengaduk, bulb, corong, dan alat gelas lainnya. Adapun bahan-bahan yang digunakan selama pengujian kualitas udara ambien, diantara adalah hablur HgCL2, KCl, EDTA (komplekson III), asam sulfamat 0,6% b/v, larutan kerja pararosanilin, formaldehid 0,2%, asam sulfanilat, asam asetat glasial, N-(1 naftil)-etilendiamin dihidroklorida, aseton, kalium iodida, CdSO4.8H4O, NaOH, larutan test amino, larutan ammonium fosfat, larutan ferri klorida, H2SO4 97%, larutan kerja fenol, larutan hopoklorit, larutan penyangga, dan akuades. 3.2 Polutan Debu Pengambilan sampel. Filter yang digunakan ditimbang (W1) terlebih dahulu dan dijaga kelembabannya. Filter ditempatkan pada filter holder pada peralatan HVAS (High Volume Air Sampler). Alat ditempatkan pada titik sampling dan dinyalakan. Keadaan sekeliling diperhatiakan dan dicatat laju alir (Q1), suhu, dan tekanannya. Setelah 60 menit, matikan alat dan catat kembali laju alir (Q2), suhu, dan tekanannya. Filter kemudian disimpan dengan hati-hati. Penetapan partikel debu yaitu dengan menimbang bobot filter setelah proses sampling (W2). 3.3 Polutan Gas Pengambilan sampel. Peralatan impinger disusun sedemikian rupa (Gambar 1) kemudian ditempatkan pada titik sampling. Sebanyak 10 mL (Vs) larutan penjerap masing-masing parameter gas (Tabel 4) dimasukkan ke dalam impinger kemudian diatur agar terhindar dari hujan dan sinar matahari langsung. Pompa penghisap udara dinyalakan dan diatur dengan kecepatan aliran 2,5 L/menit (F1). Setelah 60 menit (t) pompa dimatikan dan dicatat kembali kecepatan alirannya (F2). Suhu (Ts) dan tekanan udara sekeliling (Ps) sebelum dan sesudah proses sampling juga dicatat. Sampel gas kemudian dianalisis dengan metode yang tertera dalam Tabel 2.

Gambar 1 Rangkaian Peralatan Impinger Tabel 1 Larutan penjerap Parameter Udara Ambien
Parameter Gas Sulfur dioksida (SO2) Larutan penjerap* Tetrakloromerkurat (TCM) 0,04 M

Nitrit / nitrogen dioksida (NO2) Karbon monoksida (CO) Hidrogen sulfida (H2S) Amonia (NH3)

Griess-Saltzman KI 4% CdSO4 H2SO4

Tabel 2 Analisis parameter gas pada kualitas udara ambien


Parameter Gas Sulfur dioksida (SO2) Metode yang digunakan Pararosanilim Penambahan Pereaksi Sampel pindahkan ke labu ukur 25 mL + 1 mL asam sulfamat, diamkan 10 menit +2 mL formaldehida 0,2% dan 5 mL pararosanilin tepatkan dengan larutan penjerap, diamkan 30 menit Sampel pindahkan ke labu ukur 50 mL + 1,5 mL test amino, 1-3 tetes FeCl, dan 1-3 tetes (NH4)3PO4 tepatkan dengan larutan penjerap, diamkan 30 menit Sampel pindahkan ke labu ukur 25 mL +2 mL buffer,5 mL fenol dan 2,5 mL NaOCl tepatkan dengan larutan penjerap, diamkan 30 menit (nm) 528

Nitrogen dioksida (NO2) Karbon monoksida (CO) Hidrogen sulfida (H2S)

Griess-Saltzman Non Dispersive Infra Red Biru Methilen

550 420 670

Amonia (NH3)

Indofenol

630

4 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis parameter kualitas udara yang dilakukan dibedakan menjadi dua, yaitu analisis secara fisik dan kimia. Analisis secara fisik meliputi suhu udara, arah angin, kecepatan angin, kelembaban udara dan total partikel tersuspensi (TSP). Analisis secara kimia meliputi yaitu SO2, CO, NO2, H2S, dan NH3. Hasil analisis fisik sampel diperoleh saat pengambilan contoh atau dikatakan sebagai data lapang kecuali TSP karena memerlukan perlakuan menggunakan metode gravimetri di laboratorium. Sedangkan hasil analisis secara kimia diperoleh dari perlakuan sampel menggunakan metode yang telah ditetapkan secara spesifik. Hasil analisis kedua sampel dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil tersebut dibandingkan dengan baku mutu yang ditetapkan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 02 tahun 1988, Menteri Tenaga Kerja nomor 01 tahun 1997 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 04 tahun 1999. Secara keseluruhan, hasil analisis yang diperoleh masih dibawah baku yang ditetapkan tersebut. Tabel 3 Hasil analisis dan baku mutu udara ambien
Hasil Analisis Sampel Parameter Fisika Suhu udara Arah angin Kecepatan angin Kelembaban udara Satuan 615 616 Men-KLH No. 02/1988 Baku Mutu Menaker No. 01/1997 PPRI No. 04/1999 Metode Analisis / Alat Ukur

m/dtk %

33,0 Tenggara 0,1-0,8 67,0

32,0 73,0

Termometer Kompas Anemometer Hygrometer

TSP Kimia SO2 NO2 CO H2S NH3

g/m3 g/m3 g/m3 g/m3 g/m3 g/m3

77,8161 0,5641 18,2603 486,0007 0,5181 13,3299

154,7903 0,4027 35,1116 545,1484 0,2693 21,3932

260 260 92,5 2260 42 1360

10000 5200 5600 29000 14000 17000

230 900 400 30000 -

SNI 19-7119.3-2005 SNI 19-7119.7-2005 SNI 19-7119.2-2005 SNI 19-4845-2005 SNI 19-4844-2005 SNI 19-7119.1-2005

Selain parameter tersebut, analisis dilakukan terhadap tingkat kebisingan. Kebisingan adalah semua suara atau bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Bunyi di titik pengambilan sampel ditangkap oleh mikrofon dan diubah menjadi sinyal listrik. Nilai kebisingan dinyatakan dalam satuan dB(A) yang merupakan intensitas atau arus energi persatuan luas. Penentuan kebisingan menggunakan alat sound level meter. Nilai kebisingan yang diperoleh dibandingkan dengan baku mutu yang ditetapkan Menteri Tenaga Kerja nomor 51 tahun 1999 dan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 48 tahun 1996 (Tabel 4). Tabel 4 Hasil analisis dan baku mutu udara ambien untuk kebisingan
Hasil Sampel 615 616 Satuan dB(A) Kisaran 54,6-58,7 52,2-59,9 Rata-rata 56,6 55,0 Baku mutu Menaker Men-KLH No. 51/1999 No. 48/1996 85 70 Alat ukur Sound Level Meter

5 SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dikatakan bahwa kualitas udara ambien di lingkungan industri daerah Bekasi tersebut masih aman karena berada dibawah baku mutu yang ditetapkan Menteri Tenaga Kerja nomor 01 tahun 1997, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 41 thaun 1999, dan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 01 tahun 1988. Walaupun tingkat kebisingan pada kedua sampel cukup tinggi apabila dibandingkan dengan baku mutu Menteri Tenaga Kerja nomor 51 tahun 1999 sebesar 85 dB(A) dan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 48 tahun 1996, namun masih dapat dilakukan pengendalian atau pun penentuan waktu kerja agar tidak melebihi batas waktu kontak. DAFTAR PUSTAKA Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. 1996. Keputusan Kepala Bapedal No. 205 Tahun 1996 Tentang : Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak. http://puu-pi.menlh.go.id/pdf/ind/IND-PUU-7-1996KepkaNo. 205Tahun1996.pdf [08 Maret 2012] Ergonews. 2009. Kebisingan di Tempat Kerja. http://www.ergoinstitut.com/ kebisingan.pdf [08 Maret 2012] Harvey D. 2000. Modern Analytical Chemistry. USA: McGraw-Hill. Hollas JM. 2004. Modern Spectroscopy Fourth Edition. Chichester: John Wiley & Sons. Manahan SE. 2001. Fundamentals of Environmental Chemistry. Boca Raton: CRC-Pr. Presiden Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang: Pengendalian Pencemaran Udara. Jakarta. Srikandi F. 1992. Polusi Udara dan Air. Yogyakarta: Kanisius.

Standar Nasional Indonesia. 2005. Udara Ambien-Bagian 7: Cara Uji Kadar Sulfur Dioksida (SO2) dengan Metode Pararosanilin menggunakan Spektrofotometer. SNI 19.7119.7-2005. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Standar Nasional Indonesia. 2009. Emisi Gas Buang - Sumber Tidak Bergerak - Bagian 13: Penentuan Lokasi dan Titik-Titik Lintas untuk Pengambilan Contoh Uji Partikulat dan Kecepatan Linier. SNI 7119.13-2009. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Tiwary A, Colls J. 2010. Air Pollution Measurement, Modelling And Mitigation Third Edition. New York: Routledge Taylor & Francis. Tugaswati AT. 2006. Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor dan Dampaknya terhadap Kesehatan. http://www.kpbb.org/makalah_ind/pdf [10 Maret 2012] Wardhana WA. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi Offset

You might also like