You are on page 1of 11

B A B II

KONSIDERAN

2.1.

PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan. Tujuan penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah. Dengan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana tertuang di dalam UU No. 32 tahun 2004 tersebut, penyelenggaraan pemerintahan daerah diharapkan dapat melaksanakan percepatan pembangunan daerah dan meningkatkan pelayanan publik dengan lebih sederhana dan cepat. Peraturan perundangan telah menetapkan domain (wilayah pekerjaan) masing-masing untuk pemerintah pusat dan pemerintah daerah atau di dalam UU No. 32 tahun 2004 istilahnya dikenal dengan tugas dan kewenangan urusan pemerintahan daerah dan urusan pemerintah pusat. Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya/tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat. Urusan pemerintah pusat meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter dan fiskal nasional, yustisi, dan agama. Urusan yang menjadi kewenangan daerah meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal dan prasarana lingkungan dasar. Sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan adalah urusan pemerintahan yang diprioritaskan oleh pemerintahan daerah untuk diselenggarakan yang terkait dengan upaya mengembangkan potensi unggulan (core competence) yang menjadi kekhasan daerah. Berdasarkan perkembangan penetapan peraturan perundangan, telah didapati adanya keseragaman dalam pembagian klasifikasi urusan pemerintahan daerah, baik terhadap kepentingan penyelenggaraan maupun penganggaran penyelenggaraannya di daerah, II - 1

yakni antara yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dengan yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Perubahan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai penjabaran Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Klasifikasi urusan pemerintahan dimaksud meliputi 34 (tiga puluh empat) urusan, yang terdistribusi dalam 26 (dua puluh enam) urusan wajib dan 8 (delapan) urusan pilihan, sebagai berikut:
TABEL 2.1. KRITERIA DAN KLASIFIKASI URUSAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH MENURUT PP NO. 38 TAHUN 2007 DAN PERMENDAGRI NO. 59 TAHUN 2007 KRITERIA URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH 01 URUSAN WAJIB KLASIFIKASI URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 PENDIDIKAN KESEHATAN PEKERJAAN UMUM PERUMAHAN PENATAAN RUANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PERHUBUNGAN LINGKUNGAN HIDUP PERTANAHAN KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA SOSIAL KETENAGAKERJAAN KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH PENANAMAN MODAL KEBUDAYAAN KEPEMUDAAN DAN OLAHRAGA KESATUAN BANGSA DAN POLITIK DALAM NEGERI OTONOMI DAERAH, PEMERINTAHAN UMUM, ADMINISTRASI KEUANGAN DAERAH, PERANGKAT DAERAH, KEPEGAWAIAN DAN PERSANDIAN KETAHANAN PANGAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA STATISTIK KEARSIPAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA PERPUSTAKAAN PERTANIAN KEHUTANAN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL PARIWISATA KELAUTAN DAN PERIKANAN PERDAGANGAN PERINDUSTRIAN KETRANSMIGRASIAN

21 22 23 24 25 26 02 URUSAN PILIHAN 01 02 03 04 05 06 07 08

II - 2

2.2.

ORGANISASI PERANGKAT DAERAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala daerah dibantu oleh perangkat daerah. Secara umum perangkat daerah terdiri dari unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi, diwadahi dalam lembaga sekretariat; unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam lembaga teknis daerah; serta unsur pelaksana urusan daerah yang diwadahi dalam lembaga dinas daerah. Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan; kebutuhan daerah; cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas; luas wilayah kerja dan kondisi geografis; jumlah dan kepadatan penduduk; potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani; sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam. Ketentuan mengenai organisasi perangkat daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Peraturan Pemerintah ini pada prinsipnya dimaksudkan memberikan arah dan pedoman yang jelas kepada daerah dalam menata organisasi yang efisien, efektif, dan rasional sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah masing-masing serta adanya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi serta komunikasi kelembagaan antara pusat dan daerah. Dalam PP No. 41 Tahun 2007 pengertian perangkat daerah kabupaten/kota adalah unsur pembantu kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan. Besaran organisasi perangkat daerah sebagaimana PP No. 41 Tahun 2007 sekurangkurangnya mempertimbangkan faktor keuangan, kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masingmasing daerah tidak senantiasa sama atau seragam. Peraturan Pemerintah ini menetapkan kriteria untuk menentukan jumlah besaran organisasi perangkat daerah masing-masing pemerintah daerah dengan variabel jumlah penduduk, luas wilayah dan jumlah APBD, yang kemudian ditetapkan pembobotan masing-masing variabel yaitu 40% (empat puluh persen) untuk variabel jumlah penduduk, 35% (tiga puluh lima persen) untuk variabel luas wilayah dan 25% (dua puluh lima persen) untuk variabel jumlah APBD, serta menetapkan variabel tersebut dalam beberapa kelas interval, sebagaimana ditetapkan dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini. Demikian juga mengenai jumlah susunan organisasi disesuaikan dengan beban tugas masing-masing perangkat daerah. Untuk lebih jelasnya, dasar penetapan besaran organisasi perangkat daerah kabupaten/kota menurut PP No. 41 Tahun 2007 adalah sebagai berikut: II - 3

TABEL 2.2. PENETAPAN BESARAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN/KOTA MENURUT PP NO. 41 TAHUN 2007 KRITERIA NILAI KURANG DARI 40 (EMPAT PULUH) BESARAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH 1. 2. 3. 4. 5. 6. ANTARA 40 (EMPAT PULUH) SAMPAI DENGAN70 (TUJUH PULUH) 1. 2. 3. 4. 5. 6. LEBIH DARI 70 (TUJUH PULUH) 1. 2. 3. 4. 5. 6. SEKRETARIAT DAERAH, TERDIRI DARI PALING BANYAK 3 (TIGA) ASISTEN SEKRETARIAT DPRD DINAS PALING BANYAK 12 (DUA BELAS) LEMBAGA TEKNIS DAERAH PALING BANYAK 8 (DELAPAN) KECAMATAN KELURAHAN SEKRETARIAT DAERAH, TERDIRI DARI PALING BANYAK 3 (TIGA) ASISTEN SEKRETARIAT DPRD DINAS PALING BANYAK 15 (LIMA BELAS) LEMBAGA TEKNIS DAERAH PALING BANYAK 10 (SEPULUH) KECAMATAN KELURAHAN SEKRETARIAT DAERAH, TERDIRI DARI PALING BANYAK 4 (EMPAT) ASISTEN SEKRETARIAT DPRD DINAS PALING BANYAK 18 (DELAPAN BELAS) LEMBAGA TEKNIS DAERAH PALING BANYAK 12 (DUA BELAS) KECAMATAN KELURAHAN

Selanjutnya, penyusunan organisasi perangkat daerah didasarkan atas pertimbangan adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Penanganan urusan sebagaimana dimaksud tidak harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Dalam hal beberapa urusan yang ditangani oleh satu perangkat daerah, maka penggabungannya sesuai dengan perumpunan urusan pemerintahan yang dikelompokkan dalam bentuk dinas dan lembaga teknis daerah. Perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas sebagaimana PP No. 41 Tahun 2007 terdiri dari: 1. Bidang pendidikan, pemuda dan olahraga; 2. Bidang kesehatan; 3. Bidang sosial, tenaga kerja dan transmigrasi; 4. Bidang perhubungan, komunikasi dan informatika; 5. Bidang kependudukan dan catatan sipil; 6. Bidang kebudayaan dan pariwisata; 7. Bidang pekerjaan umum yang meliputi bina marga, pengairan, cipta karya dan tata ruang; 8. Bidang perekonomian yang meliputi koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah, industri dan perdagangan; 9. Bidang pelayanan pertanahan; 10. Bidang pertanian yang meliputi tanaman pangan, peternakan, perikanan darat, kelautan dan perikanan, perkebunan dan kehutanan; 11. Bidang pertambangan dan energi; dan 12. Bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset.

II - 4

Perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk badan, kantor, inspektorat, dan rumah sakit sebagaimana PP No. 41 Tahun 2007 terdiri dari: 1. Bidang perencanaan pembangunan dan statistik; 2. Bidang penelitian dan pengembangan; 3. Bidang kesatuan bangsa, politik dan perlindungan masyarakat; 4. Bidang lingkungan hidup; 5. Bidang ketahanan pangan; 6. Bidang penanaman modal; 7. Bidang perpustakaan, arsip, dan dokumentasi; 8. Bidang pemberdayaan masyarakat dan pemerintahan desa; 9. Bidang pemberdayaan perempuan dan keluarga berencana; 10. Bidang kepegawaian, pendidikan dan pelatihan; 11. Bidang pengawasan; dan 12. Bidang pelayanan kesehatan. Sedangkan perangkat daerah yang dibentuk untuk melaksanakan urusan pilihan, berdasarkan pertimbangan adanya urusan yang secara nyata ada sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah.
TABEL 2.3. KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN/KOTA MENURUT PP NO. 41 TAHUN 2007 ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH KEDUDUKAN UNSUR STAF TUGAS FUNGSI PENYUSUNAN KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH PENGOORDINASIAN PELAKSANAAN TUGAS DINAS DAERAH DAN LEMBAGA TEKNIS DAERAH PEMANTAUAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH PEMBINAAN ADMINISTRASI DAN APARATUR PEMERINTAHAN DAERAH PELAKSANAAN TUGAS LAIN YANG DIBERIKAN OLEH BUPATI/WALIKOTA SESUAI DENGAN TUGAS DAN FUNGSINYA PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KESEKRETARIATAN DPRD PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEUANGAN DPRD PENYELENGGARAAN RAPATRAPAT DPRD PENYEDIAAN DAN PENGOORDINASIAN TENAGA AHLI YANG DIPERLUKAN OLEH DPRD

MEMBANTU BUPATI/WALIKOTA 1. DALAM MENYUSUN KEBIJAKAN DAN 2. MENGOORDINASIKAN DINAS DAERAH DAN LEMBAGA TEKNIS DAERAH 3.

4.

5.

SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UNSUR PELAYANAN TERHADAP DPRD

MENYELENGGARAKAN ADMINISTRASI KESEKRETARIATAN, ADMINISTRASI KEUANGAN, MENDUKUNG PELAKSANAAN TUGAS DAN FUNGSI DPRD, DAN MENYEDIAKAN SERTA MENGOORDINASIKAN TENAGA AHLI YANG DIPERLUKAN OLEH DPRD SESUAI DENGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH

1.

2.

3. 4.

II - 5

ORGANISASI INSPEKTORAT

KEDUDUKAN UNSUR PENGAWAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

TUGAS MELAKUKAN PENGAWASAN TERHADAP PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DI DAERAH KABUPATEN/KOTA, PELAKSANAAN PEMBINAAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DAN PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DESA. MELAKSANAKAN PENYUSUNAN DAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN DAERAH DI BIDANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

FUNGSI 1. 2. 3. PERENCANAAN PROGRAM PENGAWASAN PERUMUSAN KEBIJAKAN DAN FASILITASI PENGAWASAN PEMERIKSAAN, PENGUSUTAN, PENGUJIAN DAN PENILAIAN TUGAS PENGAWASAN PERUMUSAN KEBIJAKAN TEKNIS PERENCANAAN PENGOORDINASIAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN PEMBINAAN DAN PELAKSANAAN TUGAS DI BIDANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PELAKSANAAN TUGAS LAIN YANG DIBERIKAN OLEH BUPATI/WALIKOTA SESUAI DENGAN TUGAS DAN FUNGSINYA PERUMUSAN KEBIJAKAN TEKNIS SESUAI DENGAN LINGKUP TUGASNYA PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAN PELAYANAN UMUM SESUAI DENGAN LINGKUP TUGASNYA PEMBINAAN DAN PELAKSANAAN TUGAS SESUAI DENGAN LINGKUP TUGASNYA PELAKSANAAN TUGAS LAIN YANG DIBERIKAN OLEH BUPATI/WALIKOTA SESUAI DENGAN TUGAS DAN FUNGSINYA PERUMUSAN KEBIJAKAN TEKNIS SESUAI DENGAN LINGKUP TUGASNYA PEMBERIAN DUKUNGAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH SESUAI DENGAN LINGKUP TUGASNYA PEMBINAAN DAN PELAKSANAAN TUGAS SESUAI DENGAN LINGKUP TUGASNYA PELAKSANAAN TUGAS LAIN YANG DIBERIKAN OLEH BUPATI/WALIKOTA SESUAI DENGAN TUGAS DAN FUNGSINYA MENGOORDINASIKAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT; MENGOORDINASIKAN UPAYA PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN DAN KETERTIBAN UMUM

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

UNSUR PERENCANA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

1. 2.

3.

4.

DINAS DAERAH

UNSUR PELAKSANA MELAKSANAKAN URUSAN OTONOMI DAERAH PEMERINTAHAN DAERAH BERDASARKAN ASAS OTONOMI DAN TUGAS PEMBANTUAN

1.

2.

3.

4.

LEMBAGA TEKNIS DAERAH (DAPAT BERBENTUK BADAN, KANTOR, DAN RUMAH SAKIT)

UNSUR PENDUKUNG TUGAS KEPALA DAERAH

MELAKSANAKAN PENYUSUNAN DAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN DAERAH YANG BERSIFAT SPESIFIK

1.

2.

3.

4.

KECAMATAN

KECAMATAN MERUPAKAN WILAYAH KERJA CAMAT SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN DAN DAERAH KOTA

MELAKSANAKAN KEWENANGAN PEMERINTAHAN YANG DILIMPAHKAN OLEH BUPATI/WALIKOTA UNTUK MENANGANI SEBAGIAN URUSAN OTONOMI DAERAH

1.

2.

II - 6

ORGANISASI

KEDUDUKAN

TUGAS

FUNGSI 3. MENGOORDINASIKAN PENERAPAN DAN PENEGAKAN PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN MENGOORDINASIKAN PEMELIHARAAN PRASARANA DAN FASILITAS PELAYANAN UMUM MENGOORDINASIKAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN PEMERINTAHAN DI TINGKAT KECAMATAN MEMBINA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DAN/ATAU KELURAHAN MELAKSANAKAN PELAYANAN MASYARAKAT YANG MENJADI RUANG LINGKUP TUGASNYA DAN/ATAU YANG BELUM DAPAT DILAKSANAKAN PEMERINTAHAN DESA ATAU KELURAHAN

4.

5.

6.

7.

KELURAHAN

KELURAHAN MERUPAKAN WILAYAH KERJA LURAH SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN/KOTA DALAM WILAYAH KECAMATAN

Perubahan nomenklatur Bagian Tata Usaha pada Dinas dan Badan menjadi Sekretariat dimaksudkan untuk lebih memfungsikannya sebagai unsur staf dalam rangka koordinasi penyusunan program dan penyelenggaraan tugas-tugas Bidang secara terpadu dan tugas pelayanan administratif. Bidang pengawasan, sebagai salah satu fungsi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, dalam rangka akuntabilitas dan objektifitas hasil pemeriksaan, maka nomenklaturnya menjadi Inspektorat Provinsi, Inspektorat Kabupaten/Kota dan dipimpin oleh Inspektur, yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab langsung kepada kepala daerah. Selain itu, eselon kepala bidang pada dinas dan badan perangkat daerah kabupaten/kota diturunkan yang semula eselon IIIa menjadi eselon IIIb, dimaksudkan dalam rangka penerapan pola pembinaan karir, efisiensi, dan penerapan koordinasi sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian, namun demikian bagi pejabat yang sudah atau sebelumnya memangku jabatan eselon IIIa, sebelum Peraturan Pemerintah ini ditetapkan kepada yang bersangkutan tetap diberikan hak-hak kepegawaian dan hak administrasi lainnya dalam jabatan struktural eselon IIIa, walaupun organisasinya menjadi eselon IIIb, dan jabatan eselon IIIb tersebut efektif diberlakukan bagi pejabat yang baru dipromosikan memangku jabatan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Beberapa perangkat daerah yaitu yang menangani fungsi pengawasan, kepegawaian, rumah sakit, dan keuangan, mengingat tugas dan fungsinya merupakan amanat peraturan perundang-undangan, maka perangkat daerah tersebut tidak mengurangi II - 7

jumlah perangkat daerah yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini, dan pedoman teknis mengenai organisasi dan tata kerja diatur tersendiri. Pembinaan dan pengendalian organisasi dalam Peraturan Pemerintah ini dimaksudkan dalam rangka penerapan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi antardaerah dan antarsektor, sehingga masing-masing pemerintah daerah taat asas dan taat norma dalam penataan kelembagaan perangkat daerah. Dalam ketentuan ini pemerintah dapat membatalkan peraturan daerah tentang perangkat daerah yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dengan konsekuensi pembatalan hak-hak keuangan dan kepegawaian serta tindakan administratif lainnya. Dalam pelaksanaan pembinaan dan pengendalian organisasi perangkat daerah, pemerintah senantiasa melakukan fasilitasi melalui asistensi, pemberian arahan, pedoman, bimbingan, supervisi, pelatihan, serta kerja sama, sehingga sinkronisasi dan simplifikasi dapat tercapai secara optimal dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Diatur pula dalam Peraturan Pemerintah ini mengenai pembentukan lembaga lain dalam rangka melaksanakan kebijakan Pemerintah, sebagai bagian dari perangkat daerah, seperti sekretariat badan narkoba provinsi, kabupaten dan kota, sekretariat komisi penyiaran, serta lembaga lain untuk mewadahi penanganan tugas-tugas pemerintahan umum yang harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah, namun untuk pengendaliannya, pembentukannya harus dengan persetujuan pemerintah atas usul kepala daerah. Pengertian pertanggungjawaban kepala dinas, sekretaris DPRD, dan kepala badan/kantor/direktur rumah sakit daerah melalui sekretaris daerah adalah pertanggung jawaban administratif yang meliputi penyusunan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan tugas dinas daerah, sekretariat DPRD dan lembaga teknis daerah, dengan demikian kepala dinas, sekretaris DPRD, dan kepala badan/kantor/direktur rumah sakit daerah bukan merupakan bawahan langsung sekretaris daerah. Dalam implementasi penataan kelembagaan perangkat daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah ini menerapkan prinsip-prinsip organisasi, antara lain visi dan misi yang jelas, pelembagaan fungsi staf dan fungsi lini serta fungsi pendukung secara tegas, efisiensi dan efektifitas, rentang kendali serta tata kerja yang jelas.

2.3.

PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA Penetapan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengawali proses perubahan paradigma dalam perencanaan pembangunan daerah. Proses perubahan paradigma sebagaimana dimaksud khususnya terkait dengan upaya memperbaiki proses penganggaran di sektor publik adalah penerapan anggaran berbasis prestasi kerja, dengan memperkenalkan sistem penyusunan rencana kerja dan anggaran perangkat daerah. Selama ini anggaran belanja pemerintah dikelompokkan atas anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan. Pengelompokan dalam anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan yang semula bertujuan untuk memberikan penekanan pada arti pentingnya pembangunan dalam II - 8

pelaksanaannya telah menimbulkan peluang terjadinya duplikasi, penumpukan, dan penyimpangan anggaran. Dalam upaya memperbaiki proses penganggaran di daerah, telah dilakukan reformasi penganggaran dengan menerapkan tiga (3) pendekatan yaitu: 1. Penganggaran dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) atau juga dikenal dengan Medium Term Expenditure Framework (MTEF). Pendekatan ini menuntut kita menyusun rencana anggaran untuk dua (2) tahun anggaran berturut-turut, yaitu tahun anggaran bersangkutan, dan rencana anggaran untuk tahun berikutnya. 2. Penganggaran Terpadu (Unified Budgeting). Pendekatan ini menyatukan penyusunan anggaran baik untuk yang sifatnya mengikat (dulu dikenal dengan istilah anggaran rutin) maupun anggaran yang tidak mengikat (dulu dikenal dengan istilah anggaran pembangunan) yang sebelumnya dilakukan secara terpisah. Pendekatan ini memaksa instansi pemerintah untuk memandang perencanaan dan penganggaran secara utuh agar dapat menjalankan fungsinya secara baik dan benar. 3. Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting). Pendekatan ini mengatakan bahwa besarnya alokasi anggaran didasarkan atas target prestasi kinerja yang diusulkan oleh instansi pengusul. Ukuran kinerja untuk program adalah manfaat (outcome) sedangkan untuk kegiatan adalah keluaran (output). Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pada Pasal 39 Ayat 2 disebutkan penyusunan anggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal. Selanjutnya, dalam penjelasan PP No. 58 Tahun 2005 disebutkan . untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan efektifitas anggaran, maka dalam perencanaan anggaran perlu diperhatikan (1) penetapan secara jelas tujuan dan sasaran, hasil dan manfaat, serta indikator kinerja yang ingin dicapai; (2) penetapan prioritas kegiatan dan penghitungan beban kerja, serta penetapan harga satuan yang rasional. Penyusunan anggaran oleh masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD) harus betul-betul dapat menyajikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran, serta korelasi antara besaran anggaran (beban kerja dan harga satuan) dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai atau diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan yang dianggarkan. Oleh karena itu penerapan anggaran berbasis kinerja mengandung makna bahwa setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk bertanggungjawab atas hasil proses dan penggunaan sumber dayanya. Penegasan kembali mengenai prinsip-prinsip anggaran dengan mengkaitkan terhadap proses perencanaan pembangunan di daerah, terurai dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah pada Pasal 36 menyebutkan: Program, kegiatan dan pendanaan disusun berdasarkan: (a) pendekatan kinerja, kerangka pengeluaran jangka menengah serta perencanaan dan penganggaran terpadu; (b) kerangka pendanaan dan pagu indikatif; (c) program prioritas urusan wajib dan urusan pilihan yang mengacu pada standar pelayanan minimal sesuai dengan kondisi nyata daerah dan kebutuhan masyarakat.

II - 9

2.4.

KEBIJAKAN DAN STANDAR ALOKASI ANGGARAN Selain mempertimbangkan prinsip-prinsip penganggaran diatas, hal lain yang dijadikan perhatian adalah terhadap adanya ketetapan khusus mengenai alokasi anggaran yang dinyatakan dalam peraturan perundangan. Ketetapan khusus sebagaimana dimaksud diantaranya seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dimana pada Pasal 49 Ayat 1 disebutkan Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dengan adanya amanat tersebut, maka timbul suatu kewajiban bagi daerah untuk mengimplementasikannya, dikarenakan ketetapan tersebut memiliki kekuatan hukum yang jelas. Sejauh ini, kebijakan/ketetapan khusus pengalokasian anggaran baru ditetapkan pada sektor/urusan pendidikan. Diluar kebijakan khusus yang ditetapkan sebagaimana uraian diatas, terdapat ketentuan lain yang sifatnya adalah rujukan/rekomendasi/anjuran, namun telah melekat dan digunakan sebagai patokan/tolok ukur bagi kalangan masyarakat luas dalam menilai kebijaksanaan pemerintah/pemerintah daerah dalam pengalokasian anggaran. Ketentuan dimaksud berupa standar yang ditetapkan oleh organisasi internasional berdasarkan praktek yang berlangsung di negara-negara maju khususnya, terutama standar kesehatan WHO (World Health Organization) yang mensyaratkan anggaran kesehatan 15% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setempat. Dalam versi lainnya, anggaran kesehatan standar Bank Dunia (World Bank) sebesar 12 dollar AS per kapita.

2.5.

MANAJEMEN BERBASIS KINERJA Tekanan terhadap organisasi sektor publik, khususnya organisasi pemerintah baik pusat dan daerah serta perusahaan milik pemerintah, dan organisasi sektor publik lainnya untuk memperbaiki kinerjanya mendorong dibangunnya sistem manajemen organisasi sektor publik yang berbasis kinerja (performance-based management). Kemunculan manajemen berbasis kinerja merupakan bagian dari reformasi New Public Management yang dilakukan oleh negara-negara maju di Eropa dan Anglo-Amerika sejak tahun 1980an. Fokus manajemen berbasis kinerja adalah pengukuran kinerja organisasi sektor publik yang berorientasi pada pengukuran outcome (hasil), bukan lagi sekedar pengukuran input atau output saja. Beberapa pihak menyebut manajemen publik yang berorientasi pada hasil tersebut dengan rama result-oriented government (ROM). Osborne dan Gaebler (1992, ch. 5) menyebutnya dengan istilah result-oriented governement yaitu pemerintahan yang membiayai outcome bukan input. Pendekatan manajemen berbasis kinerja ditandai dengan munculnya teori-teori organisasi dan manajemen seperti model Classical Organization Theory, Scientific Management, City Manager Movement, Performance Budgeting atau Budgeting for Results (BFR), PPBS, Zero Based Budgeting, Management by Objectives (MBO), Management by Results, Result-Oriented Management (RPM), Program Evaluation, dan yang terakhir adalah Reinventing Government (Davis dan Larkey, 1980: Orsborne dan Gaebler, 1992).

II - 10

Pemerintah selama beberapa dekade telah bergulat dengan pengukuran input (means measure) bukan outcome (ends measure). Pembahasan antara eksekutif dan legislatif hanya berkutat pada anggaran dan realisasi anggaran. Pengukuran demikian hanya berfokus pada penjelasan bagaimana sibuknya pemerintah, namun tidak menjelaskan mengenai dampak nyata aktivitas pemerintah terhadap masyarakat. Padahal bagi masyarakat yang terpenting adalah hasilnya (outcome). Hal itu tidak berarti pengukuran input tidak penting bagi pemerintah. Pemerintah perlu mengukur input, misalnya berapa banyak anggaran yang dibelanjakan dan apa yang telah dilakukan. Namun demikian, apabila pengukuran kinerja hanya berfokus pada input dan output saja (anggaran dan realisasinya), bukan outcome, manfaat dan dampak terhadap masyarakat, maka akibatnya organisasi sektor publik tidak akan mampu melihat keberadaanya sendiri bahwa ia ada untuk melayani masyarakat (Smith, 1996; Schacter, 1999). Pengukuran kinerja dan manajemen berbasis kinerja merupakan dua hal yang berkaitan satu sama lain. Akuntabilitas kinerja dapat dicapai apabila organisasi sektor publik memiliki manajemen kinerja yang baik dan pengukuran yang baik. Osborne dan Gaebler (1992, pp. 146-154) menyatakan bahwa pengukuran kinerja memiliki kekuatan yang sangat besar kaitannya dengan konsep pemerintah yang beorientasi pada hasil (resultsoriented government). Pentingnya pengukuran kinerja tersebut dinyatakan dalam kalimat sebagai berikut: 1. Apa yang dapat diukur, dapat dilakukan (What gets measure gets done); 2. Jika anda tidak mengukur hasil, anda tidak bisa mengenali keberhasilan dan kegagalan (If you dont measure result, you cant tell success from failure); 3. Jika anda tidak dapat melihat keberhasilan, anda tidak dapat memberi imbalan (If you cant see success, you cant reward it); 4. Jika anda tidak dapat memberi imbalan atas keberhasilan, anda mungkin memberi imbalan atas kegagalan (If you cant rewards success, youre probably rewarding failure); 5. Jika anda tidak dapat melihat keberhasilan, anda tidak dapat belajar darinya (If you cant see success, you cant learn form it); 6. Jika anda tidak dapat mengenali kegagalan, anda tidak dapat memperbaikinya (If you cant recognize failure, you cant correct it); 7. Jika anda dapat menunjukkan hasil, anda dapat memperoleh dukungan publik (If you can demonstrate results, you can win public support). Pada akhirnya, Manajemen Berbasis Kinerja merupakan suatu metode untuk mengukur kemajuan program atau aktivitas yang dilakukan organisasi sektor publik dalam mencapai hasil atau outcome yang diharapkan oleh klien, pelanggan, dan stakeholder lainnya. Dalam Performance Management Handbook Departemen Energi USA, manajemen berbasis kinerja didefinisikan sebagai berikut: Performanced-based management is a systematic approach to performance improvement through an ongoing process of establishing strategic performance objectives; measuring performance; collecting, analyzing, reviewing, and reporting performance data; and using that data to drive performance improvement (Manajemen berbasis kinerja merupakan suatu pendekatan sistematik untuk memperbaiki kinerja melalui proses berkelanjutan dalam penetapan sasaran-sasaran kinerja strategik; mengukur kinerja; mengumpulkan; menganalisis; menelaah; dan melaporkan data kinerja; serta menggunakan data tersebut untuk memacu perbaikan kinerja: ). II - 11

You might also like