Professional Documents
Culture Documents
1.1. Latar Belakang Resusitasi jantung paru-paru (RJP atau dalam bahasa Inggeris; Cardiopulmonary resuscitation atau singkatnya CPR) ialah prosedur kecemasan yang dicubakan dalam usaha mengembalikan nyawa seseorang yang mengalami hentian jantung. RJP diindikasi untuk pesakit yang tidak responsif, dan tidak bernafas atau sekadar tercungap-cungap. RJP boleh dilakukan di dalam atau luar hospital4. Secara garis besarnya RJP merangkumi rangkaian terurut usaha untuk mengembalikan sirkulasi (Circulation), membebaskan jalan nafas (Airway) dan memberikan bantuan pernafasan (Breathing). RJP moden telah diperkenalkan sejak 50 tahun yang lalu. Semenjak itu prosedur dan teknik RJP ini telah menyelamatkan ratusan ribu pasien yang mengalami henti jantung di seluruh dunia. Pada tahun 1960, Kouwenhoven, Knickerbocker dan Jude telah mendokumentasikan 14 pasein yang berjaya diselamatkan dari henti jantung dengan closed chest cardiac massage. Pada tahun yang sama, pada rapat yang dianjurkan oleh Maryland Medical Soceity di Ocean City, kombinasi teknik kompresi dada dan bantuan nafas diperkenalkan. Pada tahun 1966, American Heart Association (AHA) menyusun buat pertama kalinya pedoman resusitasi jantung paru (RJP). Pedoman RJP ini telah diikuti dengan revisi secara berkala2. Tahun 2010, menandakan genapnya 50 tahun prosedur RJP ini diperkenalkan. AHA telah melakukan revisi RJP pada tahun tersebut yang menyangkut beberapa perubahan dalam isu-isu pokok. Pedoman RJP tahun 2010 oleh AHA adalah berdasarkan penelitian ekstensif daripada literatur-literatur resusitasi dan perdebatan-perdebatan serta diskusidiskusi ilmiah oleh ahli-ahli resusitasi internasional dan anggota AHA sendiri. Pedoman ini merupakan hasil dari evidance based evaluation process oleh 356 ahli resusitasi dari 29 negara. Para ahli ini telah menganalisis, berdiskusi dan berbahas tentang penelitianpenelitian berhubung resusitasi dalam rapat-rapat perorangan, konferensi-konferensi dan sesi-sesi online selama 36 bulan1. 1
Pedoman RJP tahun 2010 memiliki beberapa perbedaan atau perubahan dari pedoman RJP tahun 2005. Hal ini bertujuan meningkatkan potensi efisiensi dari teknik dan prosedur RJP yang telah diasaskan oleh para ahli terdahulu2. Penekanan yang diberi dalam refrat ini adalah pedoman RJP pada pertolongan pertama terutama oleh peminggir. 1.2. Statistik Pada tahun 2005, rasio pasien yang dapat dipertahan hidup karena henti jantung dari rumah sakit dan yang disaksikan di luar kawasan rumah sakit adalah rendah dengan ratarata 6% di seluruh dunia. Setelah konferensi tahun 2005 terdapat sedikit perbaikan. Dua penelitian yang dipublikasi sebaikk sebelum konsensus 2005 melaporkan kualiti RJP yang dilakukan adalah buruk samada di kawasan rumah sakit atau di luar kawasan rumah sakit2. Dalam satu laporan statistik yang lain, menyebutkan seperti berikut5: Tabel 1. Tingkat Keberhasilan RJP dalam memulihkan perdarahan spontan (ROSC) dan peluang hidup5 Jenis Hentian Hentian Jantung Tersaksi di Hospital (Witnessed In-Hospital Cardiac Arrest) Hentian Jantung Tak Tersaksi di Hospital (Unwitnessed In-Hospital Cardiac Arrest) Resusutasi Jantung-Paru-Paru Peminggir (Bystander Cardiopulmonary Resuscitation) CPR Tanpa Peminggir (CPR Ambulans) ROSC Peluang Hidup
48%
22%
21%
1%
40%
4%
15%
2%
Dari statistik di atas dapat disimpulkan bahawa peranan peminggir sangat signifikan dalam mengurangkan resiko morbiditas dan mortalitas mangsa henti jantung.
Bab II
2
Tinjauan Pustaka
2.1. Penekanan pada Kompresi Dada Jika seorang peminggir tidak terlatih dalam RJP, maka dia hanya perlu member bantuan kompresi dada sahaja pada seorang dewasa yang secara tiba-tiba pingsan dengan penekanan pada tekan kuat dan cepat di tengah-tengah dada. Pemberi pertolongan pertama perlu meneruskan kompresi dada sehingga datang bantuan medis. Semua peminggir terlatih perlu sekurang-kurangnya melakukan kompresi dada untuk mangsa henti jantung. Selain itu, peminggir terlatih yang dapat melakukan bantuan pernafasan, perlu melakukan kompresi dada berserta dengan bantuan pernafasan dengan rasio 30 kali kompresi dan 2 kali nafas. Bantuan ini dilakukan sehingga tiba bantuan medis1. Pedoman RJP 2005 tidak menetapkan perbedaan bantuan RJP antara peminggir terlatih dan yang tidak terlatih. Kedua-duanya perlu memberi bantuan kompresi dada dan pernafasan walaupun pada peminggir yang tidak mahu member bantuan pernafasan maka dia hanya perlu memberi kompresi dada6. Perubahan dari pedoman RJP tahun 2005 dikarenakan kompresi dada sahaja dianggap mudah bagi peminggir yang tidak terlatih dan mudah diinstruksikan lewat telefon. Hal ini juga didokong oleh statistik yang menunjukkan angka mangsa henti jantung yang dapat diselamatkan lewat kompresi dada sahaja dengan kompresi dada-bantuan nafas adalah sama1.
2.2.
Mencetuskan Kompresi Dada sebelum Ventilasi (C-A-B) Pada konferensi tahun 2010, kompresi dada harus diutamakan sebelum ventilasi.
Hal ini diurut dengan C (Circulation) A (Airway) B (Breathing). Hal ini berbeda dengan panduan sebelumnya yang menetapkan ventilasi harus didahulukan dengan urutan A (Airway) B (Breathing) C (Circulation). Pedoman tahun 2005 menetapkan RJP bermula dengan memeriksa jalan nafas, kemudian memeriksa pernafasan disusuli dengan
member bantuan pernafasan 2x dan kompresi dada 30x dan diulangi lagi dengan pernafasan6. Walaupun tidak ada bukti ilmiah yang pernah dipublikasikan berhubungan dengan peningkatan efisiensi RJP yang dimulai oleh kompresi dada terlebih dahulu daripada 2x pernafasan, kompresi dada dapat memberikan perfusi vital darah keseluruh organ tubuh terutama otak dan jantung sendiri. Angka mangsa yang terselamat lebih tinggi apabila peminggir berusaha bertindak walaupun sedikit dengan kompresi dada daripada peminggir hanya berdiam diri. Data demonstrasi RJP pada haiwan pula menunjukkan bahawa keterlambatan kompresi dada mengurangkan efisiensi keberhasilan RJP. Selain itu, kompresi dada dapat dimulakan dengan lebih mudah ketimbang jalan nafas yang memerlukan waktu dan latihan untuk memposisikan kepala dan memulai pernafasn. Secara idealnya, jika ada dua peminggir maka salah satu dapat langsung memulakan dengan kompresi dada sedangkan yang lain dapat membebaskan jalan nafas dan member bantuan pernafasan setelah dilakukan kompresi dada sebanyak 30x1. 2.3. Tiada Lihat, Dengar dan Rasa (Look, Listen and Feel) Pedoman RJP tahun 2010 menetapkan tiada lagi prosedur Look, Listen and Feel seperti pedoman tahun 2005. Pedoman RJP tahun 2005 menetapkan bahasa setelah jalan nafas dibebaskan, peminggir harus merasai dan melihat pernafasan2. Dengan teknik kompresi dada dulu, RJP diberikan kepada pasien yang tidak responsif, henti nafas atau tidak bernafas normal. Setelah kompresi dada selama 30x, peminggir dapat memeriksa seimbas lalu pernafasan dan membuka jalan nafas kemudian memberi bantuan nafas 2x2. 2.4. Kadar Kompresi Dada Sangat wajar bagi peminggir dan penyedia pelayanan kesehatan untuk melakukan kompresi dada dengan frekuensi sekurang-kurangnya 100x/menit. Pedoman tahun 2010 menetapkan bahawa frekuensi kompresi dada ada kurang lebih 100x/menit3.
Jumlah kompresi dada per menit ketika RJP sangan penting dan menjadi determinan dalam mengembalikan sirkulasi spontan ion (ROSC) dan dapat mempertahankan fungsi neorologik. Menurut sebahagian penelitian, tingginya kompresi dada per minit meningkatkan angka mangsa yang terselamat dan rendahnya kompresi dada per minit dapat menurunkan angka mangsa yang dapat diselamatkan. Kompresi dada yang tidak adekuat juga dapat menurunkan efektifitas angka kompresi per menit1. 2.5. Kedalaman Kompresi Dada Pedoman RJP tahun 2010 menetapkan untuk orang dewasa yang menerima kompresi dada, ditekan sternum dengan kedalaman sekurang-kurangnya 2 inci atau 5cm. Pedoman RJP ini menetapkan 1 nilai kedalaman daripada pedoman RJP tahun 2005 yang menetapkan antara 1.5 inci hingga 2 inci1. Hal disebabkan timbul kekeliruan pemberi pertolongan pertama dari kalangan tim medis ataupun peminggir apabila jarak kedalaman kompresi ditetapkan antara dua nilai. Sebahagian ahli mengatakan bahawa kompresi dengan kedalaman 2 inci lebih efektif daripada 1.5 inci. Kompresi dada dengan kedalaman yang adekuat penting supaya stroke volume darah hasil dari tekanan rongga dada yang dikenakan atas jantung dapat memperfusi otak dan jantung. Maka kompresi dengan kedalaman 2 inci lebih efektif1. 2.6. Teknik RJP Sirkulasi pada mangsa henti jantung di atasi dengan kompresi dada. Kompresi dada seharusnya dilaksanakan segera pada pasien yang tidak teraba nadi (lebih dari 10 detik). Lokasikan processus xyphoideus dan tumit tangan di letakkan di seperdua bahagian bawah sternum. Sebelah tangan lagi diletakkan di atas tangan yang di atas sternum dengan jarijemari saling menggenggam atau diekstensikan, tetapi menjauhi dada. Bahu pembantu seharusnya diposisikan langsung di atas tangan dengan siku dikunci dengan posisi lengan diekstensikan supaya berat badan atas pembantu dapat digunakan dalam kompresi. Kompresi dilakukan dengan tegak lurus dan sternum tertekan6. Penekanan dilakukan seperti yang disebutkan dalam segmen-segmen di atas iaitu dengan kedalaman 2 inci atau 5
5cm dengan frekuensi tidak kurang dari 100x per menit dengan interval kurang dari 10 detik. 2.6.2. Jalan Nafas (Breathing) Pasien diposiskan secara supine. Hal yang sering mengakibatkan sumbatan jalan nafas adalah posisi lidah diposterior. Maka dilakukan head-tilt dan chin-lift dengan meletak sebelah tangan di dahi dan sebelah lagi di dagu dengan jari telunjuk dan jari tengah. Dahi ditekan dan dagu diangkat ke atas supaya leher diekstensikan. Jaw-thrust lebih efektif dalam membebaskan jalan nafas6.
Kehilangan kesadaran biasanya disertai oleh kehilangan tonus otot submandibular. (A). Sumbatan jalan nafas oleh lidah dapat dikurangi dengan head-tilt chin-lift. (B) atau jawthrust (C) Pada pasien dengan kemungkinan kecederaan servikal, sudut rahang diangkat ke anterior tanpa hiperekstensi leher. 6
Seandainya didapati ada korpus aleanum di mulut dikeluarkan dulu dengan tangan. Seadainya tidak maka dilakukan Heimlich Manuver6. 2.6.3. Pernafasan (Breathing) Penilaian pernafasan spontan dilakukan secepatnya setelah pembebasan jalan nafas. Apnea dapat dipastikan dengan tidak adanya pergerakan dada, tiadanya bunyi nafas dan aliran udara. Pemberian nafas dikukan dengan mulut ke mulut dengan lapisan atau tidak. Pemberian nafas dengan lapisan pelindung mulut adalah teknik yang lebih hiegenis. Pernafasan diberikan secara perlahan sebanyak dua kali dengan setiap satunya kira 2 detik bagi orang dewasa dan 1 detik bagi anak-anak dan bayi. Sekiranya pernafasan tersumbat bererti ada sumbatan jalan nafas. Menutup hidung mangsa dapat memberikan udara dari pembantu langsung ke mulut mangsa. Pemberian bantuan nafas yang berhasil terlihat pada dada yang naik dan turun setiap kali nafas dan terdengar dan dapat dirasakan udara keluar ketika ekspirasi. Pada bayi dan anak-anak pernafasan lebih efektif diberikan langsung mulut ke mulut dan hidung6. Udara yang dihembus oleh pembantu pernafasan mempunyai konsentrasi 16-17% dan mengandung CO2 yang cukup signifikan. Oleh itu, usaha mendapatkan pertolongan medis yang dapat memberikan O2 dengan konsentrasi yang adekuat adalah lebih baik6.
2.7.
Tabel 2. Perbandingan RJP Dewasa, Anak dan Bayi Komponen Rekomendasi RJP 2010 Dewasa Anak Tidak responsif (tidak mengira usia) Tiada nafas atau tidak bernafas normal Tiada nadi teraba dalam 10 detik Urutan RJP Kadar Kompresi Sela Antar Kompresi Kedalaman Kompresi Jalan Nafas (Airway) Rasio KompresiVentilasi Bantuan Nafas oleh peminggir tidak terlatih * Diadaptasi dari Highlights of the 2010 American Heart Association Guidelines for CPR and ECC. Texas: American Heart Association, 2010. Halaman 81. ( Hanya oleh tenaga medis) C-A-B Sekurang-kurangnya 100x/menit Meminimumkan sela antar kompresi. Setidaknya tidak melebihi 10 detik Minimal 2 inci atau 5 cm 1/3 diameter anterior posterior dada Head-tilt & Chin-Lift Bagi tenaga medis yang suspek trauma, lakukan Jaw-Thrust 30:2 30:2 jika seorang tenga medis 1 atau 2 pembantu 15:2 jika 2 orang tenga medis Kompresi sahaja Bayi
Indentifikasi
Mulakan RJP !
TEKAN KUAT
TEKAN CEPAT
* Diadaptasi dari Highlights of the 2010 American Heart Association Guidelines for CPR and ECC. Texas: American Heart Association, 2010. Halaman 31.
Resusitasi jantung paru merupakan prosedur dan teknik yang sangat penting yang telah menyelamatkan banyak mangsa henti jantung di seluruh dunia. Prosedur atau teknik 9
ini diperkenalkan pada tahun 1960 dan mengalami revisi dari tahun ke tahun. Revisi ini dilakukan karena perkembangan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan perkongsian antara ahli yang sentiasa meningkat dari waktu ke waktu. Maka perbaikan teknik dan prosedur ini diharapkan RJP akan lebih efisien dalam menangani masalah henti jantung. Pada tahun 2010, hasil consensus yang diselenggarakan oleh AHA telah melakukan beberapa perubahan daripada pedoman RJP yang disepakati tahun 2005. Antara perubahan tersebut adalah penekanan terhadap kompresi dada oleh peminggir tidak terlatih, perubahan urutan A-B-C kepada C-A-B, kedalaman kompresi, dihilangkan kepentingan look, feel and listen dan frekuensi kompresi per menit. Perubahan ini miskipun seimbas lalu dilihat tidak signifikan tetapi mempunyai dampak yang besar. Hal ini disebabkan perubahan ini sangat didasari oleh prinsip-prinsip evidence-based atau bukti-bukti ilmiah dari penelitian dan para ahli yang berkaitan. Diharapkan teknik RJP yang terkini ini dapat dikuasai oleh banyak pihak sama ada dari tenaga medis atau non-medis karena henti jantung dapat berakibat fatal sedangkan dengan teknik RJP ini dapat mengurangkan risiko morbiditas dan mortalitas dari henti jantung ini.
10