You are on page 1of 10

ABRASI KORNEA Gejala : nyeri tajam, fotofobia, rasa mengganjal, merasa tidak enak sewaktu mengedipkan mata, terdapat

riwayat menggaruk mata. Tanda klinis : Tanda kritikal : defek epitel kornea yang ditandai dengan tes fluoresen positif Tanda lain : CVI, edema palpebra, reaksi ringan pada bilik mata depan

Diagnosis banding : 1. Erosi berulang 2. Hepes simpleks keratitis (HSV) 3. Superfisial punctate keratoplasty WorK up: Slit lamp : dengan pewarnaan fluoresen perkirakan ukuran lesi dan gambaran lokasi lesi, cari tanda-tanda reaksi bilik mata depan, infiltrat, laserasi kornea, dan trauma tembus. Eversi palpebra (buka kearah luar) untuk memastikan tidak ada benda asing yang tertinggal, terutama jika didapatkan abrasi kornea yang vertikal atau linier.

Terapi : 1. Antibiotik : a. Pasien yang tidak menggunakan kontak lensa : Antibiotik salep : erytromycin, basitracin Antibiotik tetes : Polymyxin B/trimethropin (Politrim) Abrasi sekunder yang terkait dengan kuku atau tumbuh-tumbuhan harus di obati juga dengan fluorokuinolon (ciprofloksacin) b. Untuk pasien yang menggunakan kontak lensa : abrasi kornea harus diobati juga dengan anti pseudomonas Antibiotik salep : tobramycin, ciprofloxacin Antibiotik tetes : tobramycin, ciprofloxacin, gatifloxacin, moxifloxacin. 2. Agen sikloplegik : cyclopentolate 1%-2% untuk iritis traumatika yang mungkin terjadi dalam waktu 24-72 jam setelah trauma. Penggunaan steroid pada kasus iritis harus dihindari karena dapat memperlama penyembuhan epitel dan meningkatkan risiko infeksi, hidari juga penggunaan sikloplegik jangka lama untuk abrasi yang kecil. 3. Bebat luka jarang diperlukan, bebat mata kadang digunakan untuk kenyamanan pasien. Bebat mata di kontraindikasikan jikan terjadinya abrasi melibatkan tumbuh-tumbuhan dan kuku atau pada pasien yang menggunakan kontak lensa. 4. Pemberian NSAID : pemberian NSAID tetes misalnya ketorolak untuk menggontrol nyeri harus dihindari pada pasien dengan kelainan permukaan mata dan pasien post operasi mata. NSAID oral seperti acetaminophen boleh digunakan untuk mengontrol nyeri.

5. Epitel yang terlepas atau longgar harus di debridemant (dibersihkan) sebab mengganggu penyembuhan 6. Ttidak diperbolehkan memakai lensa kontak , beberapa klinisi menggunakan lensa kontak bandage sebagai terapi. Kami jarang melakukan hal itu kecuali ukuran abrasinya luas dan pasien merasa tidak nyaman atau apabila penyembuhan lukanya tidak bagus padahal tidak ada infeksi. Jika menggunakan kontak lensa bandage pasien harus diberikan antibiotik topikal profilaksis (PolimyxinB/ trimetropin, fluorokuinolon) dan harus di evaluasi tiap hari. Evaluasi : Pasien yang tidak menggunakan kontak lensa : 1. Jika menggunakan bebat mata pasien kontrol dalam 24 jam untuk evaluasi ulang 2. Untuk abrasi sentral atau yang luas pasien kontrol hari berikutnya untuk evaluasi penyembuhan epitel, jika di dapatkan tanda penyembuhan pasien kontrol 2-3 hari kemudian, jika kondisi memburuk pasien diminta untuk kontrol secepatnya kunjungan berikutnya setiap 3-5 hari sampai sembuh total. 3. Abrasi kecil/ di perifer : kontrol 3-5 hari kemudian, beri tahu pasien agar kontrol secepatnya bila kondisi memburuk. Pasien yang menggunakan kontak lensa: Evaluasi tiap hari hingga defek epitel sembuh Obati dengan fluorokuinolon atau tobramisin tetes. Pasien boleh menggunakan kontak lensa setelah keluhan membaik selama satu minggu tanpa pemberian obat-obatan. BENDA ASING DI KORNEA DAN KONJUNGTIVA Gejala : merasa mengganjal dan riwayat terdapat trauma Tanda klinis : Benda asing dengan atau tanpa cincin yang berkarat CVI, PCVI, edema palpebra, SPK, infiltrat kecil yang mengelilingi benda asing biasanya bersifat steril. Abrasi kornea yang vertikal dan linier menunjukkan benda asing berada di bawah palpebra superior.

Work up : 1. Anamnesa : bahan penyebab (semen, metal atau pasir), coba perkirakan ukuran benda asing, gaya, berat dan bentuknya. 2. Pemeriksaan visus mata kanan dan kiri sebelum melakukan ekstraksi benda asing. sebelum ekstraksi benda asing berikan 1-2 tetes pantokain untuk mengatasi nyeri dan spasme palpebra 3. pemeriksaan dengan slit lamp : mengevaluasi kedalaman, periksa adanya robekan iris dan defek traniluminasi, adanya kekeruhan lensa, dan cari tanda-tanda perforasi. 4. Periksa bilik mata belakang untuk mencari kemungkinan adanya benda asing di dalam bolamata

5. Pertimbangkan A-b scan ultrasonografi (UMB) dan CT scan orbita potongan axial dan coronal untuk mencari benda asing di dalam bolamata terutama pada trauma dengan anergi tinggi. Terapi : 1. Anestesi lokal misalnya proparacaine kemudian bersihkan mata dari benda asing dengan menggunakan lidi kapas atau dengan forcep halus dengan slit lamp. Benda asing multiple yang superfisial dapat di bersihkan dengan cara irigasi. 2. Bersihkan semua cincin yang berkarat jika memungkinkan pada percobaan pertama, hal ini meungkin membutuhkan optahalmic drill (pengebor mata), lebih aman jika membiarkan lesi cincin berkarat yang terletak di profundus, jangan diambil dulu, biarkan sampai cincin tersebut mengalami migrasi ke superfisial, saat sudah migrasi akan lebih mudah untuk diambil. 3. Ukur defek epitel pada kornea 4. Perawatan dilakukan seperti pada abrasi kornea Eritromisin salep tidak boleh digunakan untuk defek epitel yang bersisa karena tidak memberikan perlindungan yang cukup untuk kasus ini. 5. Kontrol secepatnya jika keluhan bertambah parah. BENDA ASING KONJUNGTIVAL 1. Pasien diberikan anestesi topikal sebelum ekstraksi benda asing : a. Benda asing yang multipel dan tidak terbungkus dapat di ekstraksi dengan irigasi b. Forcep halus, lidi kapas atau tripped applicator yang basah dengan diberikan anestesi topikal dapat digunakan untuk ekstraksi benda asing.Untuk benda asing yang letaknya dalam pasien harus diberikan terapi sebelum di ekstraksi berupa phenyleprine 2,5% untuk mengurangi perdarahan konjungtiva. c. Benda asing yang kecil, sulit dicapai, atau yang mencapai di subkonjuntiva sebaiknya tinggalkan saja (jangan terlalu menyakiti mata untuk mengambilnya karena dapt menimbulkan infeksi), biasanya benda asing itu akan muncul naik ke permukaan sendiri dalam beberapa waktu sehingga akan lebih mudah di ekstraksi 2. Habersihkan fornik konjungtiva denagna glass rod atau lidi kapas tripped applicator yang basah dengan anestesi topikal untuk membersihkan sisa-sisa kepingan benda asing. 3. Cari tanda-tanda laserasi konjungtiva 4. Antibiotik topikal (basitrasin salep atau polymixin B tetes ) boleh digunakan 5. Artifisial tears di berikan selama 2 hari untuk mengurangi iritasi Evaluasi : Benda asing dikornea : evaluasi sama seperti abrasi kornea, jika ada sisa cincin karat evaluasi ulang 24 jam kemudian Benda asing di konjungtiva : evaluasi seperlunya, evaluasi dalam 1 minggu jika terdapat sisa benda asing pada konjungtiva

LASERASI KONJUNGTIVA Gejala klinis : nyeri ringan, mata merah, terasa mengganjal, terdapat riwayat trauma pada mata Tanda klinis : Fluoresen test (+) Konjungtiva yang robek atau terbuka Terlihat sklera yang tereksposed Sering didapatkan Perdarahan konjungtiva dan subkonjungtiva

Work up : 1. Anamnesa : Sifat trauma apakah ada ruptur globe atau tidak, adakah benda asing di intraokular dan intra orbita 2. Pemeriksaan mata lengkap termasuh eksplorasi sklera secara hati-hati untuk mencari tandatanda laserasi konjungtiva sampai sklera/ benda asing di subkonjungtiva. Siedel test juga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya laserasi palpebra. Pemeriksaan funduskopi dapat dilakukan untuk evaluasi area dasar dari trauma konjungtiva, perlu kehati-hatian dalam melakukan indirect opthalmoscopi. 3. Pertimbangkan CT scan dan UBM (USG)vuntuk melihat adanya benda asing di intra okuli 4. Jika curiga adanya ruptur globe lakukan eksplorasi dengan anestesi umum Terapi : Jika tidak didapatkan ruptur globe, pengobatan dengan : Antibiotik salep (Eritromycin, bacytrasin) selama 4-7 hari, bebat tekan pada 24 jam pertama. Pada laserasi < 10 mm tidak harus di jahit, jika laserasi 10-15 mm jahit dengan benang polyglactin (vicryl) no 8.0

TRAUMA IRITIS Gejala : nyeri tumpul, fotopobia, epifora, onset nya dalam waktu 3 hari Tanda klinis : Nyeri pada tempat trauma sewaktu mata di sinari cahaya Tekanan intra okuli menurun, kadang naik Pupil mengecil (karena dilatasi terganggu) Pupil membesar (karena robeknya spinchterviris) PCVI

Penglihatan menurun

Diagnosis banding : 1. Non granulomatous anterior uveitis : bedanya tidaka da riwayat trauma pada non granulomatous anterior uveitis dan derjat trauma tidak konsisten dengan derajat inflamasi 2. Traumatic microhyfema : sel darah merah tertahan di bilik mata depan 3. Traumatic corneal abrasion 4. Traumatic retinal detachment Work up : Pemeriksaan mata lengkap termasuk pemeriksaan TIO Terapi : 1. Sikloplegik agent (cyclopentolate 2%, scopolamin) 2. Steroid tetes (prednison acetate) jika keluhan terlalu parah Steroid dihindari jika didapatkan defek epitel kornea Evaluasi : Kontrol 5-7 hari berikutnya Jika sembuh, sikloplegik dihentikan dan steroid di tappering (di turunkan dosis perlahan) 1 bulan setelah trauma dilakukan gonioskopi untuk melihat sudut bilik mata depan dan untuk dilakukan pemeriksaan indirect ophthalmoskopis untuk mendeteksi adanya retinal detachment. Hifema dan mikro hifema Gejala : Nyeri, pandangan kabur, dan riwayat trauma tumpul Tanda : Adanya darah (beku atau tidak) di BMD, biasanya bisa terlihat tanpa penggunaan slitlamp. Hifema bisa berwarna hitam ataupun merah. Hifema hitam disebut juga 8-balln atau black ball. Penatalaksanaan 1. Anamneis: MOI (termasuk tipenya, kecepatannya, kekuatannya, dan lngsung atau tidaknya suatu trauma), penggunaan pelindungmata, penurunan visus yang progresif, penggunaan obat antikoagulan (aspirin, NSAID, wafarin) ataupun clopidogrel. Riwayat sicle cell pada pasien maupun keluarga, tanda-tanda koagulopati (contoh : mimisan, perdarahan gusi saat menyikat gigi)

2. Pemeriksaan okuli: - Pemeriksaaan tanda-tanda rupture globe dan penetrating occular injury - Evaluasi letak dan ukuran hifema - Pemeriksaan TIO dan gonioskopi - Pemeriksaan segmen posterior dengan 3. CT scan kepala (potongan koronal dan aksial 1mm- 3mm) jika ada indikasi (contoh : ada kecurgiaan fraktur dinding orbita atau adanya penurunan kesadaran) 4. Pemeriksaan dan penanganan sickle cell Terapi: Indikasi MRS untuk pasien- pasien yang tidak koopetaif, dengan perdarahan diatesis, cedera okular atau orbita yang berat, pasien dengan peningkatan TIO yang signifikan, pasien dengan sikle cell, dan anak- anak karena adanya risiko terjadinya ambliyopia terutama bila dicurigai adanya kekerasan pada anak. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Bed-rest setengah duduk Pelindun mata (dari metal atau plastik yang bening) Atropin 1% atau skopolamin 0.25% Tidak digunakan obat-obat golongan aspirin atau NSAID Analgesik ringan (co: acetaminophen) Pengunaan steroid bila dicuragi adanya iritis. Ruptur kapsul lensa Untuk pasien dengan peningkatan TIO pada pasien tanpa sicle cell >30mmHg - Dimulai dengan beta bloker ( timolol, levobunolol 5%) - Jika Tio masih tinggi pengobatan ditambah dengan alfa agonis, atau inhibitor karbonic anhidrase - Jika topikal tidak berhasil, gunakan acetazolamide 500mg p.o, atau manitol iv 1-2 ml/kg , jika manitol tidak berhasil disarankan untuk terapi pembedahan Pasien dengan sicle cell jika >=24mmHg Dimulai dengan beta bloker ( timolol, levobunolol 5%) Penggunaan obat lain dengan monitoring ketat : topikal dorzolmide dan brinzolamide bisa menurunkan pH okuli , topikal alfa agonis (brimonine atau apraclonide) - Jika memungkinkan , jangan menggunakan diuretik sistemik karena dapat menimbulkan hifema berulang dengan menyebabkan asidosis dan penurunan volume. Jika dibutuhkan olongan karbonic anhidrase, maka penggunaan acetazolamide 50mg p.o setiap 8jam lebih baik dari pada acetazolamide. Jika dib utuhkan pemberian manitol, maka evakuasi pembedahan juga harus dilakukan segera. - Bisa dilakuakan parasintesis BMD bila terapi medikal tidak menurunkan TIO. Rosedur ini digunakan hanya sementara jika untuk meminimalkan tindakan pembedahan. 8. Antiemetik untuk pasien MRS dengan keluhan mual- muntah 9. Indikasi oprasi evakuasi hifema : - Darah pada stroma kornea - Penurunan visus yang signifikan - Hifema yang tidak berkurang < 50% selama 3 hari -

Monitoring:

TIO > 60mmHg dala >48jam dengan terapi maksimal TIO >25mmHg dengan total hifema >5hari TIO 24 mmHg untuk >24jam pada pasien dengan sicle cell

1. Setiap hari selama 3hari setelah trauma periksa ketajaman visus, TIO, dan pemeriksaan slitlamp. Lihat adanya perdarahan baru, tanda- tanda trauma intraokular. 2. Pasien diminta segera kembali bila ada nyeri yang meningkat, atau penurunan visus 3. Jika ada perdarahan ulang, tau tanda- tanda TIO meningkat pasien harus MRS lagi 4. Setelah dilakukan follow up yang ketat pasien boleh diberikan long acting cycloplegic (atropi 1%, atau scopolamine 0.25%) tergantung tingkat keparahan pasien. Topikal steriod di tapering sesuai penurunan darah, fibrin dan darah putih 5. Pelindung mata terutama ditempat yang berpotensi menyebabkan cedera mata. 6. Pasien diingatkan untuk tidak mengejan dan melakukan aktifitas berat 7. Follow up lanjutan Pasien MRS : kontrol 2-3 hari setelah KRS. Pada pasien poliklinis kontrol bisa dilakukan beberapa hari samapi 1 minggu setelah fase follow up ketat - Gonioskopy 4 minggu setelah trauma - Follow up tahuan untuk memastikan tidak adanya angle-recession glaucoma - Bila ada keluhan yang bertambah, segera kontrol - Bila dilakukakn oprasi pembedahan, maka kontrol disesuaikan

Traumatic microhifema Gejala : seperti hifema Tanda : Terlihan sel darah merah di bilik mata depan pada pemeriksaan dengan slitlamp. Kadang ditemukan kekeruhan BMD sehingga sulit untuk melihat detil iris Tatalaksana : seperti hifema Terapi : 1. Dirawat sebagai pasien poliklinis 2. Scopolamine 0.25% atau atropin 1% 3. Terapi lain sesuai hifema diatas Monitoring 1. Kontrol 3 hari dan 1 minggu post trauma. Jika TIO > 25mmHg , atau >=24mmHg ada pasien dengan sicle cell pasien harus monitoring ketat selama 3 hari berturut- turut, lalu kontrol 1minggu kemudian. 2. Monitoring lain sesuai hifema

Non-traumatik (spontaneus) dan postsurgical hifema dan mikrohifema Gejala : Penurunan visus atau pndangan yang agak kabur Etiologi hifema atau mikrohifema spontan 1. Tidak ada riwayat trauma okuli 2. Neovaskularisasi iris atau sudut BMD (contoh pada pasien diabet atau CRVO, uveitis kronik, sindrom iskemik okuli) 3. Kelainan darah dan koagulopati 4. Iris- intraokular lens chafing 5. Keratouveitis zoster 6. Penggunaan obat antikoagulan 7. Lain-lain ( mikroaneurisma iris, leukemia, melanoma pada iris atau badan siliar, retinoblastoma, xantogranuloma juvenile, dll) Penatalaksanaan : Seperti pada traumatik hifema plus: 1. Gonioskopi 2. Studi laborat tambahan : - Faal koagulasi - Flourescein angiogram untuk iris - Ubm untuk evaluasi lensa intraokular Terapi : Atropin 1% atau scopolamide 0.25%, Bedrest dengan slight head u Hindari bahan- bahan antikoagulan Untuk post surgikal hifema dan mikro hifema biasanya sembuh sendiri, cukup diobservasi terutama TIO

IRIDODIALYSIS / CYCLODIALYSIS definisi IRIDODIALYSIS : terlepasnya insersi iris dari skleral spur. Peningkatan tekanan intra okular dapat menyebabkan kerusakan dari trabekular meshwork atau pembentukan sinekia anterior perifer. CYCLODIALYSIS : terlepasnya insersi dari badan silier dari skleral spur. Peningkatan outflow dari uvea skleral terjadi pada awalnya karena hipotoni. Peningkatan tekanan intraokuler

merupakan hasil akhir dari penutupan dari celah cyclodyalisis, sehingga menyebabkan glaukoma. Gejala : biasanya asimptomatik kecuali jika glaukomanya berkembang. Pelepasan iris yang luas mungkin berhubungan dengan monokular diplopia, mata menonjol dan fotopobia. Keduanya berhubungan dengan trauma tumpul atau trauma tajam pada bola mata. Tanda kritikal : pada pemeriksaan gonioskopi terdapat gambaran seperti tersebut diatas. Tanda-tanda lain : penurunan atau peningkatan tekanan intra okuli, optik neuropati glaukoma(biasanya glaukoma sudut tertutup primer), reseksi sudut, tanda lain dari trauma termasuk hifema, katarak dan bentuk pupil yang ireguler. Diagnosis banding: glaukoma Terapi : 1. Kacamata pelindung, kontak lensa dengan pupil buatan atau koreksi dengan pembedahan jika iridodyalisisnya besar dan pasien terdapat gejala. 2. Jika glaukoma berkembang terapi sam seperti pada glaukoma sudutterbuka primer. Fist line terapi biasanya aquous supressant. Miotic biasanya dihindari karena dapat membuka kembali celah cyclodyalisis sehingga menyebabkan hipotonia. Midriatibum yang kuat dapat menutup sudut sehingga dapat meningkatkan tekanan intra okular. Evaluasi: Monitor ketat kedua mata karena banyaknya kejadian glaukoma sudut terbukan dan galukoma karena steroid yang terlambat setelah terjadinya trauma pada mata. Laserasi palbebra Tanda : Nyari periorbita, nerocoh Gejala : adanya parsial atau full thickness pada palbebra pada kulit dan jaringan subkutan. Laserasi superfisial/abrasi bisa menutupi adanya laserasi yang dalam atau rupture\nya kelenjar lakrimal. Penatalaksanaan: 1. Ananmesia: tentukan penyebab luka: gigitan, dll 2. Pemerikasaan mata komplit termasuk evaluasi fundus bilateral. Pastikan tidak ada cedera bola mata dan N. Optikus sebelum repair palpebra. 3. Tentukan kedalaman laserasi dengan menggunanakan forsep tusuk gigi dan kaas aplikator dengan hati- hati untuk menentukan kedalaman penetrasi luka

4. CT-scan kepala (axial dan coronal, potongan 1-3mm) bisa dipertimbangkan jika ada cedera ditempat lain

You might also like