You are on page 1of 16

BAB I 1.1 Latar Belakang Semua manusia pasti menginginkan kesempurnaan dalam hidup mereka.

Kita terkadang selalu berpikir bahwa kita adalah orang yang tidak beruntung, dan menjalani hidup yang lebih berat daripada orang lain, padahal masih banyak orang yang tidak beruntung dalam kehidupannya. Masih banyak orang yang memiliki kekurangan yang membuat hidup mereka dijalani dengan lebih berat dibanding dengan kita yang tidak memiliki kekurangan baik secara fisik maupun mental. Salah satu kekurangan yang di sandang seseorang adalah tunarungu. Ketunarunguan (hearing loss) adalah satu istilah umum yang menggambarkan semua derajat dan jenis kondisi tuli (deafness) terlepas dari penyebabnya dan usia kejadiannya. Sejumlah variabel (derajat, jenis, penyebab dan usia kejadiannya) berkombinasi di dalam diri seorang siswa tunarungu mengakibatkan dampak yang unik terhadap perkembangan personal, sosial, intelektual dan pendidikannya, yang pada gilirannya hal ini akan mempengaruhi pilihan gaya hidupnya pada masa dewasanya (terutama kelompok sosial dan pekerjaannya). Akan tetapi, sebagaimana halnya dengan kehilangan indera lainnya, ketunarunguan (terutama bila tidak disertai kecacatan lain) pada dasarnya merupakan permasalahan sosial dan tidak mesti merupakan suatu keturunan (disability) kecuali jika linkungan sosial tempat tinggal individu itu membuatnya demikian. Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah

dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak. Ternyata angka gangguan pendengaran dan tunarungu di Indonesia cukup mengejutkan, termasuk yang tinggi di Asia Tenggara, yaitu 16,8% untuk gangguan pendengaran dan 0,4% untuk tunarungu dengan kelompok tertinggi di usia sekolah (7-9 tahun). Disamping itu diperkirakan setiap tahunnya akan ada sekitar 5200 bayi lahir menyandang tunarungu. Apa sebetulnya dampak tunarungu? Masyarakat kurang mengetahui dan tidak menyadari bahwa dampaknya cukup berat. Bayi lahir tunarungu mempunyai dampak terberat, karena anak bisa bicara melalui proses meniru kata-kata yang didengarnya. Proses belajar meniru kata-kata ini menjadi lebih sulit karena mereka tidak dapat mendengarkan suara apa yang keluar dari mulut seseorang. Jika tidak mendengar maka anak tidak bisa bicara dan berkomunikasi, selanjutnya tidak bisa belajar, menjadi warga terbelakang, Sumber Daya Manusia rendah akhirnya menjadi beban keluarga, masyarakat dan negara. Selain tunarungu ada juga yang disebut dengan autisme. Jika di lihat sepintas, anak penyandang autis tidak berbeda dengan anak-anak yang lainnya, tetapi ketika berinteraksi dengan sekitarnya, barulah akan terlihat keunikan anak itu. Dari cara berbicara maupun cara berkomunikasinya sangat berbeda dengan anak-anak lain seusianya.

Bagaimana rasanya sebagai orang tua yang anaknya divonis, proses apa yang dihadapi orang tua, harapan apa yang ada pada mereka, dan apa yang sebaiknya dilakukan para dokter/psikiater dalam upaya membantu keluarga memberikan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak dengan resiko tinggi ini, akan dipaparkan dalam makalah ini. Anak-anak Autism Spectrum Disorder termasuk Children At Risk, dan mereka berhak mendapatkan kesempatan untuk meraih masa depan yang lebih baik. Dalam penelitian ini subject penelitian tidak hanya menyandang tunarungu tetapi juga menyandang autisme. Setiap makhluk hidup selalu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak kadangkala mengalami gangguan baik sebelum proses kelahiran maupun setelah proses kelahiran. Gangguan perkembangan ini semakin kompleks karena adanya perubahan gaya hidup masyrakat maupun kemajuan ilmu teknologi (Handojo, 2003, h.3). Gangguan perkembangan yang terjadi pada anak sangat beragam. Salah satu gangguan perkembangan yang saat ini cukup menjadi perhatian utama adalah autisme. Autisme dalam istilah kedokteran dan psikologi termasuk dalam gangguan perkembangan pervasif yang ditandai dengan adanya distorsi perkembangan fungsi psikologis dasar majemuk, seperti perkembangan perilaku, berbahasa dan gerakan motorik. Tidak mengherankan jika penderita autisme mengalami gangguan dalam menjalankan fungsi kognitif, emosi dan psikomotorik. Salah satu masalah pada anak autis adalah masalah komunikasi.

Bagi Dodi (nama di samarkan) menjalani kegiatan sehari-hari tidak ia rasakan seperti anak normal lainnya. Autisme beserta tunarungu membuatnya melihat dunia secara berbeda. Kita tidak bisa mengatakan anak itu menderita, karena dua hal tersebut sudah dia alami sejak kecil. Kita tidak tau apa yang dia rasakan dan apa yang dia pikirkan tentang dunia di sekitarnya. Menyandang tunarungu saja sudah cukup sulit bagi seorang anak kecil untuk berkomunikasi dengan sekitarnya, dan autisme membuatnya menjadi inidividu yang lebih sulit lagi untuk berkomunikasi dengan sekitarnya. Perhatian keluarga dan pihak sekolah merupakan salah satu jalan agar kehidupan Dodi berjalan lebih baik. Mungkin orang akan berpikir, bahwa dia memiliki kecerdasan yang kurang jika dilihat bahwa dia menyandang tunarungu dan autime. Walau dia pendiam selama di kelas dan sedikit susah untuk membuatnya memperhatikan apa yang di ajarkan, Dodi adalah juara satu di kelasnya. Peran keluarga yang tidak hanya menyerahkan pendidikan kepada sekolah membantu dia berkembang lebih cepat. Melihat prestasi yang diraihnya, beserta kekurangan yang dimilikinya membuat penulis merasa tertarik untuk mengenal lebih dekat Dodi dan lingkungan sekitarnya. Karena menyandang tunarungu dan autisme secara bersamaan bukanlah hal yang mudah dan umum, maka kasus ini menjadi sangat menarik untuk di teliti. Mengetahui seberapa besar peran sekolah dan keluarga menjadi salah satu acuan yang penting.

1.2. Fokus Penelitian Berdasarkan hal-hal di atas maka fokus dari penelitian ini adalah Komunikasi Nonverbal Pada Penyandang Tunarungu yang Menyandang Autisme 1.3. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian sesuai dengan karakter penelitian deskriptif yang mengacu pada pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana perilaku yang ditunjukkan oleh anak yang menyandang

tuna rungu dan autisme di sekolah?


2. Bagaimana komunikasi nonverbal yang ditunjukkan oleh anak

penyandang tunarungu dan autisme saat berinteraksi di sekolah?

1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui perilaku anak yang menyandang tuna rungu dan autisme

saat berada di sekolah.


2. Mengetahui komunikasi nonverbal apa saja yang digunakan atau

sering muncul dari anak penyandang tunarungu dan autisme.

1.5. Kegunaan Penelitian


1.5.1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi bidang kajian ilmu manajemen komunikasi. Khususnya mengenai komunikasi nonverbal.
1.5.2. Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran mengenai penyandang tunarungu yang di sertai menyandang autime. Terutama pihak keluarga, dan sekolah. 1.6 Kerangka Penelitian Autisme bukanlah suatu penyakit, tapi berupa gangguan perkembangan. Autisme atau biasa di sebut ASD (Autistic Spectrum Disorder) adalah gangguan perkembangan fungsi otak yang complex dan sangat bervariasi. Biasanya gangguan perkembangan ini meliputi cara berkomunikasi, berinteraksi sosial dan kemampuan berimajinasi. Mereka biasanya tidak di sebut penderita tapi penyandang, karena memang autisme bukan suatu penyakit seperti penyakit flu, pusing atau sejenisnya yang bisa dengan mudah sembuh dengan obat tertentu. Secara sekilas, penyandang autis bisa terlihat seperti anak dengan keterbelakangan mental. Tapi sebenarnya sangat berbeda. Diagnosa yang akurat dapat membantu para dokter/ahli menentukan terapi apa yang tepat. Selain itu perlu diketahui bahwa Autis itu memiliki ciri-ciri dan jenis yang banyak, masyarakat kadang mengkategorikan ciri-ciri ini dari sangat ringan sampai sangat berat.

Walaupun sebenarnya banyak ahli mengatakan bahwa penggunaan istilah berat dan ringan bias menyesatkan. Istilah berat tentu akan membuat orang tua merasa frustrasi dan sebaliknya jika dikatakan ringan, maka orang tua akan merasa senang dan lengah serta berhenti berusaha karena merasa anaknya akan sembuh sendiri. Sampai saat ini masih belum ada yang mengetahui secara pasti apa

penyebabnya, ada yang menyebutkan bahwa penyebabnya adalah kombinasi makanan yang salah, ada juga yang menyebutkan penyebabnya adalah zat-zat beracun, dan ada pula yang menyatakan bahwa penyebabnya adalah genetik. Karena banyak factor yang dicurigai maka para peneliti menyebutnya multifaktoral. Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu

menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak. Berbeda dengan orang yang mengalami tunarungu ketika mereka dewasa, penderita tunarungu sejak kecil memiliki hambatan dalam pengejaan kata, hal ini terjadi karena mereka sulit mengetahui bagaimana bunyi dari suatu huruf. Sehingga mereka susah untuk mengutarakan apa yang ingin mereka katakan. Karena itu mereka sangat suit untuk berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya, bahkan

dengan keluarga mereka, hal ini bisa menyebabkan banyak masalah Anak yang menyandang tunarungu akan mempunyai perasaan rendah diri yang berlebih, karena anak tunarungu belum mampu menerima keadaan fisiknya yang tidak sempurna dibanding dengan anak yang normal. Banyak ditemukan anak tuna rungu yang mengalami hambatan dalam melakukan tugas perkembangan, seperti dalam berinteraksi dengan teman sebayanya baik di lingkungan sekolah ataupun di lingkungan masyarakat. Oleh karena itu banyak anak-anak tunarungu yang merasa kesepian, karena tidak dapat berkomunikasi dengan baik dengan sekitarnya. Hal ini menjadi masalah dalam kehidupan sosialnya, biasanya karena ketidakmampuan berkomunikasi dengan orang lain dalam bentuk bahasa verbal, menjadikan penyesuaian diri anak tuna rungu cenderung lebih egosentris, impulsif, dan kurang mampu berempati. Bahasa isyarat adalah bahasa yang mengutamakan komunikasi manual, bahasa tubuh, dan gerak bibir, bukannya suara, untuk berkomunikasi. Kaum tunarungu adalah kelompok utama yang menggunakan bahasa ini, biasanya dengan mengkombinasikan bentuk tangan, orientasi dan gerak tangan, lengan, dan tubuh, serta ekspresi wajah untuk mengungkapkan pikiran mereka. Bertentangan dengan pendapat banyak orang, pada kenyataannya belum ada bahasa isyarat internasional yang sukses diterapkan. Bahasa isyarat unik dalam jenisnya di setiap negara. Bahasa isyarat bisa saja berbeda di negara-negara yang berbahasa sama. Contohnya, Amerika Serikat dan Inggris meskipun memiliki bahasa tertulis yang sama, memiliki bahasa isyarat yang sama sekali berbeda (American Sign Language dan British Sign Language). Hal yang sebaliknya juga

berlaku. Ada negara-negara yang memiliki bahasa tertulis yang berbeda (contoh: Inggris dengan Spanyol), namun menggunakan bahasa isyarat yang sama. Untuk Indonesia, sistem yang sekarang umum digunakan adalah Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) yang sama dengan bahasa isyarat America (ASL American Sign Language). 1.7 Prosedur Penelitian 1.7.1 Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kulitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan berdasarkan paradigma, strategi dan model yang dikembangkan sangat beragam. Sebab itu, tidak mengherankan jika terdapat anggapan bahwa, Qualitative research is many thing to many people (Denzin dan Lincoln, 1994:4). Meskipun demikian, berbagai bentuk penelitian yang diorientasikan pada metodologi kualitatif memiliki beberapa kesamaan. Secara umum dalam penelitian kualitatif terdapat hal-hal berikut a. Data disikapi sebagai data verbal atau sebagai sesuatu yang dapat ditransportasikan sebagai data verbal b. Diorientasikan pada pemahaman makna baik itu merujuk pada ciri, hubungan sistematika, konsepsi, nilai, kaidah, dan abstraksi formulasi pemahaman c. Mengutamakan hubungan secara langsung antara peneliti dengan hal yang di teliti d. Mengutamakan peran peneliti sebagai instrument kunci.

10

Istilah penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur stastitik atau bentuk hitungan lain. Contohnya, dapat berupa penelitian tentang kehiduan, riwayat, dan prilaku seseorang, peranan organisasi, gerakan sosial, atau hubungan timbal-balik. Bogdan dan Taylor (1975:5) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistic (utuh). Jadi, dalam variable atau hipotesis, tetapi perlu memendangnya sebagai bagian dari suatu kehidupan. Robert K. Yin (2003:18) menyatakan bahwa studi kasus merupakan studi empiris yang menyelidiki fenomena dalam konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas dan dimana multi sumber bukti dimanfaatkan. Studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi atau komunitas, program, atau suatu situasi sosial. (Mulyana, 2001:201). Studi kasus merupakan strategi yang sesuai untuk menjawab fokus penelitian yang memiliki pertanyaan how dan why. (Yin, 2003:1). Dalam studi kasus, peneliti secara seksama dan dengan berbagai cara mengkaji sejumlah variabel mengenai suatu kasus khusus. Tujuannya adalah memberi pandangan lengkap dan mendalam mengenai subjek yang diteliti. Studi kasus bertjuan untk mempertahankan keutuhan (wholeness) dari objek, artinya dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi data yang dikumpulkan dalam rangka studi

11

kasus dipelajari sebagai suatu keseluruhan yang terintegrasi, dimana diungkap secara holistik. Peneliti studi kasus berupaya menelaah data sebanyak mungkin mengenai subjek yang diteliti. Alih-alih menelah sejumlah kecil variabel dan memilih suatu sampel besar yang memiliki populasi, peneliti secara seksama dan dengan berbagai cara mengkaji sejumlah besar variabel mengenai suatu kasus. Pendekatan studi kasus dapat diterapkan pada berbagai lapangan termasuk diantaranya lapangan komunikasi, pemasaran organisasi, manajemen, dan lain-lain. Kesimpulan dari studi kasus yang didapatkan dari penelitian tidak berlaku secara umum, tetapi hanya terbatas pada satu kasus-kasus tertentu yang sedang diteliti pada objek tertentu atau di perusahaan yang bersangkutan. 1.7.2 Keunikan Kasus Dalam penelitian ini keunikan kasus adalah seorang anak yang menyandang dua kekurangan, yaitu tunarungu dan autisme. Kasus seperti ini bukan kasus yang bisa kita temui sehari. Bahkan di antara anak berkebutuhan khusus lainnya memiliki dua kekurangan merupakan hal yang tidak biasa. Keberhasilan keluarga dan sekolah untuk membuat Dodi menjadi anak yang berprestasi membuat kasus ini menjadi lebih menarik. Bukan hal yang mudah untuk mendidik anak yang menyandang tunarungu, apalagi dalam kasus ini sang anak menyandang autisme. Atas hal-hal di atas lah yang membuat kasus ini memiliki keunikan tersendiri untuk di teliti. 1.8 Object Penelitian

12

Yang jadi object penelitian adalah komunikasi yang dilakukan oleh Dodi terhadap lingkungan di sekitarnya, begitu pun sebaliknya. Yang pada akhirnya membentuk Dodi yang sekarang ini kita lihat. 1.9 Subject penelitian Subjek penelitian dalam penelitian kualitatif dapat hanya beberapa orang saja, bahkan penentuannya dapat dilakukan secara purposif (Lincoln dan Guba, 1985). Berdasarkan pernyataan tersebut dan dengan pertimbangan tertentu, Peneliti mengumpulkan data melalui subjek yang ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Metode purposive sampling merupakan metode penentuan subjek yang tidak acak dimana subjek dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu peneliti. Dalam penelitian ini, peneliti menerapkan subjek penelitian adalah Dodi, anak yang menyandang tunarungu sekaligus autisme. Keluarga dan pihak sekolah akan menjadi narasumber untuk melengkapi data.

1.10

Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data Keabsahan data merupakan konsep penting yang di perbaharui dari konsep

kesahihan (validitas) dan keandalan (reabilitas) menurut versi positivisme dan di sesuaikan dengan tuntutan pengetahuan, kriteria dan paradigmanya sendiri. Dalam skripsi ini, pemeriksaan keabsahan data (trustwhortiness) yang di lakukan adalah: 1. Perpanjangan keikutswerataan

13

Seorang peneliti dalam penelitian kualitatif adalah instrumen itu sendiri. Keikutseetaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan peneliti tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi diperlukan perpanjangan keikutsertaan peneliti dalam latar penelitian. Manfaat keikutsertaan adalah : pertama, peneliti dapat berorientasi dengan situasi dan memahami konteks penelitian; kedua, peneliti dapat mendeteksi dan memperhitungkan distorsi yang mungkin mengotori data dan ketiga, perpanjangan keikutsertaan peneliti dapat membangun kepercayaan dari subyek serta dapat membangun kepercayaan diri peneliti sendiri. 2. Triangulasi Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembandingan terhadap data tersebut. Denzin (1978) membedakan empat macam triangulasi yaitu triangulasi sumber, metode, penyidik dan teori. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi dengan sumber yang artinya membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Patton (1987:331 dalam Moleong, 2004:330) menyatakan bahwa hal tersebut diatas dapat dicapai dengan jalan: a. Membandingkan data hasil pengamatan dan hasil wawancara b. Membandingkan apa yang di katakan orang di depan umum dengan apa yang di katakannya secara pribadi

14

c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan orang lain
e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

berkaitan. 3. Kecukupan referensial Konsep ini di usulkan oleh Eisner (1975) dalam Lincoln dan Guba, sebagai alat untuk menampung dan menyesuaikan dengan kritik tertulis untuk keperluan evualasi. Film, video tape, recordermisalnya, dapat digunakan sebagai patokan pengujian saat diadakan analisis dan penafsiran data. (Lincoln dan Guba, 1981:313)
1.11

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah teknik yang digunakan dalam proses pengadaan data primer untuk kepentingan penelitian. Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Teknik pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian studi kasus ini dilakukan dengan cara wawancara, observasi, dan studi pustaka. Adapaun penjelasan untuk masing-masing teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut: 1. Observasi Partisipan Teknik observasi berguna untuk menjelaskan, memberikan dan merinci gejala yang terjadi. Observasi adalah pemilihan, pengubahan

15

dan pencatatan, dan pengkodean serangkaian perilaku dan suasana yang berkenaan dengan organisme, sesuai dengan tujuan empiris (Rakhmat, 1984:64). Melalui observasi, penulis dimungkinkan untuk

menghasilkan suatu pemahaman yang berkaitan dengan suatu kejadian. Bukti observasi seringkali bermanfaat untuk memberikan informasi tambahan dalam penelitian. Observasi yang akan dilakukan meliputi : a. Mempelajari interaksi Dodi di sekolah.
b. Mempelajari interaksi Dodi terhadap keluarga.

c. Mempelajari tingkah laku dan aktivitas sehari-hari.

2.

Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapan ini dilakukan oleh dua orang; pewawancara dan yang diwawancarai. Adapun maksud dalam melakukan wawancara adalah untuk mengkonstruksikan mengenai orang, kejadian-kejadian,

organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dll. Kegiatan informan bagi peneliti disini agar waktu yang relatif singkat banyak menjangkau informan, karena informan dimanfaatkan untuk berbicara, bertukar pikiran, atau membandingkan sejumlah kejadian yang ditemukan dari subjek lainnya (Moleong, 1995:90.135). 3. Studi Kepustakaan

16

Studi kepustakaan ini merupakan usaha untuk mendapatkan data dari literatur-literatur seperti majalah, surat kabar, artikel singkat, materi seminar, buku, serta sumber bacaan lainnya yang menunjang dalam penelitian. Studi ini dimaksudkan sebagai pengecekan ulang untuk memastikan kebenaran hasil wawancara mendalam dan analisis dokumen yang dilakukan.

You might also like