You are on page 1of 153

TESIS FAKTOR-FAKTOR KEMATANGAN SISWA DAN APLIKASI TEORI KECERDASAN MAJEMUK TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK DI SEKOLAH

DASAR ISLAM TERPADU INSAN RABBANI BEKASI BARAT

Oleh:

RORO BINTANG LUKITANINGRUM 08020647

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN IMNI JAKARTA 2011
1

TESIS FAKTOR-FAKTOR KEMATANGAN SISWA DAN APLIKASI TEORI KECERDASAN MAJEMUK TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU INSAN RABBANI BEKASI BARAT
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Manajemen Pada Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Manajemen IMNI Konsentrasi Manajemen Pendidikan

Oleh:

RORO BINTANG LUKITANINGRUM 08020647

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN IMNI JAKARTA 2011

PENETAPAN KELULUSAN FAKTOR-FAKTOR KEMATANGAN SISWA DAN APLIKASI TEORI KECERDASAN MAJEMUK TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU INSAN RABBANI BEKASI BARAT
Oleh:

RORO BINTANG LUKITANINGRUM 08020647


Telah dipertahankan di depan Tim Penguji dan dinyatakan lulus pada ujian Tesis Program Studi Magister Manajemen Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen IMNI Jakarta Pada tanggal: 20 Januari 2011

TIM PENGUJI: Ketua Anggota : Dr. Ir. Drs. Darlen Napitupulu, M.M : 1. Husni Alhan, M.MPd

Mengetahui, Ketua Sekolah Tinggi Manajemen IMNI Direktur Program Pascasarjana

Dr. Taufiq Rachman, SH, M.M

Dr. Yulianti, SH, M.MKes

LEMBAR PENGESAHAN TESIS FAKTOR-FAKTOR KEMATANGAN SISWA DAN APLIKASI TEORI KECERDASAN MAJEMUK TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU INSAN RABBANI BEKASI BARAT

TESIS
Program Studi Magister Manajemen Konsentrasi Manajemen Pendidikan

Disusun oleh:

RORO BINTANG LUKITANINGRUM 08020647


Menyetujui,

Pembimbing 1

Pembimbing 2

Dr. Ir. Drs. Darlen Napitupulu, M.M Mengetahui, Ketua Sekolah Tinggi Manajemen IMNI

Husni Alhan, M.MPd

Direktur Program Pascasarjana

Dr. Taufiq Rachman, SH, M.M

Dr. Yulianti, SH, M.MKes

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa hasil karya ilmiah ini benar-benar merupakan tulisan saya dan dari buah pemikiran saya sendiri. Pengerjaan penelitian ini murni saya lakukan hingga pengetikan dan penyusunan yang saya buat dengan sebagian isinya mengambil rujukan dari data referensi yang saya cantumkan.

Jakarta, Januari 2011 Penulis

Roro Bintang Lukitaningrum NIM: 08020647

KATA MUTIARA & PERSEMBAHAN


Setiap langkah adalah asa Setiap senyum adalah cinta Setiap kenangan adalah rindu Setiap tangis adalah khusyu Setiap detak adalah hidup Setiap nafas adalah syukur Setiap pengorbanan adalah ikhlas Setiap tutur adalah khilaf Setiap yang kulakukan, hanya untuk ridhoNya Sang Maha Cinta, Maha Segala Dengan segenap kerendahan hati dan rasa bangga, kupersembahkan karya ini kepada: Insan-insan teristimewa dalam hidupku, yang telah memperjuangkan segalanya tanpa keluh kesah, yang dengan doa dan cinta mengantarkanku ke gerbang keberhasilan dan singgasana bahagia, ayahanda R. Dewo Hartoyo dan ibunda Rr. Endang Wahyu Wardani, terima kasih tak terhingga kuhaturkan di sela air mata keinsafan, juga ibunda Astain nun jauh di sana, restumu selalu kunantikan. Pangeranku yang setia, selalu memberi semangat, senantiasa mengingatkanku untuk makan dan istirahat, mengantar serta menemaniku berjuang untuk tesis ini sejak awal hingga akhirnya. Pendamping hidup yang kucinta, mas Agus Widodo. Sosok mungil dan tegar, yang berangkat dari kekecewaan cukup mendalam karena perlakuan tidak adil yang diterimanya, menjadi hikmah dan ilham mengawali penelusuran kebijakan pendidikan. Dialah kemenakanku tersayang, Dani. Keep fight, son! Yang tak pernah kutinggalkan dan tak pernah meninggalkanku di saat-saat penting, ketika harus mengejar deadline dan menghadapi ujian, yang menjadi motivasi yang indah dan harapanku nantinya, calon manusia dalam rahimku. Jadilah anak yang sholeh/sholehah kelak, yang membawa kebaikan di dunia dan di akhirat. Amin. Kakak-kakak & adik-adik, seluruh sahabat & saudaraku fillah, dengan segala semangat, nasihat dan doa tulus yang terucap, serta anak-anak didik yang membuatku bangga. Syukur kupanjatkan karena kehadiran & kasih sayang kalian semua di hatiku. Semoga kita menjadi manusia yang bermanfaat, dan semoga apa yang kita lakukan hari ini lebih baik dari hari kemarin, dan apa yang kita dapatkan hari esok akan lebih baik dari yang sekarang. Semoga Allah menjadikan kita makhluk yang senantiasa bersabar, bersyukur dan bertaubat. May Allah bless us forever.

I know you love me, though you never said it.

ABSTRACTION
Every child is having intelligence, potency and achievement. There shall no child told not smart or inability. Two factors that can influence expansion of potency and attainment of students achievement are internal factor (maturity of student) and external factor (study process with the application of multiple intelligences). As impact of having immeasurable it students achievement and purpose of which wish to be reached by education institute is policies or decisions appearance for example about ranking system and criterion of passing grade. How is the consequence to National Educations Functions and Goals? Problems told at this research relates to study process of effective student, that is how the application of multiple intelligences that ability potency of student can be developed causing yields achievement of learning satisfying. Thereby is expected the study process can reach all student with level of immeasurable intelligence. Purpose of this research is to know relation between maturity factor with attainment of achievement of students learning, influence the application of multiple intelligences to attainment of achievement of student learning, and other factors possibly influences attainment of students achievement along with its the impact. The benefits those are expected can be taken away from the result of this research is that any education institute, especially elementary school, can determine the correct policies about reference for needing or not of the maturity test of students at the time of receiving new students. So, it will be found how far the result of the test serve the purpose of initial stock in guiding the students, and determines stages or steps which must be done to reach effectively the application of multiple intelligence so it can yield achievement of maximum learning. In the end is expected policies which is able to support reaching of National Educations Goals, to grow it students potency in order to become man who is religious and having godly to The one supreme God, having behavior glory, healthy, bookish, capable, creative, self-supporting, and becomes democratic citizen and responsible. Moreover, practically, found that maturity factor of student influenced by many things. Although in fact age does not have influence that is strong enough, but miscellaneous like pattern takes care of in family and mass media can give impact to student maturity. However, measurement of level of the maturity cannot be done regardless of condition of the student and situation of location where test is done, because later will have an effect on to result of the maturity test, as a result is not guaranteed relevant with level of maturity that is actually owned by the student. Meanwhile, the application of multiple intelligences hardly is having effects of the students achievement. This thing is visible at percentage of improvement of achievement scores as one of indication success of the application of multiple intelligences that is has been done by educator majority in location of the research object.

ABSTRAKSI
Setiap anak mempunyai kecerdasan, potensi dan prestasi. Tidak boleh ada anak yang dikatakan tidak cerdas atau tidak mampu. Dua faktor yang dapat mempengaruhi pengembangan potensi dan pencapaian prestasi belajar peserta didik yaitu faktor internal (kematangan siswa/individu peserta didik) dan faktor eksternal (proses pembelajaran dengan aplikasi kecerdasan majemuk). Sebagai dampak dari beragamnya prestasi belajar peserta didik serta tujuan yang ingin dicapai oleh lembaga pendidikan adalah munculnya kebijakan-kebijakan antara lain mengenai sistem ranking/peringkat dan kriteria kenaikan kelas. Bagaimanakah konsekuensi hal-hal tersebut terhadap Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional? Permasalahan yang dikemukakan pada penelitian ini berkaitan dengan proses pembelajaran siswa yang efektif, yaitu bagaimana mengaplikasikan kecerdasan majemuk agar potensi kemampuan siswa mampu dikembangkan sehingga menghasilkan prestasi belajar yang memuaskan. Dengan demikian diharapkan proses pembelajaran tersebut dapat menjangkau seluruh siswa dengan tingkat kecerdasan yang beragam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara faktor kematangan dengan pencapaian prestasi belajar peserta didik, pengaruh aplikasi kecerdasan majemuk terhadap pencapaian prestasi belajar siswa, dan faktor-faktor lain yang mungkin mempengaruhi pencapaian prestasi belajar peserta didik beserta dampaknya. Adapun manfaat yang diharapkan dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah agar nantinya lembaga pendidikan manapun, khususnya sekolah dasar, dapat menentukan kebijakan yang tepat berkenaan dengan perlu atau tidaknya diadakan tes kematangan siswa pada saat penerimaan peserta didik baru dan sejauh mana hasil tes tersebut dapat digunakan sebagai bekal awal dalam membimbing peserta didik, serta menentukan langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk mencapai efektifitas aplikasi kecerdasan majemuk sehingga dapat menghasilkan prestasi belajar yang maksimal. Pada akhirnya diharapkan kebijakan-kebijakan yang dibuat dapat mendukung tercapainya Tujuan Pendidikan Nasional, yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dan pada kenyataannya, ditemukan bahwa faktor kematangan siswa dipengaruhi oleh banyak hal. Walaupun sesungguhnya usia tidak memiliki pengaruh yang cukup kuat, namun hal-hal lain seperti pola asuh dalam keluarga dan media massa dapat memberikan dampak terhadap kematangan siswa. Namun demikian, pengukuran tingkat kematangan tersebut tidak dapat dilakukan tanpa memperhatikan kondisi siswa yang bersangkutan serta situasi lokasi di mana tes dilakukan, karena nantinya akan berpengaruh kepada hasil tes kematangan tersebut, yang akibatnya belum tentu relevan dengan tingkat kematangan yang sebenarnya dimiliki oleh siswa tersebut. Sementara itu, aplikasi kecerdasan majemuk sangat berpengaruh kepada pencapaian prestasi belajar peserta didik. Hal ini dapat dilihat pada prosentase peningkatan prestasi belajar sebagai salah satu indikasi keberhasilan aplikasi kecerdasan majemuk yang sudah dilakukan oleh mayoritas pendidik di lokasi obyek penelitian.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin. Segala puji hanya dipanjatkan kehadirat Allah subhanahu wa taala, Rabb semesta alam, yang dengan berkah dan rahmatNya, atas izin dan ridho-Nya memberi kesempatan kepada penyusun untuk dapat menjalani, menyelesaikan dan mempersembahkan penelitian ini. Shalawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad Rasulullah shalallahu alaihi wasallam beserta para shahabat, keluarga dan pengikut beliau yang setia sampai akhir jaman, yang dengan syafaatnya akan menolong umatnya di akhirat kelak. Ungkapan terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada semua yang telah memberi dukungan dengan segala bentuknya, baik itu berupa ilmu, bimbingan, modal, serta walaupun sekedar doa, semangat, motivasi, yang sangat berarti dan berharga dalam perjalanan penelitian yang saya lakukan, yang berjudul Faktor-faktor Kematangan Siswa dan Aplikasi Teori Kecerdasan Majemuk terhadap Prestasi Belajar Peserta Didik di Sekolah Dasar Islam Terpadu Insan Rabbani Bekasi Barat. 1) Ketua STM IMNI, Bapak Dr. Taufiq Rachman, SH, M.M 2) Direktur Program Pascasarjana STM IMNI, Ibu Dr. Yulianti, SH, M.MKes 3) Dosen Pembimbing I, Bapak Dr. Ir. Drs. Darlen Napitupulu, M.M 4) Dosen Pembimbing II, Bapak Husni Alhan, M.MPd 5) Staf dosen yang telah dengan cukup sabar mencurahkan ilmu serta memberi dorongan yang mampu memicu kerja saya.

6) Staf Tata Usaha yang membantu kelancaran administrasi perkuliahan saya. 7) Keluarga, khususnya orang tua, suami, kakak-kakak dan adik-adik, keponakan yang menjadi sumber inspirasi, serta janin dalam kandungan. 8) Kepala Sekolah, para guru dan staf SDIT Insan Rabbani yang bersedia menjadi responden sebagai bagian penting dalam pekerjaan ini. 9) Sahabat-sahabat dan saudara-saudara tercinta di jalan Allah, serta anak-anak didik yang sangat membanggakan. 10) Berbagai pihak yang memudahkan proses dengan membantu mencetak, menggandakan, menjilid dan lain sebagainya. Setelah melewati cukup banyak hambatan, beberapa musibah, serta dengan kondisi yang sedikit tertatih-tatih, dengan di luar dugaan, tesis ini dapat terselesaikan walaupun belum dapat dikatakan maksimal. Untuk itu, atas segala kekurangan, kealpaan, ketidaksempurnaan yang terdapat dalam tesis ini, saya mengajukan permohonan maaf yang sangat dalam. Sebagai penutup, sekiranya ditemukan banyak kekeliruan dan hal-hal yang tidak lengkap dalam tesis ini, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dan kelak menjadi modal bagi saya untuk pekerjaan selanjutnya. Semoga ada manfaat yang dapat diambil walaupun sekecil butir pasir, oleh siapapun yang sekedar membaca atau pun yang memberi penilaian pada penyusunan tesis ini. Segala yang benar datangnya dari Allah subhanahu wa taala, dan yang salah adalah dari saya sebagai manusia yang penuh kekhilafan. Jakarta, Januari 2011

Roro Bintang Lukitaningrum

DAFTAR ISI
Halaman Abstraksi ......................................................................................................... Kata Pengantar ................................................................................................ Daftar Isi .......................................................................................................... Daftar Tabel .................................................................................................... Daftar Gambar ................................................................................................. Daftar Lampiran .............................................................................................. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................ B. Identifikasi Masalah .............................................................. C. Pembatasan Masalah ............................................................. D. Rumusan Masalah ................................................................. E. Tujuan Penelitian .................................................................. F. Manfaat Penelitian ................................................................ BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu .................................................... B. Landasan Teori ...................................................................... C. Kerangka Konseptual ............................................................ D. Temuan-temuan yang Diharapkan ........................................ BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ..................... B. Populasi dan Sampel ............................................................. 58 59 12 20 54 56 1 8 8 8 9 10 i iii v vi vii

C. Sumber dan Jenis Data .......................................................... D. Metode Pengumpulan Data ................................................... E. Teknik Analisis Data ............................................................. BAB IV HASIL PENELITIAN, ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ..................................... B. Data-data Hasil Penelitian ..................................................... C. Analisis Hasil Penelitian ....................................................... D. Pembahasan ........................................................................... BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ........................................................................... B. Saran ...................................................................................... DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... LAMPIRAN-LAMPIRAN

59 61 62

64 72 88 116

126 127 129

DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Multiple Intelligences by Gardner ................................................ Tabel 4.1 Penerimaan Siswa Baru Tingkat I ................................................ Tabel 4.2 Siswa Baru Tingkat I menurut Umur dan Jenis Kelamin ............. Tabel 4.3 Siswa menurut Tingkat, Jenis Kelamin dan Umur ....................... Tabel 4.4 Siswa menurut Agama ................................................................. Tabel 4.5 Siswa Mengulang dan Putus Sekolah menurut Tingkat dan Jenis Kelamin ........................................................................................ Tabel 4.6 Kelas (Rombongan Belajar) menurut Tingkat ............................. Tabel 4.7 Siswa Tingkat VI, Peserta Ujian Akhir Sekolah dan Lulusan ..... Tabel 4.8 Daftar Nilai Ujian Sekolah Dasar tiap Mata Pelajaran ................ Tabel 4.9 Hasil Tes Kematangan Siswa ....................................................... Tabel 4.10 Prestasi Belajar Siswa .................................................................. 69 69 70 70 74 85 42 66 67 67 68

Tabel 4.11 Perbandingan Hasil Tes Kematangan Siswa dengan Prestasi Belajar88 Tabel 4.12 Analisis SWOT ............................................................................ 97

DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7 Gambar 4.8 Gambar 4.9 Kerangka Konseptual .............................................................. Diagram Batang TKS Kelas II ................................................ Diagram Batang Progress Rapor Kelas II ............................... Diagram Batang TKS Kelas III ............................................... Diagram Batang Progress Rapor Kelas III .............................. Diagram Batang TKS Kelas IV ............................................... Diagram Batang Progress Rapor Kelas IV .............................. Diagram Batang TKS Kelas V ................................................ Diagram Batang Progress Rapor Kelas V ............................... Diagram Batang TKS Kelas VI ............................................... 54 91 91 92 92 93 93 94 94 95 95

Gambar 4.10 Diagram Batang Progress Rapor Kelas VI ..............................

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Data Wawancara Kepala Sekolah SDIT Insan Rabbani Bekasi Barat

Lampiran 2

Hasil Wawancara Kepala Sekolah SDIT Insan Rabbani Bekasi Barat

Lampiran 3

Data Wawancara Guru SDIT Insan Rabbani Bekasi Barat

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Menetapkan suatu kebijakan dalam sistem manajemen pada sebuah lembaga pendidikan memang tidaklah mudah. Keputusan yang dianggap benar oleh satu pihak atau satu golongan belum tentu dirasakan adil menurut yang lain. Pemikiran panjang, detail dan menyeluruh sangat diperlukan demi peningkatan kualitas pendidikan yang pada akhirnya bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UndangUndang Dasar 1945 sebagai tujuan pendidikan nasional. UU RI NO 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II Pasal 3 Menginformasikan Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional : Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berkembangnya potensi peserta didik merupakan key words yang harus dipegang teguh dalam mengelola suatu sistem pendidikan agar Fungsi dan Tujuan Nasional Pendidikan dapat tercapai.

Kriteria peserta didik yang diharapkan dalam uraian Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional di atas adalah: beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berakhlak mulia sehat berilmu cakap kreatif mandiri menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab Seringkali tujuan pendidikan ini terlupakan oleh pihak-pihak yang terlibat secara langsung maupun secara tidak langsung dalam proses pendidikan, khususnya para pendidik dan tenaga kependidikan yang selayaknya sangat memahami hal tersebut. Padahal dalam PP RI no 19 tahun 2005 Bab VI tentang Standar Pendidik dan Tenaga Pendidikan, Pasal 28 ayat (1) disebutkan bahwa: Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pasal tersebut jelas menyebutkan karakter pendidik yang ideal agar dapat mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu karakter pendidik yang berkualitas.

Walaupun kata-kata yang serupa dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu berupa karakter peserta didik yang diharapkan akan terbentuk nantinya, selalu tercantum pada visi dan misi pendidikan yang telah dicanangkan dan dijadikan tolok ukur oleh setiap lembaga pendidikan, baik formal maupun non formal, namun tidak jarang ditemukan adanya ketidaksinambungan antara visi misi tujuan dengan pelaksanaannya di lapangan, sehingga banyak menimbulkan masalah dan dampak yang berkepanjangan. Tuntutan masyarakat (dalam hal ini adalah orang tua peserta didik) ada kalanya mengakibatkan terjadinya pergeseran tujuan pendidikan menjadi tuntutan prestasi belajar. Adapun prestasi belajar yang sesungguhnya meliputi: A. Akademik : Berilmu: UH-UTS-UAS-UAN, berbagai kejuaraan (OSN, Olimpiade dsb) B. Non Akademik: 1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri, berjiwa demokratis serta bertanggung jawab. 2. Kemandirian, Partisipasi, Keterbukaan, Akuntabilitas, Sustainabilitas, Kerjasama 3. Berani berkompetisi: Piala, Piagam, Sertifikat Nasional dan

Internasional 4. Disiplin

Inilah yang seringkali dilupakan oleh banyak pihak yang terkait dalam proses penyelenggaraan pendidikan. Prestasi akademik lebih diperhatikan daripada prestasi non-akademik. Sementara prestasi non-akademik dianggap tidak penting, padahal justru dicantumkan dalam tujuan pendidikan nasional dan selalu disebutkan dalam visi-misi-tujuan lembaga pendidikan. Kemampuan mengerjakan soal matematika dengan cepat,

menggunakan bahasa asing dengan fasih dan lancar, mengolah rumus-rumus fisika dengan lincah, memperoleh nilai tertinggi di kelas, dan lain sebagainya, merupakan harapan-harapan, atau lebih tepatnya dikatakan sebagai tuntutantuntutan, yang menjadi ukuran keberhasilan prestasi seorang peserta didik. Sementara itu, peserta didik yang tidak memiliki kemampuankemampuan tersebut dianggap tidak berhasil, bahkan kadang dianggap tertinggal, sehingga tidak layak untuk naik kelas. Padahal di samping kemampuan-kemampuan akademis tersebut, ada potensi non-akademis yang mereka miliki, bahkan belum tentu dimiliki oleh para peserta didik yang dinilai berprestasi. Kenyataan ini sangat ironis dengan tujuan pendidikan nasional yang ingin dicapai dalam penyelenggaraan pendidikan. Salah satu teori yang mendukung keberagaman potensi peserta didik adalah teori kecerdasan majemuk (multiple intelligence theory) yang dicetuskan oleh Dr. Howard Gardner dan telah banyak ditulis di berbagai buku serta diperagakan pada berbagai pelatihan karena telah diakui secara internasional.

Dalam buku berjudul Pendidikan Holistik yang ditulis oleh Ratna Megawangi, Melly Latifah dan Wahyu Farrah Dina (2005, 50), Gardner memandang kecerdasan manusia berdasarkan berbagai peranan yang terdiri dari kemampuan untuk menyelesaikan masalah, atau menciptakan produk yang berharga dalam satu atau beberapa lingkungan budaya masyarakat. Teori kecerdasan majemuk dikembangkan berdasarkan pada

pandangan bahwa pada teori kecerdasan yang telah dikembangkan sebelumnya hanya melihat kecerdasan manusia dari sisi linguistik dan logika matematika, sedangkan sisi kecerdasan manusia yang lain tidak dilihat. Dengan kata lain, setiap manusia memiliki potensi yang berbeda, baik akademis maupun non-akademis. Oleh karena itu, mengapa hanya ada satu atau beberapa bidang tertentu saja yang dijadikan tolak ukur keberhasilan seseorang, misalnya nilai Matematika, hasil ujian tertulis, peringkat dalam kelas, dan lain sebagainya, yang sama sekali tidak mengindahkan potensi non-akademis seseorang. Kaitannya dengan prestasi belajar, masalah prestasi belajar yang lazim ditemukan adalah kegagalan di bidang akademik yang ditandai dengan kondisi tidak naik kelas. Anak dianggap belum mampu memahami apa yang diajarkan selama satu tahun, sehingga perlu mengulang di jenjang yang sama. Kriteria kenaikan ke suatu jenjang pendidikan didasarkan pada ketuntasan dalam mata pelajaran.

Beberapa sekolah mensyaratkan ketuntasan pada setiap mata pelajaran dalam setiap aspek (kognitif, afektif, dan psikomotorik) dan beberapa memberikan batasan minimal ketidaktuntasan untuk dikatakan mampu naik ke tingkat di atasnya. Syarat kenaikan kelas di atas mengandaikan bahwa semua siswa diharapkan menguasai semua materi atau setidaknya sebagian besar materi. Dengan kata lain siswa dituntut memiliki berbagai kemampuan dalam kurikulum sekolah tanpa memperhatikan perbedaan individual tiap siswa. Jika siswa tidak berhasil mencapainya, dia dinyatakan tidak naik kelas dan dianggap sebagai siswa yang tidak cerdas. Pada kenyataannya, setiap siswa memiliki kemampuan khusus yang berbeda-beda yang semuanya dapat dikatakan sebagai kecerdasan. Pada akhirnya tujuan pendidikan nasional akan sulit terwujud apabila hanya satu sisi yang menjadi target dalam penyelenggaraan pendidikan. Prestasi akademis yang sebenarnya hanya bagian dari prestasi belajar yang sesungguhnya, di samping prestasi non-akademis, justru menjadi satu-satunya acuan yang menentukan seorang peserta didik berhasil atau tidak, naik kelas atau tidak naik kelas, lulus atau tidak lulus. Hal ini kurang sejalan dengan Fungsi dan Tujuan Nasional Pendidikan Indonesia, serta Teori Kecerdasan Majemuk yang telah diakui dan diterima dengan baik di ranah pendidikan dunia. Secara individu, faktor kematangan siswa juga sangat mungkin berpengaruh pada pengembangan potensi dan pencapaian prestasi belajar.

Dalam buku yang berjudul Psikologi Perkembangan, Drs. Mubin, M.Ag dan Ani Cahyadi, M.Pd (2006:89) menyebutkan bahwa umumnya periode masa sekolah berlangsung sejak usia 6,0 tahun sampai 12 tahun, dimulai setelah anak melewati masa degil (keras kepala) yang pertama, di mana proses sosialisasi telah dapat berlangsung dengan lebih efektif sehingga ia disebut matang untuk mulai sekolah. Untuk itu beberapa sekolah dasar mengadakan Tes Kematangan Siswa bagi para calon siswa agar dapat mengetahui apakah anak tersebut sudah cukup matang atau belum matang untuk memasuki masa sekolah, di samping adanya persyaratan usia, yang pada umumnya semakin muda usianya maka semakin ia belum matang untuk bersekolah, sedangkan semakin cukup usianya maka ia semakin matang untuk bersekolah, walaupun ada beberapa kasus di mana seorang anak mempunyai kelebihan atau kekurangan tertentu sehingga tingkat kematangannya tidak berjalan sebanding dengan usianya. Dengan demikian ada dua faktor yang dapat mempengaruhi pengembangan potensi dan pencapaian prestasi belajar peserta didik, yaitu faktor internal (kematangan siswa/individu peserta didik) dan faktor eksternal (proses pembelajaran dengan aplikasi kecerdasan majemuk). Dan sebagai dampak dari beragamnya prestasi belajar peserta didik serta tujuan yang ingin dicapai oleh lembaga pendidikan, adalah munculnya kebijakan-kebijakan antara lain mengenai sistem ranking/peringkat dan kriteria kenaikan kelas. Bagaimanakah konsekuensi hal-hal tersebut terhadap Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional?

B. Identifikasi Masalah Permasalahan yang akan dikemukakan pada penelitian ini berkaitan dengan proses pembelajaran siswa yang efektif, yaitu bagaimana

mengaplikasikan kecerdasan majemuk agar potensi kemampuan siswa yang dapat diketahui melalui tes kematangan mampu dikembangkan sehingga menghasilkan prestasi belajar yang memuaskan. Dengan demikian

diharapkan proses pembelajaran tersebut dapat menjangkau seluruh siswa dengan tingkat kecerdasan yang beragam.

C. Pembatasan Masalah Agar tidak terjadi penyimpangan atau perluasan masalah, maka dalam penelitian ini dibatasi masalah yang ditelusuri pemecahannya yaitu hal-hal yang berkaitan dengan faktor-faktor kematangan siswa (khususnya yang dapat diukur melalui tes kematangan siswa), aplikasi kecerdasan majemuk oleh tenaga pengajar, serta prestasi belajar sementara yang diraih oleh siswa.

D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, identifikasi serta pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa hal pokok yang patut diangkat sebagai permasalahan yang akan ditemukan jawabannya dalam penelitian ini. Permasalahan-permasalahan tersebut adalah:

1.

Apakah ada pengaruh faktor kematangan terhadap pencapaian prestasi belajar?

2.

Bagaimana

konsekuensi

aplikasi

kecerdasan

majemuk

(Multiple

Intelligences) terhadap pencapaian prestasi belajar peserta didik? 3. Adakah korelasi antara faktor kematangan peserta didik dengan aplikasi kecerdasan majemuk? 4. Kebijakan apakah yang perlu dikaji kembali berkenaan dengan faktor kematangan siswa, aplikasi kecerdasan majemuk serta pencapaian prestasi belajar peserta didik? 5. Adakah dampak yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut?

E. Tujuan Penelitian Segala sesuatu memiliki tujuan, agar tidak menjadi sia-sia pada akhirnya. Dengan tujuan tersebut, apa yang dilakukan bisa menjadi lebih fokus dan terarah. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan yang ingin dicapai yaitu antara lain untuk: - Mengetahui hubungan antara faktor kematangan dengan pencapaian prestasi belajar peserta didik. - Mengetahui pengaruh aplikasi kecerdasan majemuk terhadap pencapaian prestasi belajar siswa. - Mengetahui faktor-faktor lain yang mungkin mempengaruhi pencapaian prestasi belajar peserta didik beserta dampaknya.

F. Manfaat Penelitian Selain adanya tujuan yang ingin dicapai, dalam suatu penelitian diharapkan ada manfaat yang dapat diambil dan dijadikan bekal untuk penelitian berikutnya atau pun untuk pendidikan secara umum. Sesuatu yang bermanfaat adalah sesuatu yang ada gunanya dan menjadi kebaikan bagi banyak pihak. Adapun manfaat yang diharapkan dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah agar nantinya lembaga pendidikan manapun, khususnya sekolah dasar, dapat menentukan kebijakan atau keputusan-keputusan yang tepat berkenaan dengan perlu atau tidaknya diadakan tes kematangan siswa pada saat penerimaan peserta didik baru dan sejauh mana hasil tes tersebut dapat digunakan sebagai bekal atau modal awal dalam membimbing peserta didik. Diharapkan juga lembaga pendidikan mampu menentukan langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk mencapai efektifitas aplikasi kecerdasan majemuk sehingga dapat menghasilkan prestasi belajar yang maksimal. Kebijakan-kebijakan atau langkah-langkah yang dilakukan tersebut merupakan upaya untuk dapat menghindari dampak-dampak negatif yang mungkin muncul akibat pencapaian prestasi belajar yang berbeda-beda. Pada akhirnya diharapkan kebijakan-kebijakan yang dibuat dapat mendukung tercapainya Tujuan Pendidikan Nasional, yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Demikian pula halnya dengan kriteria tenaga pendidik yang tepat, yang berfungsi sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran peserta didik, diharapkan selalu meningkatkan kualitasnya agar kualitas pembelajaran pun semakin meningkat, demi berkembangnya potensi serta prestasi para peserta didik. Secara sederhana, siapapun yang membaca laporan penelitian ini akan dapat mempelajari hal-hal mengenai faktor-faktor kematangan siswa, kecerdasan majemuk serta proses pencapaian prestasi belajar yang berlangsung di pendidikan dasar. Dengan memahami hal-hal tersebut, orangorang dewasa (orang tua maupun guru) akan lebih memahami tingkat kematangan yang tengah dicapai anak-anak, dan dapat membantu mereka dalam proses pembelajaran di rumah serta di sekolah sehingga semua anak bisa mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuan masing-masing dan mampu mengembangkan potensi yang dimiliki dengan lebih optimal. Tidak ada anak yang direndahkan, dianggap bodoh atau tidak cerdas atau tidak mampu. Jika telah terjadi sesuatu yang tidak diinginkan seperti ketertinggalan akademik peserta didik, maka setelah mempelajari hal-hal tersebut di atas para pendidik dapat melakukan introspeksi atau koreksi diri untuk memperbaiki proses pembelajaran atau faktor-faktor lain yang mempengaruhi ketidakberhasilan tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Hasil Penelitian Terdahulu Dari hasil penelitian mengenai HUBUNGAN MOTIVASI

BELAJAR, KEMATANGAN SISWA, PRESTASI BELAJAR, DAN KINERJA PRAKTIK INDUSTRI DENGAN KESIAPAN TERHADAP DUNIA KERJA SISWA SMK BIDANG KEAHLIAN TEKNIK

BANGUNAN SE-MALANG RAYA (Ignatius Budiyana, Tesis, UM, 2010) disebutkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi belajar dan kematangan siswa dengan kesiapan terhadap dunia kerja baik hubungan langsung atau melalui variabel prestasi belajar, dan kinerja praktik industri siswa SMK Bidang Keahlian Teknik Bangunan se-Malang Raya. Pengaruh proporsional variabel Motivasi Belajar terhadap Prestasi Siswa sebesar 38,38%, sedangkan pengaruh variabel Kematangan Siswa terhadap Prestasi Siswa terdiri dari pengaruh langsung sebesar 44,88%. Pengaruh variabel Motivasi Belajar terhadap Kesiapan pada Dunia Kerja terdiri dari pengaruh langsung sebesar 12,8%, pengaruh melalui variabel Kematangan Siswa sebesar 11,6%, pengaruh melalui variabel Prestasi Belajar sebesar 2,3%, pengaruh melalui Kinerja Praktek Industri sebesar 0,9%, sehingga total pengaruh variabel Motivasi Belajar terhadap Kinerja Praktek Industri adalah sebesar 27,7%.

Bertitik tolak pada hasil penelitian tersebut, disampaikan beberapa saran sebagai berikut: (1) Dinas Pendidikan hendaknya terus melakukan berbagai upaya untuk membantu meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan di SMK kaitannya dengan usaha peningkatan kesiapan siswa dalam menghadapi tuntutan dunia kerja. Dengan adanya upaya kerja sama antara Dinas Pendidikan dengan sekolah, usaha untuk meningkatkan kesiapan siswa dalam menghadapi tuntutan dunia kerja dapat dilakukan dengan baik. (2) Kepala SMK dan para guru hendaknya terus meningkatkan motivasi belajar, prestasi belajar, kematangan siswa, dan mengupayakan agar para siswa menampakkan kinerja yang tinggi dalam melaksanakan praktik di industri. Hal ini penting dilakukan karena berdasarkan penelitian ini, keempat faktor tersebut merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kesiapan siswa dalam menghadapi tuntutan dunia kerja. Semakin baik motivasi belajar, prestasi belajar, kematangan siswa, dan kinerja siswa dalam praktek industri, semakin baik pula kesiapan siswa dalam menghadapi tuntutan dunia kerja. (3) Bagi mitra kerja SMK dalam hal ini dunia usaha dan dunia industri, hendaknya memberikan pembinaan yang baik di saat para siswa melaksanakan praktik kerja industri. Hal ini penting untuk dilakukan agar setelah menyelesaikan pendidikannya, para siswa dapat memiliki tingkat kesiapan yang tinggi dalam menghadapi tuntutan dunia kerja, dan

(4) Bagi penelitian selanjutnya perlu penelitian lanjutan untuk parameter yang lebih luas, dengan memasukkan variabel lain sebagai masukan pengambil kebijakan. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian eksplanatory atau penelitian penjelasan. Penelitian dilakukan dengan menyebarkan kuesioner terhadap 51 siswa kelas 3 SMK Negeri maupun Swasta Kelompok Teknologi dan Industri, Bidang Keahlian Teknik Bangunan se-Malang Raya, yaitu meliputi Kota Malang, dan Kabupaten Malang saja karena Kota Batu tidak terdapat SMK yang memiliki Bidang Keahlian Teknik Bangunan. Analisis data dilakukan dengan pendekatan deksriptif dan analisis jalur. Sementara itu, penelitian mengenai ANALISA TINGKAT

KEMATANGAN SISWA SD KELAS 1 BERDASARKAN TINGKAT USIA DI SEKOLAH DASAR DI JAKARTA oleh Fellianti Muzdalifah & Iriani Indri Hapsari (2010) menghasilkan kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada tes kematangan sekolah antara siswa SD kelas 1 yang berusia di atas 6 tahun dengan siswa SD kelas 1 yang berusia di bawah 6 tahun. Terbukti dari hasil yang diperoleh berada di atas angka 0.05 yaitu 0.305. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat kematangan sekolah pada siswa bukan ditentukan oleh tingkat usianya. Siswa-siswa yang berusia di bawah 6 tahun pun memiliki tingkat kematangan yang setara dengan siswa yang berusia di atas 6 tahun.

Siswa-siswa yang berusia di bawah 6 tahun memiliki perkembangan fisik, kognitif dan sosial emosional yang dapat mendukung mereka untuk mengikuti proses pembelajaran di pendidikan dasar formal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis adakah perbedaan tingkat kematangan sekolah berdasarkan usia sekolah antara siswa yang masih di bawah 6 tahun dan siswa yang berusia di atas 6 tahun, dengan menggunakan teknik non probability sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan Tes Kematangan Sekolah yang diadaptasi dari Nijmeegese schoolberkwaamheidstest (tes kesiapan sekolah dasar dari

Nijmeegerse/N.S.T). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik statistik independent sample t-test. Data diolah secara kuantitatif dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS

(Statistical Program for Social Science) versi 13.0 dan selanjutnya interpretasi dijabarkan dalam bentuk uraian. Siti Rohmah (Skripsi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009) dalam penelitiannya yang berjudul TEORI KECERDASAN MAJEMUK

HOWARD GARDNER DAN PENGEMBANGANNYA PADA METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK ANAK USIA SEKOLAH DASAR menjelaskan bahwa: (1) Setiap individu pada dasarnya memiliki banyak kecerdasan yang harus dikembangkan sejak usia dini minimal sejak usia sekolah dasar.

Minimal ada sembilan kecerdasan yang dimiliki manusia, yaitu kecerdasan linguistik, matematis-logis, ruang-spasial, kinestetik-badani, musikal, interpersonal, intrapersonal, naturalis, dan eksistensial. (2) Pengembangan kecerdasan majemuk pada metode pembelajaran PAI untuk anak usia sekolah dasar membutuhkan kreatifitas seorang guru, baik dalam mengatur, merencanakan, maupun menerapkan metodemetode tersebut. Ada dua hal penting yang harus diperhatikan dalam perencanaan dan penerapan metode tersebut, yaitu karakteristik pelajaran PAI dan karakteristik perkembangan anak usia sekolah dasar. Ditinjau dari karakteristik rumpun pelajaran PAI, maka secara keseluruhan metode-metode yang ditawarkan untuk membantu

pengembangan kecerdasan majemuk anak bisa digunakan pada semua rumpun pelajaran PAI, baik Aqidah-Akhlak, al-Quran dan al-Hadits, Fiqih, maupun Sejarah Kebudayaan Islam, dengan penekanan utama pada kecerdasan tertentu sesuai dengan karakteristik setiap rumpun pelajaran PAI tersebut. Sedangkan ditinjau dari segi karakteristik perkembangan anak, maka penerapan dan pengembangan metode kelas awal dengan kelas tinggi akan berbeda. Pada tahap perencanaan metode untuk mengembangkan kecerdasan majemuk anak usia sekolah dasar, yang harus dipersiapkan oleh guru PAI yaitu pemahaman konsep kecerdasan majemuk, ketersediaan dan ketepatan waktu, ketersediaan dan kemampuan memanfaatkan sumber belajar, serta kemampuan menerapkan metode yang dipilih.

Sedangkan pada tahap pelaksanaannya, cara menerapkan metode akan berbeda karena harus disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan perkembangan anak. Sehingga, pada tahap ini guru harus mampu menguasai dan menerapkan teknik pembelajaran yang telah ditetapkan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis konsep kecerdasan majemuk menurut Howard Gardner untuk mencari cara pengembangan kecerdasan majemuk tersebut pada metode pembelajaran PAI untuk anak usia sekolah dasar. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi upaya pengembangan kecerdasan majemuk anak usia sekolah dasar, khususnya melalui metode pembelajaran PAI. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan mengambil latar pemikiran Howard Gardner tentang kecerdasan majemuk. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode dokumentasi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan psikologi, khususnya psikologi perkembangan dan teori belajar humanistik. Analisis data dilakukan dengan mencari dan memberi makna terhadap data-data yang berhasil dikumpulkan, dari makna tersebut kemudian ditarik kesimpulan. Penelitian yang diadakan oleh Sunartombs (2009) dalam artikelnya menyimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, yaitu:

1) Faktor yang terdapat dalam diri siswa (faktor intern) Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri anak bersifat biologis. Yang dapat digolongkan ke dalam faktor intern yaitu: a. Kecerdasan/intelegensi Intelegensi yang baik atau kecerdasan yang tinggi merupakan faktor yang sangat penting bagi seorang anak dalam usaha belajar. b. Bakat Tumbuhnya keahlian tertentu pada seseorang sangat ditentukan oleh bakat yang dimilikinya. Sehubungan dengan bakat ini dapat mempunyai tinggi rendahnya prestasi belajar bidang-bidang studi tertentu. Dalam proses belajar terutama belajar keterampilan, bakat memegang peranan penting dalam mencapai suatu hasil akan prestasi yang baik. Apalagi seorang guru atau orang tua memaksa anaknya untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan bakatnya maka akan merusak keinginan tersebut. c. Minat Minat besar pengaruhnya terhadap belajar atau kegiatan. Bahkan pelajaran yang menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan disimpan karena minat menambah kegiatan belajar. Untuk menambah minat seorang siswa di dalam menerima pelajaran di sekolah siswa diharapkan dapat mengembangkan minat untuk melakukannya sendiri.

Minat belajar yang telah dimiliki siswa merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Apabila seseorang mempunyai minat yang tinggi terhadap sesuatu hal maka akan terus berusaha untuk melakukan sehingga apa yang diinginkannya dapat tercapai sesuai dengan keinginannya. d. Motivasi Dalam perkembangannya motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu motivasi intrinsik (motivasi yang bersumber dari dalam diri seseorang yang atas dasar kesadaran sendiri untuk melakukan sesuatu pekerjaan belajar) dan motivasi ekstrinsik (motivasi yang datangnya dari luar diri seseorang siswa yang menyebabkan siswa tersebut melakukan kegiatan belajar). Dalam memberikan motivasi seorang guru harus berusaha dengan segala kemampuan yang ada untuk mengarahkan perhatian siswa kepada sasaran tertentu. Dengan adanya dorongan ini dalam diri siswa akan timbul inisiatif dengan alasan mengapa ia menekuni pelajaran. Untuk membangkitkan motivasi kepada mereka, supaya dapat melakukan kegiatan belajar dengan kehendak sendiri dan belajar secara aktif. 2) Faktor yang terdiri dari luar siswa (faktor ekstern) Faktor yang berasal dari luar diri anak antara lain adalah:

a. Keadaan keluarga Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan. Pendidikan dimulai dari keluarga. Perhatian orang tua dapat memberikan dorongan dan motivasi sehingga anak dapat belajar dengan tekun. Karena anak memerlukan waktu, tempat dan keadaan yang baik untuk belajar. b. Keadaan sekolah Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa, karena itu lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong untuk belajar yang lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan guru dengan siswa, alat-alat pelajaran dan kurikulum. c. Lingkungan masyarakat Lingkungan membentuk kepribadian anak, karena dalam pergaulan sehari-hari seorang anak akan selalu menyesuaikan dirinya dengan kebiasaan-kebiasaan lingkungannya.

B. Landasan Teori a. Teori Kematangan Menurut Muhammad Khofifi (2009), kematangan (maturity) adalah suatu keadaan atau kondisi bentuk struktur dan fungsi yang lengkap atau dewasa pada suatu organisasi, baik terhadap satu sifat.

Kematangan membentuk sifat dan kekuatan dalam diri untuk bereaksi dengan cara tertentu yang disebut readiness yang berupa tingkah laku, baik tingkah laku yang instingtif maupun tingkah laku yang dipelajari. Tingkah laku instingtif adalah suatu pola tingkah laku yang diwariskan melalui proses hereditas. Sedangkan maksud dari tingkah laku yang dipelajari yaitu orang tak akan berbuat secara intelijen apabila kapasitas intelektualnya belum memungkinkan. Untuk itu kematangan dalam struktur otak atau sistem syaraf sangat diperlukan. Kematangan emosi (Wolman dalam Puspitasari, 2002) dapat didefinisikan sebagai kondisi yang ditandai oleh perkembangan emosi dan pemunculan perilaku yang tepat sesuai dengan usia dewasa daripada bertingkah laku seperti anak-anak. Semakin bertambah usia individu diharapkan dapat melihat segala sesuatunya secara obyektif, mampu membedakan perasaan dan kenyataan, serta bertindak atas dasar fakta dari pada perasaan. Chaplin (2001) menambahkan emotional maturity adalah suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosi dan karena itu pribadi yang bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosional yang tidak pantas. Covey (dalam Puspitasari, 2002) mengemukakan bahwa

kematangan emosi adalah kemampuan untuk mengekspresikan perasaan yang ada dalam diri secara yakin dan berani, diimbangi dengan pertimbangan-pertimbangan akan perasaan dan keyakinan individu lain.

Kematangan emosi juga dapat dikatakan sebagai proses belajar untuk mengembangkan cinta secara sempurna dan luas di mana hal itu menjadikan reaksi pilihan individu sehingga secara otomatis dapat mengubah emosi-emosi yang ada dalam diri manusia (Hwarmstrong, 2005). Ditambahkan Chaplin (dalam Ratnawati, 2005), kematangan emosi adalah suatu keadaan atau kondisi untuk mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional seperti anak-anak,

kematangan emosional seringkali berhubungan dengan kontrol emosi. Seseorang yang telah matang emosinya memiliki kekayaan dan keanekaragaman ekspresi emosi, ketepatan emosi dan kontrol emosi. Sukadji (dalam Ratnawati, 2005), mengatakan bahwa kematangan emosi sebagai suatu kemampuan untuk mengarahkan emosi dasar yang kuat ke penyaluran yang mencapai tujuan, dan tujuan ini memuaskan diri sendiri dan dapat diterima di lingkungan. Sejalan dengan bertambah kematangan emosi seseorang maka akan berkuranglah emosi negatif. Bentuk-bentuk emosi positif seperti rasa sayang, suka, dan cinta akan berkembang jadi lebih baik. Perkembangan bentuk emosi yang positif tersebut memungkinkan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan menerima dan membagikan kasih sayang untuk diri sendiri maupun orang lain.

Asmiyati (2001) mengemukakan kematangan emosi adalah suatu kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosi pada diri individu. Individu yang telah mencapai kematangan emosi ditandai oleh adanya kemampuan dalam mengontrol emosi, berfikir realistik, memahami diri sendiri dan menampakkan emosi di saat dan tempat yang tepat. Reaksi yang diberikan individu terhadap setiap emosi dapat memuaskan dirinya sendiri dan dapat diterima oleh lingkungannya. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kematangan emosi merupakan suatu kondisi pencapaian tingkat kedewasaan dari perkembangan emosi pada diri individu. Individu yang mencapai kematangan emosi ditandai oleh adanya kesanggupan mengendalikan perasaan dan tidak dapat dikuasai perasaan dalam mengerjakan sesuatu atau berhadapan dengan orang lain, tidak mementingkan diri sendiri tetapi mempertimbangkan perasaan orang lain. Sementara itu, dalam Kamus Kompetensi didefinisikan bahwa Kematangan Pribadi (Maturity) adalah kemampuan untuk mengendalikan diri (self-control) dan tidak mudah terpancing oleh reaksi yang provokatif. 1. Bertahan untuk tidak impulsif 2. Mengendalikan emosi (rasa marah, frustrasi dll) 3. Mampu berespon secara kalem dalam situasi frustrasi 4. Mampu mengelola stress secara efektif

5. Mengendalikan emosi negatif dan bertindak secara konstruktif untuk mencari penyelesaiannya 6. Mampu menenangkan orang lain disamping menenangkan diri sendiri. Dalam artikel berjudul Mengenali Tanda-Tanda Kematangan Diri (Mortimer R. Feinberg, Ph.D., 2004), terdapat penjelasan cukup mendetail mengenai kematangan atau kedewasaan sebagai berikut: Para ahli psikologi dan psikiater sepakat, bahwa kesuksesan seseorang ditandai dengan berkembangnya prestasi serta kematangan emosinya. Meski tidak ada orang yang menyangkal pernyataan ini, tetapi sedikit orang yang mengetahui secara pasti tentang bagaimana penampilan seseorang yang dewasa atau matang itu, bagaimana cara berpakaian dan berdandannya, bagaimana caranya menghadapi

tantangan, bagaimana tanggung jawabnya terhadap keluarga, dan bagaimana pandangan hidupnya tentang dunia ini. Yang jelas kematangan adalah sebuah modal yang sangat berharga. Sesungguhnya apa yang disebut dengan kematangan atau kedewasaan itu? Kedewasaan tidak selalu berkaitan dengan intelegensi. Banyak orang yang sangat brilian namun masih seperti kanak-kanak dalam hal penguasaan perasaannya, dalam keinginannya untuk memperoleh perhatian dan cinta dari setiap orang, dalam bagaimana caranya memperlakukan dirinya sendiri dan orang lain, dan dalam reaksinya terhadap emosi.

Namun, ketinggian intelektual seseorang bukan halangan untuk mengembangkan kematangan emosi. Malah bukti-bukti menunjukkan keadaan yang sebaliknya. Orang yang lebih cerdas cenderung mempunyai perkembangan emosi yang lebih baik dan superior, serta mempunyai kemampuan menyesuaikan diri atau kematangan sosial yang lebih baik. Kedewasaan pun bukan berarti kebahagiaan. Kematangan emosi tidak menjamin kebebasan dari kesulitan dan kesusahan. Kematangan emosi ditandai dengan bagaimana konflik dipecahkan, bagaimana kesulitan ditangani. Orang yang sudah dewasa memandang kesulitan-kesulitannya bukan sebagai malapetaka, tetapi sebagai tantangan-tantangan. Apa sih kedewasaan/kematangan itu? Menurut kamus Webster, adalah suatu keadaan maju bergerak ke arah kesempurnaan. Definisi ini tidak menyebutkan preposisi "ke" melainkan "ke arah". Ini berarti kita takkan pernah sampai pada kesempurnaan, namun kita dapat bergerak maju ke arah itu. Pergerakan maju ini unik bagi setiap individu. Dengan demikian kematangan bukan suatu keadaan yang statis, tapi lebih merupakan suatu keadaan "menjadi" atau state of becoming. Pengertian ini menjelaskan, suatu kasus misal, mengapa seorang eksekutif bertindak sedemikian dewasa dalam pekerjaannya, namun sebagai suami dan ayah ia banyak berbuat salah.

Tak ada seseorang yang sanggup bertindak dan bereaksi terhadap semua situasi dan aspek kehidupan dengan kematangan penuh seratus persen. Mereka dapat menangani banyak problem secara lebih dewasa. Berikut ini ada beberapa kualitas atau tanda mengenai kematangan seseorang. Namun, kewajiban setiap orang adalah menumbuhkan itu di dalam dirinya sendiri, dan menjadi bagian dari dirinya sendiri. Maka, orang yang dewasa/matang adalah: 1. Dia menerima dirinya sendiri. Eksekutif yang paling efektif adalah ia yang mempunyai pandangan atau penilaian baik terhadap kekuatan dan kelemahannya. Ia mampu melihat dan menilai dirinya secara obyektif dan realistis. Dengan demikian ia bisa memilih orang-orang yang mampu membantu mengkompensasi kelemahan dan kekurangannya. Ia pun dapat menggunakan kelebihan dan bakatnya secara efektif, dan bebas dari frustasi-frustasi yang biasa timbul karena keinginan untuk mencapai sesuatu yang sesungguhnya tidak ada dalam dirinya. Orang yang dewasa mengenal dirinya sendiri dengan lebih baik, dan senantiasa berusaha untuk menjadi lebih baik. Ia tidak berkepentingan untuk menandingi orang lain, melainkan berusaha mengembangkan dirinya sendiri. Dr. Abraham Maslow berkata, "Orang yang dewasa ingin menjadi yang terbaik sepanjang yang dapat diusahakannya". Dalam hal ini dia tidak merasa mempunyai pesaing-pesaing.

2. Dia menghargai orang lain. Eksekutif yang efektif pun bisa menerima keadaan orang lain yang berbeda-beda. Ia dikatakan dewasa jika mampu menghargai perbedaan itu, dan tidak mencoba membentuk orang lain berdasarkan citra dirinya sendiri. Ini bukan berarti bahwa orang yang matang itu berhati lemah, karena jika kelemahan-kelemahan yang ada dalam diri seseorang itu sudah sedemikian mengganggu tujuan secara

keseluruhan, ia tak segan untuk menghentikannya. Ukuran yang paling tepat dan adil dalam hubungan dengan orang lain bahwa kita menghormati orang lain, adalah ketiadaan keinginan untuk

memperalat atau memanipulasi orang lain tersebut. 3. Dia menerima tanggung jawab. Orang yang tidak dewasa akan menyesali nasib buruk mereka. Bahkan, mereka berpendapat bahwa nasib buruk itu disebabkan oleh orang lain. Sedangkan orang yang sudah dewasa malah mengenal dan menerima tanggung jawab dan pembatasan-pembatasan situasi di mana ia berbuat dan berada. Tanggung jawab adalah perasaan bahwa seseorang itu secara individu bertanggung jawab atas semua kegiatan, atau suatu dorongan untuk berbuat dan menyelesaikan apa yang harus dan patut diperbuat dan diselesaikan. Mempercayakan nasib baik pada atasan untuk memecahkan persoalan diri sendiri adalah tanda ketidakdewasaan. Rasa aman dan bahagia dicapai dengan mempunyai kepercayaan dalam tanggung jawab atas kehidupan sendiri.

4. Dia percaya pada diri sendiri. Seseorang yang matang menyambut dengan baik partisipasi dari orang lain, meski itu menyangkut pengambilan keputusan eksekutif, karena percaya pada dirinya sendiri. Ia memperoleh kepuasan yang mendalam dari prestasi dan hal-hal yang dilaksanakan oleh anak buahnya. Ia memperoleh perasaan bangga, bersama dengan kesadaran tanggung jawabnya, dan kesadaran bahwa anak buahnya itu tergantung pada kepemimpinannya. Sedangkan orang yang tidak dewasa justru akan merasa sakit bila ia dipindahkan dari peranan memberi perintah kepada peranan pembimbing, atau bila ia harus memberi tempat bagi bawahannya untuk tumbuh. Seseorang yang dewasa belajar memperoleh suatu perasaan kepuasaan untuk mengembangkan potensi orang lain. 5. Dia sabar. Seseorang yang dewasa belajar untuk menerima kenyataan, bahwa untuk beberapa persoalan memang tidak ada penyelesaian dan pemecahan yang mudah. Dia tidak akan menelan begitu saja saran yang pertama. Dia menghargai fakta-fakta dan sabar dalam mengumpulkan informasi sebelum memberikan saran bagi suatu pemecahan masalah. Bukan saja dia sabar, tetapi juga mengetahui bahwa adalah lebih baik mempunyai lebih dari satu rencana penyelesaian.

6. Dia mempunyai rasa humor. Orang yang dewasa berpendapat bahwa tertawa itu sehat. Tetapi dia tidak akan menertawakan atau merugikan/melukai perasaan orang lain. Dia juga tidak akan tertawa jika humor itu membuat orang lain jadi tampak bodoh. Humor semestinya merupakan bagian dari emosi yang sehat, yang memunculkan senyuman hangat dan pancaran yang manis. Perasaan humor anda menyatakan sikap anda terhadap orang lain. Orang yang dewasa menggunakan humor sebagai alat melicinkan ketegangan, bukan pemukul orang lain. Dalam buku yang berjudul Psikologi Perkembangan, Drs. Mubin, M.Ag dan Ani Cahyadi, M.Pd (2006:89) menyebutkan bahwa umumnya periode masa sekolah berlangsung sejak usia 6,0 tahun sampai 12 tahun, dimulai setelah anak melewati masa degil (keras kepala) yang pertama, di mana proses sosialisasi telah dapat berlangsung dengan lebih efektif sehingga ia disebut matang untuk mulai sekolah. Bermacammacam kriteria yang dipakai orang untuk menetapkan kapan seorang anak disebut matang untuk sekolah. Sebenarnya dengan hanya ukuran umur 6 atau 7 tahun saja belum dianggap cukup untuk menentukannya. Kematangan itu paling tidak harus dilihat dari empat aspek, yaitu: - Aspek fisik; fisik anak telah berkembang secara memadai sehingga anak memperlihatkan kesanggupannya untuk mentaati secara

jasmaniah tata tertib sekolah, misalnya: dapat duduk tenang, dan tidak makan-makan dalam kelas, dan lain-lain.

- Aspek intelektual; apabila anak telah sanggup menerima pelajaran secara sistematis, kontinyu dan dapat menyimpan serta

mereproduksikannya bila diperlukan. - Aspek moral; apabila anak telah sanggup untuk menerima didikan moral atau norma-norma dan dapat mematuhi atau melaksanakannya. - Aspek sosial; apabila anak telah sanggup untuk menyesuaikan diri dan bergaul dengan orang lain terutama sekali dengan teman-temannya di sekolah, dan dapat pula berhubungan dengan guru atas dasar pengakuan akan kewibawaan guru. Cepat atau lambatnya kematangan ini diperoleh anak banyak tergantung pada kesehatan fisik, sifat-sifat dasar anak dan pendidikan sebelumnya (dalam keluarga atau Taman Kanak-kanak). Menurut DR. Sudarsono, SH, MPd dalam diktatnya yang berjudul MANAGEMENT OF ORGANIZATION BEHAVIOR UTILIZING HUMAN RESOURCES (2008), The Maturity Continum: They move us progressively on Maturity Continuum from dependence to independence. We each begin life as an infant, totally dependent on others. We are directed, natured, and sustained by other. (Mereka memindahkan kita secara progresif pada Maturity Continuum dari ketergantungan menuju kemerdekaan. Kita masing-masing memulai kehidupan sebagai seorang bayi, benar-benar tergantung pada orang lain. Kita diarahkan, secara alami, dan diberi tenaga oleh orang lain.)

The gradually, over the ensuing months and years, we become more and more independent-physically, mentally, emotionally, and

financially-until eventually we can essentially take care of ourselves, becoming inner-directed and self-reliant. (Secara berangsur-angsur, selama berbulan-bulan hingga bertahuntahun, kita menjadi semakin merdeka menurut hukum alam, secara mental, emosi, dan dalam soal keuangan hingga akhirnya kita dapat pada dasarnya mengurusi diri kita, menjadi merasa benar sendiri dan percaya diri.) As we continue to grow and mature, we become increasingly aware that all of nature is independent, that there is an ecological system that govern including society. (Selagi kita terus tumbuh dan matang, kita menjadi semakin sadar bahwa seluruh alam adalah independen, bahwa ada sistem ekologi yang mengatur termasuk masyarakat.) Dependence is the paradigm of you you take care of me; you come through for me; you did not come through; I blame you for the result. (Ketergantungan adalah paradigma dari Anda Anda merawat saya; Anda datang melalui untuk saya; Anda tidak datang melalui; saya menyalahkan Anda untuk hasilnya.) Independence is the paradigm of I I can do it; I am responsible; I am self-reliant; I can choose.

(Kemerdekaan adalah paradigma saya Saya bisa melakukannya; saya bertanggung jawab; saya mandiri; saya dapat memilih.) Interdependence is the paradigm we we can do it; we can cooperate; we can combine our talents and abilities and create something greater together. (Saling ketergantungan adalah paradigma kita Kita bisa

melakukannya; kita bisa bekerja sama; kita dapat menggabungkan bakat dan kemampuan dan menciptakan sesuatu yang lebih besar bersama-sama.) Dikutip dari tulisan Galih Rosy dalam Rosy46nellis Blog (2010) mengenai Definisi Pertumbuhan, Perkembangan, Kematangan dan Penuaan: Kematangan atau masa peka menunjukkan kepada suatu masa tertentu yang merupakan titik kulminasi (titik puncak) dari suatu fase pertumbuhan sebagai titik tolak kesiapan dari suatu fungsi untuk menjalankan fungsinya. Untuk mengetahui tingkat kematangan siswa yang dapat diukur secara numerik, saat ini banyak sekolah yang mengadakan Tes Kematangan Siswa, yaitu berupa tes psikologi yang dilakukan terhadap calon peserta didik baru di sekolah dasar-sekolah dasar, dan umumnya diadakan di sekolah-sekolah swasta.

Dalam salah satu artikel Oemar Bakrie Banjar, Referensi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Dasar, yang berjudul Tes Calistung: Melanggar Hak Anak, yang ditulis oleh M. Jazuli Rahman, S.Pd, (2010), disebutkan bahwa berdasarkan pernyataan Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Prof Suyanto kepada Kompas.com di Jakarta, Selasa (29/6/2010), terkait pemberlakuan pembelajaran calistung dan tes masuk SD, baik di sekolah negeri maupun swasta. Apapun bentuknya, kata Suyanto, model pembelajaran dan tes akademik tidak diperkenankan karena aturan main penerimaan calon siswa sudah dituangkan pemerintah melalui PP No 17 tahun 2010 Pasal 66 ayat 2 serta Pasal 69 ayat 4 dan 5. Bahkan Penasehat Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak, Seto Mulyadi atau dipanggil akrab Kak Seto meminta saat penerimaan masuk sekolah dasar (SD) tidak diperbolehkan lagi adanya tes membaca, menulis dan berhitung (calistung). Dia menilai memaksakan anak-anak untuk calistung merupakan pelanggaran hak anak. Bahkan dia meminta kepada semua pihak untuk melaporkan sekolah yang melakukan hal tersebut ke Komnas perlindungan anak. Dengan demikian, tes psikologi yang disebut sebagai Tes Kematangan Siswa, sudah sesuai dengan ketentuan. Selain melakukan pemetaan modalitas belajar (Kinesteti, Auditoral dan Visual) psikolog juga menganalisis perkembangan anak yang memenuhi syarat untuk masuk dalam masa sekolah.

Apa sajakah syarat anak yang masuk sekolah? Menurut Drs. Zulkifli L. dalam bukunya Psikologi Perkembangan: anak-anak yang berumur 6 atau 7 tahun dianggap matang untuk belajar di sekolah dasar jika: a. Kondisi jasmaninya cukup sehat dan kuat untuk melakukan tugas di sekolah. b. Adanya keinginan belajar. c. Fantasi tidak lagi leluasa dan liar. d. Perkembangan perasaan sosial telah memadai. Kemudian syarat-syarat tambahan yang harus kita analisis yaitu: Fungsi jiwa harus sudah berkembang baik karena kematangan fungsi jiwa diperlukan untuk belajar membaca, menulis dan berhitung. Jadi tes psikolog ini menilai kematangan siswa untuk dapat masuk ke sekolah dasar. Kematangan yang didapat berupa: 1. Matang untuk mulai belajar menulis (bukan sudah bisa menulis) 2. Matang untuk belajar membaca (bukan sudah bisa membaca) 3. Matang untuk belajar berhitung (bukan sudah bisa berhitung) Dalam salah satu artikel Episentrum, Psikologi (Psychological Assessment, Counseling) Layanan Psikologi untuk Anak, Remaja dan Dewasa (Psychology of Kid, Adolescence and Adult) mengenai Kesiapan Sekolah (2010), dijelaskan sebagai berikut:

Di negara kita, umumnya, seseorang memasuki pendidikan sekolah mulai dari TK hingga perguruan tinggi. Setelah melewati TK A dan TK B, diharapkan anak siap untuk mengikuti pendidikan di SD. Dengan kesiapan itu, anak mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk berhasil mengikuti pendidikan pada jenjang selanjutnya

dibandingkan anak-anak yang belum memiliki kesiapan. Pernyataan di atas bukanlah tanpa alasan karena Lefranois (2000) telah menyatakan bahwa peserta belajar yang siap untuk belajar hal-hal yang lebih spesifik akan mendapatkan pengalaman belajar yang lebih banyak yang kaya dibandingkan yang belum siap. Istilah kesiapan (readiness), dalam kamus Webster dideskripsikan sebagai: a. Kesiapan mental atau fisik untuk bertindak atau menerima pengalaman. b. c. Yang tangkas/pantas, cakap, atau trampil. Immediate availability. Untuk bisa dikatakan siap, tentu saja ada kriteria-kriteria tertentu yang harus dipenuhi. Hal-hal yang mempengaruhi kesiapan seseorang dalam belajar adalah kematangan fisik, perkembangan keterampilan berpikir, dan adanya motivasi. Untuk mengukur kesiapan, guru dapat mengukur melalui perkembangan emosi dan intelektual anak. Selain itu juga guru perlu mengerti bagaimana anak belajar dan motivasi belajar anak (Lefranois, 2000).

b.

Teori Kecerdasan Majemuk Dalam buku berjudul Pendidikan Holistik yang ditulis oleh Ratna Megawangi, Melly Latifah dan Wahyu Farrah Dina (2005, 50), dituliskan bahwa Multiple Intelligences (MI) atau Kecerdasan Majemuk adalah salah satu teori tentang kecerdasan yang dikenalkan oleh Dr. Howard Gardner. Teori kecerdasan majemuk dikembangkan berdasarkan pada pandangan bahwa pada teori kecerdasan yang telah dikembangkan sebelumnya hanya melihat kecerdasan manusia dari sisi linguistik dan logika matematika, sedangkan sisi kecerdasan manusia yang lain tidak dilihat. Gardner memandang kecerdasan manusia berdasarkan berbagai peranan yang terdiri dari kemampuan untuk menyelesaikan masalah, atau menciptakan produk yang berharga dalam satu atau beberapa lingkungan budaya masyarakat. Sudut pandang baru tentang kecerdasan ini diyakini lebih manusiawi dan lebih dapat dipercaya dibandingkan dengan teori kecerdasan sebelumnya. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Gardner dan timnya, awalnya Gardner mendapatkan 7 kecerdasan. Namun seiring dengan observasi yang terus dilakukan, maka saat ini dikenal 9 kecerdasan. Pada individu normal suatu kecerdasan ini tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berfungsi bersama-sama dengan kecerdasan yang lain. Namun, biasanya pada seseorang akan memiliki beberapa kecerdasan yang terlihat menonjol. Kesembilan kecerdasan itu terdiri dari:

1. Kecerdasan Musik (Musical Intelligence) Kecerdasan ini terlihat menonjol di kalangan pemusik. Kemampuan untuk mendengarkan suatu pola musik secara natural dan kemudian memproduksinya tanda orang-orang yang memiliki kecerdasan musik yang tinggi. Sebagai contoh adalah pengalaman pemain biola Yahudi Menuhin yang ketika berusia tiga tahun diajak melihat konser San Fransisco Opera. Suara biola Louis Pesinger begitu membuatnya terpesona. Dan akhirnya dia belajar bermain biola pada Louis Pesinger. Ketika berusia 10 tahun, Yahudi Menuhin telah berhasil menjadi pemain biola internasional. Orang yang cerdas di bidang ini sangat sensitif terhadap bermacam-macam bunyi, dan cepat

mempelajari berbagai jenis musik, lagu dan alat-alat musik. 2. Kecerdasan Gerakan Badan/Fisik atau Kinestetik (Bodily-Kinesthetic Intelligence) Kecerdasan ini menonjol di kalangan pemain olah raga atau pun penari. Kecerdasan ini memungkinkan terjadinya hubungan antara pikiran dan tubuh yang diperlukan untuk melakukan ketrampilan gerak tubuh. Contoh pemilik kecerdasan ini yang menonjol adalah Babe Ruth (pitcher legendaris). Ketika berumur 15 tahun, ia mengkritik pitcher di timnya yang bermain buruk. Kemudian sang pelatih menantangnya untuk menggantikan sang pitcher.

Meskipun belum pernah menjadi pitcher, pada saat melakukan tugasnya ia tahu apa yang harus dia lakukan. Dan akhirnya dia menjadi salah satu pelempar legendaris di liga utama. Ciri orang yang memiliki kecerdasan ini adalah cepat mempelajari dan menguasai kegiatan-kegiatan yang melibatkan fisik, baik motorik kasar maupun halus. Mereka yang cerdas dalam bidang ini biasanya mampu menggunakan seluruh anggota tubuhnya dalam pekerjaan, pemecahan masalah, keterampilan tangan, jari atau lengan dalam memproduksi sesuatu, seperti yang dimiliki oleh para atlit, pemain film, atau drama, penari, penyulam, dan sebagainya. 3. Kecerdasan Logika Matematika (Mathematical-Logical Intelligence) Ini adalah kecerdasan yang paling mudah diukur dan yang paling banyak diakui. Bersama dengan kecerdasan bahasa, kecerdasan ini menjadi prinsip dasar untuk tes IQ. Kecerdasan ini berupa kemampuan untuk melakukan analisis dan berfikir ilmiah. Kecerdasan ini terlihat menonjol di kalangan peneliti dan ilmuwan-ilmuwan terkenal. Orang yang cerdas di bidang ini cepat mempelajari angka, mengelompokkan, membuat hipotesis, dan berpikir logika lainnya. Ilmuwan, filsuf, ahli matematika, dan computer programmer, adalah orang-orang yang cerdas dalam bidang ini.

4. Kecerdasan Intelligence)

Linguistik

atau

Verbal-Bahasa

(Verbal-Linguistic

Kecerdasan ini terlihat dari kemampuan dan kepekaan seseorang dalam penggunaan bahasa atau mengekspresikan pikiran secara verbal. Seseorang yang memiliki kecerdasan linguistik yang baik memiliki kemampuan untuk menyusun dan mamaknai arti kata yang kompleks, mudah mengingat nama atau sesuatu, dan mampu menulis dengan baik. Mereka yang cerdas di bidang ini biasanya banyak mengajukan pertanyaan dan senang berdiskusi. Contoh pemilik kecerdasan ini yang menonjol adalah T.S. Elliot. Pada umur 10 tahun, dia sudah mampu menciptakan majalah sendiri dan dia menjadi distributor tunggal. Dalam waktu tiga hari, dia berhasil menciptakan 3 nomor lengkap. Masing-masing nomor berisi puisi, cerita petualangan, kolom gosip dan humor. 5. Kecerdasan Ruang/Gambar Spasial (Visual-Spatial Intelligence) Kecerdasan ini umumnya berupa kemampuan menyelesaikan masalah ruang yang diperlukan dalam navigasi atau pencatatan peta. Bisa juga ditunjukkan dalam kemampuan visualisasi benda yang dilihat dalam sudut pandang yang berbeda, atau memvisualisasikan fenomena dalam bentuk gambar. Kemampuan ini tercermin dari kegemaran

menggambar, menyenangi warna, garis, kemampuan membangun balok, dan memberikan arah di mana suatu lokasi berada.

Contoh pemilik kecerdasan ini adalah para pelaut yang menggunakan pemetaan bintang-bintang dalam menentukan lokasinya, para arsitek, pelukis, ahli desain interior, dan pilot. 6. Kecerdasan Antar Pribadi (Interpersonal Intelligence) Kecerdasan antar pribadi merupakan kemampuan seseorang untuk membaca kehendak dan keinginan orng lain. Orang yang memiliki kecerdasan antar pribadi yang baik memiliki kemampuan khusus saat melihat suasana hati, temperamen, motivasi dan kehendak orang lain. Ciri orang yang memiliki kecerdasan ini adalah mudah bergaul dengan orang lain, senang mencari teman, senang terlibat dalam kerja kelompok yang melibatkan diskusi kelompok. Mereka yang cerdas dalam bidang ini biasanya mampu membaca perasaan orang lain melalui nada bicara seseorang, gerak tubuh, dan ekspresi wajah. Biasanya mereka juga mudah menyelesaikan konflik dengan orang lain. Contoh pemilik kecerdasan ini yang menonjol adalah Annie Sulivan. Perjuangan Annie Sulivan untuk memahami dan

berkomunikasi dengan Helen Keller, seorang anak berusia tujuh tahun yang buta dan tuli menunjukkan bahwa kecerdasan ini tidak tergantung bahasa. 7. Kecerdasan Intra Pribadi (Intrapersonal Intelligence) Kecerdasan intra pribadi adalah kecerdasan yang menggambarkan kemampuan seseorang untuk memahami dirinya sendiri.

Bagaimana caranya memahami emosi diri sendiri, memberi label pada emosi itu dan menggunakannya untuk memahami dan menjadikannya pedoman tingkah laku sendiri. Kecerdasan ini dicontohkan pada pengalaman Virgina Woolf yang ditulis dalam karangan singkatnya yang berjudul "A Sketch of The Past". Mereka yang cerdas di bidang ini umumnya dapat menghayati puisi, drama, bermeditasi, menulis jurnal, dan bercerita. 8. Kecerdasan Mempelajari Alam (Naturalist Intelligence) Orang yang cerdas di bidang ini cepat mempelajari fenomena alam, biologi, mengamati dan membaca kehidupan tumbuhan, binatang serta gemar akan kegiatan pencinta alam. 9. Kecerdasan Spiritual (Existential Intelligence) Kecerdasan ini dicirikan dengan kemampuan berpikir mendalam tentang makna dan arti hidup, dan mempertanyakan mengapa kita hidup, mengapa kita mati. Termasuk pula kemampuan menyadari bahwa dirinya adalah bagian dari keseluruhan dan saling terkait dengan yang lainnya. Dr. Sudarsono, SH, MPd dalam diktatnya yang berjudul Management of Organization Behavior Utilizing Human Resources (2008) menjabarkan kecerdasan majemuk oleh Howard Gardner seperti pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Multiple Intelligences by Gardner Original Intelligences : 1. Logical/mathematical Characteristic Processes analytically, calculates, quantifies Thoughts through words, uses words to nurture Understands others, processes through interaction, empathizes, humor Thinks in quiet, likes to be alone, goal oriented, independent, perseveres Uses mental models, thinks three dimensionally, and pictures how to get places or solve problems. Sensitivity to pitch, melody, rhythm, found in both Phsymoverment, involves whole body, processes by jumping or dancing Characteristics Needs to be with/survive in nature strength in categorization in nature or Not religion per se, knows why he or she is here, personnel mission Emotional nature, recognizes own anger reach to emotions of self and others Famous Examples Scientist Albert Einstein Consultant Tom Peters Entertainer Oprah Winfrey Business Tycoon Howard Hughes Architect Frank Lloyd Wright

2. Verbal/linguistic

3. Interpersonal

4. Intrapersonal

5. Visual/spatial

6. Musical

Composer Wolfgang Mozart Basketball player Michael Jordan Famous Examples Singer John Denver Civil rights leaders Martin Luther King Pacific leaders Mohandas Gandhi

7. Bodily/kinesthetic

New Intelligences : 8. Naturalist

9. Existential

10. Emotional

Sumber: Diktat Kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia, Dr. Sudarsono, SH. MPd, 2009

Menurut Gardner: Setiap manusia mempunyai kesembilan aspek kecerdasan ini dengan kadar yang bervariasi. Setiap manusia mempunyai komposisi kecerdasan yang berbeda. Seluruh aspek kecerdasan tersebut ada pada bagian otak yang berbeda yang dapat bekerja secara sendiri atau secara bersamaan. Kesembilan aspek kecerdasan tersebut bisa tercermin dari kemajemukan cara anak-anak memahami atau belajar tentang dunia di sekitarnya atau berbagai cara mereka untuk bisa cerdas. Sistem pendidikan di Indonesia umumnya mempunyai standar kecerdasan IQ (yang hanya mencakup 2 atau 3 aspek kecerdasan) sehingga orang-orang yang mempunyai kecerdasan di bidang lainnya tidak dapat berkembang secara optimal, karena cenderung tidak dihargai atau dicap bodoh oleh sistem pendidikan yang ada. Masalah prestasi belajar yang lazim terdapat di Indonesia adalah kegagalan di bidang akademik yang ditandai dengan kondisi tidak naik kelas. Anak dianggap belum mampu memahami apa yang diajarkan selama satu tahun, sehingga perlu mengulang di jenjang yang sama. Di Indonesia kriteria kenaikan ke suatu jenjang pendidikan didasarkan pada ketuntasan dalam mata pelajaran. Beberapa sekolah mensyaratkan ketuntasan pada setiap mata pelajaran dalam setiap aspek (kognitif, afektif, dan psikomotorik).

Beberapa memberikan batasan minimal ketidaktuntasan untuk dikatakan mampu naik ke tingkat di atasnya. Syarat kenaikan kelas di atas mengandaikan bahwa semua siswa diharapkan menguasai semua materi atau setidaknya sebagian besar materi yang ditentukan oleh pembuat kebijakan pendidikan. Dengan kata lain siswa dituntut memiliki berbagai kemampuan dalam kurikulum sekolah tanpa memperhatikan perbedaan individual tiap siswa. Jika siswa tidak berhasil mencapainya, dia dinyatakan tidak naik kelas dan dianggap sebagai siswa yang tidak cerdas. Pertanyaannya adalah, benarkah tidak naik kelas sama dengan tidak cerdas? Pada kenyataannya, setiap siswa memiliki kemampuan khusus yang berbeda-beda yang semuanya dapat dikatakan sebagai

kecerdasan. Barangkali seorang siswa tidak mampu menghafal atau memahami banyak materi dalam kurikulum di sekolahnya, tetapi dia memiliki kemampuan kinestetik atau musikal yang luar biasa. Sayangnya, kebanyakan sekolah di negara kita kurang memperhatikan kemampuan tersebut dan lebih berorientasi pada ketidakmampuan siswa sehingga siswa tersebut dinyatakan harus tinggal kelas. Dari paparan ini dapat disimpulkan bahwa ketika dihadapkan pada kondisi tidak naik kelas, sebaiknya orang tua tidak melihat dari segi ketidakmampuan anak, tetapi lebih melihat apa yang menjadi kemampuan anak. Pandangan bahwa tidak naik kelas berarti tidak cerdas sama sekali tidak benar. (www.untukku.com)

Masih pada buku yang sama (2005, 54) disebutkan bahwa implikasi dari teori kecerdasan majemuk terhadap pendidikan adalah munculnya pemahaman dan kesadaran sebagai berikut: Pengertian bahwa banyak cara untuk mengerti dan menguasai pelajaran, dan setiap anak mempunyai cara yang paling efektif untuk mempelajari sesuatu. Kesadaran bahwa menilai anak hanya dengan salah satu aspek kecerdasan saja (matematika, atau bahasa) adalah tidak tepat karena setiap anak itu unik. Tujuan pendidikan bukan menyiapkan anak agar memiliki pengetahuan saja, tetapi juga membentuk karakter (pantang menyerah, motivasi berbuat baik, dan sebagainya). Pendidikan yang hanya mementingkan anak untuk menghafal suatu materi dengan latihan-latihan matematika atau membaca secara intensif dapat mematikan motivasi untuk menggunakan pengetahuannya yang diperoleh di sekolah dalam kehidupan nyata.

c.

Prestasi Belajar Prestasi adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam melakukan kegiatan, atau hasil yang telah dicapai siswa dalam proses pembelajaran. Prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar.

Prestasi belajar di bidang pendidikan adalah hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes atau instrumen yang relevan. Jadi prestasi belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu. Prestasi belajar dapat diukur melalui tes yang sering dikenal dengan tes prestasi belajar. Saifudin Anwar (2005:8-9) mengemukakan bahwa tes prestasi belajar bila dilihat dari tujuannya yaitu mengungkap keberhasilan seseorang dalam belajar. Testing pada hakikatnya menggali informasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Tes prestasi belajar berupa tes yang disusun secara terencana untuk mengungkap performasi maksimal subyek dalam menguasai bahanbahan atau materi yang telah diajarkan. Dalam kegiatan pendidikan formal tes prestasi belajar dapat berbentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, ulangan kenaikan kelas, ujian akhir sekolah dan ujian nasional. Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam memperoleh prestasi. Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar maka perlu dilakukan suatu evaluasi.

Tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui prestasi yang diperoleh siswa setelah proses pembelajaran berlangsung. Adapun prestasi dapat diartikan hasil yang diperoleh karena adanya aktivitas belajar yang telah dilakukan. Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam tingkah laku manusia. Proses tersebut tidak akan terjadi apabila tidak ada sesuatu yang mendorong pribadi yang bersangkutan. Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Prestasi belajar merupakan tingkat kemanusiaan yang dimiliki siswa dalam menerima, menolak dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses pembelajaran. Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau raport setiap bidang studi setelah mengalami proses pembelajaran. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa. Pada kesimpulan penelitian berjudul EVALUASI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN yang tertulis dalam Rahmat Wijayas Blog (2010) disebutkan bahwa:

Peranan evaluasi dalam pendidikan yakni menjadi dasar pembuatan keputusan dan pengambilan kebijakan, mengukur prestasi siswa, mengevaluasi kurikulum, mengakreditasi sekolah, memantau

pemanfaatan dana masyarakat, memperbaiki materi dan program pendidikan. Dalam artikel tersebut juga disebutkan bahwa pada awalnya pengertian evaluasi pendidikan selalu dikaitkan dengan prestasi belajar siswa. Seperti definisi yang pertama dikembangkan oleh Ralph Tyler bahwa evaluasi merupakan proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai. Dalam artikel Episentrum, Psikologi (Psychological Assessment, Counseling) Layanan Psikologi untuk Anak, Remaja dan Dewasa (Psychology of Kid, Adolescence and Adult) (2010) dijelaskan bahwa: Ada dua faktor yang mempengaruhi prestasi akademik seseorang, yaitu faktor internal/pribadi dan eksternal/lingkungan. o Faktor internal a. Inteligensi Taraf inteligensi seseorang dapat tercermin dalam prestasi sekolahnya di semua mata pelajaran. Jadi, ada korelasi antara inteligensi dengan kesuksesan di sekolah.

Peserta didik dengan taraf inteligensi yang tinggi diharapkan dapat mencapai prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan peserta didik yang memiliki taraf inteligensi yang lebih rendah. Namun inteligensi bukan satu-satunya faktor penentu

keberhasilan prestasi akademik karena masih ada faktor lainnya seperti motivasi dan kepribadian serta faktor eksternal. b. Motivasi Motivasi merupakan daya penggerak yang menjadi aktif pada saat-saat tertentu di mana ada kebutuhan untuk mencapai tujuan. Motivasi juga merupakan sesuatu yang menggerakkan individu dari perasaan bosan menjadi berminat untuk melakukan sesuatu. Tercakup di sini adalah motivasi untuk mencapai kelulusan dan motivasi untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi (Sukadji, 2000). Motivasi merupakan tenaga dorong selama tahapan proses belajar yang berfungsi untuk (Sukadji, 2000): 1. Mencari dan menemukan informasi mengenai hal-hal yang dipelajari 2. Menyerap informasi dan mengolahnya 3. Mengubah informasi yang didapat ini menjadi suatu hasil (pengetahuan, perilaku, keterampilan, sikap, dan kreativitas). Secara umum, motivasi terbagi menjadi motivasi internal dan eksternal.

Motivasi internal mengacu pada diri sendiri, misalnya kegiatan belajar dihayati dan merupakan kebutuhan untuk memuaskan rasa ingin tahu. Motivasi eksternal mengacu pada faktor di luar dirinya. Siswa dengan motivasi eksternal akan membutuhkan adanya pemberian pujian atau pemberian nilai sebagai hadiah atas prestasi yang diraihnya (Djiwandono, 2002). Kedua komponen ini bersifat kontekstual, artinya ada pada seseorang sehubungan dengan suatu kegiatan yang dilakukan. Oleh karena itu motivasi dapat berubah sesuai dengan waktu. Menurut McLelland dan Atkinson (dalam Djiwandono, 2002), motivasi yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah motivasi berprestasi, di mana seseorang cenderung berjuang untuk mencapai sukses atau memilih suatu kegiatan yang berorientasi untuk tujuan sukses. c. Kepribadian Kepribadian merupakan suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik seseorang yang menentukan bagaimana individu dapat menyesuaikan diri secara unik dengan lingkungannya.

Kepribadian dapat berubah dan dimunculkan dalam bentuk tingkah laku. Organisasi adalah hubungan antar traits yang selalu berubah dan diwujudkan dalam bentuk traits-traits yang dominan.

Sedangkan sistam psikofisik adalah kebiasaan-kebiasaan, sikapsikap, nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan, keadaan emosi dan dorongan-dorongan. Sistem inilah yang akan mendorong

seseorang untuk menentukan penyesuaian dirinya sebagai hasil belajar atau pengalaman. o Faktor eksternal a. Lingkungan rumah Lingkungan rumah terutama orang tua, memegang peranan penting serta menjadi guru bagi anak dalam mengenal dunianya. Orang tua adalah pengasuh, pendidik dan membantu proses sosialisasi anak. b. Lingkungan sekolah Menurut Ormrod (2006) lingkungan sekolah yang baik adalah lingkungan yang nyaman sehingga anak terdorong untuk belajar dan berprestasi. Ada beberapa karakteristik lingkungan sekolah yang nyaman sebagai tempat belajar (Burstyn & Stevens dalam Ormrod, 2006), yaitu: 1) Sekolah mempunyai komitmen untuk mendukung semua usaha murid agar sukses baik dalam bidang akademik maupun sosial. 2) Adanya kurikulum yang menantang dan terarah. 3) Adanya perhatian dan kepercayaan murid serta orang tua terhadap sekolah.

4) Adanya ketulusan dan keadilan bagi semua murid, baik untuk murid dengan latar belakang keluarga yang berbeda, beda ras maupun etnik. 5) Adanya kebijakan dan peraturan sekolah yang jelas. Misalnya panduan perilaku yang baik, konsekuensi yang konsisten, penjelasan yang jelas, kesempatan menjalin interaksi sosial serta kemampuan menyelesaikan masalah. 6) Adanya partisipasi murid dalam pembuatan kebijakan sekolah. 7) Adanya mekanisme tertentu sehingga siswa dapat

menyampaikan pendapatnya secara terbuka tanpa rasa takut. 8) Mempunyai tujuan untuk meningkatkan perilaku prososial seperti berbagi informasi, membantu dan bekerja sama. 9) Membangun kerja sama dengan komunitas keluarga dan masyarakat. 10) Mengadakan kegiatan untuk mendiskusikan isu-isu menarik dan spesial yang berkaitan dengan murid. Sedangkan di kelas, sebaiknya kelas cukup besar dengan jumlah murid yang tidak terlalu banyak sehingga guru dapat memonitor setiap siswa. Kelas yang baik dan produktif adalah kelas yang nyaman secara tata ruang, memunculkan motivasi internal siswa untuk belajar, kegiatan guru yang terarah serta kegiatan monitor terhadap siswa.

Tarmidi (Iklim Kelas dan Prestasi Belajar, 2006) menjelaskan bahwa proses belajar mengajar erat sekali kaitannya dengan lingkungan atau suasana di mana proses itu berlangsung. Meskipun prestasi belajar juga dipengaruhi oleh banyak aspek seperti gaya belajar, fasilitas yang tersedia, pengaruh iklim kelas masih sangat penting. Hal ini beralasan karena ketika para peserta didik belajar di ruangan kelas, lingkungan kelas, baik itu lingkungan fisik maupun non fisik kemungkinan mendukung mereka atau bahkan malah mengganggu mereka. Ada beberapa penelitian yang membuktikan bahwa iklim kelas ikut mempengaruhi prestasi belajar peserta didik. Sijde (1988) melakukan penelitian terhadap 558 peserta didik kelas 2 Sekolah Menengah Pertama yang belajar Matematika di Belanda dengan menggunakan Dutch Classroom Climate Questionnaire (DCCQ). Salah satu indikator iklim kelas itu, pengawasan guru terhadap peserta didik mempunyai korelasi yang signifikan dengan prestasi belajar peserta didik. Lebih jauh, Fraser (1986) mendokumentasikan lebih dari 45 penelitian yang membuktikan adanya hubungan positif antara iklim kelas dengan prestasi belajar peserta didik. Penelitian-penelitian itu

menggunakan berbagai macam alat ukur iklim kelas seperti Learning Environment Inventory (LEI), Classroom Environment Scales (CES), Individualized Classroom Environment Questionnaire (ICEQ), My Class Inventory (MCI) dan instrument-instrumen yang lain di beberapa negara.

Kesimpulan dari beberapa studi tersebut di atas adalah bahwa prestasi belajar peserta didik juga ditentukan oleh kualitas iklim kelas di mana mereka belajar. Implikasi lebih lanjut dari studi-studi itu adalah bahwa prestasi belajar peserta didik dapat ditingkatkan dengan menciptakan iklim kelas yang kondusif dan lebih baik. Iklim kelas diyakini berkorelasi positif dengan perubahan tingkah laku dan prestasi hasil pembelajaran siswa. Dengan kata lain, iklim kelas merupakan salah satu cara untuk meningkatkan efektifitas dan kualitas pembelajaran di kelas. Namun demikian, pada umumnya guru dan kepala sekolah belum mengetahui makna dan hakikat serta dampak iklim kelas terhadap proses belajar-mengajar.

C. Kerangka Konseptual Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Sumber: Paradigma Penelitian

Penjelasan: Kematangan siswa dengan aspek-aspek yang mempengaruhinya merupakan modal awal dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah dasar. Oleh sebab itu pada proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang diadakan di awal tahun pelajaran, diwajibkan bagi calon siswa untuk mengikuti Tes Kematangan Siswa oleh sebuah lembaga konsultasi psikologi, sebagai salah satu persyaratan yang harus dipenuhi. Faktor pendukung awal yaitu usia, pola asuh keluarga, lingkungan tempat tinggal dan media massa berpengaruh pada tingkat kematangan siswa, yang akan diketahui nilainya melalui Tes Kematangan Siswa. Dari hasil Tes Kematangan Siswa, dapat diraba/diperkirakan mengenai kemampuan siswa dalam menerima pelajaran, tingkah laku siswa dalam belajar dan bersosialisasi, serta kemandirian dan tanggung jawab siswa, yang nantinya bisa jadi mengalami perubahan seiring dengan berjalannya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran terjadi pengembangan kecerdasan, tidak lepas dari faktor yang mempengaruhi yaitu potensi siswa itu sendiri dan kompetensi guru dalam mengaplikasikan metode pembelajaran, salah satunya yaitu aplikasi teori kecerdasan majemuk. Pada akhirnya akan dicapai prestasi belajar, yang dapat diketahui dari nilai-nilai tes/ulangan, progress/perkembangan yang terlihat selama proses pembelajaran, perubahan sikap, atau kemanfaatan yang dapat dibuat oleh individu siswa bagi dirinya sendiri maupun lingkungan sosialnya.

D. Temuan-temuan yang Diharapkan Berdasarkan hasil penelitian terdahulu serta landasan teori yang telah diuraikan di atas, serta mengacu kepada kerangka konseptual yang telah dibuat, maka beberapa jawaban yang mungkin ditemukan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 6. Faktor kematangan siswa merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi pencapaian hasil/prestasi belajar siswa, karena aspekaspek kematangan siswa itu sendiri merupakan bagian dari faktor intern (kecerdasan, bakat, kemampuan menerima pelajaran, kemampuan bersosialisasi) dan faktor ekstern (pola asuh keluarga, lingkungan tempat tinggal, media massa) yang mempengaruhi prestasi belajar. 7. Konsekuensi aplikasi kecerdasan majemuk terhadap pencapaian prestasi belajar peserta didik adalah adanya perlakuan yang istimewa terhadap semua anak, karena mereka memiliki potensi yang berbeda, sehingga tidak dapat selalu dikelompokkan dalam satu kelompok yang sama atau diukur dengan alat ukur yang sama, misalnya nilai mata pelajaran tertentu saja atau hanya menilai secara akademik saja. 8. Ada korelasi searah antara faktor kematangan peserta didik dengan aplikasi kecerdasan majemuk. Artinya aplikasi kecerdasan majemuk dapat berpengaruh dalam meningkatkan kematangan peserta didik, sementara faktor kematangan tidak berpengaruh pada aplikasi kecerdasan majemuk. Adapun aplikasi kecerdasan majemuk lebih dipengaruhi oleh kompetensi guru atau pendidik.

9.

Kebijakan yang perlu dikaji kembali berkenaan dengan faktor kematangan siswa, aplikasi kecerdasan majemuk serta pencapaian prestasi belajar peserta didik adalah mengenai pengembangan kurikulum, penilaian hasil belajar dan sistem kenaikan kelas, selayaknya meninjau perbedaan kemampuan dan potensi siswa.

10. Dengan kebijakan tersebut di atas, dapat menghindarkan dampak negatif seperti kondisi psikologis siswa yang menurun karena dianggap tidak bisa, bodoh dan lain sebagainya, sebaliknya memacu siswa untuk menjadi lebih percaya diri dan memberi kesempatan yang sama kepada seluruh siswa untuk mengembangkan potensi dirinya. Temuan-temuan di atas diharapkan dapat menjawab pertanyaanpertanyaan yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini, dan nantinya akan dibuktikan setelah hasil penelitian yang diperoleh dianalisis hingga ditarik kesimpulan.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel Variabel dalam penelitian ini adalah: 1) Kematangan siswa Yaitu tingkat kematangan calon siswa atau peserta didik baru yang akan memasuki kelas satu Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Insan Rabbani. Alat ukur: hasil Tes Kematangan Siswa yang diadakan oleh pihak sekolah bekerja sama dengan sebuah lembaga konsultasi psikologi. 2) Aplikasi Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) Yaitu penerapan/aplikasi teori kecerdasan majemuk pada proses pembelajaran di dalam kelas, dengan fokus (pemusatan perhatian) pada metode yang dilakukan oleh tenaga pendidik. Alat ukur: hasil supervisi/pengawasan terhadap proses pembelajaran sehari-hari di dalam kelas, serta wawancara untuk mengetahui pengetahuan/kompetensi guru mengenai kecerdasan majemuk itu sendiri. 3) Prestasi/hasil belajar siswa Yaitu pencapaian prestasi yang diperoleh siswa selama dua semester berturut-turut setelah mengalami proses pembelajaran di sekolah. Alat ukur: nilai rapor yang diperoleh pada dua semester terakhir.

B. Populasi dan Sampel Populasi yang digunakan sebagai obyek penelitian adalah: Untuk variabel (1) dan (3) yaitu siswa/i SDIT Insan Rabbani, dan sampel yang diambil adalah beberapa siswa angkatan 2005/2006 sampai dengan angkatan 2009/2010, yaitu siswa kelas II sampai dengan kelas VI pada tahun pelajaran 2010/2011. Untuk variabel (2) yaitu guru SDIT Insan Rabbani, dan sampel yang diambil adalah guru yang sudah berpengalaman dalam mengajar dengan menggunakan metode aplikasi kecerdasan majemuk.

C. Sumber dan Jenis Data Data berupa hasil Tes Kematangan Siswa merupakan data sekunder, karena data tersebut diterbitkan atau digunakan oleh organisasi yang bukan pengolahnya. Organisasi yang mengolahnya adalah lembaga konsultasi psikologi yang bekerja sama dengan SDIT Insan Rabbani. Sementara SDIT Insan Rabbani menyimpan dan menggunakan data tersebut sebagai bekal awal siswa yang baru masuk. Data lain yang diperoleh merupakan data primer, karena penulis memperoleh data tersebut langsung dari pemilik dan pengolah data tersebut. Data yang dimaksud adalah: - Data berupa kualifikasi, kompetensi, hasil supervisi serta wawancara guru yang diperoleh langsung dari pihak manajemen sekolah (dalam hal ini diwakilkan oleh Kepala Sekolah dan Tata Usaha).

- Data berupa nilai rapor siswa selama dua semester berturut-turut, yaitu pada semester genap tahun pelajaran 2009/2010 dan pada semester ganjil tahun pelajaran 2010/2011. Karena data-data tersebut bersumber dari instansi itu sendiri, dalam hal ini adalah lembaga pendidikan SDIT Insan Rabbani, maka dapat digolongkan juga ke dalam data internal. Adapun fungsi lembaga konsultasi psikologi yang membuat data tersebut hanya untuk membantu pihak sekolah sesuai dengan keahlian dan fasilitas yang dimiliki. Maka data yang diperoleh pun (hasil Tes Kematangan Siswa) kembali menjadi milik internal SDIT Insan Rabbani. Sementara itu jenis data yang diperoleh adalah: - Untuk variabel (1) dan variabel (3) berupa data kuantitatif, karena merupakan data yang berupa angka-angka dan dapat dijabarkan secara grafis berupa diagram batang. - Untuk variabel (2) berupa data kualitatif, karena merupakan

penilaian/pendapat dari hasil pengawasan/supervisi serta wawancara terhadap beberapa sampel yang memenuhi kualifikasi. Data pada variabel (1) dan (2) merupakan data cross-section, karena hanya dikumpulkan pada satu waktu saja, yaitu pada saat penerimaan siswa baru di awal tahun pelajaran (untuk hasil Tes Kematangan Siswa); dan proses pembelajaran yang dapat diamati pada kurun waktu selama berlangsungnya penelitian (untuk pengawasan aplikasi kecerdasan majemuk).

Sedangkan pada variabel (3) data yang diambil adalah data timeseries, karena berupa data yang dikumpulkan selama dua semester berturutturut, yaitu akhir tahun pelajaran 2009/2010 dan semester gasal tahun pelajaran 2010/2011(nilai rapor siswa dua semester terakhir pada masa penelitian berlangsung, yaitu sepanjang tahun 2010).

D. Metode Pengumpulan Data Metode yang dilakukan dalam mengumpulkan data adalah: - Metode pengamatan langsung, yaitu dengan melakukan pengamatan terhadap siswa sebagai obyek/sampel yang pertama, mengamati sejauh mana kesesuaian antara data berupa hasil Tes Kematangan Siswa maupun nilai rapornya selama enam tahun berturut-turut dengan potensi yang bisa dilihat secara kasat mata pada siswa tersebut. Sedangkan untuk sampel obyek yang kedua yaitu mengadakan pengamatan terhadap proses pembelajaran oleh guru yang menerapkan metode kecerdasan majemuk. - Metode dengan menggunakan pertanyaan, yaitu dengan mengajukan wawancara bagi guru-guru yang melakukan metode pembelajaran dengan aplikasi kecerdasan majemuk dan guru-guru yang mengikuti

perkembangan siswa selama enam tahun. Fokus pertanyaan yang diajukan adalah seputar pemahaman mengenai kecerdasan majemuk serta pengamatan Kematangan, terhadap melalui perkembangan proses siswa sejak menjalani Tes

pembelajaran

hingga

memperoleh

hasil/prestasi secara berkala/periodik.

E. Teknik Analisis Data Sesuai dengan jenis penelitian yang merupakan penelitian

eksperimental, maka teknik analisis data atau alat-alat analisis yang digunakan dalam menguji dan menganalisa data adalah: - Analisis Deskriptif Analisis Deskriptif digunakan untuk menganalisa data hasil tes kematangan siswa yang diperoleh hanya pada tahun pelajaran awal data nilai rapor siswa yang dicapai selama dua semester berturut-turut yaitu semester genap tahun pelajaran 2009/2010 serta semester ganjil tahun pelajaran 2010/2011. Data diolah dengan menggunakan Microsoft Excel untuk memperoleh diagram batang sehingga dapat diterjemahkan dalam bentuk uraian deskripsi yang mampu menggambarkan penjelasan mengenai grafik tersebut. - Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, and Threat) Analisis SWOT digunakan untuk menganalisis data mengenai aplikasi kecerdasan majemuk pada proses pembelajaran. Analisis SWOT (Strengths/kekuatan, Weaknesses/kelemahan,

Opportunities/peluang, dan Threats/ancaman) merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka mempersiapkan perencanaan. Analisis SWOT sudah menjadi alat yang umum digunakan dalam perencanaan strategis pendidikan, namun ia tetap merupakan alat yang efektif dalam menempatkan potensi intitusi.

Analisis SWOT dalam program sekolah dapat dilakukan dengan membuat matrik SWOT. Matrik ini terdiri dari sel-sel daftar kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam penyelenggaraan program sekolah. Untuk memperoleh mutu sekolah dapat dilakukan: Strategi SO (menggunakan kekuatan dan memanfaatkan peluang). Strategi WO (memperbaiki kelemahan dan mengambil manfaat dari peluang). Strategi ST (menggunakan kekuatan dan menghindari ancaman). Strategi WT (mengatasi kelemahan dan menghindari ancaman).

BAB IV HASIL PENELITIAN, ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian a. Alasan Memilih Obyek Penelitian Yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah sebuah sekolah dasar, yaitu sekolah dasar swasta yang merupakan sekolah Islam terpadu. Penulis memilih obyek tersebut karena seperti halnya sekolah Islam terpadu lainnya, sekolah tersebut menggunakan metode kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences) serta melaksanakan tes kematangan terhadap calon siswa yang akan menduduki tingkat I, sehingga mampu memenuhi variabel-variabel yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Selain itu, sebagai sekolah berusia muda dan baru saja memperoleh predikat Akreditasi dari Dinas Pendidikan Nasional, sekolah ini masih sangat sederhana dengan jumlah siswa relatif sedikit sehingga memudahkan penelitian.

b.

Profil Obyek Penelitian Identitas Sekolah Nama obyek penelitian adalah Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Insan Rabbani berlokasi di Jalan Ratu Boko IV Komplek Duta Kranji, Kelurahan Bintara, Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi, Jawa Barat.

Lokasi sekolah tersebut terletak di perbatasan kompleks perumahan dan perkampungan. Sekolah ini merupakan sekolah swasta yang baru meluluskan dua angkatan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Lokasi Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu (SMPIT) Insan Rabbani berada satu gedung dengan SDIT Insan Rabbani, dan lahir pada tahun yang sama. SDIT Insan Rabbani yang baru saja memperoleh Sertifikat Akreditasi A ini tergolong Gugus Sekolah Inti di wilayahnya dengan waktu penyelenggaraan pagi, karena dengan gedung sederhana milik sendiri dapat menampung seluruh siswa yang terdiri atas enam jenjang dengan masing-masing jenjang hanya memiliki satu kelas. Total jumlah siswa adalah 125 siswa/i. Waktu penyelenggaraan pendidikan yaitu hari Senin sampai dengan Jumat pukul 07.30 14.30 (kelas I dan kelas II) dan pukul 07.30 15.00 (kelas III s.d kelas VI) kecuali hari Jumat, siswa pulang pukul 11.00 (kelas I dan kelas II) dan pukul 11.30 (kelas III s.d kelas VI), dan sebagian siswa mengikuti ekstrakurikuler serta PDM (pendalaman materi) hingga pukul 14.30. Kurikulum yang digunakan adalah penggabungan Kurikulum Lokal dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) sebagai kurikulum resmi yang ditetapkan oleh pemerintah sejak tahun 2006.

Mata Pelajaran yang menjadi Muatan Lokal Umum adalah Bahasa Inggris dan Bahasa Sunda, serta Muatan Lokal Khusus sekaligus merupakan ciri khas sekolah ini adalah Tilawah Quran (TQ) yang terdiri dari Tahsin dan Tahfidz (pembelajaran cara membaca dan menghafal Al-Quran), Fiqih, Kaligrafi dan Bahasa Arab.

Siswa, Kelas (Rombongan Belajar) dan Daftar Nilai Ujian Sekolah Kapasitas siswa dalam satu kelas adalah tidak lebih dari 30 siswa, agar lebih maksimal dalam proses pembelajaran sehingga konsentrasi dan kemampuan siswa bisa lebih terpantau. Sebelum dinyatakan diterima, calon siswa harus melalui Tes Kematangan Siswa yang diselenggarakan atas kerja sama dengan suatu lembaga psikologi. Tabel 4.1 Penerimaan Siswa Baru Tingkat I
Asal Siswa
(1)

Rencana Penerimaan
(2)

Pendaftar L
(3)

Siswa Diterima di Tingkat I L+P


(5)

P
(4)

L
(6)

P
(7)

L+P
(8)

1. Tamatan TK 2. Bukan TK Jumlah

25 25

25 25

50 50

12 12

12 12

24 24

Sumber: Laporan Individu Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah Tahun Pelajaran 2010/2011, Keadaan 31 Juli 2010

Walaupun tidak ada persyaratan mengenai usia calon siswa, tetapi setelah menjalani Tes Kematangan Siswa, rata-rata siswa yang diterima adalah yang berusia tidak kurang dari 6 tahun.

Tabel 4.2 Siswa Baru Tingkat I menurut Umur dan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
5 Tahun

Siswa Baru Tingkat I menurut Umur


6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10 Tahun

Jumlah Siswa Baru


(8) (7)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

1. Laki-laki 2. Perempuan Jumlah -

12 12 24 -

12 12 24

Sumber: Laporan Individu Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah Tahun Pelajaran 2010/2011, Keadaan 31 Juli 2010

Selain menerima siswa baru kelas I, SDIT Insan Rabbani juga menerima siswa pindahan kelas II, kelas III, kelas IV, kelas V dan kelas VI, yang juga harus memenuhi tes berupa tes mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, Matematika, Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan Alam serta Baca Tulis Al-Quran, untuk mengetahui kemampuan siswa tersebut secara umum dan sedikit gambaran mengenai kecerdasan yang dimilikinya. Tabel 4.3 Siswa menurut Tingkat, Jenis Kelamin dan Umur
Umur
(1)

Tingkat I L P
(2) (3)

Jumlah Siswa menurut Tingkat dan Jenis Kelamin Tingkat II Tingkat III Tingkat IV Tingkat V L P L P L P L P
(4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

Tingkat VI L P
(12) (13)

Jumlah L
(14)

P
(15)

( 5 Th ) ( 6 Th ) 12 12 12 12 ( 7 Th ) 7 7 7 7 ( 8 Th ) 14 8 14 8 ( 9 Th ) 15 14 15 14 ( 10 Th ) 11 8 11 8 ( 11 Th ) 10 7 10 7 ( 12 Th ) ( 13 Th ) ( 14 Th ) ( 15 Th ) ( 16 Th ) Jumlah 12 12 7 7 14 8 15 14 11 8 10 7 69 56 Sumber: Laporan Individu Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah Tahun Pelajaran 2010/2011, Keadaan 31 Juli 2010

Sebagai sekolah Islam terpadu, tentu saja seluruh siswa SDIT Insan Rabbani beragama Islam, dan ini merupakan syarat utama untuk menjadi siswa di sekolah tersebut. Tabel 4.4 Siswa menurut Agama
Islam
(1)

Protestan
(2)

Katolik
(3)

Budha
(4)

Hindu
(5)

Konghuchu
(6)

Jumlah
(7)

125

125

Sumber: Laporan Individu Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah Tahun Pelajaran 2010/2011, Keadaan 31 Juli 2010

Sejak berdirinya hingga sekarang, dan sebagai konsekuensi dari aplikasi kecerdasan majemuk serta sistem penyetaraan yang berlaku di SDIT Insan Rabbani, artinya tidak ada diskriminasi dalam hal apa pun, maka sejauh ini hampir tidak ada siswa yang mengulang maupun putus sekolah. Adapun pernah terdapat satu siswa yang tinggal kelas bukan dengan alasan ketertinggalan akademis, melainkan karena tidak adanya kerja sama dari orang tua dari siswa yang bersangkutan sehingga ia mengalami penurunan dalam hal sikap, moral, akhlaq serta ketidakhadiran yang kerap disebabkan oleh ketidakpedulian orang tua. Hal ini sangat sulit ditolerir karena lingkungan keluarga sangat berpengaruh pada perkembangan seorang anak. Akibatnya, keputusan yang sangat berat harus dibuat dengan harapan agar dapat menjadi pelajaran berharga pula bagi keluarga anak tersebut.

Dengan demikian, selama ini belum ada kasus di sekolah tersebut yang membuat pihak sekolah memutuskan untuk seorang siswa harus mengulang karena semata-mata alasan akademis. Tabel 4.5 Siswa Mengulang dan Putus Sekolah menurut Tingkat dan Jenis Kelamin
Siswa
(1)

Tingkat I L P
(2) (3)

Tingkat II L P
(4) (5)

Tingkat III L P
(6) (7)

Tingkat IV L P
(8) (9)

Tingkat V L P
(10) (11)

Tingkat VI L P
(12) (13)

Jumlah L P
(14) (15)

1. Mengulang 2. Putus Sekolah

Sumber: Laporan Individu Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah Tahun Pelajaran 2010/2011, Keadaan 31 Juli 2010

Sebagaimana dikemukakan di atas, jumlah siswa di SDIT Insan Rabbani relatif tidak terlalu banyak, hanya dengan enam (6) jenjang atau tingkat yang masing-masing jenjang tersebut hanya terdiri atas satu (1) kelas atau rombongan belajar. Tiap-tiap kelas atau rombongan belajar berkapasitas tidak lebih dari 30 siswa untuk memudahkan pengawasan guru dan konsentrasi siswa. Tabel 4.6 Kelas (Rombongan Belajar) menurut Tingkat
Tingkat I
(1)

Tingkat II
(2)

Tingkat III
(3)

Tingkat IV
(4)

Tingkat V
(5)

Tingkat VI
(6)

Jumlah
(7)

Sumber: Laporan Individu Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah Tahun Pelajaran 2010/2011, Keadaan 31 Juli 2010

Tahun 2010 merupakan tahun kedua bagi SDIT Insan Rabbani meluluskan siswa-siswi tingkat VI.

Sebagaimana tahun sebelumnya, tahun ini siswa-siswi SDIT Insan Rabbani lulus 100% dengan hasil yang cukup memuaskan. Karena jumlah siswa yang belum memenuhi syarat, penyelenggaraan ujian nasional masih bergabung dengan sekolah lain yaitu sekolah negeri setempat. Tabel 4.7 Siswa Tingkat VI, Peserta Ujian Akhir Sekolah dan Lulusan
Siswa Tingkat VI L
(1)

Peserta L+P
(3)

Lulusan L+P
(6)

P
(2)

L
(4)

P
(5)

L
(7)

P
(8)

L+P
(9)

10

10

10

Sumber: Laporan Individu Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah Tahun Pelajaran 2010/2011, Keadaan 31 Juli 2010

Tabel 4.8 Daftar Nilai Ujian Sekolah Dasar tiap Mata Pelajaran
Mata Pelajaran
(1)

Nilai Ujian Sekolah Minimum


(2)

Rata-rata
(3)

Maksimum
(4)

1. Bahasa Indonesia 2. Matematika 3. Ilmu Pengetahuan Alam 4. Pendidikan Agama 5. Pendidikan Kewarganegaraan 6. Ilmu Pengetahuan Sosial 7. Seni Budaya dan Keterampilan 8. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan 9. Bahasa Inggris 10. Muatan Lokal

8.00 7.60 8.00 7.50 8.20 8.00 7.50 7.50 7.67 7.51

9.33 7.96 8.52 9.35 9.14 8.92 9.56 9.56 8.25 8.67

9.90 8.00 9.00 9.83 9.80 9.80 9.90 9.90 9.00 9.44

Sumber: Laporan Individu Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah Tahun Pelajaran 2010/2011, Keadaan 31 Juli 2010

Pada lulusan angkatan yang pertama (Ujian Sekolah Dasar Tahun Pelajaran 2008/2009), nilai yang diperoleh siswa-siswi SDIT Insan Rabbani tergolong kategori A+, kemudian pada tahun berikutnya (Ujian Sekolah Dasar Tahun Pelajaran 2009/2010) termasuk pada kategori A, walaupun ada satu siswa yang harus didampingi pada saat menempuh Ujian Sekolah dikarenakan kesulitannya dalam memahami soal. Hal tersebut tentu saja dilakukan atas izin dari Dinas Pendidikan Nasional, mengingat motivasi siswa tersebut yang cukup tinggi meskipun progress peningkatan akademisnya tidak

menunjukkan diagram yang cukup memuaskan. Dan setelah menempuh ujian pun, ia berhasil melewati batas nilai yang menjadi SKL (Standar Kelulusan). Kasus ini merupakan bukti konsistensi sekolah terhadap sikap apresiatif kepada siswa tanpa memandang tingkat kecerdasan mereka. Apresiasi terhadap siswa merupakan salah satu indikator konsekuensi penerapan kecerdasan majemuk, karena dengan demikian maka kesempatan diberikan kepada siswa yang nilai akademisnya tertinggal tetapi dia memiliki motivasi yang sangat kuat untuk dapat berprestasi. Walaupun prestasi yang dicapai tidak semaksimal teman-temannya, tetapi apabila keluarga serta para pendidik memberi peluang baginya untuk tetap maju maka semangatnya untuk berkembang akan lebih terpacu.

B. Data-data Hasil Penelitian a. Hasil Tes Kematangan Siswa Dalam melaksanakan Tes Kematangan Siswa, SDIT Insan Rabbani Bekasi Barat bekerja sama dengan lembaga Dzikra

Psychological Services. Pemeriksaan psikologis berupa tes kematangan untuk anak yang akan memasuki sekolah dasar tersebut bertujuan agar pihak orang tua dan pengelola sekolah akan mendapatkan: - Gambaran dan alasan yang jelas mengapa seorang anak bisa sekolah di tingkat sekolah dasar dan mengapa anak lain belum bisa diterima di bangku sekolah dasar. - Untuk mengetahui secara psikologis gambaran aspek mental anak sebelum menginjak sekolah dasar. - Sebagai alat ukur yang objektif dalam penerimaan murid baru. Diharapkan orang tua tidak berprasangka buruk kepada pengelola sekolah disebabkan tidak jelasnya parameter yang digunakan dalam meluluskan anak. - Mendapatkan gambaran psikologis anak yang memiliki

kecenderungan menyimpang (disorder) seperti keterbelakangan mental (mental retardation), slow learner, kesulitan belajar, autism, gangguan persepsi dan sebagainya. Aspek psikologis yang diukur dalam Tes Kematangan Siswa yang diadakan oleh SDIT Insan Rabbani adalah meliputi:

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Pengamatan bentuk dan kemampuan membedakan Motorik halus Pengertian tentang besar, jumlah dan perbandingan Ketajaman penglihatan Pengamatan kritis Konsentrasi Daya ingat Pengertian tentang objek dan penilaian terhadap situasi Memahami cerita

10. Gambar orang Pada prinsipnya tes kematangan siswa dilakukan secara individual, namun mengingat keterbatasan waktu dan tenaga maka dapat dilakukan secara klasikal (kolektif) dengan tetap memegang prinsipprinsip pelaksanaan psikotes yang akurat. Lama pelaksanaan tes yaitu sekitar 2 3 jam. Karena keterbatasan penyimpanan data serta terjadinya pergantian kepemimpinan dan manajemen, maka data yang diperoleh berupa hasil tes kematangan siswa yang diadakan oleh SDIT Insan Rabbani tidak semaksimal yang diharapkan oleh peneliti. Namun demikian, data yang ada kiranya cukup mewakili dan keakuratannya dapat

dipertanggungjawabkan oleh pihak sekolah.

Hasil Tes Kematangan Siswa yang diadakan oleh SDIT Insan Rabbani bekerja sama dengan lembaga konsultasi psikologi terhadap beberapa siswa pada tiap-tiap jenjang adalah sebagai berikut (seluruh sampel adalah siswa yang diterima dan mendaftar ulang di SDIT Insan Rabbani setelah menjalani Tes Kematangan Siswa, adapun peserta Tes Kematangan Siswa yang tidak mendaftar ulang maka tidak dapat dijadikan sampel): Tabel 4.9 Hasil Tes Kematangan Siswa No. Nama Siswa Usia pada saat tes (tahun) 6.0 5.9 6.5 6.0 6.0 6.0 6.0 Usia pada saat tes (tahun) 6.0 6.0 6.0 5.11 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.7 6.0 6.3 Nilai total 53 63 85 93 91 82 89 Nilai total 70 84 84 85 89 84 84 57 80 81 84 84 Keterangan

Kelas II 1 Aya Sofya Nidaulhaq 2 Azzam Shidqi Fathoriq 3 Edi Mufqi 4 Itsna Faria 5 Khonsa Syahidah 6 Mahdi Mutashim 7 M. Azzam Kafabila

Belum matang Matang Matang Matang Matang Matang Matang

No.

Nama Siswa

Keterangan

Kelas III 1 Aiman 2 Alisha Zahra Sa'diyah 3 Dia Ulhaq Al Fajri 4 M. Farhan 5 M. Amar Izzudin 6 M. Azka Kurniawan 7 M. Fauzan A. 8 Nabil Zihnis 9 Nabila Isa Alfarisi 10 Rizky Putra M. 11 Sofian Akmal 12 Zahra Raihanun

Belum matang Matang Matang Matang Matang Matang Matang Belum matang Matang Matang Matang Matang

No.

Nama Siswa

Usia pada saat tes (tahun) 6.0 6.0 6.0 6.0 6.5 6.8 6.0 5.7 5.1 6.0 8.0 6.0 6.0 6.5 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 5.8 Usia pada saat tes (tahun) 5.11 6.4 6.9 6.1 5.8 5.11 6.6 5.9 6.8 5.11 5.10 6.2 6.4 6.9 6.0

Nilai total 80 80 75 82 74 86 70 78 67 80 98 57 82 63 80 61 80 79 66 60 Nilai total 84 105 181 109 64 89 126 78 83 108 105 108 75 73 100

Keterangan

Kelas IV 1 Abdullah Fatthi Azzam 2 Aisyah 3 Annisa Cikal Kartika 4 Bennafis Mulya Izzul Haq 5 Farhamah D.Ustari 6 Fatiya Fira S 7 Hanifah Syahidah 8 Hanzholah 9 Hisyam Al-Anshor 10 Ilham Khatami 11 Kiara Zihni F 12 Luthfiyah 13 Muadz Arsyad 14 M. Akhyar 15 Muhammad Nur Karim 16 Muhammad Zein Ukhrowi 17 Nur Inayah Ramadhan 18 Rifa Khairunnisa 19 Syahnia Prihandini 20 Syaibatul Hamdi Arroyan

Matang Matang Matang Matang Matang Matang Matang Matang Matang Matang Matang Belum matang Matang Matang Matang Belum matang Matang Matang Matang Belum matang

No.

Nama Siswa

Keterangan

Kelas V 1 Arie Hidayat 2 Azzamudin Ilham 3 Dandi Rais Machmudi 4 Farhan Fikruel Haq 5 Hamzah Jundana 6 Istiqomatul Fadillah 7 Khodijah 8 Khonsa 9 Latitsa Syafa Kalaw 10 Lulu Dafa 11 Muadz 12 Muhammad Rafli 13 M. Rizky Ramadhan 14 Puteri Raudya Tuzzahra 15 Salsabila Nurizah

Belum matang Matang Matang Belum matang Belum matang Matang Belum matang Belum matang Belum matang Matang Belum matang Matang Belum matang Belum matang Matang

No.

Nama Siswa

Usia pada saat tes (tahun) 6.1 6.4 5.11 5.11 5.1 5.11 6.7 6.5

Nilai total 54 51 59 66 59 57 69 61

Keterangan

Kelas VI 1 Adam Fauzi Hasan 2 Anisa Husna Riska 3 Fabbiola Irawan 4 Fahmi Fauzan 5 Fathan Sholahudin 6 Muhammad Faturrohman 7 Muhammad Rafi' Muayyidin 8 Muhammad Rawi Kawista

Belum matang Matang Matang Matang Matang Matang Matang Matang

Dari hasil Tes Kematangan Siswa di atas, maka jumlah sampel adalah sebagai berikut: - Kelas II berjumlah 7 siswa - Kelas III berjumlah 12 siswa - Kelas IV berjumlah 20 siswa - Kelas V berjumlah 15 siswa - Kelas VI berjumlah 8 siswa Jumlah siswa yang dijadikan sampel seluruhnya adalah 62 siswa. Siswa kelas I tidak dapat dijadikan sampel karena baru menjalani proses pembelajaran selama satu semester saja.

b.

Aplikasi Kecerdasan Majemuk Dari hasil wawancara dan pengamatan langsung terhadap 10 (sepuluh) responden mengenai aplikasi teori Kecerdasan majemuk (Multiple Intelligence Theory) yang dilakukan oleh guru SDIT Insan Rabbani terhadap siswa-siswi SDIT Insan Rabbani, dihasilkan beberapa resume sebagai berikut:

1) Mengenai pengetahuan responden tentang Teori Kecerdasan Majemuk: - Seluruh guru/responden, atau dapat dikatakan 100% guru SDIT Insan Rabbani mengetahui tentang Teori Kecerdasan Majemuk - Dengan demikian, maka 0% guru, atau tidak ada satu pun responden yang tidak mengetahui perihal Teori Kecerdasan Majemuk. 2) Mengenai dukungan terhadap Teori Kecerdasan Majemuk: - Seluruh responden tersebut juga berpendapat bahwa Teori Kecerdasan Majemuk sangat baik, karena menganggap semua anak cerdas, dan memperhatikan potensi apapun pada siswa. Dengan kata lain, 100% guru SDIT Insan Rabbani mendukung adanya teori Kecerdasan Majemuk tersebut. - Tidak ada responden (0%) yang berpendapat bahwa Teori Kecerdasan Majemuk biasa saja dan tidak mempunyai kelebihan yang signifikan. - Tidak ada responden (0%) yang kurang mendukung Teori Kecerdasan Majemuk karena terlalu menyulitkan dalam proses pembelajaran. 3) Walaupun mereka mengetahui dan mendukung Teori Kecerdasan Majemuk, namun ternyata: - Hanya 30% responden yang sudah pernah mengikuti pelatihan Teori Kecerdasan Majemuk.

- Sedangkan 70% responden belum pernah mengikuti pelatihan Teori Kecerdasan Majemuk. 4) Terdapat 3 (tiga) kategori pelaksanaan metode kecerdasan majemuk pada beberapa mata pelajaran di SDIT Insan Rabbani, yaitu: 20% responden selalu menerapkan metode kecerdasan majemuk, yaitu pada mata pelajaran Matematika dan Komputer. 60% responden kadang-kadang menerapkan metode kecerdasan majemuk, yaitu pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), Fiqih, Bahasa Arab, Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes), Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), dan Seni Budaya dan Keterampilan (SBK). 20% responden tidak pernah menerapkan metode kecerdasan majemuk, yaitu pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Bahasa Inggris, dan Tilawah Quran (TQ). 5) Dari seluruh responden yang menerapkan metode teori kecerdasan majemuk, - 37.5 % di antaranya menerapkan teori kecerdasan majemuk di kelas dengan cara mengamati potensi setiap siswa, lalu melakukan pendekatan khusus dengan siswa tersebut selama proses pembelajaran berlangsung. Jumlah ini adalah 30% dari keseluruhan responden.

- Sementara itu, 50% responden menerapkan teori kecerdasan majemuk di kelas dengan cara melakukan beberapa metode dalam langkah-langkah pembelajaran sehingga dapat meliputi beberapa jenis kecerdasan pada satu kegiatan atau satu mata pelajaran di satu pertemuan. Jumlah ini adalah 40% dari keseluruhan responden. - Ada pula 12.5% responden yang menerapkan teori kecerdasan majemuk di kelas dengan cara mencoba metode yang berbeda pada setiap pertemuan untuk mata pelajaran yang sama. Jumlah ini adalah 10% dari keseluruhan responden. 6) Mengenai prestasi anak didik setelah para responden tersebut menerapkan teori kecerdasan majemuk di kelas, - 62.5% di antaranya menyatakan bahwa prestasi anak didik mereka meningkat (jumlah ini merupakan 50% dari jumlah keseluruhan responden), - dan 37.5% responden menyatakan bahwa prestasi anak didik mereka relatif tidak berubah (jumlah ini adalah 30% dari jumlah keseluruhan responden). - Dengan demikian, 0% responden, atau tidak satu pun guru yang menyatakan bahwa prestasi anak didik setelah para responden tersebut menerapkan teori kecerdasan majemuk di kelas menjadi menurun.

7) Menurut pengamatan para responden mengenai efektifitas penerapan teori kecerdasan majemuk terhadap peningkatan prestasi belajar anak didik, - 22.2% responden menyatakan bahwa penerapan teori tersebut sangat efektif (jumlah ini adalah 10% dari jumlah keseluruhan responden), - 55.6% responden menyatakan bahwa penerapan teori tersebut cukup efektif, tetapi tidak dapat berlaku pada seluruh peserta didik (jumlah ini adalah 60% dari jumlah keseluruhan responden), - sementara 22.2% responden menyatakan bahwa penerapan teori tersebut efektif tetapi dengan prosentase yang sangat kecil (jumlah ini adalah 10% dari jumlah keseluruhan responden), - serta 0% responden menyatakan bahwa penerapan teori tersebut tidak efektif. 8) Terkait dengan konsep kecerdasan majemuk yang mengatakan bahwa semua anak cerdas, maka dipertanyakan mengenai kelayakan seorang siswa tinggal kelas atau mengulang karena prestasi belajarnya yang sangat rendah. Mengenai hal ini: - 70% responden menyatakan bahwa tidaklah layak seorang siswa tinggal kelas atau mengulang, karena itu berarti menghambat kesempatannya untuk berkembang.

- Sedangkan 30% responden berpendapat bahwa seorang siswa layak untuk tinggal agar kelas siswa atau mengulang dapat dengan mengejar

pertimbangan

tersebut

ketertinggalannya. 9) Walaupun terjadi perbedaan perlakuan atau penerapan metode kecerdasan majemuk di kelas, serta adanya perbedaan pendapat mengenai efektifitas metode serta kelayakan seorang siswa tinggal kelas atau mengulang, tetapi: - seluruh responden (100%) menyetujui cara yang sama dalam mengembangkan menumbuhkan potensi kepercayaan peserta dirinya didik, dengan yaitu potensi dengan yang

dimilikinya sendiri, - dan tidak ada responden (0%) yang menyetujui cara

mengembangkan potensi peserta didik dengan terus memberikan materi esensial yang sulit dijangkau sampai ia mampu mencapai nilai sesuai tuntutan akademis. Dengan demikian, kesimpulan sementara dari hasil penelitian mengenai penerapan metode kecerdasan majemuk di Sekolah Dasar Islam Terpadu Insan Rabbani yaitu: a. Seluruh guru SDIT Insan Rabbani telah mengetahui dan mendukung adanya teori kecerdasan majemuk, walaupun hanya sebagian kecil dari seluruh guru tersebut yang pernah mendapatkan pelatihan mengenai kecerdasan majemuk.

Sedangkan sebagian yang lain mengetahui kecerdasan majemuk tersebut tidak melalui pelatihan, melainkan melalui diskusi atau media massa. Ini berarti para guru tersebut memiliki wawasan yang cukup luas dan mempunyai pandangan yang cukup modern, terbukti dengan adanya dukungan besar terhadap teori kecerdasan majemuk. b. Walaupun belum seluruh guru melaksanakan metode kecerdasan majemuk di SDIT Insan Rabbani, namun mayoritas atau sebagian besar guru telah menerapkan metode kecerdasan majemuk tersebut dalam proses pembelajaran di kelas. Dan efektifitas metode kecerdasan majemuk tersebut telah cukup dapat dirasakan oleh guruguru yang mengaplikasikannya, walaupun masih belum mencapai hasil maksimal yang diharapkan secara ideal. Hal ini dapat terjadi karena berbagai faktor, misalnya hambatan yang datang dari individu siswa sendiri, yang barangkali memiliki kebutuhan khusus atau kesulitan belajar, atau kurangnya dukungan dari pihak keluarga, atau juga kekurangan dari pelaksana metode, dalam hal ini para guru, yang biasanya mengalami kesulitan dalam mengembangkan ide, gagasan atau metode yang diterapkan. Hal ini bisa juga terjadi apabila terdapat keterbatasan pada pihak penyelenggara pendidikan atau lembaga sekolah, di mana kurangnya fasilitas, sarana atau media yang dibutuhkan untuk memperkaya materi dalam aplikasi metode kecerdasan majemuk, dapat menjadi hambatan bagi keberhasilan metode tersebut.

c.

Memang sulit untuk mengubah paradigma mengenai fungsi dan tujuan pembelajaran, khususnya apa yang diharapkan setelah melaksanakan metode kecerdasan majemuk. Walaupun seluruh guru berpendapat sebagaimana yang menjadi prinsip kecerdasan majemuk bahwa semua anak cerdas, namun masih ada guru yang menganggap layak untuk siswa mengulang atau tidak naik kelas dikarenakan hal-hal tertentu yang sangat memberatkan mereka. Memang hal ini merupakan suatu pilihan yang sulit, ketika dewan guru harus membuat keputusan apakah seorang siswa itu harus tinggal kelas atau bisa naik kelas. Tentunya dengan berbagai pertimbangan yang sangat matang, tidak hanya bicara mengenai kecerdasan siswa itu sendiri, melainkan banyak faktor lain yang mempengaruhi, sebagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kematangan siswa, yaitu pola asuh, lingkungan keluarga serta media massa, yang pada akhirnya bisa juga berpengaruh pada prestasi siswa. Pada akhirnya keberhasilan metode kecerdasan majemuk dalam

mencapai prestasi yang baik tidak hanya bergantung pada kreatifitas seorang guru yang melaksanakannya di dalam kelas, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor kematangan dan intelegensi anak didik serta pengaruh dari luar yaitu dukungan pihak keluarga, media massa, serta sarana dan prasarana di tempat di mana proses pembelajaran itu berlangsung.

c.

Prestasi Belajar Siswa Sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Mendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian, dijelaskan bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan, bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas kegiatan pembelajaran. Dalam Peraturan Mendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian, kegiatan penilaian meliputi: 1. Penginformasian silabus mata pelajaran yang di dalamnya memuat rancangan dan kriteria penilaian pada awal semester; 2. Pengembangan indikator pencapaian KD dan pemilihan teknik penilaian yang sesuai pada saat menyusun silabus mata pelajaran; 3. Pengembangan instrumen dan pedoman penilaian sesuai dengan bentuk dan teknik penilaian yang dipilih; 4. Pelaksanaan tes, pengamatan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang diperlukan; 5. Pengolahan hasil penilaian untuk mengetahui kemajuan hasil belajar dan kesulitan belajar peserta didik; 6. Pengembalian hasil pemeriksaan pekerjaan peserta didik disertai balikan/komentar yang mendidik; 7. Pemanfaatan hasil penilaian untuk perbaikan pembelajaran;

8. Pelaporan hasil penilaian mata pelajaran pada setiap akhir semester kepada pimpinan satuan pendidikan dalam bentuk satu nilai prestasi belajar peserta didik disertai deskripsi singkat sebagai cerminan kompetensi utuh; 9. Pelaporan hasil penilaian akhlak kepada guru Pendidikan Agama dan hasil penilaian kepribadian kepada guru Pendidikan Kewarganegaraan digunakan sebagai informasi untuk menentukan nilai akhir semester akhlak dan kepribadian peserta didik dengan kategori sangat baik, baik, atau kurang baik. Proses pembelajaran dievaluasi melalui tugas-tugas, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester dan ulangan kenaikan kelas. Pada setiap akhir semester, hasil total dari evaluasi tersebut dilaporkan dalam bentuk nilai rapor Semester I dan nilai rapor Semester II. Nilai rapor inilah yang akan mewakili hasil atau prestasi belajar siswa selama satu semester. Dan berikut adalah prestasi belajar dua semester berturut-turut dalam masa penelitian. Tabel 4.10 Prestasi Belajar Siswa
No. Nama Siswa Nilai Rapor Semester II Semester I TP 2009/2010 TP 2010/2011

Kelas II 1 2 3 4 5 6 7 Aya Sofya Nidaulhaq Azzam Shidqi Fathoriq Edi Mufqi Itsna Faria Khonsa Syahidah Mahdi Mutashim M. Azzam Kafabila 65 80 70 85 85 70 75 69 83 71 87 90 75 78

No.

Nama Siswa

Nilai Rapor Semester II Semester I TP 2009/2010 TP 2010/2011

Kelas III 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Aiman Alisha Zahra Sa'diyah Dia Ulhaq Al Fajri M. Farhan M. Amar Izzudin M. Azka Kurniawan M. Fauzan A. Nabil Zihnis Nabila Isa Alfarisi Rizky Putra M. Sofian Akmal Zahra Raihanun 79 87 80 91 86 78 70 69 90 82 79 81 74 82 76 86 85 73 73 67 86 75 75 79

No.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Nilai Rapor Semester II Semester I TP 2009/2010 TP 2010/2011 Kelas IV Abdullah Fatthi Azzam 77 76 Aisyah 85 82 Annisa Cikal Kartika 88 84 Bennafis Mulya Izzul Haq 68 71 Farhamah D.Ustari 77 77 Fatiya Fira S 67 72 Hanifah Syahidah 78 81 Hanzholah 78 81 Hisyam Al-Anshor 67 71 Ilham Khatami 67 72 Kiara Zihni F 82 85 Luthfiyah 73 77 Muadz Arsyad 67 73 M. Akhyar 64 70 Muhammad Nur Karim 65 71 Muhammad Zein Ukhrowi 65 71 Nur Inayah Ramadhan 69 75 Rifa Khairunnisa 71 76 Syahnia Prihandini 77 79 Syaibatul Hamdi Arroyan 74 78 Nama Siswa

No.

Nama Siswa

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Arie Hidayat Azzamudin Ilham Dandi Rais Machmudi Farhan Fikruel Haq Hamzah Jundana Istiqomatul Fadillah Khodijah Khonsa Latitsa Syafa Kalaw Lulu Dafa Muadz Muhammad Rafli M. Rizky Ramadhan Puteri Raudya Tuzzahra Salsabila Nurizah

Nilai Rapor Semester II Semester I TP 2009/2010 TP 2010/2011 Kelas V 68 70 82 82 85 81 67 74 68 69 71 73 67 72 84 86 74 75 79 82 73 71 77 73 75 73 68 70 70 73

Nilai Rapor No. Nama Siswa Semester II Semester I TP 2009/2010 TP 2010/2011 Kelas VI 1 Adam Fauzi Hasan 70 71 2 Anisa Husna Riska 75 77 3 Fabbiola Irawan 85 88 4 Fahmi Fauzan 75 76 5 Fathan Sholahudin 65 70 6 Muhammad Faturrohman 80 81 7 Muhammad Rafi' Muayyidin 70 74 8 Muhammad Rawi Kawista 70 72

Angka-angka prestasi belajar yang tercantum pada rapor merupakan nilai rata-rata dari seluruh mata pelajaran yang dipelajari di SDIT Insan Rabbani. Skala yang digunakan sesuai dengan skala nilai yang disarankan oleh Diknas, yaitu berkisar antara 0 100 (nilai terendah = 0 dan nilai tertinggi = 100).

C. Analisis Hasil Penelitian a. Analisis Tes Kematangan Siswa dan Prestasi Belajar Untuk dapat menganalisis Tes Kematangan Siswa dan Prestasi Belajar, diperlukan adanya grafik yang menggambarkan progress berupa peningkatan maupun penurunan dari angka Tes Kematangan Siswa, Nilai Rapor Semester II Tahun Pelajaran 2009/2010 dan Nilai Rapor Semester I Tahun Pelajaran 2010/2011. Untuk itu, sebelum menganalisis Tes Kematangan Siswa dan Prestasi Belajar, maka dapat dilihat perbandingan antara kedua faktor tersebut untuk menemukan korelasi satu sama lain, pada tabel berikut ini: Tabel 4.11 Perbandingan Hasil Tes Kematangan Siswa dan Prestasi Belajar No. Nama Siswa TKS Rapor I Rapor II Kelas II 1 Aya Sofya Nidaulhaq 53 65 69 2 Azzam Shidqi Fathoriq 63 80 83 3 Edi Mufqi 85 70 71 4 Itsna Faria 93 85 87 5 Khonsa Syahidah 91 85 90 6 Mahdi Mutashim 82 70 75 7 M. Azzam Kafabila 89 75 78 No. Nama Siswa TKS Rapor I Rapor II Kelas III 8 Aiman 70 79 74 9 Alisha Zahra Sa'diyah 84 87 82 10 Dia Ulhaq Al Fajri 84 80 76 11 M. Farhan 85 91 86 12 M. Amar Izzudin 89 86 85 13 M. Azka Kurniawan 84 78 73 14 M. Fauzan A. 84 70 73 15 Nabil Zihnis 57 69 67 16 Nabila Isa Alfarisi 80 90 86 17 Rizky Putra M. 81 82 75 18 Sofian Akmal 84 79 75 19 Zahra Raihanun 84 81 79

No. 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 No. 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54

TKS Kelas IV Abdullah Fatthi Azzam 80 Aisyah 80 Annisa Cikal Kartika 75 Bennafis Mulya Izzul Haq 82 Farhamah D.Ustari 74 Fatiya Fira S 86 Hanifah Syahidah 70 Hanzholah 78 Hisyam Al-Anshor 67 Ilham Khatami 80 Kiara Zihni F 98 Luthfiyah 57 Muadz Arsyad 82 M. Akhyar 63 Muhammad Nur Karim 80 Muhammad Zein Ukhrowi 61 Nur Inayah Ramadhan 80 Rifa Khairunnisa 79 Syahnia Prihandini 66 Syaibatul Hamdi Arroyan 60 Nama Siswa Arie Hidayat Azzamudin Ilham Dandi Rais Machmudi Farhan Fikruel Haq Hamzah Jundana Istiqomatul Fadillah Khodijah Khonsa Latitsa Syafa Kalaw Lulu Dafa Muadz Muhammad Rafli M. Rizky Ramadhan Puteri Raudya Tuzzahra Salsabila Nurizah TKS Kelas V 84 105 181 109 64 89 126 78 83 108 105 108 75 73 100

Nama Siswa

Rapor I 77 85 88 68 77 67 78 78 67 67 82 73 67 64 65 65 69 71 77 74 Rapor I 68 82 85 67 68 71 67 84 74 79 73 77 75 68 70

Rapor II 76 82 84 71 77 72 81 81 71 72 85 77 73 70 71 71 75 76 79 78 Rapor II 70 82 81 74 69 73 72 86 75 82 71 73 73 70 73

No. 55 56 57 58 59 60 61 62

TKS Kelas VI Adam Fauzi Hasan 54 Anisa Husna Riska 51 Fabbiola Irawan 59 Fahmi Fauzan 66 Fathan Sholahudin 59 Muhammad Faturrohman 57 Muhammad Rafi' Muayyidin 69 Muhammad Rawi Kawista 61

Nama Siswa

Rapor I 70 75 85 75 65 80 70 70

Rapor II 71 77 88 76 70 81 74 72

Keterangan: TKS = Hasil Tes Kematangan Siswa Rapor I = Nilai Rapor Semester II Tahun Pelajaran 2009/2010 Rapor II = Nilai Rapor Semester I Tahun Pelajaran 2010/2011

Untuk mengetahui pemeringkatan dalam angka-angka Hasil Tes Kematangan Siswa serta progress peningkatan prestasi belajar, maka tabel di atas terlebih dahulu diubah menjadi grafik-grafik yang berupa diagram batang. Diagram batang akan menggambarkan tinggi rendah angka Tes Kematangan Siswa dan tinggi rendahnya prestasi belajar, sehingga tampak peningkatan ataupun penurunan. Diagram batang yang menggambarkan hasil Tes Kematangan Siswa tidak disatukan dengan diagram prestasi belajar, karena keduanya menggunakan skala yang berbeda, tetapi tinggi rendahnya akan tampak apabila terdapat kesamaan maupun perbedaan rentang antar ordinat pada kedua grafik tersebut. Grafik berupa diagram batang yang digambarkan terbagi menjadi dua jenis grafik, yaitu grafik Tes Kematangan Siswa (TKS) dan grafik progress prestasi belajar (Rapor) seperti di bawah ini:

Gambar 4.1 Diagram Batang TKS Kelas II


100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Aya Sofya Nidaulhaq Azzam Edi Mufqi Itsna Faria Khonsa Mahdi M. Azzam Shidqi Syahidah Mutashim Kafabila Fathoriq 2 3 4 5 6 7

TKS

Gambar 4.2 Diagram Batang Progress Rapor Kelas II


100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 Rapor I Rapor II

Dari kedua diagram di atas tampak bahwa hanya 3 dari 7 siswa (atau dapat dikatakan 42.86%) memiliki relevansi antara TKS dan prestasi belajar, dan 100% siswa menunjukkan peningkatan prestasi belajar.

Gambar 4.3 Diagram Batang TKS Kelas III


100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 TKS

Gambar 4.4 Diagram Batang Progress Rapor Kelas III


100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Rapor I Rapor II

Dari kedua diagram di atas tampak bahwa 7 dari 12 siswa (atau dapat dikatakan 58.33 %) memiliki relevansi antara TKS dan prestasi belajar, dan hanya 1 dari 12 siswa (atau sejumlah 8.33% siswa) yang menunjukkan peningkatan prestasi belajar.

Gambar 4.5 Diagram Batang TKS Kelas IV


120 100 80 60 TKS 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Gambar 4.6 Diagram Batang Progress Rapor Kelas IV


100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Rapor I Rapor II

Dari kedua diagram di atas tampak bahwa hanya 6 dari 20 siswa (atau dapat dikatakan 30%) memiliki relevansi antara TKS dan prestasi belajar, dan 16 dari 20 siswa (sama dengan 80% siswa) menunjukkan peningkatan prestasi belajar.

Gambar 4.7 Diagram Batang TKS Kelas V


200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 TKS

Gambar 4.8 Diagram Batang Progress Rapor Kelas V


100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Rapor I Rapor II

Dari kedua diagram di atas tampak bahwa hanya 6 dari 15 siswa (atau dapat dikatakan 40%) memiliki relevansi antara TKS dan prestasi belajar, dan 10 dari 15 siswa (66.67% siswa) menunjukkan peningkatan prestasi belajar.

Gambar 4.9 Diagram Batang TKS Kelas VI


80 70 60 50 40 TKS 30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8

Gambar 4.10 Diagram Batang Progress Rapor Kelas VI


100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Rapor I Rapor II

Dari kedua diagram di atas tampak bahwa hanya 3 dari 8 siswa (atau dapat dikatakan 37.50%) memiliki relevansi antara TKS dan prestasi belajar, dan 100% siswa menunjukkan peningkatan prestasi belajar.

Secara keseluruhan, maka dapat dikatakan bahwa: - 25 siswa dari 62 siswa (40.32%) memiliki relevansi antara TKS dan prestasi belajar, sehingga 59.67% siswa tidak memiliki relevansi antara TKS dengan prestasi belajar. Ini berarti bahwa hasil Tes Kematangan Siswa tidak dapat sepenuhnya menunjukkan kemampuan dasar peserta didik. - 42 siswa dari 62 siswa (67.74%) menunjukkan peningkatan prestasi belajar, dan sisanya (32.26% siswa) tidak mengalami peningkatan prestasi belajar, melainkan tetap mencapai nilai yang konstan/tetap atau mengalami penurunan yang relatif kecil (tidak terlalu drastis).

b.

Analisis SWOT Aplikasi Kecerdasan Majemuk Sebelum menganalisis aplikasi metode kecerdasan majemuk itu sendiri, maka sebagai suatu organisai yang tidak lepas dari manajemen secara keseluruhan, maka diperlukan analisis SWOT

(Strengths/kekuatan, Weaknesses/kelemahan, Opportunities/peluang, dan Threats/ancaman). Analisis SWOT itu sendiri digunakan untuk menganalisis langkah-langkah dalam pengembangan manajemen

sekolah, karena aplikasi metode kecerdasan majemuk merupakan bagian dari pengembangan kurikulum yang selayaknya menjadi pertimbangan penting dalam pengembangan manajemen sekolah. Analisis SWOT pengembangan manajemen di Sekolah Dasar Islam Terpadu Insan Rabbani adalah dapat ditampilkan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 4.12 Analisis SWOT IFAS Faktor Internal EFAS Faktor Eksternal Opportunities/Peluang Lulusan 100% dan peringkat A Kesadaran masyarakat tinggi Brand Image Baik Strength/Kekuatan Status Budaya Akademik Tempat Strategis Strategi SO Promosi lebih luas dengan menonjolkan status dan prestasi yang ada Mempertahankan budaya akademik Berinteraksi dengan masyarakat Strategi ST Melakukan studi banding Mengadakan dialog secara berkala dengan orang tua Kerja sama dengan orang tua dan lingkungan masyarakat Weakness/Kelemahan SDM Manajemen Fasilitas Strategi WO Banyak mengadakan pelatihan guru Pengembangan prestasi siswa dan alumni Perbaikan manajemen Peningkatan fasilitas dengan melibatkan masyarakat Strategi WT Bekerja sama dengan sekolah lain Memberdayakan dana yang ada sesegera mungkin Memanfaatkan lingkungan

Threats/ Ancaman Banyak sekolah sejenis Paradigma orang tua Situasi ekonomi kurang

Penjelasan mengenai analisis SWOT dapat diuraikan dalam penjabaran berikut: Faktor Internal yang mempengaruhi pengembangan manajemen sekolah, terdiri atas:

Strength (kekuatan), yaitu berupa: Status Status Akreditasi A yang baru saja diperoleh oleh SDIT Insan Rabbani menjadi kekuatan yang sangat penting dalam proses pengembangan manajemen sekolah serta peningkatan prestasi sekolah. Dengan status tersebut, sekolah akan lebih dipercaya oleh masyarakat, dan sekolah akan lebih mudah dalam mengadakan komunikasi dengan pihak luar, baik dengan pemerintah, sesama sekolah swasta maupun sekolah negeri, instansi lain atau pun dengan masyarakat umum. Budaya Akademik Pembiasaan-pembiasaan yang menjadi budaya akademik dalam proses pembelajaran di SDIT Insan Rabbani merupakan kekuatan yang sebenarnya tidak tampak secara kasat mata oleh masyarakat, namun hal ini dapat dirasakan oleh para peserta didik maupun keluarga yang peduli dan mengamati proses pembelajaran di sekolah tersebut. Tempat Strategis Lokasi sekolah yang terletak di perbatasan kompleks perumahan dengan perkampungan merupakan kekuatan tersendiri.

Dengan posisi tersebut, SDIT Insan Rabbani akan lebih mudah merangkul dan berinteraksi dengan berbagai kalangan tanpa harus menimbulkan kesenjangan sosial. Weakness (kelemahan), yaitu berupa: SDM Kurangnya sumber daya manusia menjadi kelemahan bagi proses pengembangan manajemen sekolah. Apalagi bila SDM yang ada tidak belum memiliki keahlian dan keterampilan yang cukup, sehingga menyulitkan sekolah dalam melaksanakan proses pembelajaran bagi para peserta didik, sehingga nantinya tidak dapat menghasilkan output yang maksimal bagi masyarakat. Hal inilah yang harus diperbaiki. Manajemen Sebagai sekolah yang baru berdiri selama kurang lebih delapan tahun, tentu saja manajemen SDIT Insan Rabbani masih terus mengadakan perbaikan. Sebagai contoh, pergantian kepala sekolah menjadi sangat berpengaruh dalam pengelolaan sekolah. Tentu sangat sulit menata sekolah baru dengan pergantian manajemen, karena tidak saja penataan administrasi yang membutuhkan pembenahan, melainkan juga banyak unsur lain yang harus mengalami perubahan, misalnya penentuan kebijakan. Manajemen yang kurang rapi menjadi kelemahan yang harus dapat diperbaiki dalam rangka pengembangan sekolah.

Fasilitas Kurangnya fasilitas menjadi sangat kentara apabila sekolah sungguh-sungguh ingin mengembangkan proses pembelajaran di dalamnya. Walaupun sebenarnya bukan merupakan hal yang pokok, tetapi fasilitas menjadi penunjang yang cukup penting, apalagi kaitannya dengan aplikasi metode kecerdasan majemuk yang selayaknya memerlukan berbagai jenis fasilitas, baik yang sederhana maupun yang bersifat modern, terutama mengingat saat ini adalah era globalisasi, di mana para peserta didik dituntut untuk berwawasan lebih luas dan selalu mengikuti perkembangan zaman. Dalam pengembangan kecerdasan visual, misalnya, walaupun guru dapat menggunakan media sederhana seperti gambar pada kertas atau buku, atau bahkan benda-benda nyata yang ada di sekitar, namun alangkah akan lebih menarik jika media yang digunakan juga dapat berupa gambar pada layar melalui in focus dengan bantuan computer atau laptop, gambar hidup pada televisi atau computer, dan lain sebagainya. Fasilitas-fasilitas tersebut tentunya akan sangat mendukung berjalannya proses pembelajaran.

Faktor Eksternal yang mempengaruhi pengembangan manajemen sekolah, terdiri atas: Opportunities (peluang) Lulusan 100% dan peringkat A Salah satu peluang yang dapat memberi kesempatan bagi SDIT Insan Rabbani untuk tetap eksis dan mampu mengembangkan manajemennya dengan lebih baik adalah adanya siswa lulusan atau alumnus, yang sejauh ini telah tercatat lulus 100% dengan peringkat A dan peringkat B selama dua tahun berturut-turut. Keberhasilan meluluskan siswa sebanyak 100% tersebut menjadi bukti kualitas sekolah sesungguhnya, dapat dikatakan pula sebagai prestasi sekolah, sehingga SDIT Insan Rabbani mempunyai nilai lebih di mata masyarakat dan hal ini menjadi peluang besar yang sangat berharga dan harus dipertahankan. Kesadaran masyarakat tinggi Masyarakat modern sudah semakin memahami kebutuhan anakanak masa depan. Mereka tidak hanya menyekolahkan anak-anaknya agar bisa membaca, menulis dan berhitung saja, tetapi juga bertujuan agar anak-anak mereka memiliki pengetahuan dan amalan yang baik dalam bidang agama dan umum, khususnya untuk dapat menghadapi era yang semakin canggih dan cukup berbahaya bagi perkembangan psikologi mereka.

Brand Image Baik Setiap lembaga, khususnya sekolah sebagai tempat untuk menempa anak-anak didik, tentunya selalu memiliki pengalaman yang kurang baik dalam perjalanannya. Biasanya ada saja hal-hal yang menimbulkan kesan buruk pada lembaga tersebut, walaupun sebenarnya hal tersebut bukanlah merupakan kesalahan yang disengaja oleh pihak pengelola, pendidik atau para peserta didik itu sendiri. Namun demikian, sejauh ini belum pernah terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang menyebabkan masyarakat menjadi resah dan tidak percaya kepada pihak sekolah. Inilah yang juga menjadi salah satu peluang yang baik bagi pengembangan sekolah. Threats (ancaman) Banyak sekolah sejenis Semakin menjamurnya sekolah-sekolah sejenis merupakan

tantangan yang bisa menjadi ancaman bagi keberlangsungan sekolah. Banyaknya sekolah swasta, khususnya yang sama-sama menggunakan nama sekolah Islam terpadu, berarti sangat besar persaingan antar sekolah-sekolah tersebut. Bukan hanya dalam tingkat kecamatan, bahkan dalam satu kelurahan yang sama pun terdapat beberapa sekolah sejenis. Di kelurahan Bintara saja dapat ditemukan setidaknya lebih dari satu sekolah Islam terpadu, di antaranya Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Hikmah dan Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Kautsar.

Ada pula di kelurahan lain yang wilayahnya masih berdekatan dengan lokasi SDIT Insan Rabbani, misalnya Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Halimmiyah, Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman, dan masih ada beberapa SDIT lagi yang berada di sekitar wilayah tersebut. Persaingan ini seharusnya memicu semangat untuk dapat meningkatkan mutu sekolah agar dapat bertahan di lokasi tersebut. Paradigma orang tua Sulitnya mengubah paradigma orang tua di masa sekarang ini menjadi ancaman tersendiri. Apabila guru atau pihak pengelola sekolah lainnya tidak siap menghadapi perubahan, lalu bagaimana dapat mengubah paradigma orang tua yang pada umumnya tidak berlatar belakang pendidikan. Sudah menjadi fakta bahwa orang tua selalu menuntut anakanaknya mengalami perkembangan akademik seperti yang orang tua harapkan, misalnya bisa pandai membaca, menulis dan berhitung, atau memiliki nilai-nilai yang baik pada pelajaran Matematika, Bahasa Inggris, dan lain sebagainya, sementara orang tua-orang tua tersebut kurang memahami kecerdasan apa yang sebenarnya dimiliki oleh anak-anak mereka, dan kemampuan apa yang selayaknya mampu mereka kembangkan. Pada akhirnya, seringkali pihak sekolah mengalami kebingungan dalam menentukan kebijakan, karena harus memenuhi tuntutan orang tua yang belum memahami visi misi dan tujuan sekolah.

Situasi ekonomi kurang Dengan bendera sekolah Islam terpadu yang diusung oleh lembaga pendidikan, maka masyarakat mengharapkan sesuatu yang lebih dapat mereka rasakan dibandingkan dengan sekolah lainnya, terutama sekolah-sekolah negeri yang notabene dibiayai oleh pemerintah. Sekolah-sekolah terpadu sebagaimana sekolah swasta lainnya harus membiayai sendiri penyelenggaraan pendidikan yang mereka jalankan. Caranya adalah dengan menggabungkan biaya dari pemilik modal yang biasanya berupa sebuah yayasan yang dikelola oleh keluarga atau sekumpulan orang dalam suatu organisasi, dengan biaya yang dibayarkan oleh orang tua yang menitipkan anak-anaknya di sekolah tersebut. Tidak mudah mengelola dan mempertanggungjawabkan biayabiaya tersebut, sementara kebutuhan sebagai sekolah terpadu seharusnya lebih dari sekolah pemerintah. Ironisnya, kondisi masyarakat dengan situasi ekonomi yang cenderung menurun, tetap mengharapkan yang terbaik bagi keberlangsungan pendidikan generasi penerus mereka. Dengan menganalisa faktor-faktor tersebut di atas, maka dapat dipaparkan beberapa strategi dalam pengembangan manajemen sekolah sebagai berikut:

- Strategi SO (menggunakan kekuatan dan memanfaatkan peluang) Promosi lebih luas dengan menonjolkan status dan prestasi yang ada Status Akreditasi A yang saat ini telah disandang oleh SDIT Insan Rabbani merupakan kekuatan yang paling tepat untuk mengadakan promosi lebih luas. Apabila sebelumnya hanya dengan

mengandalkan tingkat kelulusan siswa 100% yang telah dijalani selama dua tahun berturut-turut, maka sekarang status Akreditasi A menjadi sangat penting, karena menyangkut penilaian oleh Dinas Pendidikan Nasional yang sah dan bersertifikat, yang berdampak pada kepercayaan masyarakat dan menyetarakan kedudukan sekolah di antara sekolah-sekolah sejenis lainnya. Status Akreditasi A tidak bisa hanya menjadi kebanggaan saja, melainkan harus dipertahankan dan dimanfaatkan dalam setiap ajang promosi yang dilakukan, misalnya dicantumkan dalam brosur atau leaflet, sehingga masyarakat mengetahui status tersebut secara publikasi. Mempertahankan budaya akademik Beberapa sekolah mempunyai ciri khas dalam bentuk budaya akademik, walaupun sebenarnya biasanya budaya tersebut bukan dibentuk oleh sekolah itu sendiri, atau dengan kata lain bukan budaya yang sengaja dibuat-buat.

Budaya tersebut merupakan kebiasaan-kebiasaan baik yang dicontohkan agama yang ditanamkan kepada para peserta didik maupun di kalangan pendidik yang ingin menonjolkan mata pelajaran unggulan sekolah atau sebagai salah satu aplikasi dari visi misi tujuan yang ingin dicapai oleh sekolah. Sebagai contoh, setiap pagi atau sebelum pelajaran dimulai, guru membiasakan siswa dengan seruan-seruan yang menimbulkan semangat keIslaman, dan juga mengajak siswa untuk melaksanakan sholat wajib maupun sunnah setiap harinya. Ini merupakan budaya akademik yang harus dipertahankan dan akan menjadi kekuatan paling ideal, artinya tidak akan terpengaruh oleh penilaian secara resmi dari pemerintah setiap empat tahun sekali (yang disebut proses akreditasi), melainkan akan dirasakan langsung oleh masyarakat, terutama keluarga dari para peserta didik tersebut. Walaupun demikian, ada beberapa persyaratan agar budaya akademik dapat bertahan dengan baik, di antaranya yaitu adanya konsistensi serta perbaikan demi perbaikan agar budaya akademik yang sudah ada bukan hanya menjadi kebiasaan saja tetapi juga menjadi kebaikan yang dipahami maksud dan tujuannya oleh seluruh peserta didik dan keluarga mereka. Berinteraksi dengan masyarakat Kemudahan sekolah dalam berinteraksi dengan masyarakat menjadi cukup penting.

Hal ini disebabkan lokasi sekolah yang berada di perbatasan komplek perumahan dengan perkampungan, sehingga dapat menjangkau seluruh kalangan masyarakat. Tidak dapat dipungkiri, umumnya terjadi kesenjangan sosial antara warga perumahan dengan warga perkampungan. Di sinilah peran sekolah diperlukan agar tidak terjadi kesenjangan semacam demikian. Sekolah harus pandai menempatkan diri sebagai lembaga pendidikan yang mampu menjadi penengah atau bahkan menjadi contoh antara kedua golongan tersebut, dan tidak boleh memisahkan kedua golongan tersebut, melainkan berusaha menyatukan perbedaan dan melakukan usaha-usaha agar setiap lapisan masyarakat di sekitar dapat bekerja sama dengan baik. Yang biasanya terjadi pada lembaga pendidikan, jika posisinya terletak di dalam perumahan, khususnya perumahan mewah, maka akan timbul kesan sekolah tersebut merupakan sekolah mewah. Sebaliknya, apabila lokasinya berada di perkampungan, masyarakat akan memandang sekolah tersebut sebagai sekolah kumuh. Hal-hal inilah yang harus dihindari. Dengan demikian maka sekolah harus dapat menyesuaikan diri dan menyeimbangkan setiap perbedaan yang ada, sehingga semua lapisan masyarakat yang berada di sekitar lokasi sekolah merasakan efek positif dari keberadaan sekolah.

- Strategi WO (memperbaiki kelemahan dan mengambil manfaat dari peluang) Banyak mengadakan pelatihan guru Salah satu kelemahan yang umumnya terjadi di suatu sekolah adalah kurangnya kuantitas dan kualitas sumber daya manusia (SDM). Jumlah guru yang masih dapat dikatakan minim, menjadikan konsentrasi dalam proses pembelajaran menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan terpenuhinya jumlah guru sesuai kebutuhan. Masalah yang terjadi di sekolah baru seperti SDIT Insan Rabbani, guru yang datang untuk mengajar, bukan semata-mata ingin mengabdikan ilmunya kepada masyarakat (dalam hal ini peserta didik), melainkan ada unsur mata pencaharian, yaitu mencari sekolah yang berkualitas, sudah ternama, dan dapat memberikan honor yang cukup tinggi untuk mencukupi kebutuhan. Inilah ironisme yang sering ditemukan. Sehingga pada akhirnya kualitas pendidik yang datang masih harus ditingkatkan. Caranya adalah dengan mengadakan banyak pelatihan, baik pelatihan yang dilakukan di dalam sekolah sendiri, dengan mengundang pembimbing dari luar, atau dengan sering-sering mengirim guru ke luar untuk mengikuti pelatihan di tempat lain, yang biasanya diselenggarakan oleh pihak pemerintah atau instansi-instansi pendidikan lainnya.

Setiap ajang pelatihan adalah kesempatan besar agar kualitas pengajar menjadi lebih baik, sehingga nantinya mereka akan mengaplikasikan hasil pelatihan yang mereka dapatkan ke dalam proses pembelajaran. Pelatihan-pelatihan tersebut juga bisa menjadi daya tarik bagi calon-calon pengajar, terutama bagi mereka yang mempunyai jiwa pendidik sangat kuat, pasti memiliki komitmen untuk meningkatkan kualitas dirinya dan kualitas pengajaran yang dilakukan. Pengembangan prestasi siswa dan alumni Strategi lain yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kualitas peserta didik dengan banyak mengikutsertakan mereka dalam kompetisi-kompetisi, baik secara intern maupun secara ekstern. Secara intern maksudnya adalah mengadakan kompetisi di dalam sekolah, dan secara ekstern adalah mengikuti kompetisi di luar sekolah, atau bersama dengan sekolah lain. Hal ini dapat memicu semangat para peserta didik sehingga mereka mampu mencetak prestasi di dalam dan di luar sekolah, bukan hanya untuk meningkatkan kualitas dirinya sendiri, melainkan juga membawa nama baik sekolah, yang nantinya akan berpengaruh kepada kepercayaan masyarakat. Jadi, tidak hanya kualitas pendidik yang terus ditingkatkan, tetapi seiring dengan hal tersebut, kualitas peserta didik juga akan menjadi lebih baik.

Perbaikan manajemen Pergantian pemimpin memang merupakan hal yang wajar, dan tidak dapat dipungkiri terutama apabila dilakukan dengan suatu alasan-alasan tertentu yang dapat diterima. Begitu pula dengan pergantian guru dan staf. Namun demikian, perubahan-perubahan yang pasti terjadi dalam pergantian tersebut merupakan proses pembelajaran untuk dapat memperbaiki manajemen. Sebagai contoh, pengaturan administrasi pada manajemen sebelumnya yang kurang rapi, sebaiknya menjadi bekal bagi manajemen yang baru agar penataannya bisa lebih baik lagi. Apabila pergantian pengelola tidak menimbulkan perbaikan, maka akan menjadi sia-sia dan bukan meningkatkan kualitas

pengembangan sekolah, justru dapat menimbulkan kejatuhan. Walaupun demikian, pergantian manajemen dalam lembaga yang masih tergolong baru masih dapat dikatakan wajar, asalkan tidak terlalu sering dan memperhatikan kualitas SDM yang baru agar lebih baik dari yang sebelumnya. Pengelola yang baru tidak boleh mengabaikan pengelolaan sebelumnya, bahkan seharusnya bisa memperbaiki sehingga dokumen-dokumen lembaga lebih terjaga dan program

pengembangan manajemen sekolah lebih terarah.

Peningkatan fasilitas dengan melibatkan masyarakat Fasilitas yang kurang merupakan kendala yang umum ditemukan pada sekolah-sekolah yang relatif baru. Padahal fasilitas sangat penting dalam proses pembelajaran dan program peningkatan kualitas pembelajaran. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan melibatkan masyarakat sekitar dalam pemanfaatan fasilitas. Sebagai contoh, sekolah harus jeli memperhatikan sarana-prasarana di luar sekolah yang dapat dimanfaatkan, dengan melakukan komunikasi dan kerja sama dengan masyarakat sekitar. Cara lain adalah dengan melibatkan orang tua atau keluarga peserta didik yang berpotensi dalam menyediakan fasilitas yang

dibutuhkan. Pengelola sekolah sebaiknya banyak berhubungan dengan instansiinstansi tertentu untuk memperoleh kemudahan-kemudahan, tidak hanya dalam pemanfaatan fasilitas, melainkan juga untuk mengadakan kerja sama di bidang lainnya. - Strategi ST (menggunakan kekuatan dan menghindari ancaman) Melakukan studi banding Studi banding merupakan cara yang tepat untuk dapat menambah khazanah ilmu serta kualitas pembelajaran maupun manajemen sekolah.

Gunanya adalah untuk mencari yang terbaik untuk dapat ditiru, diadaptasi, dikombinasi dengan sesuatu yang sudah ada, sehingga perbaikan dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat di wilayah yang sama atau konsumen yang serupa di wilayah berbeda (apabila studi banding dilakukan lintas wilayah). Jadi, persaingan yang sehat dapat berjalan dengan mengambil manfaat dalam persaingan tersebut. Mengadakan dialog secara berkala dengan orang tua Mengubah paradigma orang tua tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Sistem pendidikan atau metode-metode

pembelajaran yang baru dan mutakhir, walaupun sebenarnya menguntungkan bagi para peserta didik maupun keluarganya, seringkali dianggap menyulitkan atau membuat peserta didik semakin tertinggal. Sebagai contoh, orang tua selalu menuntut anaknya berprestasi dalam mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris, padahal pada kenyataannya anak itu tidak memiliki kecerdasan logikamatematika maupun kecerdasan linguistik-bahasa yang baik, melainkan dia lebih cenderung memiliki kecerdasan spasial-visual yang menonjol. Hal ini akan menyulitkan para guru dalam mengarahkan dia agar berprestasi di bidang yang sesuai dengan kecerdasannya, karena tuntutan orang tua tidak sesuai dengan apa yang dia mampu lakukan.

Hal seperti ini yang membutuhkan adanya dialog antara guru dengan orang tua agar orang tua memahami kebutuhan anakanaknya dan tidak menuntut sesuatu yang tidak mampu mereka lakukan, dan justru dengan cara demikian kemampuan serta prestasi para peserta didik tersebut akan terasah lebih baik. Kerja sama dengan orang tua dan lingkungan masyarakat Orang tua akan merasa sangat bangga apabila dilibatkan dalam proses pembelajaran anaknya, terutama bagi orang tua yang peduli dengan pendidikan anak-anaknya. Begitu pula halnya dengan masyarakat sekitar, pengakuan serta kepercayaan mereka terhadap sekolah akan lebih tinggi apabila sekolah mengajak mereka bekerja sama dalam beberapa hal. Menyatunya sekolah dengan orang tua dan masyarakat akan memudahkan proses pembelajaran. Di samping itu, fungsi lembaga pendidikan dapat segera dirasakan di tengah masyarakat, tidak harus menunggu tercetaknya generasi-generasi lulusan terbaik yang menjadi harapan masa depan. - Strategi WT (mengatasi kelemahan dan menghindari ancaman) Bekerja sama dengan sekolah lain Tidak hanya melakukan studi banding, bekerja sama dengan sekolah lain juga penting dilakukan untuk menjaga eksistensi serta kualitas sekolah.

Bentuk kerja sama dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya bergabung untuk mengadakan kompetisi bersama, melakukan pertukaran guru atau pertukaran siswa sehingga peserta didik terbiasa dengan pertukaran pelajar, menyelenggarakan pelatihan bersama, atau sekedar melakukan kunjungan wisata (field trip) bersama. Dengan adanya kerja sama antar sekolah, akan meminimalisir terjadinya kesenjangan atau perbedaan yang mencolok antara satu sekolah dengan sekolah yang lain. Memberdayakan dana yang ada sesegera mungkin Keterbatasan dana seharusnya tidak menyebabkan

pendayagunaannya menjadi terhenti. Anggaran disiasati dengan membuat skala prioritas dan menyusun alokasi dana secara tepat. Prediksi tetap harus dilakukan untuk menghindari terjadinya defisit di masa yang akan datang. Dalam hal ini, pengelolaan keuangan harus jeli dalam

menempatkan pemberdayaan dana sehingga menjadi tepat guna dan berdaya guna. Manfaat dapat langsung dirasakan, tanpa menunggu terkumpulnya dana lebih banyak. Salah satu caranya adalah sebagaimana diuraikan di atas, dengan tidak

mengesampingkan keterlibatan orang tua dan masyarakat sekitar.

Memanfaatkan lingkungan Pemanfaatan lingkungan dapat dilakukan salah satunya untuk efisiensi dana dan fasilitas. Selain itu, kemampuan peserta didik dalam memanfaatkan lingkungan juga merupakan indikasi

keberhasilan pembelajaran. Tempat belajar siswa tidak hanya di ruang kelas. Di manapun mereka berada, selayaknya mereka dapat mengambil pelajaran atau melakukan proses pembelajaran. Dengan demikian jiwa pembelajar mereka akan lebih terasah, dan rasa tanggung jawab mereka terhadap lingkungan pun semakin bertambah. Di era globalisasi sekarang ini, jarang sekali pelajar peduli dengan lingkungan sekitarnya. Ilmu yang mereka dapatkan tidak segera diamalkan, melainkan hanya singgah di dalam pikiran saja dan semata-mata demi keberhasilan menempuh ujian. Padahal yang lebih penting dari hal tersebut adalah implementasi ilmu mereka terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitar. Melalui analisis SWOT di atas, dapat diketahui bahwa aplikasi metode kecerdasan majemuk sangat mendukung pengembangan

manajemen sekolah, karena aplikasi metode kecerdasan majemuk terkait dengan banyak aspek, seperti kualitas pendidik, tersedianya fasilitas, serta keterlibatan masyarakat dan pemanfaatan lingkungan.

D. Pembahasan Berdasarkan penelitian mengenai ANALISA TINGKAT

KEMATANGAN SISWA SD KELAS 1 BERDASARKAN TINGKAT USIA DI SEKOLAH DASAR DI JAKARTA oleh Fellianti Muzdalifah & Iriani Indri Hapsari (2010) sebagaimana yang dicantumkan dalam Bab II, terdapat kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada tes kematangan sekolah antara siswa SD kelas 1 yang berusia di atas 6 tahun dengan siswa SD kelas 1 yang berusia di bawah 6 tahun. Kesimpulan tersebut terbukti pada hasil tes kematangan siswa yang terurai pada tabel di awal bab ini (taabel 4.1). Siswa-siswa yang berusia dibawah 6 tahun pun memiliki tingkat kematangan yang setara, bahkan beberapa lebih tinggi, dibandingkan dengan siswa yang berusia di atas 6 tahun. Walaupun dalam buku yang berjudul Psikologi Perkembangan, Drs. Mubin, M.Ag dan Ani Cahyadi, M.Pd (2006:89) menyebutkan bahwa umumnya periode masa sekolah berlangsung sejak usia 6,0 tahun sampai 12 tahun, dimulai setelah anak melewati masa degil (keras kepala) yang pertama, di mana proses sosialisasi telah dapat berlangsung dengan lebih efektif sehingga ia disebut matang untuk mulai sekolah, namun terbukti bahwa terdapat bermacam-macam kriteria yang dipakai orang untuk menetapkan kapan seorang anak disebut matang untuk sekolah. Sebenarnya dengan hanya ukuran umur 6 atau 7 tahun saja belum dianggap cukup untuk menentukannya.

Kematangan itu paling tidak harus dilihat dari empat aspek, yaitu: aspek fisik, aspek intelektual, aspek moral, dan aspek social. Cepat atau lambatnya kematangan ini diperoleh anak banyak tergantung pada kesehatan fisik, sifat-sifat dasar anak dan pendidikan sebelumnya (dalam keluarga atau Taman Kanak-kanak). Hal ini dikuatkan oleh pendapat Drs Zulkifli L. dalam bukunya Psikologi Perkembangan: anak-anak yang berumur 6 atau 7 tahun dianggap matang untuk belajar disekolah dasar jika: kondisi jasmaninya cukup sehat dan kuat untuk melakukan tugas di sekolah, adanya keinginan belajar, fantasi tidak lagi leluasa dan liar, serta perkembangan perasaan sosial telah memadai. Terkait dengan pengaruh kematangan siswa terhadap prestasi belajar, sebelum kita menganalisis, ada baiknya mengingat kembali bahwa dari hasil penelitian mengenai SISWA, HUBUNGAN PRESTASI MOTIVASI BELAJAR, DAN BELAJAR, KINERJA

KEMATANGAN

PRAKTIK INDUSTRI DENGAN KESIAPAN TERHADAP DUNIA KERJA SISWA SMK BIDANG KEAHLIAN TEKNIK BANGUNAN SEMALANG RAYA (Ignatius Budiyana, Tesis, UM, 2010) disebutkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi belajar dan kematangan siswa dengan kesiapan terhadap dunia kerja baik hubungan langsung atau melalui variabel prestasi belajar. Sebagaimana pula yang dijelaskan dalam penelitian yang diadakan oleh Sunartombs (2009) dalam artikelnya menyimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, yaitu:

Faktor intern (kecerdasan/intelegensi, bakat, minat, dan motivasi); serta Faktor ekstern (keadaan keluarga, keadaan sekolah, dan lingkungan masyarakat). Pengaruh faktor intern dapat dibuktikan dengan tingkat kematangan

siswa, serta salah satu faktor ekstern yang berpengaruh adalah model pembelajaran yang dilakukan di sekolah, yaitu salah satunya adalah penerapan metode kecerdasan majemuk yang dilaksanakan oleh para pendidik di sekolah. Kembali kepada kerangka konseptual yang telah digambarkan pada Bab II, kematangan siswa dengan aspek-aspek yang mempengaruhinya merupakan modal awal dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah dasar. Oleh sebab itu pada proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang diadakan di awal tahun pelajaran, mewajibkan calon siswa untuk mengikuti Tes Kematangan Siswa yang biasanya pihak sekolah dibantu oleh sebuah lembaga konsultasi psikologi, sebagai salah satu persyaratan yang harus dipenuhi. Faktor pendukung awal yaitu usia, pola asuh keluarga, lingkungan tempat tinggal dan media massa adalah hal-hal yang mempengaruhi tingkat kematangan siswa, yang akan diketahui nilainya melalui Tes Kematangan Siswa. Walaupun terbukti bahwa ternyata faktor usia tidak memiliki pengaruh yang signifikan, tetapi justru sangat besar kemungkinan faktor lainnya yaitu pola asuh keluarga, lingkungan tempat tinggal serta media massa cukup mempengaruhi tingkat kematangan pada usia yang berbeda-beda (di bawah atau di atas 6 tahun).

Dari hasil Tes Kematangan Siswa, dapat diraba/diperkirakan mengenai kemampuan siswa dalam menerima pelajaran, tingkah laku siswa dalam belajar dan bersosialisasi, serta kemandirian dan tanggung jawab siswa, yang nantinya bisa jadi mengalami perubahan seiring dengan berjalannya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran terjadi pengembangan kecerdasan, tidak lepas dari faktor yang mempengaruhi yaitu potensi siswa itu sendiri dan kompetensi guru dalam mengaplikasikan metode pembelajaran, salah satunya yaitu aplikasi teori kecerdasan majemuk. Pada akhirnya akan dicapai prestasi belajar, yang dapat diketahui dari nilai-nilai tes/ulangan, progress/perkembangan yang terlihat selama proses pembelajaran, perubahan sikap, atau kemanfaatan yang dapat dibuat oleh individu siswa bagi dirinya sendiri maupun lingkungan sosialnya. Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau raport setiap bidang studi setelah mengalami proses pembelajaran. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa. Pada kesimpulan penelitian berjudul EVALUASI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN yang tertulis dalam Rahmat Wijayas Blog disebutkan bahwa: Peranan evaluasi dalam pendidikan yakni menjadi dasar pembuatan keputusan dan pengambilan kebijakan, mengukur prestasi siswa,

mengevaluasi kurikulum, mengakreditasi sekolah, memantau pemanfaatan dana masyarakat, memperbaiki materi dan program pendidikan.

Setelah melalui proses analisis di atas maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kematangan siswa dapat diperbaiki seiring dengan berjalannya proses pembelajaran, salah satunya melalui penerapan metode kecerdasan majemuk, sehingga hasilnya nanti akan tampak pada prestasi belajar siswa sesudah melewati evaluasi belajar dan pembelajaran. Dengan demikian dapat dirumuskan kebijakan apa yang harus dipertahankan dan kebijakan apa yang harus diminimalisir dalam manajemen kurikulum sekolah demi

berkembangnya kreatifitas dan prestasi siswa dalam rangka mencapai tujuan nasional pendidikan. Pembahasan lebih lanjut adalah dengan menguji hasil analisa di atas, apakah sesuai dengan temuan-temuan yang diharapkan sehingga mampu menjawab masalah-masalah yang dikemukakan di awal. 11. Masalah: Apakah ada pengaruh faktor kematangan terhadap pencapaian prestasi belajar? Temuan yang diharapkan: Faktor kematangan siswa merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi pencapaian hasil/prestasi belajar siswa, karena aspekaspek kematangan siswa itu sendiri merupakan bagian dari faktor intern (kecerdasan, bakat, kemampuan menerima pelajaran, kemampuan bersosialisasi) dan faktor ekstern (pola asuh keluarga, lingkungan tempat tinggal, media massa) yang mempengaruhi prestasi belajar.

Hasil penelitian: Hasil Tes Kematangan Siswa yang dilaksanakan di SDIT Insan Rabbani sebagai obyek penelitian, tidak relevan dengan prestasi belajar yang diraih oleh peserta didik. Hal tersebut dapat disebabkan antara lain oleh kondisi anak pada saat menjalani tes kematangan atau pun suasana tempat di mana ia menjalani tes tersebut. Kondisi anak yang dimaksud dapat berupa kesehatan atau keadaan psikologi, karena hal tersebut sangat berpengaruh pada anak saat melaksanakan suatu tes atau uji coba. Suasana tempat juga memiliki andil dalam mewujudkan konsentrasi anak ketika menjalani tes, kebisingan/ketenangan serta kebersihan maupun kerapihan ruangan dapat pula menentukan tingkat konsentrasi anak. Situasi dan kondisi dalam pelaksanaan tes tidak dapat dijangkau oleh peneliti karena waktu pelaksanaan tes seluruhnya berlangsung sebelum masa penelitian ini dilakukan. 12. Masalah: Bagaimana konsekuensi aplikasi teori kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences Theory) terhadap pencapaian prestasi belajar peserta didik? Temuan yang diharapkan: Konsekuensi aplikasi teori kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences Theory) terhadap pencapaian prestasi belajar peserta didik adalah adanya perlakuan yang istimewa terhadap semua anak, karena mereka memiliki potensi yang berbeda, sehingga tidak dapat selalu dikelompokkan dalam satu kelompok yang sama atau diukur dengan alat ukur yang sama.

Yang dimaksud alat ukur yang sama misalnya nilai mata pelajaran tertentu saja atau hanya menilai secara akademik saja. Hasil penelitian: Untuk menilai hasil prestasi belajar siswa, tidak ada salah satu atau beberapa mata pelajaran yang diunggulkan atau menjadi tolak ukur. Nilai rapor yang menunjukkan angka prestasi belajar peserta didik merupakan rata-rata dari keseluruhan nilai mata pelajaran yang diajarkan, sehingga siswa yang unggul di satu mata pelajaran dan lemah di mata pelajaran lainnya tidak akan tampak pada angka prestasi tersebut. Begitu pula dengan tidak adanya sistem ranking (peringkat) maka di antara siswa tidak terjadi kesenjangan atau kecemburuan karena tinggi-rendahnya prestasi mereka. 13. Masalah: Adakah korelasi antara faktor kematangan peserta didik dengan aplikasi teori kecerdasan majemuk? Temuan yang diharapkan: Ada korelasi searah antara faktor kematangan peserta didik dengan aplikasi teori kecerdasan majemuk. Artinya aplikasi teori kecerdasan majemuk dapat berpengaruh dalam meningkatkan kematangan peserta didik, sementara faktor kematangan tidak berpengaruh pada aplikasi teori kecerdasan majemuk. Adapun aplikasi teori kecerdasan majemuk lebih dipengaruhi oleh kompetensi guru atau pendidik.

Hasil penelitian: Sebagaimana telah dijelaskan bahwa banyak hal yang mempengaruhi tingkat kematangan peserta didik, dan juga adanya faktor situasi dan kondisi yang pada dasarnya dapat mengakibatkan hasil Tes Kematangan Siswa tidak relevan terhadap tingkat kematangan yang sebenarnya, maka tidak dapat ditentukan adanya korelasi antara faktor kematangan peserta didik dengan aplikasi teori kecerdasan majemuk. 14. Masalah: Kebijakan apakah yang perlu dikaji kembali berkenaan dengan faktor kematangan siswa, aplikasi teori kecerdasan majemuk serta pencapaian prestasi belajar peserta didik? Temuan yang diharapkan: Kebijakan yang perlu dikaji kembali berkenaan dengan faktor kematangan siswa, aplikasi teori kecerdasan majemuk serta pencapaian prestasi belajar peserta didik adalah mengenai pengembangan kurikulum, penilaian hasil belajar dan sistem kenaikan kelas, selayaknya meninjau perbedaan kemampuan dan potensi siswa. Hasil penelitian: Khusus mengenai faktor kematangan siswa, perlu dianalisa kembali perihal situasi dan kondisi pada saat tes kematangan siswa dijalankan, karena hal tersebut berpengaruh pada relevansinya terhadap kemampuan siswa sebenarnya.

Sementara itu, sesuai analisis SWOT yang telah dijabarkan, perbaikan manajemen dengan pengembangan kurikulum sangat diperlukan, di samping peningkatan kualitas pendidik dan pengelolaan yang tepat terhadap aspek-aspek pendukung lainnya. Adapun mengenai penilaian hasil belajar dan sistem kenaikan kelas yang sudah dilakukan sejauh ini dapat dikatakan sesuai dengan prinsip kecerdasan majemuk, karena penilaian dilaksanakan di berbagai bidang (tidak menonjolkan bidangbidang tertentu saja), dan hampir tidak ada siswa yang tidak naik kelas, kecuali satu siswa yang dikarenakan pertimbangan yang sangat kuat terkait dengan kondisi psikologis dirinya dan keluarganya. Selebihnya, semua siswa dianggap cerdas dan memiliki kesempatan yang sama dalam mengembangkan kecerdasan mereka. 15. Masalah: Adakah dampak yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut? Temuan yang diharapkan: Dengan kebijakan tersebut di atas, dapat menghindarkan dampak negatif seperti kondisi psikologis siswa yang menurun karena dianggap tidak bisa, bodoh dan lain sebagainya, sebaliknya memacu siswa untuk menjadi lebih percaya diri dan memberi kesempatan yang sama kepada seluruh siswa untuk mengembangkan potensi dirinya. Hasil penelitian: Siswa menjadi lebih percaya diri dalam mengejar prestasinya.

Angka peningkatan prestasi belajar yang cukup mendominasi selama dua semester berturut-turut mampu membuktikan bahwa aplikasi metode kecerdasan majemuk yang telah dijalankan selama ini sudah cukup membuahkan hasil, walaupun tidak dilakukan oleh semua pendidik atau di seluruh mata pelajaran. Dengan demikian, pengembangan manajemen dari hasil analisis di atas akan mampu menambah prosentase peningkatan prestasi belajar. Selanjutnya, pada dasarnya kemampuan atau prestasi individu masingmasing peserta didik hanya dapat dikembangkan oleh diri mereka sendiri serta dengan dukungan paling besar dari keluarga. Para pendidik, atau dalam hal ini lembaga pendidikan tempat mereka mengikuti proses pembelajaran secara formal, hanya berperan dalam mengarahkan, membimbing, dan membantu mereka memilih atau menentukan kemampuan yang paling tepat untuk mereka kembangkan. Proses pembelajaran yang utama berlangsung di mana saja dan tidak dapat diukur dengan angka-angka, melainkan dengan perkembangan sikap, perilaku dan intelektual mereka.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Faktor kematangan siswa dipengaruhi oleh banyak hal. Walaupun sesungguhnya usia tidak memiliki pengaruh yang cukup kuat, namun halhal lain seperti pola asuh dalam keluarga dan media massa dapat memberikan dampak terhadap kematangan siswa. Namun demikian, pengukuran tingkat kematangan tersebut tidak dapat dilakukan tanpa memperhatikan kondisi siswa yang bersangkutan serta situasi lokasi di mana tes dilakukan, karena nantinya akan berpengaruh kepada hasil tes kematangan tersebut, yang akibatnya belum tentu relevan dengan tingkat kematangan yang sebenarnya dimiliki oleh siswa tersebut. Dengan tidak adanya relevansi tersebut, maka faktor kematangan belum dapat dikatakan berpengaruh terhadap pencapaian prestasi belajar peserta didik. 2) Aplikasi teori kecerdasan majemuk sangat berpengaruh kepada pencapaian prestasi belajar peserta didik. Hal ini dapat dilihat pada prosentase peningkatan prestasi belajar selama dua semester berturutturut. Walaupun kontinuitasnya belum dapat dibuktikan untuk yang relatif lama (beberapa semester atau tahun pelajaran), tetapi peningkatan tersebut cukup mewakili progress yang sebenarnya.

B. Saran Saran yang dapat disampaikan oleh penulis adalah: 1) Dalam pelaksanaan Tes Kematangan Siswa hendaknya diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan siswa serta latar belakang kondisi siswa serta situasi lokasi ketika tes tersebut dilakukan, sehingga hasilnya akan lebih mewakili kemampuan siswa yang sebenarnya. Untuk penelitian berikutnya akan lebih baik apabila memperhatikan dan menganalisis aspek-aspek yang digunakan dalam pelaksanaan tes tersebut. Dengan demikian maka ukuran kematangan siswa tidak menjadi sia-sia sebagai bekal bagi pihak sekolah dalam menentukan kemampuan peserta didiknya. 2) Aplikasi teori kecerdasan majemuk membutuhkan kreatifitas pendidik dalam pengolahan segala sesuatu agar dapat dijadikan media

pembelajaran. Untuk itu diperlukan kompetensi dan pengetahuan yang tinggi, demi mencapai hasil yang lebih baik lagi. Sebaiknya setiap pendidik tidak merasa puas dengan sekedar mengetahui dan

melaksanakannya tanpa bekal pelatihan dan wawasan yang terus bertambah dari waktu ke waktu. 3) Prestasi belajar peserta didik selayaknya tidak hanya dijabarkan dalam angka-angka, melainkan juga dalam bentuk narasi yang lebih mampu menjelaskan kemampuan masing-masing siswa, sehingga tampak jelas kecerdasan apa yang mereka miliki dan berpotensi untuk dikembangkan.

4) Bagi penelitian selanjutnya akan lebih baik apabila menganalisis secara detail progress setiap bidang atau mata pelajaran yang ditempuh peserta didik untuk dapat mengetahui jenis kemampuan atau kecerdasan mereka, dimulai dari aspek-aspek tes kematangan yang digunakan hingga dapat disesuaikan dengan nilai-nilai yang diperoleh pada masing-masing mata pelajaran. Dengan demikian akan tampak jelas bakat atau kemampuan yang mereka miliki sebenarnya.

___oOo___

DAFTAR PUSTAKA

Asmiyati. 2001. Hubungan antara Kematangan emosi dengan Perilaku Asertif Pada Mahasiswa Psikologi Untag Surabaya. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945. Surabaya. Budiyana, Ignatius. 2010. Hubungan Motivasi Belajar, Kematangan Siswa, Prestasi Belajar, Dan Kinerja Praktik Industri Dengan Kesiapan Terhadap Dunia Kerja Siswa Smk Bidang Keahlian Teknik Bangunan Se-Malang Raya. Tesis. UM. Feinberg, Mortimer R.. 2004. Mengenali Tanda-Tanda Kematangan Diri. Kristiyani Y, Titik. 2008. Tak Naik Kelas Berarti Tak Cerdas? Artikel. Kompas. Megawangi, Ratna, Latifah, Melly dan Farrah Dina, Wahyu. 2005. Pendidikan Holistik. Indonesia Heritage Foundation. Jakarta. Mubin, dan Cahyadi, Ani. 2006. Psikologi Perkembangan. Quantum Teaching. Jakarta. Muzdalifah, Fellianti & Indri Hapsari, Iriani. 2010. Analisa Tingkat Kematangan Siswa Sd Kelas 1 Berdasarkan Tingkat Usia Di Sekolah Dasar Di Jakarta. Penelitian. Jakarta. Rahman, M. Jazuli. 2010. Tes Calistung: Melanggar Hak Anak. Artikel. Rasman M, M. 2008. Metodelogi Penelitian (Diktat Kuliah Metode Penelitian). Jakarta. Ratnawati, I. 2005. Studi tentang Kematangan Emosi dan Kematangan Sosial Pada siswa SMU Yang Mengikuti Program Akselerasi. Skripsi. (Tidak Diterbitkan) Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945. Surabaya. Rohmah, Siti. 2009. Teori Kecerdasan Majemuk Howard Gardner Dan Pengembangannya Pada Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Untuk Anak Usia Sekolah Dasar. Skripsi. UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta. Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Pustaka Setia. Bandung Sudarsono. 2008. Management Of Organization Behavior Utilizing Human Resources (Diktat Kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia). Jakarta. Tarmidi. 2006. Iklim Kelas dan Prestasi Belajar. Penelitian. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Laporan Individu Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah Tahun Pelajaran 2010/2011. Keadaan 31 Juli 2010. Bekasi. Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 Peraturan Mendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian PP No 17 tahun 2010 PP RI no 19 tahun 2005 UU RI NO 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional http://www.definisi-pengertian.blogspot.com http://www.episentrum.com http://www.indosdm.com http://www.kampiunpsikologi.wordpress.com http://www.rimancolection.wordpress.com http://www.shvoong.com http://www.tempatkita.blogspot.com http://www.untukku.com http://www.wikipedia.com

Lampiran 1

DATA WAWANCARA KEPALA SEKOLAH SDIT INSAN RABBANI BEKASI BARAT

1) Apakah SDIT Insan Rabbani memberi persyaratan usia minimal untuk calon siswa Tingkat I? Jika ya, berapakah usia minimal yang disyaratkan? Dan apakah pertimbangan menentukan usia tersebut sebagai usia minimal? 2) Apakah SDIT Insan Rabbani mengadakan Tes Kematangan Siswa pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), khususnya bagi calon siswa Tingkat I? Jika ya, apakah materi tes dibuat oleh sekolah sendiri atau bekerja sama dengan lembaga psikologi? Apakah tujuannya? 3) Sejauh ini, apakah persyaratan usia minimal dan hasil Tes Kematangan Siswa cukup relevan terhadap prestasi belajar siswa? 4) Apakah di SDIT Insan Rabbani diterapkan metode MIT (Multiple Intelligences Theory) atau Teori Kecerdasan Majemuk? Jika ya, apakah metode tersebut telah menghasilkan proses pembelajaran yang efektif serta prestasi belajar yang memuaskan? 5) Apakah di SDIT Insan Rabbani pernah ada siswa yang tinggal kelas/mengulang? Jika ya, apa pertimbangannya sehingga siswa tersebut harus mengulang? Jika tidak, apa pula pertimbangannya?

Lampiran 2

HASIL WAWANCARA KEPALA SEKOLAH SDIT INSAN RABBANI BEKASI BARAT

1) Tidak. Kami tidak memberi persyaratan usia minimal untuk calon siswa tingkat I. 2) Ya, kami mengadakan Tes Kematangan Siswa pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), khususnya bagi calon siswa tingkat I. Materi tes dibuat oleh lembaga psikologi. Tujuannya adalah untuk mengetahui kesiapan anak memasuki Sekolah Dasar. 3) Ya, sejauh ini hasil Tes Kematangan Siswa cukup relevan terhadap prestasi belajar siswa. 4) Ya, di SDIT Insan Rabbani diterapkan metode MIT (Multiple Intelligence Theory) atau Teori Kecerdasan Majemuk. Metode tersebut telah

menghasilkan proses pembelajaran yang efektif serta prestasi belajar yang memuaskan, tetapi belum sepenuhnya. 5) Di SDIT Insan Rabbani pernah ada seorang siswa yang tinggal kelas atau mengulang. Berbagai metode telah diterapkan terhadap siswa tersebut, namun tidak juga menghasilkan prestasi belajar yang memuaskan. Sekolah berharap, dengan keputusan tinggal kelas maka siswa tersebut serta orang tuanya lebih memperhatikan perkembangan pendidikan siswa yang bersangkutan.

Lampiran 3

DATA WAWANCARA GURU


Nama Lengkap : __________________________________

(mohon dilengkapi dengan title Anda) Jenis Kelamin Mengajar di Kelas/Tingkat Mata Pelajaran yang Diajarkan : Laki-laki :1 2 3 4 Perempuan 5 6

: PAI Matematika TQ Bahasa Indonesia Fiqih IPA Kaligrafi IPS Bahasa Arab PKn Penjaskes Bahasa Inggris SBK Bahasa Sunda Komputer

Pengalaman Mengajar

: 1 tahun 3 6 tahun

1 3 tahun 6 tahun

1) Apakah Anda mengetahui tentang Teori Kecerdasan Majemuk? Ya Tidak

2) Bagaimana pendapat Anda mengenai Teori Kecerdasan Majemuk? Sangat baik, karena menganggap semua anak cerdas, dan memperhatikan potensi apapun pada siswa Biasa saja, karena menurut saya tidak ada kelebihan yang signifikan pada teori tersebut Saya kurang mendukung, karena terlalu menyulitkan dalam proses pembelajaran 3) Pernahkah Anda mengikuti pelatihan Teori Kecerdasan Majemuk? Ya Tidak

4) Apakah Anda menerapkan Teori Kecerdasan Majemuk di kelas Anda? Ya, selalu Ya, kadang-kadang Tidak pernah

5) Bagaimana cara Anda menerapkan Teori Kecerdasan Majemuk di kelas Anda? Dengan mengamati potensi setiap siswa, lalu melakukan pendekatan khusus dengan siswa tersebut selama proses pembelajaran berlangsung Melakukan beberapa metode dalam langkah-langkah pembelajaran sehingga dapat meliputi beberapa jenis kecerdasan pada satu kegiatan atau satu mata pelajaran di satu pertemuan Mencoba metode yang berbeda pada setiap pertemuan untuk mata pelajaran yang sama

6) Setelah menerapkan Teori Kecerdasan Majemuk di kelas, bagaimana prestasi anak didik Anda? Meningkat Relatif tidak berubah Menurun

7) Menurut pengamatan Anda, efektifkah penerapan Teori Kecerdasan Majemuk terhadap peningkatan prestasi belajar peserta didik? Ya, sangat efektif Ya, tetapi tidak dapat berlaku pada seluruh peserta didik Ya, tetapi dengan prosentase yang sangat kecil Tidak efektif 8) Menurut pendapat Anda, jika semua anak dapat dikatakan cerdas, maka layakkah seorang siswa tinggal kelas atau mengulang karena prestasi belajarnya yang sangat rendah? Tidak layak, karena itu berarti menghambat kesempatannya untuk berkembang Layak, dengan pertimbangan agar siswa tersebut dapat mengejar ketertinggalannya 9) Menurut Anda, bagaimana cara mengembangkan potensi peserta didik? Menumbuhkan kepercayaan dirinya dengan potensi yang dimilikinya sendiri Terus memberikan materi esensial yang sulit dijangkau sampai ia mampu mencapai nilai sesuai tuntutan akademis

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah seorang muslimah yang dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 Mei 1981, merupakan anak terakhir dari tujuh bersaudara, pasangan R. Dewo Hartoyo dan Rr. Endang Wahyu Wardani. Pendidikan yang ditempuh oleh penulis adalah: Sekolah Dasar Negeri 01 Cipinang Melayu Jakarta Timur (1987/1988 1992/1993); Sekolah Menengah Pertama Negeri 80 Jakarta Timur (1993/1994); Sekolah Menengah Pertama Negeri 32 Surabaya (1994/1995 1995/1996); dan Sekolah Menengah Umum Negeri 16 Surabaya (1996/1997 1998/1999). Tahun 1999 penulis melanjutkan studi di Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan (FTSP) Program Studi Arsitektur Universitas Bung Karno Jakarta dan memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Oktober 2003. Pada tahun 2008, penulis melanjutkan studi di Program Pascasarjana Magister Manajemen Konsentrasi Manajemen Pendidikan, Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen IMNI hingga selesai tahun 2011. Penulis pernah mengikuti training dan seminar antara lain; Seminar Sehari Pendidikan sebagai Awal Kebangkitan Nasional (UBK, 2002) Teacher Training Program for The Islamic English Club for Kids (NEC, 2004) Training Remedial Teaching Pelatihan Penanganan Anak Disleksia dan Disgrafia (PoLOS Consult, 2005)

Pelatihan Peningkatan Profesional Guru (Dinas Pendidikan Kota Bekasi, 2007) Half-Day Seminar on An Introduction to Bilingual Program at Home and School (NEC, 2007) Workshop Peningkatan Kemampuan Guru dalam Rangka Meningkatkan Mutu Pendidikan (SDIT Al-Hikmah, 2007) Ten Hour Training on Multimedia Learning System (NEC, 2008) Seminar Pendidikan Menjadi Guru yang Mau dan Mampu Mengikat Makna Pendidikan Melalui Membaca dan Menulis yang Memberdayakan (Menwa UMJ, 2009) Teaching Strategy Method for Integrated Islamic International School & Leadership Skill (JISC, 2009) Pelatihan Penerapan Pembelajaran Kontekstual (UNJ, 2009) Smart Education Workshop Melejitkan Potensi Anak Melalui Pembelajaran Kreatif (Luxima, 2010) Basic Writing and Translating Skills Workshop (LCC LP3I Pusat, 2010) Pada tahun 2004 penulis bekerja di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Al-Muchtar Bekasi Timur sebagai guru pengganti yang mengampu mata pelajaran Bahasa Inggris dan IPS selama dua bulan. Kemudian tahun 2004 2010 penulis bekerja di SDIT Al-Hikmah Bekasi Barat sebagai guru Bahasa Inggris dan Wali Kelas I (2004 2007), Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum (2005 2010), Ketua Team Sukses UASBN (2008 2009), Koordinator MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) Bahasa Inggris (2008 2010) dan Koordinator Ekstrakurikuler Bahasa Inggris (2009 2010).

Di samping itu penulis juga menjadi salah satu pengajar di lembaga pendidikan Bahasa Inggris Islamic English Club dan English Teens Club yang bernaung di bawah National English Centre sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2010. ----

You might also like