You are on page 1of 10

Identitas Jurnal Judul Jurnal Penulis : Ambiguitas Slogan Iklan Televisi : Rini Astuti (Program Studi Pendidikan Bahasa

dan

Sastra Indonesia FKIP Universitas Muhammadiyah Purworejo) Sumber Jumlah Halaman : : 9 halaman

Intisari Jurnal Jurnal ini berisi tentang ambiguitas slogan pada iklan-iklan di televisi. Menurut penulis (Astuti), ambiguitas dalam iklan dapat terjadi dan banyak ditemukan dalam iklan televisi (Astuti, 2005:31). Iklan televisi tidak jauh berbeda dengan bahasa karena di dalamnya terkandung konvensi atas tanda, tidak berbeda dengan bahasa yang berasal dari konvensi yang disepakati bersama. Bahasa dalam iklan tidak hanya diekspresikan melalui tuturan, tetapi juga melalui gambar, bentuk visual, dan simbol yang mempengaruhinya. Akibatnya, banyak iklan yang menggunakan implikatur dan mengutarakan pesannya tersebut. Pesan disampaikan oleh pembuat iklan dengan asumsi bahwa pembaca atau penonton iklan telah memahami makna dari iklan tersebut, meskipun kenyataannya tidak semua penonton dapat memahami pesan yang terkandung dalam slogan iklan tersebut (Astuti, 2005:31). Penggunaan implikatur dalam iklan tersebut secara tidak tidak langsung dapat membuat makna iklan menjadi ambigu. Dalam jurnal ini, penulis meneliti slogan iklan pada empat iklan televisi. Keempat iklan tersebut adalah iklan Hemaviton Action (Dua kali sehari siap Action), Yamaha (Bebek yang paling bandel di kelasnya), Star Mild (Bikin hidup lebih hidup), dan Mobil Phanter (Pakai Phanter pasti pinter). Penulis membagi makna dari keempat slogan tersebut dengan dua pemaknaan, yaitu makna bebas konteks (konvensional) dan makna terikat konteks (kontekstual). Pemaknaan kontekstual yaitu pemaknaan yang diambil dari makna kalimat tersebut tanpa memperhatikan konteks apa yang ada dalam iklan tersebut. Contohnya, ketika slogan iklan HemavitonAction

berbunyi Dua kali sehari siap Action, makna konvensional yang terkandung di dalamnya adalah dengan meminum HemavitonAction dua kali sehari, kita akan siap action. Namun, dalam makna tersebut tidak jelas kita siap untuk action apa. Pemaknaan yang kedua adalah pemaknaan kontekstual. Jika pemaknaan konvensional tidak memperhatikan konteks yang muncul dalam iklan, pemaknaan kontekstual menganggap sebuah makna muncul bukan hanya dari tuturan kalimatnya, tetapi juga konteks yang terkandung dalam iklan tersebut. Contohnya, ketika iklan produk Hemavitondengan slogan Dua kali sehari siap Action muncul dengan visualisasi beberapa orang lakilaki dan perempuan yang sedang menari dengan gaya erotis, makna yang muncul dari slogan dan visualisasinya tersebut menimbulkan makna bahwa produk ini dapat meningkatkan vitalitas baik pada pria maupun wanita. Penulis mengelompokkan dan menjelaskan keempat iklan tersebut sesuai dengan makna konvensional dan kontekstualnya. Dari pemaparan yang dilakukan oleh penulis, dapat ditarik simpulan bahwa slogan dalam ada iklan yang dapat dipahami ketaksaannya dengan mudah dan ada pula iklan yang tidak mudah untuk dipahami ketaksaannya. Penulis juga menyimpulkan bahwa iklan yang mudah dipahami

ketaksaannya dapat dimaknai dengan kajian semantik. Sementara kalimat yang tidak mudah dipahami ketaksaannya dapat dimaknai dengan kajian pragmatik, karena dalam pemaknaannya, makna slogan dipengaruhi oleh konteks yang muncul dalam iklan tersebut.

Pembahasan Iklan adalah produk kebudayaan massa, produk kebudayaan masyarakat industri yang ditandai oleh produksi dan konsumsi massa. Massa tidak lebih dipandang sebagai konsumen, untuk merangsang proses jual beli atau konsumsi massal itulah iklan diciptakan. Tugas utama dari desainer iklan adalah bagaimana agar informasi tentang suatu produk diterima, tetap berkesan di benak konsumen dan sanggup membujuk

konsumen untuk membuka dompetnya dan membeli produk yang ditawarkan (Tinarbuko, 2007, dalam situs

http://sumbo.wordpress.com/2007/11/06/36/). Iklan dianggap sebagai strategi pemasaran untuk menyedot perhatian pembaca atau penonton dan menjaring konsumen sebanyak-banyaknya. Semakin menarik iklan, semakin memungkinkan juga konsumen tergoda dan membeli produk yang diiklankan tersebut. Sebuah iklan harus dikemas dengan menarik, baik secara audio maupun visual. Kemenarikan kemasan iklan tersebut juga tidak lepas dari ragam atau variasi bahasa yang digunakan pengiklan. Iklan dikatakan berhasil jika pengiklan dapat memikat sasarannya menjadi mitra untuk mendukung bahkan hingga akhirnya membeli barang produksi yang ditawarkan, sehingga bahasa menjadi inti sebuah iklan. Ciri khusus bahasa iklan antara lain singkat, padat, jelas, dan menarik. Maka dari itu, diperlukan pemilihan kata yang tepat dan gaya bahasa (cara menggunakan bahasa) untuk menghasilkan iklan yang menarik serta didukung peragaan oleh model iklan dengan penyampaian pesan yang sangat bervariasi (Kusumawati, 2010:4). Dengan ciri iklan yang singkat, padat, jelas, dan menarik tersebut, sebuah iklan harus mampu memikat konsumen, salah satunya melalui bahasa. Sebuah iklan harus mampu memberi makna pada penontonnya hanya dengan durasi hitungan detik. Dalam hal ini, slogan menjadi salah satu kunci utama menarik atau tidaknya sebuah iklan. Slogan yang berkarakteristik pendek, singkat, dan jelas itu harus mampu menyampaikan makna yang berkesan pada penonton atau pembaca iklan tersebut. Tidak jarang, singkatnya pesan yang diperlihatkan iklan membuat bahasa pada iklan terkesan menyimpang dari kaidah bahasa pada umumnya. Sells dan Gonzales (2007, dalam Irianto, 2007:45) menyatakan bahwa bahasa iklan memang sedikit berbeda atau menyimpang dari kaidah bahasa pada umumnya. Namun, sebetulnya penyimpangan kaidah bahasa pada iklan dengan kaidah bahasa lainnya tidak bisa disebut menyimpang.

Para produsen iklan sengaja membuat penyimpangan dengan tujuan agar iklannya mudah diingat dan menarik perhatian masyarakat. Penyimpangan tersebut dianggap masih wajar dalam kaidah bahasa pada umumnya. Fenomena penyimpangan bahasa dalam iklan ini disebut juga sebagai Penyimpangan yang penuh dengan nuansa seni. Salah satu penyimpangan yang penuh dengan nuansa seni tersebut adalah munculnya ambuguitas pada slogan yang ditampilkan iklan tersebut. Ambiguitas dalam slogan iklan yang dibahas dalam jurnal ini akan selalu muncul dalam dunia periklanan. Semakin ambigu sebuah slogan, semakin menarik iklan tersebut. Karena dengan ambiguitas slogan yang dimiliki iklan, penonton akan semakin penasaran dan tertarik dengan iklan tersebut. Ambiguitas slogan pada iklan membuat para penontonnya memiliki persepsi masing-masing terhadap makna yang dimunculkan dalam slogan iklan tersebut. Pemahaman slogan iklan tidak hanya berpusat pada apa yang tertulis dalam slogan iklan, tapi juga dikaitkan dengan apa yang divisualkan dalam iklan tersebut dan berbagai aspek lain dalam iklan tersebut, seperti musik, gambar, dan lain-lain. Contohnya, ketika iklan sebuah produk kecantikan Citra berbunyi Pancarkan kilau cantikmu, penonton tidak bisa secara langsung

menyimpulkan bahwa produk Citra dapat membuat memancarkan kecantikan seorang wanita secara sekejap. Namun, ketika penonton mengaitkan slogan tersebut dengan konteks pada iklan tersebut, yaitu pada apa yang divisualkan dalam iklan, barulah penonton akan menangkap makna yang sebenarnya. Jika penonton mengaitkan slogan Pancarkan kilau cantikmu tersebut dengan visual iklan tersebut yang memperlihatkan seorang wanita yang tersenyum bahagia sambil bercengkrama dengan beberapa anak kecil setelah melalui tahap transformasi dengan produk Citra tersebut, penonton dapat mengambil kesimpulan bahwa kecantikan yang memancar dari seorang wanita itu muncul setelah proses transformasi panjang. Tidak lupa, kecantikan juga memancar tidak hanya dari fisik seorang wanita, tetapi juga dari dalam diri seorang wanita. Wanita yang

cantik tidak hanya cantik di luar tapi juga selalu menunjukkan keramahan pada semua orang, seperti yang diperlihatkan dalam iklan tersebut. Ambiguitas pada iklan dapat dianggap sebagai salah satu ciri khas bahasa yang digunakan dalam iklan. Pengaburan makna yang muncul dalam iklan membuat penonton sebagai calon pembeli merasa penasaran pada produk yang sedang diiklankan. Semakin besar rasa penasaran pembeli terhadap produk yang diiklankan, semakin besar juga kemungkinan konsumen untuk membeli dan mengonsumsi produk yang diiklankan tersebut. Iklan dianggap sebagai wadah produsen untuk mengomunikasikan pesannya terhadap konsumen. Pesannya di sini adalah memperkenalkan produk yang akan dijual, membuat penonton tertarik, dan akhirnya penonton akan membeli produk tersebut. Sebuah iklan sebagai produk komunikasi tidak lepas dari struktur komunikasi juga. Finnegan (2005:277) menyatakan bahwa terdapat tujuh aspek dalam struktur komunikasi: (1) given and new information; (2) topik; (3) contrast; (4) definite expression; (5) referential expression; (6) generic expression. Makna sebuah iklan tidak hanya dipahami melalui slogannya saja, tetapi juga apa yang menjadi informasi yang diberikan dan informasi baru yang menyertainya (given and new information). Di sini dapat dikatakan bahwa given information adalah konteks atau apa yang divisualkan dalam iklan tersebut dan new information adalah slogan yang memberi informasi tambahan pada konteks dalam iklan itu. Makna sebuah iklan juga dapat diambil melalui topik apa yang disampaikan dalam iklan tersebut, konteks dalam iklan dapat diberi jabatan sebagai topik, dan slogan sebagai komen (comment) yang menambahkan makna pada topik iklan tersebut. Makna sebuah iklan juga akan lebih dipahami jika penonton menemukan sesuatu yang kontras dalam iklan tersebut. Selain itu, penonton juga akan lebih diperkuat pemahaman makna iklannya jika ada identitas yang dapat ditunjukkan secara nyata dan pasti (definite), dan sebuah iklan juga akan lebih mudah dipahami jika jelas rujukannya (referential).

Dalam jurnal ini, penulis menganggap slogan sebagai implikatur. Implikatur, menurut Grice (1975), dibedakan menjadi dua, yaitu (1) implikatur konvensional; dan (2) implikatur nonkonvensional. Implikatur konvensional adalah implikatur yang diperoleh dari makna kata, bukan dari pelanggaran prinsip percakapan. Adapun implikatur nonkonvensional adalah implikatur yang diperoleh dari fungsi pragmatis yang tersirat dalam suatu percakapan (Rosidi, 2009, dalam http://guru-

umarbakri.blogspot.com/2009/08/kajian_17.html.). Sesuai dengan pendapat Grice tersebut, penulis membagi dua makna implikatur dalam slogan iklan menjadi dua, yaitu makna konvensional, dan makna nonkonvensional atau kontekstual. Dalam jurnal ini, penulis memaparkan kedua makna implikatur tersebut dalam bentuk tabel sebagai berikut: Slogan Iklan dengan makna konvensional No Slogan televisi 1 Hemaviton Action Hemaviton Dua kali sehari Action Dengan minum Hemaviton Action setiap hari, kita akan selalu siap action (tidak jelas action dalam hal apa) 2 Yamaha, Bebek Yamaha Motor bebek yang paling tangguh di antara motor bebek lainnya. Star Mild Konsumen dibujuk jika iklan Nama produk Makna Konvensional

siap action

yang paling bandel di kelasnya 3 Star Mild Bikin hidup lebih hidup

merokok dengan Star Mild, hidup jadi lebih

bersemangat. 4 Pakai pinter. Orang pinter pasti Phanter Phanter Seseorang yang memilliki mobil Phanter diasumsikan pasti pinter

pilih Phanter

Slogan iklan dengan makna kontekstual No Slogan televisi 1 Hemaviton Action Hemaviton Dua kali sehari Action Dalam iklan produk ini, kata action divisualisasikan iklan Nama produk Makna Kontekstual

siap action

dengan beberapa orang lakilaki dan perempuan sedang menari dengan gaya erotis. konotasi yang terbentuk

dalam produk ini adalah dapat vitalitas. 2 Yamaha, Bebek Yamaha Dihubungkan produk yang dengan diiklankan, meningkatkan

yang paling bandel di kelasnya

slogan ini dapat ditafsirkan sepeda motor yang paling tangguh dan hebat di antara semua sepeda motor adalah Yamaha

Star Mild Bikin hidup lebih hidup

Star Mild

Slogan ini dapat ditafsirkan berdasarkan terhadap pemaknaan kalimat bikin

hidup lebih hidup, sehingga konotasinya menjadi rokok yang dapat membuat hidup lebih hidup adalah rokok Star Mild 4 Pakai Phanter Phanter Pemaknaan kontekstual dari

pinter. Orang pinter pasti pilih Phanter

slogan ini dipusatkan pada pemakaian kalimat pakai phanter pinter. Konotasi dalam iklan ini adalah orang yang mengendarai Phanter diasumsikan pinter

(Astuti, 2005:33) Penulis sudah tepat membagi implikatur berdasarkan dua

pemaknaan, yaitu makna kontekstual dan makna konvensional. Penulis membandingkan keempat iklan tersebut berdasarkan makna konvensional dan makna kontekstualnya. Berdasarkan struktur komunikasi Finnegan yang sudah disebutkan sebelumnya, makna konvensional dan makna kontekstual hampir bisa disamakan dengan given dan new information. Kontekstual dalam iklan dapat dianggap sebagai given information dan makna kovensional dapat dianggap sebagai new information. Kedua makna tersebut saling melengkapi dengan tujuan penonton atau pembaca sebagai penerima pesan dapat menerima dan memahami makna dengan utuh. Namun, dalam jurnal ini, penulis tidak menjelaskan lebih lanjut tabel makna konvensional dan kontekstual yang dibuatnya. Penulis hanya menyebutkan makna kovensional dan makna kontekstual iklan dalam bentuk tabel. Sementara makna tersebut tidak dijelaskan secara mendalam oleh penulis. Penulis tidak menjelaskan apa konteks yang muncul pada keempat iklan tersebut secara jelas dan rinci. Akibatnya, makna kontekstual dan konvensional pada keempat iklan tersebut tidak terlalu terasa perbedaannya.

Penutup Iklan sebagai produk komunikasi massa memiliki peran yang penting dalam promosi sebuah produk. Sebuah iklan memiliki makna tersendiri sebagai pesan yang ingin disampaikan pembuat iklan dan produsen pada penonton sebagai calon pembeli. Makna yang mudah

dipahami memudahkan penonton juga untuk mengenal bagaimana produk yang sedang diiklankan tersebut. Idealnya, iklan yang baik itu adalah iklan yang dapat dengan mudah menyampaikan pesannya pada penonton atau produsen. Namun, ternyata tidak semua iklan dapat dipahami dengan mudah maknanya. Ada beberapa iklan yang sengaja mengaburkan maknanya untuk membuat penonton merasa penasaran. Salah satu pengaburan yang dilakukan pembuat iklan adalah dengan membuat slogan iklan yang ambigu. Slogan yang ambigu membuat penontonnya memiliki persepsi tersendiri terhadap iklan yang sedang dilihatnya. Semakin ambigu sebuah slogan, semakin besar rasa penasaran yang dirasakan penonton. Jika semakin penasaran, kemungkinan konsumen untuk membeli barang tersebut semakin besar. Pemaknaan slogan iklan yang ambigu tidak hanya dilakukan secara konvensional atau melalui kalimatnya saja. Makna pada slogan yang ambigu dapat dipahami secara maksimal jika dikaitkan dengan konteks yang muncul dalam iklan tersebut. Slogan dengan konteks pada iklan berkaitan sangat erat dan saling melengkapi satu sama lain. Konteks yang terkandung dalam sebuah iklan akan lebih lengkap maknanya juga ditambah dengan slogan. Sebaliknya, slogan iklan akan lebih jelas dan kuat maknanya jika dikaitkan dengan konteks yang melingkupinya. Pada kenyataannya, ambiguitas dalam iklan, termasuk dalam slogan iklan, menjadi fenomena tersendiri dalam dunia bahasa dan periklanan. Ambiguitas dapat menjadi salah satu hal yang membuat iklan menjadi menarik dan berbeda dengan produk komunikasi lain. Ambiguitas pada iklan secara tidak langsung menambah keragaman makna dalam bahasa dan membuat bahasa menjadi lebih kaya.

10

Referensi Astuti, Rini. 2005. Ambiguitas Slogan Iklan Televisi. Dimuat dalam
Surya: Media Informasi Tri Dharma Perguruan Tinggi Purworejo.

Finnegan, Edward, et.al. 2004. Language: Its Structure and Use 5th, Edition. Boston: Thomson Wadsworth. Irianto, Sugeng. 2007. Bahasa Iklan Televisi Indonesia (Analysis Study of the Commercial Advertising Language on National Indonesian Television). Dimuat dalam jurnal Ragam, Volume 7, Nomor 1, April 2007, halaman 42-59. Kusumawati. 2010. Jurnal Penelitian Analisis Pemakaian Gaya Bahasa Pada
Iklan Produk Kecantikan Perawatan Kulit Wajah di Televisi (Skripsi). Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Rosidi, Imron. 2009. Implikatur [Online] tersedia: umarbakri.blogspot.com/2009/08/kajian_17.html

http://guru-

Tinarbuko, Sumbo. 2007. Eksekusi Iklan Televisi dengan Pendekatan Parodi [Online] tersedia: www.sumbo.wordpress.com

You might also like