Professional Documents
Culture Documents
Pengujian terhadap rangkaian yang telah dibuat dilakukan setelah semua rangkaian disusun secara keseluruhan berdasarkan perencanaan. Pengujian dimaksudkan untuk mendapatkan evaluasi terhadap rangkaian, agar diperoleh kinerja yang lebih baik. Kinerja yang lebih baik didapatkan dengan melakukan perbaikan terhadap komposisi rangkaian yang mengalami kekeliruan yang diketahui saat melakukan pengujian. Pada bab IV dibahas tentang pengujian terhadap sistem yang dibangun disertai dengan analisa. Pengujian sistem menyangkut beberapa hal sebagai berikut: 1. Pengujian rangkaian Penggeser Fasa. 2. Pengujian rangkaian Zero Crossing Detector. . 3. Pengujian rangkaian inverter satu fasa dan driver penyulutnya. 4. Pengujian sistem secara keseluruhan.
4.2.
Dalam perancangannya rangkaian penggeser fasa difungsikan untuk mengatur sudut fasa pada saat inverter dikoneksikan dengan jala-jala, agar fasa antara inverter dan jala-jala menjadi sefasa. Gambar 4.2 menunjukkan rangkaian penggeser fasa.
53
TR1
9V
RV1 V1
VA=220V
CT
200K
OUTPUT
C1
TRAN-2P3S
9V
200n
Gambar 4.2 Rangkaian Penggeser Fasa Gambar 4.3 menunjukkan sinyal hasil penggeseran fasa, dimana sudut fasa yang dapat digeser antara 00 hingga 1200 dengan mengatur variable resistor pada rangkaian penggeser fasa pada Gambar 4.2. Sinyal referensi
Tegangan(V)
4.3
54
12 V
TR1
3 2
741 6 3
U2:A
2
Output
V1
4 1 5 VSINE
4050
TRAN-2P2S
GND
-12
Gambar 4.4 Rangkaian Zero Crossing Detector Gambar 4.4 menunjukkan rangkaian ZCD. Cara kerja dari rangkaian ini adalah sinyal sinusoida dari jala-jala digunakan sebagai input dari rangkaian op-amp non inverting, dimana output yang dihasilkan berupa sinyal persegi yang sefasa dengan sinyal sinusoida tersebut. Kemudian sinyal output dimasukkan ke IC buffer IC4050.
Sinyal ZCD
Tegangan(V)
Sinyal referensi
Gambar 4.5 Sinyal dari Rangkaian ZCD Gambar 4.5 menunjukkan sinyal dari rangkaian ZCD, dimana sinyal input berupa sinyal sinusoida dan sinyal output berupa sinyal persegi. Untuk pendeteksian titik 0 digunakan perpindahan sinyal dari 0 ke 1 dari sinyal persegi.
55
Gambar 4.6 menunjukkan sinyal dari hasil simulasi menggunakan software Proteus. SinyalZCD
Tegangan(V)
Sinyal Referensi
Gambar 4.6 Sinyal dari Simulasi Rangkaian ZCD dengan Software Proteus Untuk mengetahui apakah pendeteksian perpindahan dari 0 ke 1 pada rangkaian ZCD digunakan osiloskop. Untuk channel 1 kita hubungkan dengan jala-jala sebagai referensi, sedangkan channel 2 dihubungkan dengan keluaran dari rangkaian ZCD. Dari perbandingan antara simulasi dengan rangkaian sebenarnya dapat disimpulkan bahwa rangkaian ZCD yang digunakan sudah sesuai dengan yang diinginkan.
4.4
56
Gambar 4.7 Alat Inverter Satu Fasa Pengujian SPWM ini di uji dengan cara mengaktifkan mikrokontroler dan melihat bentuk gelombang pulsa SPWM. Sinyal keluaran pada mikrokontroler di setting pada PORT C pin 4, 5, 6, 7. Pulsa penyulutan untuk gate 1 (Q1) terletak pada pin 7, gate 2 (Q2) terletak pada pin 6, gate 3 (Q3) terletak pada pin 5, dan gate 4 (Q4) terletak pada pin 4. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.8.
C3
10u 9 13 12
U1
RESET XTAL1 XTAL2 PA0/ADC0 PA1/ADC1 PA2/ADC2 PA3/ADC3 PA4/ADC4 PA5/ADC5 PA6/ADC6 PA7/ADC7 PB0/T0/XCK PB1/T1 PB2/AIN0/INT2 PB3/AIN1/OC0 PB4/SS PB5/MOSI PB6/MISO PB7/SCK ATMEGA16 PC0/SCL PC1/SDA PC2/TCK PC3/TMS PC4/TDO PC5/TDI PC6/TOSC1 PC7/TOSC2 PD0/RXD PD1/TXD PD2/INT0 PD3/INT1 PD4/OC1B PD5/OC1A PD6/ICP1 PD7/OC2 22 23 24 25 26 27 28 29 14 15 16 17 18 19 20 21
OUTPUT Q4 Q3 Q2 Q1
R2
1k
40 39 38 37 36 35 34 33 1 2 3 4 5 6 7 8
C1
22p
X1
C2
22p
CRYSTAL
AREF AVCC
32 30
Gambar 4.8 Rangkaian Mikrokontroler Atmega 16 Gambar 4.8 menunjukkan rangkaian mikrokontroler Atmega 16 dimana port C.4-7 digunakan sebagai output SPWM dan port D.2 digunakan sebagai input dari sinyal Zero Crossing Detector.
57
Q1
Q3
Q2
Q4
Gambar 4.9 Topologi Inverter Gambar 4.9 merupakan topologi Inverter, dimana Q1, Q2, Q3, dan Q4 meruppakan Power Mosfet tipe N. Saat mosfet 1 (Q1) dan mosfet 4 (Q4) ON maka akan menghasilkan setengah gelombang sinusoida positif. Saat mosfet 2 (Q2) dan mosfet 3 (Q3) ON akan menghasilkan setengah gelombang sinusoida negatif. Jadi jika mosfet 1-4 dan mosfet 2-3 On bergantian akan menghasilkan gelombang sinusoida.
Mosfet 1 (Q1)
Mosfet 2 (Q2)
Mosfet 3 (Q3)
Mosfet 4 (Q4)
Gambar 4.10 Sinyal SPWM dari Simulasi Proteus Gambar 4.10 merupakan sinyal SPWM hasil dari simulasi dengan software Proteus. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa
58
antara Mosfet 1 (Q1) dengan Mosfet 2 (Q2) outputnya saling berkebalikan, begitu juga antara Mosfet 3 (Q3) dengan Mosfet 4 (Q4)
Mosfet 2 (Q2)
Time(S)
5V/div 1ms/div
Gambar 4.11 Sinyal SPWM dari Mikrokontroler (Q1 dan Q2) Gambar 4.11 merupakan sinyal output Mosfet 1 (Q1) dan Mosfet 2 (Q2) dari mikrokontroler Atmega 16. Sinyal output dari kedua mosfet tersebut saling berkebalikan. Jika kita bandingkan dengan sinyal output dari hasil simulasi Proteus pada gambar 4.10, dapat kita simpulkan bahwa sinyal output dari mikrokontroler sama dan sudah sesuai dengan yang diinginkan.
Mosfet 4 (Q4)
Gambar 4.12 Sinyal SPWM dari Mikrokontroler (Q3 dan Q4) Gambar 4.12 merupakan sinyal output dari Mosfet 3 (Q3) dan Mosfet 4 (Q4) dari mikrokontroler Atmega 16. Sinyal output dari
59
kedua mosfet tersebut saling berkebalikan. Jika kita bandingkan dengan sinyal output dari hasil simulasi Proteus pada Gambar 4.10, dapat kita simpulkan bahwa sinyal output dari mikrokontroler sama dan sudah sesuai dengan yang diinginkan.
Mosfet 3 (Q3)
5V/div 1ms/div
Gambar 4.13 Sinyal SPWM dari Mikrokontroler (Q2 dan Q3) Gambar 4.13 merupakan sinyal output dari Mosfet (Q2 dan Q3), dimana sinyal dari kedua mosfet tersebut sama. Begitu juga dengan Gambar 4.14 sinyal dari Mosfet (Q1 dan 4) adalah sama.
Mosfet 1 (Q1)
Time(S)
Tegangan(V)
Mosfet 4 (Q4)
Gambar 4.14 Sinyal SPWM dari Mikrokontroler (Q1 dan Q4) Pada pengujian kedua adalah pengujian optocoupler TLP250. Pada pengujian ini output dari mikrokontroler sebagai input dari IC
60
optocoupler TLP250 pada pin 2. Gambar 4.15 menunjukkan rangkaian gabungan mikrokontroler dan IC TLP250. Karena output SPWM dari mikrokontroler sebanyak 4 buah maka diperlukan IC TLP250 sebanyak 4 buah juga. Dimana output dari mikrokontroler di input-kan ke pin 2 pada IC TLP250, karena output mikrokontroler aktif high maka pin kaki 3 di ground-kan.
Gambar 4.15 Rangkaian Mikrokontroler dan Optocoupler Untuk output dari TLP250 ada pada pin 6 dan 7. Perbandingan output dari mikrokontroler dan IC TLP250 dapat dilihat pada osiloskop dengan menghubungkan channel 1 dengan output mikrokontroler dan channel 2 dihubungkan dengan output IC TLP250.
Mikrokontroler Tegangan(V)
Gambar 4.16 merupakan perbandingan antara sinyal input dari optocoupler dan sinyal output dari optocoupler setelah diberi
61
penguatan menggunakan rangkaian totempole yang letaknya menjadi satu di dalam IC TLP250. Sinyal tersebut untuk menge-drive Mosfet 1 (Q1)
Mikrokontroler Tegangan(V)
Optocoupler
Gambar 4.17 merupakan sinyal input-an dari Mosfet 2 (Q2), dimana tegangan VGS yang dibutuhkan 3.5 - 20 Volt. Jika tegangan VGS tersebut kurang dari 3.5 Volt Mosfet tidak akan aktif.
Mikrokontroler
Tegangan(V)
Optocoupler
62
Tegangan supply untuk setiap Mosfet harus berbeda, tapi untuk Mosfet 3 (Q3) dan Mosfet 4 (Q4) sama, jadi dibutuhkan tegangan supply sebanyak 3 buah dengan tegangan sebesar 9 Volt
Mikrokontroler
Tegangan(V)
Optocoupler
5V/div 1ms/div
Time(S)
Dari perbandingan antara sinyal output antara mikrokontroler dan IC TLP250 dapat disimpulkan bahwa sinyal dari IC TLP250 sama dengan sinyal dari mikrokontroler dan tidak mengalami cacat. Pengujian ketiga adalah pengujian inverter satu fasa. Pengujian ini dilakukan dengan memberikan tegangan supply DC pada inverter.
63
Tegangan supply yang diberikan mulai dari 5 V hingga 60 V, karena supply DC maksimum hungga 30 V, maka digunakan 2 buah supply DC. Tegangan output diukur dengan voltmeter. Tabel 4.1 Pengujian Inverter Tanpa Beban Vin (V) Vout (V) 5 2.5 10 5 15 7.5 20 10 25 12.5 30 15 35 17.5 40 20 45 22.5 50 25 55 27.5 60 30
Grafik dibawah ini merupakan perbandingan antara tegangan input dan tegangan output saat inverter tak dibebankan. Grafik Tegangan Output Inverter tanpa Beban 40 Tegangan(V) 30 20 10 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 Tegangan(V) Gambar 4.21 Grafik Perbandingan antara Vin dan Vout Inverter Berdasarkan hasil pengujian inverter pada tabel diatas diatas didapat bahwa tegangan keluaran dari inverter selalu lebih rendah Vout
64
atau setengah daripada tegangan masukan dikarenakan tegangan masukan terbagi menjadi tegangan positif dan tegangan negatif, tegangan yang diukur adalah tegangan rms nya . Selanjutnya pengujian inverter dengan beban. Untuk pengujian selanjutnya dilakukan dengan beban. Pengujian ini dilakukan dengan memberikan beban lampu 5 watt pada inverter.
Gambar 4.22 Pengujian Inverter dengan Beban Lampu Tegangan supply yang diberikan mulai dari 5 V hingga 60 V, karena satu buah supply DC maksimum hingga 30 V, maka digunakan 2 buah supply DC. Untuk outputnya digunakan beban Tabel 4.2 Pengujian dengan beban lampu Vin (V) 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 I in (A) 0.04 0.06 0.07 0.08 0.08 0.09 0.1 0.1 0.1 0.11 0.11 0.12 V out (V) 2.2 4.5 6.8 9.1 11.4 13.7 16 18.3 20.6 22.8 25 27.3 I out (A) 0.04 0.06 0.08 0.08 0.09 0.1 0.1 0.11 0.12 0.12 0.13 0.13
65
lampu bohlam 5 W / 220 V, kemudian tegangan output diukur dengan voltmeter. Dari data hasil pengujian inverter dengan beban diatas, semakin besar tegangan input maka arus output yang mengalir semakin naik. Seperti ditunjukkan pada Gambar 4.23 disimpulkan bahwa terdapat drop tegangan antara 0.3 2,7 V jika dibandingkan antara data saat berbeban dan data saat tanpa beban. 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0
Grafik Perbandingan Antara Arus Input dengan Arus Output Inverter
Arus(A)
Iin Iout 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Tegangan (V)
40 30 Tegangan(V) 20
10
66
Pengujian ke empat adalah pengujian secara keseluru h uhan. Penguji ini dilaku ian ukan dengan m memberikan te egangan input DC t pada in nverter dan dip pasang filter pa RC serta t asif transformator stepup. Kem mudian sinyal output dilihat m o menggunakan o osiloskop.
U1_VCC VCC C
TR1 R6 RV1 V2
VSINE VA=220V FREQ=50hz 200k 1k
R7
330R
R3 R1
1k 6 5 1k 1k
Q2 R4 Q1
NPN BD139
C2
1 200nF 2
BR1 V1
VSINE
U2
R5 R
1k k
TRAN-2P3S VCC
R2
1k
C1
940uF
Q3
BD140 BRIDGE
4 OPTOCOU UPLER-NPN
+88.8
Volts
U6 U
7 3 6 2 4 1 5 U1_VCC VCC C
R13
74 41
R14
330R
R10 R8
1k 6 5 1k 1k
1k
Q5 R11 Q4
NPN BD139
U3
1
R12 R
1k k
R9
1k
Q13
IRFP460N
U1
9 13 12 40 39 38 37 36 35 34 33 1 2 3 4 5 6 7 8 RESET XTAL1 XTAL2 PA0/ADC0 PA1/ADC1 PA2/ADC2 PA3/ADC3 PA4/ADC4 PA5/ADC5 PA6/ADC6 PA7/ADC7 PB0/T0/XCK PB1/T1 PB2/AIN0/INT2 PB3/AIN1/OC0 PB4/SS PB5/MOSI PB6/MISO PB7/SCK ATMEGA16 PC0/SCL PC1/SDA PC2/TCK PC3/TMS PC4/TDO PC5/TDI PC6/TOSC1 PC7/TOSC2 PD0/RXD PD1/TXD PD2/INT0 PD3/INT1 PD4/OC1B PD5/OC1A PD6/ICP1 PD7/OC2 22 23 24 25 26 27 28 29 14 15 16 17 18 19 20 21
2 4 OPTOCOU UPLER-NPN
Q6
BD140
U1_VCC
VCC
Q14
IRFP460N
R20 R21
330R
R17 R15
1k 6 5 1k 1k
1k
Q8 R18 Q7
NPN BD D139 +88.8
AC Volts
U4
1
R19
1k
R16
1k
Q15
IRFP460N
AREF AVCC
32 30
2 4 OPT TOCOUPLER-NPN
Q9
BD D140
Q16
U1_VCC VCC IRFP460N
R27 R28
330R
R24 R22
1k 6 5 1k 1k
1k
U5 U
1
R26
1k
R23
1k
2 4 OPTOCOUPLER-NPN
Q12
BD140
Gambar 4.25 Rangkaian Inverter Keselur I ruhan Gambar 4.26 merupakan si G inyal inverter sebelum di f filter. Tegang supply DC yang dipakai s gan sebesar 20 Vol dengan freku lt, uensi switchin sebesar 1 KHz. ng K
Tegangan
67
Dari gambar tersebut dihasilkan tegangan sinusoida tapi masih berbentuk persegi.
Tegangan
Gambar 4.27 Sinyal Inverter Setelah di Filter Gambar 4.27 merupakan sinyal inverter setelah di filter, tapi sinyal tersebut belum sinyal sinusoida murni masih terdapat ripple. Perlu filter yang lebih baik untuk mengahasilkan sinyal sinusoida yang murni.
Tegangan(v)
Inverter
Grid
Gambar 4.28 Sinyal Inverter Saat Dikoneksikan dengan Grid Gambar 4.28 menunjukkan bahwa antara sinyal inverter dan grid sudah sefasa, setelah dikoneksikan antara keduanya.
68