You are on page 1of 5

Nyonya TK umur 25 tahun dating ke dokter untuk memeriksakan kehamilannya yang kedua.

Pasien sudah diketahui hamil empat bulan. Keluhannya adalah sakit kepala dan lesu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan semua dalam keadaan normal kecuali konjunctiva pucat. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar Hb 9g/dl.

WD : Kehamilan Anemia Anemia dapat dilihat dari pada wanita yang sedak tidak hamil kadar hemoglobinnya 12mg/dl sedangkan pada wanita hamil kadar hemoglobinnya kurang dari 10 mg/dl. Konsentrasi hemoglobin lebih rendah pada pertengahan kehamilan, dan pada awal kehamilan hemoglobin biasanya berkisar 11 mg/dl. Atas alasan tersebut, Centers for Disease Control mendefinisikan anemia sebagai kadar hemoglobin kurang dari 11g/dl pada trimester pertama dan ketiga, dan kurang dari 10,5 g/dl pada trimester ketiga.

Etiologi Anemia : Etiologi anemia dapat dibagi menjadi : Didapat 1. Anemia defisiensi besi 2. Anemia akibat kehilangan darah akut 3. Anemia pada peradangan atau keganasan 4. Anemia megaloblastik 5. Anemia hemolitik didapat 6. Anemia aplastik atau hipoplastik Herediter 1) Talasemia 2) Hemoglobinopati sel sabit 3) Hemoglobinopati lain 4) Anemia hemolitik herediter

Anemia yang banyak pada ibu hamil adalah anemia defisiensi besi dan kehilangan darah akut.

Epidemiologi Menurut World Helath Organization anemia diperkirakan ikut berperan pada hamper 40% kematian ibu ibu hamil di negara negara dunia ketiga (Viteri, 1994). Ironisnya, pada wanita yang sebenarnya sehat, konsentrasi hemoglobin yang lebih tinggi cenderung menyebabkan gangguan hasil kehamilan. Pada kasus kasus ini, ekspansi normal volume darah selama kehamilan tampaknya terganggu. Murphy dkk. (1986) melaporkan temuan dari Cardiff Birth Survey terhadap lebih dari 54.000 kehamilan tunggal. Mereka menemukan peningkatan angka kematian perinatal pada konsentrasi hemoglobin yang tinggi. Secara spesifik, wanita yang konsentrasi hemoglobinnya lebih dari 13,2 g/dl pada gestasi 13 sampai 18 minggu memperlihatkan peningkatan angka kematian perinatal, bayi dengan berat lahir rendah, dan kelahiran premature, serta preeclampsia pada nullipara. Scanlon dkk. ( 2000 ) mempelajari hubungan antara hemoglobin ibu dan bayi preterm atau dengan hambatan pertumbuhan pada 173.031 kehamilan. Hemoglobin yang rendah ( kurang drai 3 SD) pada gestasi 12 minggu menyebabkan risiko 1,7 kali lipat untuk kelahiran preterm sedangkan hemoglobin yang tinggi ( lebih drai 3 SD) pada gestasi 12 minggu sampai 18 minggu memperlihatkan peningkatan 1,3 sampai 1,8 kali lipat untuk hambatan pertumbuhan janin.

Diagnosa : Diangnosis anemia defisiensi besi yang berat tidak sulit karena ditandai ciri ciri yang khas bagi defisiensi besi, yakni mikrositosis dan hipokromasia. Anemia yang ringan tidak selalu menunjukan ciri ciri khas itu, bahkan banyak yang bersifat normositer dan normokrom. Hal itu disebabkan karena defisiensi besi dapat berdampingan dengan defisiensi asam folat. Yang terakhir menyebabkan anemia mengloblastik yang sifatnya makrositer dan hiperkrom. Anemia ganda demikian lazim disebut anemia dimorfis, yang dapat dibuktikan dengan kurva Price Jones. Sifat lain yang khas bagi defisiensi besi adalah : Kadar besi serum rendah; Daya ikat besi serum tinggi; Protoporfirin eritrosit tinggi; dan Tidak ditemukan hemosiderin ( stainable iron ) dalam sumsum tulang. Pengobatan percobaan ( therapia ex juvantibus ) dengan besi dapat pula dipakai untuk membuktikan defisiensi besi : jikalau dengan pengobatan jumlah retikulosit, kadar Hb dan besi serum naik sedang daya ikat besi serum dan protoporforin eritrosit turun, maka anemia itu pasti disebabkan kekurangan besi. Pemeriksaan sumsum tulang menunjukan eriropoesis yang normoblastik tanpa tanda tanda hipoplasia eritropoesis.

Manajemen Apabila pada pemeriksaan kehamilan hanya Hb yang diperiksa dan Hb itu kurang dari 10 g / 100 ml, maka wanita dapat dianggap sebagai menderita anemia defisiensi besi, baik yang murni maupun yang dimorfis, karena tersering anemia dalam kehamilan anemia defisiensi besi. Pengobatan dapat dimulai dengan preparat besi per os. Biasanya diberikan garam besi sebanyak 600 1000 mg sehari, seperti sulfas ferrosus atau glukonas ferrosus. Hb dapat dinaikan sampai 10 g / 100 ml atau lebih asal masih ada cukup waktu sampai janin lahir. Peranan vitamin C dalam pengobatan dengan besi masih diragukan oleh beberapa penyelidik. Mungkin vitamin C mempunyai khasiat untuk mengubah ion ferri menjadi ion ferro yang lebih mudah diserap oleh selaput usus. Terapi perenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan obat besi per os, ada gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan, atau apabila kehamilannya sudah tua. Besi parenteral diberikan dalam bentuk ferri. Secara intramuskulus dapat disuntikan dekstran besi ( imferon ) atau sorbitol besi ( Jectofer ). Hasilnya lebih cepat dicapai, hanya penderita merasa nyeri di tempat suntikan. Juga secara intravena perlahan lahan besi dapat diberikan, seperti ferrum oksidum sakkaratum ( Ferrigen, Ferrivenin, Proferrin, Vitis ), sodium diferrat ( Ferronascin ), dan dekstran besi ( imferon ). Akhir akhir ini Imferon banyak pula diberikan dengan infus dalam dosis total antara 1000 2000 mg unsur besi sekaligus, dengan hasil yang sangat memuaskan. Walaupun besi intravena dan dengan infus kadang kadang menimbulkan efek sampingan, namun apabila ada indikasi yang tepat, cara ini dapat dipertanggungjawabkan. Komplikasi kurang berbahaya dibandingkan dengan transfusi darah. Transfusi darah sebagai pengobatan anemia dalam kehamilan sangat jarang diberikan walaupun Hb-nya kurang dari 6 g / 100 ml apabila tidak terjadi perdarahan. Darah secukupnya harus tersedia selama persalinan, yang segera harus diberikan apabila terjadi perdarahan yang lebih dari biasa, walaupun tidak lebih dari 1000 ml.

Komplikasi : Komplikasi anemia dalam kehamilan memberikan pengaruh langsung terhadap janin, sedangkan pengaruh komplikasi pada kehamilan dapat diuraikan, sebagai berikut : 1) Bahaya Pada Trimester I Pada trimester I, anemia dapat menyebabkan terjadinya missed abortion, kelainan congenital, abortus / keguguran. 2) Bahaya Pada Trimester II Pada trimester II, anemia dapat menyebabkan terjadinya partus premature, perdarahan ante partum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia intrapartum sampai kematian, gestosis dan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi kordis hingga kematian 3) ibu. Bahaya Saat Persalinan Pada saat persalinan anemia dapat menyebabkan gangguan his primer, sekunder, janin lahir dengan anemia, persalinan dengan tindakan-tindakan tinggi karena ibu cepat lelah dan gangguan perjalanan persalinan perlu tindakan operatif (Mansjoer dkk, 2008).

Preventif : Di daerah daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi sebaiknya setiap wanita hamil diberi sulfas ferrosus atau glukonas ferrosus, cukup 1 tablet sehari. Selain itu wanita dinasehatkan pula untuk makan lebih banyak protein dan sayur sayuran yang mengandung banyak mineral serta vitamin. Selain itu juga dapat dilakukan penyuluhan tentang hal hal apa yang diperlukan pada saat hamil. Prognosis : Prognosis anemia defiesiensi besi dalam kehamilan umumnya baik bagi ibu dan anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa perdarahan banyak atau komplikasi lain. Anemia berat yang tidak diobati dalam kehamilan muda dapat menyebabkan abortus, dan dalam kehamilan tua dapat menyebabkan partus lama, perdarahan postpartum, dan infeksi. Walaupun bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita anemia defisiensi besi tidak menunjukan Hb yang rendah, namun cadngan besinya kurang, yang baru beberapa bulan kemudian tampak sebagai anemia infantum.

You might also like