You are on page 1of 6

0

STUDY GUIDE ALSA LEGAL DISCUSSION 2012 Penyelesaian Sengketa Lingkungan yang Ditimbulkan Badan Usaha Minyak dan Gas Bumi dalam Menjalankan Kegiatan Usahanya

Sebagai negara dengan ekonomi yang bertumbuh pesat, penyelenggaraan kegiatan badan usaha minyak dan gas bumi merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini tercermin dalam sumbangan pendapatan dari hasil kegiatan badan usaha minyak dan gas bumi terhadap pendapatan nasional Indonesia tiap tahunnya. Mengenai penyelenggaraan kegiatan tersebut sebelumnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 mengenai Minyak dan Gas Bumi. Selain untuk meningkatkan tingkat perekonomian dan pertumbuhan negara, dalam Pasal 2 Undang-Undang tersebut telah menyatakan bahwa azas penyelenggaraan kegiatan badan usaha minyak dan gas bumi adalah berwawasan lingkungan yang berarti penyelenggaraan tersebut haruslah tetap menjaga kondisi lingkungan supaya generasi mendatang masih mampu untuk mengolah lingkungan tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup. Dalam undang-undang tersebut, untuk mengendalikan pencemaran atau pengerusakan lingkungan dilakukan dengan tiga cara, yaitu: (1) pencegahan, diatur pada Pasal 13; (2) penanggulangan, diatur pada Pasal 53; dan (3) pemulihan, diatur pada Pasal 54. Pencegahan yang dimaksud pada Pasal 13 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 adalah upaya-upaya yang dilakukan pemerintah secara administratif sebagai syarat suatu badan usaha yang penyelenggaraan kegiatannya berhubungan dengan pemanfaatan lingkungan. Dengan demikian, upaya pencegahan adalah upaya yang dilakukan sebelum adanya pencemaran atau pengerusakan lingkungan. Instrumen pencegahan menurut pasal tersebut antara lain: (1) Kajian Lingkungan Hidup Strategis; (2) tata ruang; (3) baku mutu lingkungan hidup; (4) kriteria baku kerusakan lingkungan hidup; (5) AMDAL; (6) UKL-UPL; (7) perizinan; (8) instrumen ekonomi lingkungan hidup; (9) peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup; (10) anggaran
1

berbasis lingkungan hidup; (11) analisis risiko lingkungan hidup; (12) audit lingkungan hidup; (13) penegakan hukum; (14) kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup. Hanya saja dalam penyelenggaraan kegiatan badan usaha minyak dan gas bumi tidak terlepas dari kerusakan lingkungan akibat proses eksplorasi dan eksploitasinya. Maka apabila dalam pelaksanaan kegiatan badan usaha minyak dan gas bumi terjadi sengketa lingkungan, seperti berupa kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat berbagai kegiatan badan usaha tersebut, maka terdapat opsi penyelesaian sengketa. Mengenai opsi penyelesaian sengketa tidak selalu harus diselesaikan melalui pengadilan. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 84 ayat (1) yang berbunyi Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan. Berdasarkan isi pasal tersebut dapat kita ketahui bahwa terdapat dua cara penyelesaian sengketa lingkungan hidup. Berikut ini penyelesaian sengketa melalui pengadilan, terdiri dari:

1. Upaya Penyelesaian Sengketa Secara Administratif Penyelesaian sengketa secara administrasi ini merupakan salah satu opsi yang dapat dipilih untuk menyelesaikan sengketa kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan badan usaha minyak dan gas bumi tersebut. Penyelesaian sengketa secara administrasi ini meliputi penanggulangan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup melalui

pendayagunaan kewenangan administrasi sesuai dengan mandat yang disebutkan dalam BAB XII mengenai Pengawasan dan Sanksi Administratif Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain penanggulangan tersebut, penyelesaian sengketa administratif yang dapat dilakukan adalah gugatan administratif terhadap putusan tata usaha negara di Pengadilan Tata Usaha Negara.

2. Upaya Penyelesaian Sengketa Secara Perdata

Pada dasarnya, penyelesaian sengketa secara perdata berfungsi untuk memulihkan hakhak seseorang yang dilanggar melalui pemberian ganti rugi, serta mengembalikan keadaan seperti semula sebelum terjadi kerugian. Upaya penyelesaian sengketa secara perdata ini meliputi: Pertanggungjawaban atas kesalahan (Liability Based On Fault) dan Pertanggungjawaban mutlak (Strict Liability).

3. Upaya Penyelesaian Sengketa Secara Pidana Upaya penyelesaian sengketa secara pidana ini merupakan opsi terakhir yang dapat dilakukan, mengingat sifat ultimum remedium pada penegakkan hukum pidana. Penyelesaian sengketa secara pidana ini terbagi atas dua, yakni penyelesaian sengketa secara korporasi dan juga penyelesaian sengketa kepada subjek hukum pribadi. Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh badan usaha minyak dan gas bumi ini dapat diselesaikan dalam ranah hukum pidana karena tindak pidana lingkungan pun termasuk jenis kejahatan. Upaya-upaya ini dapat diajukan oleh para pihak yang dirugikan dengan adanya kegiatan perusakkan lingkungan yang mana ditimbulkan oleh badan usaha minyak dan gas bumi. Oleh karena itu, pencegahan dan pelaksanaan prosedur perizinan juga prosedur pelaksanaan usaha minyak dan gas bumi itu sendiri harus dilakukan secara benar demi terhindarnya sengketa lingkungan yang dapat ditimbulkan.

Selanjutnya upaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang dapat dilakukan diluar pengadilan, yakni: 1. Negosiasi Negosiasi adalah proses tawar menawar yang bersifat konsensus yang didalamnya para pihak berusaha memperoleh atau mencapai persetujuan tentang hal-hal yang disengketakan atau berpotensi menimbulkan sengketa. Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup
3

dengan cara negosiasi bisa saja unsur-unsur hukum tidak dipersoalkan, asalkan proses negosiasi tersebut mampu diselesaikan dengan baik dan saling menguntungkan para pihak. Pada suatu keadaan tertentu, dalam proses negosiasi masih diperlukan orang ketiga yang memahami negosiasi agar hasil negosiasi tidak menguntungkan/merugikan salah satu pihak. Dalam proses bernegosiasi setidaknya ada 3 (tiga) aspek dalam proses bernegosiasi, untuk tercapainya sebuah negosiasi yang dilakukan oleh negosiator yaitu Cultura,, Legal, dan Practical.

2. Mediasi Mediasi adalah suatu proses penyelesaian perselisihan yang melibatkan pihak ketiga yang netral, yang membantu pihak-pihak yang berselisih untuk mencari jalan penyelesaian perselisihan yang terjadi. Pihak ketiga dalam proses mediasi disebut mediator. Mediasi sendiri diatur dalam Pasal 6 ayat (3), (4), dan (5) UU No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Umum. Berikut ini ciri-ciri dari penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui arbitrase, yaitu: 1) Pihak ketiga bersifat netral; 2) Pihak ketiga dapat diterima oleh para pihak yang bersengketa; 3) Tugas mediator adalah memberikan bantuan substansial dan prosedural, terikat pada kode etika sebagai mediator; dan 4) Mediator tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan. Keputusan diambil oleh pihak yang bersengketa. Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup, mediasi akan menguntungkan kedua belah pihak, selain proses penyelesaiannya yang cepat dan biaya murah. Selain bergantung kepada mediator, hasil dari negosiasi dapat juga dikatakan gagal apabila ada salah satu pihak yang melakukan pengingkaran terhadap hasil mediasi.

3. Arbitrase Arbitrase adalah proses penyelesaian perselisihan yang melibatkan pihak ketiga yang netral, berdasarkan kesepakatan pihak-pihak yang berselisih. Dalam arbitrase para pihak menyerahkan sengketa mereka kepada pihak ketiga yang netral yang berwenang mengambil keputusan dan keputusannya itu mengikat para pihak yang bersengketa dan mempunyai kekuatan eksekutorial. Pihak ketiga dalam arbitrase disebut dengan arbiter. Ketentuan mengenai arbitrase itu sendiri diatur dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999, arbitrase adalah cara penyelesaian satu perkara perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa. Arbitrase ini lebih bersifat formil dan terstruktur daripada mediasi dan negosiasi. Para pihak yang bersengketa tidak merumuskan sendiri keputusan mereka namun bergantung kepada arbiter. Di Indonesia sendiri dikenal dua macam arbitrase, yaitu arbitrase institusional (arbitrase yang sifatnya melembaga) dan arbitrase ad hoc (arbitrase yang tidak permanen). 4. Konsiliasi Konsiliasi diartikan sebagai usaha mempertemukan keinginan pihak yang bersengketa untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan atau bisa diartikan sebagai upaya untuk membawa pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan permasalahan kedua belah pihak dengan cara negosiasi. Konsiliasi juga dapat dipakai apabila mediasi gagal. Mediator dalam konsiliasi bisa berubah fungsi menjadi konsiliator, dan jika tercapai kesepakatan, maka konsiliator berubah menjadi arbiter yang keputusannya dapat mengikat kedua pihak yang bersengketa.

You might also like