You are on page 1of 12

TUGAS MANDIRI

KENDALA DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR

Disajikan Dalam Rangka Memenuhi Tugas Matakuliah Analisis Penyelenggaraan Sistem Pendidikan Persekolahan (Sekolah Dasar) yang di bina oleh Bapak Prof. Dr. Kusmintarjo, M.Pd

Oleh: Khairul Anam NIM: 100132060963

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI MALANG 2011

KENDALA DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR


Di dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, pemerintah telah

mencanangkan undang-undang system pendidikan nasional yaitu Undang-Undang Republik Indonesia No 2 Tahun 1989 yang mengatur tentang penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Dan pelaksanaannya diatur dalam peraturan pemerintah. Yang mengatur tentang pendidikan dasar adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 28 Tahun 1990. Adapun pendidikan dasar bertujuan, menurut pasal 3 ayat (1) Peratutan Pemerintah No 28 Tahun 1990 yaitu: Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah . Latar belakang penyelenggaraan pendidikan dasar 9 tahun yaitu diwajibkan bagi semua anak usia 7-15 tahun adalah: 1. Lebih dari 80% tenaga Indonesia hanya berpendidikan sekolah dasar bahkan kurang, yaitu mereka yang putus SD dan buta aksara. 2. Dari segi ekonomi, pendidikan dasar 9 tahun merupakan jalan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dapat memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan ekonomi. 3. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin besar peluangnya untuk berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta memiliki kesadaran sebagai warga negara akan hak dan kewajibannya. 4. Dari segi kepentingan peserta didik, peningkatan usia wajib belajar pendidikan dasar dari 6 tahun untuk lebih meningkatkan kemampuan dan ketrampilan mereka sehingga pada gilirannya akan memperbesar peluang mereka sendiri untuk meningkatkan harkat dan martabatnya untuk kesejahteraan dan makna hidupnya (Seri kebiajakan Depdikbud, Pendidikan Dasar: 1993).

Untuk mencapai sasaran secara optimal, pendidikan dasar 9 tahun perlu diselenggarakan secara terarah, terpadu dan berkesinambungan. Dengan demikian sarana dan prasarana, tenaga pengajar, disamping dana dan pengelolanya perlu ditingkatkan secara efektif, efisien demi tercapainya hasil secara optimal. Dalam kenyataannya penyelenggaraan pendidikan dasar 9 tahun di Indonesia

menunjukkan tiadanya perubahan. Dalam penyelenggaraan pendidikan dasar 3 tahun di SLTP merupakan satu paket sehingga mempermudah pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.

Demikian pula penyelenggaraan sekolah dasar 6 tahun di bawah wewenang Departemen Dalam Negeri melalui Dinas Pendidikan dan Pengajaran Propinsi. Sedangkan sekolah lanjutan tingkat pertama 3 tahun diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melalui Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 4:Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan

mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Pendidikan merupakan sarana untuk pembekalan memberikan

pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan adaptasi kepada peserta didik, pendidik juga sebagai sarana pembinaan integrasi nasional, untuk meningkatkan ketahanan nasional.Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional diperlukan pendidikan yang terpadu khususnya yang mengatur tentang pendidikan dasar 9 tahun, sesuai dengan sistem pendidikan nasional. Berdasarakan peraturan pemerintah, penyelenggaraan pendidikan dasar 9 tahun dilakukan satu atap, pendidikan 6 tahun di SD dan pendidikan 3 tahun di SLTP merupakan satu paket sehingga mempermudah pengelola dan penyelenggaraan pendidikan. Dalam kenyataannya penyelenggaraan pendidikan dasar 9 tahun masih dilaksanakan secara terpisah yaitu 6 tahun sekolah dasar dan 3 tahun di sekolah lanjutan tingkat

pertama. Hal ini tentunya menimbulkan masalah baik bagi peserta didik dan orang tuan yang anaknya telah menyelesaikan pendidikan 6 tahun dan akan melanjutkan pendidikan, seolah-olah masih ada terminal di sekolah dasar sebelum melanjutkan pendidikannya. Bagi penyelenggara pendidikan ada kendala-kendala yang dihadapi sehubungan dengan masalah tersebut di atas yaitu: 1. Tahun keenam merupakan terminal pendidikan yang harus diakhiri dengan ujian akhir sebelum peserta didik melanjutkan pendidikannya yang tersisa 3 tahun lagi. 2. Administrasi pendidikan terbagi antara sekolah dasar 6 tahun dan sekolah lanjutan tingkat pertama 3 tahun. 3. Dengan adanya otonomi daerah, penyebaran guru tidak merata dan syarat dengan KKN. Disamping itu, karena kemampuan daerah tidak sama maka kemampuan daerah untuk membiayai sekolah juga tidak sama, hal ini menimbulkan kesenjangan dalam hal kemajuan sekolah. 4. Tidak adanya tenaga administrasi di sekolah dasar, maka persoalan administrasi kurang teratasi dengan baik, sehingga hal tersebut dirangkap oleh kepala sekolah. 5. Dengan tugas kepala sekolah yang bertumpuk-tumpuk, maka jabatan kepala sekolah kurang menarik, bagi guru-guru sehingga kurang bebas memilih kepala sekolah yang berkualitas. 6. Daya tampung yang kurang untuk tingkat SLTP khususnya SLTP negeri, hal ini menyebabkan lulusan SD sulit mencari sekolah yang berkualitas. 7. Adanya penyebaran kuantitas dan kualitas guru di beberapa daerah yang kurang merata, sehingga kualitas lulusannya kurang merata.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 menyebutkan dari fungsi pendidikan nasional adalah sebagai berikut: Pendidikan nasional berfungsi untuk

mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional.

Tujuan dari pendidikan nasional adalah mewujudkan tujuan nasional, tercantum dalam mukodimah pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Selanjutnya dalam pasal 1 Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar dikemukakan: Pendidikan dasar merupakan pendidikan umum yang lamanya sembilan tahun, diselenggarakan selama enam tahun di sekolah dasar dan tiga tahun di sekolah lanjutan tingkat pertama atau satuan pendidikan yang sederajat. Untuk mewujudkan tujuan nasional, diselenggarakan pendidikan dasar yaitu sekolah dasar 6 tahun dan sekolah lanjutan tingkat pertama 3 tahun atau sekolah yang sederajat.

Ciri-ciri Pendidikan Dasar Adapun ciri-ciri pendidikan dasar adalah sebagai berikut: 1. Pendidikan dasar merupakan pendidikan umum. Pendidikan umum adalah pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan ketrampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat-tingkat akhir pendidikan. 2. Pendidikan dasar berlangsung 9 tahun. Jangka waktu pendidikan dasar adalah 6 tahun di SD dan 3 tahun di SLTP. 3. Pendidikan dasar tidak bersifat uniform. Walaupun pendidikan dasar bersifat umum, tidak berarti bahwa semua peserta didik mendapatkan materi kurikulum yang sama seluruhnya. 4. Pendidikan dasar diselenggarakan di jalur sekolah dan luar sekolah pada berbagai jenis dan bentuk satuan pendidikan. 5. Pendidikan dasar adalah setara. Lulusan pendidikan dasar jalur sekolah beserta wahananya pada dasarnya diakui sederajat yang memberikan keleluasaan gerak pada peserta didik.

6. Tujuan pendidikan dasar yaitu: Membekali peserta didik dengan pengetahuan dan ketrampilan dasar yang berguna untuk kehidupan dalam masyarakat, dan menyiapkan peserta didik untuk dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah atau yang sederajat.

Wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun mengandung arti bahwa pemerintah membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi warga Negara yang telah memenuhi persyaratan untuk memasuki jenjang pendidikan dasar, yang di Indonesia adalah pendidikan dasar 6 tahun di SD dan pendidikan dasar 3 tahun di SLTP. Ciri-ciri wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun di Indonesia menurut buku seri kebijakan Depdikbud (1993: hal 27) adalah sebagai berikut: 1. Tidak bersifat paksaan melainkan persuasif. 2. Tidak ada sanksi hukum dan yang lebih menonjol adalah aspek moral yakni orang tua dan peserta didik merasa terpanggil untuk mengikuti pendidikan dasar kareana berbagai kemudahan yang telah disediakan. 3. Tidak diatur dengan undang-undang tersendiri. 4. Keberhasilan diatur dengan angka partisipasi dalam pendidikan dasar.

Bangsa Indonesia sedang mengalami perubahan dari masyarakat tardisional dan agraris menuju ke dalam bentuk masyarakat industri dan modern. Di dalam penyelenggaraan pendidikan, kondisi tersebut merupakan tuntutan dan kebutuhan masyarakat sehingga diperlukan pendidikan yang berkualitas. Dengan pendidikan yang berkualitas kemampuan bangsa untuk menghadapi tantangan akan semakin kuat. Dengan adanya perubahan masyarakat, timbulah gejolak dan konflik yang terjadi di masyarakat sehingga yang diperlukan adalah masih di dalam ramburambu berbangsa dan bernegara di dalam koridor ketahanan nasional. Untuk menghadapi perubahan masyarakat dan tantangan masa depan maka diperlukan pendidikan untuk generai muda sehingga siap dan mempunyai kemampuan di dalam mengahadapi masa depan. Pendidikan tersebut baik pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia mempunyai

dasar yang kuat sebagai perwujudan dari cita-cita bangsa untuk menuju hari esok yang lebih baik. Penyelenggaraan pendidikan dasar 9 tahun merupakan perwujudan dari pemerataan pendidikan dan perluasan pendidikan, yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengenyam pendidikan seluas-luasnya. Dengan pendidikan dasar 9 tahun akan menghasilkan peserta didik yang berkebudayaan nasional. Kebudayaan nasional adalah unsur-unsur kebudayaan daerah,

merupakan puncak kebudayaan daerah, kebudayaan daerah adalah bagian dari kebudayaan nasional, kebudayaan nasional adalah sarana integrasi nasional. Dengan adanya pendidikan maka diharapkan perubahan sikap mental dan cara berfikir tradisional kepada sikap mental dan cara berfikir modern. Menurut Boedhisantoso yang dimaksud cara berfikir modern (1996: hal 5) adalah: 1. Keterbukaan terhadap pengalaman baru. Hal ini dikemukakan mengingat orang-orang yang masih berpegang pada tradisi biasanya kurang bergairah untuk menerima pembaharuan ide-ide dan cara berfikir maupun bereaksi. 2. Kesiapan untuk menghadapi perubahan sosial yang sangat erat kaitannya dengan keterbukaan terhadap pengalaman baru, terutama dalam menerima kenyataan dan kesertaan dalam kehidupan politik yang lebih luas, meningkatkan mobilitas sosial dan penduduk sehingga membuka kesempatan pergaulan yang lebih lancar antara atasan dan bawahan serta antara orang tua dan orang muda. 3. Kesiapan mengembangkan dan mengemukakan pendapat yang tidak terbatas pada hal-hal yang tidak menyangkut kepentingan diri pribadinya. Dapat menghargai perbedaan pendapat dan sikap orang-orang di sekitarnya. Seseorang tidak menerima pendapat dan sikap orang-orang disekitarnya. Seseorang tidak menerima pendapat karena datangnya dari semata atasan dan menolak pendapat dan sikap bawahan di sekitarnya, melainkan karena alas an nilai-nilai positif. 4. Keakraban dan keaktifan mengejar fakta dan informasi.

5. Lebih mementingkan perhatiannya pada masa kini dan masa mendatang dari pada masa lalu (co-figurative). 6. Percaya pada kemampuan diri untuk menguasai lingkungan (efficacy), dari pada harus menggantungkan diri pada kemampuan orang lain ataupun menyerah pada kekuatan alam, untuk menciptakan lingkungan baru atau mengadakan perubahan. 7. Berpandangan jauh ke depan dan senantiasa mengandalkan perencanaan dari pada menghadapi tantangan dari hari ke hari tanpa kepastian. Untuk menjadi sikap mental yang modern tidaklah mudah, karena nilainilai budaya yang lama telah membentuk pola pikir dan kebiasaan melalui proses sosialisasi, sehingga nilai-nilai yang baru seringkali di hadapi dengan keteganganketegangan sosial. Penyelanggaraan pendidikan dasar 9 tahun yang terpisah terdiri dari pendidikan dasar 6 tahun di SD dan pendidikan dasar 3 tahun di SLTP, peserta didik dari kalangan orang tua kemampuan social ekonomi rendah, seperti orang miskin, petani, dan buruh, peserta didik hanya dianggap asset tenaga kerja, pendidikan hanya dianggap merupakan hal yang membuang waktu saja dan dianggap tidak mempunyai hari depan, peserta didik dianggap oleh orang tuanya hanya sebagai tenaga kerja dan beban kerjanya tidak diperhitungkan. Kondisi sikap mental dari orang tua peserta didik tersebut belum mendukung terciptanya iklim untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Penyelenggaraan pendidikan dasar 9 tahun dengan pertahanan keamanan adalah sangat erat karena dengan penyelenggaraan pendidikan dasar 9 tahun maka sumberdaya manusia sebagai sumber daya manusia pertahanan dan keamanan semakin meningkat. Penyelenggaraan pendidikan pendidikan dasar 9 tahun bertujuan meningkatkan kualitas warga negaranya dan dengan warga Negara yang berkualitas maka penyelenggaraan pertahanan dan keamanan dengan berbagai impelementasinya dapat dilaksanakan lebih mudah karena warga negara sadar akan hak dan kewajibannya di dalam bela negara.
Solusi Terhadap Kendala Kendala :

1. Tahun keenam merupakan terminal pendidikan yang harus diakhiri dengan ujian akhir sebelum peserta didik melanjutkan pendidikannya yang tersisa 3 tahun lagi. 2. Administrasi pendidikan terbagi antara sekolah dasar 6 tahun dan sekolah lanjutan tingkat pertama 3 tahun. Solusi untuk poin 1 dan 2 : Wajib belajar 9 tahun merupakan 1 rangkaian/tingkatan. Jadi SD dan SMP digabung menjadi satu yaitu Sekoilah Dasar yang lamanya 9 tahun, sehingga hal ini mengurangi beban orang tua maupun siswa, terutsms dalam hal biaya. 3. Dengan adanya otonomi daerah, penyebaran guru tidak merata dan syarat dengan KKN. Disamping itu, karena kemampuan daerah tidak sama maka kemampuan daerah untuk membiayai sekolah juga tidak sama, hal ini menimbulkan kesenjangan dalam hal kemajuan sekolah. Solusi : Kementerian Pendidikan hendaknya dikembalikan ke Pusat, sehingga perpindahan atau penyebaran guru lebih bebas sesuai kebutuhan di seluruh wilayah Indonesia, selain itu pembiayaan sekolah/madrasah dengan mudah diatasi Mengangkat guru dari putra daerah berdasarkan kebutuhan. Memberikan penghargaan kepada guru yang bertugas di daaerah yang terpencil. 4. Tidak adanya tenaga administrasi di sekolah dasar, maka persoalan administrasi kurang teratasi dengan baik, sehingga hal tersebut dirangkap oleh kepala sekolah. 5. Dengan tugas kepala sekolah yang bertumpuk-tumpuk, maka jabatan kepala sekolah kurang menarik, bagi guru-guru sehingga kurang bebas memilih kepala sekolah yang berkualitas. Solusi : Mengangkat tenaga tata usaha sesuai dengan kebutuhan

6. Daya tampung yang kurang untuk tingkat SLTP khususnya SLTP negeri, hal ini menyebabkan lulusan SD sulit mencari sekolah yang berkualitas. Solusi : Menambah sekolah/madrasah negri untuk daerah yang kurang sekolah/madrasah negrinya. Supervisi sekolah/pengawas lebih diaktifkan dan diefektifkan Pemerintah perlu lebih tanggap terhadap sekolah/madrasah yang perkembangannya lambat. 7. Adanya penyebaran kuantitas dan kualitas guru di beberapa daerah yang kurang merata, sehingga kualitas lulusannya kurang merata. Solusi : Mengaktifkan dan mengefektifkan MGMP. Mengadakan diklat, seminar, works shop tentang materi maupun metodologi. Mengusulkan pengangkat guru sesuai kebutuhan dan menyaringnya dengan seobyektif mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

Budhisantoso, Prof. Dr. Pengembangan Industri Yang Berwawasan Lingkungan, Kantor Kementerian Agama Lingkungan Hidup, Jakarta,1996. Budhisantoso, Prof. Dr. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Kantor Kementerian Agama Lingkungan Hidup, Jakarta, 1996. Beeby, CE. Pendidikan di Indonesia. Penilain dan Pedoman Perencanaan. LP3ES, Jakarta, 1981. Chaidir Basrie, Drs. M. Si. Pemantapan Pembangunan Melalui Pendekatan Ketahanan Nasional. Kumpulan Karangan dalam rangka Pengkajian Ketahanan Nasional, Jakarta, 1984. Claude Ake, A Theory Of Political Integration. Hoome Wood. ILLINOIS: The Dorsey Press, 1967. GBHN. Ketetapan MPR tahun 1993. Sekjen MPR, Jakarta 1993. Haryono Suyono. Prof. Dr. Menteri Negara Kependudukan / Kepala BKKBN. Jurnal Magister Manajemen No.2 Tahun ke V Maret 1996. Jakarta. Hendyat Soetopo (Drs), Wastisoemanto (Drs), Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1982. Instruksi Presiden RI no 12 Tahun 1982, Pendidikan Politik Generasi Muda, Dekdikbud, Jakarta, 1982. Instruksi Presiden RI no 1 Tahun 1994, Tentang Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar , Jakarta, 1994.

You might also like