You are on page 1of 4

JURNA L PEMIKIRAN IS LAM RE PUBLI KA

ada 1972, Charlotte Bunch menulis artikel Lesbians in Revolt di harian feminis The Furies, yang terbit di Washington DC. Artikel itu kemudian dibukukan oleh Diana Press pada 1975 dengan tema Lesbianism and the Womens Movement. Menurut Charlotte Bunch, lesbianisme lebih dari sekadar pilihan dari sebuah orientasi seksual. Ia adalah ekspresi melawan ketidakadilan gender. Sebab, bagi gerakan feminisme, lesbian mempunyai arti politis, yaitu: (1) sebagai landasan untuk membebaskan perempuan (liberation of women); (2) wujud pemberontakan terhadap otoritas lakilaki yang selalu mengatur perempuan bagaimana seharusnya berperangai, merasakan, melihat, dan hidup di dunianya; (3) wujud kecintaan perempuan terhadap dirinya sendiri karena dalam budaya Barat khususnya mereka sering dinomorduakan. Selanjutnya, (4) lesbianisme juga merupakan simbol penolakan dominasi seksual dan politik lakilaki. Dengan lesbianisme, perempuan menantang dunia laki-laki, organisasi sosialnya, ideologinya, dan anggapannya tentang perempuan sebagai makhluk lemah. Tindak lesbian bukan sebatas pilihan seksual, tetapi merupakan pilihan politik. Sebab, hubungan laki-laki dan perempuan pada intinya adalah hubungan politis yang melibatkan kekuasaan dan dominasi. Kamudia, (5) lesbianisme mengutamakan perempuan di saat dunia menyatakan supremasi laki-laki; (6) sebagai usaha untuk menghancurkan sistem yang seksis, rasis, kapitalis, dan imperialis. Menurut kaum feminis-lesbian, imperialisme yang hakiki adalah penindasan laki-laki terhadap perempuan. Laki-laki mengklaim tubuh dan pelayanan perempuan sebagai propertinya. Di samping itu, lesbianisme dimaknai sebagai bukti solidaritas perempuan untuk sesamanya, baik dalam hal perasaan, fisik, politik, maupun ekonomi. Lesbianisme bukan saja sebagai jalan alternatif terhadap penindasan yang terjadi dalam relasi laki-laki dan perempuan, tetapi lebih karena ungkapan kecintaan terhadap sesama perempuan. Jika perempuan menolak lesbianisme, berarti mereka menerima statusnya sebagai kelas dua. Masih menurut feminis-lesbian, masalah homoseksualitas bukanlah masalah privat, tapi masalah politik penindasan, dominasi, dan kekuasaan. Oleh karena itu, lesbianisme sebagai sikap yang menolak heteroseksual adalah solusi untuk mengakhiri penindasan dengan cara merebut kekuasaan. Sebab, lakilaki sebagai penguasa yang bergantung pada subordinasi perempuan tidak akan menghentikan aksi penindasannya secara suka rela. Lakilaki akan terus bergantung kepada kepasrahan perempuan untuk menjadi superior. Menolak untuk pasrah kepada laki-laki akan memaksa mereka berpikir ulang tentang perilaku seksisnya. Lebih lanjut, kata kaum feminis-lesbian, lesbian dipandang sebagai ancaman mendasar bagi supremasi laki-laki, baik dari sisi ideologi, politik, individu, maupun ekonominya. Lesbian mengancam ideologi supremasi laki-laki dengan cara menghancurkan mitos di kalangan masyarakat bahwa perempuan adalah inferior, lemah, pasif, dan selalu bergantung pada lakilaki. Bahkan, secara literal, lesbian tidak membutuhkan laki-laki, sekalipun untuk mendapatkan keturunan jika sains kloning telah berkembang. (http://www.feminist-reprise.org/docs/lwmbunch.htm). Demikianlah ideologi lesbianisme yang merebak di Amerika Serikat pada era 1970-an dan berkaitan langsung dengan semangat kesetaraan gender. Bahkan, baru-baru ini Presiden Obama mengakui hak melakukan pernikahan sesama jenis. Dalam wawancaranya dengan reporter ABC, Robin Roberts, ia berkata, Ive just concluded that for me personally it is important for me to go ahead and affirm that I think same sex couples should be able to get married.

Henri Shalahuddin

Peneliti INSISTS bidang Gender

Franchise Ideologi Lesbian

KESETARAAN GENDER
Halaman ini terselenggara atas kerja sama Republika dengan INSISTS

Dewan Redaksi: Hamid Fahmy Zarkasyi, Adian Husaini, Adnin Armas, Syamsuddin Arif, Nirwan Syafrin, Nuim Hidayat, Henri Shalahuddin, Budi Handrianto, Tiar Anwar Bachtiar.

KAMIS, 24 MEI 2012

23

Lesbianisme
Penutup

Para pejuang kebebasan di Indonesia, khususnya di bidang kejahatan moral di ruang publik, sangat akomodatif dengan beragam ideologi transnasional, seperti sekularisme, pluralisme agama, liberalisme, dan isu-isu kesetaraan gender termasuk lesbianisme. Para pejuang hak-hak lesbian cabang Indonesia pada umumnya mengikuti argumentasi dan pola pikir sejawat mereka di Barat dalam melegalkan hubungan seksual sesama jenis. Sebut saja misalnya seorang doktor feminis di Indonesia yang kerap menulis puisi-puisi jorok ini menjelaskan sisi keunggulan lesbian. Menurutnya, etika lesbian adalah etika resistensi dan self creation (pembentukan diri sendiri). Etika lesbian tidak berangkat dari suatu set peraturan mana yang benar dan mana yang salah atau berangkat dari suatu kewajiban atau tindakan utilitarian atau deontologis. Etika lesbian merupakan konsep perjalanan kebebasan yang datang dari pengalaman merasakan penindasan. Etika lesbian menghadirkan posibilitas-posibilitas baru. Etika ini hendak melakukan perubahan moral atau lebih tepat revolusi moral. (Jurnal Perempuan/JP 58:14). Lebih lanjut, di jurnal yang sama, seorang profesor peraih gelar International Women of Courage Award dari Pemerintah Amerika Serikat pada 2007 dengan lantangnya menegaskan, Seorang lesbian yang bertakwa akan

mulia di sisi Allah, saya yakin ini! Dalam kesempatan lain, saat diwawancarai tentang motivasinya membela LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) oleh praktisi homoseksual seusai acara ICRP Conference 2011, Ibu Profesor ini mengatakan, Ya saya melakukan itu semua karena saya yakin itu adalah ajaran dari agama saya. Jadi, pertama sebagai seorang Muslim saya menyadari bahwa Islam adalah agama yang membebaskan kelompok yang mustadhafin, kelompok yang tertindas, kelompok yang marginal (termasuk kaum LGBTPen) yang mengalami diskriminasi di masyarakat . Bak perlombaan menyajikan argumen terbaik dalam melegalkan LGBT, sejumlah mahasiwa di sebuah Perguruan Tinggi Islam di Jawa Tengah merumuskan kiat-kiat untuk menyosialisasikan pengakuan terhadap perkawinan sesama jenis. Di antara kiat-kiatnya adalah dengan cara meyakinkan masyarakat bahwa LGBT merupakan hal yang normal dan fitrah, membongkar penafsiran kisah kaum Nabi Luth, dan mengubah konsep pernikahan yang menyatakan perkawinan harus antara laki-laki dan wanita seperti tertera dalam UU Perkawinan No 1/1974. (Lihat jurnal Justisia, edisi Mei 2004). Seolah-olah hendak merangkum kaitan erat antara lesbianisme dan kesetaraan gender, seorang feminis menuturkan, Untuk itulah seha-

rusnya perjuangan hak-hak lesbian mesti selalu diletakkan dalam perjuangan pembebasan kaum perempuan. Perjuangan kaum lesbian akan kehilangan landasan ideologisnya jika diletakkan di luar pergerakan pembebasan kaum perempuan. Dan, perjuangan pembebasan perempuan yang mengabaikan perjuangan lesbian adalah palsu. Bagaimana mungkin mereka dapat menyebut diri sebagai pejuang hak asasi perempuan sementara mereka sama sekali tidak mencintai perempuan yang diperjuangkannya itu. (Jurnal Perempuan, 58: 39). LGBT termasuk masalah yang jelas-jelas menyimpang, baik ditinjau dari akal sehat maupun ajaran agama. Bahkan, QS al-Araf ayat 80-84 secara gamblang menjelaskan perbuatan terlaknat ini yang tidak mungkin ditafsirkan selain perilaku homoseksual. Dalam tafsir al-Kasysyaf, Imam Zamakhsyari (w 1143M) menjelaskan makna al-fahisyah dalam QS al-Araf ayat 80 tersebut sebagai tindak kejahatan yang melampaui batas akhir keburukan (al-sayyiah al-mutamadiyah fi lqubhi). Sedangkan ayat atatuna lfahisyata (mengapa kalian mengerjakan perbuatan faahisyah itu) adalah bentuk pertanyaan yang bersifat pengingkaran dan membawa konsekuensi yang sangat buruk. Sebab, perbuatan fahisyah seperti itu tidak pernah dilakukan siapa pun sebelum kaum Nabi Luth. Maka, janganlah mengawali suatu perbuatan dosa yang belum dilakukan kaum mana pun di dunia ini. Rasulullah SAW juga bersabda,

Barang siapa mendapati orang yang melakukan perbuatan seperti kaum Nabi Luth maka bunuhlah kedua-duanya, baik subjek maupun objeknya. (HR Tirmidzi). Maka, hukuman bagi perilaku seksual yang menyimpang dan menyalahi hukum dan hikmah penciptaan, seperti homo dan lesbi dalam Islam adalah sangat jelas dan tidak perlu diperdebatkan. Adanya suara-suara yang menghalalkan perkawinan homoseksual dan lesbian sebenarnya lebih bersumber dari jiwa yang sakit, emosi yang tidak stabil, dan nalar yang sakit. Itulah kejahilan yang hakiki, yaitu memandang baik sesuatu yang mestinya buruk dan memandang buruk hal yang semestinya baik. Pakar kedokteran jiwa dari FKUI, Prof Dadang Hawari, dalam bukunya, Pendekatan Psikoreligi pada Homoseksual, (Jakarta: Balai Penerbit FK-UI, 2009), menyebutkan bahwa penyakit homo/lesbi ini bisa diobati, Kasus homoseksual tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan melalui proses perkembangan psikoseksual seseorang, terutama faktor pendidikan keluarga di rumah dan pergaulan sosial. Homoseksual dapat dicegah dan diubah orientasi seksualnya sehingga seorang yang semula homoseksual dapat hidup wajar lagi (heteroseksual). Lalu, Prof Dadang Hawari mengimbau, Bagi mereka yang merasa dirinya homoseksual atau lesbian dapat berkonsultasi kepada psikiater yang berorientasi religi agar dapat dicarikan jalan keluarnya sehingga dapat menjalani hidup ini dan menikah dengan wajar. Wallahu alam bish shawab. I

Wordpress

khir-akhir ini, masalah lesbian telah menarik perhatian masyarakat luas, baik dari kalangan media, akademisi, politik, pengamat maupun menjadi topik hangat dalam kampanye Barack Obama, presiden AS. Bulan ini, di Indonesia dan Malaysia, masalah lesbian menjadi bahan perbincangan luas setelah gagalnya sejumlah acara peluncuran buku aktivis lesbi Irshad Manji. Homo dan lesbi bukan soal baru dalam fikih Islam. Para ulama Islam telah banyak mengkaji masalah lesbianisme ini secara mendalam. Istilah

A
24

FIKIH LESBIAN
REPUBLIKA
KAMIS, 24 MEI 2012

JURNAL PEMIKIRAN ISLAM REPUBLIKA


tumblr

Ulama telah sepakat bahwa praktik lesbi adalah haram secara mutlak dan tidak ada khilaf di antara mereka dalam masalah ini.
Dr Ahmad Alim
Imam Masjid al-Hijri II, Univ Ibn Khaldun Bogor

Promosi Lesbi Irshad Manji


ejumlah pihak, termasuk Irshad Manji, sempat membantah bahwa buku Irshad Manji, Allah, Liberty, and Love tidak mempromosikan lesbianisme. Setelah saya telaah, ternyata itu tidak benar! Bisa dilihat pada bab tiga berjudul Budaya Itu tidak Sakral. Berarti Manji berbohong ketika dia mengatakan bahwa bukunya bukan tentang homoseksualitas. Salah satu bentuk kebebasan yang dibela Manji adalah kebebasan untuk menjadi lesbi. Menurutnya, penentangan terhadap homoseksualitas adalah penentangan budaya, bukan agama. Manji menyebutnya budaya tribal (primitif) dan dia menggunakan istilah Islamo-tribalis. Selain homoseksualitas, jilbab pun disebut Manji sebagai budaya primitif, bukan ajaran Islam. Karena, budaya itu tidak sakral maka lawanlah! Begitu kata Manji. Sebenarnya, banyak hal yang bisa diajukan untuk membantah argumenargumen Manji yang menurut saya sangat emosional, sekadar cletak-cletuk, protes sana-sini, dan menggeneralisasi banyak hal. Di sini akan dibahas salah satu saja, terkait homoseksualitas. Misalnya, Manji mengutip surat curhat seorang lesbi bernama Bushra yang merasa bersalah (dan mengira dirinya akan masuk neraka Jahanam), tersiksa oleh lingkungan, dan dipaksa menikah dengan laki-laki. Manji, yang mengaku bukunya bukan tentang homoseksualitas itu, menulis begini, Umat Muslim, siapa di antara kalian yang mau bergabung denganku untuk meyakinkan Bushra bahwa Sang Mahakuasa menciptakannya sesuai pilihan-Nya? Siapa yang mau menjelaskan

bagai cara, tapi hanya kepadanya bahwa deAllah yang tahu mana ngan melawan budaya penafsiran yang paling penyelamatan maka kita benar. Karena itu, sesaberkontribusi pada buma manusia tidak boleh daya penyelamatan menghakimi penafsiran iman? (hal 135-136). orang lain. DikatakanManji menyerukan nya, Cerita Sodom dan kaum Muslim untuk meGomorahkisah Nabi nolak otoritas agama Luth dalam Islamterdalam soal penafsiran golong tersirat (ambiAlquran. Katanya, Mari gu). Kau merasa yakin lakukan itu dengan mekalau surat ini mengenolak kecenderungan Dina Y Sulaeman nai homoseksual, tapi tribal dan bersuara seIbu Rumah Tangga; sebetulnya bisa saja bagai individual. BersuaAlumnus S-2 Hubungan mengangkat perkosaan ralah yang kencang. Internasional Unpad Bandung pria lurus oleh pria Jangan khawatirkan kelurus lainnya sebagai marahan dari otoritas penggambaran atas kekuasaan dan agama. Protes kita adalah dengan bukontrol. Tuhan menghukum kaum Nabi daya mereka, bukan Pencipta mereka. Luth karena memotong jalur perda(hal 130). gangan, menumpuk kekayaan, dan Manji menulis lagi, Tidak sedikit Isberlaku tidak hormat terhadap orang lamo-tribalis, kuduga, yang akan menluar. Perkosaan antara pria bisa jadi coba mengalihkan perhatianmu dengan merupakan dosa disengaja (the sin of berteriak tentang Agenda gaynya Manji dan berkoar-koar bahwa Alquran sechoice) untuk menimbulkan ketakutan cara jelas menyatakan homoseksualitas di kalangan pengembara. Aku tidak itu dosa. Jika aku boleh menawarkan tahu apakah aku benar. Namun, depemikiran lebih jauh, lanjutkan memikian menurut Alquran, kau pun tidak ngutip surah 3:7. (hal 131-132). bisa yakin apakah kau benar. Nah, kaItulah upaya dekonstruksi makna lau kau masih terobsesi untuk menguAlquran oleh seorang lesbi bernama Irtuk homoseksual, bukankah kau justru shad Manji. Alquran surat Ali Imran [3] yang mempunyai agenda gay? Dan, seayat 7 berbicara tentang ayat mutamentara kau begitu, kau tidak mensyabihat dan muhkamat. Jadi, dalam jawab pertanyaan awalku: Ada apa Alquran ada ayat yang bisa langsung dengan hatimu yang sesat? (hal 133). dipahami artinya (muhkamat), ada ayat Manji menafsirkan kisah kaum yang perlu penafsiran (tapi Manji Nabi Luth dengan sesuka hatinya, lalu menyebutnya ambigu). berkata, Aku tidak tahu apakah aku Dengan ayat ini, Manji menafsirkan benar. Namun, demikian menurut Albahwa kisah kaum Luth yang dimurkai quran, setiap manusia memang tidak Allah itu termasuk ayat mutasyabihat bisa mencapai kebenaran karena sehingga bisa ditafsirkan dengan berberdasarkan QS 3:7hanya Allah yang

lesbian dalam Lisaanul Arab disebut as-sahaq yang artinya ialah lembut dan yang halus. Kemudian, kata ini berkembang dan memunculkan istilah musaahaqah an-nisa yang berarti hubungan badan yang dilakukan oleh dua orang wanita sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Luth (gay). (Ibn Mandzur, Lisan al-Arab, Madah : (sahaq)). Sebagian ulama seperti Imam Alusy menyamakan antara sihaq (lesbi) dengan perilaku kaum Luth (gay) karena illah (alasan) perbuatannya sama, yaitu penyimpangan seksual yang dilaknat oleh agama. (Al-Alusy, Ruhul Maani, Volume VIII, hlm 172-173).

Kedua perilaku menyimpang ini, baik lesbi maupun gay, sama-sama dikutuk oleh Islam. Karena itu, Rasulullah SAW telah memberikan peringatan kepada umatnya agar menjauhi perbuatan ini. Hal itu sebagaimana yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah saw bersabda, Sesungguhnya yang paling aku takuti (menimpa) umatku adalah perbuatan kaum Luth. (HR Ibnu Majah: 2563). Dalam hadis yang lain, Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, Allah melaknat siapa saja yang melakukan perbuatan kaum Luth, (beliau mengulanginya sebanyak tiga kali). (HR Nasai, No 7337).

Hukum lesbian

Ulama telah sepakat bahwa praktik lesbi adalah haram secara mutlak dan tidak ada khilaf di antara mereka dalam masalah ini. Bahkan, perbuatan ini disebut sebagai zina perempuan (zaniyyun-nisa). Hal itu berdasarkan sabda Nabi SAW, Praktik lesbi (as-sahaaqu) adalah zina perempuan di antara mereka. (Hadis ini dikeluarkan oleh Khathib al-Baghdadi, Tarikh Baghdad, Pustaka Dar Al-Saadah, Vol IX, hlm 30). Dalam hadis lain, Nabi Muhammad SAW bersabda, Apabila seorang wanita mendatangi (menyetubuhi) seorang wanita maka keduanya ber-

zina. (Ibn Qayyim, Al-Jawab Al-Kafi, Dar al-Marifah, 1997, hlm 177). Menyimpulkan hadis tersebut, Ibn Hajar al-Asqalani menggolongkan perbuatan lesbian ini sebagai bentuk penyimpangan fitrah manusia dan pelakunya termasuk dalam kategori pelaku dosa-dosa besar yang mewajibkan baginya untuk segera bertobat kepada Allah. (Ibn Hajar, AlZawajir An Iqtiraf Al-Kabair, Mesir: al-Azhariyyah al-Mishriyyah, 1325 H, Vol 2, hlm 119). Ulama telah sepakat bahwa hukuman bagi pelaku sihaq (lesbi) adalah takzir di mana pemerintah yang memiliki wewenang untuk menentukan hukuman yang paling tepat sehingga hukuman itu bisa memberikan efek jera bagi pelaku perbuatan haram ini. Ibn Qayyim berkata dalam Al-Jawab Al-Kafi, Akan tetapi, tidaklah wajib padanya (yaitu dalam perbuatan lesbi) hukuman (bunuh) karena tidak adanyailajj walaupun disematkan kepada keduanya (yakni homo dan lesbi) nama zina secara umum. (Ibn Qayyim, al-Jawab al-Kafi, Dar alMarifah, 1997, hlm 177). Ibn Qudamah dalam Al-Mughni mengatakan, Apabila dua perempuan saling bergesekan (lesbi) maka keduanya adalah berzina yang dilaknat karena telah diriwayatkan dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda, Jika perempuan mendatangi perempuan maka keduanya adalah berzina. Keduanya tidak di-hadd karena tidak adanya ilajj, yaitu jimak. Maka, hal itu serupa dengan mubasyarah tanpa farji dan keduanya harus ditakzir. (Ibn Qudamah, AlMughni, Vol 10, hlm 162). Apabila hukuman takzir tersebut tidak terlaksana di dunia maka hukuman tersebut akan dilaksanakan di akhirat. Dalam hal ini, Allah berfirman, Dan sesungguhnya azab akhirat adalah lebih keras. (QS arRad: 34). I

tahu mana yang paling benar. Sebenarnya, jawaban terhadap pertanyaan Manji itu sudah dijelaskan oleh para mufasir. Bahwa, yang mampu memahami ayat-ayat mutasyabihat adalah orang-orang mendalam ilmunya dan tentu Allah SWT. Itulah para mufasir yang memiliki otoritas dalam keilmuan dan akhlak mulia. Jadi, kalau ada ayat mustasyabihat, merujuklah pada kitab-kitab tafsir yang sudah ditulis para ulama yang mumpuni. Itulah gunanya ada orang yang menuntut ilmu agama secara mendalam. Dalam dunia keilmuan, sudah lazim dikenal adanya otoritas. Tidak semua orang bisa bicara seenaknya, tanpa hujah dan tanpa ilmu. Dan, inilah fenomena yang banyak terjadi di sekitar kita. Untuk urusan agama, banyak yang merasa bebas bicara, bahkan berhak menafsirkan ayat Alquran semaunya. Tapi, kalau untuk bidangbidang lain, seperti ekonomi, politik, dan lain-lain dikatakan, Kita harus dengarkan pendapat pakar! Manji juga membelakatanya hak orang menjadi homo atau lesbi. Jika dia menjadi lesbi sendirian, mungkin tak masalah sebab orang tidak tahu. Tapi, menularkan lesbianisme kepada orang lain, itu menjadi masalah besar. Homoseksualitas itu bukan genetis (atau ciptaan Tuhan), melainkan ditularkan oleh lingkungan. Penelitian yang dilakukan oleh Paul Cameron Ph D (Family Research Institute) menemukan bahwa di antara penyebab munculnya dorongan untuk berperilaku homo adalah pernah disodomi waktu kecil (dan parahnya, perilaku menyodomi anak kecil menjadi salah satu budaya kaum homo). Dan juga,

pengaruh lingkungan, yaitu: (1) Subkultur homoseksual yang tampak/terlihat dan diterima secara sosial, yang mengundang keingintahuan dan menumbuhkan rasa ingin mengeksplorasi (ingin mencoba), (2) pendidikan yang prohomoseksual, (3) toleransi sosial dan hukum terhadap perilaku homoseksual, (4) adanya figur yang secara terbuka berperilaku homoseksual, (5) penggambaran bahwa homoseksualitas adalah perilaku yang normal dan bisa diterima. Penelitian Cameron juga menunjukkan bahwa kecenderungan homoseksualitas bisa disembuhkan, antara lain, melalui pendekatan diri kepada Tuhan. Selain itu, dari sisi kesehatan, perilaku homoseksual juga berdampak sangat buruk bagi pelakunya. Lengkapnya bisa dibaca di sini: http://www.biblebelievers.com/Cameron3.html. Jadi, bisa disimpulkan bahwa Irshad Manji punya dua kesalahan: kesalahan individual dan kesalahan sosial. Para penggiat homoseksualitas dan lesbianisme itu sedang berusaha menyebarkan dogma bahwa perilaku mereka baik-baik saja, sudah dari sana-nya, dankalau versi Manji tidak dilarang Allah! Karena itu, seorang ibu dengan dua anak, saya berhak resah bila propaganda homoseksualitas dan lesbianisme semakin merajalela atas nama kebebasan akademis dan kebebasan bicara. Saya merasa perlu mencegah agar anak-anak saya tidak tumbuh dalam budaya yang prohomo dan lesbi. Karena itu, saya mendukung pelarangan diskusi atas buku Manji atau propaganda homoseksualitas dalam bentuk apa pun, termasuk konser Lady Gaga! I

ahai umat Muslim, hati-hati dan waspadalah! Mungkin, inilah penyakit baru yang akan direkomendasikan para psikolog sekuler sebagai mental disorder (gangguan jiwa) namanya homofobia! Contoh kasusnya menimpa Darrun Ravi. Ia mantan mahasiswa Rutgers University Amerika yang dituntut 10 tahun dengan 15 tuntutan yang bermuara pada kesimpulan menderita homofobia. Dharun Ravi dianggap bertanggung jawab terhadap tewasnya Tyler Clementi, teman sekamarnya, yang bunuh diri pada 2010 (New York Time, 12 Maret 2012). Ravi dengan latar belakang budaya India yang kuat, mengaku tidak nyaman melihat perilaku seksual Clementi yang kerap membawa teman gaynya di kamarnya. Ketidaknyamanan itulah yang dianggap juri di pengadilan, sebagai bermasalah. Istilah homofobia adalah salah satu buah dari Gerakan Revolusi Seksual Modern yang mengarah pada legalisasi perilaku seks sejenis. Homofobia memandang aneh perilaku seksual, seperti lesbian, gay, transeksual, biseksual, seks pranikah, pornografi, dan fantasi seksual lainnya. (David Allyn, Make Love, Not War: The Sexual Revolution: An Unfettered History. Little, Brown and Company, 2000), (Malik Badri, The Aids Crisis: A Natural Product of Modernitys Sexual revolution. Kuala Lumpur: Medeena Books). Istilah homofobia sendiri dicetuskan pada 1960-an oleh seorang psikolog George Winberg, untuk menggambarkan ketakutan yang terus menerus dan tidak rasional terhadap lesbian dan gay. Pada 1972, Winberg menuliskan dalam bukunya Society and the Healthy Homosexual. Pada saat hampir bersamaan, dari sisi prasangka sosial muncul istilah heteroseksisme, istilah yang mengandung analogi seperti seksisme dan rasisme. GM Herek mengambarkan bahwa heteroseksisme merupakan sistem ideologi penolakan, pencemaran, dan stigmatisasi terhadap berbagai perilaku, identitas, hubungan, dan komunitas nonheteroseksual. Katanya, ini merupakan bentuk diskriminasi instutisional terhadap gay dan lesbian. (GM Herek, The Context of Anti-gay Violence: Notes on Cultural and Psychological Heterosexism. 1990. Journal of Interpersonal Violence, 5, 316-333). Pascakasus di atas, Clementi dianggap Martir bagi dunia LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Trans-

JURNAL PEMIKIRAN ISLAM REPUBLIKA

BERKEMASAN PSIKOLOGI
Kampanye Lesbi
Rita Soebagio

REPUBLIKA

KAMIS, 24 MEI 2012

25

Wikimedia

Peneliti INSISTS, bidang Psikologi

Lesbianisme dan Liberalisme


esetaraan gender, homoseksualitas, dan lesbianisme adalah sejumlah paham dan praktik kehidupan yang gigih disebarkan oleh kaum liberal di berbagai penjuru dunia, termasuk di Indonesia. Dengan membonceng wacana kebebasan berekspresi (freedom of expression), mereka terus meneriakkan perlunya dilakukan legalisasi praktik homoseksualitas dan lesbianisme. Untuk itu, mereka menyatakan bahwa setiap orang berhak menyalurkan hasrat seksualitasnya kepada siapa saja, termasuk kepada sesama jenis (lakilaki dengan laki-laki (homo) maupun perempuan dengan perempuan (lesbi)). Sebagian lain sudah lebih maju lagi, mengampanyekan perlunya pelampiasan seks manusia dengan binatang. Maka, tidaklah mengherankan, kedatangan pegiat dan praktisi lesbianisme, Irshad Manji, di Indonesia (pada 2008 dan 2012) mendapatkan dukungan luas oleh kaum liberal dan media massa nasional. Di sebuah Jurnal Perempuan, Irshad Manji diberi julukan mulia sebagai Muslimah Lesbian yang Gigih Menyerukan Ijtihad! Sayangnya, para pendukung legalisasi perkawinan sesama jenis (homo dan lesbi) biasanya mencatut namanama ulama Muslim untuk membenarkan pandangannya. Tujuannya untuk menjadikan pandangan mereka seolaholah mempunyai landasan dalam Islam. Salah satu dari ulama yang dicatut namanya adalah Syihabuddin Ahmad alTifasyi (w 560 H/1184 M) dari Tunisia, penulis buku Nuzhat al-Albab fima la Yujad fi al-Kitab, (London-Cyprus: Riad

bahwa seorang lesbian El-Rayyes Books, cet I, takjub melihat seorang 1992). laki-laki dan akhirnya Kata seorang penulis dia menikahi laki-laki liberal, dalam bukunya tersebut. (al-Tifaysi, tersebut, al-Tifasyi disinyalir mendukung praktik Nuzhat al-Albab, hal homoseksualitas dan les245-246). bianisme dengan satu Sayangnya, panpendapatnya, al-sahq dangan al-Tifasyi yang terang-benderang itu syahwa thabiiyyah (lesluput dari penglihatan bian merupakan hasrat kaum liberal. Karena, seksual yang normal). tujuan mereka mePadahal, kata al-Tifasysi Qosim Nurseha mang hanya mencari sendiri, itu adalah pendaAlumnus Pascasarjana pendapat dan legitimasi pat sebagian orang. (NuzISID-Gontor Ponorogo yang sesuai dengan hat al-Albab, hal 236). pandangan mereka Lebih dari itu, almeskipun pendapat Tifaysi sendiri, dalam dan pandangan tersebut lemah bahkan bukunya tersebut mencatat pendapattidak benar (palsu). Terang saja hal ini pendapat yang mencela lesbianisne tidak dapat dibenarkan, khususnya (dzamm al-sahq). Karena, hal itu abnordalam dunia ilmiah. mal. Di sana dicatat bahwa salah seorang lesbian berkirim surat kepada Selain menyelewengkan pendapat kekasihnyasesama lesbian. Dia menyal-Tifasyi, kaum liberal juga biasanya atakan bahwa selama ini yang dia rasamengkritik kisah Nabi Luth beserta kan tidak sempurna. Setelah menikmati kaumnya yang mengidap penyakit sekbagaimana nikmatnya berhubungan sual menyimpang (homo). Di mana medengan laki-laki, dia tidak ingin menurut mereka, azab yang menimpa kaum lepaskannya. Kemudian dia mengakhiri Luth tidak semata-mata karena praktik suratnya dengan, Keluarkanlah rasa seksualitas mereka yang menyimpang cintamu kepadaku dari dalam hatimu. itu. Kaum Luth diazab oleh Allah, kata Aku telah meletakkan sesuatu untuk mereka, adalah karena kekafiran. menggantikan cintamu dalam hatiku. Anehnya, kaum liberal tidak mau menDan, dia tidak akan keluar (hilang) gulas dan melihat kisah nabi Luth dengan kecuali bersama nyawa. kaumnya itu dari sudut fiqh melainkan Di sana ada cerita lain bahwa seorang dari sisi sastra seperti yang dilakukan, lesbian ditanya, Bagaimana malammu misalnya, oleh jurnal Perempuan. kemarin? Dia menjawab, Aku sangat Dalam bukunya, Allah, Liberty, and selera makan daging sejak 20 tahun. Aku Love, Irshad Manji juga memanipulasi tidak merasa kenyang memakannya, penafsiran kisah Luth dalam Alquran. kecuali tadi malam. Disebutkan pula Katanya, Cerita Sodom dan Gomorah

gender) sementara tindakan Ravi dinilai oleh kelompok Gay Equality Forum sebagai shocking, malicious, and heinous (mengejutkan, berbahaya dan keji). Penilaian kaum homoseksual terhadap kelompok heteroseksual sudah dilakukan melalui propaganda homoseksual selama 50 tahun ini. Puncaknya terjadi pada 1989 dengan terbitnya buku yang sangat populer dalam komunitas homoseksual sehingga dianggap sebagai kitab suci atau manual book mereka, After the Ball: How America Will Conquer Its Fear and Hatred of Gays, karya pasangan psikolog gay, Marshall Kirk and Hunter Madsen. (Albert Mohler, After the BallWhy the Homosexual Movement Has Won. 2004. Crosswalk.com . June 3, 2004. Posted on Fri Jun 04 2004). Pasangan psikolog gay, Marshal dan Hunter, memberikan pedoman bagaimana para aktivis homoseksual melakukan berbagai propaganda untuk mengubah opini publik agar homoseksual dipandang normal, tidak lagi dianggap sebagai mental illness, tetapi dipandang sehat. Dengan itu, masyarakat akan menerima perilaku mereka sampai mendapatkan hak khusus, tunjangan, dan hak istimewa. Propaganda mereka dilakukan dengan cara menempatkan kaum LGBT sebagai pihak teraniaya dan korban dari sebuah tatanan masyarakat yang heteroseksis. Terhadap orang yang tidak setuju dengan LGBT, mereka berikan stigma sebagai orang bigot, hatters, and ignorants (fanatik, pembenci, dan bodoh). Dalam buku ini para aktivis homoseksual dan lesbianisme dibenarkan menggunakan setiap taktik, termasuk penipuan massal, berbohong, fitnah, kedengkian, intimidasi, kekerasan, dan lain-lain. Meskipun banyak akti-

vis pada awalnya mengutuk pendekatan ini, namun setelah dirasakan manfaat dari keberhasilan kampanye propaganda mereka maka berbagai aktivis menjadi pembela utama di depan publik. Puncak keberhasilan kampanye LGBT adalah ketika mereka berhasil mengeluarkan homoseksual dari DSM (Diagnostic and Statistic Manual of mental Disorder). DSM-I yang disusun pada 1952 oleh APA (American Psychiatric Association) dan edisi keduanya yang keluar pada 1968, masih memasukkan homoseksual sebagai penyimpangan dalam perilaku seksual. Homoseksual pertama kali dikeluarkan pada 15 Agustus 1973, yang kemudian diganti dengan istilah Egodystonic homosexuality pada DSM-III. Istilah ini ternyata menuai kritik dari berbagai kalangan. Sehingga, pada akhirnya istilah Ego-dystonic homosexuality kemudian dikeluarkan pada 1986 dan diperkuat dengan revisi DSM-III -R pada 1987. Dukungan terhadap DSM semakin menguat ketika pada 17 Mei 1990, WHO mencabut kata homoseksualitas dari International Classification of Diseases (ICD). Pada 1994, APA mengeluarkan lagi DSM-IV, yang akhirnya direvisi kembali manjadi DSMIVTR (text revision) pada 2000, yang seluruhnya sudah tidak ditemukan sama sekali homoseksualitas sebagai kelainan seksual. Sementara itu, Indonesia sendiri dalam Panduan Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa (PPDGJ) III sejak 1993 telah memasukkan homoseks dan biseks sebagai varian seksual yang setara dengan heteroseks dan bukan gangguan psikologis. PPDGJ-III merujuk pada standard

Sukses

dan sistem pengodean dari International Classification of Disease (ICD10) dan sistem multiaksis dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV). Jika pada DSM-I dan DSM-II homoseksual masih dianggap sebagai mental disorder yang didukung oleh 90 persen anggota APA maka pada DSM-IV keadaan menjadi berbalik ketika hanya tersisa 10 persen anggota APA yang mendukung homoseksual sebagai sebuah penyimpangan. Dengan normalisasi homoseksual oleh berbagai kalangan maka penerimaan kelompok homoseksual oleh masyarakat bergerak ke arah positif. Dunia terbagi ke dalam dua opini, kelompok homoseksual dan antihomoseksual atau kerap disebut dengan homofobia. Berlindung di balik wacana hak asasi manusia, kelompok yang menentang homoseksual distigma sebagai penindas HAM. Jika kelompok homoseksual dianggap normal maka bagaimana pandangan dari sisi kesehatan mental tentang kelompok antihomoseksual atau homofobia? Sampai saat ini, homofobia memang belum dimasukkan ke dalam penyimpangan perilaku di dalam DSM. Namun, melihat wacana yang semakin menguat dalam membela hak kelompok LGBT sekaligus diiringi dengan propaganda untuk menstigma kelompok yang menentang mereka. Maka, bisa jadi suatu hari nanti homofobia dimasukkan ke dalam DSM. Kekhawatiran ini tidak berlebihan dan mengada-ngada karena diskusi publik tentang kemungkinan dimasukannya homofobia ke dalam DSM V yang sudah mulai disusun sejak 2010 dan akan dirilis pada 2012 semakin menguat. Kasus Darrun Ravi menjadi pem-

buktian bagaimana sistem hukum di dalam masyarakat sudah mengarah kepada pembelaan kelompok LGBT. Media-media ternama di Amerika, sejak awal 2000-an terus menerus mengangkat pendapat para pakar psikiater dan psikologi tentang hal ini. Mereka mulai mencoba mengkaji ulang dengan didukung riset yang sesuai dengan kepentingan mereka untuk menempatkan homofobia sebagai mental illness (Lihat Psychiatry Ponders Whether Extreme Bias Can Be an Illness, By Shankar Vedantam The Washington Post, Saturday, December 10, 2005). Jika wacana homofobia sebagai kelainan jiwa semakin menguat, demikian juga dengan bigotry atau fanatik yang dianggap sebagai salah satu faktor penyebab homofobia. Dalam sejarah peradaban, homoseksual selalu berhadapan dengan konsep keagamaan. Maka, stigma fanatik dalam hal ini ditujukan kepada para pemuka dan kelompok agama yang menentang. Salah satu tulisan yang dirilis oleh New York Times adalah satu bukti bagaimana fanatisme agama juga dapat mereka giring menjadi kelainan jiwa (Lihat Bigotry as Mental Illness Or Just Another Norm oleh Emily Eakin, New York Times 15 Januari 2000). Maka, bisa jadi homophobia bigotry menjadi penyakit jiwa baru yang akan dimasukkan kedalam DSM oleh para anggota APA. Inilah dampak buruk ilmu pengetahuan yang tidak dilandasi wahyu Allah SWT. Kaum Muslim yang berpegang teguh pada agamanya dan mengutuk perilaku homoseksual/lesbianisme akan bisa dituduh menderita gangguan jiwa. Dan, itulah yang dulu dituduhkan kepada Nabi Luth as. (QS al-Araf: 80-84 dan QS Hud: 8283). I

kisah Nabi Luth dalam Islamtergolong tersirat (ambigu). Kau merasa yakin kalau surat ini mengenai homoseksual, tapi sebetulnya bisa saja mengangkat perkosaan pria lurus oleh pria lurus lainnya sebagai penggambaran atas kekuasaan dan kontrol. Tuhan menghukum kaum Nabi Luth karena memotong jalur perdagangan, menumpuk kekayaan, dan berlaku tidak hormat terhadap orang luar. Mengenai kisah Nabi Luth beserta kaumnya, penting untuk mencermati pandangan pakar tafsir Muhammad Rasyid Ridha di bawah ini. Setelah memberikan contoh ayat-ayat kisah hujan batu salah satunya yang diminta oleh kafir Quraisy dalam QS al-Anfal:32 Ridha menyatakan, Kita percaya dengan ayat-ayat ini, seperti yang ada dalam surah-surah Alquran. (Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, QS al-Anfal:518). Dan, ketika Allah membalikkan negeri mereka (di mana bagian atasnya menjadi bagian bawah) terjadi, menurut Ridha, berdasarkan sunah Ilahi; baik nyata maupun secara rahasia (al-sunan al-ilahiyyah al-jaliyyah aw al-khafiyyah) tidak menafikan posisinya sebagai satu ayat. (Tafsir al-Manar, VIII: 819). Ketika menafsirkan akhir ayat dari QS al-Anfal:84 itu, Rasyid Ridha menyatakan, Seruan ini umum, meliputi orang-orang yang mendengar kisah (tentunya termasuk kita, yang membaca AlquranRed) ini, yakni orang-orang yang mau berpikir dan mengambil pelajaran. Dan, tambah Ridha, ganjaran dari orang-orang pelaku kriminal adalah hukuman, di dunia sebelum akhirat .... (Tafsir al-Manar, VIII: 519).

Masih menurut Ridha, para ulama berijmak (bersepakat) bahwa homoseks (al-liwathah) adalah maksiat paling besar makanya Allah menyebutnya dengan perbuatan keji (fahisyah). Banyak hadis-hadis yang melaknat pelakunya, seperti dalam Imam alNasai dan Imam Ibn Hibban serta disahihkan oleh Imam al-Thabrani dan alBayhaqi. Sebagian lagi disahihkan oleh al-Hakim. Ala kulli, semuanya saling menguatkan dalam hal yang sudah dikenal secara otomatis dalam agama (al-malum min al-din bi al-dharurah). Imam al-Tirmidzi juga meriwayatkan satu hadis Rasulullah yang berbunyi, Satu hal yang paling aku takutkan terhadap umatku adalah: perbuatan kaum Luth. Hadis ini disahihkan oleh Imam al-Hakim, sementara menurut Imam alTirmidzi sendiri dinilai sebagai hadis hasan gharib. (Tafsir al-Manar, VIII: 519). Ini tentunya bertolak belakang dengan pernyataan salah seorang aktivis liberal, yang mengutip Muhammad Galal Kisyk dalam bukunya Khawthir Muslim fi Masalah Jinsiyyah (Cairo: Maktabah alTurats al-Islami, 1995), yang menyatakan bahwa menurut al-Tirmidzi hadis tersebut adalah gharib. Kita berharap siapa pun juga, apalagi yang mengaku Muslim, untuk berlaku jujur dan adil serta hati-hati dalam menyampaikan tentang hukum agama, seperti homoseksualitas dan lesbianisme. Sepanjang sejarah Islam tidak pernah ada perbedaan pendapat tentang status kejahatan homoseksual dan lesbianisme. Bahwa, keduanya merupakan kejahatan seksual yang sangat bejat dan berat hukumannya dalam Islam. I

26

r Saiful Bahri mungkin tak menyangka bahwa masalah yang ditulis dalam disertasi doktornya di AlAzhar University yakni soal kesetaraan gendersuatu ketika akan menjadi isu yang sangat panas di tengah masyarakat Indonesia. Namun, dia sudah mencermati berbagai keanehan dalam pengembangan studi gender di Indonesia. Untuk itulah, ia kemudian memberanikan diri menulis masalah gender dalam disertasi dan mengatarkannya menjadi seorang doktor ilmu tafsir dengan predikat kelulusan summa cumlaude. Menurut Saiful Bahri, banyak orang mengklaim dirinya sebagai pembela kaum perempuan atau sebagai pejuang penyetaraan gender. Sebagian lain meyakini bahwa pembelaan terhadap kaum perempuan merupakan hal baru dan belum pernah dilakukan oleh siapa pun. Praduga serta perasaan seperti inilah yang kemudian menggerakkan sekelompok orang untukdengan

MEMBINCANG GENDER
DR SAIFUL BAHRI
REPUBLIKA
KAMIS, 24 MEI 2012

JURNAL PEMIKIRAN ISLAM REPUBLIKA

DI AL-AZHAR
berani dan cerobohmengkritisi nas-nas Alquran dan hadis Nabi karena keduanya dianggap belum memberikan porsi yang cukup dalam memberikan pembelaan terhadap kaum perempuan. Tak jarang kesimpulan yang prematur ini dikesankan argumentatif dan sangat kuat dengan didukung pendapat-pendapat para pemikir Arab. Jika dahulu mereka sering memperkuat pendapat mereka dengan analisis dan perkataan para orientalis serta pemikir Barat maka kini seolah-olah menjadi mkin kokoh dengan tambahan amunisi yang berbahasa Arab, tambah doktor ilmu tafsir kelahiran Kudus pada 1977 ini. Melihat latar belakang semacam itu, Saiful Bahri bertekad menekuni perkembangan diskursus gender, khususnya wacana-wacana yang berkembang di Indonesia. Dengan persetujuan Majelis Jurusan Tafsir Fakultas Ushuluddin, Universitas Al-Azhar di Kairo, dia menulis disertasi S-3 dengan Judul, AlManhaj al-Almany fi Indunisiya fi Tafsir al-Ayat alQuraniyah al-Mutaalliqati bi alMarah: Ardh wa Naqd (Studi Kritis atas Metodologi Sekuler dalam Penafsiran Ayat-Ayat Perempuan di Indonesia). Disertasi ini membahas sejarah perkembangan feminisme di Indonesia dan pendekatan serta metode apa saja yang biasanya digunakan sekelompok orang liberal dalam memunculkan wacana tersebut. Beberapa materi persidangan dan konvensi CEDAW, catatan, serta bukubuku yang didapatinya dari komisi perempuan dan anak di PBB saat ia berkunjung ke Jenewa dijadikan bahan perbandingan dan analisis. Hasilnya, Saiful Bahri menemukan bahwa pangarusutamaan gender adalah sebuah konspirasi global untuk menghancurkan tatanan sosial masyarakat dari struktur terkecil (keluarga), khususnya di basis-basis masyarakat Muslim. Menurutnya, setidaknya ada delapan isu sentral yang sering dibahas dan dipertentangkan dalam setiap perbincangan tentang kesetaraan gender, yaitu (1) asal kejadian manusia, (2) perwalian dan mahar dalam nikah, (3) perceraian (thalq), (4) hijab/jilbab, (5) warisan, (6) poligami, (7) kepemimpinan (qawwmah), dan (8) persaksian. Dalam perdebatan tentang jilbab, misalnya, perbedaan ulama yang hanya membincangkan wajah dan telapak tangan diperluas menjadi tanpa batas, seolah-olah kewajiban jilbab belum final. Bahkan, dengan berani, sebagian mereka ingin meredefinisi makna aurat dan batasan-batasannya. Adapun isu klasik yang tak henti-hentinya diangkat dalam masalah warisan yang diklaim diskriminatif terhadap perempuan adalah bahwa perempuan mendapatkan setengah bagian laki-laki. Padahal, kondisi tersebut hanya terjadi dalam empat keadaan, ada delapan kondisi lainnya perempuan mendapatkan bagian yang sama sempurna seperti lakilaki, serta ada sepuluh kondisi yang menempatkan perempuan mandapat jatah lebih banyak dari laki-laki. Bahkan, dalam beberapa kondisi perempuan bisa mendapatkan warisan sementara laki-laki tidak menerimanya. Adapun pendekatan kritis teks yang dilakukan kaum liberal bisa disimpulkan menjadi beberapa metode, di antaranya, yang paling menonjol ialah hermeneutika, pendekatan historis, antropoligis, sosial, dan psikologis. Atau, pendekatan kajian kebahasaan melalui metode strukturalisme, semiotika, dan lain-lain. Disertasi Dr Saiful Bahri diuji pada sidang terbuka pada Ahad, 22 Mei 2011. Tim penguji yang terdiri dari Prof Dr Muhammad Jibril (Ketua Jurusan Tafsir Al-Azhar) dan Prof Dr Sayyed Ismail (Guru Besar Tafsir di Al-Azhar) keduanya selaku pembimbing, serta Prof Dr Ibrahim Asyur dan Prof Dr Hasan Gabr, keduanya Guru Besar Tafsir di Al-Azhar selaku penguji; semuanya dengan sepakat memberikan gelar doktor di bidang tafsir dan ilmu-ilmu Alquran kepada Saiful Bahri dengan predikat Martabatisyaraf all (summa cumlaude). Akhirnya, setelah menimba ilmu di negeri seribu menara selama 5151 hari, Saiful kembali ke tanah air. Mungkin, karena tidak terkategori selebritis dan pemain bulu tangkis, tak ada pejabat yang mengelu-elukannya. Kini, ia aktif sebagai dosen tafsir dan ilmu-ilmu Alquran di STIA An-Nuaimy, Jakarta, serta program pascasarjana di PTIQ, Jakarta. Di samping itu, ia aktif sebagai Wakil Ketua Komisi Seni Budaya MUI (Majelis Ulama Indonesia) Pusat, Konsultan Lembaga Kemanusian PKPU, dan Sharia Consulting Center (SCC), serta aktif di Asia Pasific Community for Palestina di Jakarta. Bakat aktivis dan penulisannya sudah diasah sejak ia di Mesir. Ia aktif sebagai Ketua Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) di Mesir, Studi Informasi Alam Islami (SINAI), menjadi salah satu pendiri Forum Lingkar Pena (FLP) Mesir, dan Lembaga Bimbingan dan Konsultasi Belajar Asy-Syathibi Center dan menjadi Ketua Orsat ICMI Cairo. Alumni MTSN 1 Kudus dan MAPK-MAN 1 Surakarta ini kurang lebih empat tahun pernah menjadi pengajar bahasa Indonesia untuk orang asing di Pusat Kebudayaan dan Informasi Indonesia (PUSKIN), narasumber kajian pekanan KisahKisah Al-Quran di Qommunity Radio (Cairo-Jerman), juga melakukan safari dakwah Ramadhan di beberapa negara Eropa dan Asia Tenggara, di samping aktif sebagai narasumber di berbagai kajian dan dialog serta trainer. Karya tulisnya berbahasa Arab Daur Az Zakh f Tahqq at Takful al Ijtim`i (Peran Zakat dalam Merealisasikan Solidaritas Sosial) pad 1997 dinobatkan sebagai karya tulis terbaik ketujuh pada Lomba Karya Tulis Ilmiah Pendidikan Tinggi Nasional I di Mesir, kerja sama Universitas Al Azhar Mesir dan Badan Waqaf Kuwait. Di antara karya-karyanya yang dipublikasikan, di antaranya, Esai:Kemenangan Cinta (Solo, Era Intermedia 2005), Jembatan Dua Cinta (Depok, Lingkar Pena Pub House, 2004), Bulan Matahari dan Sebelas Bintang (Jakarta, Cakrawala, 2004), dan Tadabbur Al-Quran Juz 29 dan 30. Beberapa tulisannya juga termuat dalam berbagai antologi, di antaranya, Wacana Islam Universal (Cairo, MISYKATI, 1998), Sketsa Sejarah Alam Islami (Cairo, SINAI, September 1999), Nafas Peradaban (Cairo, ICMI, 2000), Antologi Cerpen Palestina Merah di Jenin (Jakarta, FBA Press, 2002), Antologi Ketika Luka Menyapa Cinta (Jakarta, FBA Press, 2002), Diskursus Kontektualisasi Pemikiran Islam (Cairo, KSW, 2003), Memoar Aktivis (Cairo, PPMI Press, 2003), Esai Matahari Tak Pernah Sendiri (Depok, LPPH, 2004), Kado Untuk Mujahid (Jakarta, Fikri, 2005), Memoar Syuhada (Depok, LPPH, 2008). Kini, suami dari Nurbaiti dan ayah dari Nusaibah Khairatin Hisan dan Fatma Ahda Sabila ini tinggal di Kalibata, Jakarta Selatan. Selamat berjuang dan semoga ilmunya bermanfaat. I adian husaini

Dokpri

MISYKAT
ua bulan terakhir pada awal 2012 ini, bangsa dan umat Islam Indonesia diuji oleh tiga masalah syahwat dan moral. Sumber masalah itu adalah wanita. Pertama Irsyad Manji, wanita Canada yang lesbi. Kedua Lady Gaga, Yahudi Amerika penyanyi porno dan vulgar. Ketiga, RUU kesetaraan gender yang intinya memberi hak wanita agar sama dengan laki-laki dalam segala hal. Irsyad Manji mengaku dirinya lesbian dan menghujat syariat Islam. Namun, ia dihormati dan diapresiasi oleh sekelompok penganut Islam liberal. Alasannya, kebebasan berwacana itu tidak berdosa bahkan mendapat pahala. Ada pula yang membela demi kebebasan, Biarkan Manji bicara, negara tidak perlu melarang sebab Tuhan saja membiarkan setan hidup. Pendapat-pendapat tersebut bukan saja tidak logis, tapi tidak menggunakan dhamir atau nurani. Tidak logis karena salah dalam berpikir atau berwacana justru besar dosanya. Sebab, kekufuran bisa dipicu oleh pikiran. Dari kebebasan seluas apa pun akan terbatas oleh kebebasan orang atau kelompok lain, apalagi oleh kebebasan Tuhan. Jika secara liberal orang merasa berhak menghormati dan mengidolakan Manji, orang lain juga

Dr Hamid Fahmy Zarkasyi


Direktur INSISTS

Dhamir

berhak mencaci makinya. Bahkan, setan diciptakan Tuhan untuk dilawan dimusuhi dan dicaci maki oleh orang saleh. Beda dari Manji, Lady Gaga melawan Tuhan dan agama bukan dengan wacana. Ia tidak menulis buku, tapi bernyanyi tanpa etika, mengumbar syahwat pada setiap pentasnya. Lirik lagu-lagunya menghujat Tuhan, moral, dan agama. Majalah Times dan majalah Forbes meletakkan Gaga sebagai salah satu dari 100 orang berpengaruh dan berkuasa di dunia. Mungkin ia berkuasa merusak moral anak muda. Karena, besar daya rusaknya ia pantas kita beri gelar teroris moral bangsa. Namun, di negeri yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab ini masih ada yang tidak perduli itu semua. Banyak seniman menghargai kedatangannya tanpa peduli kerugian moral bangsa. Bagi promotor, semua keburukan Gaga itu tidak penting, moral bangsa rusak pun juga tidak masalah. Yang penting, untung bisa diraup sebanyak-banyaknya. Untuk orang-orang Indonesia yang liberal, sekuler, dan bahkan antiagama, ini momen penting untuk deklarasi kebebasan dan membungkam fatwa-fatwa atau opini-opini keagamaan. Di antara mereka bahkan ingin membawa ke ranah hukum. Negara ini me-

mang negara hukum, tapi masalah seperti ini tidak bisa diselesaikan dengan hukum semata. Jangankan Lady Gaga atau Irsyad Manji, koruptor yang pasti bersalah pun tidak selesai dengan hukum. Hukum masih belum bisa memenuhi rasa keadilan masyarakat. Apalagi, untuk menyelamatkan ideologi, agama, jiwa, akal, harta, dan moral generasi bangsa ini. Hukum di sini ada harga dolarnya. Ketika Bung Karno memenjarakan Koes Ploes, dasarnya bukan hukum, tapi ideologi dan harga diri bangsa. Saat umat Kristen Seoul menolak Gaga, juga bukan karena hukum, tapi ide homoseksualitas dan pornografi yang dibawanya (Washington Post 22/4/2012). Demikian pula umat Islam di Malaysia dan pemerintah Hong Kong dan Filipina. Masalah Lady Gaga adalah masalah besar, berdampak luas, berakibat fatal bagi yang melihat dengan mata hati dan nuraninya. Perlu solusi dengan jiwa besar, nalar besar, dan komitmen moral yang tinggi. Untuk itu, semua perlu berlindung pada yang Maha Besar dan Maha Tinggi, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Kita tidak boleh lupa, negeri ini merdeka berkat rahmat Tuhan Yang Masa Esa. Maka, masalah bangsa ini bisa selesai jika

semua komponen bangsa ini konsisten menghidupkan jiwa-jiwa berketuhanan. Dengan jiwa ini akan lahir kebijakan pemimpin yang arif dan kearifan pemimpin yang bijak. Maka, mencekal Lady Gaga dan Irsyad Manji cukup dengan kejernihan nurani, kebersihan jiwa, dan kearifan batin berdasarkan keyakinan pada Tuhan. Kini, bangsa ini sedang menunggu kebijakan Presiden. Umat menanti fatwa ulama. Para seniman perlu petuah pujangga. Guru bangsa ditunggu kecerdasan spiritualnya. Dan, para pengarus utama kesetaraan gender waktunya bicara, mengapa wanita dihargai karena simbol seksualnya. Bukankah ini pelecehan martabat wanita? Terlepas dari alasan segelintir masyarakat bernafsu melihat Lady Gaga yang pasti bukan demi bangsa, negara, dan agama. Dan, terlepas dari siapa pun yang menolak Lady Gaga, yang pasti demi kebaikan moral bangsa dan pemeluk agama-agama. Jikapun orang tetap memaksakan Lady Gaga pentas, kita kembalikan pada nurani kita masing-masing. Dan kita, umat Islam, mesti ingat sabda Nabi, Jika engkau tak punya malu, buatlah sesuka hatimu. Malu atau tidak ditentukan oleh dhamir atau nurani kita masing-masing. Sal dhamiraka! I

You might also like