You are on page 1of 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tingginya populasi penduduk Indonesia ternyata juga diikuti dengan semakin tingginya angka kejadian penyakit diabetes. Jumlah pengidap diabetes di Indonesia menurut data WHO pada tahun 2009 mencapai 8 juta jiwa dan diprediksi akan meningkat menjadi lebih dari 21 juta jiwa pada tahun 2025. Survey terhadap pengidap diabetes di Jakarta menunjukkan bahwa 1 dari 8 orang mengidap diabetes. Semua orang memiliki risiko diabetes yang sama. Meski lebih rendah dibandingkan kanker dan penyakit jantung, tingkat kematian akibat diabetes atau kencing manis tidak bisa dianggap remeh. Data terbaru menunjukkan, 1 orang di seluruh dunia meninggal tiap 7 detik akibat komplikasi penyakit ini. Manggis (Garcinia mangostana L) merupakan salah satu buah-buahan yang mengandung zat gizi tinggi, terutama kulitnya. Kulit manggis mengandung xanthone dan flavonoid yang amat tinggi, bahkan paling tinggi di antara jenis buah-buahan lain. Kedua senyawa tersebut memiliki sifat sebagai antioksidan. Antioksidan melindungi dan mencegah kerusakan sel beta pankreas akibat radikal bebas. Sel itu akan mengalami regenerasi sehingga dapat kembali memproduksi insulin dan menurunkan kadar gula dalam darah. Jumlah antioksidan yang hadir dalam manggis menawarkan beberapa manfaat bagi penderita diabetes mellitus khususnya dalam meningkatkan sistem kekebalan dan menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Antioksidan kuat hadir dalam buah ini menunjukkan kuat untuk meningkatkan kontrol glukosa secara efektif pada pasien yang pankreas terus menghasilkan insulin. Menurut Dr Templeman, dia yakin dengan hasil klinis bahwa xanthones (antioksidan ampuh yang ditemukan di pericarp dari manggis) bertindak

untuk mengurangi resistensi insulin, yang rusak dalam diabetes tipe 2. Selain itu, Jerman memperlakukan neuropati perifer dengan antioksidan, dan semua menuju untuk komplikasi penderita diabetes akibat kerusakan radikal bebas. Oleh karena itu, masuk akal untuk menyimpulkan bahwa kekuatan antioksidan manggis juga terlihat dalam hasil yang telah dilaporkan. Selama ini orang hanya berpendapat bahwa kulit atau cangkang buah merupakan sampah yang ketika buahnya sudah dimakan maka kulit tersebut langsung dibuang dan tidak dilakukan tindak lanjut untuk mengubah sampah tadi menjadi suatu bahan baku untuk menjadi produk yang bermanfaat. Padahal dari total berat buah manggis ada pada kulitnya dan kandungan gizi tertinggi juga ada pada kulitnya. Tentu amat disayangkan jika kulit manggis ini tidak dimanfaatkan. Menanggapi permasalahan di atas, sudah saatnya kita mencari alternatif baru untuk mengurangi angka kejadian penyakit diabetes dengan meneliti pengaruh ekstrak dari kulit manggis terhadap penurunan kadar gula dalam darah.

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimana pengaruh ekstrak kulit manggis terhadap kadar gula darah pada Mencit ( Mus musculus)?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian karya ilmiah ini adalah 1. Untuk mengetahui pengaruh ekstrak kulit manggis terhadap penurunan kadar gula darah pada Mencit ( Mus musculus ). 2. Sebagai upaya untuk mengurangi limbah kulit manggis.

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penelitian karya ilmiah ini adalah 1. Menginformasikan pada masyrakat tentang pengaruh ekstrak kulit manggis terhadap penurunan kadar gula darah. 2. Menemukan salah satu alternatif obat untuk penyakit diabetes. 3. Menginformasikan kepada masyarakat mengenai khasiat dari kulit manggis untuk menurunkan kadar gula darah bagi penderita diabetes. 4. Menambah wawasan mengenai khasiat dari kulit manggis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori


2.1.1 Manggis a. Asal Usul Tanaman Manggis Manggis (Garcinia mangostana L.) pada umumnya dikenal sebagai tanaman budidaya. Jenis ini mirip sekali dengan Garcinia hombroniana Pierre (Kepulauan Nikobar) dan dengan G. malaccensis T. Anderson, yang berasal dari Malaysia. Manggis diduga merupakan hasil silangan alotetraploid dari kedua jenis tersebut. Asal-usul manggis diduga berasal dari Asia Tenggara, mungkin dari Indonesia (Pulau Kalimantan). Tanaman manggis menyebar ke timur sampai ke Papua Nugini dan Kepulauan Mindanau (Filipina), dan ke utara melalui Semenanjung Malaysia menyebar terus ke Thailand bagian selatan, Myanmar, Vietnam, dan Kamboja. Tanaman manggis telah dikenal oleh para peneliti dari Barat sejak awal tahun 1631. Hanya dalam dua abad terakhir tanaman manggis tersebar ke negara-negara tropik lainnya, seperti Srilangka, India bagian selatan, Amerika Tengah, Brazil, dan Queesland (Australia). Penamaan ilmiah Garcinia mangostana kepada manggis diberikan sesuai dengan nama penjelajah dari Perancis yang bernama Laurent Garcin (1683 - 1751). Pada awalnya dikenal dengan nama Mangostana Garcinia Gaertner, termasuk ke dalam famili Guttiferae yang memiliki 35 genera dan lebih dari 800 spesies yang berasal dari daerah tropik. Di antaranya sembilan genera dengan spesies yang merupakan pohon

buah-buahan. Lima genera dengan sekitar 50 spesies dari famili ini berasal di kawasan Asia Tenggara. Di negara lain, manggis dikenal dengan banyak nama, seperti manggis di Indonesia dan Malaysia, manggustan di Filipina, mangkhud di Laos dan Thailand, dan cay mangcut di Vietnam, di Prancis disebut mangostanaier, di Spanyol disebut mangostan, sedangkan di Belanda mangoestan. b. Klasifikasi Dalam ilmu biologi manggis dikenal dengan nama Garcinia mangostana L, dengan klasifikasi lengkapnya sebagai berikut : Kingdom Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermathopyta : Angiospermae : Dicotyledone : Thalamiflora : Guttiferales : Guttiferae : Garcinia mangostana (Setijo et al,2007) c. Morfologi Tanaman manggis merupakan tanaman tahunan. Habitus dari tanaman berbentuk pohon dengan tajuk rimbun, mirip kerucut, bagian bawah lebar dan bagian ujungnya menyempit. Pertumbuhan pohon manggis termasuk lambat dan tingginya berkisar antara 6 - 20 m (Setijo et al,2007).

Akar tanaman manggis yaitu akar tunggang yang membentuk akar serabut, relative tidak banyak dibandingkan tanaman tahunan lainnya. Akarnya berwarna putih kecoklatan, jumlah akar relative sedikit, tidak membentuk bulu akar, pertumbuhan lambat, mudah terganggu dan rusak, sehingga media kontak permukaan akar dengan media tumbuh terbatas. Hal itu menjadi salah satu alasan bahwa kemampuan daya serap air dan hara dari dalam tanah terbatas, sehingga mengakibatkan pertumbuhan tanaman manggis lambat dan mulai berbuah lambat setelah umur lebih dari 8 tahun (Setijo et al,2007). Batang tanaman manggis berkayu keras, bulat, tegak, berwarna kecokelatan. Batang manggis membentuk percabangan dan ranting simpodial, yaitu sepasang ke arah kanan dan kiri batang dan cabang. Cabang dan ranting tanaman mangggis selain tumbuh ke atas juga tumbuh kearah samping (Setijo et al,2007). Daun manggis yang pertama kali muncul adalah berasal dari biji setelah tumbuh. Ukuran daun kecil dan berwarna merah, tampak indah. Daun-daun yang terbentuk oleh tanaman manggis selanjutnya berwujud daun tunggal, duduj daun berhadapan atau bersilangan, berwujut helaian. Daun berbentuk elips memanjang 12-23 X 4,5-10 cm,bertangkai 1,5-2 cm. Daunnya kaku, tebal dan ukurannya bervariasi sesuai dari faktor-faktor lingkungannya (Setijo etal,2007).

Gambar 1. Pohon manggis

Tanaman manggis berumah dua, bunga jantan dan betinanya di hasilkan oleh tanaman yang berbeda. Bunga jantan tidak berfungsi sebab pertumbuhannya tidak sempurna mengalami rudimenter, yaitu mengecil dan kemudian mongering. Bunga betina tanaman manggis tumbuh pada ujung ranting tanaman. Bunga muncul dari ketiak daun, bertangkai silindris, panjang tangkai bunga 1-2 cm. Garis tengah bunga antara 5-6 cm. Mahkota bunga terdiri dari 4 daun kelopak, dua daun kelopak yang terluar sedikit lebih besar, dan 2 daun mahkota yang terdalam lebih kecil. Kelopak bunga, melengkung kuat, tumpul, bentuk telur terbalik, berdaging tebal, berwarna hijau kuning, tepi merah atau hampir semua merah. Benang sari mandul (staminodia) biasanya dalam tukal (kelompok). Bakal buah beruang 4-8, atau sesuai dengan banyaknya sel telur. Kepala putik berjari-jari 4-8, benang sari berwarna kuning, putik satu berwarna putih kekuningan. Dan manggis akan berbunga biasanya muncul pada bulan Mei - Januari (Setijo etal,2007). Buah manggis adalah buah yang selalu dihasilkan dari bunga betina tanpa mengalami persarian (apomiksis). Buah berbentuk bola diameter 3,5-7 cm, dengan kepala putik duduk tetap melekat di kulit buah, dan kelopak tetap yang berasal dari kelopak bunga. Kulit berdinding tebal lebih dari 9 mm dan berdaging warna ungu. Daging buahnya tersusun dalam beberapa segmen atau juring. Juring yang banyak di dapat adalah 5-7, sedangkan buah berjuring 4 dan 8 relatif sedikit jumlahnya. Daging buah manggis berwarna putih bersih, mengandung banyak air, berasa manis, segar, sedikit asam. Berat buah lebih dari 140 gram (Setijo et al,2007).

Gambar 2. Manggis
7

Setiap segmen di buah manggis mempunyai bakal biji, namun tidak semua bakal biji dalam segmen akan menjadi biji. Umumnya mempunyai 2 biji. Biji buah manggis berbentuk agak bulat, pipih tidak rata, berukuran kecil, diameter sekitar 2 cm, berwarna kecokelatan. Endosperm biji diselimuti oleh selaput tipis (testa) dan daging tebal berair berwarna putih. Biji manggis tidak mengalami dormansi dan bersifat rekalsitran atau tidak tahan hidup lama. (Setijo etal,2007) d. Kandungan pada buah Dibalik warnanya yang gelap dan kesegarannya tersimpan berbagai kandungan senyawa yang bermanfaat untuk kesehatan. Tanpa disadari bahwa komposisi buah manggis yang dinikmatinya per 100 gram memiliki kandungan seperti tabel dibawah ini. KOMPOSISI Air Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Besi Vitamin B1 Vitamin B2 Vitamin C Xanthone daging buah Xanthone kulit buah Energi NILAI 70 80 g 0,5 g 0,6 g 5,6 g 5,7 mg 9,4 mg 0,3 mg 0,06 mg 0,04 mg 35 mg 107,76 mg 29,00 mg 63 kkal

Tabel 1. Komposisi Nilai Gizi Buah Manggis per 100 gram Selain itu, buah manggis juga mengandung senyawa

xanthone,yaitu senyawa antioksidan, antitumor, antikanker, dan anti bakteri yang hanya ditemukan pada buah manggis. Xanthone
8

mempunyai kandungan antioksidan yang lebih efektif dibandingkan dengan vitamin C dan vitamin E yang terkandung pada buah-buahan lainnya. (http://www.scribd.com/doc/36165083/LKTI-o91o) e. Kandungan pada kulit buah Kulit buah manggis merupakan bagian buah manggis yang membungkus daging buah. Rasio bagian buah yang dikonsumsi dengan bagian buah yang dibuang, lebih tinggi bagian buah yang dibuang, dalam hal ini kulit buahnya yang mencapai 2/3 bagian buah atau 66,6%. Oleh sebab itu diperlukan upaya untuk memanfaatkannya. Kendala dalam pemanfaatan kulit buah manggis adalah rasanya pahit. Rasa pahit pada kulit buah manggis tersebut ada kaitannya dengan kandungan senyawa tannin yang terdapat di dalam jaringan kulit buah manggis. Senyawa tannin merupakan asam tannat, secara teoritis suatu senyawa yang bersifat asam dapat dinetralkan dengan larutan basa, yang akan membentuk garam tannat dan air. Sifat larutan kapur tohor yang basa kuat diharapkan dapat mengikat asam tannat yang terkandung didalam kulit buah manggis. Dengan demikian rasa pahit yang terkandung dalam kulit buah manggis dapat dinetralisir. Kulit manggis menghasilkan warna merah keunguan, dan amat sulit dibersihkan. Karena mengandung tanin, resin, dan crystallizable mangostine (C20H22O5), yang mudah larut dalam alkohol atau eter, tidak larut dalam air. Berikut ini adalah jenis-jenis zat yang terkandung dalam kulit buah manggis yaitu polythydroxy-xanthone, mangostin,3-isomangostein, alpha-mangostin, beta-mangostin, gamma-mangostin, garcinone A, B, C dan D, maclurin, mangostenol, catechin, potassium, calcium, phosphor, besi, vitaminB1, B2, dan C, poly saccharides, stilbenes, quinones, polyphenes,mangostinon A dan B, trapezifolixanthone, tovophylin B, flavonoidepicatochin, dan gartanin.

Kulit buah manggis juga bersifat antijamur. Aktivitas antijamur hasilisolasi beberapa xanton dan beberapa derivat mangostin terhadap jamur Fusarium oxysporum f. sp. Vasinfectum, Alternaria tenuis, dan Drechelaoryzae dapat menghambat pertumbuhan semua jamur tersebut. Telah dilakukan pula penelitian terhadap aktivitas xanton dalam kulit manggis terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus yang resisten terhadap antibiotik metisilin. Hasilnya menunjukkan bahwa satu isolate aktif, alfamangostin, yang merupakan salah satu derivat xanton, menghambat pertumbuhan bakteri tersebut dengan MIC sebesar 1,57 - 12,5 g/mL. Kulit manggis juga mempunyai khasiat yang lain yaitu antioksidan, mujarab mengatasi jantung koroner, HIV, dan sebagainya. Menurut hasil penelitian kulit buah manggis memiliki aktivitas HIV tipe I (Chen, 1966), antibakteri, antioksidan dan antimetastasis pada kanker usus (Tambunan, 1998). Ekstrak kulit manggis bersifat antiproliferasi untuk menghambat pertumbuhan sel kanker. Xanthone mampu merawat beberapa jenis penyakit kanker seperti kanker hati, pencernaan, paru-paru dan sebagainya. Xanthone dalam kulit manggis juga ampuh mengatasi penyakit tuberkulosis (TBC), asma, leukimia, antiinflamasi, dan antidiare (www.scribd.com/doc/36165083/LKTI-o91o) 2.1.2 Diabetes a. Pengertian Diabetes Mellitus adalah sindroma yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara tuntunan dan suplai insulin, ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah, hiperglikemia dan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein (Suyono, 2001).

10

b. Klasifikasi Menurut American Association (ADA) 1997, Diabetes Mellitus dibagi menjadi : a. Diabetes Tipe I atau IDDM b. Diabetes Tipe II atau NIDDM c. Diabetes Tipe lain d. Diabetes Gestasional c. Tanda dan Gejala Tanda umum dari Diabetes Mellitus adalah poliuri, polidipsi dan polifagi, rasa letih yang tidak jelas sebabnya, rasa gatal, peradangan kulit yang menahun. Pada penderita kronis timbul gejala lain seperti penurunan berat badan, kesemutan, luka sukar sembuh. ( Arif Mansjoer, 2000). d. Patofisiologi 1) Diabetes Tipe I Pada Diabetes Tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah

dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia post prandial (setelah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa keluar bersama urine (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.

11

Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik sebagai akibat kehilangan cairan yang berlebihan pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuri) dan rasa haus (polidipsi) (Price, 1994). Defisiensi insulin juga akan mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan nafsu makan (polifagia) akibat

menurunnya simpanan kalori gejala lain mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan

glukoneogenolisis dan glukoneogenesis, namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut terjadi hiperglikemia. Disamping terjadi peningkatan pemecahan lemak yang menyebabkan peningkatan produksi keton akan terjadi gangguan keseimbangan asam basa menyebabkan ketoasidosis (Suyono, 2001). 2) Diabetes Tipe II Pada diabetes Tipe II tercipta dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin agar terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai penurunan reaksi intrasel sehingga insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa jaringan (Arif mansjoer, 2000). Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi

12

insulin berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat normal atau sedikit meningkat. Namun demikian jika selsel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II (Price, 1994). 3) Diabetes Gestasional Terjadi pada wanita hamil yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilan. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormon-hormon plasenta. Selama kehamilan perlu

dilakukan pemantauan kadar glukosa darah. Setelah melahirkan kadar glukosa darah akan kembali normal. e. Etiologi Diabetes Mellitus dapat disebabkan oleh : 1) Diabetes Tipe I 1. Faktor genetika 2. Faktor imunologik 3. Faktor lingkungan 2) Diabetes Tipe II 1. Usia lebih dari 65 tahun 2. Obesitas 3. Riwayat keluarga 4. Kelompok etnis f. Komplikasi 1) Komplikasi Akut Diabetes Mellitus

13

a) Hipoglikemia Merupakan akibat pemberian preparat atau insulin oral yang berlebih. Glukosa darah bisa turun sampai 50-60 mg/dl. Juga bisa disebabkan oleh konsumsi makan yang terlalu sedikit, aktivitas fisik yang berat. Gejala hipoglikemia dikelompokkan menjadi gejala adrenergik dan gejala sistem saraf pusat, sedang stadiumnya dibagi menjadi 3. (Suyono, 2001). Pada hipoglikemia ringan, kadar glukosa darah menurun, susunan saraf pusat terangsang, pelimpahan adrenalin ke darah menyebabkan gejala perspirosi, tremor, gelisah dan rasa lapar. Pada hipoglikemia sedang menyebabkan penurunan kadar gula sehingga sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar, ketidakmampuan konsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusio, penurunan daya ingat, diplobia. Pada hipoglikemia berat, fungsi susunan saraf pusat mengalami gangguan yang sangat berat, gejalanya disorientasi kejang, kehilangan

kesadaran (Suyono, 2001). b) Diabetes Keto Acidosis (DKA) Disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Gangguan klinis yang tampak adalah dehidrasi, kehilangan elektrolit dan acidosis. Kadar glukosa bervariasi berkisar antara 300-800 mg/dl. c) Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketosis (HHNK) Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolar dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran. Kelainan dasar biokimia pada sindrom ini adalah kekurangan insulin efektif. Keadaan hiperglikemia menyebabkan diuresis osmotik yang

menyebabkan kehilangan elektrolit dan cairan. Gejalanya

14

adalah hipertensi, dehidrasi berat, takikardia, kejang dan hemiparase (Suyono,2001). 2) Komplikasi Jangka Panjang a) Makrovaskuler Perubahan pada pembuluh darah besar sering terjadi, kelainan makrovaskuler meliputi penyakit arteri koroner, penyakit cerebrovaskuler, penyakit vaskuler perifer. b) Mikrovaskuler Penyakit mikrovaskuler diabetik ditandai dengan penebalan membran basalis pembuluh darah kapiler. Gejala ini meliputi retinopati dibetikum jika mengenai pembuluh darah mata, nefropati jika mengenai pembuluh darah ginjal. g. Prinsip Pengelolaan Diabetes Mellitus 1) Penyuluhan Kesehatan Edukasi Diabetes adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan ketrampilan bagi pasien diabetes dan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal dan penyesuaian keadaan psikologi serta kualitas hidup yang lebih baik (Utama Hendra, 2005). 2) Diet Tujuan penatalaksanaan diet adalah memberikan semua unsur makanan essensial (vitamin, mineral), mencapai dan

mempertahankan berat badan yang sesuai, memenuhi kebutuhan energi, mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dalam kondisi yang mendekati normal, menurunkan kadar lemak. (Utama Hendra, 2005).

15

3) Pengobatan atau terapi Jika pasien telah menerapkan pengaturan makan dan kegiatan jasmani yang teratur, namun pengendalian kadar glukosa belum juga tercapai dipertimbangkan pemakaian obat berkhasiat

hipoglikemi secara oral maupun injeksi (Arif mansjoer, 2001) Obat hipoglikemia oral diresepkan sebagai pelengkap bentuk terapi lain. Penggunaan obat hipoglikemia oral mungkin perlu dihentikan jika pasien mengalami hipoglikemia. Pemberian insulin biasanya diberikan lewat penyuntikan dibawah kulit (subkutan). 2.1.3 Mencit (Mus musculus)

Gambar 3. Mencit a. Taksonomi Menurut Arrington (1972), klasifikasi mencit (Mus musculus) yaitu Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Mammalia : Rodentia : Muridae : Mus : Mus musculus

16

b. Tingkah Laku Mencit berjalan, berlari dan berdiri dengan menggunakan keempat kakinya, tetapi ketika makan dan berkelahi mencit akan berdiri menggunakan kedua kaki belakang yang ditopang oleh ekor. Ekor mencit akan berada pada posisi horizontal apabila sedang berlari dan pada posisi vertikal apabila terkejut (Amori, 1996). Mencit merupakan hewan nocturnal, sehingga aktivitas hidupnya (makan, minum dan kawin) banyak terjadi pada sore dan malam hari (Inglis, 1980). Menurut Amori (1996), mencit sangat aktif pada malam hari dan tidak menyukai cahaya yang terang. Rasio periode terang dan gelap yang dibutuhkan oleh mencit dalam satu hari (24 jam) adalah 10 jam terang dan 14 jam gelap. Seekor jantan yang dominan (memiliki tingkat hirarki yang lebih tinggi) biasanya hidup bersama dengan beberapa ekor mencit betina. Dua atau lebih mencit jantan dewasa yang disatukan dalam satu kandang akan menunjukkan sifat agresif (peck order) dan (Wikipedia, 2006b). c. Sifat Biologis dan Reproduksi Kriteria Lama hidup Lama produksi ekonomis Lama bunting Frekuensi beranak Umur disapih Umur dewasa Umur dikawinkan Berat lahir Berat dewasa Kecepatan tumbuh Keterangan 1-2 tahun, dapat sampai 3 tahun 9 bulan 19-21 hari 5-10 kali per tahun 21 hari 35 hari 8 minggu (jantan dan betina) 0,5-1,0 g 20-40 g (jantan); 18-35 g (betina) 1 g/hari

Tabel 2. Sifat Biologis Mencit (Mus musculus)

17

Mencit memiliki kelenjar harderian di dekat mata yang menghasilkan kotoran berwarna coklat kemerahan apabila mengalami stress (tekanan). Mencit tidak memiliki penglihatan yang baik (buta warna), tetapi sangat tajam dalam hal pendengaran yaitu mampu mendengar frequensi suara ultrasonik sampai lebih dari 100 kHz (Amori, 1996). Mencit juga memiliki pheromone yang berguna dalam komunikasi. Pheromone ini dihasilkan oleh kelenjar preputial dan juga melalui urin, serta melalui air mata pada mencit jantan. Pheromone ini dideteksi dengan menggunakan organ Jacobson yang terletak di bagian bawah hidung (Kimoto, 2005). Rambut disekitar mulut (whiskers) pada mencit berfungsi untuk merasakan permukaan dan pergerakan udara (Wikipedia, 2006b). Sexing (pembedaan jenis kelamin antara jantan dan betina) pada anak mencit dapat dilakukan dengan melihat jarak antara anus dan bagian genital (ano-genital distance). Mencit jantan memiliki jarak anus-genital yang lebih jauh daripada mencit betina dan saat dewasa testes-nya menonjol keluar. Mencit betina memiliki lima pasang kelenjar mamae (mammary gland) dan lima pasang puting susu (Wikipedia, 2006b). Mencit betina mengalami estrus setiap 4-5 hari dengan lama estrus berkisar antara 12-14 jam. Perkawinan pada mencit dapat dideteksi dengan mengamati sumbatan pada vagina (vaginal plugs). Sumbatan pada vagina ini dibentuk oleh campuran sekresi dari kelenjar asesoris kelamin pada mencit jantan, yang memiliki fungsi untuk mencegah kopulasi berikutnya (Inglis, 1980). Mencit yang baru lahir adalah buta dan tidak berbulu. Bulu (fur) tumbuh setelah tiga hari dan mata terbuka sekitar 1-2 minggu. Mencit betina mencapai dewasa kelamin dan tubuh sekitar umur enam minggu dan jantan delapan minggu (Amori, 1996).
d. Mencit sebagai Hewan Model/Percobaan

Hewan percobaan adalah hewan yang dipelihara secara intensif di laboratorium untuk digunakan dalam percobaan atau penelitian. Salah

18

satu hewan percobaan yang sering digunakan adalah mencit (Mus musculus) (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Menurut Falconer (1981), mencit sebagai hewan percobaan sangat praktis untuk penelitian kuantitatif, karena sifatnya yang mudah berkembangbiak, selain itu mencit juga dapat digunakan sebagai hewan model untuk mempelajari seleksi terhadap sifat-sifat kuantitatif. Alasan penggunaan mencit sebagai hewan laboratorium dan objek penelitian dalam bidang peternakan diantaranya adalah biaya yang dibutuhkan tidak begitu mahal, efisien dalam waktu, kemampuan reproduksi tinggi pada waktu yang singkat, dan sifat genetik dapat dibuat seseragam mungkin dalam waktu yang lebih pendek dibandingkan dengan ternak yang lebih besar (Arrington, 1972). Wikipedia (2006b), menyatakan bahwa mencit sangat cocok sebagai hewan model karena secara fisiologis mirip dengan manusia. Menurut Schuler (2006), terdapat kemiripan yang tinggi diantara genome mencit, sapi, babi dan manusia sehingga mencit digunakan sebagai hewan model untuk mempelajari pengetahuan dasar genetika, genetika kualitatif dan kuantitatif, dan metode pemuliaan. Genome merupakan total kromosom dalam inti sel (Muladno, 2002). Selanjutnya menurut Muladno (2002), ukuran genome tidak mencerminkan ukuran makhluk hidup, selain itu kemungkinan ukuran genome yang hampir sama pada dua makhluk hidup juga mempunyai organisasi genome yang hampir sama pula. Kebanyakan dari mencit laboratorium adalah persilangan antar sub-spesies, umumnya adalah Mus musculus domesticus dengan Mus musculus musculus. Mencit laboratorium umumnya berwarna putih dan albino. Banyak dari strain mencit adalah inbred (hasil dari silang dalam/kawin keluarga) yang memiliki sifat genetik yang identik. (Wikipedia, 2006)

19

2.2. Hipotesis
Semakin tinggi konsentrasi ekstrak manggis yang di cekokkan pada Mencit (Mus musculus ) maka kadar gula darah akan semakin menurun.

20

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel


Populasi adalah sekelompok orang, benda atau hal yang menjadi sumber pengambilan sampel yang memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian (Depdikbud, 1989:694). Berdasarkan pengertian diatas maka dapat dikatakan bahwa populasi dari penelitian ini adalah manggis. Sedangkan sampelnya adalah beberapa buah dari populasi tersebut, yaitu 600 gr kulit manggis.

3.2 Definisi Operasional Variabel


3.2.1 Definisi Operasional Variabel Manipulasi Dengan menggunakan gelas ukur, didapat konsentrasi ekstrak kulit manggis yang digunakan pada penelitian ini, yaitu 100%, 75%, 50% dan 25%. 3.2.2 Definisi Operasional Variabel Respon Dengan menggunakan glucosemeter, kita dapat mengetahui kadar gula darah mencit. Kadar gula darah mencit dibedakan menjadi dua, yaitu kadar gula awal yang diukur sebelum dilakukan pencekokan dan kadar gula akhir yang diukur setelah dilakukan pencekokan selama tujuh hari. 3.2.3 Variabel Kontrol Jenis Mencit, air, jenis manggis, pipet tetes, gelas ukur

21

3.3 Prosedur Percobaan


1. Membuat ekstrak kulit manggis. 2. Menentukan kepekatan tiap sampel. Sampel A adalah 20 ml ekstrak. Sampel B adalah 20 ml ekstrak + 1 ml air. Sampel C adalah 20 ml ekstrak + 2 ml air. Sampel D adalah 20 ml ekstrak + 3 ml air. 3. Menyiapkan mencit. 4. Mengukur kadar gula darah awal mencit. 5. Melakukan pencekokan ekstrak kulit manggis ke tiap-tiap mencit dengan konsentrasi berbeda selama 7 hari. Untuk mencit A dicekoki dengan 20 ml ekstrak. Untuk mencit B dicekoki dengan 20 ml ekstrak + 1 ml air. Untuk mencit C dicekoki dengan 20 ml ekstrak + 2 ml air. Untuk mencit D dicekoki dengan 20 ml ekstrak + 3 ml air. 6. Menentukan kadar gula darah akhir mencit setelah dicekoki.

3.4 Alat dan bahan


3.4.1 Alat 1. Mencit 2. Gelas ukur dengan ketelitian 0,1 ml 3. Blender 4. Pipet 5. Suntikan

22

6. Saringan 7. Silet 8. Sarung tangan 9. Alat ukur gula darah 10. Preparat bedah 11. Kandang mencit 3.4.2 Bahan 1. Kulit manggis bagian dalam 3 buah 2. Air 200 ml 3. Zat analgesik larutan chloroform

3.5 Langkah-langkah Penelitian


3.5.1 Membuat ekstrak kulit manggis 1. Mengambil 3 buah manggis. 2. Mengerok kulit bagian dalam buah manggis. 3. Memotong kulit manggis yang sudah dikerok menjadi 6 bagian. 4. Memasukkan kedalam blender. 5. Menambahkan 200 ml air. 6. Memblender sampai halus. 7. Menyaring ekstrak kulit manggis hingga ampas kulitnya hilang. 3.5.2 Menentukan kepekatan tiap sampel 1. Menyiapkan ekstrak kulit manggis sebanyak 20 ml 2. Membaginya menjadi 4 bagian. 3. Meletakkan kedalam gelas reaksi A, B, C, dan D. 4. Menambahkan pelarut (air) untuk masing-masing gelas reaksi B, C, D yaitu sebanyak 1 ml, 2 ml dan 3 ml. Untuk gelas reaksi A

23

tidak ditambahkan pelarut sehingga kepekatan untuk sample A adalah 100%. 3.5.3 Menyiapkan Mencit Mencit yang akan diberi perlakuan dicat menggunakan warna yang berbeda-beda, yakni warna merah untuk sample A, orange untuk sample B, biru untuk sample C dan hijau untuk sample D. Cat yang digunakan adalah cat poster dengan campuran air. Oleh karena cat yang dioleskan lambat waktu menghilang jadi pengecatannya dilakukan secara berkala sesuai kebutuhan. 3.5.4 Mengukur Kadar Gula Darah Awal Mencit 1. Mengambil mencit A. 2. Meletakkan mencit pada preparat bedah. 3. Membius mencit dengan kloroform. 4. Melukai ekor mencit dengan silet, sedikit goresan pada bagian tengah ekor. 5. Memasukkan darah mencit pada alat ukur. 6. Mencatat angka yang tertera pada alat ukur. 7. Melakukan kegiatan 1 s.d 6 pada mencit B, C, dan D. 3.5.5 Proses Penelitian 1. Menyiapkan ekstrak kulit manggis dengan variasi konsentrasi A, B, C dan D. 2. Mengambil sampel A sebanyak 2 ml dengan pipet. 3. Memegang mulut mencit kemudian memasukkan ekstrak manggis dalam pipet secara perlahan-lahan. 4. Melakukan percobaan diatas untuk sample B, C dan D

24

5. Melakukannya pencekokkan tiap sore selama tujuh hari berturutturut. 3.5.6 Menentukan Kadar Gula Darah Akhir Mencit Setelah melakukan serangkaian penelitian diatas selama tujuh hari selanjutnya pada hari ketujuh melakukan tes akhir terhadap kadar gula darah semua mencit. Prosedur pengukurannya sebagai berikut : 1. Mengambil mencit A. 2. Meletakkan mencit pada preparat bedah. 3. Membius mencit dengan kloroform. 4. Melukai ekor mencit dengan silet, sedikit goresan pada bagian tengah ekor. 5. Memasukkan darah mencit pada alat ukur. 6. Mencatat angka yang tertera pada alat ukur. 7. Melakukan kegiatan di atas untuk mencit B, C dan D.

3.6 Rencana Analisa Data


1. Membuat tabel data pemberian ekstrak kulit manggis. 2. Membuat tabel data hasil pengukuran kadar gula darah mencit. 3. Membuat tabel data penurunan kadar gula darah mencit. 4. Membuat analisa dari tabel-tabel di atas.

25

3.7 Jadwal Penelitian


3.5.1 Waktu penelitian November 2011 Desember 2011 Januari 2012 Februari 2012 4 1 2 3 4 Maret 2012 1 2 3 4

Kegiatan

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3
Proposal

Pengumpulan

Data

Melakukan

Percobaan

Pengolahan

Data

Laporan

Pengesahan

Tabel 3. Jadwal penelitian 3.7.1 Lokasi penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi SMA Negeri 1 Sidoarjo.

26

BAB IV

DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Tabel Data Hasil Pengukuran Gula Darah Mencit


Kadar GulaDarah No. Mencit Konsentrasi Pencekokkan Sebelum Perlakuan (mg/dL) 1. 2. 3. 4. A B C D 25% 50% 75% 100% 117 117 117 117 Setelah Perlakuan (mg/dL) 117 110 98 68 0% 5,98% 16,23% 41,88% Penurunan (%)

Tabel 4. Data hasil pengukuran gula darah mencit

4.2 Analisa Data


Pada perlakuan mencit A, mencit A tidak mengalami perubahan kadar gula darah. Kadar gula darah mencit A tetap 117 mg/dL. Sebaliknya penurunan kadar gula darah terjadi pada pencekokkan dengan konsentrasi 100%, 75% dan 50%. Kadar gula darah mencit B yang semula 117 mg/dL setelah masa percobaan, hari ketujuh mengalami penurunan 7 ml/dL. Sehingga dapat diketahui dengan konsentrasi pencekokkan 50% dapat menurunkan kadar gula darah mencit sebesar 5,98%. Kemudian mencit C juga mengalami penurunan kadar gula darah 19 mg/dL sehingga dapat dikalkulasi penurunan kadar gula darah akibat pencekokkan dengan konsentrasi 75% ekstrak kulit manggis dapat menurunkan kadar gula darah mencit sebesar 16,23%. Hasil yang sama juga terjadi pada mencit D, mencit D mengalami penurunan kadar gula darah sebesar 49 mg/dL atau dengan kepekatan 100% ekstrak kulit manggis dapat menurunkan kadar gula darah sebesar 41,88%.

27

Sehingga penurunan kadar gula darah terbesar terjadi pada perlakuan untuk mencit D, yakni dengan konsentrasi pencekokkan kulit manggis 100%. Kemudian penurunan kadar gula darah selanjutnya terjadi pada mencit B dan mencit C, masing-masing dengan konsentrasi 50% dan 75%. Sedangkan penurunan kadar gula darah terkecil terjadi pada perlakuan untuk mencit A, dengan konsentrasi 25% tidak dapat menurunkan kadar gula darah. Kadar gula darah mencit A tetap, baik sebelum maupun sesudah perlakuan.

4.3 Pembahasan
Mencit B, mencit C dan mencit D masing-masing mengalami penurunan kadar gula darah sebesar 7 ml/dL, 19 ml/dL dan 49 ml/dL karena kandungan dari Xanthone pada manggis merupakan anti-flamasi dan anti-oksidan aktif sehingga dapat membuat pankreas memproduksi kembali insulin untuk menormalkan kadar gula darah. Mencit D mengalami penurunan kadar gula darah yang sangat drastis karena kadar zat tannin dalam kulit manggis yang bersifat asam. Senyawa tannin inilah yang menyebab ekstrak kulit manggis memiliki rasa yang sangat pahit. Sehingga ketika mencit D yang diberi perlakuan pencekokkan dengan kadar konsentrasi 100%, tidak lama setelah pencekokkan, mati akibat penurunan kadar gula darah yang drastis.

28

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah kami lakukan dan hasil pengamatan yang telah kami peroleh, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara ekstrak kulit manggis dengan kadar gula darah. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak kulit manggis maka kadar gula darah akan semakin turun.

5.2 Saran
1. Dalam proses pengolahan kulit mencit sebaiknya hindarkan

menggunakan peralatan yang terbuat dari alumunium. 2. Berhubung penelitian ini masih bersifat dangkal, diharapkan ada penelitian lebih lanjut.

29

You might also like