You are on page 1of 17

UANG BEREDAR DAN KEBIJAKSANAAN MONETER

Bacaan: Sadono, h. 189-218 Samuelson bab 10, h.193-218

Pasar uang secara abstrak sebagai pertemuan antara permintaan akan uang dengan penawaran akan uang, yaitu jumlah uang yang beredar, ditentukan oleh pemerintah dan (untuk uang giral) Lembaga Keuangan sesuai dengan suatu kebijakan tertentu. Dengan kata lain, jumlah uang yang beredar (yaitu uang kartal plus uang giral) ditentukan oleh kebijakan moneter. Mengenai permintaan akan uang, kaum Klasik mempunyai suatu teori yang terkenal, yaitu Teori Kuantitas. Penawaran akan uang Ms=ditentukan oleh kebijakan moneter. Permintaan akan uang Md= kPQ dimana, k= konstanta; Q=GDP dengan harga konstan; P=tingkat harga umum (rata-rata) Mekanisme pasar akan menyamakan Ms=Md=kPQ

Kalau volume uang yang beredar (Md) ditambah, misal 10%, maka tingkat harga umum (P) akan naik 10%, kecuali bila k dan Q berubah. (yang dalam jangka pendek tidak kita anggap berubah). Dan kalau misalnya volume uang beredar naik 10% tiap triwulan, harga umum akan naik 10% tiap triwulan, dan kita katakan laju inflasi adalah 10% setiap triwulan. Menurut kaum Klasik: dipasar uang ditentukan nilai dari uang yaitu daya beli uang (tingkat harga umum) Teori moneter Keynes: di pasar uang, ditentukan harga dari uang (yaitu tingkat bunga), bukannya nilai dari uang (atau tingkat harga umum). MOTIF MEMEGANG UANG a) Motif transaksi: uang sebagai alat tukar untuk menyelesaikan transaksi. b) Motif berjaga-jaga (precautionary motive): untuk pembayaran yang tidak reguler/ diluar transaksi normal (tak terduga). c) Motif spekulasi: bertujuan memperoleh keuntungan seandainya si pemegang uang tersebut meramal apa yang akan terjadi dengan betul. Bila tingkat bunga diharapkan turun, orang lebih suka memegang kekayaannya dalam bentuk obligasi yang memberi penghasilan tertentu per periode. Dan capital gain berupa kenaikan harga obligasi. Bila tingkat bunga naik, orang memilih memegang uang tunai daripada obligasi.

Selain pemerintah ada dua pelaku lain dalam proses penciptaan uang beredar ini, yaitu: (a) bank-bank umum (atau sektor perbankan), dan (b) masyarakat umum. Perilaku dan reaksi kedua pelaku ini ikut menentukan berapa jumlah uang yang beredar pada suatu saat, meskipun secara umum memang benar bahwa pemerintah yang merupakan penentu utamanya. Mengetahui bagaimana proses penciptaan uang yang beredar terjadi adalah penting karena dengan itu kita bisa mengetahui tindakan-tindakan (atau kebijaksanaan-kebijaksanaan) apa yang bisa dilakukan Pemerintah (dan bank sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang beredar, dengan demikian mempengaruhi situasi makro pada umumnya. Kebijaksanaan-kebijaksanaan ini disebut kebijaksanaan moneter.

Pengertian pertama mengenai uang yang beredar adalah seluruh "uang kartal" dan "uang giral" yang tersedia untuk digunakan oleh masyarakat. UANG KARTAL adalah uang tunai (yang dikeluarkan oleh pemerintah atau bank sentral) yang langsung di bawah kekuasaan masyarakat (umum) untuk menggunakannya. Uang kertas (atau logam) Pemerintah (Bank Sentral) yang disimpan di dalam lemari besi bankbank atau di bank sentral sendiri tidak termasuk "uang kartal". Hanya uang kertas (atau logam) yang dikeluarkan Pemerintah (Bank Sentral) dan yang berada di luar bank-bank umum dan bank sentrallah yang termasuk dalam pengertian "uang kartal" tersebut.

UANG GIRAL adalah seluruh nilai saldo rekening koran (giro) yang dimiliki masyarakat pada bank-bank umum. Saldo ini merupakan bagian dari "uang yang beredar" karena sewaktu-waktu bisa digunakan oleh pemiliknya (masyarakat) untuk kebutuhannya (transaksi, berjagajaga, spekulasi), persis seperti halnya uang kartal. Saldo rekening koran (giro) milik suatu bank pada bank lain bukan uang giral. Jumlah uang beredar pada suatu saat adalah penjumlahan dari uang kartal dan uang giral. Ms=K+D (1) di mana K = uang kartal (currency) dan D = uang giral (demand deposit).

Pengertian mengenai jumlah uang beredar seperti ini adalah pengertian yang umum dipakai. Tetapi ini bukan satu-satunya pengertian mengenai jumlah uang beredar. Dalam kepustakaan ekonomi moneter, pengertian tersebut disebut uang beredar dalam arti sempit atau narrow money. Pengertian lain mengenai uang beredar didasarkan atas anggapan bahwa sebenarnya bukan hanya uang tunai dan saldo giro (cek) saja yang bisa digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya(untuk tujuan transaksi, berjaga-jaga dan spekulasi). Uang milik masyarakat yang disimpan di bank dalam bentuk deposito berjangka (time deposits) atau tabungan (misalnya, Tabanas), juga mempunyai ciri yang mendekati uang tunai. Kedua simpanan ini bisa diubah (tanpa banyak kesulitan) menjadi uang tunai untuk pembayaran transaksi tersebut. Jadi misalnya, deposito berjangka bisa diuangkan sewaktu-waktu meskipun dengan kehilangan bunga dan si pemilik harus pula datang sendiri ke bank untuk menguangkannya. Demikian pula tabungan bisa sewaktu-waktu diambil dengan cara yang sama. Deposito berjangka dan tabungan sering disebut dengan istilah - quasi money atau near money, yaitu sesuatu yang mendekati ciri dari uang. Menurut pengertian yang kedua ini, uang yang beredar adalah narrow money plus quasi money: MS=K+D+T (2) di mana K = uang kartal (currency) dan D = uang giral (demand deposit). Konsep uang yang beredar ini disebut uang beredar dalam arti luas dan broad money.

UANG INTI (RESERVE MONEY) Apakah yang menentukan jumlah uang kartal dan uang giral? Untuk menjawab ini kita harus melihat lebih dalam lagi mengenai proses terjadinya uang kartal dan uang giral. Dalam proses ini ada satu lagi konsep "uang" yang memegang peranan sangat penting, yaitu yang disebut uang inti atau reserve money atau base money atau highpowered money (keempat istilah ini mempunyai arti yang sama). Uang inti merupakan "inti" dari proses penciptaan uang, baik bagi penciptaan yang kartal maupun uang giral. Tanpa ada uang inti, tidak akan ada uang kartal maupun uang giral. ada satu lagi konsep "uang" yang memegang peranan sangat penting, yaitu yang disebut uang inti atau reserve money atau base money atau high-powered money (keempat istilah ini mempunyai arti yang sama). Uang inti merupakan "inti" dari proses penciptaan uang, baik bagi penciptaan yang kartal maupun uang giral. Tanpa ada uang inti, tidak akan ada uang kartal maupun uang giral.

Uang inti atau reserve money


Apakah yang dimaksud dengan uang inti atau reserve money? Contoh: Seandainya seorang eksportir di Indonesia menerima pembayaran sebesar $ 1 juta bagi ekspornya, yang kemudian ia tukarkan menjadi rupiah pada Bursa Valuta Asing (Bank Indonesia) di Jakarta dengan kurs Rp 9000,- = US $1. Si eksportir melepaskan haknya atas uang $ 1 juta tersebut sebagai gantinya menerima cek Bank Indonesia sebesar Rp 9000 juta. Dengan adanya transaksi ini, yaitu "merupiahkan" penerimaan dollarnya, telah tercipta uang inti sebesar Rp 9000 juta di Indonesia. Apabila si eksportir menguangkan cek tersebut pada Bank Indonesia dan menerima

uang tunai sebesar itu, maka uang inti telah berubah bentuknya dari saldo
giro pada Bank Indonesia menjadi uang kartal. Tetapi ini tidak mengubah kenyataan bahwa uang inti sebesar Rp 9000 juta telah tercipta. Bentuk uang inti tersebut bisa saldo giro pada Bank Indonesia bisa uang tunai.

Apabila si eksportir tidak menguangkan cek tersebut di Bank Indonesia tetapi menyetorkan cek tersebut pada bank langganannya untuk dimasukkan ke dalam rekening-gironya, maka yang terjadi adalah sebagai berikut: bank tersebut akan membukukan pada rekening giro di eksportir sebesar Rp 9000 juta sebagai kenaikan saldo dan kemudian bank tersebut menyetorkan cek (Bank Indonesia) tersebut ke Bank Indonesia. Bank Indonesia kemudian akan membukukan jumlah tersebut sebagai tambahan pada saldo rekening giro bank tersebut pada Bank Indonesia. Dalam kasus transaksi ini uang inti tetap berbentuk saldo rekening koran pada Bank Indonesia, tetapi pemilik saldo tersebut bukan lagi si eksportir tetapi bank si eksportir. Sedangkan hak si eksportir atas cek Bank Indonesia "ditukar" dengan haknya atas tambahan saldo pada rekening gironya di banknya tersebut. Peristiwa inipun tidak mengubah kenyataan bahwa di Indonesia telah tercipta uang inti sebesar Rp 9000 juta yang berasal dari penerimaan ekspor sebesar US $1 juta tersebut

Dari contoh di atas kita bisa definisikan uang inti sebagai :


(a) saldo rekening koran (giro) milik bank-bank umum atau masyarakat pada Bank Indonesia, plus (b) uang tunai yang dipegang baik bank-bank umum maupun oleh masyarakat umum. Baik (a) maupun (b) sebenarnya adalah "hutang lancar" Bank Indonesia kepada sektor perbankan dalam negeri dan kepada masyarakat. (Uang tunai tidak lain adalah juga "hutang lancar" bank sentral kepada masyarakat). H=K+R (3) H= uang inti; K= uang kartal; R = cadangan (reserve) bank-bank umum berapa uang tunai dan saldo rekening koran pada Bank Indonesia.

Perhatian bahwa saldo rekening koran milik masyarakat umum (ataupun milik bank lain) pada suatu bank umum bukan uang inti. Hanya saldo rekening koran pada bank sentral (Bank Indonesia) lah yang merupakah uang inti.
Demikian pula, semua uang tunai (yang dicetak oleh Pemerintah/bank sentral) adalah uang inti, tidak peduli apakah dipegang oleh masyarakat atau disimpan di lemari besi bank-bank umum. (Perhatikan perbedaannya dengan uang kartal: uang kartal adalah uang inti, tetapi tidak semua uang inti adalah uang kartal). Skema berikut ini bisa memperjelas hubungan antara uang inti (reserve money), uang kartal, uang giral dan "cadangan bank" (yaitu, uang inti yang dipegang oleh bank-bank sebagai "jaminan" bagi hutang lancar mereka kepada para nasabahnya; hutang lancar

(b) Kredit langsung Bank Indonesia kepada badan-badan resmi tertentu (misalnya, Bulog, Pertamina). Ini akan menciptakan pula saldo rekening koran pada Bank Indonesia (jadi, uang inti). (c) Kredit Likuiditas Bank Indonesia kepada bank-bank umum (dalam rangka kredit prioritas). Ini juga akan menciptakan saldo rekening koran pada Bank Indonesia (dus, uang inti). Perlu dicatat bahwa uang inti yang tersedia di masyarakat bisa berkurang karena peristiwa sebaliknya, yaitu apabila: impor meningkat melebihi ekspor (atau defisit dalam neraca pembayaran), APBN surplus, pengurangan kredit langsung dan kredit likuiditas dari Bank Indonesia. Kita bisa menulis mengenai penyebab perubahan jumlah uang inti yang tersedia di masyarakat dalam simbol sebagai berikut : H ( X M ) A B1 B2 dH=(X-M)+A+B1+B2 di mana dH = perubahan jumlah uang inti yang tersedia, X = penerimaan ekspor, M = pengeluaran impor, A = defisit APBN, B1 = kenaikan kredit langsung Bank Indonesia, B2 = kenaikan kredit likuiditas Bank Indonesia. Dalam bentuk apa tambahan uang inti ini tercipta harus kita bedakan dari masalah apa penyebab terciptanya uang inti tersebut. Bentuk uang inti bisa dua macam yaitu bisa berupa tambahan uang tunai di tangan masyarakat atau tambahan saldo rekening koran pada Bank Indonesia. Jadi bentuk uang inti tambahan ini tetap seperti yang disebutkan dalam persamaan (3) di atas: dH=dK+dR

PELIPAT UANG (MONEY MULTIPLIER)


Bagaimana uang inti ini bisa berfungsi sebagai "benih" dan menimbulkan uang kartal dan uang giral (jadi, uang beredar secara keseluruhan). Untuk menjelaskan ini kita mulai dengan mengingat bahwa uang inti terdiri dari (atau bisa berbentuk) dua unsur yaitu uang kartal dan cadangan atau reserve bank: H=K+R Perhatikan unsur yang pertama K. Apabila uang inti tersebut berbentuk uang kartal, maka jelas ini langsung menjadi satu unsur dari uang beredar (Ms), (Ingat, Ms = K + D). Jadi apabila karena sesuatu hal (misalnya, ekspor meningkat, defisit APBN dan sebagainya), uang inti di masyarakat bertambah maka sebagian akan menjadi K, dan K yang ditimbulkan akan langsung menambah jumlah uang beredar (Ms). Uang inti, dalam hal ini, langsung menimbulkan uang kartal. Tetapi tidak seluruh dH akan menjadi dK. Sebagian akan menjadi dR, yaitu kenaikan cadangan (reserve) pada bank-bank dalam bentuk tambahan uang tunai di dalam lemari besi bank-bank dan/atau tambahan saldo rekening koran milik bank pada Bank Indonesia. Dalam proses selanjutnya uang inti yang menjadi AR tersebut akan "melipatkan diri" dan menimbulkan uang giral (dalam jumlah yang lebih besar daripada jumlah uang inti itu sendiri). Bagaimana uang giral tercipta dari uang inti yang menjadi cadangan bank ini? Proses inilah yang merupakan hakekat dari proses penciptaan uang (giral) oleh bank-bank.

Mengapa bank bisa menciptakan uang giral? Kunci jawabannya terletak pada kenyataan bahwa, bank-bank umum diperkenankan untuk mengelola rekening koran nasabahnya tanpa harus menyediakan jaminan uang tunai sebesar saldo rekening koran tersebut. Jadi apabila saya membawa uang (tunai) saya, katakan, Rp 1 juta ke bank dan menyimpannya dalam rekening koran, maka akan tercipta suatu rekening koran atas nama saya dengan saldo sebesar Rp 1 juta (yang sewaktu-waktu bisa saya ambil, seluruhnya atau sebagian, dengan menulis cek). Tetapi bank tidak diwajibkan untuk menyimpan seluruh uang tunai tersebut sebagai jaminan atas saldo tersebut. Bank bisa meminjamkan sebagian dari uang (tunai) saya tadi kepada nasabahnya yang lain, Bank hanya diwajibkan tetap menyimpan, katakan, 15%nya dari saldo rekening koran saya dalam bentuk uang tunai di lemari besinya atau di Bank Indonesia (dalam bentuk saldo rekening koran). Selebihnya, yaitu 85% dari 1 juta,bisa "diputarkan" oleh bank untuk memperoleh penghasilan (bunga) atau keuntungan. Salah satu caranya adalah meminjamkannya kepada nasabah lain. Anggap bahwa 85% dari 1 juta (= Rp 850 ribu) tersebut dipinjamkan kepada nasabahnya yang membutuhkan kredit (tentunya, dengan mengenakan bunga pinjaman terhadapnya), dan anggap bahwa uang tersebut diambil oleh nasabah peminjam tersebut dalam bentuk uang tunai. Maka uang (tunai) saya tadi akan keluar lagi dari bank dan menjadi uang ;kartal atau bagian dari uang beredar lagi! Jadi dengan menyimpankan uang tunai saya sebesar Rp 1 juta ke bank, telah mengakibatkan: (a) berkurangnya uang kartal di masyarakat sebesar Rp 1 juta sewaktu saya memasukkan uang saya ke bank, (b) terciptanya uang giral sebesar Rp 1 juta (yaitu, saldo rekening koran saya pada bank), dan (c) terciptanya kembali uang kartal di masyarakat sebesar Rp 850 ribu pada waktu nasabah peminjam tadi mengambil uang kreditnya dari bank.

Secara netto, jumlah uang beredar akan bertambah dengan: -Rp 1 juta + Rp 1 juta + Rp 850 ribu = Rp 850 ribu. Karena bank tidak harus menyimpan seluruh uang tunai saya, maka bank bisa "memutarkan" sebagian uang saya tersebut dan sekaligus menciptakan tambahan uang beredar sebesar Rp 850 ribu! Sebenarnya proses pencitptaan uang oleh bank tidak harus berhenti di situ. Seandainya si nasabah peminjam tersebut merasa tidak perlu mengambil kreditnya dalam bentuk uang tunai, tetapi cukup dengan disediakannya (diciptakannya) oleh bank saldo rekening koran yang sewaktu-waktu ia bisa gunakan, maka prosesnya berkelanjutan. Dalam hal ini bank tidak perlu membatasi kredit yang diberikan pada Rp 850 ribu. Seandainya peraturan bank sentral mewajibkan bank menjamin 15% dari saldo rekening koran yang dikelolanya dengan uang tunai, maka ini berarti bahwa bank bisa memberikan kredit (dalam bentuk saldo rekening koran) kepada nasabahnya tadi sampai sejumlah 100/15 x RP 850 ribu = RP 5.666.6667 Apabila si nasabah menghendaki meminjam seluruh jumlah ini, maka akan tercipta lagi saldo rekening koran (jadi, uang giral baru) sebesar jumlah tersebut. Dalam kasus ini yang terjadi (sejak saya membawa uang saya ke bank) adalah: (a) uang kartal di masyarakat berkurang dengan Rp 1 juta, (b) uang giral yang dipegang masyarakat bertambah dengan Rp 6.666.667 (yaitu Rp 1 juta saldo saya plus Rp 5.666.667 saldo nasabah peminjam).

Seluruh tunai saya akan tersimpan di bank sebagai reserve bank (R), dan uang lagi beredar di masyarakat. (Tetapi sebagai gantinya, masyarakat memperoleh tambahan-uang giral sebesar Rp 6.666.667). Jumlah uang beredar di masyarakat meningkat secara netto sebesar RP 5.666.667. Perhatikan bagaimana bank bisa menciptakan uang giral dari uang inti yang berbentuk reserve bank. Inilah garis besar proses terjadinya uang giral dari uang inti (R)! Uang inti yang ada di tangan bank memang mempunyai kemampuan untuk "melipatkan diri" menjadi uang giral.

Setelah kita mengerti bagaimana tproses penciptaan uang, kita siap untuk membahas makna dan peranan dari kebijaksanaan moneter. Kebijaksanaan moneter adalah tindakan pemerintah (atau bank sentral) untuk mempengaruhi situasi makro yang dilaksanakan melalui pasar uang. Ini adalah definisi umum dari "kebijaksanaan moneter". Secara lebih khusus, kebijaksanaan moneter bisa diartikan sebagai tindakan makro pemerintah (bank sentral) dengan cara mempengaruhi proses penciptaan uang. Dengan mempengaruhi proses penciptaan uang, pemerintah bisa mempengaruhi jumlah uang beredar. Dengan mempengaruhi jumlah uang beredar pemerintah bisa mempengaruhi tingkat bunga yang berlaku di pasar uang. Melalui tingkat bunga pemerintah bisa mempengaruhi pengeluaran investasi (I), dan selanjutnya permintaan agregat (Z) dan akhirnya tingkat harga (P) dan GDP riil (Q). Inilah mata rantai kebijaksanaan moneter menurut Keynes: Kebijaksanaan Moneter Ms r I Z P,Q Dalam bab ini kita tidak perlu mengulangi lagi bagaimana perubahan Ms bisa mempengaruhi P,Q. Mata rantai ini sudah kita bahas secara lengkap dalam Bab IV. Di sini kita menyoroti mata rantai yang pertama, yaitu antara kebijaksanaan moneter dengan Ms. Khususnya kita menanyakan: tindakan-tindakan apakah yang bisa dilakukan Pemerintah (bank sentral) untuk mempengaruhi Ms? Untuk menjawab pertanyaan ini kita perlu merangkum kesimpulan-kesimpulan pokok mengenai proses penciptaan uang di atas. Pertama, kita simpulkan bahwa jumlah uang beredar (Ms) ditentukan oleh dua faktor, yaitu: (a) besarnya jumlah uang inti (H) yang tersedia, dan (b) besarnya koefisien pelipat uang, (Persamaan (6) dan (7) diatas). Kedua, kita simpulkan bahwa besarnya uang inti dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: (a) keadaan neraca pembayaran (surplus atau defisit) (b) keadaan APBN (surplus atau defisit) (c) perubahan kredit langsung Bank Indonesia (d) perubahan kredit likuiditas Bank Indonesia. Secara umum kita mengatakan bahwa pemerintah bisa mempengaruhi Ms apabila pemerintah bisa mempengaruhi nilai pelipat uang dan/atau jumlah uang inti

KEBIJAKSANAAN MONETER

You might also like