You are on page 1of 10

Memandang Muktazilah Secara Objektif (Pengaruh Muktazilah Terhadap Kemajuan Syi'ah)

Oleh Ahmad Hadidul Fahmi, Lc

Muktazilah dianggap sebagai penggagas awal gerakan rasional dalam tubuh Islam. Bagi Ali Sami Nasyar, tesis ini merupakan asumsi keliru. Sejatinya Muktazilah merupakan perpanjangan dari dua sekte bertentangan: al-Qadariyyah dan al-Jahmiyyah.1 Tesis ini juga diimani oleh Dr. Rasyid al-Khayyn dalam bukunya Mutazilah Bashrah wa Baghdad. Muktazilah dan keduanya berbeda di beberapa permasalahan, akan tetapi juga berjalan satu jalur di sebagian permasalahan lainnya. Secara genealogis, berdasarkan pendapat yang diikuti oleh mayoritas, Muktazilah muncul pada abad ke II H, dari majlis al-Hasan al-Bashr (w. 110 H) di Bashrah bersamaan dengan isu predestinasi kekuasaan dinasti Umawiyah di Syam.2 Berbicara Muktazilah tentu saja akan melewati babakan sejarah yang cukup panjang. Muktazilah kemudian lebih dikenal dengan sekte yang menyimpang karena bertentangan dengan doktrin mainstream. Faktornya beragam. Satu faktor determinan adalah, referensi primer Muktazilah banyak yang raib entah kemana.3 Hal ini berakibat wacana yang bergulir tentang sekte rasionalis ini lebih didominasi oleh asumsi penentangnya: Ahlu Sunnah wa alJamaah, misalnya. Muktazilah pernah benar-benar berjaya di masa al-Makmn (w. 218 H), khalifah Abbasiyyah, dan kemudian terpasung perlahan sampai tak berbekas di kekuasaankekuasaan paska al-Mutawakkil. Zuhdi Jarullah dalam bukunya Al-Mutazilah mengutarakan, kebangkitan dunia Arab sekarang bisa disamakan dengan kebangkitan Arab dahulu yang dipimpin oleh sarjana-sarjana Muktazilah. Oleh karena itu, proyek kebangkitan akan lebih sempurna apabila mampu mengadopsi spririt rasional Muktazilah di era sekarang ini.4 Apalagi,
1

Beberapa peneliti menyibak relasi antara Jahm bin Shafwan dan kedua tokoh Muktazilah: Wshil bin Atha serta Amr bin Ubaid. Jahm bin Shafwan meninggal tahun 128 H, sedang Wshil tahun 131 dan Amr bin Ubaid tahun 144 H. Ini artinya, ketiganya adalah tokoh semasa. Ali Sami Nasyar mempunyai tesis, keduanya (Muktazilah dan Jahmiyyah) bertemu di permasalahan pentakwilan rasional (al-tawl al-aql), serta rasio merupakan sumber pengetahuan, bahkan Muktazilah berpandangan penafian atribut Tuhan dan al-Quran merupakan makhlukdan kita tahu, bahwa Jad bin Dirham dan Jahm bin Shafwan merupakan orang pertama yang berbicara hal tersebut. Akan tetapi, Muktazilah dan Jahmiyyah berbeda pula di permasalahan prinsipil: al-Qadar. Oleh sebab itu, terkadang Muktazilah disebut dengan Qadariyah, terkadang pula disebut Jahmiyah. Lihat Al Smi al-Nasyr, Nasyat al-Fikr al-Falsaf fi alIslm, Kairo: Dar al-Marif, cet. VIIII, tt, hlm. 313, 330, 359, dan 373. 2 Muktazilah muncul sebab perdebatan antara Wshil bin Atha dan gurunya, al-Hasan al-Bashri terkait permasalahan pelaku dosa besar: apakah di neraka ataukah di surga? Wshil berpandangan, pelaku dosa besar tidak berada di surga, tidak pula di neraka. Akan tetapi ia berada di antara dua tempat: antara surga dan neraka, atau yang kerap disebut al-Manzilah bayn al-Manzilatain. Sebenarnya cerita penyematan Muktazilah beragam. Al Smi al-Nasyr dengan baik sekali menghindangkan pertentangan cerita ini dalam dua bentuk: baik yang memberikan predikat (subjek) ataupun yang diberi predikat (objek). Berdasarkan versi al-Syahrasytn (al-Milal wa al-Nihal) dan al-Baghdd (al-Farq baina al-Firaq), objeknya adalah Wshil bin Atha. Sedang al-Maqrz dan al-Samni berpandangan, objeknya adalah Amr bin Ubaid. Versi lainnya, yang memberi predikat Muktazilah bukan al-Hasan al-Bashr, akan tetapi Qatdah bin Dimah al-Sadsi (w. 118 H). Sedang Ibnu Murtadla dalam al-Maniyyah wa al-Amal, menyebut cerita dengan pelbagai versinya itu. Lihat Al Smi al-Nasyr, Nasyat al-Fikr al-Falsaf f al-Islm, Op.Cit.,hlm. 375 3 Banyak Manuskrip-Manuskrip Muktazilah yang sampai sekarang masih tersimpan rapi di perpustakaanperpustakaan Syiah di Yaman, atau India. Penulis, di tulisan ini akan memerinci percampuran Muktazilah dan Syiah di beberapa Negara. 4 Dr. Zuhdi Jrullah, al-Mutazilah, Beirut: al-Ahliyyah li al-Nasyr wa al-Tawz, 1974, pada muqaddimat al-kitb

jika benar Syiah dan Muktazilah kemudian melebur, serta kebanyakan Syiah sekarang juga bisa disebut Muktazilah, ini artinya, kemajuan Syiahterutama dalam ilmu-ilmu rasionaltak bisa dilepaskan dari keterpengaruhan Muktazilah di dalamnya.5 Ibnu Murtadl dalam Thabqat al-Mutazilah mengklasifikasi babakan periode sarjana Muktazilah dalam dua belas periode.6 Periode pertama sampai keempat dari generasi shahabat, tabiin dan generasi selepas tabiin. Setelah periode keempat, hemat Abdurrahman Badawi, dimulai periode Muktazilah dalam pemakanaan terminologis.7 Periode keenam merupakan masa keemasan Muktazilah, terdiri dari nama-nama Ab Hudzail, Ibrahim bin Sayyr alNadzdzm, Muammar bin Ubbd al-Sullami, dan lain sebagainya. Qadli Abd al-Jabbr hanya mencukupkan periode Muktazilah sampai sepuluh, kemudian datang al-Hkim al-Muktazil yang menambah dua periode lagi, menjadi dua belas. Menurut Abdurrahman Badawi, relasi masingmasing periode lazimnya adalah relasi guru dan murid. 8 Dimulai dari periode keenam, Muktazilah terpecah pada dua kubu besar, Muktazilah Bashrah dan Baghdad. Jika Muktazilah Bashrah dimulai dari Wshil bin Ath (w. 131 H) dan Amr bin Ubaid (w. 143 H), maka penggagas Muktazilah Baghdad adalah Bisyr bin al-Muktamir (w. 210 H) di akhir abad ke II H.9 Akan tetapi secara umum, mereka bersepakat dalam gagasan lima pilar pokok Muktazilah (al-ushl al-khamsah): tauhid (al-tawhd), keadilan (al-adl), janji dan ancaman (al-wad wa al-wad), kedudukan di antara dua tempat (al-manzilah bayn al-manzilatain), perintah berbuat baik dan larangan berbuat tak baik (al-amr bi al-marf wa al-nahy an almunkar).10 Jikapun kemudian para sarjana Muktazilah mempunyai perbedaan, letaknya hanya pada permasalahan-permasalahan partikular saja. Muktazilah terhitung sebagai kelompok Islam pertama yang menghargai perbedaan.11 Pembelaan Muktazilah Terhadap Islam

5 6

Relasi Muktazilah dan Syiah akan penulis jabarkan di beberapa baris berikutnya Lihat Ahmad bin Yahy bin al-Murtadl, Thabqat al-Mutazilah, Lebanon: Beirut, cet. II, 1987 7 Pemaknaan terminologis yang dimaksud adalah paska Muktazilah mengkodifikasi ajaran mereka. 8 Periode pertama adalah al-Khulaf al-Rasydn, Abdullah bin al-Abbs, Abdullah bin Masd, dll; periode kedua, alHasan, al-Husein, Muhammad bin al-Hanafiyyah, Sad bin al-Musayyab, Thws al-Yamn, Ab al-Aswd al-Dul, dll; periode ketiga, al-Hasan bin al-Hasan, Abdullah bin al-Hasan, Ab Hsyim Abdullah bin Muhammad bin alHanafiyyah, dll; periode keempat, Ghaylan bin Muslim al-Dimasyq, Wshil bin Ath, Amr bin Ubaid, dll; periode kelima, Utsmn bin Khlid al-Thawl, Hafsh bin Slim, al-Qsim bin Sad, Khlid bin Shafwn, Hafsh bin al-Qawwm, dll; periode keenam, Ab Hudzail Muhammad bin al-Hudzail al-Ubadi, Ab Ishaq al-Nadzdzm, Bisyr bin al-Mutamir, dll; periode ketujuh, Amr al-Jhidz, Is bin Shubaih, Muwais bin Imrn, Muhammad bin Syubaib, dll; periode kedelapan, Ab Al al-Jubbi, Ahmad bin al-Husein al-Baghdd, Ab al-Husein al-Khayyth, dll; periode kesembilan, Ab Hsyim al-Jubbi, Muhammad bin Umar al-Shumayri, Ab Umar, al-Bhil, dll; periode kesepuluh, Ab Al bin Khalld, Ab Ishaq bin Iyysh, Ab al-Qsim al-Sayrafi, Ab al-Husein al-Azraq, dll; periode kesebelas, Abdul Jabbr alHamadn, Ismil bin Hammd al-Jawhar, Ab Ahmad bin Abi Alln, dll; periode kedua belas, Ab Rasyd Sad bin Muhammad al-Naysabri, al-Syarf al-Murtadl, Ibnu Sad al-Labbd, dll. Lihat selengkapnya pada Abdurrahman Badawi, Madzhib al-Islmiyyn; al-Mu'tazilah wa al-Asy'irah, Beirut: Dar al-Ilm al-Malyiin, 1997, hlm. 40-43 9 Dr. Rasyid al-Khayyun, Mutazilah al-Bashrah wa Baghdd, London: Dar al-Hikmah, cet. I, 1997, hlm. 7 10 Penulis tidak akan membahas secara detil kelima pilar pokok Muktazilah. Buku yang secara komprehensif membahas ini adalah Syarh al-Ushl al-Khamsah, karangan al-Qdl Abd al-Jabbr al-Hamadn. Kairo: Maktabah Wahbah, peny. Ahmad bin al-Husein Ibn Ab Hsyim, cet. III, 1996 11 Dr. Rasyid al-Khayyn, Mutazilah al-Bashrah wa Baghdad, Op.Cit.,hlm. 302

Tak bisa disangkal bahwa berdiam di antara dua tempat (al-manzilah bayn al-manzilatain) merupakan konsep pertama Muktazilah. Akan tetapi konsep ini pada awal mula masih sebatas etika fikih semata. Di saat yang sama, kekuasaan Islam meluas ke pelbagai negeri dengan kompleksitas masyarakatnya yang terdiri dari pemeluk agama non Islam. Di Suriah dan Mesir didominasi oleh Yahudi. Di Irak dan Persia doktrin Majusi. Sebab relasi umat Islam dengan agama-agama ini, akhirnya perlahan menimbulkan keterpengaruhan signifikan terhadap konsep teologi umat Islam.12 Keterpengaruhan tersebut karena beberapa faktor: pertama, pemeluk agama-agama tersebut meninggalkan agama pertama mereka dan masuk Islam. Akan tetapi mereka tidak bisa lepas sepenuhnya dari teologi agama pertama. Eksesnya, mereka mencampursecara tak sengajapelbagai konsep teologi non Islam terhadap doktrin teologi Islam: kedua, fenomena yang terjadi di Persia, bahwa mereka masuk Islam bukan lantaran iman, akan tetapi menghendaki kedudukan tertentu. Merekapun memasukkan konsep non Islam pada teologi Islam. 13 Munculnya Muktazilah merupakan konsekuensi dari percampuran ini. Zuhd Jrullah menyatakan, bahwa Yahudi mempunyai beberapa pengaruh secara tidak langsung dalam doktrin Muktazilah. Di antaranya adalah perihal kemakhlukan al-Quran yang masuk melalui Jad bin Dirham.14 Agama Kristen mempunyai pengaruh yang lebih besar, terutama dari tokohnya yang juga seorang teolog besar Kristen, Yahya al-Dimasyqi.15 Keterpengaruhan itu dalam beberapa hal, di antaranya; pertama, keterpengaruhan dari Yahya al-Dimasyqi, bahwa Tuhan adalah sumber segala kebaikan. Kemudian pendapat bahwa Tuhan hanya menghendaki yang terbaik; kedua, Yahya menafikan sifat azali, yang kemudian berpengaruh terhadap Muktazilah dalam penafian sifat al-maniatribut Tuhan yang sebanding dalam ketidakberawalannya. Argumennya, sebab esensi Tuhan tidak mungkin bisa dicapai oleh nalar. Dan penyemataan atribut (al-shift) Tuhan yang tak berawal merupakan penyusunan (al-tarkb) terhadap hakekat Tuhan itu sendiri; ketiga, pentakwilan terhadap ayat-ayat yang potensial bermakna penyerupaan Tuhan dengan makhlukNya; keempat, kebebasan berkehendak hamba (hurriyat al-irdah).16

12

Ali Sami al-Nasysyar mengatakan, Yahudi di awal mula merupakan kelompok yang irrasional. Ia juga menuliskan menuliskan beberapa lembar sisi keterpengaruhan Yahudi dari Islam: khususnya dari kaum tekstualis (al-Qurran). Bahkan al-Masudi menyebut al-Qurran ini dengan predikat Muktazilah: Ahl al-Adl wa al-Tawhid. Bagi al-Nasysyar, awal isu awal mula yang dimunculkan oleh Yahudi adalah terkait Imamah. Kemudian para sarjana Islam ramai untuk mengorek konsep teologi serta metafisik Islam yang sebenarnya melalui kedua sumber primer Islam. Lihat Ali Smi alNasysyr, hlm. 79-89 13 Dr. Zuhdi Jrullah, al-Mutazilah, Op.Cit., hlm. 33 14 Tidak jelas bagaimana persambungan mata rantai Jad ke Yahudi. Akan tetapi Smi Nasyr menyebut, Jad bin Dirham mengutip pendapatnya dari Bannn bin Samn, Bannn dari Thlt, anak saudara perempuan Labd, anak saudara perempuan Asham. Labd ini mengambil perkataan kemakhlukan al-Quran dari Yahudi di Yaman. Lihat Al Smi Nasyr, hlm. 330 15 Yahy al-Dimasyq mempunyai kitab bertajuk al-man al-Urtduks, yang menggambarkan kedudukan laki-laki ini dalam ilmu kalam. Ia, dalam kitabnya ini berupaya untuk mengukuhkan konsep ketuhanan Kristen dengan dalil-dalil rasional yang diadopsi dari logika Aristotelian. Kitabnya ini tak hanya berpengaruh untuk teritorial Kristen saja, akan tetapi juga dipelajari dan diterjemahkan oleh Thomas Aquinas. Zuhd Jrullah, hlm. 24 16 Ibid.,hlm 27-30

Walaupun begitu, kitab-kitab Muktazilah pada awal mula diproyeksikan untuk meruntuhkan argumen destruktif Rfidlah, Jahmiyyah, Jabariyyah, Samniyyah, dan Majusiyyah. Menurut Zuhd Jrullah, perdebatan intelektual Muktazilah yang dilakukan dengan non Muslim kebanyakan di Persia. Sarjana besar Muktazilah yang pertama kali melakukan perdebatan adalah Wshil bin Atha. Ia mengarang buku al-Alf Masalat fi al-Radd ala al-Mnwiyyah. Washil bin Atha tak hanya melakukan ekspansi intelektual di kawasan sekitar, akan tetapi mengirim beberapa shahabatnya ke pelbagai tempat yang disinyalir banyak pemeluk Majusi, seperti Hafsh bin Slim yang dikirim ke Khursn. Di sana digelar perdebatan dengan Jahm bin Shafwandari Jahmiyyah. Wshil juga mengirim Abdullh bin al-Hrist ke Maghrib. Begitu pula al-Qsim bin alSad ke Yaman, dan Ayyub ke Jazirah. Serta mengutus al-Hasan bin Dzakwan ke Kufah. Washil juga mengutus Utsmn al-Thawl, guru Abu Hudzail al-Allf, ke Armenia.17 Hal serupa bisa dijumpai dari Amr bin Ubaid (w. 144 H), sahabat Washil bin Atha, yang kerap mengajak berdebat orang-orang yang ia temui: seperti Jarr bin al-Azd al-Samn di Bashrah dan mengalahkannya. Ia bersama dengan Wshil bin Atha berdebat dengan Basysyr bin Burd dan Shlih bin Abdul Qads dan mengalahkan keduanya. Amr bin Ubaid juga berdebat di atas kapal dengan Majusi dan mengalahkan musuhnya. Ab Hudzail al-Allf (w. 260 H) merupakan intelektual Muktazilah paska Wshil yang cukup intens berdebat dengan non Muslim.18 Nalar debatnya muncul tatkala ia melihat seorang Yahudi memasuki Bashrah, dan mengalahkan semua teolog di sana.19 Ia sangat produktif dalam menganggit kitab yang meruntuhkan argumen penentangnya. Ia mempunyai enampuluh kitab yang diproyeksikan untuk meruntuhkan argumen non Muslim. Abu Hudzail pernah berdebat dengan Shlih bin Abd al-Qads dan Hisym bin al-Hakam dari Rafidlah di Mekah yang dihadiri oleh masyarakat umum dan mengalahkan keduanya. Ibrahim bin Sayyr al-Nadzdzm (w. 221 H) juga tak boleh terlewat diperbincangkan apabila membahas perdebatan dengan non Muslim. Ia pernah berdebat dengan Hisym bin al-Hakam dan para shahabatnya, serta masuk dalam permasalahan-permasalahan yang teramat pelik.

17 18

Abdurrahman Badawi, Madzhib al-Islmiyyn, Op.Cit.,hlm. 81 Abid al-Jabiridalam pengantar al-Kasyf 'an Manhij al-Adillah-mengatakan bahwa kodifikasi madzhab dalam sekte Muktazilah di awal terbentuknya masih belum terlaksana. Sehingga teori-teori mereka masih tercecer. Setelah muncul Ab Hudzail al-'Allf (w. 235H), kodifikasi madzhab mulai dilaksanakan. Artinya teori-teori ilmu kalam sekte ini baru disusun dengan sistematis pada masa Ab Hudzail al-'Allf. Namun sistematisasi oleh Ab Hudzail tidak menafikan teori-teori individu yang sudah dibukukan, seperti Wshil bin Atha' yang menganggit kitb al-Tawhd, kitb al-Futy, atau 'Amr bin Ubaid yang menjawab sekte Qadariah dalam al-Rad 'ala al-Qadariyah. Ab Hudzail mengambil teori Muktazilah dari Wshil bin Ath'. Buku-buku filsafat teramat akrab dengan Abu Hudzail, disebabkan, ia hidup pada masa penerjemahan ('ashr al-tarjamah). Darinya dikenal istilah al-Jawhar al-Fard (atomisme), yang kelak menjadi pondasi kuat bagi teolog di masa setelahnya. Al-jawhar al-Fard, oleh para teolog, diimplementasikan pada masalah pengetahuan Allah terhadap partikular kehidupan ('ilm Allah bi al-juziyyt). Disusul dengan keberawalan Alam. Ketika Alam berawal, maka membutuhkan pada pencipta, yang dalam hal ini adalah Allah. Jadi peran al-Jawhar al-Fard dalam ilmu kalam sangat signifikan karena mencakup pembahasan inti ilmu kalam, yaitu pembuktian adanya Tuhan. Abu al-Wald Ibnu Rusyd, al-Kasyf 'an Manhij al-Adillah, Beirut: Markaz Dirasat al-Wahdah al-Arabiyyah, cet.I, pengantar M. Abid al-Jabiri, hlm. 20 19 Zuhd Jrullah, hlm. 123

Apa yang dilakukan oleh empat generasi Muktazilah pertama juga kemudian dilakukan oleh generasi paska mereka. Bisyr bin al-Muktamir mengarang sebuah syair (urjzah/syair dengan lagu rajaz) sebanyak empat puluh ribu bait yang berisi argumen bagi penentang Islam. Jafar bin Harb berdebat dengan al-Sakkk, salah seorang shahabat Hisym bin al-Hakam dalam permasalahan alam berawal. Al-Sakkk juga pernah didebat oleh Ab Jafar al-Iskfi sampai ia tak punya daya lagi untuk menanggapi al-Iskfi. Ali al-Aswri berdebat dengan Al bin alMaytsam dari Rfidlah terkait permasalahan Imamah. Menurut al-Khayyth, Ali bin Maytsam kerap didebat oleh sarjana Muktazilah di Bashrah, dan Muktazilah selalu mengalahkannya. Begitu pula Khalifah al-Makmn, yang kerap mengislamkan banyak orang Majusi dan mengislamkan kembali orang murtad. Kita juga bisa melihat kisah serupa dari al-Jhidz, sarjana besar Muktazilah, salah seorang murid al-Nadzdzm, menganggit delapan kitabnya untuk meruntuhkan argumen non Muslim, dan enam kitab lainnya diproyeksikan untuk mengukuhkan konsep Muktazilah. Setidaknya hal ini bisa menyiratkan dua hal penting: pertama, walaupun Muktazilah kerap mendebat Jabariyyah dan Rfidlah, akan tetapi mereka juga mendebat penentang Islam yang kerap mengkritik konsep teologi Islam. Sehingga pada masa kekuasaan Hrn al-Rasyd, khalifah yang awalnya tak menyukai perdebatan dalam agama, tak ada kelompok yang mampu mendebat orang Samniyyah terkecuali dari Muktazilahdan pada saat itu orang-orang Muktazilah dimasukkan ke penjara oleh al-Rasyid. Al-Jhidz, misalnya, walaupun mendebat Zaydiyyah, akan tetapi juga turut meruntuhkan argumen-argumen Yahudi dan Nashrani. Sebab ini, banyak orang yang masuk Islam di tangan pembesar Muktazilah. Sebut saja, orang yang masuk Islam di tangan Abu Hudzail al-Allf, menurut Qadli Abd al-Jabbr, mencapai nominal tiga ribu lebih, dan masyarakat Khurasan yang diislamkan di tangan Ab al-Qasim al-Bulkhi; kedua, Muktazilah sangat keras dengan kelompok yang berada di luar kelompoknya. 20 Faktor penentang Islam inilah yang membuat Muktazilah mempelajari dengan serius filsafat Yunani. Pembelajaran filsafat membuat khalifah al-Mansur, shahabat Amr bin Ubaid, merekomendasikan penerjemahan buku-buku Yunani ke dalam bahasa Arab. Hal ini pula yang kemudian membuat al-Makmn meneruskan perjuangan al-Mansur untuk menerjemahkan buku-buku Yunani. Intelektual Muktazilah yang pertama kali dengan serius mempelajari filsafat Yunani adalah Ibrahim bin Sayyr al-Nadzdzm. Ia mengupayakan untuk mengharmoniskan pendapat Muktazilah dan tesis filsuf Yunani. Muktazilah, melalui upaya ini bukan hendak melindungi Islam dari serangan destruktif dari luar semata, akan tetapi juga mensosialisasikan Islam sebagai agama yang rasional. Bersamaan dengan masuknya filsafat ke tubuh Muktazilah, Muktazilah mengalami beberapa pergeseran: pertama, mereka kemudian mendewakan filsafat Yunani, dan mensakralkan pandangan filsuf selayaknya sabda Nabi. Menurut De Lace Oleary, Muktazilah menganggap filsafat sebagai penyempurna agama; kedua, perlahan mereka meninggalkan permasalahan teologis, dan bergelut hebat dalam tesis-tesis filsafat. Yang dibahas selanjutnya adalah murni permasalahan filsafat, seperti gerak dan diam, wujud dan tidak

20

Ibid.,hlm. 42-46

wujud, partikel yang tak bisa terbagi, dan selainnya. Oleh sebab itu, madzhab Muktazilah di era akhir lebih banyak terpengaruh filsafat Yunani dari periode-periode sebelumnya.21 Perjalanan Madzhab Kalam Muktazilah Muktazilah perlahan memasuki jenjang keemasan dari tahun 100-198 H, atau 98 tahun merupakan persiapan menuju masa kegemilangan Muktazilah. Mereka dekat dengan Yazd bin al-Wald bin Abd al-Mlik (w. 126 H). Menurut Zuhdi Jrullah mengutip al-Masdi dalam Murj al-Dzahab, Yazid adalah seorang Qadariyah22 dan menyeru umat Islam untuk mengimani pandangan tentang al-Qadar. Begitu pula dekat dengan Marwan bin Muhammad (w. 132 H), akhir khalifah Umawiyah, yang disebut sebagai al-Jadi, karena pernah berguru pada Jad bin Dirham perihal kemakhlukan al-Quran dan penafian takdir. Muktazilah mulai terasa lapang paska kekuasaan Umawiyah, dan diganti dengan dinasti Abbasiyyah, terutama pada kekuasaan Ab Jafar al-Mansr (136-158 H). Hal itu disebabkan, Amr bin Ubaid, salah seorang shahabat Wshil bin Atha, merupakan sahabat akrab al-Mansur sebelum ia menjadi khalifah. Selepas wafatnya Amr bin Ubaid pada tahun 133 H, kelompok Muktazilah yang condong terhadap pandangan Muktazilah Baghdad bersama Ibrahim bin Abdullah bin al-Hasan pada tahun 145 H lebih memilih di bawah kekuasaan al-Mansur. Fenomena ini agak kontras pada kekuasaan al-Mahd bin al-Mansur (158-169 H). Pasalnya, Mahdi sangat keras terhadai Zindiq dan penentang Islam. Ia memerintahkan, pada tahun 167 H, untuk mencari mereka ke penjuru negeri. Shlih bin Abdul Qads akhirnya terbunuh tahun 167 H, begitu juga Basysyr bin Burd di tahun 168 H. Oleh karena itu, suara Muktazilah kurang begitu terdengar, sebab khalifah secara langsung melakukan dakwah Islam dengan tegas. Memasuki kekuasaan Hrn al-Rasyd (170-193 H), Muktazilah perlahan bangkit. Awalnya, Rasyd tak begitu menyukai perdebatan kalam, akan tetapi kelompok realis (al-Samniyyah) sangat gencar menyerang konsep teologi Islam. Muktazilahpun diberi porsi lebih untuk tampil di depan. Kita melihat Yahya bin Hamzah al-Hadlrami (w. 183 H) menjadi hakim di Damasqus. AlRasyid juga kerap meminta nasehat dan fatwa pada Ibnu Sammk Muhammad bin Shubaih alKf (w. 183 H). Sedang di masa anaknya, al-Amn bin Hrn (193-198 H), Muktazilah tak begitu terdengar lagi suaranya. Masa al-Amn ini hampir mirip dengan masa al-Mahd bin al-Mansr. Muktazilah menuai masa keemasannya dari tahun 198-232 H, terutama di masa al-Makmn (w. 218 H). Al-Makmn besar di tangan pembesar Muktazilah, seperti Yahy bin al-Mubrak dan Tsummah bin al-Asyras. Di samping itu, al-Makmn merupakan khalifah yang semangat keilmuannya sangat tinggi. Ia belajar debat pada Ab Hudzail al-Allf. Begitupula di masa saudara al-Makmn, al-Mutashim (218-227 H), dan selepas al-Mutashim, khalifah al-Wtsiq (227-232 H). Di tangan tiga khalifah ini, Muktazilah menuai masa keemasannya dan

21 22

Ibid.,hm. 50 Jika menurut Sami Nasyar, Muktazilah dan al-Qadariyyah tidak bisa disamakan, Zuhdi Jarullah berpandangan bahwa Qadariyah, paska munculnya Muktazilah melebur ke mereka. Oleh karena itu banyak sejarawan klasik yang menyebut Muktazilah dengan Qadariyah. Zuhd Jrullah, hlm. 158

memaksakan pada khalayak agar mengimani ideologi kemakhlukan al-Quran. Kejayaan Muktazilah terus berada di puncak, sampai al-Mutawakkil naik tahta khalifah pada tahun 232 H. Al-Mutawakkil kemudian melakukan tiga langkah untuk menghilangkan taring Muktazilah: pertama, pada tahun 232 H diberlakukan larangan untuk berdebat tentang al-Quran. Ia juga melarang masyarakat untuk berdebat dan berdiskusi; kedua, Mutawakkil menghadirkan para pakar fikih dan hadis, memfasilitasi mereka, serta memunculkannya di tengah masyarakat. Kehadiran pakar fikih dan hadis di tengah masyarakat bertujuan untuk menyampaikan hadishadis yang berlawanan dengan ideologi Muktazilah. Langkah kedua Mutawakkil dilaksanakan pada tahun 234 H; ketiga, secara frontal Mutawakkil meneriakkan kebenciannya terhadap Muktazilah. Ia memenjarakan tokoh-tokoh Muktazilah yang masih tersisa, serta memulyakan tokoh-tokoh Ahl al-Hadis yang sempat terdzalimi di masa ketiga khalifah sebelum Mutawakkil. Hal ini dilaksanakan tahun 237 H.23 Dari internal Muktazilah sendiri sudah terjadi perpecahan signifikan. Muktazilah Bashrah mengkafirkan Muktazilah Baghdad. Tak hanya itu, beberapa pembesar Muktazilah saling mengkafirkan satu sama lain.24 Ketika Muktazilah benar-benar melemah, beberapa tokohnya menyatakan keluar, seperti Abi Isa al-Warrq (w. 247 H) yang bergabung dengan Rfidlah, Abi al-Huseyn Ahmad bin al-Rawandi (w. 298 H) yang juga bergabung dengan Rafidlah. AlSyahrasytani menyebut, bahwa Abu Ali al-Jubbi (w. 303 H) dan anaknya, Abu Hasyim al-Jubbi (321 H) berbeda-beda dalam permasalahan parsial. Di saat kritis ini justru muncul Abu al-Hasan al-Asyari (w. 330 H) yang secara telak menghantam Muktazilah. Uniknya, Asyari dibesarkan oleh ayah tirinya, Abu Ali al-Jubbai, yang juga pembesar Muktazilah dan mengikuti madzhab ini selama empatpuluh tahun lamanya. Muktazilah Di Bawah Buwaihiyyah; Awal Pergumulan Dengan Syiah Munculnya dinasti Buwaihiyyah (334-437 H) menjadikan Muktazilah kemudian melebur dengan dinasti Buwahiyyahatau Syiah. Muktazilah di masa ini tidak se-garang Muktazilah di awal kemunculan dan keemasannya. Zuhd Jrullah dalam buku al-Mu'tazilah menyajikan dengan apik perubahan-perubahan sekte ini setelah berada dalam genggaman Buwaihiyyah: awalnya mereka menghendaki kebebasan berpikir, kemudian memerangi kebebasan berpikir. Ini adalah perubahan Muktazilah yang kedua kali setelah tragedi inkuisisi (mihnah) sebelumnya. Dengan kata lain, Muktazilah yang masuk ke Buwaihiyyah adalah Muktazilah yang sudah kehilangan taringnya. Syi'ah diuntungkan oleh Muktazilah bahkan memanfaatkannya, sebab mereka yang
23 24

Ibid., hlm. 183-184 Sebelum melemahnya Muktazilah, fenomena pengkafiran ini sebenarnya sudah terjadi. Al-Baghdadi menyajikan beberapa fenomena pengkafiran ini; Ab Hudzail al-Allf mengkafirkan muridnya al-Nadzdzam dalam bukunya alRadd ala al-Nadzdzam, begitu pula Jakfar bin Harb, al-Jubbai, al-Iskafi. Jakfar bin Harb mengkafirkan gurunya, Ab Hudzail al-Allf dalam kitab Tawbkh Abi Hudzail sebab pendapatnya kerap menyerupai ateis. Al-Kabi mengkafirkan al-Khayyath dan beberapa pembesar Muktazilah lainnya karena tidak berargumen dengan khabar ahad. Muktazilah juga mengkafirkan Abd al-Salam al-Jubbi, al-Iskafi, Bisyr bin al-Muktamir. Perlahan pengikut Muktazilah melemah, bahkan beberapa tokoh Muktazilah menyatakan keluar dari madzhab besar ini. Awal mula tokoh yang menyatakan pemisahan dirinya adalah Basysyar bin Burd (w. 168 H).

kemudian getol meruntuhkan doktrin-doktrin Ahlu Sunnah. Dan Madzhab Muktazilah kemudian dengan cepat menyebar ke Irak, Khurasan dan Transoxania. Dukungan Buwaihiyyah terhadap Muktazilah setidaknya karena dua faktor: pertama, madzhab Syiah pada masa itu belum mempunyai madzhab teologi yang mapan. Oleh karena itu mereka dengan sengaja mengadopsi metode Muktazilah untuk menyokong konsep teologi Syiah.25 Sampai dikatakan, Syiah secara teologis merupakan pewaris tahta Muktazilah; kedua, dalam banyak pandangan, Syiah tak berbeda dengan Muktazilah. Hal itu terlihat dari justifikasi ideologi Syiah yang mengambil dari pembesar Muktazilah sendiri: al-Nadzdzm. Al-Nadzdzm berpandangan bahwa konsensus bukan argumen, serta argumentasi yang sebenarnya berada di perkataan Imam Maksum, keduanya juga sama dari sudut pandang, Muktazilah yang tak terlalu banyak berargumen dengan hadis.26 Penuturan al-Maqdisi (w. 391 H), sarjana yang banyak melancong ke pelbagai negeri, bahwa mayoritas Syiah di negara selain Arab bermadzhab Muktazilah. Di Rayy sendiri banyak orang awam yang mengikuti pendapat sarjana yang berpendapat 'kemakhlukan' al-Qur'an. Di bawah Buwaihiyyah, Muktazilah memang mendapatkan kejayaannya. Mereka menyebarkan madzhabnya tanpa penentang. Pun muncul sarjana-sarjana baru: Abu al-Huseyn al-Bashri (w. 436 H), Qadli Abdul Jabbar (w. 414 H) yang menjadi hakim agung di Rayy. Pada masa Fakhr alDawlah, Rayy mirip Baghdad di masa al-Makmn dan Mu'tashim. Dan di Rayy ini, Muktazilah mendapatkan legitimasi politisnya. Menurut al-Dzahabi, Muktazilah dan Syiah berjalan harmonis semenjak tahun 370 H. Walaupun Muktazilah di tangan dinasti Buwaihiyyah mengalami masa kejayaandalam politik, akan tetapi kemudian mengalami kemunduran bersamaan dengan melemahnya Buwaihiyyah. Hal itu terjadi pada masa al-Khalifah al-Qadir Billah (381-422 H) yang menganggit kitab-kitab teologis untuk menghantam ideologi Muktazilah, serta menghantam ideologi Syi'ah bersamaan (permasalahan keutamaan Shahabat). Kitab tersebut dibacakan setiap Jumat di Masjid al-Mahdi di Baghdad. Bersamaan dengan melemahnya Buwahiyyah, shultan Mahmud al-Ghaznawi (361421 H) menguasai Rayy. Dengan ideologi Mahmud al-Ghaznawi yang Sunni-Syafi'i, maka ia mengasingkan Muktazilah dari Rayy ke Khurasan dan membakar kitab-kitabnya. Di Rayy pada saat itu terdapat perpustakaan besar yang berisi buku-buku filsafat dan kalam. Semua buku bercorak rasional di Rayy dibakar tanpa sisa. Selepas itu, Muktazilah bisa melepaskan diri dari Buwaihiyyahatau lepas dari Syiahdan berpindah ke Khawarizmi, dan penyebaran Madzhabnya di tangan Abi Mudlar Mahmud bin Jarir al-Asbhihani (w. 507 H). Dari sini terlahir ulama-ulama besar Muktazilah, di antaranya adalah Mahmud Zamakhsyari (w. 538 H). Ia mempunyai murid Abu al-Fath Nashir bin Abd al-Sayyid alMathrazi (w. 610 H). Kepemimpinan terakhir Muktazilah di Khawarizmi ada di tangan Abdul Jabbar bin Abdillah (w. 805 H).

25

Misalnya, Ibnu Babaweh yang mengadopsi secara mutlak pencarian ratio-legis dalam kitabnya al-Ilal. Lihat Zuhd Jrullah, hlm. 205 26 Ibid., hlm. 206

Muktazilah dengan hegemoni Sunni di jagad Islam, tidak musnah sama sekali. Akan tetapi yang tersisa adalah orang Syiah yang 'termu'tazilahkan'. Sebab orang-orang Syiah di Yaman, sebagaimana dikatakan al-Maqriziseperti dikutip Zuhdi Jarullahsepakat dengan konsepkonsep Muktazilah: terkecuali masalah Imamah. Di antara sekte Syiah yang terdekat dengan konsep Muktazilah adalah Syiah Zaidiyyahsekte ini menurut kelompok Sunni adalah sekte yang paling moderat di antara yang lain. Menurut Syaikh Qsim, sekarang yang dinamakan Syiah adalah Muktazilah; Syi'ah Irak, India, Persia, serta Zaidiyyah di Yaman. Bahkan Syiah di Irak merupakan Muktazilah secara mutlak.27 Sedang di India, ada Muktazilah baru yang dibentuk oleh Sayyid Ahmad Khan.28 Akan tetapi, menurut penulis, yang perlu menjadi catatan, Muktazilah dari masa ke masa mengalami degradasi pemikiran. Dr. Zuhdi Jarullah menyebutkan, Muktazilah sudah kehilangan nalar debatnya dan 'mandul' pada masa Abu Ali al-Jubbai. Sarjana besar terakhirmenurut Zuhdi Jarullahyang dimiliki Muktazilah adalah Abu Hasyim al-Jubbai. Selepas ini, tidak terdengar lagi nama-nama besar sarjana Muktazilah seperti al-Nadzdzm, Bisyr, Muammar, dll. Dengan kata lain, Muktazilah di era akhir tidak mempunyai inovasi atau capaian baru. Mereka banyak menjiplak metode berpikir sarjana klasiknya. Penutup Kajian sejarah di atas merupakan pintu masuk bagi percampuran Muktazilah-Syiah. Sebab persinggungan keduanya tak akan mungkin terlihat tanpa masuk melalui kajian sejarah. Jika sepakat bahwa Syiah yang ada sekarang secara ideologi merupakan Muktazilah29, maka kemajuan Syiah, terutama dalam disiplin filsafat30 tak bisa dilepaskan sepenuhnya dari Muktazilah.31 Murtadla Mutahhari mengatakan, buku-buku filsafat Barat pernah diterjemahkan

27

Jaml al-Dn al-Qsim al-Dimasyq, Trkh al-Jahmiyyah wa al-Mutazilah, Beirut: Muassasah al-Rislah, cet. I, 1979, hlm 56 28 Bagi penulis sendiri, pendakuan terhadap Muktazilah tanpa mengambil lima pilar (al-ushl al-khamsah) yang disepakati oleh sarjana Muktazilah klasik, bukanlah Muktazilah dalam pemaknaannya secara terminologis. Seperti yang dilakukan oleh Sayyid Ahmad Khan di India, atau Muhammad Abduh di Mesir, bahkan yang baru-baru ini muncul, Jaringan Islam Liberal di Indonesia. Mereka lebih bisa dikatakan neo-Muktazilah, sebab mengambil spirit rasionalitas Muktazilah untuk diaplikasikan dalam konteks mereka. 29 Dr. Rasyid al-Khayyun mengatakan bahwa Syiah Zaidiyyah juga mengimani pandangan penafian takdir dan atribut Tuhan. Akan tetapi Zaidiyyah memasukkan al-manzilah baina al-manzilatain dalam sub Imamah, sedang Muktazilah memasukannya dalam terma al-adl. Menurut Rasyid al-Khayyun, hal itu disebabkan karena hubungan antara Wshil bin Ath dan Zaid bin Ali yang sudah terjalin semenjak dulu. Kemudian Muktazilah Baghdad dan Syiah Zaidiyyah sama-sama mengimani kepemimpinan al-mafdll walaupun ada al-fdlil: legalitas kepemimpinan Abu Bakr alShiddq walaupun ada Ali bin Ab Thlib. Lihat Dr. Rasyd al-Khayyn, Mutazilah al-Bashrah wa Baghdad, Op.Cit.,hlm. 11 30 Untuk membaca capaian kaum Syiah terhadap filsafat di abad 11 H, bisa dibaca pada pengantar Murtadla Mutahhari di buku Sayyid Husein Thabathabai dalam Usus al-Falsafah. Murtadla Mutahhari mengatakan, pada saat Mulla Shadra mensistematisasikan capaian filosofisnya, di Eropa muncul gerakan pencerahan yang teramat besar. Usus al-Falsafah wa al-Madzhab al-Wqi, Beirut: Dar al-Marif li al-Mathbt, Juz. I, tt, pengantar Murtadla Mutahhari, hlm. 19 31 Muhammad Abdul Hd Ab Raydah mengarang sebuah buku yang bertajuk Ibrhm bin Sayyr al-Nadzdzm Wa Arauhu al-Kalmiyyah al-Falsafiyyah. Di sana disebutkan, salah satu tokoh Zaydiyyah yang paling kentara terpengaruh oleh al-Nadzdzm adalah al-Qsim bin Ibrahm al-Hasan (w. 246 H). Ia mengarang buku tentang keadilan dan ketuhanan, penafian takdir dan tasybh. Lihat Ibrhim bin Sayyr al-Nadzdzm wa Aruh al-Kalmiyyah alFalsafiyyah, Kairo: al-Hayah al-Mishriyyah al-mah, pengantar. Fayshal Aun, 2010, hlm. 185

secara massif ke Persia. Salah satunya adalah buku al-Maql f al-Manhaj karya Descartes.32Tak hanya itu, kemajuan Iran dalam teknologi yang sekarang menjadi satu-satunya negara yang mampu menandingi Barat, merupakan satu bukti spirit rasionalitas Muktazilah mampu berperan besar di sana.

32

Sayyid Husein Thabathabi, Usus al-Falsafah wa al-Madzhab al-Wqi, Op. Cit.,hlm. 21

You might also like