You are on page 1of 20

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Transportasi udara adalah suatu kegiatan pemindahan penumpang dan barang dari tempat satu ke tempat lain melalui penerbangan. Transportasi udara mempunyai karakter yang spesifik, memiliki kecepatan tinggi, jumlah muatan dan armada yang relatif sedikit dibanding transportasi lain. Ruang terbuka yang luas diperlukan untuk pergerakan lalu lintas ini. Didukung oleh teknologi canggih baik armadanya maupun sarana dan prasarana di darat, merupakan industri global mulai domestik, regional hingga internasional. Sarana transportasi udara sangatlah penting bagi pengembangan wilayah Kota Kendari, terutama dalam hubungan antar wilayah yang membutuhkan perpindahan orang dan barang dalam waktu singkat. Bandar Udara Haluoleo merupakan bandar udara yang melayani

Propinsi Sulawesi Tenggara secara keseluruhan. Kondisi Bandar Udara Haluoleo saat ini sudah selayaknya dikembangkan mengingat tingkat

pergerakan penumpang dan barang semakin tinggi maka tuntutan untuk memperluas Bandar Udara Haluoleo melalui penambahan panjang

landasan pacu yang mampu didarati pesawat jenis Boeing 737-200 sudah saatnya dilakukan. Eksistensi perkembangan bandar udara, lebih banyak ditentukan oleh perkembangan masyarakat sekitarnya. Menurut

pengamatan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (1991), suatu Bandar Udara cepat berkembang apabila : a. Rata rata pendapatan penduduk kota yang dilayani di atas rata rata nasional. b. Hubungan darat ke kota besar terdekat lebih dari 200 km. c. Daerah sekitarnya berpotensi tinggi.

2.2 Karasteristik Pesawat Terbang Langkah awal dalam perancangan pengembangan lapangan terbang adalah mengetahui karakteristik pesawat terbang secara umum. Hal ini digunakan untuk merencanakan prasarananya. Karakteristik utama dari pesawat terbang terdiri dari : 1. Ukuran (Size) Ukuran pesawat menentukan lebar landasan pacu, landasan hubung dan jarak keduanya, serta mempengaruhi jejari putar yang dibutuhkan. 2. Berat (Weight) Berat pesawat terbang menentukan tebal landasan pacu, landasan hubung dan perkerasan apron. 3. Kapasitas (Capacity) Kapasitas Penumpang mempunyai pengaruh dalam menentukan fasilitas fasilitas di dalam maupun di sekitar gedung terminal. 4. Kebutuhan Panjang Landasan Pacu Kebutuhan panjang landasan pacu mempengaruhi luas tanah bandara udara. 2.3 Konfigurasi Bandar Udara Konfigurasi Bandar udara adalah bagian-bagian fisik yang mendukung suatu keberadaan bandar udara. Bagian-bagian itu meliputi : 2.3.1
Landasan Pacu ( Runway )

Runway adalah jalur perkerasan yang digunakan oleh pesawat terbang untuk mendarat (landing) atau lepas landas (take off). Menurut Horonjeff sistem runway di bandar udara terdiri dari perkerasan struktur, bahu landasan ( sholdier), bantalan hembusan (blast pad ), dan daerah aman runway (runway and safty area ). a. Sistem landasan pacu disuatu bandara terdiri dari : 1. Perkerasan struktur mendukung pesawat sehubungan dengan beban struktur, kemampuan manufer, kendali, stabilitas, dan kriteria dimensi dan operasi lainya.

2. Bahu landasan (shouldier) yang berbatasan dengan tepi perkerasan struktur yang dirancang untuk menahan erosi hembusan jet dan menampung peralatan untuk

pemeliharaan serta pengawasan dalam keadaan darurat. 3. Bantalan hembusan (blast pad ), dimana suatu daerah dirancang untuk mencegah erosi permukaan yang

berdekatan dengan ujung landasan pacu yang mana selalu menerima hembusan jet secara terus menerus dan berulang ulang. ICAO menetapkan panjang bantalan hembusan 100 feet ( 30 m ), namun dari pengalaman untuk pesawat peasawat transport sebaiknya 200 feet ( 60 m), kecuali untuk pesawat berbadan lebar panjang bantalan hembusan yang dibutuhkan 400 feet (120 m). Lebar bantalan hembus harus baik lebar runway maupun bahu landasan. 4. Daerah aman diujung runway (runway and safty are ) adalah daerah yang bersih tanpa benda benda yang mengganggu, diberi drainase, rata dan mencakup

perkerasan struktur, bahu landasan, bantal hembusan dan daerah perhentian, apabila disediakan. Daerah ini selain harus mampu mendukung untuk peralatan pemeliharaan dan dalam keadaan darurat juga harus mampu mendukung pesawat seandainya pesawat karna suatu hal keluar dari landasan. 5. Stopway adalah suatu tambahan panjang dari perkerasan yang mana sampai diluar ujung runway. 6. Clearway adalah suatu daerah bebas pandangan, daerah yang tidak beraspal ini berada diluar runway yang berfungsi sebagai pengontrol dan pemeliharaan dari otoritas bandara.

10

b. Konfigurasi dasar landasan pacu, terdir dari : 1. Landasan pacu tunggal, konfigurasi yang paling

sederhana. Dalam kondisi visual fligh rules (VFR) kapasitas landasan pacu berkisar 50100 operasi/jam. 2. Landasan pacu sejajar, yang mana kapasitas landasan pacu sejajar ini tergantung dari banyaknya landasan pacu dan jarak kedua landasan tersebut. Pada kondisi VFR kapasitas landasan adalah 200-100 operasi /jam sedangkan dalam kondisi IFR tergantung dari kedua jarak landasan tersebut. 3. Landasan pacu bersilang, diperlukan apabila terdapat angin yang bertiup relatif kuat dan lebih dari satu arah. Dalam kondisi VFR kapasitas landasan sekitar 70175 operasi/ jam. Sedangkan dalam kondisi IFR berkisar antara 6070/ jam. 4. Landasan pacu V terbuka, landasan ini hampir sama

dengan landasan pacu bersilang, hanya tidak saling berpotongan. Landasan ini juga tergantung dari angin yang bertiup kuat dari sutu arah. Yang membedakannya hanyalah luas daerah bandara. Pada kondisi VFR kapasitas landasan berkisar antara 60 180 operasi/ jam sedangkan dalam kondisi IFR berkisar antara 50 80 operasi / jam. c. Klisifikasi landasan pacu Berdasarkan amandemen ke 36 ICAO hasil koferensi ke IX yang mulai berlaku secara efektif sejak 23 Maret 1983 (ICAO,1990), maka dibuat tabel aerodrome reference code untuk menentukan kelas landasan pacu pada sebuah landasan.

11

Tabel 2.1 Kode Kode Acuan Aerodrome UNSUR KODE 1 KODE (NO) (1) 1 2 3 4 < 800 m 800 m < L< 1200 m 1200 m < 1800 m L 1800 m PANJANG LANDASAN PACU PESAWAT (2) KODE HURUF (3) A B C D E < 15 M 15 m < B < 24 m 24 m < B 36 m 36 m < B < 52 m 52 m < B < 62 m UNSUR KODE 2 BENTANGAN SAYAP (4) RODA PENDARATN BAGIANLUAR (5) < 4, 5 m 4,5 m < B < 6 m 6m<B<9m 9 m < B < 14 m 9 m< B < 14 m

Sumber : Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara, Horonjef 1993

Tabel 2.2 Spesifikasi Runway dan Runway Strip KODE ANGKA 1 Lebar runway 2 3 4

Kode A Kode B Kode C Kode D Kode E Lebar runway + bahu landasan Runway Kemiringan maximum Kemiringan maximum efektif memanjang

18 m 18 m 23 m -

23 m 23 m 30 m -

30 m 30 m 30 m 45 m -

45 m 45 m 45 m

Dinamakan kode D dan E tidak kurang dari 60 m

1,5 %

1,5 %

1,25 %

1,25%

2,0 %

2,0 %

2,0 %

1,5 %

12

Perubahan

kemiringan

memanjang maximum Kemiringan maximum Lebar daerah aman ( runway strip) Dengan alat bantu navigasi runway Tanpa alat bantu navigasi runway Daerah aman (strip ) Kemiringan maximum Kemiringa maximum Sumber : ICAO 1987 melintang memanjang melintang

2,0 %

2,0 %

2,0 %

1,5 %

2,0 % dari kode , B dan 1,5 % dari kode C, D dan E

150 m

150 m

300 m

300 m

60 m

80 m

150 m

150 m

2,0 %

2,0 %

1, 75%

1,5 %

3 ,0%

3,0 %

2,5 %

2,5 %

2.3.2

Landasan Hubung ( Taxiway ) Landasan hubung adalah jalur yang menghubungkan daerah terminal dengan landasan pacu. Keberadaan landasan hubung harus diperhitungkan agar semua aktivitas yang ada ditempat ini tidak mengganggu gerakan pesawat yang akan lepas landas. Waktu tunda yang diakibatkan oleh pesawat landing terhadap pesawat yangakan lepas landas akan lebih singkat bila landasan hubung memungkin pesawat membelok dengan kecepatan tinggi. Kecepatan pesawat saat berada di taxiway sangat rendah dibandingkan saat di runway. Kriteria dimensi tidak seketat pada runway. Kepesatan yang diizinkan serta lebarnya juga lebih rendah jika dibandingkan dengan peraturan yang berlaku pada runway .

13

Bahu landasan hubung dibuat karena hembusan dari mesin jet yang berjalan menuju landasan pacu menyebabkan daerah yang berdekatan dengan taxiway terkikis. Bahu landasan hubung dapat bertahan lama tergantung dari frekfensi operasi mesin jet, kondisi tanah dan biaya pemeliharaan daerah disekitar taxiway.

Klasifikasi landasan hubung dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut ini.

Tabel 2.3. Lebar Taxiway Kode huruf A B Lebar taxiway 7,5 m 10,5 m 15 m, jika direncanakan untuk pesawat udara C dengan well base < 18 m, jika direncanakan untuk pesawat udara dengan well base 18 m 18 m, jika direncanakan untuk pesawat udara D dengan well base < 9 m 23 m, jika direncanakan untuk pesawat udara dengan well base 9 m E Sumber : ICAO 1987 23 m
38 m

Lebar taxiway + bahu landasan -

25 m

44 m

14

Tabel 2.4. Kemiringan Landasan Hubung HURUF KODE A gradien, % Kemiringan memanjang maximum Perubahan kemiringan / 30 m Kemiringan melintang maximum Daerah aman ( strip ) Kemiringan memanjang maximum Kemiringan melintang maximum 3 3 2,5 2,5 2,5 3 1,2 2 3 1,2 2 1,5 1 1,5 1,5 1 1,5 1,5 1 1,5 B C D E

Sumber : Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara, Horonjeff 1993.

2.3.3

Apron Apron didefinisikan sebagai area terbuka pada suatu bandara yang diharapkan dapat memuat pesawat untuk maksud menaikkan dan menurunkan penumpang, pos, cargo, mengisi bahan bakar, parkir, serta pemeliharaan pesawat terbang. Apron dapat

diklasifikasikan menurut tujuan utama. Kebutuhan dan ukuran apron berdasarkan tipe dan ramalan volume lalulintas pada suatu bandara. A. Parameter perencanaan apron a. Penempatan apron Faktor faktor umum yang perlu diperhatikan dalam penempatan apron adalah : Menyediakan jarak minimum antara runway dan apron. Menyediakan jalur untuk pesawat bebas bergerak, agar menghindari tundaan yang tidak perlu ( ketepatan jadwal penerbangan). Menyediakan area yang cukup untuk ekspansi dan perkembangan teknologi.

15

Mencapai

efisiensi

maksimum,

keselamatan

operasional dan kenyamanan pengguna. Kerugian yang sekecil mungkin yang diakibatkan oleh semburan mesin, bising dan polusi udara. Contohnya pada apron dan daerah sekitarnya. b. Ukuran apron Parameter dasar yang perlu diperhitungkan adalah : Ukuran pesawat yang ada disaat ini atau yang akan datang. Campuran tipe pesawat, baik yang ada saat ini maupun yang akan datang. Bentuk konfigurasi parkir pesawat tehadap terminal dan area sekelilingnya yang tersedia untuk pengembangan. Syarat kebutuhan jarak ruang antara pesawat gedung dan benda lain. Metode petunjuk pesawat atas parkir pesawat. Kebutuhan ruang untuk pemeliharaan pesawat. Landasan hubung dan jalur pelayanan. c. Konfigurasi parkir pesawat Metode dari pesawat yang akan memasuki atau meninggalkan parkir, baik dari kemampuan pesawat itu sendiri (self manoeufering), maupun dengan menggunakan alat bantu (tractor assisted). Sebagai peraturan umum konfigurasi parkir nose - in biasanya diterapkan pada

lalulintas udara yang tinggi. Konfigurasi parkir lain diterapkan pada bandara dengan laluntas rendah. Konsep penanganan penumpang maupun barang, jumlah luas yang dibuuhkan pesaawat besarnya berhubungan erat dengan yang berfariasi penempatan

konfigurasi parkir. Pemilihan konfigurasi parkirpesawat ini harus diputuskan pada tingkat awal perencanaan.

16

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.5 dibawah ini.

Tabel 2.5 Keuntungan dan Kerugian Tipe Parkir Pesawat di Apron Nose-in parking Angled nose- in Angled parking Pesawat parkir menyudut kearah terminal dan bagian depan pesawat berhadapan langsung serta berjarak dekat dengan gedung terminal. noseParallel parking

out parking Pesawat diparkir menyudut kearah terminal tetapi bagian

Pesawat parkiri tegak lurus dengan terminal dan bagian depan pesawat Pengertian berhadapan langsung serta berjarak dekat dengan gedung terminal.

Pesawat diparkir sejajar gedung terminal.

depan pesawat menajauhi gedung terminal.

- tidak membutuhkan lahan parkir yang luas. - efek polusi pesawat lebih Keuntungan sedikit. -waktu serfis Tidak membutuhkan alat bantu tarik pasawat pada saat Tidak membutuhkan

-Tidak membutuhkan alat bantu tarik pasawat pada

saat keluar dari apron. mudah

alat bantu tarik -lebih pasawat

pada mengarahkan baik ke

pesawat dapat lebih keluar dari apron. singka - naik turun penumpang dapat lebih mudah.

saat keluar dari pesawat apron. masuk

maupun keluar dari apron. -penggunaan pintu pesawat

17

lebih efektif.

-harus menggunakan alat -membutuhkan bantu tarik

-membtuhkan luas apron yang - Membutuhkan

saat luas apron yang lebih besar dari luas apron yang lebih besar dari tipe tipe nose-in nose-in angled sangat dibanding luas

keluar dari apron -operasi pengeluaran Kerugian

-semburan mesin -semburan dari deengan apron dan apron lain -aktifitas serfis

pesawat dari apron relatif keras dan mesin membutuhkan menimbulkan kebisingan

waktu dan keahlian kebisingan operator -penggunaan

langsung kearah pesawat sangat terminal dekat dengan

-penggunaan pintu pintu pesawat efektif Sumber : ICAO 1987

pesawat -pengguanaan pintu pesawat

pesawat lain

kurang kurangefektif

kurang efektif

B. Perencanaan apron Perencanaan apron sangant erat hubungannya dengan perencanaan terminal dimana posisi terminal mempengaruhi posisi parkir pesawat. Perencanaan apron terdiri dari beberapa konsep yaitu : Simple concept Simple konsep ini diterapkan pada bandara yang volume lalulintasnya rendah. Pesawat biasanya diparkir dengan posisi angled nose-in atau angled nose-out. Dengan pertimbangan bahwa konsep ini memberikan jarak yang memadai antara tepi apron dan terminal.

18

Linear concept Konsep ini lebih baik dari penerapan simpel konsep penggunaan tipe nose in/ push out lebih efisien dalam pemanfaatan ruang apron serta penanganan pesawat dan penumpang. lorong antara tepi apron dan terminal dapat digunakan untuk sirkulasi lalulintas pada apron, area didepan pesawat yang parkir dapat digunakan untuk menepatkan peralatan servis. Pier (finger) concept Konsep ini merupakan bangunan yang menyerupai jari karena adanya percabangan dari gedung terminal utama. Apabila terdapat dua atau lebih dermaga, maka harus disediakan ruang yang cukup untuk pesawat. Jika salah satu dermaga melayani laulintas yang besar maka penyediaan taxiway rangkap akan menghindarkan adanya masalah antara pesawat yang menuju atau meninggalkan parkir. Letak parkir pesawat bisanya mengelilingi sumbu terminal dalam suatu pengaturan sejajar atau bagian depan pesawat mengarah ketermina. Satellite concept Konsep ini terdiri dari sebuah gedung, dikelilingi oleh pesawat yang terpisah dari terminal. Transporter concept Apron terletak jauh dari terminal dan lebih dekat ke runway. Sehingga memerlukan kendaraan untuk mengangkut penumpang dan bagasi. Hibryd concept Merupakan kombinasi antara konsep konsep yang ada.

19

2.4 Estimasi Volume Penerbangan Rancang bangun suatu bandara dikembangakan berdasarkan ramalan jangka pendek sekitar 5 tahun, menengah 10 tahun, dan panjang 20 tahun. Analisa pengguna jasa adalah tinjauan terhadap tingkat demand yang berpengaruh terhadap kondisi eksisting suatu Bandara, melalui

perhitungan korelasi antara pertumbuhan jumlah penumpang dan faktor ekonomi yang dapat di estimasi. Makin panjang jangka prakiraan, ketepatannya makin berkurang dan harus dilihat sebagai suatu pendekatan saja. (Horonjeff, 1993). Dalam hal ini diperlukan suatu analisa untuk memperkirakan kebutuhan pada masa mendatang dengan rumus regresi. Rumus regresi ini melibatkan dua variabel terikat. Variabel bebas merupakan variabel yang sudah diketahui harganya. Hal ini dapat digunakan untuk mencari Variabel terikat. Analisa regresi mempunyai beberapa model perhitungan tetapi yang populer digunakan adalah regeresi linear sederhana dan regresi majemuk. Selain regresi, untuk mengetahui keeratan hubungan antara veriabel dibutuhkan metode korelasi.

2.4.1 Metode regresi 1. Regresi linear Regresi linear mempunyai satu variabel bebas yang berguna untuk mencari harga variabel terikat. Fungsi tersebut diuraikan dalam persamaan sebagai berikut : Persamaannya : Y = a + bX Dimana Y merupakan variabel terikat, sedangkan X merupakan variabel bebas. Keterangan : Y = variabel yang dicari A,b = suatu kostanta X = variabel bebas

20

Dimana

2. Regresi berganda Analisa regresi berganda terdiri dari satu variabel tak bebas dan lebih dari satu variabel bebas. Pada umumnya analisa regresi berganda lebih dominan digunakan dalam berbagai kasus. Hal ini disebabkan oleh banyaknya variabel yang perlu dianalisis. Persamaannya :

Y=b0+b1X1+b2X2
1

2=

b0 = Y b1X1 b2X2 b1 = b2 =

2.4.2 Metode korelasi Membahas tentang variabel variabel yang terdapat dalam regresi, sehingga kedua analisis ini salaing terkait satu dengan lainya. Koefisien korelasi merupakan ukuran untuk mengetahui derajat hubungan pada data kuantitatif.

21

Secara umum pengamatan yang terdiri dari variabel X dan Y. Misal persamaan regresi Y = f (X) tidak perlu linear. Jika linear Y = a + bX. Apabila Y menyatakan data rata rata untuk data variabe Y, maka kita dapat membentuk jumlah kuadrat total JKtot = (Y - Y)2 dan jumlah kuadrat residu, JKres = (Y - Y)2 dengan menggunakan harga Yi yang didapat dari regresi Y = f (X). Besaran yang ditentukan oleh rumus

I=


Atau

I dinamakan indeks determinasi yang mengukur derajat hubung antara variabel X dan Y, apabila X dan Y terdapat hubungan regresi berbentuk Y = f(X). Jika letak dari titik titik diagram pancar makin dekat dengan garis regresi maka harga I semakin mendekati satu. Sebaliknya, jika letak dari jika titik titik itu menjauhi dari garis regresi maka harga I akan mendekati harga nol. Sehingga harga I antara 0 hingga 1. Jika sekumpulan data yang garis regresinya berbentuk linear maka derajat hubungannya akan dinyatakan dengan r yang disebut koefisien korelasi. Sehingga I = r2 dan diperoleh :

r =

berlaku untuk 0 r 1 sehinga untuk koefisien korelasi terdapat hubungan -1 r +1. Harga koefisien negatif 1 menunjukan bahwa

22

hubungan antara X dan Y adalah linear sempurna tidak langsung. Artinya titik titik yang dihasilkan oleh (X,Y) berada pada garis regresi seluruhnya tetapi harga Y besar berpasangan dengan harga X kecil dan sebaliknya. Sedangkan harga korelasi positif satu menunjukan adanya hubungan linear sempurna laangsung antara X dan Y. Pada garis regresi Y besar berpasangan dengan X kecil. r = 0 berarti tidak ada hubungan linear antasra variabel variabel X dan Y. Perhitungan koefisien korelasi berdasarkan sekumpulan data (X,Y) berukuran n dapat digunakan rumus :

r=

Tabel 2.6 Koefisien Korelasi R 0 0.10 0.20 0.21 0.40 0.41 0.60 0.61 0.80 0.81 0.99 1 Interprestasi Tidak berkorelasi Sangat rendah Rendah Agak rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi

2.4.3 Ekstrapolasi eksponensial Untuk keadaan dimana variabel yang tergantung pada yang lain memperlihatkan suatu laju pertumbuhan yang konstan terhadap waktu. Gejala ini sering terjadi dalam dunia penerbangan untuk proyeksi proyeksi tingkat kegiatan yang telah memperlihatkan

23

kecendrungan kecendrungan jangaka panjang meningkat atau menurun dengan suatu persentase tahunan rata rata. Hal ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus dasar : Y = abcx

2.4.4 Ekstrapolasi kurva logistik Dalam keadaan dimana laju pertumbuhan tahunan rata rata mulai secara berangsur angsur berkurang sesuai dengan waktu, maka sebaiknya digunakan kurva logistik untuk menganalisis kecendrungan. Dengan timbulnya pasar penerbangan, seringa terdapat periode awal dengan pertumbuhan tahunan yang berngsur angsur meningkat, periode pertengahan dengan pertumbuhan yang konstan dan periode akhir dimana laju pertumbuhan berkurang sampai pada suatu titik dimana telah terjadi suatu kejenuhan pasar. Hasil ini dapat diperoleh dengan menggunakan rumus dasar sebagai berikut :

bcx
Atau bisa juga dengan menggunakan rumus Gompertz yaitu :

Y = abx
2.5 Metode Perencanaan Perkerasan Sturktur perkerasan terdiri dari beberapa lapisan yang mempunyai kekerasan dan daya dukung berbeda. Perkerasan dimaksudkan untuk melayani pesawat yang akan beroperasi diatasnya dengan aman dan nyaman, sehingga dibutuhkan daya dukung yang cukup serta permukaan yang rata. Perencanaan struktural dalam perencanaan bandara ini adalah penentuan tabel perkerasan dan bagian bagiannya. Jenis perkerasan yang digunakan dalam perencanaan bandara adalah : a. Perkerasan lentur Terdiri dari campuran aspal dan agregat bermutu tinggi.

24

b. Perkersan kaku (rigid pavement) Terdiri dari plat beton. Beberapa metode perkerasan landasan pacu antara lain : a. US Corporation of enginer ( Metode CBR ) Metode ini dikembangkan oleh Corps of engineering, US Armi . Kriteria dasar dalam penggunaan metode ini adalah sebagai berikut : 1. Prosedur tes utnuk subgrade dan komponen komponen perkerasan lainya sangat sederhana. 2. Dapat dipakai untuk mengatasi persoalan persoalan perkerasan lapangan terbang dalam waktu singkat. 3. Penggunaan metode CBR memungkinkan perencanaan untuk menentukan ketebalan ketebalan subbasae, base, dan suface yang diperlukan dengan kurva kurva desain dengan tes tes lapisan tanah yang sederhana. b. Metode FAA (Federal Aviation Administration) Metode ini adalah metode yang paling umum digunakan dalam perencanaan lapangan terbang. c. Metode LNC (Load Classification Number) Metode LNC adalah metode perencanaan perkerasan dan evaluasi. Merupakan formulasi dari air ministry directorat general of work, Inggris. d. Metode asphalt institute Metode ini hanya dipakai untuk menghitung perkerasan aspal

beton yang digelar diatas subgrade yang telah didapatkan (sistem dua lapisan). Rencana ketebalan didasarkan pada : 1. Perpanjangan relatif horizontal pada lapisan dibawa aspal, untuk mengurangi retak akibat kelelahan pada aspal beton. 2. Tegangan tekanan vertikal pada lapisan subgrade, untuk mengurangi gaya gaya yang mengakibatkan rutting pada permukaan.

25

Dalam perencanaan perkerasan landasan pacu

Bandara

Haluoleo metode yang digunakan adalah metode FAA (Federal Aviation Administration) langkah langkah penggunaan metode FAA adalah sebagai berikut : a. Menentukan pesawat rencana Dalam pelaksanaannya, landasan pacu harus melayani beragam tipe pesawat dengan tipe roda pendaratan dan berat yang berbeda beda, dengan demikian diperlukan konveksi kepesawat rencana. b. Hitung equifalen annual depature Equifalen annual depature terhadap pesawat rencana dihitung dengan rumus sebagai berikut :

( )1/2
Dimana : R1 = Equifalen annual depature pesawat rencana. R2 = Annual depature pesawa pesawat campuran. W1 = Beban roda dari pesawt rencana. W2 = Beban roda dari pesawat - pesawat campuran. c. Hitung tebal perkerasan total Tebal perkerasan total dihitung dengan memplotkan data CBR subgrade (data penyelidikan tanah), MTOW (Maximum take off weight) pesawt rencana dan nilai equifalen annual depature ke dalam grafik. d. Hitung ketebalan subbase. Dengan nilai CBR subbase yang ditentukan, MTOW dan equifalen depature maka dari grafik yang sama didapat tebal lapisan diatas subbase, yaitu lapisan surface dan lapisan base. Maka tebal subbase samadengan tebal perkerasan total dikurangi tebal lapisan diatas surface.

26

e. Hitung tebal perkerasan (surface) Tebal surface dapat langsung dilihat dari grafik sebelumnya yang berupa tebal surface untuk daerah kritis dan non kritis. f. Hitung tebal perkerasan base course Tebal base course sama dengan tebal lapisan diatas subbase dikurangi tebal permukaan. Hasil ini harus dicek dengan membandingkannya terhadap tebal minimum base course darai grafik. Apabila tebal base course minimum lebih besar daripada tebal base course hasil perhitungan, maka selisihnya diambil dari lapisan subbase, sehingga tebal subbase pun berubah. g. Hitung ketebalan daerah tidak kritis Ketebalan daerah non kritis masing masing lapisan didapat dengan mengalikan dengan faktor pengalai 0,9 T untuk tebal base dan subbase. Untuk faktor pengali 0,7 T hanya berlaku

pada base course karena dilalui oleh drainase melintang landasan.

You might also like