You are on page 1of 15

BAB I PENDAHULUAN

Kasus-kasus tumor pada telinga jarang terjadi. Baik berupa tumor jinak (benign) maupun tumor ganas (malignant). Kebanyakan tumor telinga ditemukan pada saat seseorang memeriksakan telinganya kepada dokter. Keluhan yang sering dirasakan adalah pendengaran berkurang dan telinga terasa penuh.1 Tumor yang bersifat jinak kemungkinan terjadi di saluran telinga, menutup saluran telinga dan menyebabkan hilangnya pendengaran dan membentuk kotoran telinga. Beberapa tumor mengandung kantung kecil yang berisi kulit yang menonjol (kista sebaceous), osteomas (tumor tulang), dan berkembangnya jaringan parut sehabis luka (keloid). Kebanyakan keberhasilan pengobatan untuk tumor adalah dengan operasi pengangkatan tumor tersebut. Setelah tindakan operasi, pendengaran biasanya dapat kembali normal namun dapat pula menetap tergantung kondisi dan sifat tumor tersebut.1,2 Laporan para peneliti menunjukkan, insidensi tumor di telinga luar antara 1 : 5000 sampai 1 : 15.000 dari seluruh penderita dengan keluhan telinga. Sementara insidensi tumor di telinga tengah antara 1 : 5000 sampai 1 : 20.000 dari seluruh penderita dengan keluhan telinga. Diagnosis tumor pada telinga luar tidak terlalu sukar, karena letak anatomis yang lebih terbuka, sedangkan pada telinga tengah dan mastoid penegakan diagnosisnya lebih sulit, karena letak anatomis yang tertutup dan mempunyai gejala yang sama dengan otitis media kronika yang tidak sembuh-sembuh walaupun telah dilakukan pengobatan.1 Penegakan diagnosis tumor sedini mungkin dirasakan sangat perlu, sehingga dapat tercapai hasil terapi yang lebih baik, karena keberhasilan terapi tumor sangat tergantung pada ketepatan penegakan diagnosis dini. Diharapkan penatalaksanaan kasus tumor telinga dapat memberikan hasil terapi yang baik, terutama apabila menghadapi kasus-kasus serupa.1,2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANATOMI TELINGA TENGAH


Telinga terbagi menjadi: telinga luar, tengah, dan dalam. Telinga tengah adalah ruangan yang terisi udara dan dilapisi membran mukus, terletak di tulang temporal yang berada di antara membran timpani di sebelah lateral dan dinding telinga tengah di sebelah medial. Atap kavum timpani adalah tegmen timpani yang juga berperan sebagai alas dari fossa cranii media, sedangkan dinding inferior kavum timpani yang irregular dibentuk oleh bulbus jugularis. Pada bagian posterior kavum timpani terdapat prosessus styloideus dan aditus ad antrum, sedangkan di sebelah anterior terdapat areteri carotis interna, orifisium tuba Eustachius, dan otot tensor timpani. Membrana timpani membentuk dinding lateral dari kavum timpani dan batas medial kavum timpani dibentuk oleh canalis semisirkularis horizontalis, canalis facialis, tingkap bundar, tingkap lonjong, dan promontorium. Di kavum timpani juga terdapat 3 tulang pendengaran yang saling berhubungan dan bisa bergerak, tulang-tulang pendengaran ini menjembatani ruangan antara membrana timpani dan telinga dalam. Tiga tulang pendengaran tersebut adalah malleus, incus, dan stapes.3,4,5

Membrana Timpani Membrana timpani merupakan batas lateral dari telinga tengah. Membrana timpani berbentuk elips, tipis, dan semi transparan dengan ukuran lebar dewasa sekitar 9-10 mm, dengan tinggi 8-9 mm, pada anak-anak ukuran lebih kecil. Membrana timpani dibagi menjadi dua bagian: pars tensa dan pars flaksida (Membrana Shrapnell). Pars tensa merupakan bagian terbesar membrana timpani, menebal di bagian pinggir pada annulus fibrokartilagineus yang melekat pada sulkus timpanikus. Pars tensa dibagi menjadi 4 kuadran dengan menarik dua garis imajiner, yang pertama ditarik garis searah dengan prosesus longus malei, yang kedua ditarik garis yang tegak lurus pada garis tersebut di umbo. Empat kuadran tersebut adalah anterosuperior, anteroinferior, posterosuperior, dan posteroinferior.3,7 Pars tensa terdiri dari lima lapisan : 1)lateral, 2)subepitel, 3)fibrosa, 4)submukosa, 5)medial. Lapisan lateral terdiri dari epitel gepeng berlapis (stratified squamus epithelium),
2

yang merupakan lanjutan dari kanalis auditorius eksternus. Lapisan subepitel terdiri dari jaringan penyambung dimana banyak mengandung pembuluh darah dan saraf. Lapisan fibrosa (lamina propia) yang terdiri dari dua lapis serat kolagen dimana bagian lateral berbentuk radier, sedangkan bagian medial berbentuk sirkuler. Lapisan submukosa terdiri dari pembuluh darah dan saraf. Lapisan medial mukosanya terdiri dari epitel kuboid simpleks, merupakan kelanjutan mukosa telinga tengah.7

Tuba Eustachius Tuba Eustachius menghubungkan antara telinga tengah dan nasofarings. Pintu tuba Eustachius berada di dinding anterior dari kavum timpani, kemudian ke arah depan medial selanjutnya turun memasuki nasofarings yang berada di sebelah inferior dari meatus nasi inferior. Tuba ini berfungsi untuk ventilasi, menjaga agar tekanan udara telinga tengah selalu sama dengan tekanan udara luar. Berfungsi juga untuk drainase sekret dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah. Pada orang dewasa, ukuran tuba eustachius lebih panjang daripada pada bayi atau anak kecil. Penambahan panjang biasanya terjadi sebelum usia 6 tahun dan telah dilaporkan ukuran terpendek 30 mm dan terpanjang 40 mm namun disebutkan juga pada literatur panjang rata-rata sekitar 31-38 mm. Pada dewasa tuba Eustachius berada pada sudut 45 dari bidang horizontal sedangkan pada bayi hanya 10. Tuba Eustachius dibagi menjadi 2 bagian: 1) Bagian tulang (sepertiga bagian yang dekat dengan telinga tengah), 2) Bagian kartilago (duapertiga bagian sisanya).3,4,7 Vaskularisasi Telinga Tengah Vaskularisasi untuk telinga tengah dan mastoid diperoleh dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, arteri karotis interna, dan arteri basilaris. Arteri timpanik inferior, cabang dari arteri karotis eksterna memberi percabangan ke arteri faringeal ascenden, masuk ke kavum timpani melalui kanalikulus timpani inferior bersama nervus Jacobson. Pembuluh darah lain yang juga cabang dari arteri karotis eksterna membentuk anastomose untuk memperdarahi telinga tengah, yaitu arteri timpanik anterior, arteri aurikularis profunda,

arteri mastoid, arteri stilomastoid, arteri petrosus superfisialis, arteri timpanik superior, dan arteri tubarius.4,7 Persarafan Telinga Tengah Saraf yang menginervasi kavum timpani adalah pleksus timpanikus. Pleksus timpanikus terdiri dari cabang timpani n. glosofaringeus dan nervus caroticus. Cabang timpanik (nervus Jacobson) yang berasal dari ganglion inferior nervus glosofaringeus memasuki kavum timpani melalui kanalikulus timpanik inferior bersama arteri timpanik inferior merupakan saraf sensorik yang membawa rasa nyeri ke telinga akibat gangguan pada daerah farings. Serabut saraf tersebut kemudian berjalan pada promontorium dan dinding medial kavum timpani untuk bergabung dengan nervus karotikotimpanik (serabut simpatetik pleksus perikarotis) setinggi foramen rotundum membentuk nervus petrosus superfisialis minor. Nervus tersebut selanjutnya masuk ke bagian superior kanalikulus timpanik inferior menuju prosesus kokleariformis dan diteruskan ke fosa kranii media dekat atau di dalam semikanal muskulus tensor timpani.7

B. NERVUS FASIALIS Terdapat tiga buah nukleus yang berhubungan dengan nervus fasialis, yaitu nukleus motoris pada bagian kaudal dari pons yang mempersyarafi muskulus frontalis dan muskulus orbikularis okuli, nukleus salivatori superior pada dorsal dari nukleus motoris yang membawa serabut parasimpatetik menuju kelenjar submandibula, sublingual, lakrimal, glandula nasalis, dan palatina, serta yang ketiga adalah nukleus traktus solitarius pada medulla oblongata yang menerima sensari rasa, proprioseptif, dan serabut sensorik kutaneus dari nervus fasialis.4,7 Jalannya nervus fasialis secara umum dibagi atas 5 segmen, yaitu:7 1. Segmen intrakranial sepanjang 24 mm dari pons ke porus akustikus (meatus akustikus internus) 2. Segmen intrakanalikular berjalan dalam kanalis akustikus internus sepanjang 8 mm dan bergabung dengan fundus di mana nervus fasialis melalui nervus intermedius mempersarafi kuadran anterosuperior

3. Segmen labirintin (segmen terpendek) sepanjang 4 mm dari tempat masuk kanalis falopi hingga ke ganglion genikulatum 4. Segmen timpanik sepanjang 13 mm dari ganglion genikulatum hingga eminensia piramidalis yang berjalan pada dinding medial kavum timpani, superior dari prosesus kokleariformis dan foramen ovalis. 5. Segmen mastoid, sepanjang 20 mm dari sinus timpanikus menuju foramen stilomastoideus. Di dalam kavum timpani, terletak nervus fasialis pars horizontalis atau pars timpanik yang berjalan dari ganglion genikulatum ke kanalis semisirkularis horizontalis, sepanjang 811 mm. Nervus ini terletak di posterosuperior fenestra ovalis, melintas di belakang prosesus kokleariformis. Nervus ini berjalan dalam kanalis fallopian yang sebagian berdinding tulang dan sebagian lagi diselaputi mukosa. Perjalanan nervus fsialis dalam kavum timpani berakhir di antara kanalis semisirkularis horizontalis dengan dinding belakang liang telinga persis di sebelah distal eminensia piramidalis.7

C. FISOLOGI Telinga tengah berperan dalam meneruskan energi suara melalui peran berbagai struktur di dalamnya seperti tulang-tulang pendengaran, otot-otot, dan struktur penunjang lainnya. Telinga tengah meneruskan energi suara tersebut sambil melemahkan dan meningkatkan energi akustik dari medium udara ke medium cairan di mana hal ini memerlukan penyesuaian impedans.7,9 Nervus fasialis merupakan saraf kanial ke-7 yang memiliki fungsi yang kompleks, antara lain (1) berperan sebagai serabut eferen viseralis khusus yang mempersyarafi ekspresi wajah, muskulus stapedeus, muskulus stilomastoideus, dan muskulus digastrikus pars posterior; (2) sebagai serabut eferen viseralis umum untuk mempersyarafi kelenjar lakrimalis, seromusin kelenjar intranasal, kelenjar liur submandibula dan sublingualis (3) sebagai serabut sensorik khusus untuk fungsi pengecap 2/3 anterior lidah, fosa tonsilaris, dan palatum bagian posterior (4) sebagai serabut sensorik somatik ke kanalis akustikus eksternus dan konka (5) sebagai serabut aferen viseralis dari mukosa hidung, farings, dan palatum.7

D. TUMOR TELINGA Definisi Tumor adalah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan adanya pertumbuhan massa (solid) atau jaringan abnormal dalam tubuh. Massa ini timbul sebagai akibat dari ketidakseimbangan pertumbuhan dan regenerasi sel. Selain itu juga biasanya bersifat tidak berguna dan tidak diperlukan oleh tubuh. Tumor berbeda dengan kista (cairan) ataupun abses. Tumor telinga adalah pertumbuhan massa atau jaringan abnormal pada telinga.2,11 Berdasarkan sifatnya tumor telinga terbagi dua: tumor jinak (benign) dan tumor ganas (malignant). Berdasarkan lokasinya, tumor telinga dapat ditemukan pada: daun telinga, liang telinga luar, telinga tengah, mastoid, dan tulang temporal. Di Indonesia sendiri, istilah tumor lebih mengacu kepada tumor jinak.11 Etiologi Tumor telinga dapat berasal dari: kulit, mukosa, tulang, tulang rawan, saraf, atau jaringan ikat. Tumor telinga bagian luar dapat berupa tumor jinak, misal; angioma (hemangioma kapilare), kista sebasea, fibroma, dan papilloma. Sedangkan yang termasuk tumor ganas, misal; karsinoma (skuamous sel karsinoma, basal sel karsinoma), sarcoma, dan melanoma malignan. Tumor telinga tengah dan mastoid dapat berupa tumor jinak, misal; glomus jugulare, hemangioma, dan adenoma. Sedangkan untuk tumor telinga tengah dan mastoid yang bersifat ganas, misal; karsinoma dan sarkoma.11 Penyebab pasti tumor telinga sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun diduga faktor-faktor yang berkaitan dengan terjadinya tumor telinga meliputi antara lain; iritasi kronis oleh karena proses radang kronis, genetik, radiasi, dan udara panas.6,7,9

Gambaran Klinik dan Diagnosis Mengingat tumor telinga seringkali menimbulkan komplikasi yang berbahaya, maka diperlukan penegakan diagnosis sedini mungkin. Walaupun diagnosis pasti baru dapat ditegakkan di kamar operasi dan setelah biopsi, namun beberapa tanda klinik dapat menjadi pedoman akan adanya tumor telinga.7,10

Gejala gejala dari tumor telinga antara lain : (1) otorrhea dengan discharge yang purulen dan berbau, (2) penurunan pendengaran ringan hingga berat (3) nyeri telinga, (4) tinnitus, (5) bleeding, (6) sakit kepala. Penegakan diagnosis tumor telinga berdasarkan atas anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang untuk pendengaran (audiometri), dan radiologi (foto polos dan CT scan). Penting juga untuk dilakukan pemeriksaan biopsi terhadap tumor tersebut.6,7,10

Penatalaksanaan Terapi pada tumor telinga secara umum dimulai dari perawatan lokal di telinga. Bila terdapat sekret yang keluar terus-menerus, maka diberikan obat pencuci telinga (aural toilet) biasanya menggunakan H2O2 3%. Kemudian untuk terapi lebih lanjut dilakukan tindakan operasi dengan kombinasi standar dari eksisi massa tumor dengan pendekatan mastoidektomi.6,7,10

BAB II LAPORAN KASUS


A. IDENTITAS Nama Usia Alamat Pekerjaan No RM : Tn. AS : 32 tahun : Kota Dalam - Lampung Selatan : Wiraswasta : 1.57.80.76

B. ANAMNESIS Keluhan utama : benjolan di dalam liang telinga kiri

Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke poli THT-KL RSUP Dr Sardjito dengan keluhan adanya benjolan di dalam liang telinga kiri. Mulanya benjolan tersebut dirasakan masih kecil, namun makin lama makin membesar dan menutupi seluruh liang telinga. Keluhan tersebut sudah dirasakan sejak 3 tahun yang lalu dan semakin lama semakin memberat. Diakui adanya cairan keluar dari telinga kiri. Cairan keluar hilang timbul, berwarna kuning kental kadang bercampur darah, dan berbau khas. Pasien juga mengeluhkan telinga kiri terasa nyeri, penuh, dan ada penurunan pendengaran. Pasien juga terkadang mengeluhkan adanya nyeri kepala. Juga dikeluhkan kelemahan pada wajah sebelah kiri. Pasien tidak dapat menggerakkan sisi wajah sebelah kiri, baik untuk menjulurkan lidah, mengangkat alis, ataupun mencucu. Sebelum datang ke poli THT-KL RSUP Dr Sardjito, pasien telah berobat ke rumah sakit daerah dan dilakukan fisioterapi, tetapi keluhan tidak kunjung membaik. Pasien merasa tidak ada keluhan di telinga kanan, hidung, dan tenggorok. Tidak ada riwayat trauma kepala terutama telinga.

Riwayat penyakit dahulu : Riwayat menderita keluhan yang sama : disangkal Riwayat menderita alergi : disangkal Riwayat menderita diabetes mellitus : disangkal Riwayat menderita hipertensi : disangkal

Riwayat penyakit keluarga : Riwayat menderita keluhan yang sama : disangkal Riwayat menderita tumor : disangkal Riwayat menderita alergi : disangkal Riwayat menderita diabetes mellitus : disangkal Riwayat menderita hipertensi : disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK Status generalis Keadaan Umum Tanda vital : Tekanan darah Frekuensi nadi Frekuensi nafas Suhu : 120/70 mmHg : 88 x / menit : 20 x / menit : 37 0C : Sedang, compos mentis, kesan gizi cukup

Pemeriksaan THT : Pemeriksaan telinga : Daun telinga dekstra dan sinistra dalam batas normal. Pada kanalis auditorius sinistra tampak discharge mukopurulen dan massa tumor berwarna merah kecoklatan teraba kenyal dan nyeri tekan negatif. Setelah dilakukan sondase, pangkal tumor tidak terdapat di kanalis auditorius. Membrana timpani sinistra sulit dinilai. Pada kanalis auditorius dekstra tidak didapatkan kelainan dan pada membrana timpani dekstra tampak masih dalam batas normal. Pemeriksaan rhinoskopi anterior Pemeriksaan rhinoskopi posterior : dalam batas normal : dalam batas normal
9

Pemeriksaan orofarings Pemeriksaan laringoskop indirek Pemeriksaan Penunjang Tes garputala Pemeriksaan Tes Rinne Tes Webber Tes Swabach

: dalam batas normal : dalam batas normal

AD AC > BC

AS AC < BC

Lateralisasi ke kiri sama memanjang

Pada pemeriksaan garputala didapatkan kesan AS CHL Pemeriksaan audiometri : AS MHL berat AD CHL ringan

Pemeriksaan nervus fasialis : Sistem House Brackmann : Tingkat sedang (III) Indeks Fordman : 9/20 x 100% = 45 % (dekompresi)

Pada pemeriksaan CT Scan mastoid : Tampak lesi isodens di processus mastoideus sinistra yang menimbulkan osteodestruksi cellulae mastoideus sinistra. Massa meluas ke auris media, auris interna, dan auris eksterna. Processus mastoideus dekstra tampak intak. KESAN : Tumor mastoid sinistra yang meluas ke sekitarnya

Pemeriksaan patologi anatomi : Makroskopik : jaringan ukuran 1x1x0,5 cm sebagian merupakan lembaran putih kekuningan semua cetak Mikroskopik : Sediaan menunjukkan fibroma Tidak didapatkan tanda-tanda ganas DD: - Neurogen - Dermato Fibroma Kesimpulan : Fibroma
10

D. DIAGNOSIS AS Tumor auris fibroma dengan komplikasi parese nervus fasialis E. TERAPI Dilakukan tindakan operatif ekstirpasi massa tumor dengan pendekatan

mastoidektomi F. MASALAH Prognosis G. RENCANA Kontrol ke poli THT untuk evaluasi pengobatan Edukasi H. Follow up Setelah menjalani operasi ekstirpasi tumor dengan pendekatan mastoidektomi, pasien dirawat selama 6 hari. Setelah diijinkan pulang, pasien dianjurkan kontrol kembali. Pada saat pasien datang kontrol, parese nervus fasialis masih tetap terlihat.

11

BAB IV DISKUSI
Diagnosis Tumor auris fibroma dengan komplikasi parese nervus fasialis pada pasien ini berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis pada pasien ini didapatkan keluhan adanya benjolan yang memenuhi liang

telinga kiri dan keluar cairan berwarna kuning kental kadang bercampur darah dan berbau. Pasien juga mengeluhkan kelumpuhan wajah pada sisi sebelah kiri, adanya nyeri telinga, nyeri kepala, dan adanya penurunan pendengaran. Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya massa tumor menutupi kanalis auditorius sinistra berwarna merah kecoklatan dan discharge mukopurulen. Membrana timpani sinistra sulit dinilai. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah CT Scan mastoid didapatkan kesan tumor mastoid sinistra yang meluas ke sekitarnya. Hasil patologi anatomi dari massa tumor didapatkan kesan fibroma. Tumor telinga adalah pertumbuhan massa atau jaringan abnormal pada telinga. Berdasarkan sifatnya tumor telinga terbagi dua: tumor jinak (benign) dan tumor ganas (malignant). Berdasarkan lokasinya, tumor telinga dapat ditemukan pada: daun telinga, liang telinga luar, telinga tengah, mastoid, atau tulang temporal. Pada kasus ini diduga tumor berasal dari telinga bagian tengah. Berdasarkan hasil biopsi didapatkan hasil fibroma, maka kemungkinan tumor telinga yang diderita pasien bersifat jinak. Tumor jinak, tidak selalu berarti tidak berbahaya. Sebuah tumor jinak masih dapat berkembang, dan bisa menyebabkan kerusakan pada jaringan, syaraf atau organ di dekatnya. Tergantung lokasi dan besarnya, tumor masih dapat menjadi penyakit yang serius dan membahayakan jiwa. Pada pasien ini didapatkan kelumpuhan wajah pada sisi sebelah kiri. Kemungkinan hal tersebut karena penekanan massa tumor pada kavum timpani. Penatalaksanaan tumor telinga adalah dengan terapi operatif untuk mengekstirpasi massa tumor yang bila meluas akan menimbulkan berbagai komplikasi. Pada kasus ini yang menjadi masalah adalah prognosis, dimana pasien datang sudah dengan komplikasi parese nervus fasialis. Kemudian pasien ini telah dilakukan tindakan ekstirpasi tumor dengan pendekatan mastoidektomi kemudian dilakukan perawatan selama 6 hari di rumah sakit. Selanjutnya pasien diperbolehkan pulang dan dianjurkan kontrol ke poli THT-KL RSUP

12

Sardjito. Pada saat pasien datang untuk kontrol ulang didapatkan keluhan parese nervus fasialis masih terlihat.

13

BAB V KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien laki-laki, usia 32 tahun, dengan diagnosa AS tumor auris fibroma dengan komplikasi parese nervus fasialis. Pada pasien ini telah dilakukan tindakan operatif ekstirpasi tumor dengan pendekatan mastoidektomi pada telinga kiri dan setelah 6 hari perawatan paska operasi di rumah sakit pasien diperbolehkan pulang. Pasien disarankan agar kontrol kembali ke poli THT-KL RSUP Sardjito.

14

DAFTAR PUSTAKA
1. Paparella MM, Mayerhoff WL. Cyst and Tumors of The External Ear. In: Otolaryngology 2nd ed. Eds by Paparella MM, Shumrick DA. Philadelphia: WB Saunders Co. 1980, vol II; 13656. 2. http://medicaljournal.multiply.com/journal/item/1?&show_interstitial=1&u=%2F journal%2Fitem 3. Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM. Head and Neck. Dalam Grays Anatomy for Students. Philadelphia : Elsevier Inc. 2007. 4. Standring S. Grays Anatomy. The Anatomical Basis of Clinical Practise. 39 th ed. Philadelphia : Elsevier. 5. Gulya AJ. Anatomy and Embriology of the Ear. Dalam Clinical Otology. 3 th ed. Thieme. 2006. 6. Bhargava KB et al. A Short Textbook of ENT Diseases, 6th ed. Mumbai ; Usha Publication. 2002. Hal: 112-114. 7. Bailey BJ, Johnson JT. Head & Neck Surgery-Otorhinolaryngology. 4th ed. Philadelphia: Williams & Wilkins, 2006. P: 2003-2025. 8. Telian SA, Schmalbach CE. Dalam Ballengers Manual of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. London: BC Decker. 2002. 9. Gray R.F., Hawthorne M. Synopsis of Heineman ltd. Oxford 1992: 93-95. 10. Lee K J. Non Infectious Disorders of The Ear. In:Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery. McGraw-Hill Companies.USA. 2003. Hal: 512-534. 11. http://www.spesialis.info/?waspadai-gejala-tumor-tulang-non-kanker,1277 Otolaryngology 5th ed. Butterworth

15

You might also like